Anda di halaman 1dari 153

MODUL PEMBELAJARAN

ETOS KERJA

Penyusun :

DEWI RATNA SARI, S.E., M.M.

DIPLOMA 3 KOMUNIKASI PENERBANGAN


POLITEKNIK PENERBANGAN SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................... i
BAB I PENGERTIAN ETOS KERJA
A. Etika ....................................................................................................................... 1
B. Etos Kerja .............................................................................................................. 5
C. Budaya Kerja ......................................................................................................... 9
D. Budaya Berani Ambil Resiko .................................................................................. 14

BAB II FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA


A. Etos Kerja Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor......................................................... 17
B. Indikator-Indikator Etos kerja ................................................................................. 20
C. Semboyan Manusia terhadap Etos Kerja ................................................................ 20
D. Membangun Lingkungan yang Sehat, Tanggung Jawab, Beretika, dan Disiplin ....... 21
E. Tanggung Jawab dan Integritas ............................................................................. 28
F. Aktualisasi diri........................................................................................................ 33

BAB III KEPEMIMPINAN


A. Pengertian Kepemimpinan ..................................................................................... 39
B. Hakikat Kepemimpinan ......................................................................................... 40
C. Tipe-Tipe Kepemimpinan ....................................................................................... 40
D. Teori-Teori Kepemimpinan ..................................................................................... 41
E. Fungsi dan Peranan Pemimpin dalam Kelompok .................................................... 43
F. Pengembangan Perilaku dan Keanggotaan dalam Tim ........................................... 44
G. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Etos Kerja ....................................................... 47
H. Kerjasama dalam Tim ............................................................................................. 58

BAB IV ASPEK ETOS KERJA


A. Membangun Sikap Dan Etos Kerja .......................................................................... 68

BAB V TANTANGAN BUDAYA GLOBAL


A. Human Factors ....................................................................................................... 74

DRSEK-2020 II
BAB VI ETIKA KERJA
A. Menumbuhkan Etika Kerja yang Berkarakter .......................................................... 84
B. Lingkungan Kerja ................................................................................................... 86

BAB VII MOTIVASI KERJA


A. Dimensi Motivasi/Teori Motivasi ............................................................................ 93
B. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Performance ......................................... 101

BAB VIII PRODUKTIVITAS KERJA


A. Sumber-Sumber/Faktor-Faktor Indicator................................................................ 106
B. Etos Kerja Organisasi .............................................................................................. 108

BAB IX BUDAYA ORGANISASI


A. Pengaruh Internal dan Eksternal Organisasi ........................................................... 117
B. Tingkatkan Budaya Organisasi ............................................................................... 121
A. Nilai Budaya yang Menyertai ................................................................................. 122
B. Asumsi-Asumsi Dasar Budaya Organisasi ............................................................... 126

BAB X INTERPERSONAL SKILL


A. Good Communication ............................................................................................ 135
B. Soft Skill ................................................................................................................. 138
C. Intrapersonal Skill .................................................................................................. 140

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 144

DRSEK-2020 III
BAB I
PENGERTIAN ETOS KERJA

Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti
usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Etos berasal dari bahasa Yunani
(etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat . Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian
luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual
dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. (Dr.Abdul
Aziz.Al Khayyath,1994 : 13) berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa
semua usaha manusia baik yang dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan adalah
termasuk ke dalam kerja. Contohnya, beribadah, berdoa, belajar, berolah raga, bekerja,
bertani, dan berdagang.

A. Etika
1. Pengertian Etika
Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman
dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan
buruk.
Ada juga yang menyebutkan pengertian etika adalah suatu ilmu tentang
kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang
menyangkut prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata
lain, etika adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam
berperilaku di masyarakat.
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika
memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan
perbuatannya.
Agar kita lebih memahami apa arti etika, maka kita dapat merujuk pada
pendapat para ahli. Berikut ini adalah pengertian etika menurut para ahli:
a. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu
ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan
manusia.
b. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki
terhadap suatu perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan
perbuatan manusia sejauh apa yang diketahui oleh akan serta pikiran
manusia.

DRSEK-2020 1
c. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral yang
menjadi suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara individual atau
kelompok dalam mengatur semua tingkah lakunya.
d. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku
manusia di dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral.
Etika lebih mengarah ke penggunaan akal budi dengan objektivitas guna
menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap
lainnya.
e. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah cabang ilmu
filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat
menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya.
f. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan tentang
suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan
buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

2. Ciri-Ciri Etika
Terdapat beberapa karakteristik etika yang membedakannya dengan norma
lainnya. Adapun ciri-ciri etika adalah sebagai berikut:
a. Etika tetap berlaku meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan.
b. Etika sifatnya absolut atau mutlak.

c. Dalam etika terdapat cara pandang dari sisi batiniah manusia.


d. Etika sangat berkaitan dengan perbuatan atau perilaku manusia.
Dengan mengetahui ciri-ciri etika ini maka kita dapat membedakannya
dengan jenis norma yang lainnya.

3. Jenis-Jenis Etika
Secara umum etika dapat di bagi menjadi dua jenis. Mengacu pada
pengertian etika di atas, beberapa jenisnya adalah sebagai berikut:
a. Etika Filosofis
Pengertian etika filosofis adalah suatu etika yang bersumber dari
aktivitas berpikir yang dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, etika
merupakan bagian dari filsafat. Berbicara tentang filsafat maka kita perlu
mengetahui sifat dari etika tersebut, yaitu;
 Empiris, yaitu cabang filsafat yang membahas sesuatu yang ada atau
konkret. Misalnya filsafat hukum yang mempelajari mengenai hukum.
 Non Empiris, yaitu filsafat yang berusaha melampaui hal konkret dengan
seolah-olah menanyakan sesuatu yang ada di balik semua gejala konkret.

DRSEK-2020 2
b. Etika Teologis
Pada dasarnya etika teologis terdapat pada setiap agama. Etika teologis
ini adalah bagian dari etika secara umum karena mengandung berbagai unsur
etika umum dan dapat dimengerti jika memahami etika secara umum.
Misalnya dalam agama Kristen, etika teologis merupakan etika yang
bersumber dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta
melihat kesusilaan bersumber dari kepercayaan terhadap Allah atau Yang
Ilahi.
Dalam sejarah manusia, terdapat perdebatan antar manusia mengenai
posisi etika teologis dan etika filosofis di dalam ranah etika. Ada tiga pernyataan
yang paling menonjol dalam menanggapi perdebatan tersebut, yaitu:
a. Revisionisme
Pernyataan mengenai Revisionisme berasal dari Augustinus (354 – 430)
dimana ia menyebutkan bahwa etika teologis memiliki tugas untuk merevisi
yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
b. Sintesis
Tanggapan mengenai sintesis dinyatakan oleh Thomas Aquinas (1225 – 1274)
dimana ia menyintesiskan etika teologis dengan etika filosofis. Hasil sintesis
tersebut adalah suatu entitas baru dimana etika filosofis dan etika teologis
tetap mempertahankan identitasnya masing-masing.
c. Diaparalelisme
Tanggapan ini dikemukakan oleh F.E.D Schleiermacher (1768 – 1834) dimana
ia mengatakan bahwa etika filosofis dan etika teologis merupakan gejala-
gejala yang sejajar. Dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang
selalu berjalan berdampingan.

4. Pengertian Etika Profesi


Apa yang dimaksud dengan etika profesi (professional ethics)? Secara
umum, pengertian etika profesi adalah suatu sikap etis yang dimiliki seorang
profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengembang tugasnya
serta menerapkan norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi)
dalam kehidupan manusia.
Etika profesi atau kode etik profesi sangat berhubungan dengan bidang
pekerjaan tertentu yang berhubungan langsung dengan masyarakat atau
konsumen. Konsep etika tersebut harus disepakati bersama oleh pihak-pihak
yang berada di lingkup kerja tertentu, misalnya; dokter, jurnalistik dan pers, guru,
engineering (rekayasa), ilmuwan, dan profesi lainnya.
Kode etik profesi ini berperan sebagai sistem norma, nilai, dan aturan
profesional secara tertulis yang dengan tegas menyatakan apa yang benar/ baik,
dan apa yang tidak benar/ tidak baik bagi seorang profesional. Dengan kata lain,
kode etik profesi dibuat agar seorang profesional bertindak sesuai dengan aturan
dan menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi.

DRSEK-2020 3
Agar kita lebih memahami apa itu etika profesi, maka kita dapat merujuk
pada pendapat para ahli berikut ini:
a. Anang Usman, SH., MSi
Menurut Anang Usman, SH., MSi, etika profesi adalah sikap hidup
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan
keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban
masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang
membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama
b. Siti Rahayu
Menurut Siti Rahayu (2010), pengertian etika profesi adalah kode etik
untuk profesi tertentu dan karenanya harus dimengerti selayaknya, bukan
sebagai etika absolut.
c. Kaiser
Menurut Kaiser (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7), pengertian etika profesi
adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan
professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.

