Anda di halaman 1dari 69

1.

Mencari masing2 1 contoh dari unsur pokok kebijakan kesehatan berbasis hak

 Right to health
1. Berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab
2. Berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan diri sendiri termasuk
tindakan dan pengobatan baik yang telah ataupun yang akan di terimanaya dari
tenaga kesehatan

 Information
Hak untuk tahu adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara.
Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia menegaskan
bahwa “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang
diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya” dan “setiap
orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.”

 Gender
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup
secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak
hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada
hakikatnya. Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara
keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk
berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.

 Human Dignity
martabat manusia (human dignity). Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan dimiliki
setiap manusia di dunia tanpa terkecuali, dari dalam kandungan hingga manusia tersebut
mati.

 Transparancy
Transparansi adalah melaksanakan suatu proses kegiatan. Di bidang hukum, transparansi
merupakan pintu menuju keadilan dan kebenaran. Tanpa transparansi, kemungkinan
besar akan muncul penyimpangan dalam proses penegakan hukumnya. Seperti diketahui
kepailitan adalah suatu proses penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan dalam
permasalahan utang-piutang antara debitur dan kreditur.

 Siracusa Principles
Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebutkan bahwa
dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada batasan-
batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-
persyaratan moral, ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam
masyarakat yang demokratis. Pembatasan dan pengurangan hak-hak asasi manusia yang
diatur di dalam Kovenan Sipol diterjemahkan secara lebih detil di dalam Prinsip-Prinsip
Siracusa (Siracusa Principles). Di dalam Prinsip ini disebutkan bahwa pembatasan hak
tidak boleh membahayakan esensi hak.Semua klausul pembatasan harus ditafsirkan
secara tegas dan ditujukan untuk mendukung hak-hak. Semua pembatasan harus
ditafsirkan secara jelas dan dalam konteks hak-hak tertentu yang terkait. Prinsip ini
menegaskan bahwa pembatasan hak tidak boleh diberlakukan secara sewenang-wenang.
 Benchmarks and Indicators
adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan. Indikator juga dapat
menjadi acuan dalam mencapai suatu tujuan. Indikator dapat digunakan untuk
mengetahui faktor perubahan dalam mencapai mencapai tujuan tersebut.

 Accountability
1. dokter bertanggung jawab terhadap diri sendiri , profesi , klien , sesama karyawan dan
masyarakat . jika salah memberi dosis obat kepada klien tersebut dapat di gugat oleh
klien yang menerima obat dan masyarakat yang yang menuntut kemampuan
professional.

 Safeguards
tindakan pengamanan, merupakan tindakan darurat sehubungan dengan peningkatan
impor produk tertentu, yang telah menyebabkan atau mengancam dapat menyebabkan
kerugian serius pada industri dalam negeri

 Equality and freedom from discrimination


1) Membanding - bandingkan gender, warna kulit, ras, maupun agama denqan
orang lain
2) Membeda - bedakan perlakuan terhadap orang lain, misalnya berbuat baikdan
loyal kepada si A, namun berbuat buruk dan pelit kepada si B.
3) Membatasi hak pada kelamin atau menempatkan hak laki - laki lebih tinggi
daripada hak perempuan, dan sebaliknya
4) Membatasi hak seseorang dalam pekerijaan
5) Memisahkan antara si kaya dengan si miskin
6) Diskriminasi adalah ODHA atau Orang Dengan HIV AID5. Penderita ODHA
biasanya tidak terlalu nampak gejalanya bila dilihat secara kasat mata. Tetapi.
bila ODHA sudah ketahuan bahwa dia menderita penyakit tersebut. biasanya
orang disekelilingnya akan menjauhinya, tidak terkecuali orang terdekatnya
seperti teman, sahabat, bahkan keluarga, Padahal, hanya dengan berdekatan
dengan ODHA tidak akan menularkan penyakit HIV AIDS tersebut

 Dissaggregation
Pelayanan Kesehatan mesti terpisah pisah, tidak dapat disatukan dalam satu ruangan,
misal, pasien pengidap enyakit infeksius menular tidak dapat digabung dengan penyakit
tidak menular.

 Attention to vulnerable groups
Pengkhususan bagi kelompok2 yang rentan, seperti lansia maupun ibu hamil, misal kita
tidak bisa membuat pertemuan di lt 4 yang mengharuskan para ibu hamil dan lansia
menaiki tangga sebanyak 4 kali

 Participation
bagaimana para nakes banyak berpartisipasi dalam pelayanan Kesehatan, misal dalam
operasi, dibutuhkan banyak tenaga medis demi kesuskesan menangani 1 pasien.

 Privacy

1. Hak untuk bebas dari gangguan orang lain baik gangguan yang dibuat secara
langsung maupun tidak langsung
2. Hak untuk bebas berkumpul dan berdialog dengan orang lain dan siapapun yang
diinginkan
3. Hak untuk dapat mengontrol siapa saja yang melihat, mengumpulkan dan
menggunakan informasi pribadi tentang seseorang

 Right to education
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan.
Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian
manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan
atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju
bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif
dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta
persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih
memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara
perdamaian.
 Optimal balance between public health goals and protection of human rights
Pencapaian Kesehatan masyarakat dengan hak-hak manusia mesti seimbang, misal
masyarakat pada masa pandemic, dilarang untuk berkegiatan beribadah baik di masjid,
tempat makan, tempat rekreasi, sebenarnya hal tsb tidak bisa terlalu diketatkan, tidak
berarti utk menjaga Kesehatan masyarakat kita harus membatasi hak-hak mereka dalam
bersosialisasi.

 Accessibility
Pelayanan Kesehatan mestinya mudah dijangkau, misal pasien ingin ke pelayanan
kesehatan, namun biaya perjalanan lebih mahal dibanding pelyanan itu sendiri, itu sm sja
tidak memberikan akses pelayanan yg layak kepada pasien.
 Concrete governments obligations
Pelayanan Kesehatan mestinya mudah dijangkau, misal pasien ingin ke pelayanan
kesehatan, namun biaya perjalanan lebih mahal dibanding pelyanan itu sendiri, itu sm sja
tidak memberikan akses pelayanan yg layak kepada pasien.
 Human Right expressely linked
Pelayanan Kesehatan harus berbasi hak2 manusia, misal dalam mengantri, tentunya
administrator bisa bijak dalam melayani antrian, misal ada pasien tua yang telah
mengantri lama, kemudian masuk pasien anak pejabat, kemudian didahulukan, hal tsb
merupakan sesuatu yg tidak bijak dilakukan oleh administrator Kesehatan.

2. Tulislah bunyi dari instrumen hukum nasional

1. Kovenan Internasional Hak Ekosob yang telah diratifikasi oleh Pemerintah tgl 30
September 2005
a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun;
b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional,
menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;
c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,dalam sidangnya tanggal 16
Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya);
d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai negara
hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin
persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa
Indonesia untuk secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
2. UUD 1945: Pasal 28 H ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 62 dan
Pasal 65
 Pasal 9 ayat (3) : Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
 Pasal 62 : Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental
spiritualnya.
 Pasal 65 : Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari
berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
4. UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak sipil dan
politik
a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau
dirampas oleh siapapun;
b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional,
menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam
Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;
c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16
Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Civil and Political
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik);
d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada
dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang
menjamin persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan
keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus-menerus memajukan dan
melindungi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
5. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional
yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat
kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya
manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional
yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;
c. bahwa dengan memperhatikan peranan kesehatan di atas, diperlukan upaya
yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu;
d. bahwa dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud butir b dan butir c, beberapa undang-undang di bidang kesehatan
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan
kesehatan

3. Tulislah bunyi dari instrumen hukum internasional

1. Konvensi No. 29 tentang Forced Labour (1930)


1. Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 mengenai Kerja Paksa meminta semua negara
anggota ILO melarang semua bentuk kerja sama atau wajib kerja kecuali melakukan
pekerjaan yang berkaitan dengan wajib militer, wajib kerja dalam rangka pengabdian
sebagai warga negara, wajib kerja menurut keputusan pengadilan, wajib melakukan
pekerjaan dalam keadaan darurat atau wajib kerja sebagai bentuk kerja gotong-royong.
2. Dalam penerapan Konvensi No. 29 Tahun 1930 tersebut ditemukan berbagai bentuk
penyimpangan. Oleh sebab itu dirasakan perlu menyusun dan mengesahkan konvensi
yang secara khusus melarang siapapun mempekerjakan seseorang secar apaksa dalam
bentuk mewajibkan tahanan politik untuk bekerja, mengerahkan tenaga kerja dengan
dalih untuk pembangunan ekonomi, mewajibkan kerja untuk mendisiplinkan pekerja,
menghukum pekerja atas keikutsertaannya dalam pemogokan atau melakukan
diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.
2. Piagam PBB (1945)
Adapun isi dari dasar Piagam PBB tersebut yaitu: ” (kami anggota PBB bertekad untuk
menyelamatkan generasi penerus dari ancaman perang, yang dua kali dalam hidup kami
telah membawa kesedihan yang tak terhingga kepada umat manusia, dan untuk
menegaskan kembali keyakinan pada hak asasi manusia yang mendasar, dalam martabat
dan nilai pribadi manusia, dalam kesetaraan hak laki-laki dan perempuan dan negara-
negara besar dan keci, dan untuk memantapkan kondisi dimana keadilan dan
penghormatan terhadap kewajiban yang timbul dari perjanjian dan sumber hukum
internasional dapat dipertahankan, dan untuk mempromosikan kemajuan sosial dan
standar kehidupan yang lebih baik dalam kebebasan besar).”
3. Konvensi ttg Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (1948)
Konvensi tentang pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujui dan
diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis
Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara Peserta,
Mempertimbangkan deklarasi yang dibuat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam resolusi 96 (I) tertanggal 11 Desember 194-6 bahwa genosida adalah
merupakan kejahatan menurut hukum internasional, bertentangan dengan jiwa dan
tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan dikutuk oleh dunia yang beradab,
Mengakui bahwa pada semua periode sejarah, genosida telah mengakibatkan kerugian-
kerugian yangbesar pada kemanusiaan, dan Meyakini, bahwa agar dapat membebaskan
umat manusia dari bencana yang
memuakkan tersebut, maka diperlukan kerja sama internasional,
Dengan ini menyetujui seperti yang ditentukan selanjutnya:
Pasal 1
Para Negara Peserta menguatkan bahwa genosida, apakah dilakukan pada waktu damai
atau pada waktu perang, merupakan kejahatan menurut hukum internasional, di mana
mereka berusaha untuk mencegah dan menghukumnya.
Pasal 2
Dalam Konvensi ini, genosida berarti setiap dari perbuatan-perbuatan
berikut,yangdilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun
sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama sepcrti:
(a) Membunuh para anggota kelompok;
(b) Menyebabkan luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompok;
(c) Dengan sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan
kerusakan fisiknya dalam keseluruhan ataupun sebagian;
(d) Mengenakan upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam
kelompok itu;
(e) Dengan paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok yang lain.
Pasal 3
Perbuatan-perbuatan berikut ini dapat dihukum:
(a) Genosida;
(b) Persekongkolan untuk melakukan genosida;
(c) Hasutan langsung dan di depan umum, untuk melakukan genosida;
(d) Mencoba melakukan genosida;
(e) Keterlibatan dalam genosida.
Pasal 4
Orang-orang yang melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain yang
disebutkan dalam pasal 3 harus dihukum, apakah mereka adalah para penguasa yang
bertanggungjawab secara Konstitusional, para pejabat negara, atau individu-individu
biasa.
Pasal 5
Para Negara Peserta berusaha membuat, sesuai dengan Konstitusi mereka masingmasing,
perundang-undangan yang diperlukan untuk meinberlakukan ketentuanketentuan dalam
Konvensi ini, dan, terutama, untuk mcnjatuhkan hukuman-hukuman
yang efektif bagi orang-orangyangbersalah karena melakukan genosida atau setiap dari
perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3.
Pasal 6
Orang-orang yang dituduh melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain
yang disebutkan dalam pasal 3, harus diadili oleh suatu tribunal yang berwenang dari
Negara Peserta yang di dalam wilayahnya perbuatan itu dilakukan, atau oleh semacam
tribunal pidana internasional seperti yang mungkin mempunyai yurisdiksi yang berkaitan
dengan para Negara Peserta yang akan menerima yurisdiksinya.
Pasal 7
Genosida dan perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3 tidak dapat
dianggap sebagai kejahatan-kejahatan politik untuk tujuan ekstradisi.
Para Negara Peserta bersepakat, dalam kasus-kasus tersebut, untuk memberikan
ekstradisi sesuai dengan- undang-undang mereka dan perjanjian-perjanjian internasional
yang berlaku.
Pasal 8
Setiap Negara Peserta dapat meminta organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
berwenang untuk mengambil tindakan menurut Piagain Perserikatan Bangsa-Bangsa,
seperti yang mereka anggap tepat untuk pencegahan dan penindasan perbuatan-perbuatan
genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain apa pun yang disebutkan dalam pasal
3.
Pasal 9
Perselisihan antara Para Negara Peserta mengenai penafsiran, penerapan, atau
pemenuhan Konvensi ini, termasuk perselisihan yang berkaitan dcngan tanggung jawab
suatu Negara Peserta untuk perbuatan genosida atau untuk setiap dari perbuatanperbuatan
lain yang disebutkan dalam pasal 3, harus diajukan ke depan Mahkamah
Pengadilan Internasional atas permintaan setiap dari Negara Peserta yang berselisih.
4. Konvensi ttg Penindasan thd Perdagangan Orang dan Eksploitasi Prostitusi dan
sebagainya (1949)
“Bahwa prostitusidan kejahatan yang menyertai perdaganganoranguntuk tujuan prostitusi
tidak sesuai dengan harkat dan martabat pribadi manusia dan membahayakan individu,
keluarga, dan kesejahteraan”
Konvensi ini beberapa konvensi sebelumnya yang mencakup beberapa aspekprostitusi
paksa. Penandatangan dibebani tiga kewajiban berdasarkan Konvensi 1949: larangan
perdagangan manusia, tindakan administratif dan penegakan khusus, dan tindakan sosial
yang ditujukan pada orang-orang yang perpustakaan. Konvensi 1949 menyajikan dua
pergeseran dalam perspektif masalah perdagangan manusia, yaitu memandang sebagai
korban dari para pencari kerja, dan dalam hal ini ia menghindari istilah "perdagangan
budak kulit putih" dan "perempuan", yang untuk pertama kali menggunakan ras dan
gender. -bahasa netral Agar termasuk dalam ketentuan Konvensi 1949, perdagangan
manusia tidak perlu melintasi garis internasional.
5. Genewa Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded, Sick and
Sick in Armed Members in the Field (1949)
Para Penguasa Penuh Pemerintah yang bertanda tangan di bawah ini, yang diwakili
pada Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April sampai 12
Agustus 1949, dengan maksud untuk merevisi Konvensi Jenewa untuk Pertolongan bagi
Yang Terluka dan Sakit dalam Tentara di Lapangan 27 Juli 1929 , telah menyetujui
sebagai berikut:
Pasal 1. Para Pihak Peserta Agung berjanji untuk menghormati dan menjamin
penghormatan terhadap Konvensi ini dalam segala keadaan.
Pasal. 2. Selain ketentuan-ketentuan yang akan dilaksanakan dalam waktu damai,
Konvensi ini akan berlaku untuk semua kasus perang yang dinyatakan atau konflik
bersenjata lainnya yang mungkin timbul antara dua atau lebih Pihak Peserta Agung,
bahkan jika keadaan perang tidak dikenali oleh salah satunya.
Konvensi ini juga berlaku untuk semua kasus pendudukan sebagian atau seluruhnya atas
wilayah Pihak Peserta Agung, bahkan jika pendudukan tersebut tidak menemui
perlawanan bersenjata.
Meskipun salah satu Negara yang sedang berkonflik mungkin tidak menjadi pihak pada
Konvensi ini, Negara-negara yang menjadi pihak di dalamnya harus tetap terikat oleh
Konvensi itu dalam hubungan timbal balik mereka. Mereka selanjutnya akan terikat oleh
Konvensi sehubungan dengan Negara tersebut, jika yang terakhir menerima dan
menerapkan ketentuan-ketentuannya.
Pasal . 3. Dalam hal konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional terjadi di wilayah
salah satu Pihak Peserta Agung, masing-masing Pihak dalam konflik wajib menerapkan,
minimal, ketentuan-ketentuan berikut:
(1) Orang-orang yang tidak ikut serta secara aktif dalam permusuhan, termasuk anggota
angkatan bersenjata yang telah meletakkan senjata mereka dan mereka yang ditempatkan
hors de combat karena sakit, luka-luka, penahanan, atau sebab lain apa pun, dalam segala
keadaan harus diperlakukan secara manusiawi, tanpa setiap perbedaan merugikan yang
didasarkan pada ras, warna kulit, agama atau keyakinan, jenis kelamin, kelahiran atau
kekayaan, atau kriteria serupa lainnya.
Untuk tujuan ini, perbuatan-perbuatan berikut ini dan akan tetap dilarang setiap saat dan
di tempat apapun sehubungan dengan orang-orang yang disebutkan di atas:
(a) kekerasan terhadap kehidupan dan orang, khususnya pembunuhan dalam segala jenis,
mutilasi, perlakuan kejam dan menyiksa;
(b) penyanderaan;
(c) penghinaan terhadap martabat pribadi, khususnya perlakuan yang menghinakan dan
merendahkan martabat;
(d) menjatuhkan hukuman dan melaksanakan eksekusi tanpa keputusan sebelumnya yang
diucapkan oleh pengadilan yang dibentuk secara teratur, memberikan semua jaminan
peradilan yang diakui sebagai sangat diperlukan oleh masyarakat beradab.
(2) Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.
Badan kemanusiaan yang tidak memihak, seperti Komite Palang Merah Internasional,
dapat menawarkan jasanya kepada Pihak-pihak dalam konflik.
Pihak-pihak dalam sengketa selanjutnya harus berusaha untuk memberlakukan, melalui
persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan-ketentuan lain dari
Konvensi ini.
Penerapan ketentuan-ketentuan sebelumnya tidak akan mempengaruhi status hukum Para
Pihak dalam sengketa.
Pasal. 4. Negara-negara Netral akan menerapkan dengan analogi ketentuan-ketentuan
Konvensi ini kepada yang luka dan sakit, dan kepada anggota-anggota tenaga kesehatan
dan kepada para pendeta angkatan bersenjata dari Pihak-pihak dalam sengketa, yang
diterima atau ditahan di wilayah mereka, serta tentang orang mati yang ditemukan.
Pasal. 5. Bagi orang-orang yang dilindungi yang telah jatuh ke tangan musuh, Konvensi
ini akan berlaku sampai pemulangan terakhir mereka.
Pasal. 6. Sebagai tambahan terhadap persetujuan-persetujuan yang secara tegas diatur
dalam Pasal 10, 15, 23, 28, 31, 36, 37 dan 52, Para Pihak Peserta Agung dapat
mengadakan persetujuan-persetujuan khusus lainnya untuk segala hal yang mereka
anggap cocok untuk dibuat terpisah. persediaan. Tidak ada persetujuan khusus yang akan
merugikan keadaan yang luka dan sakit, anggota personel medis atau pendeta,
sebagaimana ditentukan oleh Konvensi ini, atau membatasi hak-hak yang diberikan
kepada mereka.
Yang terluka dan sakit, serta tenaga medis dan pendeta, akan terus memperoleh manfaat
dari persetujuan-persetujuan tersebut selama Konvensi itu berlaku bagi mereka, kecuali
jika ketentuan-ketentuan tegas yang bertentangan terkandung dalam persetujuan-
persetujuan tersebut di atas atau dalam persetujuan-persetujuan berikutnya, atau bilamana
tindakan-tindakan yang lebih menguntungkan telah diambil j berkenaan dengan hal itu
oleh salah satu Pihak dalam sengketa.
Pasal. 7. Yang terluka dan sakit, serta para anggota tenaga medis dan rohaniwan, dalam
keadaan apa pun, tidak boleh melepaskan sebagian atau seluruhnya hak-hak yang dijamin
bagi mereka oleh Konvensi ini, dan oleh persetujuan-persetujuan khusus yang disebut
dalam Pasal sebelumnya, jika seperti itu ada.
Pasal. 8. Konvensi ini harus diterapkan dengan kerja sama dan di bawah pengawasan
Negara Pelindung yang bertugas untuk melindungi kepentingan Pihak-pihak dalam
sengketa. Untuk maksud ini, Negara Pelindung dapat mengangkat, selain staf diplomatik
atau konsulernya, delegasi dari antara warga negara mereka sendiri atau warga negara
dari Negara netral lainnya. Delegasi-delegasi tersebut harus mendapat persetujuan dari
Negara yang dengannya mereka akan melaksanakan tugas-tugas mereka.

