Anda di halaman 1dari 4

1. konstitusi diartikan sebagai hukum dasar atau undang-undang dasar.

Istilah tersebut
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konstitusi juga
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas agar penyelenggara negara tidak menyalahgunakan
kekuasaan; sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara
harus dijalankan. Karena konstitusi merupakan jaminan yang penting dalam menjaga agar
kekuasaan yang ada di dalam suatu negara tidak disalahgunakan dan menjamin agar hak asasi
manusia tidak dilanggar.
Dengan demikian konstitusi harus ditaati, dijalankan, baik oleh pemegang kekuasaan maupun
masyarakat. Konstitusi memiliki arti penting bagi negara karena kedudukannya dalam mengatur
kekuasaan; membatasi kekuasaan, menjadi barometer dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi penerus bangsa dalam
menjalankan suatu negara.
Konstitusi dan negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lainnya tidak terpisahkan. Karena
eksistensi konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan suatu hal yang sangat
urgen, bahkan disebutkan tanpanya bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara. Singkatnya
fungsi konstitusi bagi suatu negara yaitu:
1. Membagi kekuasaan dalam negara
2. membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
3. Jaminan HAM bagi seluruh warga negara dan penduduknya.
4.Sistem ketatanegaraan yang mendasar.
5.Kedudukan, tugas, dan wewenang lembaga-lembaga negara .

2.memang benar bahwa konstitusi itu dapat mengadopsi tatanan dunia contoh saja adalh pasal 7
UUD 1945, dimana pasal tersebut merupakan comparative law dengan Amerika. Selain itu juga
masih ada contoh UUD mengenai HAM yang juga dlam tatanan dunia HAM sangat
diperjuangkan.
3.konstitusi yang rigid adalah konstitusi yang tidak mudah berubah dan memerlukan proses
khusus untuk melakukan amandemen.Indonesia memiliki konstitusi tertulis yang menjadi
landasan utama pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu UUD 1945. UUD 1945
dikatakan rigid dikarenak dalam pasal 37 setelah amandemen yang keempat dijelaskan bahwa
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
Pasal inilah yang menyebabkan bahwa UUD 1945 dinilai bersifat rigid
4. Pasal 28IAyat (1) bebunyi “ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Secara
konstitusi memang hak hidup sangatlah dijunjung tnggi. Akan tetapi ternyata di Indonesia sendiri
masih ada hukuman mati.
Kalau kita mengikuti komnas HAM maka hkuman mati merupakan kesalahan besar dan
melanggar konstitusi, sehingga hukuman mati dengan alasan apapun tidak dapat diterima kalau
kita bebicara mengenai HAM. Akan tetapi dari sisi hukum, hukuman mati masih relevan untuk
dilakukan. Seorang hakim tidak akan menjatuhi hukuman mati kepada tersangka kalau bukan
karena suatu kesalahan yang besar. Sehingga tersangka harus siap menerima hukuman ersebut
sebagai bentuk konsekunsi dari perbuatannya. Selain itu adanya hukuman mati supaya orang lain
tidak akan bermain-main dengan hukum yang ada sehngga nilai kejahatan dapat menurun.
5. Salah satu tujuan dari amandemen sendiri ialah untuk memperjelas hukum-hukum yang
terkandung di dalamnya. Selain itu, Amandemen juga ditujukan untuk membentuk suatu hukum
yang belum dijelaskan guna penyempurnaan UUD 1945. Amandemen juga sebagai bentuk upaya
supaya penguasa tidak semena-mena dalam masa jabatannya. Salah satu pasal yang di
amandemen dalam UUD 1945 adalah mengenai masa jabatan presiden yaitu pasal 7. Pada
awalnya pasal 7 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali". Pasal tersebut menjadi salah satu penyebab
kekuasaan Soeharto langgeng sampai 32 tahun. Begitu masuk masa Reformasi, terjadi
perombakan beberapa aturan. Pada tahun 1999, MPR melakukan perubahan terhadap pasal 7
UUD 1945. Bunyi pasal 7 kemudian berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan". Kemudian pasal ini berubah lagi pada perubahan yang ketiga
yang terjadi pada tahun 2001 sehingga menjadi 3 pasal .yaitu pasal 7A, 7B, dan 7C. Bunyi
pasalnya sendiri yaitu
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan
Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai