Anda di halaman 1dari 3

Nama.

: Desi Irawati Harahap

Nim : 21046058

Jurusan : Pendidikan Sejarah

Dosen Pengampu : Erniwati,SS,M.Hum

Rahmuliani Fithriah,S.Pd,M.Hum

Latar belakang kedatangan Jepang dan diterima di Indonesia

Indonesia secara tak langsung terlibat Perang Dunia II. Perang Dunia II yang berlangsung pada 1939
hingga 1945 terjadi di tiga titik yakni Eropa, Afrika Utara, dan Asia Pasifik.Di kawasan Asia Pasifik, perang
dimulai ketika Jepang menyerang Pearl Harbour, pangakalan militer Amerika Serikat di Hawai.

Jepang hanya mampu mengekor tetangganya, China dalam berbagai hal. Namun ini semua berubah
ketika Amerika datang ke Jepang memaksa Jepang membuka pelabuhannya.Bangsa Jepang menyadari
ketertinggalan mereka jika dibanding dengan negara-negara barat. Mereka pun melakukan revolusi
besar-besaran dengan belajar ke barat.

Revolusi ini dikenal dengan Restorasi Meiji yang dimulai pada 1868. Hasilnya, Jepang semakin kuat dan
modern.Bersamaan dengan ilmu dan teknologi, Jepang juga membawa ajaran imperialisme dari
barat.Imperialisme adalah upaya mendominasi dan memperkuat negara dengan menjajah atau
menguasai wilayah lain.

Jepang membawa ideologi fasisme. Fasisme biasanya dicirikan dengan nasionalisme yang berlebihan
(ultranasionalisme), mengutamakan kekuatan militer, dan otoriter.Jepang pun menantang tetangganya,
China, dalam Perang Sino Kedua. Jepang menginvasi Manchuria, China pada 19 September 1931.

Dampak kedatangan Jepang ke Indonesia


Pendudukan Jepang dari 1942 hingga 1945 menjadi salah satu masa terkelam bangsa
Indonesia.Kehidupan rakyat kala itu sangat memprihatinkan. Tenaga dan sumber daya Indonesia diperas
untuk kepentingan perang Jepang.Namun, berkat penjajahan Jepang pula Indonesia bisa punya
angkatan perang yang terlatih dan merdeka pada 17 Agustus 1945.

 Dampak politik

Ketika pertama datang ke Indonesia, Jepang disambut gembira oleh rakyat Tanah Air. Jepang
mengenalkan dirinya sebagai "saudara tua" dan "pembebas" Asia dari kapitalisme dan imperialisme
bangsa Eropa.

Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya yang tadinya dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda, diizinkan oleh Jepang.Setiap pagi, lagu Indonesia Raya diputar di radio. Bendera Merah Putih
juga dikibarkan di samping bendera Jepang.Namun itu hanya berlangsung sesaat. Tak berapa lama,
Jepang malah melarang pemutaran Indonesia Raya dan pengibaran merah putih.Media komunikasi
seperti surat kabar, majalah, kantor berita, radio, film, dan pertunjukan sandiwara dibatasi dan diawasi
ketat. Saluran-saluran itu hanya digunakan untuk propaganda yang menguntungkan Jepang. kemudian
membatasi pergerakan politik masyarakat. Masyarakat diizinkan berorganisasi namun hanya untuk
kepentingan perang Jepang.

Beberapa organisasi yang berfokus pada kemerdekaan, akhirnya dibubarkan Jepang. Contohnya Putera
dan MIAI.Selama menduduki Indonesia, Jepang memberlakukan sistem pemerintah militer. Seluruh
kegiatan masyarakat hingga ke tingkat rukun tetangga dikendalikan dan diawasi orang Jepang.Penduduk
setempat akan dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan
Jepang. Dengan demikian, gerakan-gerakan kemerdekaan pendudukan setempat dapat dicegah.

Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan (2011), ketika propaganda tak berhasil,
tentara Jepang menggunakan kekerasan.Tenaga rakyat diperas. Yang paling menderita adalah romusha,
para pekerja paksa.Kebanyakan mereka adalah warga desa yang dipekerjakan secara paksa untuk
membangun pangkalan militer, benteng pertahanan, jalan kereta api, dan kepentingan perang lainnya.

 Dampak ekonomi dan sosial

Jepang berencana menguasai seluruh sumber daya Asia Tenggara atau yang mereka sebut Wilayah
Selatan.Di Indonesia, Jepang menguasai kilang minyak. Minyak bumi dimanfaatkan Jepang untuk
kepentingan perangnya. Dalam upayanya merebut Indonesia dari Belanda, sejumlah obyek vital dan
bangunan dihancurkan.

Akibatnya, pada awal pendudukan Jepang, perekonomian lumpuh. Indonesia yang tadinya baik-baik
saja, harus hidup dalam bayang-bayang perang Jepang.Pemerintah Jepang menyita harta milik Belanda
atau harta yang dimodali Belanda. Harta itu meliputi perkebunan, bank, pabrik, pertambangan, lisrik,
telekomunikasi, dan perusahaan transportasi.

Rakyat yang hidup pada masa pendudukan Jepang sangat menderita. Harta pribadi mereka diminta
untuk membiayai perang Jepang.Jumlah gelandangan bertamabah di kota-kota besar seperti Batavia,
Bandung, Semarang dan Surabaya. Tidak jarang mereka mati kelaparan di jalan atau bawah jembatan.
Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. Akibatnya, barang-barang keperluan sulit didapatkan dan
semakin sedikit jumlahnya.Para perempuan juga dipaksa untuk melayani tentara Jepang. Mereka
disebut Jugun Ianfu atau wanita penghibur yang mengikuti tentara. Nama resminya adalah teishintai
atau barisan sukarela penyumbang tubuh.Di desa, hasil ternak dan hasil tani rakyat pun diambil
pemerintah Jepang. Para petani yang tadinya hidup baik-baik saja, dijadikan romusha.

Akibatnya, ladang dan kebun tak terurus. Rakyat hanya makan seadanya, seperti ubi-ubian dan daun-
daunan.Tak cuma pangan, urusan sandang pun jadi masalah. Sebelumnya, urusan sandang sangat
bergantung pada impor dari Belanda. Selain itu, tanaman kapas terbengkalai dan gagal panen.Dan juga
rakyat yang tak mempunyai pakaian yang layak. Banyak yang hanya memakai karung hingga lembaran
karet mentah.Untuk mengatasi kekurangan sandang, Jepang memaksa petani menanam kapas dan
membuka usaha konveksi. Bahkan pada April 1944 sempat diadakan Pekan Pengumpulan Pakaian untuk
Rakyat Jelata.

Anda mungkin juga menyukai