Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Perbandingan Madzhab
PERBANDINGAN MAZDHAB FIQIH IBADAH
Dosen Pengammpu:
Tamimi, M.Hi

Di susun oleh :

Ilham Aminulloh
Muhammad Syahril Sidiq
Nike Purnama Sari

Jurusan Pendidikan Agama Islam


STIT Ibnu Sina Malang
2021
Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah yang maha Esa atas
ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan
penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini
dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada Tamimi,M.HI dosen mata
kuliah perbandingan madzhab yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami
sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali
ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Perbaningan Madzhab Fiqih Ibadah” sehingga
dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami
dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima
kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini,
teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga
dalam penyelesaian Makalah ini,  tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang
penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak
guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.

Penyusun

Kepanjen,25 november 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam islam kita mengenal empat imam madzhab besar yang terkenal sampai
kepada seluruh umatdari zaman silam hingga zaman sekarang. Mereka adalah Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’I dan imam Hambali. Karena pengorbanan, perjuangan serta bhati
merekayang besar terhadap islam khususnya dalam ilmu fiqih mereka mencapai level atau
kedukan yang tinggi dalam islam.
Peninggalan mereka merupakan amalan ilmu fiqih yang besar dan abadi yang
menjadi kemegahan bagi agama islam dan kaum muslimun umumnya. Pamdangan-
pandangan dari ke empat madzhab lebih dikenal dengan keterkatannya dalam studi ilmu
fiqih. Yang mana mereka mempunyai perbedaan pendapat dalam menganalisa kedudukan
dan penerapan hukum islam.
Dalam makalah ini pokok permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana
perbedaan fiqih ibadah dari empat imam madzhab yaitu Imam Syafi’I, Imam Hambali,
Imam Hanafi, dan Imam Maliki.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana perbandingan fiqih ibadah (Thaharah) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hambali ?
2. Bagaimana perbandingan fiqih ibadah (Sholat) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hambali ?
3. Bagaimana perbandingan fiqih ibadah (Puasa) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i,
dan Imam Hambali ?
4. Bagaimana perbandingan fiqih ibadah (Haji) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i,
dan Imam Hambali ?

C. Tujuan

1. Mengetahui perbandingan fiqih ibadah (Thaharah) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i dan Imam Hambali
2. Mengetahui perbandingan fiqih ibadah (Sholat) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hambali
3. Mengetahui perbandingan fiqih ibadah (Puasa) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hambali
4. Mengetahui perbandingan fiqih ibadah (Haji) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i,
dan Imam Hambali
5.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbandingan fiqih ibadah (Thaharah) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan
Imam Hambali
1. Bersuci
Definisi bersuci secara lughat (etimologi) adalah bersih dan terbebas dari kotoran.
Sedangkan secara syara’ (terminologi) adalah Menghilangkan najis atau hadats. Air
adalah salah satu hal yang utama bagi kehidupan sekaligus merupakan satu-satunya dzat
yang mampu menghilangkan hadats atau najis.
Klasifikasi air atau pembagian air ditinjau dari sah dan tidaknya di gunakan
bersuci ada tiga:
1. Suci dan dapat mensucikan perkara lain (suci mensucikan);
2. Suci tapi tidak dapat mensucikan yang lainnya (suci tidak mensucikan);

3. Air mutanajis (terkena najis).

Air suci mensucikan yaitu setiap air yang turun dari langit atau yang keluar dari
mata air dan tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya (warna, bau dan rasa) dengan
sesuatu yang bisa menghilangkan kemutlakannya air serta bukan air musta'mal (telah
digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis). Sebagian Ulama' madzhab Maliki
menyatakan bahwa air musta’mal boleh digunakan bersuci, seperti wudlu dan mandi,
hanya saja hukumnya makruh.

