Anda di halaman 1dari 318

BEDAH

SALURAN
CERNA
ANAK
Dr. Moh. Adjie Pratignyo, SpBA

Vf
BEDAH KPAItrCMCK BCOaH

SALURAN
CERNA
ANAK
Dr. Moh. Adjie Pratignyo, SpBA

SAP PUBLISH
RAN CERNA ANAK

Penulis:
Dr. Moh Adjie Pratlgnyo, SpBA

Design Cover Layout Is!:


Andi Candra Gunawan

Cetakan Pertama :
Juni2011

Diterbitkan Oleh :
SAP PUBLISH INDONESIA
Jl. Imam Bonjol No. 38 Karawaci, Kota Tangerang 15113
Telp/Fax. 021-5576 4783

All Right Reserved


HakCipta Dillndungl Undang-Undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku Inl
tanpa izin tertulls darl penulis & penerblt.

ISBN ^?fl-bDM=iESb-0-T
ISBN :

II I II nil II
786029 925609

Di Cetak Oleh PT. Sari Arya Putra


(Isi di luar tanggung jawab percetakan)
Buku ini saya persembahkan untuk istri saya Riny Ariani dan
ketiga anak kami, Naufal, Kemal dan Anisa. Yang cintanya, kesetiaannya
dan dukungannya telah teruji dan tak terbatas selama pendidikkan
ataupun sepanjang karir saya menjadi ahli bedah.

Terima kasih untuk hari-hari yang menyenangkan.


Untuk kedua orang tua saya ayahanda
Almarhum H. Agus Salim dan ibunda almarhumah R.Ngt Sriyekti Lestari,
tanpa ridho mereka tidaklah berguna apa-apa
yang telah saya capal selama ini.
Sujud dan sungkem saya yang abadi dalam hati
ini untuk beliau.

Ill
Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim...
Buku ini dibuat dengan tujuan untuk menambah wacana kepustakaan
ilmu bedah , khususnya bedah anak. Selain itu saya berharap dapat
membantu menambah wawasan ilmu bedah anak bag! para
peminatnya. Setiap judul penyakit telah saya coba untuk menerangkan,
embrioiogi, gambaran klinis balk foto radiologis dan intra operatif, juga
tehnik operas! serta komplikasi dengan segala keterbatasannya. Untuk
mempermudah gambaran secara umum tentang kelainan tersebut.
Penyakit saluran cerna yang diterangkan dalam buku ini adalah
sebagian besar yang sering ditemukan dalam pelayanan bedah anak.
Ada beberapa penyakit lain yang kurang atau tidak berhubungan
langsung dengan saluran cerna, seperti hidrokel, hernia diafragma,
undesendens testis juga ditulis dengan alasan kekerapan kasus yang
ditemukan dalam praktek sehari-hari. Saya berharap semoga buku ini
bermanfaat untuk para calon dokter umum, residen bedah umum,
residen bedah anak, residen anak dan para sejawat yang mempunyai
minat dalam keilmuan bedah anak. Kekurangan yang terdapat pada
buku ini semoga menjadi bahan diskusi untuk para teman sejawat. Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh staf dan pendidik
Divisi Bedah Anak Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, yang telah mendidik saya dalam cara berpikir,
penyelesaian masalah serta memberikan kepada saya ilmu bedah anak,
semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka selama ini.

Banten, April 2011

Moh. Adjie Pratignyo

IV
Daftar Isi

1. Atresia Esofagus • 1
2. Refluks Gastroesofagus 16
3. Kelainan Umbilikus 25
4. Kista Duktus Koledokus 34
5. Necrotizing Enterocolitis 43
6. Intususepsi 67
7. Hernia Diafragma Kongenita! dan Eventrasio 66
Diafragma
8. Atresia Duodenum 82
9. Atresia Jejeno-ileal 91
10. Appendisitis 104
11. Kelainan Rotasi dan Fiksasi Usus 115
12. Obstruksi Gastrik Outlet Kongenita! 129
13. Hipertrofi Pilorik Stenosis 136
14. Divertikulum Meckel 143
15. Defek Dinding Abdomen 150
16. Duplikasi Saluran Cerna 165
17. Asites 178
18. Atresia Kolon 184
19. Atresia Bilier 190
20. Undescended Testis 201
21. Hernia dan Hidrokel 211
22. Meconium Ileus 217
23. Meconium Plug Syndrome 227
24. Penyakit Hirschsprung . 229
25. Malformasi Anorektal 258
26. Fissura Ani 284
27. Prolaps Rektum 287
28. Perianal Abses dan Fistula Ani 292
Atresia Esofagus

Atresia Esofagus (AE) yang disertai fistula trakeoesofagus distal


mempunyai insiden 1 dalam 3000 sampai 4000 kelahiran

Embriologi

Esofagus dan trakea terbentuk darl derivat usus depan (foregut) yang
terjadi pada minggu ke 3 dan keempat. Pemisahan keduanya, antara
esofagus dan trakea selanjutnya terjadi akibat pertumbuhan ke arah
dalam (ingrowth) mesodermal ridges. Proliferasi epitel terjadi pada 6
sampai 8 minggu bersamaan dengan pertumbuhan sekaligus pemisahan
dua organ tersebut.

