Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ANALISIS DAN PERIHITUNGAN STRUKTUR

PROJECT PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN UMUM SEWA


TIPIKAL PANJANG 3 LANTAI (PJ3LT)
UNIVERSITAS JANABADRA YOGYAKARTA

1. Nama Pekerjaan.
Nama pekerjaan ini adalah Project Pembangunan Rumah Susun Umum Sewa Tipikal
Panjang 3 Lantai (PJ3LT) yang terletak di Jl. Kabupaten, Dusun Trini, Kel. Trihanggo,
Kec. Gamping, Kab. Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta.

2. Perencanaan dan Analisis Bangunan.


2.1. Data Bangunan.
Bangunan yang akan direncanakan adalah struktur gedung 3 lantai. Panjang total
bangunan (panjang bangunan ditambah panjang shearwall) adalah 66.4 m dan lebar total
bangunan adalah 13.6 m. Fungsi bangunan adalah rumah susun. Bangunan akan didesain
dengan jenis struktur Frame System.
Gambar 1. Rencana Desain Bangunan

Gambar 2. Denah Lantai Tipikal Bangunan Gedung

Adapun data dari bangunan ini adalah sebagai berikut :


1. Tinggi lantai 1 (dasar) = 3.40 m, tinggi lantai 2 dan 3 = 3.00 m, dan tinggi Shearwall =
12.00 m.
2. Dimensi balok yang direncanakan adalah :
B1 dengan ukuran 25 cm x 45 cm,
B2 dengan ukuran 25 cm x 45 cm.
3. Tebal plat lantai adalah 13 cm dan tebal plat atap adalah 10 cm.
4. Mutu beton yang digunakan adalah :
- Tiang pancang digunakan mutu K-500 (fc’ = 41.50 MPa).
- Pile cap, Sloof, Kolom, Balok dan Plat digunakan mutu K-350 (fc’ = 29.05 MPa).
- Shearwall digunakan mutu K-350 (fc’ = 29.05 MPa).
5. Mutu baja yang digunakan adalah :
- Tulangan Utama :
o < D10, fy = 240 Mpa (BJTP).
o > D13, fy = 390 Mpa (BJTD).
- Tulangan Sengkang :
o < D10, fy = 240 Mpa (BJTP).
o > D10, fy = 390 Mpa (BJTD).

6. Modulus elastisitas E=4700 √ f c ' Mpa.


7. Dinding pengisi digunakan Bata Merah.
8. Dimensi kolom yang direncanakan adalah :
K1 dengan ukuran 30 cm x 45 cm,
K2 dengan ukuran 30 cm x 45 cm,
K3 dengan ukuran 35 cm x 35 cm,
K3A dengan ukuran 35 cm x 35 cm,
K4 dengan ukuran 30 cm x 45 cm.

2.2. Data Pembebanan.


2.2.1. Beban Gravitasi Pada Struktur Gedung.
A. Beban Mati.
Beban mati pada gedung ini adalah :
- Berat sendiri struktur (balok, kolom, plat, dinding, dan atap untuk lantai dak).
- Beban mati tambahan (superimposed dead load), yaitu :
- Plesteran keramik direncanakan tebal = 1.5 cm dengan berat jenis mortar
adukan = 2000 kg/m3.
- Berat lantai keramik = 14 kg/m2.
- Berat plafond = 10 kg/m2.
- Mechanical dan Electrical = 20 kg/m2.
- Beban tembok = (tinggi tipikal lantai – tinggi balok) x 250 kg/m 2 (untuk
tembok ½ bata).
B. Beban Hidup.
Beban hidup pada plat lantai struktur gedung ini adalah sebesar 250 kg/m 2 untuk lantai 2
dan beban hidup pada plat lantai atap sebesar 100 kg/m2 (berdasarkan PPIUG 1983).

2.2.2. Beban Gempa Pada Struktur Gedung.


Gedung berada di wilayah Gempa 4 di atas tanah keras. Analisis beban gempa dilakukan
dengan cara Analisis Respon Spectra.
Wilayah zona gempa di Indonesia berdasarkan SNI-03-1726-2003 adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Denah Lantai Tipikal Bangunan Gedung

Gambar 4. Respon Spectra


Tabel-tabel pada 03-1726-2002 yang digunakan untuk perencanaan struktur gedung
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Faktor Keutamaan Struktur

