Selain kondisi buruk yang telah ditulis di atas, saya menyorot bahwa dalam
bidang pendidikan, di bawah pendudukan Jepang, mandapat kemunduran ketimbang
era Belanda. Meski di era Belanda awalnya pendidikan juga menjadi hal yang
sangat terlarang bagi kaum bumiputera, demi mencegah perlawanan terhadap
hegemoni Belanda, namun mulai 1920 sebenarnya Belanda mulai membangun
infrastruktur pendidikan yang cukup baik, dan melalui politik etisnya mulai
mengizinkan golongan tertentu dari bumiputera untuk mengenyam pendidikan.
Sebut saja STOVIA (sekolah dokter Jawa) yang menjadi tempat lahirnya banyak
topkoh pergerakan Nasional seperti Boedi Utomo, Sekolah Tinggi Teknik di
Bandung (Technische Hoogeschool te Bandoeng)yang menjadi tempat Ir. Soekarno
menempuh sekolah tinggi, dan menjadi cikal bakal ITB Bandung.
Belanda yang sudah lebih lama menjajah Indonesia sudah membangun banyak
fasilitas pendidikan mumpuni, meski tidak bisa dinikmati seluruh golongan terutama
bumiputera. Namun pada era pendudukan Jepang, banyak dari fasilitas pendidikan
ini diambil alih Jepang dan dirampingkan, sebagian dialihfungskikan demi
kepentingan Jepang di Indonesia. Hal ini mengakibatkan penurunan pendidikan
Indonesia di era Jepang. Kurikulum yang diajarkan pun sarat propaganda untuk
membantu usaha memenangkan perang Jepang melawan sekutu.
Hal ini berbanding terbalik dengan latar belakan restorasi Meiji yang telah saya
tulis seblumnya yang diterapkan Jepang yang menitikberatkan pada pendidikan. Ini
menjadi salah satu bukti niat Jerpang bukan untuk memajukan Indonesia, namun
untuk kepentingan memenangkan perang melawan sekutu. Orang muda Indonesia
dipandang sebagai tenaga kerja untuk mendukung industri perang Jepang, dan orang
berpendidikan tidak begitu dibutuhkan, karena dianggap dapat mengancam posis
Jepang di Indonesia. Jepang juga lebih banyak berfokus pada organisasi buruh dan
paramiliter sehingga membantu Jepang dalam usaha perangnya di Asia Timur dan
Pasifik.
Menurunnya kualitas pendidikan juga terlihat pada pendidikan Tinggi yang jauh
menurun kertimnbang era Belanda. Sejumlah fasilitas pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan diambil alih Tentara Jepang guna kepentingan
perang, seperti Pasteur Institute di Bandung, yang semakin difokuskan untuk
pengembangan obat malaria bagi tentara Jepang. Organisasi yang tidak sejalan
dengan tujuan Jepang juga ditekan habis selama era Jepang di Indonesia, dan tokoh
Nasional hanya diizinkan bergerak di bawah koridor yang disediakan Jepang seperti
PETA, Heiho, Seinendan, dan Keibodan.