ElophtgHl

InciiiflMShHH

Proses separasi esophagus dan trakea serta calon paru (lung bud),
teori ini lebih menjelaskan atresia esophagus tipe C
Klasifikasi

Klasifikasi atresia esofagus menurut Gross tlpe A,B,C,0 dan E

Klasifikasi prognosis diperlukan untuk melihat resiko berdasarkan


I^Waterson^j 1962, dibagi menjadi ABC, berdasarkan : berat badan,
derajat pneumonia serta kelainan japt^ng bawaan yang menyertai.
Sedangkan yang dimodifikasi olehiPitz ) hanya berdasarkan BB dan
kelainan jantung saja.

Klasifikasi menurut Pitz

Grup I Berat badan lebih dari 1500 gram tanpa kelainan jantung
mayor [survival 97%)

Grup II Berat badan kurang dari 1500 gram atau ada kelainan jantung
mayor (survival 59%)

Grup III Berat badan kurang dari 1500 gram dengan kelainan jantung
mayor [survival 27%)
Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung sianosis
yang memerlukan koreksi atau pembedahan paliatif, atau kelainan
jantung non sianotik disertal gaga! Jantung yang memerlukan terapi
medis atau koreksi bedah

Bronkoskopi fistula pada atresia esofagus tipe -C

Diagnosis . cvAtwci .
U-
Dapat diketahui sejak prenatal dengan pemeriksaan sonografi,
gambaran yang mencurigakan seperti tidak ada gelembung lambung
[gastric bubble), terdapat poll hidramnion karena menekuknya
gastroesofageal junction, dan pelebaran esophagus proksimal saat
menelan. Setelah lahir bayi dengan kelainan ini, bayi akan
menghasilkan banyak saliva yang keluar lewat mulut {^^cce^^droUing)
dan hidung, dengan riwayat, episode tersedak, ataupun kebiruan
(sianosis). Gejala tersebut menjadi parah setiap ada usaha untuk
memberlkan intake oral. Diagnosis menjadi lebih tegas dengan adanya
kpsulitan memasukkan feeding tube [nasoaastric tube NGT) ukuran 10
French dan berhenti kurang lebih pada 10 cm . Dioastikan pada fdto
torak maka ujung NGT berada pada vertebra T2 atau T4. Ada yang
menganjurkan menggunakan NGT no 12 Fr karena tidak mudah
menekuk dan secara radiologi lebih mudah terlihat.
Ukuran feeding tube yang lebih kecil dapat menyesatkan karena akan
masuk lebih panjang sementara pipa tersebut menekuk ke dalam
rongga mulut. Gambaran abdomen yang skafoid menunjukkan
kemungkinan atresia murni, sedangkan pada atresia dengan fistel
trakeo esofagus, abdomen dapat menjadi distensi.

Pemerlksaan foto yang dianjurkan adalah babygram (mencakup leher,


torak dan abdomen), setelah 10 cc udara dimasukan melalul pipa
Replogle. Pencitraan ini penting untuk :

• Melihat adanya udara dalam abdomen yang menunjukan


keberadaan fistula trakeoesofagus ( 85% kasus), sebaliknya
pada murni atresia gambaran udara dalam usus tidak nampak.
• Melihat ujung^ari feeding tube yang berhenti antara C7
sampai T2.
• Kelainan vertebra atau tulang iga (adanya iga 13 berhubungan
dengan jenis atresia yang long gap)
• Kelainan jantung ataupun letak dari arkus aorta (2% kasus arkus
aortanya di sebelah kanan), dapat kemudian dipastikan dengan
ekokardiografi.
• Melihat pola gambaran udara usus. untuk menyingkirkan
adanya atresia duodenum.

Melihat keadaan paru, karena resiko terjadi pneumonia aspirasi pada


kasus-kasus ini, ataupun adanya sindroma distress pernapasan bila
bayinya tergolong prematur. Pemeriksaan fisik dilanjutkan untuk
mencari kelainan penyerta lain dengan frekuensi 35 sampai SO %
mencakup jantung, atresia ani, ekstremitas dan kelainan kromosom.
Sepuluh persen terdapat sindroma VACTREL ( vertebra, atresia ani,
cardiac, trakeoesofagus, renal, dan limb), atau yang lebih jarang lagi
sindroma .CHARGE (coloboma of the eye , heart, atresia choana,
retardation of growth, genitalia, ear deafness).
4
(Kiri) Atresia esofagus dengan fitel trakeoesofagus, perhatikan udara intra abdomen
dan NGT berhenti di torakal II,(kanan) abdomen yang tidak berudara (gasiess)
adalah khas untuk atresia tanpa fistel

- Sump sucfnn of
upper pouc^

Air irt
4i»lal
esophagui

- Air in stomach

Persiapan Operasi

Pemeriksaan darah lengkap, meliputi fungsi ginjal, glukosa, elektrolit,


dan persiapan darah . Ekokardioerafi dan USG ginjal diiakukan sebelum
operasi (kedua pemeriksaan ini untuk kelainan yang menyertai pada
jantung dan ginjal), tetapi bila klinis normal pemeriksaan dapat ditunda
setelah operasi. Pasien dibaringkan dengan kepala elevasi dan
penghisapan liur diiakukan secara kontinyu.
5
Pasien dengan masalah pernafasan diusahakan tidak di intubasi , bila
hams diintubasi biarkan pasien bernafas spontan, karena tekanan
positif akan berakibat udara melalui fistula trakea masuk ke dalam
lambung dan menyebakan refluks isi Raster ke trakea. dan abdomen
yang_distensi menyebabkan gangguan pernafasan sehingga diperlukan
(g^rostomi darurap Dalarh keadaan yang mengancam nyawa seperti
pada trisomy 13 atau 18, anuria dan kelainan jantung kompleks ,
operasi bisa ditunda sampai pemeriksaan lengkap. Renting untuk
mengetahui adanya trisomi 18. karena prognosisnya yang buruk dan
menjadikannya kontra Indikasl imtnk torakotoml. Selain keadaan
tersebut, operasi tidak boleh ditunda karena reflux gaster melalui fistel
menyebabkan aspirasi pneumojiia, meskipun pada bayi prematur.
Pernafasan akan semakin buruk dengan adanya udara yang masuk ke
gaster ,dan kemudian gaster menjadi overdistensi ,yang menyebabkan
splinting diafragma dengan resiko perforasi gaster yang lebih fatal.

TEHNIK OPERASI

Insisi torakotoml posterolateral di sisi yang kontra dari arkus aorta


dilakukan , dengan pendekatan ekstra pleura . Cara ini (ekstra pleura)
lebih disukai untuk menghindari empiema bila terjadi kebocoran
anastomosis. Rongga ekstra pleura dibuka melalui interkostal IV atau V.
Pleura dilepaskan secara tumpul dari otot interkostal dan segmen distal
esophagus dikenali kemudian di pasang ioop karet vaskuler. Jangan
terlalu ekstensif membebaskan segmen ini karena akan mengganggu
vaskularisasinya. Fistula biasanya dekat karina, dipotong dan jahit
secara interrupted dengan silk 5.0. Untuk membantu identifikasi dan
diseksi segmen proksimal , pemasangan kateter 20 Fr lewat mulut
cukup membantu. Letakkan jahitan traksi pada segmen ini. Kemudian
setelah panjangnya adekuat untuk anastomosis dengan bagian distal
tanpa tegangan, segmen proksimal dibuka dan anastomosis dilakukan
dengan menggunakan silk 5.0 end to end satu lapis. NGT 8 Fr dipasang
6
melalui nasal sebeium anastomosis selesai untuk member! akses
nutrisi. Jahitan posterior dibuat dengan simpul di dalam lumen dan
jahitan anterior simpulnya di luar lumen. Setelah itu pasang dren toraks
12 Fr, dan dinding torak dijahit lapis demi lapis. Nutrisi enteral dimulai 2
atau 3 hari pasca operas!. Antibiotik diberikan sampai hari ketujuh. Hari
ke 5 atau 6 buat foto kontras meal atau beri minum cairan metilen blue-
glukosa per oral. Bila terdapat kebocoran akan keluar lewat dren. Bila
tidak ada kebocoran sten NGT dilepas dan mulai diet peroral. Dren
dipertahankan sampai hari ke 10. Pasien dipulangkan bila diet oral
adekuat, dan awasi tanda-tanda refluks ataupun gangguan menelan.
Bila segmen proksimal sudah di mobilisasi, tetapi kedua ujung esofagus
tidak dapat dipertemukan. Mobilisasi bagian distal boleh juga
dilakukan karena kekuatiran terhadap segmen distal tidak seberat
yang dibayangkan sebelumnya, mengingat pada segmen distal sudah
ada gangguan motilitas . Dalam suatu laporan anastomosis pada long
gap (>3,5 cm) Sembilan kasus dengan anastomosis setelah mobilisasi
segmen distal, ternyata tidak ada bocor, ataupun fistel yang rekuren.
Terdapat 5 6ER dan 4 nya terjadi striktur, bay! -bay! in! tumbuh baik .
Miotomi segmen proksimal satu atau 3 (setiap gap mempunyai
jembatan 1 cm) menambah panjang, tetapi gangguan fungsional tetap
terjadi, sehingga ada yang menganjurkan miotomi dilakukan juga pada
segmen distal.