 Imam Hanafi
Hukum air yang terkena najis adalah najis, baik dari air sedikit (kurang dari dua
kulah) atau banyak, berubah atau tidak, dengan catatan airnya diam (tidak
mengalir).
 Imam Maliki
Hukum air yang terkena najis tetap suci, baik dari air sedikit (kurang dari dua
kulah) atau banyak, dengan catatan air tersebut tidak berubah dari salah satu dari
tiga sifatnya.
 Imam Syafi'i
Air sedikit (kurang dari dua kolah) dihukumi najis dengan sebab terkena najis,
berubah salah satu sifatnya atau tidak, begitu juga air banyak apabila salah satu
sifatnya berubah, namun bila salah satu sifatnya tidak berubah, tetap suci dan
mensucikan.
 Imam Hambali
Air banyak (dua kolah atau lebih) yang terkena najis dan tidak berubah salah satu
dari sifatnya (bau, warna, rasa), maka hukumnya tetap suci dan mensucikan.

2. Wudlu
Wudlu adalah syarat (tatanan) agama yang mempunyai makna bersıh, baik bersih dari
kotoran, najis, dosa atau lainnya. Dengan melakukan wudlu seseorang diperbolehkan
melakukan ibadah yang asalnva dilarang sebab hadats kecil seperti shalat, memegang
atau membawa Al Qur'an dan thowaf.

 Rukun wudlu versi lmam Hanafi


1. Membasuh muka
2. Membasuh dua tangan sampai siku-siku
3. Mengusap kepala atau rambutnya minimal seperempat kepala
4. Membasuh dua kaki sampai dua mata kaki.

 Rukun wudlu versi Imam Maliki


1. Niat ketika membasuh muka
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap semua kepala atau rambut yang ada dikepala
5. Membasuh dua kaki sampai mata kaki
6. Muwalah atau terus menerus (membasuh anggota wudlu yang lain sebelum
anggota yang telah dibasuh kering, jika keadaan udara dan suhu badan
normal)
7. Menggosok anggota wudlu yang dibasuh.

 Rukun wudlu versi Imam Syafi'i


1. Niat ketika membasuh muka
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap sebagian kepala atau rambut yang ada dibatas kepala;
5. Membasuh kaki sampai mata kakı
6. Tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya diawal dan mengakhirkan
anggota yang seharusnya diakhir).

 Rukun wudlu versi Imam Hambali.


1. Niat ketika membasuh muka
2. Membasuh muka
3. Membasuh tangan sampai siku-siku
4. Mengusap seluruh kepala atau seluruh rambut yang ada dibatas kepala
5. Membasuh kaki sampai mata kaki

 Hal-Hal Yang Membatalkan Wudlu

Dengan melakukan wudlu sesuai dengan kriteria yang ada disalah satu madzhab
empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) berarti penghalang ma'nawi melarang
melakukan hal yang disyaratkan suci telah Sirna, sehingga diperbolehkan melaksanakan
shalat, thawaf, atau yang lainnya dari hal-hal yang dilarang sebab hadats kecil.
Penghalang ma'nawi dapat kembali sebab melakukan hal-hal yang membatalkan wudlu,
diantaranya mengeluarkan sesuatu dari salah satu dua jalan (depan dan belakang), namun
beragam perbedaan dikalangan madzahib al arba'ah mengenai hal-hal yang termasuk
kategori membatalkan wudlu vang akan dikupas dalam pembahasan berikut ini

 Versi Imam Hanafi


1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan (depan dan belakang)
2. Keluar darah atau nanah dari anggota badan yang melebihi batas tempat
keluarnya
3. Muntah yang masyakot (sangat kesulitan) ditahan
4. Tidur terlentang, miring atau bersandar yang sekira orang yang bersandar
akan jatuh ketika sandarannya dihilangkan
5. Hilang akal sebab gila, epilepsi atau mabuk
6. Qohqohah (Tertawa dengan keras di dalam shalat dengan sekira bisa
didengarkan orang yang berada disampingnya)