Pihak-pihak dalam sengketa harus sedapat mungkin memfasilitasi tugas wakil-wakil atau
utusan-utusan Negara Pelindung.
Wakil-wakil atau utusan-utusan Negara Pelindung dalam hal apapun tidak boleh melebihi
misi mereka menurut Konvensi ini. Mereka harus, khususnya, mempertimbangkan
kebutuhan keamanan yang mendesak dari Negara tempat mereka melaksanakan tugas-
tugas mereka. Kegiatan mereka hanya akan dibatasi sebagai tindakan luar biasa dan
sementara ketika hal ini dianggap perlu oleh kebutuhan militer yang mendesak.
Pasal. 9. Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak menjadi hambatan bagi kegiatan-
kegiatan kemanusiaan yang dapat dilakukan oleh Komite Internasional Palang Merah
atau organisasi kemanusiaan lain yang tidak memihak, dengan persetujuan Para Pihak
dalam sengketa yang bersangkutan, untuk melindungi yang luka dan sakit, tenaga medis
dan pendeta, dan untuk bantuan mereka.
Pasal 10. Para Pihak Peserta Agung dapat setiap saat setuju untuk mempercayakan
kepada organisasi yang menawarkan semua jaminan ketidakberpihakan dan kemanjuran
tugas-tugas yang dibebankan pada Negara Pelindung berdasarkan Konvensi ini.
Apabila yang luka dan sakit, atau tenaga kesehatan dan pendeta tidak mendapat manfaat
atau berhenti mendapat manfaat, karena alasan apa pun, oleh kegiatan Negara Pelindung
atau organisasi yang diatur dalam alinea pertama di atas, Negara Penahan harus meminta
pihak netral Negara, atau organisasi semacam itu, untuk menjalankan fungsi-fungsi yang
dilaksanakan di bawah Konvensi ini oleh Negara Pelindung yang ditunjuk oleh Para
Pihak dalam suatu konflik.
Jika perlindungan tidak dapat diatur sebagaimana mestinya, Negara Penahan harus
meminta atau menerima, dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal ini, tawaran
jasa-jasa organisasi kemanusiaan, seperti Komite Internasional Palang Merah, untuk
menjalankan fungsi-fungsi kemanusiaan yang dilaksanakan. dengan Melindungi Negara
di bawah Konvensi ini.
Setiap Negara netral, atau setiap organisasi yang diundang oleh Negara yang
bersangkutan atau yang menawarkan diri untuk maksud-maksud ini, harus bertindak
dengan rasa tanggung jawab terhadap Pihak dalam sengketa yang menjadi sandaran
orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini, dan harus diminta untuk memberikan
jaminan yang cukup bahwa ia berada dalam posisi untuk menjalankan fungsi yang sesuai
dan untuk melaksanakannya secara tidak memihak.

Tidak boleh ada pengurangan dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dengan persetujuan-


persetujuan khusus antara Negara-negara yang salah satunya dibatasi, bahkan untuk
sementara waktu, kebebasannya untuk berunding dengan Negara lain atau sekutu-
sekutunya karena peristiwa-peristiwa militer, lebih-lebih bila seluruh, atau sebagian besar
bagian dari wilayah Negara tersebut diduduki.
Setiap kali, dalam Konvensi ini, disebutkan tentang Negara Pelindung, penyebutan itu
juga berlaku untuk organisasi-organisasi pengganti dalam pengertian Pasal ini.

Pasal. 11. Dalam hal-hal yang mereka anggap perlu demi kepentingan orang-orang yang
dilindungi, khususnya dalam hal ketidaksepakatan antara Pihak-pihak dalam sengketa
mengenai penerapan atau penafsiran ketentuan-ketentuan Konvensi ini, Negara-Negara
Pelindung akan meminjamkan jasa-jasa baik mereka dengan pandangan untuk
menyelesaikan perselisihan.

Untuk maksud ini, masing-masing Negara Pelindung dapat, baik atas undangan salah satu
Pihak atau atas inisiatifnya sendiri, mengusulkan kepada Pihak-pihak dalam sengketa
suatu pertemuan perwakilan mereka, khususnya pejabat-pejabat yang bertanggung jawab
atas yang luka dan sakit, para anggota. personel medis dan pendeta, mungkin di wilayah
netral yang dipilih dengan tepat. Pihak-pihak dalam sengketa wajib melaksanakan
usulan-usulan yang diajukan kepada mereka untuk maksud ini. Negara Pelindung dapat,
jika perlu, mengusulkan persetujuan oleh Pihak-pihak dalam sengketa, seseorang yang
termasuk Negara netral atau yang didelegasikan oleh Komite Palang Merah Internasional,
yang akan diundang untuk mengambil bagian dalam pertemuan itu

Terluka dan Sakit

Pasal. 12. Anggota angkatan bersenjata dan orang-orang lain yang disebutkan dalam
Pasal berikut, yang terluka atau sakit, harus dihormati dan dilindungi dalam segala
keadaan.
Mereka harus diperlakukan secara manusiawi dan dirawat oleh Pihak dalam sengketa
yang memiliki kekuasaan, tanpa pembedaan merugikan yang didasarkan pada jenis
kelamin, ras, kebangsaan, agama, pendapat politik, atau kriteria serupa lainnya. Segala
upaya atas nyawa mereka, atau kekerasan terhadap diri mereka, harus dilarang keras;
khususnya, mereka tidak boleh dibunuh atau dimusnahkan, menjadi sasaran penyiksaan
atau eksperimen biologis; mereka tidak boleh dengan sengaja dibiarkan tanpa bantuan
dan perawatan medis, juga tidak boleh dibuat kondisi yang memaparkan mereka pada
penularan atau infeksi.

Hanya alasan medis yang mendesak yang akan mengotorisasi prioritas dalam urutan
perawatan yang akan diberikan.
Perempuan harus diperlakukan dengan segala pertimbangan karena jenis kelamin mereka.

Pihak dalam sengketa yang terpaksa menyerahkan yang luka atau sakit kepada musuh,
sejauh pertimbangan militer mengizinkan, meninggalkan bagi mereka sebagian dari
personel medis dan bahan-bahannya untuk membantu perawatan mereka.
Pasal 13. Konvensi ini akan berlaku bagi yang luka dan sakit yang termasuk dalam
kategori berikut:

(1) Anggota angkatan bersenjata dari suatu Pihak dalam sengketa, serta anggota milisi
atau korps sukarelawan yang merupakan bagian dari angkatan bersenjata tersebut.
(2) Anggota milisi lain dan anggota korps sukarelawan lainnya, termasuk gerakan
perlawanan terorganisir, yang tergabung dalam suatu Pihak dalam konflik dan beroperasi
di dalam atau di luar wilayah mereka sendiri, bahkan jika wilayah ini diduduki, asalkan
milisi atau sukarelawan tersebut korps, termasuk gerakan perlawanan terorganisir
tersebut, memenuhi syarat-syarat berikut:
(a) dipimpin oleh orang yang bertanggung jawab atas bawahannya;
(b) memiliki tanda pembeda tetap yang dapat dikenali dari kejauhan;
(c) membawa senjata secara terbuka;
(d) melakukan operasi mereka sesuai dengan hukum dan kebiasaan perang.
(3) Anggota angkatan bersenjata biasa yang menyatakan kesetiaan kepada Pemerintah
atau penguasa yang tidak diakui oleh Negara Penahan.
(4) Orang-orang yang menyertai angkatan bersenjata tanpa benar-benar menjadi
anggotanya, seperti anggota sipil awak pesawat udara militer, koresponden perang,
kontraktor pemasok, anggota satuan kerja atau dinas yang bertanggung jawab atas
kesejahteraan angkatan bersenjata, asalkan mereka memiliki mendapat izin dari angkatan
bersenjata yang mereka dampingi.
(5) Anggota awak, termasuk nakhoda, pilot dan magang, dari kapal niaga dan awak
pesawat udara sipil dari Pihak konflik, yang tidak mendapat manfaat dari perlakuan yang
lebih baik di bawah ketentuan lain dalam hukum internasional.
(6) Penduduk wilayah non-pendudukan, yang pada saat musuh mendekat, secara spontan
mengangkat senjata untuk melawan pasukan penyerang, tanpa sempat membentuk diri
mereka menjadi unit-unit bersenjata biasa, asalkan mereka membawa senjata secara
terbuka dan menghormati hukum. dan kebiasaan perang.

Pasal 14. Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 12, yang luka dan sakit dari
pihak yang berperang yang jatuh ke tangan musuh akan menjadi tawanan perang, dan
ketentuan-ketentuan hukum internasional tentang tawanan perang akan berlaku bagi
mereka.

Pasal 15. Setiap saat, dan khususnya setelah suatu pertunangan, Pihak-pihak dalam
sengketa harus, tanpa menunda-nunda, mengambil semua tindakan yang mungkin untuk
mencari dan mengumpulkan yang luka dan sakit, untuk melindungi mereka dari
penjarahan dan perlakuan buruk, untuk menjamin perawatan yang memadai bagi mereka.
, dan untuk mencari orang mati dan mencegah mereka dirampas.
Bilamana keadaan memungkinkan, gencatan senjata atau penghentian tembakan harus
diatur, atau pengaturan lokal dibuat, untuk memungkinkan pemindahan, pertukaran dan
pengangkutan orang-orang yang terluka yang tertinggal di medan perang.

Demikian pula, pengaturan lokal dapat dibuat antara Pihak-pihak dalam konflik untuk
pemindahan atau pertukaran yang terluka dan sakit dari daerah yang terkepung atau
terkepung, dan untuk lalu lintas personel dan peralatan medis dan keagamaan dalam
perjalanan mereka ke daerah itu.

Seni. 16. Pihak-pihak dalam sengketa harus sesegera mungkin mencatat, sehubungan
dengan setiap orang yang terluka, sakit atau mati dari Pihak lawan yang jatuh ke tangan
mereka, setiap keterangan yang dapat membantu dalam identifikasinya.
Catatan-catatan ini jika mungkin harus mencakup:
(a) penunjukan Negara tempat ia bergantung;
(b) nomor tentara, resimen, pribadi atau seri;
(c) nama keluarga;
(d) nama depan atau nama-nama;
(e) tanggal lahir;
(f) keterangan lain apa pun yang ditunjukkan pada kartu identitas atau cakramnya;
(g) tanggal dan tempat penangkapan atau kematian;
(h) keterangan tentang luka atau penyakit, atau penyebab kematian.

Sesegera mungkin informasi yang disebutkan di atas harus diteruskan kepada Biro
Penerangan yang dijelaskan dalam Pasal 122 Konvensi Jenewa tentang Perlakuan
terhadap Tawanan Perang tanggal 12 Agustus 1949, yang akan menyampaikan informasi
ini kepada Negara tempat orang-orang ini bergantung melalui perantara Kekuatan
Pelindung dan Badan Pusat Tawanan Perang.

Pihak-pihak dalam sengketa harus mempersiapkan dan meneruskan satu sama lain
melalui biro yang sama, akta kematian atau daftar orang mati yang disahkan dengan
sepatutnya. Mereka juga harus mengumpulkan dan meneruskan melalui biro yang sama
setengah dari cakram identitas ganda, surat wasiat terakhir atau dokumen-dokumen
penting lainnya kepada keluarga terdekat, uang dan secara umum semua barang yang
memiliki nilai intrinsik atau sentimental, yang ditemukan pada jenazah. . Barang-barang
ini, bersama-sama dengan barang-barang tak dikenal, harus dikirim dalam paket tertutup,
disertai dengan pernyataan yang memberikan semua keterangan yang diperlukan untuk
identifikasi pemilik yang meninggal, serta daftar lengkap isi paket.

Pasal 17. Pihak-pihak dalam sengketa harus menjamin bahwa penguburan atau kremasi
orang mati, yang dilakukan sendiri-sendiri sejauh keadaan memungkinkan, didahului
dengan pemeriksaan yang cermat, jika mungkin dengan pemeriksaan kesehatan, terhadap
mayat-mayat itu, dengan maksud untuk memastikan kematian, menetapkan identitas dan
memungkinkan laporan dibuat. Separuh dari cakram identitas ganda, atau cakram
identitas itu sendiri jika itu adalah cakram tunggal, harus tetap berada di tubuh.

Jenazah tidak boleh dikremasi kecuali karena alasan kebersihan yang mendesak atau
karena alasan agama orang yang meninggal. Dalam hal kremasi, keadaan dan alasan
kremasi harus disebutkan secara rinci dalam akta kematian atau pada daftar orang mati
yang disahkan.

Mereka selanjutnya harus memastikan bahwa orang mati dikuburkan secara terhormat,
jika mungkin menurut ritus agama tempat mereka berasal, bahwa kuburan mereka
dihormati, dikelompokkan jika mungkin menurut kebangsaan orang yang meninggal,
dipelihara dengan baik dan diberi tanda sehingga mereka dapat selalu ditemukan. Untuk
tujuan ini, mereka akan mengatur pada permulaan permusuhan Layanan Pendaftaran
Makam Resmi, untuk memungkinkan penggalian berikutnya dan untuk memastikan
identifikasi mayat, di mana pun lokasi kuburan, dan kemungkinan transportasi ke negara
asal. Ketentuan-ketentuan ini juga berlaku untuk abu, yang harus disimpan oleh Layanan
Pendaftaran Kuburan sampai dibuang dengan benar sesuai dengan keinginan negara asal.

Segera setelah keadaan memungkinkan, dan selambat-lambatnya pada akhir permusuhan,


Layanan ini akan bertukar, melalui Biro Informasi yang disebutkan dalam paragraf kedua
Pasal 16, daftar yang menunjukkan lokasi dan tanda kuburan yang tepat, bersama dengan
keterangan orang mati. dimakamkan di dalamnya.

Pasal 18. Penguasa-penguasa militer dapat memohon kepada badan amal penduduk
secara sukarela untuk mengumpulkan dan merawat, di bawah arahan mereka, orang-
orang yang terluka dan sakit, memberikan orang-orang yang telah menanggapi seruan ini
perlindungan dan fasilitas yang diperlukan. Jika Pihak lawan mengambil atau merebut
kembali wilayah tersebut, ia juga harus memberikan perlindungan dan fasilitas yang sama
kepada orang-orang ini.

Penguasa militer harus mengizinkan penduduk dan masyarakat penolong, bahkan di


daerah yang diserang atau diduduki, secara spontan untuk mengumpulkan dan merawat
yang luka atau sakit dari kebangsaan apa pun. Penduduk sipil harus menghormati yang
terluka dan sakit ini, dan khususnya tidak menawarkan kekerasan kepada mereka.