5. Prinsip Dasar Etika Profesi


Terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan dalam pelaksanaan
kode etik profesi. Adapaun prinsip-prinsip etika profesi adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Tanggung Jawab
Setiap profesional harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
suatu pekerjaan dan juga terhadap hasilnya. Selain itu, profesional juga
memiliki tanggungjawab terhadap dampak yang mungkin terjadi dari
profesinya bagi kehidupan orang lain atau masyarakat umum.
b. Prinsip Keadilan
Pada prinsip ini, setiap profesional dituntut untuk mengedepankan
keadilan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam hal ini, keadilan harus
diberikan kepada siapa saja yang berhak.
c. Prinsip Otonomi
Setiap profesional memiliki wewenang dan kebebasan dalam
menjalankan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Artinya, seorang
profesional memiliki hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dengan mempertimbangkan kode etik profesi.
d. Prinsip Integritas Moral
Integritas moral adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral dalam diri
seseorang yang dilakukan secara konsisten dalam menjalankan profesinya.
Artinya, seorang profesional harus memiliki komitmen pribadi untuk menjaga
kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.

DRSEK-2020 4
6. Fungsi dan Tujuan Etika Profesi
Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu
pada hal tersebut, maka fungsi dan tujuan etika profesi adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Kode Etik Profesi
 Sebagai pedoman bagi semua anggota suatu profesi tentang prinsip
profesionalitas yang ditetapkan.
 Sebagai alat kontrol sosial bagi masyarakat umum terhadap suatu profesi
tertentu.
 Sebagai sarana untuk mencegah campur tangan dari pihak lain di luar
organisasi, terkait hubungan etika dalam keanggotaan suatu profesi.
b. Tujuan Kode Etik Profesi
 Untuk menjungjung tinggi martabat suatu profesi.
 Untuk menjaga dan mengelola kesejahteraan anggota profesi.
 Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
 Untuk membantu meningkatakan mutu suatu profesi.
 Untuk meningkatkan pelayanan suatu profesi di atas keuntungan pribadi.
 Untuk menentukan standar baku bagi suatu profesi.
 Untuk meningkatkan kualitas organisasi menjadi lebih profesional dan
terjalin dengan erat.

B. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Adapun pengertian kerja secara khusus, yakni yang biasa dipakai dalam
dunia ketenagakerjaan dewasa ini, adalah setiap potensi yang dikeluarkan
manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya, berupa makanan, pakaian tempat
tinggal, dan peningkatan taraf hidup. (Dr. Abdul Azis, Al Khayyath,1994 : 22) Dari
pengertian kerja khusus tersebut, yang dimaksud dengan kerja hanyalah usaha-
usaha untuk kepentingan duniawi semata. Contohnya, bertani, berdagang, dan
mengolah kekayaan alam.
Berikut ini adalah definisi etos kerja dari para ahli :
a. Max Weber (1905)
Perilaku kerja yang etis dan menjadi kebiasaan kerja yang
berporos pada etika.
b. Nurcholis Madjid (2000)
Karakteristik dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan dan
seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau
sekelompok manusia.

DRSEK-2020 5
c. Panji Anoraga (2001)
Pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja,
oleh karena itu menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai
kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan atau
motivasi.
d. Toto Tasmara (2002)
Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal
yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya
dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan
baik.
e. Sinamo (2005)
Seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan
fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang
integral.
Dari paparan di atas, dapat kita peroleh simpulan bahwa etos merupakan
seperangkat pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara
mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan
cara berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta
keyakinan yang sama.

2. Ciri - ciri Etos Kerja


Lalu bagaimana caranya mengidentifikasi seseorang yang memiliki etos
kerja dan yang tidak?Mudah sekali karena dapat tercermin dari sikap dan tingkah
laku seseorang dalam bekerja.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja:

a. Bekerja Tak Kenal Waktu


Salah satu nilai utama dari etos kerja adalah bagaimana seseorang
menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dalam
bekerja, orang yang memiliki etos kerja seringkali tidak sadar waktu. Mereka
ketagihan bekerja hingga merasa 24 jam dalam sehari masih belum cukup.

b. Ikhlas dalam Bekerja


Poin ini adalah salah satu kompetensi moral seorang pekerja yang
mudah diidentifikasi oleh orang lain. Seseorang dengan etos kerja tinggi
melakukan pekerjaannya dengan ikhlas.
Ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan
tanpa ikatan. Sikap ini bukan hanya output dari cara dirinya melayani,
melainkan juga input yang membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap
yang bersih.

DRSEK-2020 6
c. Memiliki Kejujuran
Pekerja yang memiliki etos kerja tentu akan bekerja dengan jujur dan
tidak manipulatif. Kejujuran tidak bisa dipaksakan, melainkan sebuah
panggilan dari dalam hati nurani masing-masing orang.

d. Memiliki Komitmen
Komitmen adalah keyakinan yang membuat seseorang sedemikian
kukuhnya sehingga dirinya bergerak menuju arah tertentu yang diyakininya.
Jika seseorang berkomitmen, tentu dirinya memiliki tekad dan
keyakinan pada apa yang dikerjakannya sehingga melahirkan sikap kerja yang
penuh gairah.

e. Memiliki Pendirian yang Kuat


Konsisten adalah suatu kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang
menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip walau harus berhadapan
dengan risiko yang membahayakan dirinya. Pendiriannya pun tidak akan bisa
ditukar oleh apapun.

f. Disiplin
Disiplin merupakan ketaatan pada aturan dan tata tertib. Sikap ini
muncul atas kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mematuhi semua
peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Poin ini dapat
dilihat dari bagaimana seseorang menghadapi aturan yang berlaku di
perusahaannya.

g. Bertanggung Jawab
Tanggung jawab berarti memikul semua kewajiban dan beban pekerjaan
sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan. Pekerjaan bisa dianggap
sebagai titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral
kita harus bekerja dengan sebaik-baiknya.

3. Cara Menumbuhkan Etos Kerja


Etos kerja kerap disalahartikan sebagai suatu nilai yang hanya berdasarkan
pada kerja keras dan ketekunan seseorang dalam bekerja. Padahal, etos kerja
meliputi berbagai hal lain yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya, tidak sebatas hanya bekerja keras.
Tidak benar bahwa bekerja berlebihan akan meningkatkan produktivitas.
Hal yang paling penting adalah bekerja dengan pintar demi meningkatkan kualitas
produktivitas itu sendiri sehingga memperoleh hasil yang berkualitas pula.
Sebelum memasuki dunia kerja, ada baiknya Anda para mahasiswa tingkat
akhir serta fresh graduate mengetahui bagaimana cara menumbuhkan etos kerja
dalam diri Anda.

DRSEK-2020 7
Di bawah ini adalah 8 prinsip dan pola pikir yang bisa menumbuhkan etos
kerja dalam diri Anda menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui bukunya 8 Etos
Kerja Profesional:

a. Kerja Adalah Rahmat


“Aku bekerja tulus penuh rasa syukur”
Apapun pekerjaan kita, baik itu PNS, pedagang, maupun buruh kasar itu
adalah rahmat dari Tuhan. Kita harus menerima anugerah tersebut tanpa
banyak mengeluh. Jadi lakukanlah pekerjaan yang telah disediakan bagi kita
dengan penuh rasa syukur dan ikhlas.

b. Kerja Adalah Amanah


“Aku bekerja penuh tanggung jawab”
Bekerja merupakan sebuah amanah yang dititipkan dan dipercayakan
kepada kita. Untuk itu, kita harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh
sesuatu yang telah menjadi tanggung jawab kita. Adanya rasa bertanggung
jawab akan menumbuhkan kehendak kuat dalam diri kita untuk menjalankan
tugas dengan sebaik-baiknya.

c. Kerja Adalah Panggilan


“Aku bekerja tuntas penuh integritas”
Kerja adalah panggilan suci yang berkaitan dengan kebenaran, kebaikan,
dan keadilan.Kita harus melakukan pekerjaan dengan penuh keadilan dan
kebaikan.
d. Kerja Adalah Aktualisasi
“Aku bekerja keras penuh semangat”
Kerja adalah aktualisasi diri, yang harus dipercayai sebagai saluran untuk
mengembangkan potensi dan mengubah potensi menjadi relasi. Kerja juga
merupakan saluran bagi kita untuk mengaktualisasikan diri pada tanggung
jawab.

e. Kerja Adalah Ibadah


“Aku bekerja serius penuh kecintaan”
Apapun kepercayaan dan agama kita, pekerjaan yang sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku, serta memberi manfaat pada orang banyak
adalah ibadah. Hal ini yang dapat membuat kita mencintai pekerjaan kita,
bukan sekadar mencari uang atau jabatan.

f. Kerja Adalah Seni


“Aku bekerja cerdas penuh kreativitas”
Pekerjaan adalah sebuah bidang untuk kita menyalurkan kreativitas kita.
Dalam bekerja, kita berinovasi dan melakukan perbaikan untuk selalu
berkembang. Apapun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, adalah

DRSEK-2020 8
bentuk dari seni. Untuk itu, kita harus memandang pekerjaan kita sebagai seni
dan hobi agar kita bisa bekerja dengan perasaan senang.

g. Kerja Adalah Kehormatan


“Aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan”
Kehormatan sama halnya dengan harga diri. Jika kita meremehkan
pekerjaan kita sendiri maka kita telah menjatuhkan harga diri kita. Maka dari
itu, seremeh dan serendah apapun pekerjaan kita anggap itu sebagai sebuah
kehormatan besar.

h. Kerja Adalah Pelayanan


“Aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati”
Orang yang melayani adalah orang yang mulia. Dengan bekerja untuk
memberikan manfaat bagi orang lain, kita menjadi orang mulia.

Bawa Kepositifan di Tempat Kerja Anda. Tanamkan etos kerja pada diri
Anda sebelum melangkah ke dunia kerja. Etos kerja yang baik akan menjadi energi
produktif yang nantinya menghasilkan produktivitas. Dengan memiliki etos kerja,
tentu Anda akan menciptakan iklim kerja yang positif, dan Anda bisa jadi karyawan
kebanggaan para atasan.