Bila dengan tindakan di atas tetap tidak dapat dilakukan anastomosis,


segmen distal dijahitkan ke fasia prevertebra untuk mencegah retraksi.
Untuk rencana anastomosis transpleural atau esophageal replacement
dikemudian hari. Pasien dilakukan gastrotomi untuk nutrisi enteral dan
ada yang melakukan esofagostomi servikal.
Gambar insisi di bawah ujung scapula Anatomi fistula, vena azygos,
(kiri) dan diseksl ekstra pleura dengan pemotongan fistula dan anastomosis
peanut(kanan) end to end

2'
Perawatan Pasca Operasi dan Komplikasi

Pada neonatus yang mendekati aterm dan anastomosis tidak sulit


dilakukan, ekstubasi dilakukan dalam 24 jam, analgetik fentanil dengan
bolus atau drip. Ada ahli bedah yang menganjurkan sedasi dalam atau
bahkan pasien di tidurkan dalam beberapa hari, khususnya pada
anatomosis yang dilakukan dalam tegangan, ekstubasi ditunda sampai
beberapa hari. Esofagografi dibuat pada 5-7 hari pasca operasi dengan
kontras non ionic, iso osmolar, water soluble dalam fluoroskopi. Dilihat
gambaran anatomis, mencari adanya kebocoran, ataupun peristaltis
esophagus. Gambaran segmen esofagus proksimal yang dilatasi adalah
normal asalkan tidak ada stasis kontras, ataupun kebocoran, dan
proses menelan berjalan dengan baik. Dren di lepas keesokan harinya .
Intake oral dimulai bila basil esofagografi baik. Mortalitas berhubungan
dengan premuritas, kelainan jantung ataupun penyakit bawaan yang
kompleks.

Komplikasi

Bocor anastomosis. Kebocoran disebabkan karena mobilisasi kedua


ujung esophagus yang berlebihan, sehingga mengakibatkan iskemia.
Kebocoran anastomosis terjadi 5-10 %, dengan gejala keluarnya saliva
dari dren. Biasanya dengan penghisapan kontinyu per oral, pasien
dipuasakan dan antibiotik dilanjutkan , maka sebagian besar bocor
menutup dengan sendirinya dalam waktu 4 minggu. Hal ini bisa di
konfirmasi dengan foto kontras. Indikasi re torakotomi antara lain
pnemotorak yang massif ataupun efusi yang banyak, kebocoran total,
sepsis tak terkontrol ataupun jahitan trakea yang lepas. Kejadian ini
mencapai 5 % . Pada keadaan ini biasanya pasien memburuk dengan
cepat.
Pada Torakotomi, dengan bocor kecil dapat dilakukan reanastomosis
kadang ditambahkan flap perikardium, muskulus interkostal atau
pleura sebagai onlay patch atau interposisi penunjang anastomosis,
tetapi lebih aman dilakukan servikal esofagostomi, gastrostomi, dan
repair ditunda sampai beberapa bulan kemudian.

Fistel rekuren. Insiden rekurensi TEF 5-14%. Fistel yang rekuren dicurigai
bila pasien batuk saat diberi minum, apneu atau sianosis, atau sering
infeksi saluran nafas berulang , setelah sukses anastomosis. Rekurensi
ini biasanya terjadi pada anastomosis end to side yang bocor. Salah satu
cara pencegahannya adalah segmen distal tidak dimobilisasi secara
berlebihan.

Komplikasi ini cukup serius, dapat di evaluasi dengan esofagografi


dalam fluoroskopi dan bronkoskopi . Fistel tidak mungkin menutup
dengan sendirinya. Cara konvensional dilakukan torakotomi pada insisi
yang lama, pemotongan fistel transpleural dan interposisi jaringan sehat
dengan flap perikardium atau otot interkostal. Pilihan lain torakotomi
dilakukan lewat sisi kiri, ataupun pendekatan trans trakea dengan
elektrokoagulasi, fibrin glue ataupun agen sklerosing tetapi resiko
rekuren lebih tinggi, keuntungannya metode ini kurang invasif
dibandingkan cara sebelumnya.

Gastroesofageal refluks. GER terjadi 40% setelah anastomosis,


setengahnya memerlukan tindakan bedah. Umumnya terjadi karena
anastomosis yang tegang, sehingga sebagian esofagus abdomen tertarik
ke dalam torak, dan menghilangnya sudut His, atau karena gangguan
neuromuskuler dari bagian distal esofagus yang atretik. Gejala dapat
menyerupai fistel yang rekurensi.

Pasien bisa muntah, pneumonia berulang, asma, gagal tumbuh dengan


stenosis pada esofagus distal atau bagian anastomosis.

10
Evaluasi mencakup pemeriksaan monitor pH, foto esofagogram
menelan dengan fluoroskopi, endoskopi distal esofagus disertai biopsi.
Striktur yang gaga! dengan terapi dilatasi sering sembuh dengan
dikoreksinya GER. Fundoplikasi dilakukan pada 5-20% kasus. Sebelum
tindakan pasien dicoba terapi dengan H2 bloker, pump inhibitor, dan
metoklopramid.

Trakeomalasia. Definisinya adalah kelemahan struktur dan fungsi rawan


trakea yang menyebabkan obstruksi jalan nafas yang parsial atau
episode obstruksi total . Kelemahan ini bersifat lokal atau umum. Saat
ekspirasi atau batuk dinding anterior dan posterior akan bertemu dan
menyumbat saluran nafas. Biasanya kelemahan pada bekas fistula
trakeoesofageal. Terjadi pada 10% bayi dan setengahnya memerlukan
intervensi bedah.

Hal ini cukup sering ditemukan pada AE TEF yang rendah, letak
kelemahan terletak pada bekas fistula (bagian kolaps ini ditemukan
dengan bronkoskopi). Gejala ringannya batuk yang menggonggong, dan
stridor ekspirasi, biasanya sembuh sendiri dalam beberapa bulan.
Namun pada kasus yang berat dapat terjadi gangguan respirasi, apneu,
sampai kematian mendadak. Dalam keadaan ini dilakukan aortopexy
balk secara torakoskopi ataupun konvensional. Pada prosedur ini arkus
aorta dan aorta ascendens di fiksasi ke sternum dengan jahitan tidak
diserap. Dengan aortopexy trakea akan mendapat ruangan untuk
ekspansi (karena trakea melekat dengan aorta asendens dan arkus
aorta). Dapat juga digunakan stent Palmaz untuk stabilisasi trakea
(trakeopexy) yang di masukkan secara endoskopi. Bila stent tidak
melekat atau terdilatasi dengan baik akan terbentuk jaringan granulasi
karena pergeseran stent relatif terhadap mukosa trakea.

11
Stenosis Anastomosis. Biasanya terjadi karena kebocoran yang
menutup secara spontan, anastomosis yang dilakukan dalam tegangan ,
ataupun akibat refluks gastroesofagus. Dengan handling yang balk
kepada kedua puntung esofagus, preservasi suplal vaskuler dan aposisi
mukosa disetiap jahitan yang balk, diharapkan resiko stenosis dapat
diperkecil . Dengan dilatasi balon sebagian besar dapat diatasi,
dilakukan dalam fluoroskopi menggunakan rigid esofagoskopi tanpa
anestesi lebih aman. Bila dalam beberapa minggu tidak membaik,
menjadi indikasi untuk tindakan bedah. Bila terdapat GER, dilakukan
juga fundoplikasi kemudian reseksi daerah striktur.

ATRESIA ESOFAGUS LONG GAP

Long gap AE di definisikan bila jarak antara puntung proksimal dan distal
esofagus melebihi 3,5 cm, dan hal ini biasanya terjadi pada AE tanpa
TEF( trakeoesofagus fistel), namun dalam beberapa kasus AE dengan
TEF ditemukan Juga. Sedangkan ultra long gap bila jarak tersebut
melebihi 5 cm , dimana sebagian besar memerlukan prosedur
penggantian esofagus {esophageal replacement). Insiden AE murni
tanpa TEF mencapai 7 % dari semuanya. Prematuritas mengikuti
sampai 52%, sindroma Down 10-20%, dan 10 % terdapat atresia
duodenum.

DIAGNOSIS

Diagosis antenatal seperti pada AE dengan TEF, polihidramnion dan


hilangnya gastric bubble. Klinis drooling, riwayat apnea , atau sianosis
bila di berikan ASI, OGT sulit dimasukkan dan posisi dipastikan dengan
foto, bila meragukan masukan kontras barium 1 cc dalam floroskopi.
Foto abdomen , tidak ada udara (gasless) adalah khas untuk atresia
esofagus murni. Gambaran perut bisa skafoid

12
MANAJEMEN PRE OPERASI

Pasien ditidurkan , posisi kepala di elevasi, penghisapan liur dilakukan


secara rutin untuk mencegah aspirasi, diberikan cairan Intravena dan
antibiotik. Pada atresia esofagus murni, gastrostomi dilakukan dahuiu,
kemudian dilator Bake di masukkan melalui esophagus distal , dan
dengan fluoroskopi ditentukan jarak kedua puntung, bila melebihi 3,5
vertebra, tidak dianjurkan anastomosis primer segera. Setelah 6-12
minggu , bayi membaik, puntung distal diharapkan akan memanjang
dengan berjalannya waktu. Pada AE -TEF yang ditemukan intra operatif
gap jauh maka setelah fistula dipotong dan segmen distal difiksasi ke iga
untuk mencegah retraksi pada repair berikutnya. Diteruskan dengan
gastrostomi untuk nutrisi. Tapi tidak disarankan untuk esofagostomi
servikal, melainkan bayi di hisap lendirnya dengan OG (oral gastric)
tube. Sebagian ahli bedah memasukkan dilator Maloney melalui oral
untuk memperpanjang segmen proksimal. Setelah beberapa waktu
kedua ujung dinilai secara fluoroskopi, dengan memasukkan kontras via
gastrostomi dan melihat ujung OG tube. Dengan melakukan mobilisasi
esofagus dan miotomi,gap selebar 5 vertebra dapat dipertemukan.
TEHNIK OPERASI