Tidak seorang pun boleh dianiaya atau dihukum karena merawat yang terluka atau sakit.

Ketentuan-ketentuan Pasal ini tidak membebaskan Negara pendudukan dari


kewajibannya untuk memberikan perawatan fisik dan moral kepada yang luka dan sakit.
Bab III. Unit dan Tempat Medis
Pasal 19. Tempat-tempat tetap dan unit-unit medis bergerak dari Dinas Kesehatan dalam
keadaan apa pun tidak boleh diserang, tetapi harus selalu dihormati dan dilindungi oleh
Pihak-pihak dalam sengketa. Jika mereka jatuh ke tangan Pihak lawan, personel mereka
bebas menjalankan tugas-tugas mereka, selama Negara penangkap itu sendiri tidak
menjamin perawatan yang diperlukan bagi yang luka dan sakit yang ditemukan di
tempat-tempat dan kesatuan-kesatuan itu.

Pihak berwenang yang bertanggung jawab harus memastikan bahwa bangunan dan unit
medis tersebut, sejauh mungkin, terletak sedemikian rupa sehingga serangan terhadap
sasaran militer tidak dapat membahayakan keselamatan mereka.

Pasal 20. Kapal-kapal rumah sakit yang berhak atas perlindungan Konvensi Jenewa untuk
Perbaikan Kondisi Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit dan Karam di Laut
tanggal 12 Agustus 1949, tidak boleh diserang dari darat.

Pasal 21. Perlindungan yang menjadi hak lembaga-lembaga tetap dan unit-unit medis
bergerak dari Pelayanan Medis tidak akan berhenti kecuali jika mereka digunakan untuk
melakukan, di luar tugas-tugas kemanusiaan mereka, tindakan-tindakan yang merugikan
musuh. Perlindungan dapat, bagaimanapun, berhenti hanya setelah peringatan telah
diberikan, menyebutkan, dalam semua kasus yang sesuai, batas waktu yang wajar, dan
setelah peringatan tersebut tetap tidak diindahkan.

Pasal 22. Kondisi-kondisi berikut ini tidak boleh dianggap sebagai merampas suatu unit
kesehatan atau pembentukan perlindungan yang dijamin oleh Pasal 19:
(1) Bahwa personel unit atau bangunan dipersenjatai, dan bahwa mereka menggunakan
senjata itu untuk membela diri mereka sendiri, atau bagi yang terluka dan sakit yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Bahwa dengan tidak adanya pasukan bersenjata, unit atau bangunan dilindungi oleh
piket atau oleh penjaga atau oleh pengawalan.
(3) Bahwa senjata ringan dan amunisi yang diambil dari yang luka dan sakit dan belum
diserahkan kepada dinas yang tepat, ditemukan di dalam kesatuan atau bangunan itu.
(4) Bahwa personil dan bahan pelayanan veteriner terdapat pada unit atau instansi
tersebut, tanpa merupakan bagian yang tidak terpisahkan darinya.
(5) Bahwa kegiatan-kegiatan kemanusiaan dari unit-unit dan lembaga-lembaga kesehatan
atau personelnya mencakup perawatan orang-orang sipil yang terluka atau sakit.
Pasal 23. Dalam waktu damai, Pihak-Pihak Peserta Agung dan, setelah pecahnya
permusuhan, Para Pihak, dapat mendirikan di wilayah mereka sendiri dan, jika
diperlukan, di daerah-daerah pendudukan, zona-zona rumah sakit dan daerah-daerah yang
diatur sedemikian rupa untuk melindungi terluka dan sakit akibat perang, serta personel
yang dipercayakan dengan organisasi dan administrasi zona dan daerah ini dan dengan
perawatan orang-orang yang berkumpul di dalamnya.

Pada saat pecahnya dan selama berlangsungnya permusuhan, Para Pihak yang
bersangkutan dapat membuat persetujuan tentang pengakuan bersama atas zona dan
lokasi rumah sakit yang telah mereka buat. Untuk tujuan ini, mereka dapat menerapkan
ketentuan-ketentuan dari Rancangan Perjanjian yang dilampirkan pada Konvensi ini,
dengan amandemen-amandemen yang mereka anggap perlu.

Negara-Negara Pelindung dan Komite Internasional Palang Merah diundang untuk


meminjamkan jasa-jasa baik mereka guna memfasilitasi institusi dan pengakuan zona-
zona dan daerah-daerah rumah sakit ini.
6. Genewa Convention relative to the Treatment of Priosners of War (1949)
Pasal 12
Tawanan perang berada di tangan Kekuatan musuh, tetapi tidak berada di tangan individu
atau unit militer yang telah menangkap mereka. Terlepas dari tanggung jawab individu
yang mungkin ada, Negara Penahan bertanggung jawab atas perlakuan yang diberikan
kepada mereka.

Tawanan perang hanya dapat dipindahkan oleh Negara Penahan kepada Negara yang
merupakan pihak pada Konvensi dan setelah Negara Penahan telah puas dengan
kesediaan dan kemampuan Negara penerima pengalihan tersebut untuk menerapkan
Konvensi. Apabila tawanan perang dipindahkan dalam keadaan demikian, tanggung
jawab untuk penerapan Konvensi terletak pada Negara yang menerima mereka selama
mereka berada dalam tahanannya.

Namun demikian jika Negara itu gagal untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan


Konvensi dalam hal penting apapun, Negara yang olehnya tawanan perang dipindahkan,
setelah diberitahukan oleh Negara Pelindung, mengambil tindakan efektif untuk
memperbaiki situasi atau akan meminta pengembalian. dari tawanan perang. Permintaan
seperti itu harus dipenuhi.

Pasal 13
Tawanan perang harus selalu diperlakukan secara manusiawi. Setiap tindakan melawan
hukum atau kelalaian oleh Negara Penahan yang menyebabkan kematian atau
membahayakan kesehatan tawanan perang yang ditahannya adalah dilarang, dan akan
dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap Konvensi ini. Khususnya, tawanan perang
tidak boleh dijadikan sasaran mutilasi fisik atau eksperimen medis atau ilmiah dalam
bentuk apa pun yang tidak dibenarkan oleh perawatan medis, gigi atau rumah sakit
tawanan yang bersangkutan dan dilakukan untuk kepentingannya.

Demikian pula, tawanan perang harus selalu dilindungi, khususnya terhadap tindakan
kekerasan atau intimidasi dan terhadap penghinaan dan keingintahuan publik.

Tindakan pembalasan terhadap tawanan perang dilarang.

Pasal 14
Tawanan perang berhak dalam segala keadaan untuk menghormati pribadi dan
kehormatan mereka.

Perempuan harus diperlakukan dengan segala hormat karena jenis kelamin mereka dan
dalam semua kasus akan mendapat manfaat dari perlakuan yang sama baiknya dengan
yang diberikan kepada laki-laki.

Tawanan perang harus mempertahankan kapasitas sipil penuh yang mereka nikmati pada
saat mereka ditangkap. Negara Penahan tidak boleh membatasi pelaksanaan, baik di
dalam atau di luar wilayahnya sendiri, dari hak-hak yang diberikan oleh kapasitas
tersebut kecuali sejauh yang diperlukan tawanan.

Pasal 15
Negara yang menahan tawanan perang wajib menyediakan secara cuma-cuma untuk
pemeliharaan mereka dan untuk perhatian medis yang diperlukan oleh keadaan kesehatan
mereka.

Pasal 16
Dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang berkaitan dengan
pangkat dan jenis kelamin, dan tunduk pada perlakuan istimewa apa pun yang mungkin
diberikan kepada mereka karena keadaan kesehatan, usia atau kualifikasi profesional,
semua tawanan perang harus diperlakukan sama oleh Negara Penahan, tanpa pembedaan
yang merugikan berdasarkan ras, kebangsaan, keyakinan agama atau pendapat politik,
atau pembedaan lain yang didasarkan pada kriteria yang sama.
7. Genewa Convention relative to the Protection Civilian Persons in Time og War (1949)
and the Protocol Additional to the Geneva Conventions relating to the Protections of
Victims of International Armed Conflicts (Protocol 1 – 1977) AND THE Protocol
relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II –
1977)
Menyatakan keinginan tulus mereka untuk melihat perdamaian menang di antara orang-
orang,
Mengingat bahwa setiap Negara memiliki kewajiban, sesuai dengan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa, untuk menahan diri dalam hubungan internasionalnya dari ancaman atau
penggunaan kekuatan terhadap kedaulatan, integritas teritorial atau kemerdekaan politik
Negara manapun, atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan tujuan PBB.

Meskipun demikian, meyakini perlu untuk menegaskan kembali dan mengembangkan


ketentuan-ketentuan yang melindungi para korban konflik bersenjata dan untuk
melengkapi langkah-langkah yang dimaksudkan untuk memperkuat penerapannya,

Menyatakan keyakinan mereka bahwa tidak ada dalam Protokol ini atau dalam Konvensi
Jenewa 12 Agustus 1949 yang dapat ditafsirkan sebagai pengesahan atau pengesahan
setiap tindakan agresi atau penggunaan kekuatan lainnya yang tidak sesuai dengan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Menegaskan lebih lanjut bahwa ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa tertanggal 12


Agustus 1949 dan Protokol ini harus diterapkan sepenuhnya dalam segala keadaan
kepada semua orang yang dilindungi oleh instrumen-instrumen tersebut, tanpa
pembedaan yang merugikan berdasarkan sifat atau asal mula konflik bersenjata atau pada
penyebab yang dianut oleh atau dikaitkan dengan Para Pihak dalam konflik,

Protokol I adalah protokol amandemen 1977 untuk Konvensi Jenewa yang berkaitan
dengan perlindungan korban konflik internasional , di mana "konflik bersenjata di mana
orang-orang berjuang melawan dominasi kolonial, pendudukan asing atau rezim rasis"
harus dianggap sebagai konflik internasional. [4] Ini menegaskan kembali hukum
internasional dari Konvensi Jenewa asli tahun 1949, tetapi menambahkan klarifikasi dan
ketentuan baru untuk mengakomodasi perkembangan perang internasional modern yang
telah terjadi sejak Perang Dunia Kedua

Protokol II Konvensi Jenewa adalah protokol amandemen pada Konvensi Jenewa tahun
1977 yang berkaitan dengan perlindungan korban non-internasional konflik bersenjata.
Ini mendefinisikan hukum internasional tertentu yang berusaha untuk memberikan
perlindungan yang lebih baik bagi para korban konflik bersenjata internal yang terjadi di
dalam perbatasan satu negara. Cakupan undang-undang ini lebih terbatas dibandingkan
dengan Konvensi Jenewa lainnya karena menghormati hak berdaulat dan kewajiban
pemerintah nasional.
8. Convention relating to the Status of Refugees (1930) And its Protocol (1967)
Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967-nya adalah dokumen hukum utama yang
menjadi dasar kerja. Dengan 149 Negara pihak salah satu atau keduanya, mereka
mendefinisikan istilah 'pengungsi' dan menguraikan hak-hak pengungsi, serta kewajiban
hukum Negara untuk melindungi mereka.
Prinsip intinya adalah non-refoulement, yang menegaskan bahwa seorang pengungsi
tidak boleh dikembalikan ke negara di mana mereka menghadapi ancaman serius
terhadap kehidupan atau kebebasan mereka. Ini sekarang dianggap sebagai aturan hukum
kebiasaan internasional.

UNHCR berfungsi sebagai 'penjaga' Konvensi 1951 dan Protokol 1967-nya. Menurut
undang-undang, Negara diharapkan untuk bekerja sama dengan kami dalam memastikan
bahwa hak-hak pengungsi dihormati dan dilindungi.
9. Convention No. 105 on Abolition of Forced Labour (1957)
Konferensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional,

Setelah diadakan di Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional, dan
telah bertemu dalam Sidang Keempat Puluhnya pada tanggal 5 Juni 1957, dan

Setelah mempertimbangkan masalah kerja paksa, yang merupakan item keempat dalam
agenda sesi, dan

Setelah memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi Kerja Paksa, 1930, dan

Mencatat bahwa Konvensi Perbudakan, 1926, menetapkan bahwa semua tindakan yang
diperlukan harus diambil untuk mencegah kerja wajib atau kerja paksa berkembang
menjadi kondisi yang serupa dengan perbudakan dan bahwa Konvensi Tambahan tentang
Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak dan Lembaga dan Praktik Serupa dengan
Perbudakan, 1956, memberikan penghapusan lengkap dari ikatan hutang dan perbudakan,
dan

Mencatat bahwa Konvensi Perlindungan Upah, 1949, menetapkan bahwa upah harus
dibayar secara teratur dan melarang metode pembayaran yang menghalangi pekerja dari
kemungkinan yang sebenarnya untuk mengakhiri pekerjaannya, dan

Setelah memutuskan untuk menerima usulan-usulan lebih lanjut mengenai penghapusan


bentuk-bentuk tertentu dari kerja paksa atau kerja wajib yang merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak manusia sebagaimana dimaksud dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan dinyatakan oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan

Setelah menentukan bahwa usul-usul ini akan berbentuk Konvensi internasional,

mengadopsi pada hari kedua puluh lima Juni tahun seribu sembilan ratus lima puluh tujuh
Konvensi berikut, yang dapat disebut sebagai Konvensi Penghapusan Kerja Paksa, 1957
10. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination
(1963)
Konvensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial (CERD) dibangun di atas deklarasi 1963 tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.

deklarasi membuat empat poin utama:

Doktrin apa pun tentang diferensiasi atau superioritas ras adalah salah secara ilmiah,
secara moral terkutuk, tidak adil secara sosial dan berbahaya dan tidak memiliki
pembenaran dalam teori atau praktik;

Diskriminasi rasal -- dan terlebih lagi, kebijakan pemerintah yang didasarkan pada
superioritas atau kebencian ras -- pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar,
membahayakan hubungan persahabatan antar bangsa, kerja sama antar bangsa, dan
perdamaian dan keamanan internasional;

Diskriminasi rasial tidak merugikan hanya mereka yang menjadi objeknya tetapi juga
mereka yang mempraktikkannya;

Suatu masyarakat dunia yang bebas dari segregasi dan diskriminasi, faktor-faktor yang
menciptakanrasial dan perpecahan, adalah tujuan mendasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
11. International Covenant on ECOSOC Right (1966)
Pasal 1
1. Semua orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak itu
mereka dengan bebas menentukan status politik mereka dan dengan bebas mengejar
perkembangan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

2. Semua bangsa dapat, untuk tujuan mereka sendiri, secara bebas mengelola kekayaan
dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban apapun yang timbul dari
kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan hukum
internasional. Dalam kasus apa pun orang tidak boleh kehilangan sumber
penghidupannya sendiri.

3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggung jawab atas
administrasi Wilayah Tak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, harus
memajukan realisasi hak untuk menentukan nasib sendiri, dan harus menghormati hak
itu, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

BAGIAN II
Pasal 2
1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk mengambil langkah-langkah,
baik secara individu maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, terutama di
bidang ekonomi dan teknis, dengan semaksimal mungkin sumber daya yang tersedia,
dengan tujuan untuk mencapai realisasi penuh secara bertahap dari hak-hak yang diakui
dalam Kovenan ini dengan segala cara yang tepat, termasuk khususnya penerapan
langkah-langkah legislatif.

2. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak yang
dinyatakan dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi dalam bentuk apa
pun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau
pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.

3. Negara-negara berkembang, dengan memperhatikan hak asasi manusia dan ekonomi


nasional mereka, dapat menentukan sejauh mana mereka akan menjamin hak-hak
ekonomi yang diakui dalam Kovenan ini kepada orang-orang non-nasional.

Pasal 3
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak ekonomi, sosial dan budaya yang
ditetapkan dalam Kovenan ini.

Pasal 4
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui bahwa, dalam menikmati hak-hak yang
diberikan oleh Negara sesuai dengan Kovenan ini, Negara dapat membatasi hak-hak
tersebut hanya pada batasan-batasan yang ditentukan oleh undang-undang hanya sejauh
hal ini dapat dilakukan. sesuai dengan sifat hak-hak ini dan semata-mata untuk tujuan
memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis.

Pasal 5
1. Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak
kepada Negara, kelompok atau orang mana pun untuk terlibat dalam aktivitas apa pun
atau untuk melakukan tindakan apa pun yang bertujuan untuk menghancurkan hak atau
kebebasan apa pun yang diakui di sini, atau pada pembatasannya untuk lebih besar
daripada yang diatur dalam Kovenan ini.

2. Tidak ada pembatasan atau pengurangan dari hak asasi manusia yang mendasar yang
diakui atau ada di negara mana pun berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau
kebiasaan yang boleh diterima dengan dalih bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak
tersebut atau mengakuinya. pada tingkat lebih rendah.

BAGIAN III
Pasal 6
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, yang mencakup
hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih
atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
melindungi hak ini.

2. Langkah-langkah yang harus diambil oleh suatu Negara Pihak pada Kovenan ini untuk
mencapai realisasi penuh dari hak ini harus mencakup program bimbingan dan pelatihan
teknis dan kejuruan, kebijakan dan teknik untuk mencapai pembangunan ekonomi, sosial
dan budaya yang mantap serta pekerjaan penuh dan produktif. dalam kondisi yang
melindungi kebebasan politik dan ekonomi yang mendasar bagi individu.

Pasal 7
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati
kondisi kerja yang adil dan menguntungkan yang menjamin, khususnya:

(a) Remunerasi yang memberi semua pekerja, minimal, dengan:

(i) Upah yang adil dan remunerasi yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang sama
tanpa pembedaan dalam bentuk apa pun, khususnya perempuan yang dijamin kondisi
kerja yang tidak kalah dengan yang dinikmati oleh laki-laki, dengan upah yang sama
untuk pekerjaan yang sama;

(ii) Penghidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan keluarganya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Kovenan ini;

(b) Kondisi kerja yang aman dan sehat;


(c) Kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan dalam pekerjaannya ke
tingkat yang lebih tinggi yang sesuai, tanpa memperhatikan pertimbangan selain
senioritas dan kompetensi;

(d) Istirahat, waktu senggang dan pembatasan jam kerja yang wajar dan hari libur berkala
dengan dibayar, serta remunerasi untuk hari libur umum

Pasal 8
1. Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk memastikan:

(a) Hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja dan bergabung dengan serikat
pekerja pilihannya, hanya tunduk pada aturan organisasi yang bersangkutan, untuk
memajukan dan melindungi kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tidak ada pembatasan
yang dapat dikenakan pada pelaksanaan hak ini selain yang ditentukan oleh hukum dan
yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional
atau ketertiban umum atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain;

(b) Hak serikat pekerja untuk membentuk federasi atau konfederasi nasional dan hak
konfederasi untuk membentuk atau bergabung dengan organisasi serikat pekerja
internasional;

(c) Hak serikat pekerja untuk berfungsi secara bebas tanpa batasan selain yang ditentukan
oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan
keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk perlindungan hak dan kebebasan
orang lain;

(d) Hak mogok, asalkan dilakukan sesuai dengan hukum negara tertentu.

2. Pasal ini tidak akan mencegah pengenaan pembatasan yang sah atas pelaksanaan hak-
hak ini oleh anggota angkatan bersenjata atau polisi atau administrasi Negara.
3. Tidak ada dalam pasal ini yang memberikan wewenang kepada Negara-negara Pihak
pada Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat untuk mengambil tindakan legislatif yang
akan merugikan, atau menerapkan hukum sedemikian rupa sehingga akan merugikan,
jaminan yang diatur dalam Konvensi itu.

Pasal 9
Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas jaminan sosial, termasuk
asuransi sosial.

Pasal 10
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui bahwa:

1. Perlindungan dan bantuan yang seluas-luasnya harus diberikan kepada keluarga, yang
merupakan unit kelompok masyarakat yang alami dan mendasar, terutama untuk
pembentukannya dan sementara itu bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan
anak-anak yang menjadi tanggungan. Perkawinan harus dilakukan dengan persetujuan
bebas dari pasangan yang berniat.

2. Perlindungan khusus harus diberikan kepada ibu selama periode yang wajar sebelum
dan sesudah melahirkan. Selama periode tersebut, ibu yang bekerja harus diberikan cuti
berbayar atau cuti dengan tunjangan jaminan sosial yang memadai.

3. Tindakan perlindungan dan bantuan khusus harus diambil atas nama semua anak dan
remaja tanpa diskriminasi karena alasan orang tua atau kondisi lainnya. Anak-anak dan
remaja harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan sosial. Pekerjaan mereka dalam
pekerjaan yang membahayakan moral atau kesehatan mereka atau membahayakan
kehidupan atau mungkin menghambat perkembangan normal mereka harus dihukum oleh
hukum. Negara-negara juga harus menetapkan batas usia di bawah mana pekerjaan yang
dibayar untuk pekerja anak harus dilarang dan dihukum oleh hukum.

Pasal 11
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar hidup
yang layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan yang
layak, dan atas perbaikan kondisi kehidupan yang berkelanjutan. Negara-Negara Pihak
akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin realisasi hak ini, dengan
mengakui pentingnya kerjasama internasional berdasarkan persetujuan bebas.

2. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, dengan mengakui hak dasar setiap orang untuk
bebas dari kelaparan, harus mengambil, secara sendiri-sendiri dan melalui kerjasama
internasional, langkah-langkah, termasuk program-program khusus, yang diperlukan:

(a) Untuk meningkatkan metode produksi, konservasi dan distribusi pangan dengan
memanfaatkan sepenuhnya pengetahuan teknis dan ilmiah, dengan menyebarluaskan
pengetahuan tentang prinsip-prinsip gizi dan dengan mengembangkan atau mereformasi
sistem agraria sedemikian rupa untuk mencapai pembangunan yang paling efisien. dan
pemanfaatan sumber daya alam;

(b) Mempertimbangkan masalah negara-negara pengimpor dan pengekspor pangan,


untuk menjamin pemerataan pasokan pangan dunia dalam kaitannya dengan kebutuhan.

Pasal 12
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati
standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai.

2. Langkah-langkah yang harus diambil oleh Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini
untuk mencapai realisasi penuh dari hak ini harus mencakup langkah-langkah yang
diperlukan untuk:

(a) Ketentuan untuk pengurangan angka kelahiran mati dan kematian bayi dan untuk
perkembangan anak yang sehat;

(b) Peningkatan semua aspek kebersihan lingkungan dan industri;

(c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian epidemi, endemik, penyakit akibat kerja
dan penyakit lainnya;
(d) Penciptaan kondisi yang akan menjamin semua pelayanan medis dan perhatian medis
pada saat sakit.

Pasal 13
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan.
Mereka setuju bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan penuh kepribadian
manusia dan rasa martabatnya, dan harus memperkuat penghormatan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan dasar. Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan akan
memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat yang
bebas, mempromosikan pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa
dan semua kelompok ras, etnis atau agama, dan memajukan kegiatan Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk pemeliharaan perdamaian.

2. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui bahwa, dengan maksud untuk
mencapai realisasi penuh dari hak ini:

(a) Pendidikan dasar wajib dan tersedia gratis bagi semua orang;

(b) Pendidikan menengah dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan menengah


kejuruan dan teknik, harus tersedia secara umum dan dapat diakses oleh semua orang
dengan segala cara yang sesuai, dan khususnya dengan pengenalan pendidikan gratis
secara bertahap;

(c) Pendidikan tinggi harus dibuat sama-sama dapat diakses oleh semua orang,
berdasarkan kapasitas, dengan segala cara yang tepat, dan khususnya dengan pengenalan
pendidikan gratis secara bertahap;

(d) Pendidikan dasar harus didorong atau diintensifkan sejauh mungkin bagi orang-orang
yang belum menerima atau menyelesaikan seluruh periode pendidikan dasar mereka;

(e) Pengembangan sistem sekolah di semua tingkatan harus diupayakan secara aktif,
sistem beasiswa yang memadai harus dibangun, dan kondisi material staf pengajar harus
terus ditingkatkan.

3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang
tua dan, jika berlaku, wali yang sah untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka, selain
yang didirikan oleh otoritas publik, yang sesuai dengan standar pendidikan minimum
yang mungkin ditetapkan atau disetujui oleh Negara dan untuk menjamin pendidikan
agama dan moral anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
4. Tidak ada bagian dari pasal ini yang dapat ditafsirkan untuk mengganggu kebebasan
individu dan badan untuk mendirikan dan mengarahkan lembaga pendidikan, dengan
selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam paragraf I pasal ini dan
persyaratan bahwa pendidikan yang diberikan di lembaga-lembaga tersebut harus sesuai
dengan standar minimum yang mungkin ditetapkan oleh Negara.

Pasal 14
Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini yang, pada saat menjadi Pihak, belum dapat
memperoleh pendidikan dasar wajib di wilayah metropolitannya atau wilayah lain di
bawah yurisdiksinya, secara cuma-cuma, berusaha, dalam waktu dua tahun, untuk
menyelesaikan dan mengadopsi rencana aksi rinci untuk implementasi progresif, dalam
beberapa tahun yang wajar, untuk ditetapkan dalam rencana, prinsip wajib belajar gratis
untuk semua.

Pasal 15
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang:

(a) Untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya;

(b) Untuk menikmati manfaat kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya;

(c) Untuk memperoleh manfaat dari perlindungan kepentingan moral dan material yang
dihasilkan dari setiap produksi ilmiah, kesusastraan, atau artistik di mana dia adalah
penciptanya.

2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini
untuk mencapai realisasi penuh dari hak ini harus mencakup langkah-langkah yang
diperlukan untuk konservasi, pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan dan
budaya.
3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan yang
sangat diperlukan untuk penelitian ilmiah dan kegiatan kreatif.

4. Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui manfaat yang diperoleh dari
dorongan dan pengembangan kontak dan kerjasama internasional di bidang ilmu
pengetahuan dan budaya.

BAGIAN IV
Pasal 16
1. Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menyerahkan sesuai dengan
bagian Kovenan ini, laporan tentang langkah-langkah yang telah mereka ambil dan
kemajuan yang dicapai dalam mencapai pemenuhan hak-hak yang diakui di sini.
2.

(a) Semua laporan harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa, yang akan menyampaikan salinannya kepada Dewan Ekonomi dan Sosial untuk
dipertimbangkan sesuai dengan ketentuan Kovenan ini;

(b) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga akan mengirimkan kepada


badan-badan khusus salinan laporan, atau setiap bagian yang relevan darinya, dari
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini yang juga merupakan anggota badan-badan
khusus ini sejauh laporan-laporan tersebut , atau bagian-bagiannya, berkaitan dengan hal-
hal yang menjadi tanggung jawab badan-badan tersebut sesuai dengan instrumen
konstitusionalnya.

Pasal 17
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini harus memberikan laporan mereka secara
bertahap, sesuai dengan program yang akan dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial
dalam waktu satu tahun sejak berlakunya Kovenan ini setelah berkonsultasi dengan
Negara-negara Pihak dan instansi khusus yang bersangkutan.

2. Laporan dapat menunjukkan faktor dan kesulitan yang mempengaruhi tingkat


pemenuhan kewajiban berdasarkan Kovenan ini.

3. Apabila informasi yang relevan sebelumnya telah diberikan kepada Perserikatan


Bangsa-Bangsa atau kepada badan khusus mana pun oleh Negara Pihak mana pun pada
Kovenan ini, tidak perlu mereproduksi informasi itu, tetapi referensi yang tepat terhadap
informasi yang diberikan itu sudah cukup.

Pasal 18
Sesuai dengan tanggung jawabnya di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa di
bidang hak asasi manusia dan kebebasan dasar, Dewan Ekonomi dan Sosial dapat
membuat pengaturan dengan badan-badan khusus sehubungan dengan pelaporan mereka
tentang kemajuan yang dicapai dalam mencapai ketaatan pada ketentuan-ketentuan
Kovenan ini yang termasuk dalam ruang lingkup kegiatannya. Laporan-laporan ini dapat
mencakup rincian keputusan dan rekomendasi tentang implementasi tersebut yang
diadopsi oleh organ-organ yang kompeten.

Pasal 19
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat mengirimkan kepada Komisi Hak Asasi Manusia
untuk studi dan rekomendasi umum atau, jika sesuai, untuk informasi laporan tentang hak
asasi manusia yang disampaikan oleh Negara sesuai dengan pasal 16 dan 17, dan laporan
tentang hak asasi manusia yang disampaikan oleh badan khusus. instansi sesuai dengan
pasal 18.

Pasal 20
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dan badan-badan khusus yang terkait dapat
menyampaikan komentar kepada Dewan Ekonomi dan Sosial mengenai rekomendasi
umum berdasarkan pasal 19 atau referensi terhadap rekomendasi umum tersebut dalam
laporan Komisi Hak Asasi Manusia atau dokumentasi yang dirujuk di dalamnya.

Pasal 21
Dewan Ekonomi dan Sosial dari waktu ke waktu dapat menyampaikan kepada Majelis
Umum laporan dengan rekomendasi yang bersifat umum dan ringkasan informasi yang
diterima dari Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dan badan-badan khusus mengenai
langkah-langkah yang diambil dan kemajuan yang dicapai dalam mencapai ketaatan
umum terhadap hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini.

Pasal 22
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat meminta perhatian badan-badan lain Perserikatan
Bangsa-Bangsa, badan-badan pendukungnya dan badan-badan khusus yang terkait
dengan pemberian bantuan teknis segala hal yang timbul dari laporan-laporan yang
dirujuk dalam bagian Kovenan ini yang dapat membantu badan-badan tersebut dalam
memutuskan, masing-masing dalam bidang kompetensinya, tentang kelayakan langkah-
langkah internasional yang mungkin berkontribusi pada implementasi progresif yang
efektif dari Kovenan ini.

Pasal 23
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini setuju bahwa tindakan internasional untuk
pencapaian hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini mencakup metode-metode seperti
pembuatan konvensi, adopsi rekomendasi, pemberian bantuan teknis dan
penyelenggaraan pertemuan regional dan pertemuan teknis. untuk tujuan konsultasi dan
studi yang diselenggarakan bersama dengan Pemerintah yang bersangkutan.

Pasal 24
Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai mengurangi
ketentuan-ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan konstitusi badan-badan
khusus yang menetapkan tanggung jawab masing-masing organ Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan badan-badan khusus sehubungan dengan masalah-masalah tersebut. diatur
dalam Kovenan ini.

Pasal 25
Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai mengurangi hak
yang melekat pada semua orang untuk menikmati dan memanfaatkan secara penuh dan
bebas kekayaan dan sumber daya alam mereka.

BAGIAN V
Pasal 26
1. Kovenan ini terbuka untuk ditandatangani oleh setiap Negara Anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau anggota dari badan-badan khususnya, oleh Negara Pihak Statuta
Mahkamah Internasional, dan oleh Negara lain yang telah diundang oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjadi pihak pada Kovenan ini.

2. Kovenan ini harus diratifikasi. Instrumen ratifikasi akan disimpan pada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

3. Kovenan ini terbuka untuk aksesi oleh setiap Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini.

4. Aksesi akan dilakukan dengan penyimpanan instrumen aksesi kepada Sekretaris


Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

5. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahu semua Negara


yang telah menandatangani atau mengaksesi Kovenan ini tentang penyimpanan setiap
instrumen ratifikasi atau aksesi.

Pasal 27
1. Kovenan ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi
atau aksesi yang ketiga puluh lima kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa.

2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau mengaksesi Kovenan ini setelah
penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi yang ketiga puluh lima, Kovenan ini mulai
berlaku tiga bulan setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasinya sendiri. atau
instrumen aksesi.

Pasal 28
Ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini berlaku untuk semua bagian Negara federal
tanpa batasan atau pengecualian.

Pasal 29
1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengusulkan amandemen dan
mengajukannya kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekretaris
Jenderal kemudian akan mengkomunikasikan setiap amandemen yang diusulkan kepada
Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini dengan permintaan agar mereka memberitahukan
kepadanya apakah mereka mendukung konferensi Negara-Negara Pihak untuk tujuan
mempertimbangkan dan memberikan suara atas usulan tersebut. Dalam hal sekurang-
kurangnya sepertiga Negara Pihak menyetujui konferensi semacam itu, Sekretaris
Jenderal akan menyelenggarakan konferensi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Setiap amandemen yang diadopsi oleh mayoritas Negara Pihak yang hadir dan
memberikan suara pada konferensi harus diserahkan kepada Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk disetujui.

2. Amandemen akan mulai berlaku apabila telah disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diterima oleh dua pertiga mayoritas Negara Pihak pada
Kovenan ini sesuai dengan proses konstitusional masing-masing.

3. Ketika amandemen mulai berlaku, amandemen tersebut akan mengikat Negara-negara


Pihak yang telah menerimanya, Negara-negara Pihak lainnya masih terikat oleh
ketentuan-ketentuan Kovenan ini dan setiap amandemen sebelumnya yang telah mereka
terima.

Pasal 30
Terlepas dari pemberitahuan yang dibuat berdasarkan pasal 26, ayat 5, Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahu semua Negara yang disebutkan
dalam ayat I pasal yang sama tentang hal-hal berikut:

(a) Penandatanganan, ratifikasi dan aksesi berdasarkan pasal 26;

(b) Tanggal mulai berlakunya Kovenan ini berdasarkan pasal 27 dan tanggal mulai
berlakunya setiap amandemen berdasarkan pasal 29.

Pasal 31
1. Kovenan ini, yang teks-teksnya dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan
Spanyol sama-sama otentik, akan disimpan dalam arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengirimkan salinan resmi dari


Kovenan ini kepada semua Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 26.
12. International Covenant on Ciuvil and Political Right (1966) and its two Protocols (1966
and 1989)
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini,

Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Piagam


Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang
sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar dari
kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia,

Mengakui bahwa hak-hak ini berasal dari martabat yang melekat pada pribadi manusia,

Mengakui bahwa, sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, cita-cita
manusia yang bebas menikmati kebebasan sipil dan politik dan kebebasan dari rasa takut
dan kekurangan hanya dapat dicapai jika kondisi diciptakan di mana setiap orang dapat
menikmati hak-hak sipil dan politiknya, serta sebagai hak ekonomi, sosial dan
budayanya,

Mempertimbangkan kewajiban Negara-negara di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-


Bangsa untuk mempromosikan penghormatan universal, dan ketaatan, hak asasi manusia
dan kebebasan,

Menyadari bahwa individu, yang memiliki kewajiban terhadap individu lain dan
komunitas di mana dia berasal, bertanggung jawab untuk memperjuangkan pemajuan dan
kepatuhan terhadap hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini,
13. Convention on the Eliminations of All Forms of Discrimination Against Women (1979)
and its Protocol (1999)
Pasal I
Untuk tujuan Konvensi ini, istilah "diskriminasi terhadap perempuan" berarti setiap
pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang
mempunyai akibat atau tujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengakuan,
penikmatan atau pelaksanaan oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka,
atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, hak asasi manusia dan kebebasan
mendasar di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya.