C. Budaya Kerja
1. Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa
sansekerta ‘budhayah’ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan
merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa
tersebut”.
Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti
Koentraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan
dan hasil kelakukan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatnya
dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.

2. Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang
dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku,
cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerjaatau
bekerja. (Gering, Supriyadi dan Triguno,2001: 7).
Pada buku “Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara”, yang
diterbitkan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (2002: 15),

DRSEK-2020 9
budaya kerja diartikan secara bervariasi dengan maksud yang sama. Beberapa
pengertian dibawah ini disajikan budaya kerja yang terdapat dalam keputusan
tersebut.
Budaya kerja adalah cara pandang seseorang dalam memberi makna
terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja merupakan cara pandang
seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang
dimiliki, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang
diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk
mewujudkan prestasi terbaik.
Dalam buku “Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama” yang
ditebitkan oleh Departemen Agama RI Inspektorat Jendral (2009: 23) yang
berhubungan dengan pengertian diatas menjelaskan bahwa secara sederhana,
budaya kerja dapat juga berarti cara pandang atau cara seseorang memberikan
makna terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja aparatur Negara dapat
dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan
yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang
tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.
Secara praktis dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur
Negara (2002 : 13) dapat dikatakan bahwa budaya kerja mengandung beberapa
pengertian, yaitu :
a) Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya termasuk segala
instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang digunakannya.
b) Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya yang
melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi sikap dan
tingkah laku dalam bekerja.
c) Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan,serta
proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalan cara
berinteraksi social atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan
kerja tertentu.
d) Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling
ketergantungan (interdepensi), baik sosial maupun lingkungan sosial.
Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara
keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun
budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta
berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru
yang lebih baik.
Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah
kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi,
pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari
pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut

DRSEK-2020 10
merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan
untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi, 2003).
Seminar KORPRI pada November (2001: 7) dalam buku Budaya Kerja
Organisasi Pemerintahan, berkesimpulan bahwa:
a) Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat
melekat denganidentitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam
pembangunan.
b) Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi
penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa.
c) Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya,
terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-
tingginya.
Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan
berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi
kebiasaan dalam pelaksanaan pekerja

3. Terbentuknya Budaya Kerja


Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang
dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan
bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan
sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang
lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun
budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi
mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan
setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena
setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya
masing-masing.
Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-
pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian
diikuti para bawahannya. Terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran
pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara
pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri
apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

4. Unsur–Unsur Budaya Kerja


Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang
akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya
menghadapi tantangan baru.

DRSEK-2020 11
Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan
dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan
semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-
teknik pendukung.Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang,
karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu
untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.

Komponen-komponen budaya kerja yaitu (Ndraha, 2005: 209)


a) Anggapan dasar tentang kerja
Pendirian atau anggapan dasar atau kepercayaan dasar tentang kerja,
terbentuknya melalui konstruksi pemikiran silogistik. Premisnya adalah
pengalaman hidup empiric, dan kesimpulan.
b) Sikap terhadap pekerjaan
Manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap kerja. Sikap adalah
kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu berkisar antara
menerima sepenuhnya atau menolak sekeras-kerasnya.
c) Perilaku ketika bekerja
Dan sikap terhadap bekerja, lahir perilaku ketika bekerja. Perilaku
menunjukkan bagaimana seseorang bekerja.
d) Lingkungan kerja dan alat kerja
Dalam lingkungan, manusia membangun lingkungan kerja yang nyaman dan
menggunakan alat (teknologi) agar ia bekerja efektif, efisien danproduktif.
e) Etos kerja
Istilah ethos diartikan sebagai watak atau semangat fundamental budaya,
berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau perilaku
suatu kelompok masyarakat. Jadi etos berkaitan erat dengan budaya kerja.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam


upaya untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang
lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan
bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu
sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang
mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi.

DRSEK-2020 12
5. Elemen Pembentuk Budaya Kerja
Budaya kerja sendiri tersusun dari beberapa elemen. Adapun Cakupan
elemen setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:
a) Disiplin
Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di
dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja,
berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
b) Keterbukaan
Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan
kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
c) Saling menghargai
Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan
tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
d) Kerjasama
Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada
mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai
inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap
tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi
keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala
sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar).
Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan
komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal
maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling
menghargai.
Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan
semakin baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling
koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan
manajemen, mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta
saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam
rangka membentuk budaya kerja.

DRSEK-2020 13
6. Prinsip Dari Terbentuknya Budaya Kerja
Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan
sumber daya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau
mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan
suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu keyakinan dan
komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja
berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif
atau produktif dan efisien.
Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya
manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain
secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah
komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam
kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

7. Pembentukan Budaya Kerja dengan Membiasakannya Berkualitas


Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara
kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang
ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya
dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai
ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain itu,
jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai
prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan
efisien.

D. Budaya Berani Ambil Resiko


Risiko adalah tolak ukur seseorang. Orang yang berani mengambil risiko adalah
mereka yang berusaha untuk menjaga semangat dalam dirinya ketika melalui
langkah-langkah dan menikmati hasil usahanya. Artinya, orang berhasil bukan
sekadar karena melalui langkah-langkah pencapainnya, tapi juga siap menerima
risiko yang ditimbulkannya. Merekalah orang sukses yang sesungguhnya.
Hidup dalam budaya yang berfokus pada resiko ini penuh dengan upaya
menekan risiko tinggi, tapi dengan umpan balik yang lambat. Lambat di sini diartikan
bahwa investasi perusahaan bersifat jangka panjang.
Jenis usaha yang tergolong Budaya “Bertaruh” antara lain industri padat modal
seperti Cincinnati Milacron atau Caterpilar Tractor, perusahaan pertambangan dan
peleburan logam, perus ahaan bersistem luas, perusahaan perminyakan, bank
investasi seperti Morgan Stanley dan First Boston, perusahaan arsitektur, perusahaan
perancang komputer, dan sejumlah perusahaan asuransi. Termasuk juga dalam
kategori ini Angkatan Darat dan Laut yang menghabiskan milyaran dollar untuk
persiapan menghadapi perang, yang efltah kapaft bakal terjadi.

DRSEK-2020 14
Pentingnya membuat keputusan yang tepat menimbulkan sense melihat jauh
ke depan. Perusahaan menghitung waktu dalam bulan dan tahun, bukan dalam hari
atau minggu. Jika dalam rapat ada yang belum terjawab, maka rapat ditunda untuk
mencari jawabannya.
Ritual utama budaya ini adalah rapat bisnis. Yang unik, meskipun seluruh level
organisasi hadir dalam rapat, tempat duduk diatur berdasarkan jabatan, dan hanya
para senior yang boleh berbicara. Sedang pengambilan keputusan dilakukan
pimpinan.
Budaya Perusahaan seperti ini telah menghasilkan berbagai penemuan
berkualitas tinggi dan terobosan ilmiah yang bermanfaat. Karena perspektif yang
berjangka panjang, perusahaan berbudaya ini sangat rentan terhadap fluktuasi
ekonomi jangka pendek dan problem cash flow. Terlepas dari hal tersebut, mungkin
perusahaan-perusahaan seperti ini yang kita butuhkan. Walaupun pelan, toh
semuanya dilakukan dengan perencanaan yang matang.
Ya, untuk meraih sukses, seseorang perlu keberanian untuk mengambil suatu
kesempatan yang berisiko. Coba bayangkan ketika Anda menginginkan suatu benda
di dalam ruang tertutup dengan kunci baja di sebelah rumah Anda. Jika Anda hanya
berdiam diri, apakah Anda akan mendapatkannya? Jelas, tidak kan? Namun, kalau
Anda keluar rumah, lalu menyeberang jalan yang ramai—meski risiko ditabrak mobil,
motor dan semacamnya—kesempatan Anda untuk memiliki benda tersebut jelas
ada.
Pada ilustrasi di atas mungkin Anda pernah mendengar istilah risiko yang
diperhitungkan—calculated risk. Artinya, memang Anda punya risiko untuk bertabrak
mobil dan motor ketika menyeberang jalan, tapi memang sudah sepantasnya Anda
melihat ke kiri dan ke kanan sebelum menyeberang sehingga persentase tertabrak
mobil pun akan menjadi lebih kecil.
Dalam dunia usaha atau profesi apa pun, sayangnya, tak sedikit orang yang
berani mengambil risiko, tetapi bukan risiko yang diperhitungkan sebelumnya. Bukan
risiko yang benar-benar risiko. Risiko yang mereka perhitungkan justru yang tidak
membutuhkan tenaga dan pengorbanan apa-apa. Orang sering menyebutnya sebagai
risiko cemeng.
Sementara itu, di satu sisi, ada juga orang yang tidak berani mengambil risiko
sama sekali. Mereka memilih untuk tinggal di rumah dan hanya terus membayangkan
benda yang mereka inginkan di toko seberang rumahnya tadi. Mereka itulah orang-
orang yang tidak akan pernah maju. Seperti layaknya seorang yang berjalan di
tempat, orang tipe seperti itu tidak akan pernah mencapai tujuan yang
diinginkannya.
Meraih kesuksesan adalah impian semua orang. Bagi mereka yang benar-benar
menginginkannya akan bersungguh-sungguh menjalani prosesnya. Mereka berani
mengambil risiko, walaupun risiko tersebut sangat menantang kehidupannya. Tentu
saja, risiko yang dimaksud bukanlah risiko ringan saja, tapi juga risiko berat.