 Versi Imam Maliki


1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan (depan dan belakang) dengan
syarat dalam kedaan sehat dan mengeluarkan sesuatu yang biasa keluar
2. Hilang akal sebab gila, epilepsi, mabuk, terlalu tertekan fikiran dan tidur
sekira tidak mendengar suara keras yang berada di dekatnya
3. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dengan
disertai rasa nikmat, meskipun terdapat penghalang yang tipis
4. Murtad (keluar dari Islam)
5. Ragu-ragu didalam batalnya wudlu
 Versi Imam Syafi'i
1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan, kecuali seperma,
2. Tidurnya orang yang tidak menetapkan pantatnya pada tempat duduk
3. Hilangnya akal sebab gila, epilepsi, mabuk, sakit atau yang lainnya
4. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dengan
tanpa adanya penghalang
5. Menyentuh alat kelamin (milik sendiri atau orang lain) dengan batin
(dalam)nya telapak tangan dengan tanpa adanya penghalang.
 Imam Hambali
1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan, baik dari jenis yang biasa keluar
maupun yang tidak
2. Keluarnya kotoran (tinja atau seni) selain dari dua jalan (depan dan belakang)
3. Hilang akal sebab gila, epilepsi, mabuk atau tidur
4. Makan daging unta
5. Bersentuhan kulit antara laki-lakı dan perempuan secara mutlak (baik
mahrom, kecil atau yang lainnya)
6. Menyentuh alat kelamin laki-laki atau perempuan
7. Murtad (keluar dari Islam)
8. Memandikan mayat.

3. Mandi
Pengertian mandi menurut lughat (etimology) yaitu mengalirnya air secara
mutlak, baik di badan atau lainnya. Sedangkan menurut syara (terminology) yaitu
mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan syarat-syarat tertentu dan di sertai niat.
Kewajiban bagi seseorang untuk mandi dari hadats besar, yaitu ketika akan melaksanakan
hal-hal yang disyaratkan suci dari hadas besar seperti shalat, thawaf dan lain-lain.
 Hal-hal yang mewajibkan mandi
 Versi Imam Hanafi
1. Keluar sperma secara tersendat-sendat dan disertai rasa nikmat
2. Masuknya khasafah (penis) kedalam farji lubang
3. jalan depan atau belakang)
4. Terputusnya darah haid.
5. Terputusnya darah nifas.

 Versi Imam Maliki


1. Keluar sperma yang disertai rasa nikmat
2. Terputusnya darah haidl
3. Terputusnya darah nifas
4. Memasukkan khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau
belakang), baik milik orang maupun hewan
5. Melahirkan
6. Baru masuk islam.
 Versi Imam Syafi'i
1. Keluar sperma dengan cara apapun, baik disertai syahwat atau tidak
2. Memasukkan khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau
belakang), baik milik orang maupun hewan
3. Terputusnya darah haid
4. Terputusnya darah nifas
5. Melahirkan
6. Baru masuk islam, bila sebelumnya pernah junub
7. Mati, selain mati syahid dunia akhirat.

 Versi Imam Hambali


1. Keluar sperma yang disertai rasa nikmat
2. Memasukkan khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau
belakang), baik milik orang maupun hewan, hidup atau mati
3. Terputusnya darah haid
4. Terputusnya darah nifas
5. Melahirkan yang disertai darah
6. Baru masuk islam.

 Rukun-rukun mandi
 Versi Imam Hanafi
1. Madmadlah (berkumur)
2. Istinsyak (Menghirup air kehidung dan mengeluarkannya)
3. Meratakan air keseluruh badan yang tampak (kulit dan rambut).

 Versi Imam Maliki


1. Niat, boleh dilakukan sebelum membasuh muka (menggosok anggota badan
yang dibasuh)
2. Mualah (terus menerus), seperti dalam wudlu
3. Dalku (menggosok anggota badan yang dibasuh)
4. Takhlil (memasukkan iari-jari tangan satu ke sela-sela jari tangan yang lain
dan ke rambut)
5. Mengalirkan air ke tubuh (kulit dan rambut).

 Versi Imam Syafi'i


1. Niat ketika membasuh anggota badan
2. Mengalirkan air keseluruh badan
3. Membersihkan najis yang terdapat di badan

 Versi Imam Hambali


1. Niat,
2. Madmadlah (berkumur)
3. Istanyak (Menghirup air kehidung dan mengeluarkannya)
4. Mengalirkan air ke seluruh tubuh.
B. Perbandingan fiqih ibadah (Sholat) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan
Imam Hambali
Pengertian shalat secara lugbat (etimologi) adalah do'a, sedangkan menurut istilah syara’
(terminologi) adalah beberapa ucapan dan gerakan yang di mulai dengan takbir dan di
akhiri salam, dengan syarat dan rukun tertentu.

 Syarat Wajib Shalat


 Versi imam Hanafi
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Suci dari haidl dan nifas
5. Sampainya ajaran Islam ().

 Versi imam Maliki


1. Baligh
2. Tidak dipaksa untuk meninggalkan shalat.

 Versi imam Syafi' i


1. Sampainya ajaran islamn ()
2. Islam
3. Berakal
4. Baligh
5. Suci dari haidl dan nifas
6. Sehat panca indranya (bukan orang yang cacat panca indranya).

 Versi imam Hambali


1. Islam
2. Berakal,
3. Tamyis
4. Suci dari hadats (besar dan kecil)
5. Menutup aurat,
6. Sucinya badan, pakaian dan tempat dari najis
7. Niat,
8. Menghadap kiblat,
9. Masuknya waktu.

 Syarat Sah Shalat


 Versi imam Hanafi
1. Suci dari hadats (besar dan kecil)
2. Sucinya badan, pakaian dan tempat dari najis
3. Menutup aurat
4. Niat
5. Menghadap kiblat,
 Versi imam Maliki
1. Suci dari hadats (besar dan kecil)
2. Sucinya badan, pakaian dan tempat dari najis,
3. Islam
4. Menghadap kiblat,
5. Menutup aurat.
 Versi imam Syafi'i
1. Suci dari hadats (besar dan kecil)
2. Sucinya badan, pakaian dan tempat dari najis
3. Menutup aurat
4. Menghadap kiblat
5. Mengetahui masuknya waktu
6. Mengetahui tata caranya shalat
7. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan shalat.
 versi imam Hambali
Imam Hambali berprinsip bahwa antara syarat wajib dan syarat sah shalat
adalah sama, dalam arti Beliau tidak membedakannya.