Pasal 2
Negara-negara Pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala
bentuknya, setuju untuk mengejar dengan segala cara yang tepat dan tanpa penundaan
kebijakan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan, untuk tujuan ini,
melakukan: (a) Untuk mewujudkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam
konstitusi nasional mereka atau undang-undang lain yang sesuai jika belum dimasukkan
di dalamnya dan untuk memastikan, melalui hukum dan cara lain yang sesuai, realisasi
praktis dari prinsip ini;

(b) Untuk mengadopsi langkah-langkah legislatif dan lainnya yang tepat, termasuk sanksi
bila perlu, yang melarang semua diskriminasi terhadap perempuan;
(c) Untuk menetapkan perlindungan hukum atas hak-hak perempuan atas dasar
kesetaraan dengan laki-laki dan untuk memastikan melalui pengadilan nasional yang
kompeten dan lembaga-lembaga publik lainnya perlindungan yang efektif bagi
perempuan terhadap setiap tindakan diskriminasi;

(d) Untuk menahan diri dari terlibat dalam tindakan atau praktik diskriminasi terhadap
perempuan dan untuk memastikan bahwa otoritas dan lembaga publik harus bertindak
sesuai dengan kewajiban ini;

(e) Mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap
perempuan oleh orang, organisasi atau perusahaan mana pun;

(f) Untuk mengambil semua tindakan yang tepat, termasuk legislasi, untuk mengubah
atau menghapus hukum, peraturan, kebiasaan dan praktik yang ada yang merupakan
diskriminasi terhadap perempuan;

(g) Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang merupakan diskriminasi terhadap
perempuan.

Pasal 3
Negara-negara Pihak harus mengambil di semua bidang, khususnya di bidang politik,
sosial, ekonomi dan budaya, semua tindakan yang tepat, termasuk legislasi, untuk
memastikan perkembangan dan kemajuan penuh perempuan, dengan tujuan untuk
menjamin mereka menjalankan dan menikmati hak-hak perempuan. hak asasi manusia
dan kebebasan dasar atas dasar kesetaraan dengan laki-laki.
Pasal 4
1. Adopsi oleh Negara-negara Pihak atas tindakan-tindakan khusus sementara yang
bertujuan untuk mempercepat persamaan de facto antara laki-laki dan perempuan tidak
akan dianggap sebagai diskriminasi sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi ini, tetapi
dengan cara apa pun tidak akan mengakibatkan pemeliharaan standar-standar yang tidak
setara atau terpisah; langkah-langkah ini harus dihentikan ketika tujuan persamaan
kesempatan dan perlakuan telah tercapai.

2. Adopsi oleh Negara-negara Pihak atas tindakan-tindakan khusus, termasuk tindakan-


tindakan yang terkandung dalam Konvensi ini, yang ditujukan untuk melindungi
kehamilan tidak boleh dianggap diskriminatif.

Pasal 5
Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat: (a) Untuk mengubah
pola perilaku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan, dengan maksud untuk mencapai
penghapusan prasangka dan kebiasaan dan semua praktik lain yang didasarkan pada
gagasan inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran stereotip bagi
laki-laki dan perempuan;
(b) Untuk memastikan bahwa pendidikan keluarga mencakup pemahaman yang tepat
tentang kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki
dan perempuan dalam pengasuhan dan perkembangan anak-anak mereka, dipahami
bahwa kepentingan anak-anak adalah yang utama. pertimbangan dalam semua kasus.

Pasal 6
Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat, termasuk legislasi,
untuk menekan segala bentuk perdagangan perempuan dan eksploitasi pelacuran
perempuan.

BAGIAN II
Pasal 7
Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan publik negara tersebut
dan, khususnya, harus menjamin bagi perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki,
hak: (a) Untuk memilih dalam semua pemilihan umum dan pemilihan umum. referendum
dan memenuhi syarat untuk pemilihan semua badan yang dipilih secara publik;
(b) Berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaannya dan untuk
memegang jabatan publik dan melakukan semua fungsi publik di semua tingkat
pemerintahan;

(c) Berpartisipasi dalam organisasi dan asosiasi non-pemerintah yang peduli dengan
kehidupan publik dan politik negara.

Pasal 8
Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menjamin bagi
perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki dan tanpa diskriminasi apapun,
kesempatan untuk mewakili Pemerintah mereka di tingkat internasional dan untuk
berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi-organisasi internasional.
Pasal 9
1. Negara-Negara Pihak harus memberikan perempuan hak yang sama dengan laki-laki
untuk memperoleh, mengubah atau mempertahankan kewarganegaraan mereka. Mereka
harus memastikan secara khusus bahwa baik perkawinan dengan orang asing maupun
perubahan kewarganegaraan oleh suami selama perkawinan tidak akan secara otomatis
mengubah kewarganegaraan istri, membuatnya tidak berkewarganegaraan atau
memaksakan kewarganegaraan suaminya.

2. Negara-negara Pihak harus memberikan perempuan hak yang sama dengan laki-laki
sehubungan dengan kewarganegaraan anak-anak mereka.
BAGIAN III
Pasal 10
Negara-Negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan untuk menjamin bagi mereka hak-hak yang sama
dengan laki-laki di bidang pendidikan dan khususnya untuk menjamin, atas dasar
kesetaraan laki-laki dan perempuan: (a) Kondisi yang sama untuk bimbingan karir dan
kejuruan, untuk akses ke studi dan untuk pencapaian diploma di lembaga pendidikan dari
semua kategori di pedesaan maupun di perkotaan; kesetaraan ini harus dijamin dalam
pendidikan pra-sekolah, umum, teknis, profesional dan teknik tinggi, serta dalam semua
jenis pelatihan kejuruan;
(b) Akses ke kurikulum yang sama, ujian yang sama, staf pengajar dengan kualifikasi
standar yang sama dan tempat dan peralatan sekolah dengan kualitas yang sama;

(c) Penghapusan konsep stereotip tentang peran laki-laki dan perempuan di semua tingkat
dan dalam semua bentuk pendidikan dengan mendorong pendidikan bersama dan jenis
pendidikan lain yang akan membantu mencapai tujuan ini dan, khususnya, dengan
merevisi buku pelajaran dan program sekolah serta adaptasi metode pengajaran;

(d) Kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat dari beasiswa dan hibah studi
lainnya;

(e) Kesempatan yang sama untuk mengakses program-program pendidikan berkelanjutan,


termasuk program keaksaraan orang dewasa dan fungsional, khususnya yang ditujukan
untuk mengurangi, sedini mungkin, setiap kesenjangan dalam pendidikan yang ada antara
laki-laki dan perempuan;

(f) Pengurangan angka putus sekolah siswa perempuan dan pengorganisasian program
untuk anak perempuan dan perempuan yang telah meninggalkan sekolah sebelum
waktunya;

(g) Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga dan pendidikan
jasmani;

(h) Akses ke informasi pendidikan khusus untuk membantu memastikan kesehatan dan
kesejahteraan keluarga, termasuk informasi dan nasihat tentang keluarga berencana.

Pasal 11
1. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan di bidang pekerjaan untuk menjamin, atas dasar
kesetaraan laki-laki dan perempuan, hak-hak yang sama, khususnya: (a) Hak untuk
bekerja sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari semua manusia;

(b) Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria yang sama untuk
seleksi dalam hal pekerjaan;

(c) Hak untuk bebas memilih profesi dan pekerjaan, hak untuk promosi, jaminan kerja
dan semua manfaat dan kondisi layanan dan hak untuk menerima pelatihan kejuruan dan
pelatihan ulang, termasuk pemagangan, pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan
berulang;

(d) Hak atas pengupahan yang sama, termasuk tunjangan, dan perlakuan yang sama
sehubungan dengan pekerjaan dengan nilai yang sama, serta persamaan perlakuan dalam
evaluasi kualitas pekerjaan;

(e) Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat dan
hari tua dan ketidakmampuan lainnya untuk bekerja, serta hak untuk cuti yang dibayar;

(f) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan dalam kondisi kerja, termasuk
perlindungan fungsi reproduksi.

2. Untuk mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau


kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka untuk bekerja, Negara-negara Pihak
harus mengambil langkah-langkah yang tepat: (a) Melarang, dengan dikenakan sanksi,
pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian
berdasarkan status perkawinan;
(b) Memperkenalkan cuti hamil dengan gaji atau tunjangan sosial yang sebanding tanpa
kehilangan pekerjaan, senioritas atau tunjangan sosial sebelumnya;

(c) Untuk mendorong penyediaan layanan sosial pendukung yang diperlukan untuk
memungkinkan orang tua menggabungkan kewajiban keluarga dengan tanggung jawab
pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan publik, khususnya melalui promosi
pembentukan dan pengembangan jaringan fasilitas penitipan anak;

(d) Memberikan perlindungan khusus kepada perempuan selama kehamilan dalam jenis
pekerjaan yang terbukti merugikan mereka.

3. Undang-undang perlindungan yang berkaitan dengan hal-hal yang tercakup dalam


pasal ini harus ditinjau secara berkala sesuai dengan pengetahuan ilmiah dan teknologi
dan harus direvisi, dicabut atau diperpanjang seperlunya.
Pasal 12
1. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan di bidang perawatan kesehatan untuk menjamin, atas
dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, akses ke layanan perawatan kesehatan,
termasuk yang terkait dengan keluarga berencana.

2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat I pasal ini, Negara-Negara Pihak harus


menjamin pelayanan yang layak bagi perempuan sehubungan dengan kehamilan,
persalinan dan masa setelah melahirkan, memberikan pelayanan cuma-cuma bila perlu,
serta gizi yang cukup selama kehamilan dan menyusui.

Pasal 13
Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan di bidang lain kehidupan ekonomi dan sosial untuk
menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, hak-hak yang sama,
khususnya: (a) Hak atas tunjangan keluarga ;
(b) Hak atas pinjaman bank, hipotek dan bentuk kredit keuangan lainnya;

(c) Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi, olahraga dan semua aspek
kehidupan budaya.

Pasal 14
1. Negara-negara Pihak harus mempertimbangkan masalah-masalah khusus yang
dihadapi oleh perempuan pedesaan dan peran penting yang dimainkan perempuan
pedesaan dalam kelangsungan ekonomi keluarga mereka, termasuk pekerjaan mereka di
sektor ekonomi yang tidak menghasilkan uang, dan harus mengambil semua tindakan
yang tepat untuk memastikan penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini bagi
perempuan di daerah pedesaan.
2. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan di daerah pedesaan untuk menjamin, atas dasar
kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahwa mereka berpartisipasi dan memperoleh
manfaat dari pembangunan pedesaan dan, khususnya, harus menjamin hak wanita:

(a) Berpartisipasi dalam penjabaran dan pelaksanaan perencanaan pembangunan di


semua tingkatan;
(b) Memiliki akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, termasuk
informasi, konseling dan pelayanan keluarga berencana;

(c) Untuk mendapatkan manfaat langsung dari program jaminan sosial;


(d) Untuk memperoleh semua jenis pelatihan dan pendidikan, formal dan non-formal,
termasuk yang berkaitan dengan keaksaraan fungsional, serta, antara lain, manfaat dari
semua layanan masyarakat dan penyuluhan, untuk meningkatkan kemampuan teknis
mereka;

(e) Untuk mengorganisir kelompok swadaya dan koperasi untuk memperoleh akses yang
sama terhadap peluang ekonomi melalui pekerjaan atau pekerjaan mandiri;

(f) Untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan masyarakat;

(g) Untuk memiliki akses terhadap kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran,
teknologi tepat guna dan perlakuan yang sama dalam reformasi agraria dan agraria serta
dalam skema pemukiman kembali;

(h) Untuk menikmati kondisi kehidupan yang layak, khususnya yang berkaitan dengan
perumahan, sanitasi, pasokan listrik dan air, transportasi dan komunikasi.

BAGIAN IV
Pasal 15
1. Negara-Negara Pihak harus menyetujui kesetaraan perempuan dengan laki-laki di
depan hukum.
2. Negara-negara Pihak harus memberikan kepada perempuan, dalam masalah sipil,
kapasitas hukum yang identik dengan laki-laki dan kesempatan yang sama untuk
menggunakan kapasitas itu. Secara khusus, mereka harus memberikan hak yang sama
kepada perempuan untuk membuat kontrak dan untuk mengelola properti dan harus
memperlakukan mereka secara setara dalam semua tahap prosedur di pengadilan dan
pengadilan.

3. Negara-Negara Pihak setuju bahwa semua kontrak dan semua instrumen pribadi
lainnya dalam bentuk apa pun yang memiliki akibat hukum yang ditujukan untuk
membatasi kapasitas hukum perempuan akan dianggap batal demi hukum.

4. Negara-negara Pihak harus memberikan kepada laki-laki dan perempuan hak yang
sama sehubungan dengan hukum yang berkaitan dengan perpindahan orang dan
kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan domisili mereka.

Pasal 16
1. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan dalam segala hal yang berkaitan dengan perkawinan
dan hubungan keluarga dan khususnya harus menjamin, atas dasar persamaan antara laki-
laki dan perempuan: (a) Hak yang sama untuk menikah;
(b) Hak yang sama untuk bebas memilih pasangan dan menikah hanya dengan
persetujuan bebas dan penuh;

(c) Hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan pada saat
pembubarannya;

(d) Hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status perkawinan
mereka, dalam hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak mereka; dalam semua kasus
kepentingan anak-anak harus menjadi yang utama;

(e) Hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab tentang
jumlah dan jarak kelahiran anak-anak mereka dan untuk memiliki akses ke informasi,
pendidikan dan sarana yang memungkinkan mereka untuk menggunakan hak-hak ini;

(f) Hak dan tanggung jawab yang sama sehubungan dengan perwalian, pengasuhan,
perwalian dan adopsi anak, atau lembaga serupa di mana konsep-konsep ini ada dalam
undang-undang nasional; dalam semua kasus kepentingan anak-anak harus menjadi yang
utama;

(g) Hak pribadi yang sama sebagai suami dan istri, termasuk hak untuk memilih nama
keluarga, profesi dan pekerjaan;

(h) Hak yang sama bagi kedua pasangan sehubungan dengan kepemilikan, perolehan,
pengelolaan, administrasi, penikmatan dan pelepasan harta benda, baik secara cuma-
cuma atau dengan imbalan yang berharga.

2. Pertunangan dan perkawinan seorang anak tidak akan mempunyai akibat hukum, dan
semua tindakan yang diperlukan, termasuk perundang-undangan, harus diambil untuk
menentukan usia minimum untuk menikah dan untuk mewajibkan pencatatan perkawinan
dalam catatan resmi.

BAGIAN V
Pasal 17
1. Untuk tujuan mempertimbangkan kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan Konvensi
ini, akan dibentuk suatu Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
(selanjutnya disebut sebagai Komite) yang terdiri, pada saat mulai berlakunya Konvensi
ini. Konvensi, dari delapan belas dan, setelah ratifikasi atau aksesi Konvensi oleh Negara
Pihak ketiga puluh lima, dari dua puluh tiga ahli bermoral tinggi dan kompetensi di
bidang yang dicakup oleh Konvensi. Para ahli akan dipilih oleh Negara-negara Pihak dari
antara warga negara mereka dan akan bertugas dalam kapasitas pribadi mereka, dengan
mempertimbangkan distribusi geografis yang adil dan perwakilan dari berbagai bentuk
peradaban serta sistem hukum utama.
2. Para anggota Komite akan dipilih melalui pemungutan suara rahasia dari daftar orang-
orang yang dicalonkan oleh Negara-Negara Pihak. Setiap Negara Pihak dapat
mencalonkan satu orang dari antara warga negaranya sendiri.

3. Pemilihan awal akan diadakan enam bulan setelah tanggal berlakunya Konvensi ini.
Sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum tanggal setiap pemilihan, Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengirimkan surat kepada Negara-Negara Pihak yang
mengundang mereka untuk mengajukan pencalonan mereka dalam waktu dua bulan.
Sekretaris Jenderal harus menyiapkan daftar dalam urutan abjad dari semua orang yang
dicalonkan, yang menunjukkan Negara-negara Pihak yang telah menominasikan mereka,
dan akan menyerahkannya kepada Negara-Negara Pihak.

4. Pemilihan anggota Komite akan diadakan pada pertemuan Negara-Negara Pihak yang
diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pada pertemuan itu, di mana dua pertiga dari Negara-Negara Pihak akan memenuhi
kuorum, orang-orang yang terpilih menjadi anggota Komite adalah calon-calon yang
memperoleh jumlah suara terbanyak dan mayoritas mutlak suara dari perwakilan Negara-
Negara Pihak yang hadir dan memberikan suara. .

5. Anggota Komite dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Namun, masa jabatan
sembilan anggota yang dipilih pada pemilihan pertama akan berakhir pada akhir dua
tahun; segera setelah pemilihan pertama, nama sembilan anggota ini akan dipilih dengan
undian oleh Ketua Komite.

6. Pemilihan lima anggota tambahan Komite akan diadakan sesuai dengan ketentuan ayat
2, 3 dan 4 pasal ini, setelah ratifikasi atau aksesi ketiga puluh lima. Masa jabatan dua
anggota tambahan yang dipilih pada kesempatan ini akan berakhir pada akhir dua tahun,
nama kedua anggota ini telah dipilih dengan undian oleh Ketua Komite.

7. Untuk mengisi lowongan kasual, Negara Pihak yang ahlinya telah berhenti berfungsi
sebagai anggota Komite harus menunjuk ahli lain dari antara warga negaranya, dengan
persetujuan Komite.

8. Para anggota Komite harus, dengan persetujuan Majelis Umum, menerima imbalan
dari sumber-sumber Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan syarat dan ketentuan yang dapat
diputuskan oleh Majelis, dengan memperhatikan pentingnya tanggung jawab Komite.
9. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyediakan staf dan fasilitas
yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi Komite yang efektif menurut Konvensi
ini.