Tabel 2. Parameter Daktilitas Struktur Gedung


Tabel 3. Jenis-Jenis Tanah

Tabel 4. Percepatan Puncak Batuan Dasar Dan Percepatan Puncak Muka Tanah
2.3. Peraturan (Code) Yang Digunakan.
Peraturan-peraturan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Committee 318. Building Code Requirements for Structural Concrete: (ACI 318-02)
and Commentary (ACI 318R-02). American Concrete Institute, 38800 Country Club
Drive, Farmington Hills, MI 48331, USA, 2002.
2. Badan Standardisasi Nasional. SNI - Standar Nasional Indonesia. In Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI-03-1726-
2002. BSN, Jakarta, Indonesia, 2002.
3. Badan Standardisasi Nasional. SNI - Standar Nasional Indonesia. In Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002. BSN,
Jakarta, Indonesia, 2002.
4. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung. Departemen Pekerjaan Umum, Jalan Tamansari No. 84 Bandung, 1983.
5. ICC. Uniform Building Code 1997 - UBC, volume 1, 2, 3. ICC - International Code
Council, 1997.
Perencanaan struktur bangunan mengacu kepada SNI 03-2847-2002 (SNI Beton), SNI 03-
1726-2002 (SNI Gempa) dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG).
Untuk SNI Gempa dan SNI Beton masing-masing mengacu kepada ACI 318-02 dan UBC
1997.

2.4. Pemodelan Struktur Gedung.


Pemodelan struktur gedung dilakukan dengan menggunakan program analisis struktur
ETABS.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Input data material (material properties),
2. Input data elemen-elemen struktur gedung, yang terdiri dari balok, kolom, plat lantai
dan shearwall.
3. Pemodelan elemen-elemen struktur gedung, yang terdiri dari balok, kolom, plat lantai
dan shearwall.
4. Pembebanan pada model struktur gedung, yang terdiri dari pembebanan gravitasi dan
pembebanan gempa.
5. Langkah-langkah tambahan dalam pemodelan untuk struktur gedung tahan gempa,
yaitu :
- Menghitung Mass Source, yang digunakan untuk menghitung massa dari gedung.
Massa gedung diambil dari 100 % beban mati dan 25 % beban hidup.
- Menentukan Diafragma Kaku untuk semua elemen plat pada setiap lantai.
- Menghitung Meshing Elemen Shell agar perhitungan lantai lebih akurat.
- Penentuan titik-titik Perletakan (Restraints) dari struktur, dimana pada
perencanaan gedung ini semua titik di lantai dasar (elevasi 0 m) dianggap
mempunyai jenis perletakan Jepit.
- Pengaturan Preferences Design, agar ETABS menghitung sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

2.5. Analisis Struktur.


Pada analisis struktur dengan menggunakan ETABS ini dilakukan 3 kali proses RUN
Program.
2.5.1. RUN 1 Struktur.
Tujuan dari RUN 1 Struktur ini adalah sebagai berikut :
- Untuk memastikan dua mode pertama struktur adalah translasi.
- Untuk memastikan dua mode pertama struktur adalah translasi.
- Jumlah mode shape struktur mencukupi (diatas 90 persen pada semua arah).
- Menentukan Massa Struktur, Periode Getar Struktur, dan Arah Gempa yang harus
bekerja pada struktur.

Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut :


1. Pastikan bahwa kedua mode pertama struktur adalah Translasi.
2. Pastikan bahwa jumlah Mode Shape sudah mencukupi. Pastikan nilai SumUX,
SumUY, Sum RX, Sum RY, dan Sum RZ semuanya harus diatas 90 persen.

Dari Gambar 5. berikut ini terlihat bahwa syarat tersebut sudah terpenuhi.
Gambar 5. Modal Participating Mass Ratio (Jumlah Mode)
3. Menghitung Massa Tiap Lantai dan Massa Total Gedung.

Gambar 6. Center Mass Rigidity

4. Menghitung Periode Getar dari mode 1 (T1) dan mode 2 (T2).

Gambar 7. Modal Participating Mass Ratio (Periode Getar)


5. Menentukan Response Spectrum Base Reactions. Kemudian tentukan nilai F1 dan F2
dari mode 1 akibat gempa SPEC1. Dari nilai F1 dan F2 ini maka arah gempa dapat
dihitung dengan rumus ϴ = arctan (F2/F1).

Gambar 8. Response Spectrum Base Reactions (Arah Gempa)

2.5.2. RUN 2 Struktur.


Tujuan dari RUN 2 Struktur ini adalah sebagai berikut :
- Menghitung dan memeriksa Story Drift.
- Menentukan Faktor Skala.

Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut :


1. Mengubah Set Modifier pada elemen-elemen balok dan kolom. Untuk elemen balok
diubah Ib = 0.35 Ib, sedangkan untuk elemen kolom diubah menjadi Ik = 0.70 Ik.
2. Tambahkan dua buah Respon Spectra baru (E1 Spectra dan E2 Spectra) yang
diarahkan pada arah gempa hasil perhitungan dari RUN 1 dan tegak lurus dari arah
gempa tersebut.
3. Melakukan pengontrolan Drift pada tiap lantai.
Untuk kondisi Service digunakan rumus :
∆ Si
hi
< min
[0.03 30 mm
R
,
hi ]
Untuk kondisi Ultimate digunakan rumus :
∆ Si
0.7 R < 0.02
hi
Pengontrolan Drift ini dilakukan untuk Response Spectra Case E1 dan Response
Spectra Case E2.