C. Perbandingan fiqih ibadah (Puasa) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan
Imam Hambali
Pengertian puasa menurut lughat adalah menjaga sedangkan menurut syara'
adalah menjaga dari hal-hal vang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar
shodiq sampai terbenamnya matahari dengan beberapa svarat dan rukun yang telah
ditentukan.
 Syarat-Syarat Puasa menurut Madzahib Al Arba’ah
 Versi imam Hanafi
Menurut imam hanafi, syarat-syarat puasa terbagi menjadi tiga, yaitu:
syarat wajib puasa, syarat sah puasa, dan syarat wajib melakukan puasa.
Penjelasannya adalah sebagai :
 Syarat wajib puasa
 Islam
 Baligh
 Berakal
 Syarat sah puasa
 Suci dari haidl dan nifas
 Niat, waktu pelaksanaannya adalah mulai tenggelamnya matahari sampai
sebelum tengah hari (dzuhur).
 Syarat wajib melakukan puasa
 Sehat dari semua penyakit
 Iqomah (tidak dalam keadaan bepergian)
 Versi imam Maliki
Menurut imam Maliki, syarat-syarat puasa terbagi menjadi tiga, yaitu:
syarat wajib, syarat sah, syarat wajib dan sahnya. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
 Syarat wajib puasa
 Baligh
 Mampu untuk melakukan puasa
 Syarat sah puasa
 islam
 niat dilakukan pada hari yang sah untuk berpuasa
 Syarat wajib dan sahnya puasa
 berakal
 suci dari haidfl dan nifas
 sudah masuk bulan ramadlan
 Versi imam syafi’i
Menurut imam syafi'i, syarat-syarat puasa terbagi menjadi dua, yaitu:
syarat wajib puasa dan syarat sah puasa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
 Syarat wajib puasa
 Islam
 Baligh
 Berakal
 Mampu untuk melaksanakan puasa, (baik ditinjau dari sudut pandang
syara' seperti suci dari haidl dan nifas, atau kondisi fisik semisal sehat,
belum lanjut usia).
 Syarat sah puasa
 Islam
 Tamyiz (dapat membedakan hal yang baik dan buruk)
 Suci dari haidl dan nifas
 Dilakukan pada hari yang sah untuk berpuasa.
 Versi imam Hambali
Menurut imam Hambali, syarat-syarat puasa terbagi menjadi tiga, yaitu:
syarat wajib puasa, Syarat sah puasa, syarat wajib dan sahnya puasa.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
 Syarat wajib puasa
 Islam
 Baligh
 Mampu untuk melakukan puasa
 Syarat sah puasa
 niat
 suci dari haidl dan nifas
 Syarat wajib dan sahnya puasa
 Islam
 Berakal
 Tamyiz
D. Perbandingan fiqih ibadah (Haji) Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan
Imam Hambali

Definisi haji secara lughat (bahasa) adalah menyengaja, sedangkan menurut syara'
adalah menyengaja ka'bah dengan tujuan beribadah. Hukum melakukan ibadah haji bagi
setiap individu muslim adalah wajib sebanyak satu kali selama hidup, kecuali ada hal
yang menuntut harus lebih dari satu kali, seperti karena adanya nadzar. Haji adalah salah
satu rukun Islam yang dampaknya sangat tampak bagi seorang muslim, hal ini
disebabkan karena haji termasuk ibadah yang memerlukan pengorbanan fisik dan materi.
Haji hanya diwajibkan bagi orang yang telah mencapai taraf istitha'ah (mampu) dengan
norma dan kriteria yang telah ditentukan oleh syara'.

 Hal-hal yang harus terpenuhi dalam haji.


1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Istitha'ah (mampu);
5) Merdeka

 Istitha 'ah (mampu melakukan haji)


Ulama Madzahib al Arba'ah sepakat kalau isthitha'ah merupakan persyaratan yang
sangat diprioritaskan dalam kewaıban melaksanakan ibadah haji, hal ini karena adanya
nash dzahir dari firman Allah surat Ali Imron : 97:
Artinya: Allah berfirman: "Ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu bagi orang yang mampu mengerjakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imron
97)
Walaupun istitha'ah merupakan kesepakatan, namun para ulama berbeda pendapat
dalam kriteria istitha'ah yang disebabkan oleh perbedaan mereka dalam
mendetinisikan dan menelaah makna sehingga ada penambahan syarat lain sebagai
kelengkapan istitha'ah.
 Versi imam Hanafi
Istitha'ah adalah kemampuan dari sektor biaya untuk segala keperluan
transportasi menuju ke baitullah yang telah melebihi dari hajat hidup dirnnya dan
keluarga yang ditinggalkan hingga masa kembalinya dia kepada keluarganya

Syarat tambahan dalam 1stitha'alh versi imam Hanafi :


1) Sehat jasmani
2) Situasi perjalanan aman
3) Bagi wanita, ada laki-laki mahrom yang menemaninya
4) Bagi wanita, tidak dalam masa iddah.
 Versi imam Maliki
Istitha'ah haji yaitu kemampuan dari segala sektor untuk menuju tempat
tujuan hingga kembali lagi ke tempat asal, walaupun sarana transportasinya bukan
milik pribadi