Pasal 18
1. Negara-Negara Pihak berjanji untuk menyerahkan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk dipertimbangkan oleh Komite, suatu laporan tentang
tindakan legislatif, yudikatif, administratif atau tindakan-tindakan lain yang telah mereka
ambil untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan Konvensi ini dan tentang kemajuan
yang dicapai dalam hal ini: (a) Dalam waktu satu tahun setelah mulai berlakunya Negara
yang bersangkutan;

(b) Setelah itu sekurang-kurangnya setiap empat tahun dan selanjutnya setiap kali Komite
memintanya.

2. Laporan dapat menunjukkan faktor dan kesulitan yang mempengaruhi tingkat


pemenuhan kewajiban berdasarkan Konvensi ini.
Pasal 19
1. Komite harus mengadopsi aturan prosedurnya sendiri.
2. Komite akan memilih pejabatnya untuk masa jabatan dua tahun.

Pasal 20
1. Komite biasanya akan bertemu untuk jangka waktu tidak lebih dari dua minggu setiap
tahun untuk mempertimbangkan laporan yang diserahkan sesuai dengan pasal 18
Konvensi ini.

2. Rapat Komite biasanya diadakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa atau di


tempat lain yang nyaman sebagaimana ditentukan oleh Komite. ( amandemen , status
ratifikasi )

Pasal 21
1. Komite harus, melalui Dewan Ekonomi dan Sosial, melaporkan setiap tahun kepada
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kegiatannya dan dapat memberikan
saran dan rekomendasi umum berdasarkan pemeriksaan laporan dan informasi yang
diterima dari Negara-Negara Pihak. Saran dan rekomendasi umum tersebut harus
dimasukkan dalam laporan Komite bersama dengan komentar, jika ada, dari Negara
Pihak.

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyampaikan laporan Komite


kepada Komisi Status Perempuan untuk informasinya.
Pasal 22
Badan-badan khusus berhak untuk diwakili pada pertimbangan pelaksanaan ketentuan-
ketentuan Konvensi ini yang termasuk dalam lingkup kegiatan mereka. Komite dapat
mengundang badan-badan khusus untuk menyampaikan laporan tentang pelaksanaan
Konvensi di bidang-bidang yang termasuk dalam ruang lingkup kegiatan mereka.

BAGIAN VI
Pasal 23
Tidak ada satu pun dalam Konvensi ini yang akan mempengaruhi ketentuan apa pun yang
lebih kondusif untuk pencapaian kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang dapat
dimuat: (a) Dalam undang-undang suatu Negara Pihak; atau
(b) Dalam konvensi, traktat atau persetujuan internasional lainnya yang berlaku untuk
Negara tersebut.

Pasal 24
Negara-negara Pihak berjanji untuk mengadopsi semua tindakan yang diperlukan di
tingkat nasional yang bertujuan untuk mencapai realisasi penuh dari hak-hak yang diakui
dalam Konvensi ini.

Pasal 25
1. Konvensi ini terbuka untuk ditandatangani oleh semua Negara.

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ditunjuk sebagai penyimpan Konvensi


ini.

3. Konvensi ini harus diratifikasi. Instrumen ratifikasi akan disimpan pada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

4. Konvensi ini terbuka untuk aksesi oleh semua Negara. Aksesi akan dilakukan dengan
penyimpanan instrumen aksesi kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 26
1. Permintaan untuk merevisi Konvensi ini dapat diajukan setiap saat oleh Negara Pihak
mana pun melalui pemberitahuan tertulis yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memutuskan langkah-langkah, jika


ada, yang akan diambil sehubungan dengan permintaan tersebut.

Pasal 27
1. Konvensi ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyimpanan
instrumen ratifikasi atau aksesi kedua puluh kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa.

2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi Konvensi ini atau mengaksesinya setelah
penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi kedua puluh, Konvensi akan mulai berlaku
pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesinya
sendiri.

Pasal 28
1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menerima dan mengedarkan ke
semua Negara teks pensyaratan yang dibuat oleh Negara-negara pada saat ratifikasi atau
aksesi.

2. Pensyaratan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Konvensi ini tidak akan
diizinkan.

3. Reservasi dapat dicabut setiap saat dengan pemberitahuan mengenai hal ini yang
ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang kemudian akan
menginformasikannya kepada semua Negara. Pemberitahuan tersebut mulai berlaku pada
tanggal diterimanya.

Pasal 29
1. Setiap perselisihan antara dua atau lebih Negara Pihak mengenai penafsiran atau
penerapan Konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui negosiasi, atas permintaan salah
satu dari mereka, harus diajukan ke arbitrase. Jika dalam waktu enam bulan sejak tanggal
permintaan arbitrase para pihak tidak dapat menyepakati organisasi arbitrase, salah satu
pihak dapat mengajukan perselisihan tersebut ke Mahkamah Internasional melalui
permintaan sesuai dengan Statuta Mahkamah .

2. Setiap Negara Pihak pada saat penandatanganan atau ratifikasi Konvensi ini atau
aksesi Konvensi ini dapat menyatakan bahwa ia tidak menganggap dirinya terikat oleh
paragraf I pasal ini. Negara-Negara Pihak lainnya tidak akan terikat oleh paragraf
tersebut sehubungan dengan Negara Pihak mana pun yang telah membuat reservasi
semacam itu.

3. Setiap Negara Pihak yang telah membuat reservasi sesuai dengan ayat 2 pasal ini
setiap saat dapat menarik kembali reservasi tersebut dengan pemberitahuan kepada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 30
Konvensi ini, teks-teks Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol yang sama-sama
otentik, akan disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
14. Conventions Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment (1984)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat (“Konvensi Penyiksaan”) diadopsi oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1984 (resolusi 39/46). Konvensi
ini mulai berlaku pada tanggal 26 Juni 1987 setelah diratifikasi oleh 20 Negara
15. Convention on the Rights of the Child (1989)
Di bawah Konvensi, setiap anak diakui sebagai subjek hak, dengan hak atas perlindungan
khusus. Hak asasi manusia yang setara dan tidak dapat dicabut harus dinikmati oleh
semua anak
16. Convention No. 169 concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries
(1989)
Pasal 1
1. Konvensi ini berlaku untuk:
(a) masyarakat suku di negara-negara merdeka yang kondisi sosial, budaya dan
ekonominya membedakan mereka dari bagian lain dari komunitas nasional, dan yang
statusnya diatur seluruhnya atau sebagian oleh adat atau tradisi mereka sendiri atau oleh
undang-undang atau peraturan khusus;
(b) masyarakat di negara-negara merdeka yang dianggap sebagai penduduk asli karena
keturunan mereka dari populasi yang mendiami negara tersebut, atau wilayah geografis di
mana negara tersebut berada, pada saat penaklukan atau kolonisasi atau penetapan batas-
batas negara saat ini dan yang, terlepas dari status hukum mereka, mempertahankan
beberapa atau semua lembaga sosial, ekonomi, budaya dan politik mereka sendiri.
2. Identifikasi diri sebagai penduduk asli atau kesukuan harus dianggap sebagai kriteria
mendasar untuk menentukan kelompok di mana ketentuan-ketentuan Konvensi ini
berlaku.
3. Penggunaan istilah orang-orang dalam Konvensi ini tidak boleh ditafsirkan memiliki
implikasi apapun sehubungan dengan hak-hak yang mungkin melekat pada istilah
tersebut menurut hukum internasional.
Pasal 2
1. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengembangkan, dengan partisipasi
masyarakat yang bersangkutan, tindakan terkoordinasi dan sistematis untuk melindungi
hak-hak masyarakat ini dan untuk menjamin penghormatan terhadap integritas mereka.
2. Tindakan tersebut harus mencakup tindakan untuk:
(a) memastikan bahwa anggota masyarakat ini mendapat manfaat yang setara dari hak
dan kesempatan yang diberikan oleh undang-undang dan peraturan nasional kepada
anggota populasi lainnya;
(b) mempromosikan realisasi penuh dari hak-hak sosial, ekonomi dan budaya dari
masyarakat ini sehubungan dengan identitas sosial dan budaya mereka, adat dan tradisi
mereka dan lembaga-lembaga mereka;
(c) membantu anggota masyarakat yang bersangkutan untuk menghilangkan kesenjangan
sosial-ekonomi yang mungkin ada antara penduduk asli dan anggota masyarakat nasional
lainnya, dengan cara yang sesuai dengan aspirasi dan cara hidup mereka.
Pasal 3
1. Masyarakat adat dan masyarakat adat harus menikmati sepenuhnya hak asasi manusia
dan kebebasan dasar tanpa halangan atau diskriminasi. Ketentuan-ketentuan Konvensi
harus diterapkan tanpa diskriminasi terhadap anggota laki-laki dan perempuan dari
masyarakat tersebut.
2. Tidak ada bentuk kekerasan atau paksaan yang boleh digunakan untuk melanggar hak
asasi manusia dan kebebasan dasar masyarakat yang bersangkutan, termasuk hak-hak
yang terkandung dalam Konvensi ini.
Pasal 4
1. Tindakan-tindakan khusus harus diambil sebagaimana mestinya untuk melindungi
orang, lembaga, harta benda, tenaga kerja, budaya dan lingkungan masyarakat yang
bersangkutan.
2. Tindakan khusus tersebut tidak boleh bertentangan dengan keinginan yang
diungkapkan secara bebas dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Kenikmatan hak-hak umum kewarganegaraan, tanpa diskriminasi, tidak boleh
dikurangi dengan cara apapun oleh tindakan-tindakan khusus tersebut.
Pasal 5
Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini:

(a) nilai-nilai dan praktik-praktik sosial, budaya, agama dan spiritual dari masyarakat-
masyarakat ini harus diakui dan dilindungi, dan sifat masalah-masalah yang mereka
hadapi baik sebagai kelompok maupun sebagai individu harus diperhitungkan;
(b) integritas nilai-nilai, praktik dan institusi masyarakat ini harus dihormati;
(c) kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang
dialami oleh orang-orang ini dalam menghadapi kondisi kehidupan dan pekerjaan yang
baru harus diadopsi, dengan partisipasi dan kerjasama dari orang-orang yang terkena
dampak.
Pasal 6
1. Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini, pemerintah harus:
(a) berkonsultasi dengan masyarakat yang bersangkutan, melalui prosedur yang tepat dan
khususnya melalui lembaga perwakilan mereka, bilamana pertimbangan diberikan
kepada tindakan legislatif atau administratif yang dapat mempengaruhi mereka secara
langsung;
(b) menetapkan cara-cara di mana orang-orang ini dapat berpartisipasi secara bebas,
setidaknya pada tingkat yang sama seperti sektor-sektor populasi lainnya, pada semua
tingkat pengambilan keputusan di lembaga-lembaga pilihan dan administrasi dan badan-
badan lain yang bertanggung jawab atas kebijakan dan program yang menyangkut
mereka;
(c) membangun sarana untuk pengembangan penuh dari lembaga dan inisiatif masyarakat
ini sendiri, dan dalam kasus yang tepat menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
tujuan ini.
2. Konsultasi yang dilakukan dalam penerapan Konvensi ini harus dilakukan, dengan
itikad baik dan dalam bentuk yang sesuai dengan keadaan, dengan tujuan untuk mencapai
kesepakatan atau persetujuan terhadap langkah-langkah yang diusulkan.
Pasal 7
1. Masyarakat yang bersangkutan berhak untuk memutuskan prioritas mereka sendiri
untuk proses pembangunan yang mempengaruhi kehidupan, kepercayaan, institusi dan
kesejahteraan spiritual mereka dan tanah yang mereka tempati atau gunakan, dan untuk
melakukan kontrol, sejauh mungkin, atas pembangunan ekonomi, sosial dan budaya
mereka sendiri. Selain itu, mereka harus berpartisipasi dalam perumusan, pelaksanaan
dan evaluasi rencana dan program pembangunan nasional dan daerah yang dapat
mempengaruhi mereka secara langsung.
2. Peningkatan kondisi kehidupan dan pekerjaan serta tingkat kesehatan dan pendidikan
masyarakat yang bersangkutan, dengan partisipasi dan kerjasama mereka, harus menjadi
prioritas dalam rencana pembangunan ekonomi secara keseluruhan di wilayah yang
mereka huni. Proyek-proyek khusus untuk pengembangan daerah-daerah yang
bersangkutan juga harus dirancang sedemikian rupa untuk mendorong peningkatan
tersebut.
3. Pemerintah harus memastikan bahwa, bilamana perlu, studi dilakukan, bekerja sama
dengan masyarakat yang bersangkutan, untuk menilai dampak sosial, spiritual, budaya
dan lingkungan dari kegiatan pembangunan yang direncanakan. Hasil-hasil studi ini
harus dipertimbangkan sebagai kriteria mendasar untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan
tersebut.
4. Pemerintah harus mengambil tindakan, bekerja sama dengan masyarakat yang
bersangkutan, untuk melindungi dan melestarikan lingkungan dari wilayah yang mereka
huni.
Pasal 8
1. Dalam menerapkan hukum dan peraturan nasional kepada masyarakat yang
bersangkutan, harus memperhatikan adat atau hukum adat mereka.
2. Orang-orang ini memiliki hak untuk mempertahankan adat dan institusi mereka
sendiri, jika ini tidak bertentangan dengan hak-hak dasar yang ditentukan oleh sistem
hukum nasional dan dengan hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Prosedur
harus ditetapkan, bila perlu, untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam
penerapan prinsip ini.
3. Penerapan ayat 1 dan 2 Pasal ini tidak akan menghalangi anggota masyarakat ini untuk
menggunakan hak yang diberikan kepada semua warga negara dan untuk mengemban
kewajiban yang sesuai.
Pasal 9
1. Sejauh sesuai dengan sistem hukum nasional dan hak asasi manusia yang diakui secara
internasional, metode yang biasa dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk
menangani pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya harus dihormati.
2. Kebiasaan-kebiasaan orang-orang ini sehubungan dengan masalah pidana harus
dipertimbangkan oleh pihak berwenang dan pengadilan yang menangani kasus-kasus
tersebut.
Pasal 10
1. Dalam menjatuhkan hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang umum pada
anggota masyarakat ini, karakteristik ekonomi, sosial dan budaya mereka harus
dipertimbangkan.
2. Preferensi harus diberikan pada metode hukuman selain kurungan di penjara.
Pasal 11
Tuntutan dari anggota masyarakat yang bersangkutan atas layanan pribadi wajib dalam
bentuk apapun, baik dibayar atau tidak dibayar, harus dilarang dan dihukum oleh hukum,
kecuali dalam kasus yang ditentukan oleh hukum untuk semua warga negara.

Pasal 12
Masyarakat yang bersangkutan harus dilindungi dari penyalahgunaan hak-hak mereka
dan harus dapat mengambil tindakan hukum, baik secara individu atau melalui badan-
badan perwakilan mereka, untuk perlindungan yang efektif atas hak-hak ini. Langkah-
langkah harus diambil untuk memastikan bahwa anggota masyarakat ini dapat memahami
dan dipahami dalam proses hukum, jika perlu melalui ketentuan interpretasi atau dengan
cara efektif lainnya.

