Anda di halaman 1dari 13

DIMAS DWI CAHYO (221501006) INTERIOR NUSANTARA

INTERIOR
BANGUNAN
RUMAH TRADISI
YOGYAKARTA
PEMBAHASAN
Rumusan Masalah

Bagaimana kondisi sosial budaya yang Bagaimana kondisi sosial budaya yang
01 02
meliputi religi di wilayah Yogya meliputi kemasyarakatan di wilayah Yogya

03 Bagaimana kondisi sosial budaya yang 04 Apa jenis dan bentuk elemen serta makna
meliputi mata pencaharian di wilayah
simbolik interior rumah tradisional Jawa
Yogya
Tujuan

Mengetahui kondisi sosial budaya yang


01
meliputi religi di wilayah Yogya
Mengetahui kondisi sosial budaya yang
02
meliputi kemasyarakatan di wilayah Yogya

03 Mengetahui kondisi sosial budaya yang


meliputi mata pencaharian di wilayah
Yogya 04 Mengetahui jenis dan bentuk elemen serta
makna simbolik interior rumah tradisional
Jawa
Dapat lebih mengetahui kondisi sosial budaya
Dapat lebih mengetahui kondisi sosial 02 yang meliputi kemasyarakatan di wilayah
01
budaya yang meliputi religi di wilayah Yogya
Yogya

Manfaat

03 Dapat lebih mengetahui kondisi sosial budaya 04 Dapat lebih mengetahui jenis dan bentuk
yang meliputi mata pencaharian di wilayah elemen serta makna simbolik interior rumah
Yogya tradisional Jawa
Kondisi sosial budaya yang
meliputi religi di wilayah Yogya
Kata religi atau religion itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yang berasal dari kata relegere Masuknya agama Budha, Islam, Kristen
atau relegare. Kata relegare mempunyai pengertian dasar “berhati-hati”, dan berpegang pada Katholik ke Jawa membawa pengaruh
norma-norma atau aturan secara ketat. Dalam arti bahwa religi tersebut merupakan suatu perkembangan lebih lanjut ke keyakinan
keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma hidup yang harus dipegangi dan dijaga dengan penuh kepada monoteisme yakni Tuhan Yang
perhatian, agar jangan sampai menyimpang dan lepas. Kata dasar relegare, berarti “mengikat”, Maha Esa. Perkembangan tingkat demi
yang maksudnya adalah mengikatkan diri pada kekuatan gaib yang suci. tingkat sesuai perkembangan zaman tetap
I Made Titip menjelaskan bahwa di Jawa, Menurut Tri Prasetya Utomo, sampai dengan menggambarkan kehidupan religi
agama Islam tercatat sebagai agama yang hadirnya Islam di Nusantara, pengaruh kebudayaan masyarakat Jawa dari dulu hingga sekarang.
berkembang baik dan banyak pengikutnya. Hindu tidak pernah menghilang bekas-bekasnya
Hal yang perlu dipahami adalah Islam yang sama sekali. Atas dasar itulah Islam yang ada di Jawa Hal ini berkaitan dengan terbentuknya interior
sering dikelompokan menjadi dua, yakni Islam Santri rumah tradisi di Jawa, dimana para masyarakat
ada di Jawa berbeda dengan Islam yang ada
dan Islam Kejawen. Jawa yang masih memiliki keyakinan
di daerah lain. Hal ini disebabkan pengaruh
dari keyakinan yang sudah tertanam kuat Koentjaraningrat menyebutkan bahwa suku animisme/dinamisme biasanya memerlukan
sebelum kehadiran Islam di Jawa. Sebelum bangsa Jawa pada zaman purba mempunyai sarana tempat untuk melakukan sebuah ritual
Islam masuk di Jawa, Hindu sudah lebih dulu pandangan hidup animisme dan dinamisme, yakni atau upacara-upacara adat keagamaan.
masuk di Jawa. Sebelum Hindu dan Islam suatu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada Contohnya adalah kegiatan sesaji yang
masuk di Jawa masyarakat Jawa menganut semua benda-benda, tumbuhan-tumbuhan, hewan, dilakukan di rumah, yang berkaitan dengan
adanya animisme dan dinamisme, percaya dan manusia sendiri. Masuknya Hindu ke Jawa hasil sawah dimana memerlukan
adanya kekuatan pada benda-benda. membawa pandangan hidup manusia ke dalam wadah/tempat bernama petanen, yakni di
Kehadiran Hindu menanamkan kepercayaan dewa-dewa (politeisme) yang menguasai alam sentong/tengah rumah/dalem/rumah utama.
kepada kekuatan dewa-dewa. semesta.
M.J. Herskovits menyatakan, masyarakat adalah kelompok Kondisi sosial budaya yang meliputi
individu yang diorganisasikan, yang mengikuti satu cara
hidup tertentu. Sedangkan JL. Gillin dan J.P. Gillin kemasyarakatan di wilayah Yogya
mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia

terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan


perasaan persatuan yang sama. Jadi dapat di ambil
kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekelompok individu
yang sering bekerja sama dan telah lama berbaur, dari
semakin seringnya mereka berbaur dan beradaptasi maka
terbentuklah kelompok manusia yang terorganisir, itulah
yang disebut dengan masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat masyarakat Jawa terbentuk oleh


manusia yang memiliki sifat kegotong-royongan,
kekeluargaan, dan percaya adanya Tuhan. Kelompok terkecil
masyarakat Jawa adalah sebuah keluarga. Hidup Kemegahan masa lampau Jawa adalah ketika masa
kekeluargaan tersebut mewujudkan hidup bersama dalam kerajaan Mataram dan Majapahit. Perbedaan strata sosial
masyarakat yang paling kecil disebut masyarakat desa. dilatarbelakangi oleh adanya sistem pemerintahan pada
Beberapa desa tergabung dalam sebuah wilayah seperti masa kerajaan tersebut, perbedaan tersebut terlihat dari
wilayah Surakarta atau Yogya. Masing-masing memiliki norma adanya bentuk rumah, pemakaian bahasa, pakaian,
hidup berlandaskan pada asas gotong-royong sehingga pemakaian ornamen hias dan sebagainya. Karena hal itu
membentuk suatu masyarakat kekeluargaan yang disebut maka semua masyarakat harus tunduk pada pranatan
masyarakat daerah. yang sudah disepakati.
Kondisi sosial budaya yang meliputi mata pencaharian di wilayah Yogya

Mata pencaharian pada masyarakat, Di masing-masing daerah di Indonesia memiliki banyak


sangat berkaitan erat dengan keberagaman, ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan,
terbentuknya rumah tradisional khas maka kondisi bangunan dan interior rumahnya yang dekat
daerah masing-masing, dimana
dengan bibir pantai akan menyesuaikan dengan profesi ia
biasanya mata pencaharian akan
sebagai nelayan, yaitu dengan membuat rumahnya lebih tinggi
mempengaruhi kondisi dari arsitektur
dari permukaan tanah/laut.
dan juga interior tiap rumah tradisional
daerahnya. Misalnya pada masyarakat
Di Yogyakarta pada zaman kerajaan Hindu Budha
yang bermatapencaharian sebagai
petani, maka bangunan dan interior
masyarakatnya banyak yang bermata pencaharian sebagai
rumah petani tersebut akan nelayan, dimana banyak yang berlayar ke laut bebas, dan
menyesuaikan dengan kebutuhannya juga ada yang bekerja di daerah pesisir pantai sebagai
sebagai petani. tukang satang/tambang.
Di Indonesia memiliki banyak keberagaman daerah yang berbeda, Bahkan keberagaman
dengan ciri khasnya masing-masing. Contohnya adalah ngaben pada bangunan rumah tradisi
adat suku Bali, ngaben yaitu dimana ketika salah satu anggota di setiap daerah di
keluarga meninggal dunia, dimana jasadnya nanti akan di bakar Indonesia juga memiliki
sebagai tanda bahwa keluarga yang di tinggalkan merasa ikhlas banyak jenis, contohnya
akan kepergiannya. di Yogyakarta yang
memiliki banyak jenis
Jenis dan bentuk elemen serta makna simbolik rumah khas Yogyakarta,
interior rumah tradisional Jawa yaitu rumah bentuk
Joglo, bentuk Limasan,
Keberagaman di Indonesia tidak hanya pada upacara atau ritual bentuk Kampung,
keagamaan saja, namun dalam sisi arsitektur dan interior bangunan rumah bentuk Tajug dan
juga memiliki keberagaman dan perbedaan di masing-masing daerah, Masjid, bentuk
menyesuaikan dengan kondisi di setiap daerahnya. Contohnya rumah Panggang-Pe, di setiap
Hanoi di Papua, dimana memiliki atap rumah yang kerucut tumpul jenis rumah memiliki
bertujuan untuk mengurangi hawa dingin dan agar ketika hujan turun air makna dan fungsinya
tidak langsung membasahi dinding dan dalam rumah. masing-masing.
Jenis-jenis dan
bentuk rumah
tradisi
Yogyakarta
Selanjutnya
Rumah Joglo
Rumah Yogyakarta jenis ini merupakan
bangunan Rumah Tradisional Jawa yang
memiliki bentul yang kompleks.
Dasarnya rumah Joglo ini memiliki
denah segi empat dan hanya
bertiangang empat disebut saka guru’.