Insisi seperti yang dijelaskan pada interkostal IV atau V . Bila belum ada
torakotomi sebelumnya pendekatan ekstra pleura lebih balk, namun
bila pernah di torakotomi untuk ligasi fistula biasanya pleura ditembus.
Flap pleura yang terbentuk dapat digunakan untuk membungkus
anastomosis. Bila sebelumnya telah diberi tanda maka segmen distal
esofagus mudah dikenali. Puntung proksimal dicari dengan bantuan
anestesi memasukan dilator atau kateter via OGT. Nervus vagus dan
frenikus harus diidentifikasi dan dipreservasi. Perlengketan fibrosa
bagian proksimal dibebaskan secara tajam. Setelah bagian proksimal
bebas, maka mulai dengan identifikasi bagian distal esofagus. Setelah
13
ditemukan letakkan jahitan atraumatik untuktraksi. Segmen distal tidak
boleh dimoblllsasi berlebihan seperti yang proksimal ataupun
memegangnya dengan pinset secara keras. Beberapa tehnik untuk
memperpanjang seperti miotomi sirkuier dua buah yang berjarak 1,5
cm. Miotomi yang distal tidak boieh kurang 1 cm dari pouch. Mobilisasi
bagian proksimal dapat dibantu dengan insisi servikai seperti hendak
melakukan esofagostomi servikai, kemudlan dengan membebaskan
esofagus dari torak, segmen ini dikeluarkan melalui leher, dapat juga
dilakukan miotomi dari Insisi sevikal Ini, setelah itu masukkan kembaii
segmen Ini ke torak. Jangan iupa pasang dren Penrose. Kadang
ditemukan segmen proksimal yang pendek sedangkan segmen distal
panjang. Daiam hal Ini segmen distal yang telah dipreservasi dengan
balk dapat dimiotomi . Blla tegangan tidak ada maka anastomosis
dilakukan dengan benang PDS 5-0. Flap pleura diletakkan pada
anastomosis , rongga torak ditutup setelah memasang drenase torak
[chest tube).

Beberapa tehnik membantu anastomosis primer miotomi sirkuier, miotomi spiral dan
miosubmuskosa flap esofago-esofagostomi

14
Pemanjangan kedua segmen dengan dilator via oral dan gastrostomi untuk long gap
AE,sebelum anastomosis

Upper e$(^)hage^- Lower esophage^


segment segmeni

Beberapa ahli melakukan traksi pada kedua ujung segmen esofagus sebelum
anastomosis end to end
Refluks Gastroesofagus
Refluks Gastroesofagus (RGE) adalah penyakit yang sering ditemukan
pada bayi dan anak-anak. Umumnya gejaianya tidak menyolok dan tidak
diketahui etiologinya dengan pasti. Sebanyak 60-65% anak dengan RGE
akan sembuh spontan dengan atau tanpa pengobatan, namun pada
kasus yang berat dapat menimbulkan gagal tumbuh, infeksi saluran
nafas sampai bisa mengancam nyawa.

Patofiologi

Penyakit RGE didefinisikan sebagal kelalnan yang diakibatkan oleh isi


lambung yang melalui atau masuk ke dalam esofagus. Terjadinya
perubahan patoflsiologi akibat barrier antirefluks antara distal esofagus
dan gaster yangjnkomfietan. Sebagai hasil dari refluks ini ditemukannya
refluksat gaster (pepsin dan asam) bersentuhan dengan mukosa
esofagus. Pada dewasa konsekuensi dari keberadaan refluksat dalam
esofagus ini adalah esofagitis. stril^r, dan esofagitis Barret. Pada anak
dampaknya lebih luas karena menyangkut kelainan fisiologis, anatomis
dan tumbuh kembang sehingga konsekuensinya yang lebih kompleks.
Kelainan kongenital sepertl a^sia esofagus, gastroskizis/omfalokeL
^'6rnia diafragma kongenital,atresia duodenum merupakan prerilspnslsl
untuk terjadinya RGE ini.
e«9ht8Ml
inuMU
Ptire»oe$(ipli»2U)b£ Mnttfim
MM
n)

EffilottHHICii:

{lijipM)£rn

immm
«»pftMhm
tMlMnnirt

Muy.-jiaiit
T{i« £iit'« mtKou

Foto kontras meal saat menelan SEB menutup(atas kiri) dalam keadaan normal,SEB
melebar dan refluks terjadi (atas kanan).

Barrier Pencegah Penyakit RGE

Faktor terpenting dari oencegah refluks isi lambung adalah sfingter


esophagus bawah (|{SEBj) SEB secara embriologi berasal dari otot
slrkuier, yang menebal dl bagian distal esofagus secara asimetrls.
Penebalan In! meningkatkan tekanan di dalam zona inl (dapat diukur
dengan manometrl), penebalan In) melekat ke gaster pada sisi
kurvatura mayor meleblhi sisi kurvatura minor.