DRSEK-2020 15
Namun bagi mereka yang hanya menghayal, mereka menginginkan sesuatu tapi
prosesnya mereka lalui dengan santai alias tanpa melakukan pekerjaan atau melalui
langkah-langkah kecil sekalipun. Mereka terlalu cepat takut mengambil risiko bahkan
tidak ingin menghadapi risiko apapun.
Figur panutan. Figur panutan dalam budaya ini memiliki karakter dan
kepercayaan diri yang kuat. Mereka memiliki sikap tegas seperti Budaya Macho, tapi
memiliki stamina untuk menghadapi ketidak menentuan jangka panjang, baik dengan
sedikit umpan balik maupun tanpa umpan balik sama sekali. Mengambil keputusan
butuh waktu yang lama, dan sekali melakukan, pemikiran sulit berubah.
Dalam budaya ini dibutuhkan pribadi-pribadi yang matang. Di sini panutan
sangat penting, karena mereka selalu memberikan dorongan psikologis kepada
bawahan selama masa yang menegangkan ini. Dia juga mau berbagi pengetahuan
maupun berdiskusi dengan bawahan, sehingga saling ketergantungan satu sama lain
sangat tinggi.

DRSEK-2020 16
BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA

Etos kerja merupakan dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat,
yang menjadi penggerak batin anggota masyarakat pendukung budaya untuk melakukan
suatu kerja. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja yang
menjadi penggerak bathin masyarakat melakukan kerja. pandangan hidup yang khas dari
sesuatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginan untuk melakukan
pekerjaan.
Etos kerja yang tinggi seyogyanya juga harus dimiliki oleh setiap pegawai karena
organisasi sangat membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari setiap pegawai,
kalau tidak organisasi akan sulit berkembang, dan memenangkan persaingan dalam merebut
pangsa pasarnya. Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk
meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja.
Maka individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi,
apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau
kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya.
Darwish A. Yuosef Jurnal Managerial Psychology (2000) dalam Istijanto (2006)
mengemukakan bahwa etos kerja sangat ditekankan pada beberapa faktor berikut, yaitu :
a. Kerja keras.
b. Komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan.
c. Kreativitas selama bekerja.
d. Kerja sama serta persaingan di tempat kerja.
e. Ketepatan waktu dalam bekerja.

A. Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di antaranya yaitu:


a. Agama
Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi
atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir bersikap dan bertindak
seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut jika seseorang sungguh-
sungguh dalam kehidupan beragama. Dasar pengkajian kembali makna etos kerja di
Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber.Salah satu unsur dasar dari kebudayaan
modern, yaitu rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir dari etika
Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini

DRSEK-2020 17
tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara
berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang
dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan,
jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau
modernisasi.
Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme
mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik,
berorientasi sukses (material), tidak mengumbar kesenangan --namun hemat dan
bersahaja (asketik), dan suka menabung serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi
titik tolak berkembangnya kapitalisme di dunia modern.
Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1958), berbagai studi tentang etos kerja berbasis agama sudah banyak
dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif
antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi,
kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).

b. Budaya
Sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut
sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos
kerja. Kualitas etos ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang
bersangkutan. Luthans (2006) mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan
semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya
ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan
oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang
memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya,
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos
kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.

c. Sosial Politik
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Tinggi atau rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka
dengan penuh.

d. Kondisi Lingkungan / Geografis


Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada
didalamnya melakukan usaha dapat mengelola dan mengambil manfaat dan bahkan

DRSEK-2020 18
dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan
tersebut.

e. Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia,
peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja
keras.

f. Struktur Ekonomi
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota
masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan
penuh.

g. Motivasi Intrinsik Individu


Etos kerja yang tinggi ialah individu yang bermotivasi tinggi, etos kerja
merupakan sutau pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini
seseorang. individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi
tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh
nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang
mempengaruhi juga etos kerja seseorang.
Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya bukan
bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam (terinternalisasi) dalam diri sendiri,
yang sering disebut dengan motivasi intrinsik. Ia membagi faktor pendorong manusia
untuk melakukan kerja ke dalam dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor
motivator. Faktor hygiene merupakan faktor dalam kerja yang hanya akan
berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan menyebabkan ketidakpuasan.
Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya motivasi, tetapi ia tidak
menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik, yang
termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan
organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika sebuah organisasi
menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi tersebut perlu
memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak menjadi penghalang dalam
upaya menghadirkan motivasi ekstrinsik.
Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana
ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa
puas sebagai manusia. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik dalam pekerjaan yang
meliputi pencapaian sukses (achievement), pengakuan (recognition), kemungkinan
untuk meningkat dalam karier (advancement), tanggungjawab (responsibility),
kemungkinan berkembang (growth possibilities), dan pekerjaan itu sendiri (the work

DRSEK-2020 19
itself). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan
menggerakkan pegawai hingga mencapai performa yang tertinggi.
Dengan memahami apa itu etos kerja, serta aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan etos kerja serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya diharapkan sebuah organisasi (termasuk organisasi Kementerian
Keuangan) akan meningkat produktifitas dan profesionalitas kerjanya.
Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua lini
organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud bangsa
Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.

B. Indikator-indikator Etos Kerja


Indikator etos kerja yang profesional menurut Sinamo (2011) antara lain :
a. Kerja adalah rahmat : harus bekerja tulus penuh syukur.
b. Kerja adalah amanah : harus bekerja penuh dengan integritas.
c. Kerja adalah panggilan : harus bekerja tuntas penuh dengan tanggung jawab.
d. Kerja adalah aktualisasi : harus bekerja penuh semangat.
e. Kerja adalah ibadah : harus bekerja serius dengan penuh pengabdian
f. Kerja adaah seni : harus bekerja kreatif penuh suka cita.
g. Kerja adalah kehormatan : harus bekerja unggul penuh dengan ketekunan.
h. Kerja adalah pelayanan : harus bekerja sempurna penuh kerendahan hati.

C. Semboyan manusia terhadap Etos kerja antara lain :


a. mulai bersikap jujur, pertama-tama terhadap diri kita sendiri
b. mulai menerima tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas diri kita
c. mulai dapat diandalkan dan di pegang kata-katanya
d. mulai mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan
e. mulai bersikap adil terhadap sesama tanpa diskriminasi
f. mulai mengembangkan keberanian menyatakan dan mengaktualisasi diri
g. mulai menjadi rasional tanpa harus memutlakkan buah pikiran kita yang relatif
itu
h. mulai rendah hati dan menyadari keterbatasan diri
i. mulai pendisiplin diri (pengaharapan, hasrat, energi, waktu)
j. mulai bersikap optimis tanpa menjadi naif
k. mulai menyatakan komitmen dan menepatinya
l. mulai memprakarsai sesuatu yang baik sekalipun tidak profitable
m. mulai bertekun (perseverance) dalam mengerjakan sesuatu
n. mulai mampu bekerja sama dengan orang-orang yang berbeda dengan kita
o. mulai saling menyayangi satu sama lain
p. mulai memberikan dorongan dan membangkitkan hati yang lesu
q. mulai memaafkan dan mengampuni kesalahan orang
r. mulai murah hati dan senag berbagi

DRSEK-2020 20
s. mulai memanfaatkan peluang dan kesempatan
t. mulai mengahayati persudaraan sesama umat, sesama bangsa, dan sesama
manusia.

D. Membangun Lingkungan yang Sehat, Tanggung Jawab, Beretika, dan Disiplin


Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan
menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Sondang P. Siagian (2002) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan etos kerja ialah :
Norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta
praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaanyang wajar untuk
dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu
organisasi. Faktor-faktor yang memenuhi kebutuhan orang akan pertumbuhan
psikologis, khususnya tanggung jawab dan etos kerja untuk mencapai tujuan yang
efektif. Beberapa penelitian riset mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan
factor penting yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik dan
bertambahnya kepuasan.
Ford menyatakan bahwa 17-18 percobaan di sebuah organisasi
memperlihatkan peningkatan yang positif sesudah adanya etos kerja. Penelitian
tersebut menyatakan bahwa etos kerja memberikan prestasi yang lebih baik dan
kepuasan yang lebih baik pula. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena
berbagai tantangan, harapan-harapan, dan kemungkinan kemungkinan yang
menarik. Situasi yang demikian dapat membuat manusia itu bekerja dengan rajin,
teliti, berdedikasi, serta tanggung jawab yang besar.

Etos kerja adalah :


Norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta
praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk
dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu
organisasi. Daya pendorong bagi pendisiplinan jajaran kerja diberikan oleh Herzberg.
Dasar bagi gagasannya adalah bahwa faktor-faktor yang memenuhi kebutuhan orang
akan pertumbuhan psikologis, khususnya tanggung jawab dan etos kerja untuk
mencapai tujuan yang efektif. Beberapa penelitian riset mendukung asumsi bahwa
etos kerja merupakan factor penting yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang
lebih baik dan bertambahnya kepuasan.
Penerapan etos kerja di tempat kerja juga berupaya menghindari penumpukan
kekayaan dengan cara yang tak beretika (fraud). Lebih lanjut lagi, etos kerja lebih
mengutamakan niat dalam diri seseorang dalam bekerja daripada hasil kerja
seseorang.

DRSEK-2020 21
a. Fungsi Etos Kerja
Adapun dalam hal ini ada beberapa Fungsi Etos Kerja sebagai berikut:
1. Fungsi etos kerja sebagai pendorong timbulnya perbuatan.
2. Fungsi etos kerja sebagai penggairah dalam aktivitas.
3. Etos kerja berfungsi sebagai penggerak.
b. Ciri-Ciri Etos Kerja
Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah
lakunya dalam bekerja, nah berikut ini ialah beberapa ciri-ciri etos kerja sebagai
berikut:
1. Kecanduan terhadap waktu
2. Memiliki moralitas yang bersih “ikhlas”
3. Memiliki kejujuran
4. Memiliki komitmen
5. Kuat pendirian “konsisten”
c. Cara Menumbuhkan Etos Kerja
Setiap negara memiliki etos kerja masing-masing menurut Jansen H. Sinamo
“2011” melalui bukunya 8 etos kerja profesional menjelaskan cara menumbuhkan
etos kerja sebagai berikut:
1. Kerja sebagai rahmat “aku bekerja tulus penuh rasa syukur”
2. Kerja ialah amanah “aku bekerja penuh tanggung jawab”
3. Kerja ialah panggilan “aku bekerja tuntas penuh integritas”
4. Kerja ialah akutualisasi “aku bekerja keras penuh semangat”
5. Kerja ialah ibadah “aku bekerja serius penuh kecintaan”
6. Kerja ialah seni “aku bekerja cerdas penuh kreativitas”
7. Kerja adalah kehormatan “aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan”
8. Kerja ialah pelayanan “aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati”
Menurut Siregar (2000) usaha dalam meningkatkan etos kerja seseorang
dapat dilakukan dengan membina aspek kecerdasan dalam diri seseorang,
diantaranya :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaannya.
2. Semangat : Keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan.
5. Inisiatif : usaha mula-mua, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan/organisasi.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan
sebagainya.
8. Wawasan : Konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.

DRSEK-2020 22
d. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada
pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya
membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku
pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama
dan prestasi yang lebih baik (Davis,2002).
Menurut Robbins (2005) disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap
dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan
kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan secara bersama
baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

2. Faktor-Faktor Penyebab Lemahnya Disiplin


Menurut Surono (1981) dalam Amran (2009) terdapat beberapa faktor
yang dapat dikemukakan sebagai penyebab merosotnya disiplin, antara lain :
1. Pemimpin yang tidak tegas dan ragu-ragu.
Seorang pemimpin seharusnya berani bertindak dengan tegas dan berani
memikul tanggung jawab terhadap akibat-akibatnya.
2. Kehilangan Kepercayaan
Untuk menjadi seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari
orang yang dipimpinnya dengan memiliki persyaratan, seperti memiliki
pengetahuan dan pengertian tentang garis-garis kebijaksanaan organisasi,
setia dan memegang teguh akan setiap ucapannya, mampu memberikan
penilaian yang baik terhadap persoalan, dan menjaga agar semua
pegawai mendapat perlakuan yang adil, tidak pilih kasih dan layak.
3. Kontrol Dan Pengawasan Yang Kurang Efektif
Karakteristik pengawasan/pimpinan yang efektif yaitu mereka yang tidak
mengadakan pengawasan yang begitu ketat.
4. Pengaruh Kebutuhan Sosial Ekonomi
Seorang pegawai akan terasa kurang senang dan kurang aman dalam
menjalankan tugas jika kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi.

3. Tujuan Disiplin
Menurut Amran (2009) yang dikutip dari Siswanto (1989) mengatakan
bahwa pembinaan disiplin kerja pegawai memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Agar pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan
maupun peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan
kebijakan organisasi yang berlaku, baiktertulis maupun tidak tertulis, serta
melakukan perintah manajemen.
2) Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu
memberikan pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang

DRSEK-2020 23
berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana prasarana, barang dan jasa
organisasi sebaik-baiknya.
4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada organisasi.
5) Tindak lanjut dari hal-hal tersebut, para pegawai mampu memperoleh
tingkat produktifitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi. Baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

4. Manfaat Disiplin
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik
bagi kepentingan organisasi maupun bagi para pegawainya. Bagi organisasi
adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi para
pegawai akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan
menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan
demikian, pegawai dapat melaksankan tugasnya dengan penuh kesadaran serta
dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi
terwujudnya tujuan organisasi (Sutrisno, 2009).

5. Upaya Penegakan Disiplin


Disiplin dapat timbul dari dalam diri seseorang atau terbentuk karena
adanya aturan dan latihan yang tertanam dalam diri seseorang. Proses pengakan
disiplin disebut juga dengan proses diplisinasi. Dalam Amran (2009) yang dikutip
dari Moenir (1983) mengatakan bahwa pengertian disiplinasi adalah usaha yang
dilakukan utnuk menciptakan keadaan suatu lingkungan kerja yang tertib,
berdaya guna dan berhasil guna melalui suatu sistem pengaturan yang tepat.
Nitisemito (1982) dalam Amran (2009) mengatakan bahwa ada beberapa
upaya pencegahan tindakan ketidakdisiplinan. Diantaranya yaitu dengan
memberikan kesejahteraan, memberikan ancaman yang mendidik, dan
melaksanakan ancaman hukuman tersebut secara tegas serta adil.

6. Indikator-Indikator Disiplin
Menurut Robbins (2006) disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap
dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan
kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan secara bersama
baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Untuk mengukur disiplin kerja
digunakan indikator yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan menguasai diri, merupakan kemampuan dalam
mengendalikan tingkat emosional yang dimiliki setiap pegawai.

DRSEK-2020 24
2. Kemampuan dalam melaksanakan norma-norma, kemampuan dari
pegawai untuk mengikuti norma yang diterapkan organisasi.
3. Mentaati tata cara dalam melaksanakan tugas, prosedur yang digunakan
untuk menyelesaikan tugas.
4. Tanggung jawab terhadap tugas yang diemban, merupakan keakuratan
dan kesempurnaan dari pekerjaan yang dilakukan dapat dibuktikan.
5. Inisiatif : usaha mula-mua, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan/organisasi.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan
dan sebagainya.
8. Wawasan : Konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.

Indikator diatas dapat diuraikan menjadi suatu keadaan yang sesuai dengan
etos kerja yaitu :
a) Suasana yang hangat dan ceria
Jika suasana kerja yang selalu gembira dan cerdas, maka pekerjaan
terasa menyenangkan. Jika Anda bekerja dalam suasana yang serius, maka
akan mempengaruhi produktivitas kerja Anda. Bekerja dalam suasana
yang menyenangkan akan membantu Anda untuk memberikan hasil yang
baik.
b) Persahabatan
Jika Anda berbagi persahabatan yang baik dengan rekan kerja
Anda, maka pekerjaan akan pasti menyenangkan untuk Anda. Jika Anda
tidak berbicara dengan rekan kerja Anda, maka ini akan membatasi Anda
ke suasana yang kaku. Anda akan merasa tercekik duduk sendirian
sepanjang hari. Berbagi persahabatan dengan rekan kerja Anda
merupakan tanda positif dari suasana kerja yang sehat.
c) Bebas berbagi ide
Jika tidak ada rasa batasan dalam berbagi ide Anda dengan atasan
atau rekan kerja, maka sudah pasti menyenangkan untuk bekerja di
tempat seperti itu. Berbagi ide akan membantu untuk meningkatkan
output produktif pekerjaan Anda.
d) Area kerja bersih
Apakah Anda bekerja di suatu tempat, di mana semuanya
terorganisir dan bersih? Ini juga merupakan tanda dari suasana kerja yang
sehat. Bekerja di tempat yang berantakan hanya akan mempengaruhi
produktivitas Anda. Jika meja kerja Anda berantakan, maka ini juga bisa
menyebabkan pikiran negatif dalam pikiran Anda. Bersihkan meja kerja
Anda dengan benar untuk menciptakan lingkungan yang sehat.

DRSEK-2020 25
e) Manajemen yang lebih baik
Konflik kerja yang umum karena perbedaan pendapat. Namun,
dengan manajemen yang baik, semuanya dapat dikendalikan. Manajemen
yang baik biasanya terbuka dan menerima gagasan dari para
karyawannya.
f) Kenyamanan
Bagaimana Anda akan bekerja di tempat di mana Anda tidak
merasa nyaman? Tingkat kenyamanan Anda mempunyai peran utama di
tempat kerja. Jika Anda merasa nyaman untuk bekerja dalam suasana
yang telah ditentukan, maka sudah pasti kantor Anda adalah tempat kerja
yang sehat.

7. Aspek-Aspek Etos (Etika) Kerja


Menurut Sinamo (2005), setiap manusia memiliki spirit (roh) keberhasilan,
yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang
menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun,
integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya. Lalu perilaku yang khas
ini berproses menjadi kerja yang positif, kreatif dan produktif.
Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini, Sinamo
(2005) menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar
inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem
keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua
tingkatan. Keempat elemen itu lalu dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar
yang disebutnya sebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sansekerta) yang
berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: Sinamo (2005)
1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior.
2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.
3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.
4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan menjadi delapan aspek etos
kerja sebagai berikut:
1) Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai
kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah
itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara
tanpa biaya sepeser pun.
2) Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan
pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh
tanggung jawab. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan
menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
3) Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu darma yang sesuai dengan
panggilan jiwa sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi,

DRSEK-2020 26
jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada
diri sendiri, I'm doing my best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika
hasil karya kita kurang baik mutunya.
4) Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai
hakikat manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan
penuh semangat. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum,
semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja
tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan
membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih
menyenangkan daripada duduk termenung tanpa pekerjaan.
5) Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada
Tuhan, sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan
agung Sang Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan
membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau
jabatan semata.
6) Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan
senang seperti halnya melakukan hobi. Sinamo mencontohkan Edward V
Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia
keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena
dia bisa menikmati pekerjaannya.
7) Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan
lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Sinamo mengambil contoh etos
kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja
(menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya,
menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi
karya sastra kelas dunia.
8) Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja
dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita,
pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya bisa dimaknai sebagai
pengabdian kepada sesama.