Syarat tambahan dalam istitha'a versi imam Maliki :


1) Jalannya harus mudah ditempuh
2) Bagi wanita, ada laki-laki mahrom yang menemaninya, atau wanita lain
yang tsiqoh (bisa di percaya)
3) Bagi wanita, tidak dalam masa iddah.
Tendensi imam Maliki dalam hal ini sama dengan ulama yang lain.
 Versi imam Syafii
Istitha'ah haji yaitu kemampuan untuk sampai pada tempat-tempat tujuan
ritual ibadah haji dengan kriteria sebagai berikut:
1) Ada biaya untuk menuju tempat tujuan hingga kembali lagi ke tempat asal.
2) Adanya fasilitas transportasi, baik milik pribadi ataupun dengan menyewa.
3) Sehat jasmani.
4) Mampu menempat di kendaraan selama perjalanan pulang dan pergi.
5) Situasi perjalanan aman.
 Versi imam Hambali
Istitha'ah haji yaitu kemampuan dari segala sektor untuk menuju tempat
ritual ibadah haji hingga kembali lagi ke rumah, baik dengan kendaraan milik
pribadi maupun dengan menyewa. Biaya perjalanan ini disyaratkan telah melebihi
dari hajat hidup dirinya dan keluarga yang ditinggalkan.
Syarat tambahan dalam istitha'ah versi imam Hambali
1) Situasi perjalanan aman.
2) Tidak buta.
3) Mampu menempat di kendaraan selama perjalanan pulang dan pergi
4) Bagi wanita, ada laki-laki mahrom yang menemaninya.

 RUKUN-RUKUN HAJI
Rukun haji adalah suatu ritual haji yang apabila ditinggalkan salah satunya tidak
bisa diganti dengan dam (denda) dan hukum hajinya batal
Rukun-rukun haji versi madzahib al arba'ah:
 Versi imam Hanafi
1) Wukuf di Arafah;
2) Thawaf Ifadlah.
Sedangkan ihrom merupakan syarat sahnya haji, dan sa'i merupakan wajib
haji.
 Versi imam Maliki dan imam Hambali
1) Ihrom
2) Wukuf di Arafah
3) Thawaf Ifadlah
4) Sai di antara Shafa dan Marwa.
 Versi imam Syafi'i
1) Ihrom
2) Wukuf di Arafah
3) Thawaf Ifadlah
4) Sa'i di antara Shafa dan Marwa
5) Mencukur atau memotong rambut
6) Tartib (berurutan) di sebagian besar rukun haji.
BAB III
KESIMPULAN

Definisi bersuci secara lughat (etimologi) adalah bersih dan terbebas dari kotoran.
Sedangkan secara syara’ (terminologi) adalah Menghilangkan najis atau hadats.

Pengertian shalat secara lugbat (etimologi) adalah do'a, sedangkan menurut istilah
syara’ (terminologi) adalah beberapa ucapan dan gerakan yang di mulai dengan takbir
dan di akhiri salam, dengan syarat dan rukun tertentu.

Pengertian puasa menurut lughat adalah menjaga sedangkan menurut syara' adalah
menjaga dari hal-hal vang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar shodiq
sampai terbenamnya matahari dengan beberapa svarat dan rukun yang telah ditentukan.

Definisi haji secara lughat (bahasa) adalah menyengaja, sedangkan menurut syara'
adalah menyengaja ka'bah dengan tujuan beribadah. Hukum melakukan ibadah haji bagi
setiap individu muslim adalah wajib sebanyak satu kali selama hidup. Haji adalah salah
satu rukun Islam yang dampaknya sangat tampak bagi seorang muslim, hal ini
disebabkan karena haji termasuk ibadah yang memerlukan pengorbanan fisik dan materi

Anda mungkin juga menyukai