Dipegang oleh membran frenikoesofagus maka sebaglan SEB in! terletak


sebagian di torak dan sebagian di abdomen. Fungsi katup SEB ini
ditentukan oleh panjang dan tonusnya. Bila tonusnya rendah mudah
terjadi refluks. Pada dewasa tonus di atas 30 mmHg mencegah refluks,
sedangkan bila tekanan <10 mmHg disertai refluks pada 85% kasus.
Relaksasi SEB berpengaruh terhadap refluks juga, normalnya relaksasi
secara involunter terjadi setelah adanya proses menelan.
17
Relaksasi yang inappropriate berhubungan dengan refluks pada
beberapa kasus, terakhir malposisi dari SEB yang terjadi pada hernia
hiatus atau kelainan bawaan menyebabkan SEB tidak terfiksir dan
proteksi terhadap refluks terganggu. Kesimpulannya beberapa
mekanisme di bawah ini seperti ukuran SEB yang pendek, fungsi otot
polos yang abnormal, relaksasi sejenak SEB yang terietak Intra torak
berkonstrlbusi pada penyakit RGE.

Panjang segmen esofagus Intra abdomen mempunyal proteksi terhadap


timbulnya gejala RGE. Pada dewasa esophagus abdomen 3,5-4,5 cm
mempunyal proteksi 100 %,sedangkan panjang esofagus yang hanya 1
cm menlmbulkan refluks pada 85% paslen. Protektor lalnnya adalah
sudut His , sudut pada saat esofagus masuk abdomen. Normalnya
membentuk sudut yang tajam, sehlngga membentuk katup flap pada
gastroesofageaijunction. Pada kondlsl His yang normal akan terbentuk
mukosa yang rosette-like sehlngga akan menutup atau kolaps saat
tekanan dalam gaster menlngkat. Ukuran esofagus yang pendek, dan
kelainan perlstaltis bawaan seperti pada atresia esofagus, gastrosklzis
beresiko untuk terjadi refluks Inl, dan 30% -paslen dengan atresia
esofagus memerlukan koreksl bedah untuk prosedur antlrefluks. Blla
proses barrier Inl terganggu maka mekanisme berslhan esofagus
[esophageai clearance) menjadi penting untuk mencegah kerusakan
akibat refluks calran gaster ke dalam esophagus. Terdapat 3 hal penting
pada proses berslhan Inl, pertama (dan terpenting) adalah motllltas
primer esofagus, kedua gravltasi dan saliva. Motllltas primer Inl timbul
setelah proses menelan dan berfungsl untuk berslhan 80-90%.

18
Unsur paling akhir dalam pencegahan RGE inl adalah kemampuan untuk
membatasi cedera akibat refluksat yang masuk ke dalam esofagus.
Cedera yang terjadi ditentukan juga oleh jumlah asam yang masuk
(bukan hanya pH yang rendah). Untuk hal in! proton pump inhibitor
(PPl) mempunyal peran penting.

Mekanisme antirefluks saat kontraksi lambung (kiri) dan peristaitis esofagus dengan
katup SBE(kanan)

Manlfestasi Klinik

Gejala yang timbul bervariasi tergantung dari usia dan keadaan medis
umum. Gejala umum yang timbul berhubungan dengan RGE adalah
muntah, namun muntah dapat disebabkan psikologis dan bersifat
"normal". Muntah dislnl tidak menyebabkan gangguan pertumbuhan
danjarang mengakibatkan kompiikasi lain.

Muntah yang bersifat khalasia pada bayi usia dini akan sembuh spontan
menjelang usia 2 tahun atau saat transisi ke makanan jenis padat. Tidak
perlu pengobatan ataupun pemeriksaan lebih lanjut.
19
Sedangkan muntah karena RGE dapat berakibat gangguan
pertumbuhan dan malnutrisi yang nyata karena intake yang tidak
adekuat. Gejala lain adalah nyeri esofagitis akibat refluks asam, bayi
akan menangis. Pada dewasa biasa dikatakan "heartburn", ha! ini lebih
jelas pada anak yang agak besar ketimbang bayi. Dengan sedikit
makanan nyeri akan berkurang sementara. Peradangan yang kronik
akan mengakibatkan striktur dengan gejala nyeri dada disertai gejala
obstruksi. Esofagus Barret adalah perubahan mukosa dari epitel gepeng
(skuamosa) menjadi epitel torak, lebih jarang pada anak dibandingkan
dewasa. Tetapi bila ditemukan konsekuensinya serius seperti ulserasi ,
striktur dan resiko keganasan meningkat.

Gejala pernapasan seperti batuk kronik, wheezing, choking, dan apnea


dapat menjadi gejala RGE. Kemudian pneumonia atau bronkhitis
berulang terjadi akibat aspirasi refluksat. Esofagus yang berisi asam
akan merangsang bronkospasme seperti gejala pada asma.

Meskipun jarang tapi perdarahan (hematemesis) dapat terjadi sebagai


akibat dari RGE. Esofagitis, gastritis, dan proses ulserasi dapat
menimbulkan hematoskezia atau melena pada sebagian kecil bayi atau
anak.

Evaiuasi DIagnosa

Anamnesis memegang peranan penting dalam evaiuasi penyakit RGE


dan untuk menentukan terapi. Beberapa pemeriksaan yang bisa
dilakukan, seperti ;

Kontras Meal. Adalah pemeriksaan awal tersering dan dapat


menunjukan adanya refluks. Bila hal ini tidak ditemukan ,kemungkinan
adanya penyakit RGE sangat kecil.

20
Pada pemeriksaan ini dapat ditunjukkan anatomi, fungsi motilitas dan
bersihan esofagus serta motilitas gaster. Dengan pemeriksaan ini juga
dapat ditemukan striktur esofagus, obstruksi duodenum ataupun
malrotasi yang dapat menyebabkan RGE.

Monitor pH 24 jam. Adalah standar emas untuk diagnosa RGE,


khususnya bila gejala yang timbul pada anak tidak khas, seperti gejaia
respirasi. Dilakukan dengan memasang eiektrode 2-3 cm proksimal dari
gastroesofogeal junction dan mengukur pH dan esofagus distal.
Dikatakan ada refluks bila pH < 4, monitor berlangsung 24 jam dan
dalam segala posisi. Yang dicatat total waktu dimana pH< 4, episode
yang melebihi 5 menit dan lamanya refluks. Indikasi monitor pH antara
lain : bila gejala tidak jelas, tidak respon terhadap terapi
medikamentosa, dan bila peluang RGE tidak jelas.

Foto kontras meal striktur akibat Foto kontras meal menunjukkan


refluks ulserasi pada esofagus distal

Manometri. Biasanya dilakukan pada pasien dewasa. Pemeriksaan ini


mengevaluasi motilitas esofagus bagian distal, terutama RGE pasca
operasi atresia esofagus.
Endoskopi. Pemeriksaan ini kadang diperlukan untuk anak-anak.
Hematemesis, disfagia, melena, rewel , heartburn ditentukan dengan
endoskopi melihat adanya esofagltls. Dapat menemukan ulkus, striktur,
dan Barret esofagus. Biopsi mukosa untuk menentukan derajat
esofagltls dan adanya metaplasia.

Foto endoskopi esofagus normak (kiri), esofagltls akibat RGE(kanan)

Pengobatan

Setelah diagnosa ditegakkan pilihan apakah terapl medls atau operatif


sangat individual, tergantung usia, gambaran anatomi dan derajat
keparahan penyaklt. Namun sebagian besar kasus dipilih terapl non
operatif pada awalnya.

Manajemen Medls.

Posisi dan pemberian makan {feeding).

Modifikasi diet dan posisi dapat memperbaiki keadaan sebagian besar


pasien. Namun harus diingat kebutuhan kalori harus diperhitungkan
dengan pembatasan feeding untuk menurunkan refluks.
22
Jangan sampai kebutuhan kalori tidak terpenuhi. Posisi setengah duduk
60 derajat sampai usia 2 tahun, dan tambah 30 derajat sampai usia 4
tahun.

Pengobatan medis. Dahulu digunakan prokinetik seperti cisapride atau


metoklopramide untuk memperbaiki motilitas esofagus, dan
meningkatkan pengosongan iambung. Tetapi ternyata tidak terbukti
secara meta anaiisis. Pump proton Inhibitor (PPI) digunakan untuk
menetralisir asam lebih efaktif dari H-2 reseptor antagonis seperti
ranitidine.

Manajemen Pembedahan

Diindikasikan bila terapi medis gagai (daiam memperbaiki pertumbuhan


atau malnutrisi), gejaia pernafasan atau nyeri akibat esofagitis. Pada
keadaan tertentu fundoplikasi diiakukan tanpa diawali terapi obat,
seperti pada anak yang dirawat di ICU dengan gastrostomi dan anak
dengan gangguan neuroiogi yang memerlukan gastrostomi dan
kekuatiran terhadap aspirasi. Pemilihan gastrostomi saja, atau dengan
fundoplikasi, atau fundoplikasi tanpa gastrostomi sangat individual.
Pada Barret esofagus dan striktur akibat RGE adaiah dua kondisi lain
dimana terapi bedah lebih diutamakan. Pada striktur dilatasi dapat
diiakukan bersamaan dengan fundoplikasi. Fundoplikasi dapat diiakukan
secara konvensionai ataupun perlaparoskopik. Gastrostomi juga dapat
diiakukan secara konvensionai ataupun minimal invasif.

23
Hiatus esofegus yang melebar diperkedl A(pada hernia paraheatus),fundoplikasi(B,
dan C)

Nissen fundoplikasi adalah operasi antirefluks yang sering dikerjakan


pada dewasa ataupun anak. Yang dilakukan dengan membungkus
esofagus intraabdomen (360 derajat) dengan fundus dari gaster. Untuk
mencapai hal ini, operator harus memobilisasi fundus dengan
memotong arteri gastrlka brevis. Juga dilakukan mobillsasi esofagus
pars abdominal. Sepanjang 2- 4 cm fundus gaster di lingkarkan
membungkus esofagus tanpa tegangan. Tehnik lain seperti fundoplikasi
parsial yaitu membungkus sebatas 270 derajat. Dibandingkan cara
Nissen yang membungkus 360 derajat, secara teoritis cara ini (parsial)
lebih menguntungkan dan bemanfaat untuk tindakan antirefluks
dengan menurunkan resiko obstruksi esofagus akibat ketatnya
fundoplikasi yang total.

24

Anda mungkin juga menyukai