8. Etos kerja terhadap kebersihan lingkungan dan ruang kantor


a. Ruang kerja yang bersih mencegah banyak penyakit datang
Ruang kerja yang kotor dapat menjadi sumber penyakit (Sumber:
thejakartapost.com)
Debu, sanitasi buruk, dan ruangan yang pengap tentu membuat Anda
merasa tidak nyaman saat bekerja di kantor. Bukan hanya tidak nyaman,
situasi tersebut juga dapat membuat banyak penyakit seperti diare, flu, dan
masalah pernapasan datang mengganggu. Oleh karena itu, pastikan kantor

DRSEK-2020 27
Anda memiliki fasilitas kebersihan yang baik agar penyakit tidak mudah
datang.
b. Memiliki lingkungan kerja yang bersih meningkatkan produktivitas
Karyawan yang sehat akan bekerja lebih baik dan produktif (Sumber:
getminute.com)
Selain mencegah banyak penyakit datang, melansir WHO, lingkungan
kerja yang sehat juga dapat membuat produktivitas kerja meningkat sehingga
menguntungkan perusahaan. Ketika tingkat kesehatan karyawan lebih tinggi,
mereka tentu akan bekerja dengan baik dan lebih produktif. Bandingkan jika
dalam suatu perusahaan banyak karyawan Anda yang tidak masuk akibat
sakit, tentu pekerjaan akan terhambat dan menyebabkan kerugian bagi
perusahaan.
c. Perbanyak pencahayaan alami di ruang kerja
Cahaya alami matahari dapat membuat tubuh sehat dan mengurasi
risiko terkena depresi (Sumber: hok.com)
Salah satu cara yang dapat Anda coba untuk membuat lingkungan
kerja yang sehat adalah dengan memperbanyak cahaya alami dalam kantor.
Sebisa mungkin pastikan matahari mampu menembus ruang kerja Anda dan
menyinari ruangan. Dilansir dari Healthline (2018), kekurangan cahaya
matahari dapat mempengaruhi level serotonin, hormon yang mempengaruhi
tingkat depresi dan mempengaruhi suasana hati. Jadi, agar karyawan Anda
tetap merasa senang dan memiliki kesehatan mental yang baik, pastikan
pencahayaan alami dalam ruangan tetap terjaga ya.
Rekan Kerja, meskipun terlihat sepele, lingkungan kerja yang sehat
harus selalu diperhatikan agar karyawan merasa bahagia, mampu bekerja
dengan produktif sehingga memberikan kontribusi besar bagi perusahaan.
Ingat, sebagus apapun kantor Anda, jika lingkungan kerjanya tidak sehat,
maka akan terasa sia-sia.

E. Tanggung Jawab dan Integritas


a. Pengertian Tanggung Jawab
Pengertian tanggung jawab secara umum adalah kesadaran manusia akan
tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban.
Adapun definisi tanggung jawab secara harfiah dapat diartikan sebagai
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan, diperkarakan atau juga berarti hak yang berfungsi
menerima pembebanan sebagai akibat sikapnya oleh pihak lain.
Jadi, tanggung jawab adalah sebuah perbuatan yang dilakukan oleh setiap
individu yang berdasarkan atas kewajiban maupun panggilan hati seseorang.

DRSEK-2020 28
Yaitu sikap yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut memiliki sifat
kepedulian dan kejujuran yg sangat tinggi.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah merupakan bagian dati
kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung
jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang
memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian, maka tanggung jawab dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan
pihak lain.
Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab (berbudaya). Manusia
akan merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk dari
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian
atau pengorbanannya.
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab di antaranya adalah melalui takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
pendidikan, dan keteladanan.
Adapun beberapa pengertian tanggung jawab menurut beberapa sumber
adalah sebagai berikut:
1. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Pengertian tanggung jawab adalah keadaan di mana wajib menanggung
segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab,
menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya.
2. Menurut Friedrich August von Hayek
Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat
bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka.
Oleh karenanya, istilah tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab sendiri
sebenarnya “mubadzir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap
individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu
menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat
kebebasan.
3. Menurut George Bernard Shaw
Orang yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil
keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas.
4. Menurut Carl Horber
Orang yang terlibat dalam organisasi-organisai seperti ini adalah mereka
yang melaksanakan tanggung jawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain.
Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung
jawab.

DRSEK-2020 29
5. Menurut Sugeng Istanto
Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang
merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk
memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.

b. Jenis Jenis Tanggung Jawab


Tanggung jawab dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau
hubungan yang dibuatnya. Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung
jawab di antaranya :
1. Tanggung Jawab Terhadap Allah SWT
2. Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
3. Tanggung Jawab kepada Keluarga
4. Tanggung Jawab terhadap Masyarakat
5. Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara
Setiap orang selalu berjuang untuk memenuhi keperluannya sendiri
maupun keluarganya, dalam usahanya tersebutlah, disadari bahwa ada kekuatan
lain yang ikut menentukan yaitu Kekuasaan Tuhan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tanggung jawab terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
1. Tanggung Jawab Terhadap Tuhan, tentu semua kita mengetahui bahwa yang
menciptakan Bumi dan segala isinya termasuk manusia adalah Tuhan.
Manusia diciptakan dengan tujuan untuk mengisi kehidupannya dengan hal-
hal yang baik. Selain itu, kita juga bertanggungjawab untuk memelihara bumi
berserta seluruh isinya, termasuk bertanggung jawab mengelola sumber daya
sesuai keperluan kita. Namun pada prakteknya, banyak sekali yang
menyimpang bahkan ada yang merusak ekosistem dan lingkungan dengan
sengaja demi keuntungan semata.
2. Tanggung Jawab terhadap diri sendiri dan keluarga, pada bagian ini,
seseorang berkewajiban memenuhi semua keperluannya, serta untuk
mengembangkan dirinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Sedangkan dalam keluarga, meyangkut nama baik keluarga. Selain itu
meliputi kesejahteraan, kesehatan, keselamatan, pendidikan seluruh anggota
keluarga.
3. Tanggung Jawab terhadap Masyarakat dan Negara, dalam hubungan social
dengan masyarakat biasanya seseorang berkewajiban untuk saling membantu
dan berkomunikasi dengan sesame terutama dilingkungan tempat tinggalnya.
Dalam konteks Negara, seseorang selalu terikat dengan norma-norma serta
aturan yang berlaku. Setiap orang terkait satu sama lain dengna norma,
aturan, serta undang-undang yang dibuat oleh penyelenggara Negara. Jika
melakukan pelanggaran atas aturan tersebut maka sudah selayaknya
bertanggung jawab sebagai warga negera yang baik.
4. Tanggung Jawab terhadap Pekerjaan, dalam ruang lingkup pekerjaan tentu
memiliki aturan yang berbeda antara perusahaan yang satu dengan yang

DRSEK-2020 30
lainnya. Selain itu, tanggung jawab antara yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda sesuai bidang kerja yang dibebankan kepadanya. Ada yang
memilili tanggung jawab sebagai pimpinan dan ada pula sebagai bawahan,
semuanya itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ruang lingkup
pekerjaan.

c. Penerapan Tanggung Jawab dalam Ruang Lingkup Pekerjaan


Setiap pekerjaan dan profesi yang telah dan akan kita tekuni pasti menuntut
tanggung jawab kepada kita yang telah memilih untuk bernaung dalam sebuah
instansi baik swasta maupun pemerintah.
Tentu tanggung jawab tersebut akan sangat menentukan sejauh mana
kepercayaan dalam sebuah perusahaan kepada karyawannya. Jika diberikan
tanggung jawab yang besar, tentu sudah dipastikan bahwa perusahaan
mempercayainya dalam mengemban tugas dan tanggungjawab tersebut.
Penerapan tanggung jawab biasanya tertuang dalam uraian tugas atau job
description. Semua tugas, dan tanggung jawab telah diuraikan secara terperinci,
tujuannya tentu agar memudahkan dalam hal pemahaman dalam bidang
pekerjaannya.
Selain uraian tugas, penerapan Tanggung Jawab dalam ruang lingkup
pekerjaan juga dituangkan dalam aturan-aturan lain seperti Standar Operasional
Prosedur (SOP), dan Standar Operasional Manajemen (SOM).
Penerapan tanggung jawab ini dimaksudkan pula untuk menghindari
kesenjangan di antara para karyawan. Kesenjangan ini merupakan garis pemisah
antara tanggung jawab dan konsekuensi yang harus diterima oleh setiap karyawan.
Dalam setiap tanggung jawab tentu ada pengorbanan dan pengabdian,
keduanya berkaitan erat dengan setiap pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan
yang kita tekuni, pengabdian merupakan kunci utama untuk mencintai pekerjaan
tersebut.
Pengabdian merupakan perbuatan baik berupa pikiran, pendapat sebagai
perwujudan kesetiaan, yang dilakukan dengan penuh keiklasan. Sedangkan
pengorbanan merupakan pemberian untuk menyatakan kebaktian. Di dalam
pengorbanan terkandung unsure keiklasan dan tidak mengandung pamrih.

d. Pengertian Integritas
Integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki
seorang pemimpin. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi
dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-
prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas
berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri
berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:
1. Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi
dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.