BAGIAN II. TANAH


Pasal 13
1. Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan Bagian Konvensi ini, pemerintah harus
menghormati kepentingan khusus bagi budaya dan nilai-nilai spiritual masyarakat yang
bersangkutan dari hubungan mereka dengan tanah atau wilayah, atau keduanya
sebagaimana berlaku, yang mereka tempati atau gunakan, dan khususnya aspek kolektif
dari hubungan ini.
2. Penggunaan istilah tanah dalam Pasal 15 dan 16 harus mencakup konsep wilayah, yang
meliputi keseluruhan lingkungan wilayah yang ditempati atau digunakan oleh masyarakat
yang bersangkutan.
Pasal 14
1. Hak-hak kepemilikan dan penguasaan orang-orang yang bersangkutan atas tanah-tanah
yang secara tradisional mereka tempati harus diakui. Selain itu, langkah-langkah harus
diambil dalam kasus-kasus yang tepat untuk melindungi hak masyarakat yang
bersangkutan untuk menggunakan tanah yang tidak secara eksklusif diduduki oleh
mereka, tetapi yang secara tradisional mereka memiliki akses untuk penghidupan dan
kegiatan tradisional mereka. Perhatian khusus harus diberikan pada situasi masyarakat
nomaden dan petani berpindah dalam hal ini.
2. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengidentifikasi
tanah yang secara tradisional ditempati oleh masyarakat yang bersangkutan, dan untuk
menjamin perlindungan yang efektif atas hak kepemilikan dan penguasaan mereka.
3. Prosedur yang memadai harus ditetapkan dalam sistem hukum nasional untuk
menyelesaikan klaim tanah oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 15
1. Hak-hak masyarakat yang bersangkutan atas sumber daya alam yang berkaitan dengan
tanah mereka harus dilindungi secara khusus. Hak-hak ini termasuk hak masyarakat ini
untuk berpartisipasi dalam penggunaan, pengelolaan dan konservasi sumber daya ini.
2. Dalam kasus di mana Negara mempertahankan kepemilikan mineral atau sumber daya
bawah permukaan atau hak atas sumber daya lain yang berkaitan dengan tanah,
pemerintah harus menetapkan atau memelihara prosedur melalui mana mereka akan
berkonsultasi dengan masyarakat ini, dengan maksud untuk memastikan apakah dan
untuk apa tingkat kepentingan mereka akan dirugikan, sebelum melakukan atau
mengizinkan program apapun untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya tersebut
yang berkaitan dengan tanah mereka. Masyarakat yang bersangkutan harus sedapat
mungkin berpartisipasi dalam manfaat kegiatan tersebut, dan akan menerima kompensasi
yang adil untuk setiap kerusakan yang mungkin mereka alami sebagai akibat dari
kegiatan tersebut.
Pasal 16
1. Tunduk pada paragraf berikut dari Pasal ini, masyarakat yang bersangkutan tidak boleh
dipindahkan dari tanah yang mereka tempati.
2. Dimana relokasi orang-orang ini dianggap perlu sebagai tindakan luar biasa, relokasi
tersebut harus dilakukan hanya dengan persetujuan bebas dan diinformasikan. Jika
persetujuan mereka tidak dapat diperoleh, relokasi tersebut harus dilakukan hanya dengan
mengikuti prosedur yang sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan
nasional, termasuk penyelidikan publik bila perlu, yang memberikan kesempatan untuk
perwakilan efektif dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Bilamana memungkinkan, masyarakat ini berhak untuk kembali ke tanah adat mereka,
segera setelah alasan relokasi tidak ada lagi.
4. Bila pengembalian tersebut tidak mungkin, sebagaimana ditentukan oleh kesepakatan
atau, jika tidak ada kesepakatan tersebut, melalui prosedur yang tepat, orang-orang ini
dalam semua kasus yang mungkin akan diberikan tanah yang berkualitas dan status
hukum setidaknya sama dengan tanah tersebut. sebelumnya ditempati oleh mereka, cocok
untuk memenuhi kebutuhan mereka saat ini dan pembangunan masa depan. Dimana
masyarakat yang bersangkutan menyatakan preferensi untuk kompensasi dalam bentuk
uang atau barang, mereka harus dikompensasikan dengan jaminan yang sesuai.
5. Orang-orang yang direlokasi harus diberi kompensasi penuh atas kerugian atau cedera
yang diakibatkannya.
Pasal 17
1. Prosedur yang ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk pengalihan hak
atas tanah di antara anggota masyarakat tersebut harus dihormati.
2. Masyarakat yang bersangkutan harus dikonsultasikan bilamana pertimbangan
diberikan mengenai kapasitas mereka untuk mengasingkan tanah mereka atau dengan
cara lain menyerahkan hak-hak mereka di luar komunitas mereka sendiri.
3. Orang-orang yang tidak termasuk dalam masyarakat-masyarakat ini harus dicegah
untuk mengambil keuntungan dari adat-istiadat mereka atau karena kurangnya
pemahaman tentang hukum di pihak para anggota mereka untuk mengamankan
kepemilikan, penguasaan atau penggunaan tanah milik mereka.
Pasal 18
Hukuman yang memadai harus ditetapkan oleh hukum untuk penyusupan yang tidak sah,
atau penggunaan, tanah masyarakat yang bersangkutan, dan pemerintah harus mengambil
tindakan untuk mencegah pelanggaran tersebut.

Pasal 19
Program-program agraria nasional harus menjamin perlakuan yang sama bagi masyarakat
yang bersangkutan dengan yang diberikan kepada sektor-sektor lain dari populasi
berkenaan dengan:

(a) penyediaan lebih banyak tanah untuk orang-orang ini ketika mereka tidak memiliki
area yang diperlukan untuk menyediakan kebutuhan hidup normal, atau untuk
kemungkinan peningkatan jumlah mereka;
(b) penyediaan sarana yang diperlukan untuk memajukan pembangunan tanah yang telah
dimiliki oleh masyarakat ini.
BAGIAN III. PEREKRUTAN DAN KETENTUAN KERJA
Pasal 20
1. Pemerintah harus, dalam kerangka hukum dan peraturan nasional, dan bekerja sama
dengan masyarakat yang bersangkutan, mengambil langkah-langkah khusus untuk
memastikan perlindungan yang efektif sehubungan dengan perekrutan dan kondisi kerja
pekerja milik masyarakat ini, sejauh bahwa mereka tidak dilindungi secara efektif oleh
undang-undang yang berlaku bagi pekerja secara umum.
2. Pemerintah harus melakukan segala kemungkinan untuk mencegah diskriminasi antara
pekerja milik masyarakat yang bersangkutan dan pekerja lain, khususnya mengenai:
(a) penerimaan pekerjaan, termasuk pekerjaan terampil, serta langkah-langkah untuk
promosi dan kemajuan;
(b) upah yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang sama;
(c) bantuan medis dan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, semua tunjangan jaminan
sosial dan tunjangan terkait pekerjaan lainnya, dan perumahan;
(d) hak berserikat dan kebebasan untuk semua kegiatan serikat pekerja yang sah, dan hak
untuk membuat perjanjian bersama dengan pengusaha atau organisasi pengusaha.
3. Tindakan yang diambil harus mencakup tindakan untuk memastikan:
(a) bahwa para pekerja milik masyarakat yang bersangkutan, termasuk pekerja musiman,
pekerja lepas dan pekerja migran di bidang pertanian dan pekerjaan lain, serta mereka
yang dipekerjakan oleh kontraktor tenaga kerja, menikmati perlindungan yang diberikan
oleh hukum dan praktik nasional kepada pekerja lain semacam itu di sektor yang sama ,
dan bahwa mereka diberi tahu sepenuhnya tentang hak-hak mereka di bawah undang-
undang perburuhan dan tentang cara ganti rugi yang tersedia bagi mereka;
(b) bahwa para pekerja yang termasuk dalam masyarakat ini tidak mengalami kondisi
kerja yang berbahaya bagi kesehatan mereka, khususnya melalui paparan pestisida atau
zat beracun lainnya;
(c) bahwa para pekerja yang termasuk dalam masyarakat ini tidak tunduk pada sistem
perekrutan paksa, termasuk kerja paksa dan bentuk-bentuk perbudakan hutang lainnya;
(d) bahwa para pekerja yang termasuk dalam masyarakat ini menikmati kesempatan yang
sama dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan untuk pria dan wanita, dan perlindungan
dari pelecehan seksual.
4. Perhatian khusus harus diberikan pada pembentukan layanan pengawasan
ketenagakerjaan yang memadai di daerah-daerah di mana para pekerja milik masyarakat
yang bersangkutan melakukan pekerjaan berupah, untuk memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan-ketentuan Bagian Konvensi ini.
BAGIAN IV. PELATIHAN vokasi, KERAJINAN DAN INDUSTRI PERDESAAN
Pasal 21
Anggota masyarakat yang bersangkutan harus menikmati kesempatan yang paling tidak
sama dengan warga negara lainnya dalam hal langkah-langkah pelatihan kejuruan.

Pasal 22
1. Langkah-langkah harus diambil untuk mempromosikan partisipasi sukarela dari
anggota masyarakat yang bersangkutan dalam program pelatihan kejuruan aplikasi
umum.
2. Bilamana program pelatihan kejuruan aplikasi umum yang ada tidak memenuhi
kebutuhan khusus masyarakat yang bersangkutan, pemerintah harus, dengan partisipasi
masyarakat ini, memastikan penyediaan program dan fasilitas pelatihan khusus.
3. Setiap program pelatihan khusus harus didasarkan pada lingkungan ekonomi, kondisi
sosial dan budaya dan kebutuhan praktis dari masyarakat yang bersangkutan. Setiap studi
yang dibuat dalam hubungan ini harus dilakukan dalam kerjasama dengan orang-orang
ini, yang akan dikonsultasikan tentang organisasi dan pengoperasian program-program
tersebut. Jika memungkinkan, orang-orang ini secara bertahap bertanggung jawab atas
organisasi dan pengoperasian program pelatihan khusus tersebut, jika mereka
memutuskan demikian.
Pasal 23
1. Kerajinan tangan, industri pedesaan dan berbasis masyarakat, dan ekonomi subsisten
dan kegiatan tradisional masyarakat yang bersangkutan, seperti berburu, memancing,
memerangkap dan meramu, harus diakui sebagai faktor penting dalam pemeliharaan
budaya mereka dan dalam kemandirian ekonomi mereka. ketergantungan dan
pengembangan. Pemerintah harus, dengan partisipasi orang-orang ini dan bila perlu,
memastikan bahwa kegiatan-kegiatan ini diperkuat dan dipromosikan.
2. Atas permintaan masyarakat yang bersangkutan, bantuan teknis dan keuangan yang
sesuai harus diberikan sedapat mungkin, dengan mempertimbangkan teknologi
tradisional dan karakteristik budaya masyarakat tersebut, serta pentingnya pembangunan
yang berkelanjutan dan berkeadilan.
BAGIAN V. KEAMANAN DAN KESEHATAN SOSIAL
Pasal 24
Skema jaminan sosial harus diperluas secara progresif untuk mencakup masyarakat yang
bersangkutan, dan diterapkan tanpa diskriminasi terhadap mereka.

Pasal 25
1. Pemerintah harus memastikan bahwa layanan kesehatan yang memadai tersedia bagi
masyarakat yang bersangkutan, atau harus menyediakan mereka dengan sumber daya
untuk memungkinkan mereka merancang dan memberikan layanan tersebut di bawah
tanggung jawab dan kendali mereka sendiri, sehingga mereka dapat menikmati standar
kesehatan fisik tertinggi yang dapat dicapai. dan kesehatan mental.
2. Pelayanan kesehatan sedapat mungkin harus berbasis masyarakat. Pelayanan-
pelayanan ini harus direncanakan dan dilaksanakan dalam kerjasama dengan masyarakat
yang bersangkutan dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, geografis, sosial
dan budaya mereka serta perawatan pencegahan tradisional, praktek penyembuhan dan
obat-obatan mereka.
3. Sistem perawatan kesehatan harus mengutamakan pelatihan dan pekerjaan pekerja
kesehatan masyarakat setempat, dan fokus pada perawatan kesehatan primer sambil
mempertahankan hubungan yang kuat dengan tingkat pelayanan kesehatan lainnya.
4. Penyediaan layanan kesehatan tersebut harus dikoordinasikan dengan tindakan sosial,
ekonomi dan budaya lainnya di negara tersebut.
BAGIAN VI. PENDIDIKAN DAN SARANA KOMUNIKASI
Pasal 26
Langkah-langkah harus diambil untuk memastikan bahwa anggota masyarakat yang
bersangkutan memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan di semua tingkat
setidaknya setara dengan masyarakat nasional lainnya.

Pasal 27
1. Program dan layanan pendidikan bagi masyarakat yang bersangkutan harus
dikembangkan dan dilaksanakan bersama-sama dengan mereka untuk memenuhi
kebutuhan khusus mereka, dan harus memasukkan sejarah, pengetahuan dan teknologi
mereka, sistem nilai mereka dan aspirasi sosial, ekonomi dan budaya mereka selanjutnya.
.
2. Pihak berwenang yang berwenang harus memastikan pelatihan anggota masyarakat ini
dan keterlibatan mereka dalam perumusan dan pelaksanaan program pendidikan, dengan
tujuan pengalihan tanggung jawab secara progresif untuk pelaksanaan program-program
ini kepada masyarakat tersebut sebagaimana mestinya.
3. Selain itu, pemerintah harus mengakui hak masyarakat ini untuk mendirikan lembaga
dan fasilitas pendidikan mereka sendiri, asalkan lembaga tersebut memenuhi standar
minimum yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang dengan berkonsultasi dengan
masyarakat tersebut. Sumber daya yang sesuai harus disediakan untuk tujuan ini.
Pasal 28
1. Anak-anak dari masyarakat yang bersangkutan harus, jika memungkinkan, diajari
membaca dan menulis dalam bahasa asli mereka sendiri atau dalam bahasa yang paling
umum digunakan oleh kelompok di mana mereka berasal. Bila hal ini tidak dapat
dilakukan, otoritas yang berwenang akan melakukan konsultasi dengan masyarakat ini
dengan tujuan untuk mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan ini.
2. Langkah-langkah yang memadai harus diambil untuk memastikan bahwa orang-orang
ini memiliki kesempatan untuk mencapai kefasihan dalam bahasa nasional atau dalam
salah satu bahasa resmi negara.
3. Langkah-langkah harus diambil untuk melestarikan dan memajukan perkembangan
dan praktek bahasa asli dari masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 29
Pemberian pengetahuan dan keterampilan umum yang akan membantu anak-anak dari
masyarakat yang bersangkutan untuk berpartisipasi secara penuh dan dalam kedudukan
yang sama dalam komunitas mereka sendiri dan dalam komunitas nasional harus menjadi
tujuan pendidikan bagi orang-orang ini.

Pasal 30
1. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan tradisi dan budaya
masyarakat yang bersangkutan, untuk memberitahukan kepada mereka hak dan
kewajiban mereka, terutama yang berkaitan dengan tenaga kerja, peluang ekonomi,
pendidikan dan masalah kesehatan, kesejahteraan sosial dan hak-hak mereka yang berasal
dari Konvensi ini .
2. Jika perlu, ini harus dilakukan melalui terjemahan tertulis dan melalui penggunaan
komunikasi massa dalam bahasa-bahasa bangsa-bangsa ini.
Pasal 31
Langkah-langkah pendidikan harus diambil di antara semua bagian dari masyarakat
nasional, dan khususnya di antara mereka yang paling banyak berhubungan langsung
dengan masyarakat yang bersangkutan, dengan tujuan menghilangkan prasangka yang
mungkin mereka miliki sehubungan dengan masyarakat tersebut. Untuk tujuan ini, upaya
harus dilakukan untuk memastikan bahwa buku teks sejarah dan materi pendidikan
lainnya memberikan gambaran yang adil, akurat dan informatif tentang masyarakat dan
budaya masyarakat ini.

BAGIAN VII. KONTAK DAN KERJASAMA LINTAS BATAS


Pasal 32
Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang tepat, termasuk melalui perjanjian
internasional, untuk memfasilitasi kontak dan kerjasama antara masyarakat adat dan
masyarakat adat lintas batas, termasuk kegiatan di bidang ekonomi, sosial, budaya,
spiritual dan lingkungan.

BAGIAN VIII. ADMINISTRASI


Pasal 33
1. Otoritas pemerintah yang bertanggung jawab atas hal-hal yang tercakup dalam
Konvensi ini harus memastikan bahwa lembaga-lembaga atau mekanisme lain yang
sesuai ada untuk mengelola program-program yang mempengaruhi masyarakat yang
bersangkutan, dan harus memastikan bahwa mereka memiliki sarana yang diperlukan
untuk pemenuhan yang tepat dari fungsi-fungsi yang ditugaskan kepada mereka. .
2. Program-program ini harus mencakup:
(a) perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi, dalam kerjasama dengan
masyarakat yang bersangkutan, dari tindakan-tindakan yang diatur dalam Konvensi ini;
(b) pengusulan tindakan legislatif dan tindakan lainnya kepada otoritas yang berwenang
dan pengawasan penerapan tindakan yang diambil, bekerja sama dengan masyarakat
yang bersangkutan.
BAGIAN IX. KETENTUAN UMUM
Pasal 34
Sifat dan ruang lingkup tindakan yang akan diambil untuk memberlakukan Konvensi ini
harus ditentukan secara fleksibel, dengan memperhatikan karakteristik kondisi masing-
masing negara.

Pasal 35
Penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak boleh merugikan hak-hak dan
keuntungan-keuntungan masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan Konvensi dan
Rekomendasi lain, instrumen internasional, perjanjian, atau hukum nasional,
penghargaan, kebiasaan atau perjanjian.

BAGIAN X. KETENTUAN AKHIR


Pasal 36
Konvensi ini merevisi Konvensi Penduduk Asli dan Suku, 1957.
Pasal 37
Ratifikasi resmi Konvensi ini harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor
Perburuhan Internasional untuk didaftarkan.

Pasal 38
1. Konvensi ini hanya akan mengikat Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang
ratifikasinya telah didaftarkan pada Direktur Jenderal.
2. Persetujuan ini mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratifikasi dua Anggota
didaftarkan pada Direktur Jenderal.
3. Setelah itu, Konvensi ini mulai berlaku untuk setiap Anggota dua belas bulan setelah
tanggal ratifikasinya didaftarkan.
Pasal 39
1. Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dapat membatalkannya setelah lewat
waktu sepuluh tahun sejak tanggal Konvensi pertama kali mulai berlaku, dengan suatu
tindakan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional
untuk didaftarkan. Pembatalan tersebut tidak akan berlaku sampai satu tahun setelah
tanggal pendaftarannya.
2. Setiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dan yang tidak, dalam tahun
setelah berakhirnya jangka waktu sepuluh tahun yang disebutkan dalam paragraf
sebelumnya, menggunakan hak pembatalan yang diatur dalam Pasal ini, akan terikat
untuk jangka waktu lain sepuluh tahun dan, setelah itu, dapat membatalkan Konvensi ini
pada saat berakhirnya setiap jangka waktu sepuluh tahun menurut ketentuan yang
ditentukan dalam Pasal ini.
Pasal 40
1. Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus memberitahu semua Anggota
Organisasi Perburuhan Internasional tentang pendaftaran semua ratifikasi dan pembatalan
yang disampaikan kepadanya oleh Anggota Organisasi.
2. Ketika memberitahukan Anggota Organisasi tentang pendaftaran ratifikasi kedua yang
disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal harus meminta perhatian Anggota Organisasi
pada tanggal Konvensi akan mulai berlaku.
Pasal 41
Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus menyampaikan kepada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendaftaran sesuai dengan Pasal
102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa rincian lengkap dari semua ratifikasi dan
tindakan pembatalan yang didaftarkan olehnya sesuai dengan ketentuan Pasal-pasal
sebelumnya.

Pasal 42
Pada waktu-waktu yang dianggap perlu, Badan Pengurus Kantor Perburuhan
Internasional harus menyampaikan kepada Konferensi Umum laporan tentang cara kerja
Konvensi ini dan akan mempertimbangkan perlunya menempatkan dalam agenda
Konferensi masalah revisinya secara keseluruhan. atau sebagian.