Gambar 9. Control Drift Ratio

Dari hasil Drift Ratio yang dikeluarkan ETABS maka dapat di kontrol Drift pada
setiap lantai struktur.
4. Menghitung besarnya Gaya Geser Dasar (CQC) akibat gempa. Hal ini dilakukan untuk
menentukan besarnya nilai Faktor Skala.

Gambar 10. Gaya Geser Dasar Dinamik CQC arah X


Gambar 11. Gaya Geser Dasar Dinamik CQC arah Y

Catat nilai F1 dari Spec E1 untuk semua mode arah (Vo1) dan nilai F2 dari Spec E2
untuk semua mode arah (Vo2).
5. Menghitung nilai Faktor Skala.

Nilai Faktor Skala yang digunakan adalah :


f D =max ⁡[ f D 1 , f D 2 ]

Berdasarkan analisis dan perhitungan, diperoleh nilai Faktor Skala yaitu fD = 1.931.
2.5.3. RUN 3 Struktur.
Tujuan dari RUN 3 Struktur ini adalah sebagai berikut :
- Mendesain elemen struktur.
- Memeriksa apakah dimensi balok dan kolom sudah cukup kuat.
- Menentukan jumlah tulangan perlunya.

Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut :


1. Tambahkan dua buah Spectrum Gempa baru (SPECT dan SPECTWT) yang diarahkan
pada arah gempa hasil perhitungan dari RUN 1. Masing-masing Spectrum Gempa
terdiri dari dua buah gempa yang saling tegak lurus (U 1 dan U2) dengan kombinasi
absolute 100 persen dan 30 persen.
2. Tambahkan kombinasi pembebanan untuk desain. Adapun kombinasi pembebanan
untuk struktur Frame System adalah sebagai berikut :
- 1.4D
- 1.2D + 1.6L
- 1.2D + 0.5L ± Ev ± SPECT
- 1.2D + 0.5L ± Ev ± SPECTWT
- 0.9D ± Ev ± SPECT
- 0.9D ± Ev ± SPECTWT
Bilat ditotalkan terdapat 10 Kombinasi Pembebanan.
Ev adalah gempa vertikal yang menurut persamaan (20) pada SNI 03-1726-2002 (SNI
Gempa) nilainya adalah :
E v =ψI A0 D
Nilai ψ diperoleh berdasarkan wilayah gempa struktur berikut :

Gambar 12. Koefisien ψ untuk menghitung faktor respons gempa vertikal


3. Penulangan Longitudinal dan Transversal Balok.
Dari tulangan longitudinal dan transversal yang yang dihasilkan oleh ETABS
dilakukan penentuan jumlah tulangan memanjang yang diperlukan oleh masing-
masing balok. Pengelompokan beberapa balok yang tipikal dapat dilakukan untuk
mempermudah penulangan.
Hasil RUN penulangan longitudinal dan transversal balok dapat dilihat pada gambar
berikut ini :

Gambar 13. Beam Summary Data

Dari hasil ETABS tersebut menghasilkan tulangan Balok sebagai berikut :


Tabel 5. Tulangan Longitudinal dan Transversal Balok

Tipe Dimensi Tulangan Utama (mm) Sengkang (mm)


Balok (cm) Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Atas Bawah Bawah
B1 25 x 45 4D16 2D16 3D16 2D16 D10-100 D10-150
B2 25 x 45 3D16 3D16 3D16 3D16 D10-100 D10-150
RB 15 x 30 2D16 2D16 2D16 2D16 D10-150 D10-150
4. Penulangan Longitudinal dan Transversal Kolom.
Setelah tulangan balok ditentukan, barulah menentukan tulangan Kolom. Hal ini
bertujuan agar syarat Strong Column Weak Beam terpenuhi, sehingga dapat di pastikan
bahwa ETABS juga telah menghitung kekuatan kolom yang dibutuhkan dengan
mempertimbangkan tulangan longitudinal yang telah terpasang pada balok. Sama
seperti ketika menulangi balok, ketika menulangi kolom pun sebaiknya dilakukan
beberapa pengelompokan kolom. Kolom-kolom yang diinginkan memiliki jumlah
tulangan yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok. Dengan label yang sama
akan memiliki tulangan yang sama pula.

Hasil RUN penulangan longitudinal dan transversal kolom dapat dilihat pada gambar
berikut ini :

Gambar 14. Column Summary Data

Dari hasil ETABS tersebut menghasilkan tulangan Kolom sebagai berikut :


Tabel 6. Tulangan Longitudinal dan Transversal Kolom
Tipe Dimensi Tulangan Utama (mm) Sengkang (mm)
Kolom (cm) Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
K1 30 x 45 10D19 10D19 D10-100 D10-150
K2 30 x 45 12D19 12D19 D10-100 D10-150
K3 35 x 35 14D16 14D16 D10-100 D10-150
K3A 35 x 35 8D16 8D16 D10-150 D10-200
K4 30 x 45 8D16 8D16 D10-100 D10-150

Anda mungkin juga menyukai