Rumah ini sering digunakan sebagai


ruang pertemuan, dan rumah Joglo
adalah rumah yang memiliki struktur
Rumah Joglo memiliki atap yang menjulang tinggi
yang paling lengkap diantara rumah
pada bagian tengahnya yang disebut atap Brunjung’.
tradisi Yogyakarta lainnya. Rumah Joglo
Dan atap ini ditopang oleh 4 tiang yang dinamkan
merupakan bangunan yang memiliki
saka guru’. Atap ‘Brunjung’ pada Rumah Joglo
denah ruang yang luas. Rumah ini biasa
memiliki bentuk yang sama pada dua sisi yang saling
digunakan sebagai ‘Pendapa’ yang
berhadapan, namun pada sisi depan-belakang
berfungsi sebagai ruang pertemuan dan
tempat bermusyawarah.
memiliki bentuk yang berbeda dengan sisi kanan-kiri
Rumah Bentuk Limasan
Rumah Limasan memiliki bentuk yang mirip dengan rumah Joglo,
yang mempunyai denah segiempat dan memiliki empat buah tiang.
Seiring dengan berkembanganya waktu, bertambah pula jumlah
tiang rumah Limasan, sehingga rumah Limasan menjadi lebih
kompleks.

Dalam perkembangannya rumah Limasan berkembang ke arah 4 sisi, kearah


dua sisi kanan dan kiri serta kearah kanan saja atau kiri saja. Pada bagian
atap, rumah Limasan memiliki atap yang berbentuk tunggal dan juga memiliki
atap bergandengan. Bentuk atap rumah Limas memiliki persamaan dengan
rumah Joglo, namun terdapat beberapa perbedaan, diantaranya;
kemiringingannya lebih landai, tidak semua atap rumah Limasan memiliki atap
yang berunjung. Dilihat dari fungsinya, rumah Limasan memiliki fungsi sebagai
bangunan utama (Griya Ageng/Dalem).

Rumah Limasan memiliki bentuk selasar (Emper) yakni bentuk selasar pada
suatu sisi bangunan atau pada dua sisi bangunannya saja. Kemudian jika
dilihat dari sudut pandang sosial budaya masyarakatnya, rumah Limasan
berada pada strata sosial lebih tinggi dari Rumah Kampung, namun lebih
rendah dari rumah Joglo.
RUMAH BENTUK
KAMPUNG

Rumah bentuk kampung memiliki fungsi sebagai Rumah Kampung memiliki bentuk atap yang sederhana,
rumah tinggal, akan tetapi struktur rumah tradisional yang mana rumah ini memiliki perkembangan yang
rumah bentuk kampung ini ada banyak jenisnya menyesuaikan dengan kebutuhan serta fungsinya,
menyesuaikan dengan fungsi dan kegunaannya sehingga terdapat kombinasi antara atap Rumah
masing-masing. Pada bentuknya rumah Kampung Kampung dengan Rumah Limasan. Rumah kampung
memiliki kesamaan dengan Rumah Limasan, yang berkembang pada umumnya bagi masyarakat pedesaan,
oleh karena itu bentuk rumah ini bisa dikatakan
memiliki bentuk segiempat kearah satu sisi atau dua
sederhana.
sisi.
Jenis dan bentuk bangunan interior rumah tradisi pada setiap daerah di Indonesia sangat

KESIMPULAN
berpengaruh terhadap berbagai aspek, salah satunya adalah aspek sosial budaya yang
sangat berkaitan erat dengan perkembangan pembangunan arsitektural dan interior
rumah tradisional. Hal tersebut yang bisa menjadi dasar dari terbentuknya ciri khas
rumah tradisional setiap daerah masing-masing.
Jika kita lihat dari aspek religi, rumah tradisional Yogyakarta mempunyai kaitan yang
sangat erat bagi bidang arsitektural dan interior bangunan, dimana pada zaman kerajaan
Hindu Budha, bagian Pendopo rumah joglo sering digunakan untuk upacara dan ritual
keagamaan para bangsawan. Sehingga itulah yang menjadi dasar mengapa rumah Joglo
mempunyai tempat luas yaitu Pendopo.

Kemudian ditinjau dari aspek kemasyarakatan, rumah Joglo memiliki bentuk rumah yang
berciri khas dikarenakan adanya perbedaan strata sosial di kalangan bangsawan dan
masyarakat, apabila masyarakat biasa maka rumah yang mereka miliki rumah joglo jenis
biasa saja/bentuk Kampung, sedangkan kalangan bangsawan memiliki rumah jenis Joglo
atau Limasan atau juga keraton.
Selain dilihat dari aspek kemasyarakatan dan juga aspek religi, rumah tradisional Yogya
juga dapat dilihat dari adanya aspek matapencaharian, dimana didaerah Yogyakarta
banyak masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan di laut bebas, dan juga
bermata pencaharian sebagai tukang satang/tambang.

Dari ketiga aspek tersebut dapat kita lihat bahwa bentuk rumah tradisional khas
Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh adanya aspek budaya baik dalam aspek
matapencaharian, religi, dan kemasyarakatan. Ketiga hal tersebut yang membuat
arsitektural dan interior rumah tradisional Yogyakarta menjadi seperti ini hingga
sekarang.

Anda mungkin juga menyukai