Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Yokie Suryo Prayogo

NIM : 19010071
KELAS : Teknik Perminyakan B 19

POTENSI MIGAS DI INDONESIA MASIH MELIMPAH UNTUK 9,5 TAHUN KEDEPAN


Indonesian Petroleum Association (IPA) dalam sesi diskusi terbatas NEXTGen Forum dengan
topik The Future Energy Jobs  memaparkan potensi minyak dan gas bumi Indonesia masih
tergolong melimpah.

Asal tahu saja, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) mencanangkan target produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari pada 2030. Hal itu
didasarkan pada data yang menunjukkan masih banyak potensi cadangan migas yang masih
tersimpan di perut bumi dan belum dieksplorasi.

Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo bilang dari sebanyak 128
cekungan di Indonesia, masih ada 35 cekungan yang perlu dikembangkan dan 73 lainnya yang
belum dieksplorasi.

Ia melanjutkan, SKK Migas menyakini masih adanya potensi cadangan migas yang sangat besar.
Kondisi tersebut memberikan harapan bahwa industri hulu migas di Indonesia masih dapat
berkembang di masa mendatang.

“Untuk memaksimalkan potensi yang ada tersebut, kita harus melakukan pekerjaan dengan cara
yang berbeda tetapi tetap dengan konteks positif. Business unusual itu berarti melakukan
pekerjaan yang masif, agresif, dan efisien. Saya yakin hanya anak-anak muda bisa karena
perubahan ada di tangan kalian,” ujar Wahju dalam siaran pers, Selasa (25/2).

Wahju melanjutkan, langkah ini perlu dilakukan kendati industri migas sudah terlanjur dilabeli
sebagai industri yang meredup (sunset industry).

Sementara itu, Managing Director Schlumberger Indonesia Devan Raj, menjelaskan, sejauh ini
dimungkinkan adanya inovasi dalam hal teknologi pada proyek-proyek migas. Inovasi sangat
dibutuhkan demi optimalisasi kinerja eksplorasi dan produksi migas nasional.

Selain itu, Devan menjelaskan, pemanfaatan teknologi juga dapat membantu menemukan
lapangan-lapangan baru dengan mengedepankan efisiensi dan efektifitas.

Devan juga menegaskan, digitalisasi yang terjadi di hampir semua industri itu tetap memerlukan
energi. Oleh karena itu, upaya pencarian sumber energi termasuk migas menjadi sangat penting.

“Di industri migas, digitalisasi tidak bertujuan untuk mengganti peran tenaga kerja. Tetapi,
teknologi justru membantu menghasilkan pekerjaan yang cepat, tepat, dan lebih baik,” jelas
Devan dalam kesempatan yang sama.

Di sisi lain, Surveillance & Optimization Engineer Area-1 PT MedcoEnergi Indonesia Nayesha
Shafira mengungkapkan, diperlukan peranan generasi milenial dalam industri migas. "Perlu ada
pemikiran yang positif dan mampu belajar dari sekitar," ujar Nayesha.

Forum diskusi IPA melibatkan beberapa pihak, diantaranya Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral RI, SKK Migas, IPA, dan Dyandra Promosindo.

Sekedar informasi, acara ini merupakan bagian awal dari rangkaian acara pre-event Pameran dan
Konvensi ke-44 IPA atau biasa disebut IPA Convex yang pada tahun ini merupakan acara ke-44 dan
akan diselenggarakan pada 2–4 September 2020, di Jakarta Convention Center.

IPA menjelaskan, diharapkan, kehadiran generasi muda pada industri hulu migas nasional akan
terus meningkat sehingga pada akhirnya industri ini dapat mengantarkan bangsa Indonesia
mencapai ketahanan energi di masa mendatang.

Indonesia memiliki potensi minyak besar yang masih belum tersentuh alias 'perawan'. SKK Migas
mencatat potensi cadangan minyak sampai 7,5 miliar barel. Sehingga, peluang investasi masih
besar.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menerangkan, Indonesia punya 128 cekungan migas. Dari 128
itu, baru 54 cekungan yang dieksplorasi.

"Dari 54 ini baru 18 yang berstatus production," kata Dwi dalam acara Sarasehan Migas Nasional
ke-2 di kantornya, Jakarta, Kamis (10/10).

Lanjutnya, cadangan minyak Indonesia saat ini tercatat 3,8 miliar barel. Kemudian, dari sisa
cekungan yang belum dieksplorasi yakni sebanyak 74 cekungan menyimpan potensi minyak 7,5
miliar barel.
"Cadangan 3,8 miliar barrel, dari 74 yang belum tersentuh potensi minyak buminya 7,5 miliar
barel. Jadi masih ada di dalam sana sebuah potensi sangat besar," ungkapnya.
Dwi bilang, ke depan tren penemuan migas akan terjadi perubahan. Dari semula di darat
(onshore) menjadi offshore. Meski begitu, Dwi mengungkapkan masih banyak potensi migas yang
ada di daratan.

"Ke depan akan berubah paradigma dari lapangan onshore yang berumur tua, ke daerah lepas
pantai dan laut dalam meskipun yang onshore ternyata masih punya potensi. Temuan
Sakakemang dan sekitarnya dan sedang eksplorasi di dekat Sakakemang, entah nyambung atau
yang lain," ungkap Dwi.