Pasal 43
1. Jika Konferensi mengadopsi Konvensi baru yang merevisi Konvensi ini secara
keseluruhan atau sebagian, maka, kecuali Konvensi baru menentukan lain-
(a) ratifikasi oleh Anggota dari Konvensi baru yang direvisi akan secara ipso jure
melibatkan pembatalan segera Konvensi ini, terlepas dari ketentuan Pasal 39 di atas, jika
dan ketika Konvensi baru yang direvisi mulai berlaku;
(b) sejak tanggal Konvensi revisi baru mulai berlaku Konvensi ini tidak lagi terbuka
untuk diratifikasi oleh Anggota.
2. Konvensi ini bagaimanapun akan tetap berlaku dalam bentuk dan isinya yang
sebenarnya bagi Anggota yang telah meratifikasinya tetapi belum meratifikasi Konvensi
yang direvisi.
17. Inrternational Convention on the Protection of the Right of All Migrant Workers and
Members of their Families (1990)
Negara-negara Pihak pada Konvensi ini,
Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen dasar Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia, khususnya Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan dan Konvensi Hak Anak,

Mempertimbangkan juga prinsip dan standar yang ditetapkan dalam instrumen terkait
yang dijabarkan dalam kerangka Organisasi Perburuhan Internasional, khususnya
Konvensi tentang Migrasi untuk Pekerjaan (No. 97), Konvensi tentang Migrasi dalam
Kondisi yang Menyesatkan dan Promosi Kesetaraan Kesempatan dan Perlakuan terhadap
Pekerja Migran (No.143), Rekomendasi tentang Migrasi untuk Pekerjaan (No.86),
Rekomendasi tentang Pekerja Migran (No.151), Konvensi tentang Kerja Paksa atau
Wajib (No.29) dan Konvensi tentang Penghapusan Kerja Paksa (No. 105), Menegaskan
kembali pentingnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Menentang
Diskriminasi dalam Pendidikan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Mengingat Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat, Deklarasi Kongres Perserikatan
Bangsa-Bangsa Keempat tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap
Pelanggar, Kode Etik untuk Pejabat Penegak Hukum, dan Konvensi Perbudakan,
Mengingat bahwa salah satu tujuan Organisasi Perburuhan Internasional, sebagaimana
dinyatakan dalam Konstitusinya, adalah perlindungan kepentingan pekerja ketika
dipekerjakan di negara-negara selain negara mereka sendiri, dan mengingat keahlian dan
pengalaman organisasi itu dalam hal-hal yang berkaitan dengan pekerja migran dan
anggota keluarganya,

Mengakui pentingnya pekerjaan yang dilakukan sehubungan dengan pekerja migran dan
anggota keluarganya di berbagai organ Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya di
Komisi Hak Asasi Manusia dan Komisi Pembangunan Sosial, dan di Organisasi Pangan
dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa Bangsa-Bangsa, Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Kesehatan
Dunia, serta di organisasi internasional lainnya,

Mengakui juga kemajuan yang dibuat oleh Negara-negara tertentu secara regional atau
bilateral terhadap perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya, serta
pentingnya dan kegunaan perjanjian bilateral dan multilateral di bidang ini,

Menyadari pentingnya dan luasnya fenomena migrasi, yang melibatkan jutaan orang dan
mempengaruhi sejumlah besar Negara dalam komunitas internasional,

Sadar akan dampak arus pekerja migran terhadap Negara dan orang-orang yang
bersangkutan, dan berkeinginan untuk menetapkan norma-norma yang dapat
berkontribusi pada harmonisasi sikap Negara-negara melalui penerimaan prinsip-prinsip
dasar mengenai perlakuan terhadap pekerja migran dan anggota keluarganya,

Mempertimbangkan situasi kerentanan di mana pekerja migran dan anggota keluarga


mereka sering menemukan diri mereka sendiri karena, antara lain, ketidakhadiran mereka
dari Negara asal mereka dan kesulitan yang mungkin mereka hadapi yang timbul dari
kehadiran mereka di Negara tempat bekerja,

Yakin bahwa hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya belum diakui secara
memadai di mana-mana dan oleh karena itu memerlukan perlindungan internasional yang
sesuai,

Memperhatikan kenyataan bahwa migrasi sering menjadi penyebab masalah serius bagi
anggota keluarga pekerja migran maupun bagi pekerja itu sendiri, khususnya karena
tercerai berainya keluarga,

Mengingat bahwa masalah manusia yang terlibat dalam migrasi bahkan lebih serius
dalam kasus migrasi tidak teratur dan oleh karena itu diyakinkan bahwa tindakan yang
tepat harus didorong untuk mencegah dan menghilangkan gerakan klandestin dan
perdagangan pekerja migran, sementara pada saat yang sama menjamin perlindungan hak
asasi manusia mereka yang mendasar,

Menimbang bahwa pekerja yang tidak berdokumen atau dalam situasi yang tidak teratur
sering kali dipekerjakan di bawah kondisi kerja yang kurang menguntungkan daripada
pekerja lain dan bahwa pengusaha tertentu menganggap ini sebagai bujukan untuk
mencari tenaga kerja tersebut untuk menuai keuntungan dari persaingan tidak sehat,

Menimbang juga bahwa jalan untuk mempekerjakan pekerja migran yang berada dalam
situasi yang tidak teratur akan terhambat jika hak asasi manusia yang mendasar dari
semua pekerja migran diakui secara lebih luas dan, terlebih lagi, bahwa pemberian hak
tambahan tertentu kepada pekerja migran dan anggota keluarganya di situasi reguler akan
mendorong semua migran dan majikan untuk menghormati dan mematuhi hukum dan
prosedur yang ditetapkan oleh Negara yang bersangkutan,

Oleh karena itu, yakin akan kebutuhan untuk mewujudkan perlindungan internasional
atas hak-hak semua pekerja migran dan anggota keluarganya, menegaskan kembali dan
menetapkan norma-norma dasar dalam sebuah konvensi komprehensif yang dapat
diterapkan secara universal,
18. Covention No. 182 on the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the
Worst Forms of Child Labour (1999)
Konvensi 182 menguraikan 5 bentuk pekerjaan terburuk yang harus diberantas untuk
meningkatkan perjuangan melawan pekerja anak. Mereka adalah sebagai berikut:
 Perbudakan atau praktik serupa, seperti penjualan atau perdagangan anak-anak
atau penggunaan anak-anak dalam jeratan utang atau perbudakan;
 Pekerjaan wajib atau paksa, termasuk perekrutan wajib anak-anak untuk
digunakan dalam konflik bersenjata;
 Perekrutan, penggunaan, atau tawaran seorang anak untuk terlibat dalam
prostitusi, materi pornografi, atau acara pornografi;
 Penggunaan, perekrutan, atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, terutama
dalam produksi atau perdagangan narkoba, sebagaimana didefinisikan dalam
perjanjian internasional tertentu;
 Pekerjaan yang, pada dasarnya atau kondisi di mana ia dilakukan, kemungkinan
akan membahayakan kesehatan, keselamatan atau moralitas anak-anak.
19. Maternity Protection Convention No. 183 (2000)
’’ Berdasarkan Konvensi No. 183, semua wanita yang dipekerjakan, termasuk mereka
yang berada dalam bentuk pekerjaan tanggungan atipikal, harus ditanggung untuk
kehamilan, kelahiran anak dan konsekuensinya. Secara khusus, orang yang dilindungi
harus berhak atas manfaat bersalin untuk jangka waktu minimal 14 minggu (termasuk
enam minggu cuti wajib setelah melahirkan) tidak kurang dari dua pertiga dari
penghasilan mereka sebelumnya. Manfaat medis yang diberikan kepada orang yang
dilindungi harus mencakup perawatan prenatal, persalinan, dan pasca-kelahiran.
Konvensi No. 183 juga menjabarkan hak untuk bekerja istirahat untuk menyusui, serta
ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan, perlindungan kerja dan non-
diskriminasi.”

4. Tulislah isi dari piagam Madinah

Piagam Madinah

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin yang
berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri
dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.

Pasal 2

Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan
adil di antara mukminin.

Pasal 3

Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 4

Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 5

Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 6
Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 7

Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8

Bani ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9

Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 10

Bani Al ‘Aws sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan
darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin.

Pasal 11

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara
mereka tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang tebusan darah.

Pasal 12

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya
tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13

Orang orang mukmin yang takwa harus menentang orang diantara mereka yang mencari atau
menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan
mukminin. Kekuatan mereka Bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang
di antara mereka.

Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir.
Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman.

Pasal 15

Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya
mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

Pasal 16

Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17

Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut
serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan
keadilan di antara mereka.

Pasal 18

Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu membahu satu sama lain.

Pasal 19

Orang orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah.
Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20

Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Quraisy,
dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum
bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang beriman harus
bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir,
untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi
bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah
pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa
Jalla dan keputusan Muhammad SAW.

Pasal 24

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25

Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama
mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu sekutu
dan diri mereka sendiri, kecualibagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan
keluarga.

Pasal 26

Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 27

Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 28

Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 29

Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 30

Kaum Yahudi Bani Al ‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 31

Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 32

Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 33

Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 34

Sekutu sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).


Pasal 35

Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36

Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh
dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat jahat
(membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia
teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka
(Yahudi dan Muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling
memberi saran dan nasehat.

Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan
sekutunya.

Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40

Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak
merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42

Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di
khawatirkan menimbulkanbahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza
Wa Jalla, dan

Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44

Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
(Madinah).

Pasal 45

Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta
melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai
seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali
terhadap orang yang menyerang agama.

Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.

Pasal 46

Kaum Yahudi Al ‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok
lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung
piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan).
Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar bepergian
aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah
penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah.

Dikutip dari kitab Siratun Nabiy Saw, juz II, halaman 119-133, karya Ibnu Hisyam (Abu
Muhammad Abdul Malik) wafat tahun 214 H.

II. Penafsiran Piagam Madinah menurut : Kitab pedoman Santri dan Pondok Pesantren

Mukaddimah

Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah Piagam tertulis dari
Nabi Muhammad SAW. Dikalangan orang orang beriman dan memeluk Islam yang berasal dari
Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan orang orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri
dan berjuang bersama mereka.

I. Pembentukan Ummat (Negara)

Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa Negara (ummat), bebas dari pengaruh dan kekuasaan
manusia.

II. Hak Asasi Manusia

Pasal 2

Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling tanggung menanggung,
membayar dan menerima uang tebusan darah karena suatu pembunuhan dengan cara yang baik
dan adil diantara orang orang beriman.

Pasal 3 s/d Pasal 10

Setiap Bani Bani dari suku Yatsrib (Madinah) tetap berpegang atas hak hak asli mereka, dan
tanggung menanggung membayar uang tebusan darah diantara mereka karena suatu
pembunuhan. Dan setiap keluarga dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil
dikalangan orang orang beriman.

III. Persatuan Seagama

Pasal 11

Sesungguhnya orang orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi
sumbangan bagi orang orang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara
baik dan adil dikalangan orang orang beriman.

Pasal 12

Tidak seorangpun dari orang orang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman
sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan lebih dahulu dari padanya.

Pasal 13

1. Setiap orang orang yang beriman yang bertakwa harus menentang setiap orang yang berbuat
kesalahan, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan ataupun kekacauan dikalangan
masyarakat orang orang beriman.

2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang orang yang bersalah merupakan tangan yang satu,
walaupun terhadap anak anak mereka.

Pasal 14

1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena
lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk
melawan seorang beriman lainnya.

Pasal 15

1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang orang yang lemah.

2. Segenap orang orang yang beriman harus jamin menjamin dan setia kawan sesama mereka
dari pada gangguan manusia lainnya.

IV. Persatuan Segenap Warga Negara

Pasal 16

Bahwa sesungguhnya kaum bangsa Yahudi yang setia kepada Negara, berhak mendapatkan
bantuan dan

perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh di asingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17

1. Perdamaian dari orang orang beriman adalah satu.

2. Tidak diperkenankan segolongan orang orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut
sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar
persamaan dan adil diantara mereka.

Pasal 18

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semua warga
negara untuk memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19

1. Setiap orang orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap tiap darah yang
tertumpah di jalan Tuhan.

2. Setiap orang beriman yang bertakwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.

Pasal 20

1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan
jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.

2. Campur tangan apapun tidaklah di ijinkan apabila merugikan orang orang beriman.

Pasal 21
1. Barang siapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas
perbuatannya harus di hukum bunuh atasnya, kecuali keluarga yang berhak dari si terbunuh
bersedia dan rela menerima ganti kerugian uang tebusan darah.

2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak di ijinkan
selain dari pada menghukum kejahatan itu.

Pasal 22

1. Tidak dibenarkan setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari
akhir, untuk membantu orang orang yang salah dan memberikan tempat kediaman bagi mereka.

2. Siapa yang memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat Negara atau orang orang yang salah,
akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak di terima segala
pengakuan dan kesaksiannya.

Pasal 23

Apabila timbul perbedaan pendapat diantara kamu dalam suatu soal, maka kembalikanlah
penyelesaiannya kepada hukum Tuhan dan keputusan Nabi Muhammad SAW.

V. Golongan Minoritas

Pasal 24

Warga Negara dari golongan Yahudi memikul kewajiban bersama sama dengan kaum beriman
selama Negara dalam peperangan.

Pasal 25

1. Kaum Yahudi dari Bani Auf adalah satu bangsa satu negara dengan warga Negara beriman.

2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagaimana kaum Muslimin bebas memeluk
agama mereka.

3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut atau sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.

4. Kecuali kalau ada orang yang berbuat kekacauan dan kejahatan, maka ganjaran dari
perbuatannya itu menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26 s/d Pasal 34

Kaum Yahudi dari bani Auf, Najjar, Harts, Sa’idah, Jusyam, diperlakukan sama dengan Yahudi
dari bani bani lainnya. Kecuali orang yang berbuat kekacauan dan kejahatan, maka ganjaran dari
perbuatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 35
Segala pegawai dan pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi lainnya.

VI. Tugas Warga Negara

Pasal 36

1. Tidak seorangpun diperbolehkan berperang, tanpa ijinnya Muhammad SAW.

2. Seorang warga Negara dapat membalaskan kejahatan orang yang berbuat aniaya (menyakiti)
kepadanya.

3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya,
kecuali untuk membela diri.

4. Tuhan melindungi akan orang orang yang setia pada piagam ini.

Pasal 37

1. Kaum Yahudi memikul biaya Negara sebagaimana halnya kaum Muslimin memikul biaya
Negara.

2. Diantara segenap warga Negara (kaum Yahudi dan Muslim), terjalin pembelaan untuk
menentang setiap musuh Negara

yang memerangi setiap peserta dari piagam ini.

3. Diantara mereka harus terdapat saling nasehat menasehati dan berbuat kebajikan dan menjauhi
segala dosa.

4. Seorang warga Negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat atau
sekutunya.

5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang atau golongan yang
teraniaya.

Pasal 38

Warga Negara kaum Yahudi memikul biaya bersama sama warga Negara yang beriman, selama
peperangan masih terjadi.

VII. Melindungi Negara

Pasal 39

Sesungguhnya kota Yatsrib (Madinah), Ibu Kota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya
oleh setiap peserta piagam ini.

Pasal 40
Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagaimana dirinya sendiri,
tidak boleh

diganggu ketentramannya, dan tidak diperlakukan salah.

Pasal 41

Tidak seorangpun tetangga wanita boleh diganggu ketentraman atau kehormatannya, melainkan
setiap

kunjungan harus dengan ijin suaminya.

VIII. Pimpinan Negara

Pasal 42

1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa diantara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran,
melainkan segera dilaporkan dan

diserahkan penyelesaiannya menurut hukum Tuhan dan kebijaksanaan utusanNya, Muhammad


SAW.

2. Tuhan melindungi dan melimpahkan kebaikan kepada piagam ini dan orang orang yang setia
padanya.

Pasal 43

Sesungguhnya musuh (kaum Quraisy) tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang
membantu mereka.

Pasal 44

Di kalangan warga Negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap
agresor (Gerakan separatis ataupun teroris) yang menyerang Kota Yatsrib (Madinah).

IX. Politik Perdamaian

Pasal 45

1. Apabila Negara diajak kepada perdamaian dan membuat perjanjian damai, mereka tetap
bersedia untuk berdamai dan

membuat perjanjian damai.

2. Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus
mematuhinya, kecuali terhadap

orang atau Negara yang menunjukkan permusuhan terhadap agama.


3. Kewajiban atas warga Negara mengambil bahagian (berpartisipasi) dari pihak mereka untuk
perdamaian itu.

Pasal 46

1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka,
mempunyai kewajiban yang sama

dengan segala peserta piagam untuk kebaikan perdamaian itu.

2. Sesungguhnya kebaikan perdamaian dapat menghilangkan segala pertikaian.

3. Setiap warga Negara yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya.

4. Sesungguhnya Tuhan mengesahkan dan melimpahkan kebaikan kepada peserta piagam ini dan
menjalankannya dengan

jujur dan sebaik baiknya.

X. Penutup

Pasal 47

1. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang orang yang
zholim dan bersalah.

2. Sesungguhnya mulai saat ini, orang orang yang bepergian keluar adalah aman.

3. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang orang yang zholim dan berbuat
kesalahan.

4. Sesungguhnya Tuhan melindungi warga negara yang baik dan bersikap takwa (waspada).

5. Dan akhirnya, Muhammad adalah utusan Allah, semoga Allah mencurahkan sholawat dan
kesejahteraan atasnya

Anda mungkin juga menyukai