Anda di halaman 1dari 2

1.

DESCRIPTION

Di siang hari sekitar pukul 13.00 di bpm mutiara saya dan asisten saya baru selesai
membantu persalinan seorang ibu yaitu, Ny. R
umur 24 tahun pasca melahirkan anak pertama 6 jam yang lalu didampingi oleh suaminya. Pada
saat itu Ny. R sudah dipindahkan dari ruang persalinan ke ruang nifas. ibu mengeluh nyeri luka
jahitan episiotomi jalan lahirnya dan cemas karena ASI nya belum keluar. Keadaan Ny. R sehat.
Lalu saya melakukan pemeriksaan TFU 2 jari dibawah pusat,terlihat pengeluaran lochea rubra,
area jahitan luka jalan lahir tampak kemerahan, perineum terasa nyeri pada saat disentuh. Dari
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmhg, suhu 37ᵒC, respirasi
20x/menit dan nadi 80 x/menit.

Pada saat itu karena Ny.R kesakitan, keluarga panic dan meminta untuk dibawa kerumah
sakit saja karena khawatir terjadi sesuatu. Kenudian saya memberikan penjelasan dan
meyakinkan pada pasien dan keluarga bahwa hal seperti ini adalah hal yang normal dan sudah
biasa terjadi pada ibu yang sudah melahirkan, setelah di berikan pengertian akhirnya keluarga
mengerti. Setelah itu saya meminta asisten saya untuk memberinya obat pereda nyeri dan
memintanya untuk mengajarka cara menyusui yang benar.

2. FEELINGS
Pada saat kejadian tersebut perasaan yang saya rasakan kaget karena keluarga pasien
meminta untuk di bawa kerumah sakit sedangkan dari hasil pemeriksaan hal tersebut adalah hal
fisiologis tidak ada indikasi untuk di rujuk. Dari kejadian tersebut apakah saya kurang memberi
penjelasan konseling mengenai luka jahitan perineum kepada pasien dan keluarga .Pada saat
kejadian saya lupa memeriksa sekala nyeri pasien hal ini seharusnya di lakukan guna penilaian
rasa nyeri pada pasien.

3. EVALUATION
Pengalaman baik : Dapat membantu pasien mengajarkan posisi menyusui yang benar dan
memberikan asuhan mengenai luka jahitan perineum pada ibu nifas.

Pengalaman buruk : Bidan melakukan pemeriksaan pada area jahitan luka jalan lahir tampak
kemerahan dan perineum terasa nyeri pada saat disentuh, tetapi bidan tidak melakukan
pemeriksaan skala nyeri pada pasien seharusnya pemeriksaan skala nyeri harus dilakukan untuk
menilai rasa nyeri pada pasien. Dan pada saat konseling perawatan luka perineum harus
disertakan dengan keluarga.

4. ANALYSIS
Nyeri yang terjadi pada ibu post partum yang dilakukan tindakan episiotomi dapat
mempengaruhi kondisi ibu seperti ibu kurang istirahat, cemas akan kemampuannya merawat
bayi, stress dan ibu sulit tidur, bahkan bisa menjadi pemicu terjadinya post partum blues, selain
itu pemenuhan ASI pada bayi berkurang.

Dalam kasus ini pasien dan keluarga kurang memahami tentang perawatan luka perineum
sehingga rasa nyeri dianggap sebagai tanda bahaya yang ke3mudian menjadi pencetus
kecemasan pasien. Pemeriksaan skala nyeri tidak dilakukan sehingga bidan tidak dapat
memberikan obat Pereda nyeri karena nyeri luka jahitan perineum pada pasien belum ditentukan
kategori skala nyeri pasiennya.

Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan menetukan terapi
yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini mungkin, derajat nyeri dapat dibagi
secara sederhana menjadi ringan, sedang dan berat.

5. CONCLUSION
Terdapat perbedaan antara teori kebidanan dengan kasus yang terjadi, dalam teori seharusnya
bidan melakukan pemeriksaan skala nyeri untuk mengetahui tingkat nyeri pada pasien. Nyeri
luka perineum akan lebih mudah ditangani jika bidan sebelumnya melakukan pemeriksaan skala
nyeri karena dengan mengetahui skala nyeri pasien kita dapat memberikan terapi yang efektif.
Dan konseling perawatan perineum yang dilakukan bidan tidak tersampaikan dengan baik
sehingga perlu penjelasan ulang kepada pasien dan keluarga

6. ACTION
Asuhan kebidanan pada ibu nifas post partum 6 jam dengan luka perineum harus sesuai
dengan kompetensi bidan serta ilmu terbaru meliputi manajeman nyeri menurut KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/320/2020
TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN termasuk kategori 3 yaitu bidan mampu memahami,
menjelaskan, dan melaksanakan di bawah supervisi .Sehingga tidak ada tindakan yang dilakukan
tidak sesuai dengan teori dan ketentuan. Jika menjumpai kasus berikutnya sebaiknya bidan
melakukan pemeriksaan skala nyeri untuk pemberian terapi selanjutnya.
Dan untuk mengurangi kecemasan bidan memberikan KIE yang tepat yang dapat
dipahami oleh pasien dan keluarga dan pemberian pijat oksitosin selain untuk produksi ASI juga
dapat membuat pasien tenang.

Anda mungkin juga menyukai