DRSEK-2020 31
2. Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan;
kejujuran.
Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan,
“integritas adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki
integritas mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata
mereka. Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu,
mengakui kesalahan mereka dan mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang
berlaku dalam negara mereka, industri mereka dan perusahaan mereka – baik
yang tersurat maupun yang tersirat – dan mentaatinya. Mereka bermain untuk
menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku. ”Berbagai survei
dan studi kasus telah mengidentifikasikan integritas atau kejujuran sebagai
suatu karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang pemimpin.
Dr. Kenneth Boa (President dari Reflections Ministries, Atlanta)
menggambarkan integritas sebagai lawan langsung dari kemunafikan. Ia
mengatakan, bahwa seorang munafik tidaklah qualified untuk membimbing orang-
orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi. Tidak ada seorang pun yang
menaruh respek kepada seorang pribadi yang berbicara mengenai permainan yang
baik, namun dirinya sendiri gagal untuk bermain seturut peraturan permainan yang
ada. Apa yang dilakukan seorang pemimpin mempunyai dampak yang lebih besar
atas mereka yang dipimpinnya daripada apa yang dikatakannya. Seseorang dapat
lupa 90% dari apa yang dikatakan oleh seorang pemimpin, namun dia tidak akan
melupakan bagaimana sang pemimpin itu hidup. Apabila kita berbicara mengenai
integritas pada hari ini, kita mengacu pada term-term yang berhubungan dengan
etika, moralitas, keotentikan, komitmen, namun yang kita butuhkan adalah suatu
pemahaman yang jelas tentang konsep integritas. Integritas berurusan dengan
keutuhan dan nurani seorang pribadi – kualitas karena benar terhadap diri sendiri.
Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga
yang dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat
dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin
bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang
pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan
tugas tanggung-jawab mereka. Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin
mengetahui bahwa mereka akan menepati janji-janjinya dan tidak pernah luntur
dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan integritas tidak akan mau dan
mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang menaruh kepercayaan
kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang benar dan berpihak kepada
kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang. Mengatakan kebenaran
secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak mengatakannya.

DRSEK-2020 32
e. Integritas dan Kredibilitas
Sebenarnya kedua istilah ini memiliki kesamaan yaitu bahwa keduanya
menjadi sumber terbentuknya “trust” (kepercayaan) bagi pemimpin. Bedanya
kalau kredibilitas lebih menyangkut “head” (otak) yaitu kemampuan olah pikir
yang mencakup antara lain intelegensia, keterampilan, kompetensi (hard
skill). Sedangkan integritas lebih menyangkut “heart” (hati) yaitu kemampuan
olah nurani yang mencakup antara lain kejujuran, ketulusan, komitmen dan
sebagainya. Kredibilitas terbangun melalui dua unsur yang sangat penting yaitu
kapabilitas (kompetensi) dan pengalaman. Akan sulit rasanya jika seorang
pemimpin tidak memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang yang ia
pimpin. Sementara itu integritas dibangun melalui tiga unsur penting yaitu nilai-
nilai yang dianut oleh Si Pemimpin (values), konsistensi, dan komitmen. Nilai-nilai
merupakan pegangan dari si pemimpin dalam bertindak. Intergritas ini akan
semakin kokoh jika si pemimpin memiliki konsistensi antara apa yang diucapkan
dengan apa yang dilakukan (walk the talk) dan memiliki komitmen terhadapnya.
Bila tidak memiliki integritas, kita akan kehilangan kredibilitas karena orang lain
akan menjauhi kita untuk menghindari kekecewaan.

F. Aktualisasi Diri
a. Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah Keinginan seseorang untuk menggunakan semua
kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang mereka mau dan bisa
dilakukan. (Disadur dan diterjemahkan dari: dictionary.cambridge.org)
Pada dasarnya aktualisasi diri adalah menjadi versi terbaik dari diri dengan
mengasah bakat dan kelebihan sehingga dapat mencapai impian-impian serta
memberikan arti kepada kehidupan.
Ahli jiwa Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs
menggunakan istilah aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan dan
pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa tanpa
memandang suku asal usul seseorang, setiap manusia mengalami tahap-tahap
peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya masing-masing.
Kebutuhan tersebut meliputi:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological), meliputi kebutuhan pangan, pakaian, dan
tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety), meliputi kebutuhan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan
dari kejadian atau lingkungan yang mengancam.
3. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang (social), meliputi kebutuhan
terhadap persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan interaksi.
4. Kebutuhan terhadap penghargaan (esteem), meliputi kebutuhan harga diri,
status, martabat, kehormatan, dan penghargaan dari pihak lain.

DRSEK-2020 33
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan memenuhi
keberadaan diri (self fulfillment) dengan memaksimumkan penggunaaan
kemampuan dan potensi diri.

Gambar 2.1 Hierarchy of Needs


Sumber : simplypsychology.org
Selain itu, Ericson membuat teori psikososial yang merepresentasikan
dikhotomi antara kepercayaan dan ketidak-percayaan, dan otonomi versus malu
dan ragu, sebagai contohnya. Dalam terma tahap akhir perkembangan menurut
Ericson, "integritas ego versus keputus-asaan" adalah resolusi yang berhasil pada
tahap ini sesuai dengan perasaan tentang makna hidup.

b. Ciri-Ciri Orang yang Telah Mencapai Aktualisasi Diri


Orang-orang yang mampu melakukan aktualisasi diri akan berbeda
dengan orang pada umumnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui ciri-ciri
berikut.
1. Menjadi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan dan tidak
pernah berhenti untuk memperbaiki kekurangannya tersebut.
2. Fokus pada solusi bukan masalah.
3. Keputusan mereka bertindak bukan karena tekanan sosial, tetapi murni
karena keputusan diri mereka sendiri.
4. Tidak merasa kesepian walau sendiri karena kebahagiaan mereka tidak
tergantung pada orang lain.
5. Selalu bersyukur dan mencari makna kehidupan dengan lebih dalam.

DRSEK-2020 34
c. Manfaat Aktualisasi Diri
Kemajuan peradaban membuat banyak hal lebih mudah, tetapi juga
membuat kita sering tersesat di masa lalu ataupun masa depan sehingga
melupakan masa kini yang sedang dijalani. Ditambah lagi dengan tekanan sosial
dan bebasnya komentar netizen semakin membuat hidup kita semakin tersesat
dari tujuan awal kita.
Di sinilah pentingnya aktualisasi diri. Kamu bisa menjalani kehidupanmu
dengan lebih bahagia dan positif serta mencapai mimpi-mimpimu. Semua itu
dapat dicapai karena kamu sudah mampu untuk fokus, percaya diri, menyayangi
diri sendiri, dan menerima segala sesuatunya dengan lebih baik. Semua rasa
kekhawatiran, stress, dan emosi negatifmu akan terdefinisikan sehingga untuk
kedepannya kamu dapat menghadapi emosi negatif tersebut dengan cara yang
lebih bijak tanpa terpengaruh tekanan sosial kehidupan.

d. Cara Mencapai Aktualisasi Diri


1. Stop Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Gambar 2.2 Stop membandingkan diri dengan orang lain


Sumber : pexels.com/ZunZun
Banyak orang memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri
dengan orang lain, baik dari segi fisik, status, maupun materi. Jangan hanya
melihat pada keberhasilan orang lain karena bisa jadi dibalik keberhasilan
tersebut mereka harus mengorbankan banyak hal. Misalnya, belum tentu
orang yang kaya materi itu hidupnya bahagia. Bisa jadi dibalik kekayaannya,
keluarganya tidaklah seharmonis keluargamu.
Cobalah melihat sisi positif dari berbagai aspek kehidupanmu. Misal,
sisi positif kamu belum dipertemukan dengan jodohmu adalah kamu bisa
menghabiskan waktu lebih bersama orang tuamu, travelling, dan melakukan
hal lainnya yang akan sulit dilakukan ketika kamu sudah berkeluarga kelak.

DRSEK-2020 35
2. Kenali dan Cintai Diri Sendiri

Gambar 2.3 Kenali dan cintai diri sendiri


Sumber : pexels.com/FabricioAbdon
Menerima dirimu seutuhnya adalah cara untuk bisa menjadi versi
terbaik dirimu. Terima semua karakter, kelebihan, dan kekuranganmu. Orang
yang bisa mengaktualisasikan dirinya bukanlah orang yang sempurna
melainkan orang yang mampu menerima kelebihan dan kekurangannya dan
berusaha untuk terus memperbaiki diri.

3. Bertanggungjawablah atas Tindakan dan Milikilah Integritas Diri yang Baik

Gambar 2.4 Bertanggungjawablah atas tindakan dan milikilah integritas diri yang
baik
Sumber : unsplash.com/AtiaNaim

Ambillah keputusan sesuai hati nuranimu dan bukan karena paksaan


orang lain. Keputusan yang jujur kamu buat juga berdampak pada tanggung

DRSEK-2020 36
jawab yang kamu emban dapat terasa lebih ringan dan tanpa beban tekanan
dari orang lain. Kamu tidak hanya bertanggung jawab atas tindakanmu, tetapi
juga bagaimana tindakan tersebut akan mempengaruhi orang-orang di
sekitarmu secara positif atau negatif.