Dwi melanjutkan, produksi minyak ditargetkan 1 juta barel per hari di 2030. Sejumlah strategi
pun diterapkan mulai saat ini untuk mengejar target tersebut.
Strategi pertama ialah menjaga penurunan produksi sebanyak 20% secara natural. Caranya,
dengan mendorong berjalannya proyek berjalan tepat waktu. Dia pun mencontohkan proyek
kilang gas alam cair Tangguh 3 yang molor sampai setahun.

"Kami melihat sangat besar kondisi lalu, proyek-proyek yang ada itu terlambat cukup panjang,
kalau pengendaliannya lebih baik dalam hal operasi eksisting itu keterlambatan itu nggak bisa
terlalu panjang. Contoh Tangguh 3 yang terpaksa delay 1 tahun. Saya kira tidak boleh terjadi
dalam proyek 3-4 tahun tapi terlambat satu tahun. Sudah 30% kerugian pasti meningkatkan biaya
investasinya dan larinya coat recovery," paparnya.

Strategi kedua ialah mempercepat produksi di mana di dalamnya juga mengoptimalkan proses
perizinan.

"Khususnya potensi Pertamina dan wilayah kerja lain, bagaimana mengupayakan dan standar
proses perizinan yang dilakukan Kementerian sudah sangat optimum dan kami SKK mendorong
dan identifikasi potensi itu dan diskusi operator wilayah itu," terangnya.
Ketiga, SKK mendorong pemanfaatan teknologi enhanced oil recovery  (EOR) yakni metode yang
digunakan untuk mengangkat cadangan minyak pada suatu sumur yang selama ini tidak
diproduksi. Dengan EOR dan berbagai strategi lainnya diharapkan produksi minyak tembus 1 juta
barel per hari di 2030.

"Ketiga pemanfaatan EOR. Kami terus mendorong upaya implementasi EOR, gambarannya 2020
yang speed up  sudah harus berpengaruh percepatan menambahkan. Kalau decline  sudah kita
hindari, perkecil. Dan kami harap memang sudah sama saling tahu bahwa di 2023. Bahwa target 1
juta 2030-2033 kita bisa ke sana. Jadi EOR bisa pengaruh 2023," ungkapnya.
Kemudian ialah mendorong eksplorasi itu sendiri. Dwi mengatakan, dengan skema yang ada saat
ini sudah ada US$ 2,4 miliar dana tersedia untuk pengembangan cadangan.
"Terakhir adalah eksplorasi. Itu kami punya harapan, karena sekarang ada komitmen cadangan
pengembangan US$ 2,4 miliar yang di-spend untuk pengembangan dan saya kira ini sudah di atas
Rp 30 triliun untuk mengaktifkan kegiatan eksplorasi ke depan," tutupnya. 

Dari 128 cekungan di Indonesia, hanya 54 cekungan yang sudah dieksplorasi. "Dari 74 cekungan
belum tersentuh, ada potensi minyak 7,5 miliar barel. Jadi masih ada di dalam sana potensi sangat
besar," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi Sarahsehan Migas kedua ASPERMIGAS,
Kamis (10/10). Dwi mengatakan jika potensi cadangan minyak tersebut bisa diproduksi, maka
Indonesia bisa kembali ke masa keemasan produksi migas. Indonesia mulai mengalami penurunan
produksi migas sejak era 90-an. Di sisi lain dirinya juga memproyeksikan peningkatan produksi
migas dalam negeri akan membaik pada lima tahun mendatang. Pasalnya, pihaknya terus
berupaya untuk bisa menahan decline atau penurunan produksi secara alamiah dengan kegiatan
eksplorasi dan pemanfaatan teknologi lanjutan (enhanced oil recovery/EOR) secara masif.

"EOR kami harapkan bisa langsung berpangaruh pada 2023 dan kemudian eksplorasi," ujar Dwi.
(Baca: SKK Migas Prediksi Potensi Cadangan Gas Blok Mahakam Masih Ada 10 TCF) Selain EOR,
kegiatan eksplorasi sangat penting. Sebab, kegiatan eksplorasi Indonesia sudah tertinggal 10
tahun bila dibandingkan dengan negara lain. Baru pada 2017-2018, Indonesia kembali
menggiatkan kegiatan eksplorasi. Biarpun dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi masih
dihadapkan dengan berbagai tantangan.  "Rendahnya stimulasi investasi, cekungan mengalami
pergeseran ke timur ke laut dalam, sumur tua dan aturan tumpang tindih. Ini sederet tantangan
yang perlu kita hadapi," ujar Dwi. Dwi pun optimisitis berbagai upaya pemerintah bisa
menghasilkan cadangan migas baru yang bisa diproduksikan. Sehingga kejayaan migas Indonesia
bisa kembali diraih. Cadangan migas Indonesia memang terus turun dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data BP, cadangan minyak terbukti Indonesia menunjukkan tren penurunan.
Pada 1980, cadangan minyak Indonesia mencapai 11,6 miliar barel namun pada 2017 tinggal 3,17
miliar barel. Angka tersebut di bawah Malaysia (3,6 miliar barel) maupun Vietnam (4,4 miliar
barel).
Turunnya cadangan minyak tersebut  salah satunya disebabkan oleh berkurangnya aktivitas
eksplorasi , baik untuk offshore maupun onshore. Pada 2011, realisasi pengeboran sebanyak 79
sumur, namun pada 2017 tinggal 48 sumur. Investasi di sektor migas membutuhkan dana yang
sangat besar, terlebih lagi cadangan minyak nasional berada di lautan menjadi kendala eksplorasi.

Anda mungkin juga menyukai