4. Terapkan Pola Pikir Positif dan Nikmati Setiap Momen Dalam Hidup

Gambar 2.5 Terapkan pola pikir positif dan nikmati setiap momen dalam hidup
Sumber : pexels.com/TembeleBohle
Hidup bagaikan roller coaster, ada naik dan turunnya. Ada saatnya
kamu menikmati momen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
dalam hidupmu. Ketika menghadapi itu semua, maka pola pikir positif sangat
penting untuk kamu kembangkan. Ingatlah bahwa kamu tidak bisa
mengontrol apa yang terjadi padamu, tetapi kamu bisa mengontrol reaksimu
terhadap sesuatu tersebut.
Ketika berada di atas, nikmati dengan cara bersyukur bahwa kamu
bisa merasakan kesenangan tersebut dan berbagi dengan orang lain. Ketika
berada di bawah juga nikmati dengan cara bersyukur bahwa kamu bisa
merasakan penderitaan orang lain sehingga terhindar dari sifat sombong.

5. Jangan Berhenti karena Perjalanan Hidup Tidak Akan Pernah Berakhir

DRSEK-2020 37
Gambar 2.6 Jangan berhenti karena perjalanan hidup tidak akan pernah
berakhir
Sumber : unsplash.com/KaterinaRadvanska
Aktualisasi diri adalah mengetahui bahwa kamu tidak akan pernah
berhenti untuk tumbuh dan berkembang sebagai seorang individu. Kamu
tidak akan mencapai kesempurnaan karena tujuan hidup bukanlah untuk itu.
Hidup adalah untuk meningkatkan kualitas dirimu, wawasan, dan perspektif.

DRSEK-2020 38
BAB III
KEPEMIMPINAN

A. Pengertian Kepemimpinan
Berikut ini beberapa Pengertian Kepemimpinan Menurut para Ahli:
a. George R. Terry (1972:458): Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi
orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
b. Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998b:13): Kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam
usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
c. Sutarto (1998b:25): Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Stoner: Kepemimpinan adalah suatu proses mengenai pengarahan dan usaha
untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok.
e. Hemhiel dan Coons (1957:7): Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang
akan dicapai bersama (shared goal).
f. Rauch dan Behling (1984:46): Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian
tujuan.
g. Jacobs dan Jacques (1990:281): Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi
arti terhadap usaha kolektif, dan mengakibatkan kesediaan untuk melakukan
usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
h. Wahjosumidjo (1987:11): Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu yang
melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti :
kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan kesanggup-
an (capability). Kepemimpinan juga sebagai rangkaian kegiatan (activity)
pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau
perilaku pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan adalah
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan adalah perihal memimpin;
cara memimpin. Kepemimpinan bisa dirumuskan sebagai kiat mempengaruhi orang banyak
agar mau bekerjasama memperjuangkan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. Rebecca
kemudian menambahkan bahwa seoarng pemimpin adalah penggerak ke arah usaha
bersama yang terorganisasi. Ia merupakan agen atau pelaksana dari suatu kekuasaan yang
menggunakan dirinya.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan tersebut, esensi kepemimpinan adalah
”Kepengikutan”, dalam arti bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin adalah
jika adanya kemauan orang lain untuk mengikutinya. Dengan demikian secara umum dan
sederhana kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses mempengaruhi orang lain
sedemikian rupa, sehingga mereka mau melakukan usaha atau keinginan usaha atau
keinginan untuk bekerja dalam rangka pencapaian suatu tujuan.

DRSEK-2020 39
B. Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan
sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan
lainnya.Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan
wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan
wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang
bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan
perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya.
Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima
kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri
mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu
mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya
itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas
utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya
menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang –orang yang dipimpinnya.
b. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat
berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
c. Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak
memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik
dalam diri para anggotanya.

C. Tipe Tipe Kepemimpinan


Kurt Lewin (dalam Hansen,Warner, dan Smith, 1976) mengemukakan tiga macam
tipe kepemimpinan yaitu: otoriter, demokratis, bebas atau laissez-faire. Tipe-tipe
kepemimpinan ini dikenal dengan tipe-tipe kepemimpinan klasik.
a. Kepemimpinan Otoriter; Menggangap bahwa para anggota kelompoknya tanpa
bantuannya tidak mampu melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan
kelompok atau untuk mengadakan perubahan perubahan. Pemimpin mengarahkan

DRSEK-2020 40
proses kelompok dan perilaku anggota kelompok, membantu integrasi kelompok
dengan memberikan penjelasan-penjelesan, dan berpendapat ia satu satunya orang
dalam kelompok yang dapat memahami masalah yang dibicarakan, serta hanya
dapat memahami masalah yang sedang dibicarakan, serta hanya melalui balikannya
para anggota kelompok dapat mengembangkan dan memahami tingkah lakunya.
b. Kepemimpinan Demokratis; Pemimpin yang demokratis menolak tanggung jawab
tunggal untuk mengarahkan kelompok, atau untuk mengarahkan kelompok, atau
untuk mengambil keputusan akhir. Ia memberi kepercayaan para anggotanya, dan
menciptakan situasi yang menunjang sehingga anggota dapat mencapai pengertian
terhadap dirinya sendiri dan dapat menggembangkan potensinya. Pemimpin yang
demokratis menggunak beberapa teknik utama seperti klarifikasi, sintesis, balikan,
penilaian proses selama selama kegiatan berlangsung, dengan tujuan untuk
mengikutsertakan para anggota sedemikian rupa sehingga setiap anggota
memeberikan sumbangan terhadap kesejahteraan anggota lainnya dalam
kelompok.
c. Kepemimpinan Laissez-Faire; Dalam hal ini pemimpin sama saja dengan anggota
kelompok yang lainnya.Tidak ada pelaksanaan atau prosedur tertentu
semuanya,terserah pada anggota kelompok yang lain. Dengan kata lain pemimpin
sama sekali tidak ikut mengambil bagian bagian dalam pembuatan keputusan-
keputusan kelompok.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahler (1969)
cara seperti itu tidak membawa hasil karena anggota kelompok tidak belajar apa-
apa dari tipe kepemimpinan itu.

D. Teori Teori Kepemimpinan


Saat ini masih banyak penelitian dan diskusi yang dilakukan untuk mencari
penjelasan atas esensi dari kepemimpinan. Awalnya, teori-teori kepemimpinan berfokus
pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut (leaders and followers),
sementara teori-teori selanjutnya memandang variabel lain seperti faktor-faktor situasional
dan tingkat keterampilan individual.
a. Teori Genetis (The Great Man Theory)
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan
dibuat (leader are born, not made).Teori ini dilandasi oleh keyakinan bahwa
pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan
dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir, dan ditakdirkan
menjadi pemimpin.Orang yang memiliki kualitas tersebut diatas adalah pemimpin
yang sukses, disegani bawahannya, dan menjadi “pemimpin besar”.Pemimpin di
bidang politik yang masuk daam kategori ini antara lain Gandhi, Churcill, dan
Mandela.
Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi
teori genetis dalam dua poin, yaitu:
1) pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-
bakat alami yang luar biasasejak lahirnya.

DRSEK-2020 41
2) dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun
juga.
b. Teori Sifat (Traits Theory of Leadership)
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu
dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan
fungsi kepemimpinan.Teori sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik
kepribadian atau perilaku yang dimiliki oleh pemimpin.
Teori ini menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan
keberadaan pemimpin, yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya
akan sukses atau efektif. Pemimpin akan efektif dan berhasil jika memiliki sifat-sifat
seperti berani, berkemauan kuat, memiliki stamina lebih, mempunyai sifat empati,
berani mengambil keputusan, cermat dalam waktu, berani bersaing, percaya diri,
bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, hubungan
interpersonal baik, track recordbagus, intelegensi tinggi dan lain sebagainya.
c. Teori Perilaku (Behavioral Theory of Leadership)
Disebut juga teori sosial, dan merupakan sanggahan terhadap teori
genetis.Pemimpin itu harus disiapkan,dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu
saja(leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha
penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki
pemimpin, tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku
dalam mempengaruhi orang lain, dan hal ini dipengaruhi oleh gaya keemimpinan
masing-masing. Gaya tersebut bisa berkembang menjadi model human
relationship atau task oriented.
d. Teori ekologis atau sintetis
Teori ini muncul sebagai reaksi dari kedua teori terdahulu (genetis dan
sosial).Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila
sejak lahir dia telah dimiliki bakat-bakat kepemimpinan yang dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan.
e. Teori Situasional (Situational Theory of Leadership)
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan
perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis.Teori ini
menyebutkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu pada
suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan
situasinya. Jadi, pemimpin yang efektif adalah “on the right place, the right time, and
fulfill the needs and expectation of the follower.”
f. Teori Kontingensi (Contingency Theory of Leadership)
Teori ini memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan dengan
lingkungan yang bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk
situasi yang cocok pula. Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan terbaik
dalam segala situasi.Keefektifan kepemimpinan ditentukan paling tidak oleh tiga

DRSEK-2020 42
variabel, yaitu gaya kepemimpinan, keadaan pengikut, serta situasi dimana
kepemimpinan diterapkan. Teori ini merupakan pengembangan dari teori situasional.
g. Teori Kharismatik (Charismatic Theory)
Dalam teori ini, para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka
diakui memiliki kemampuan luar biasa, yaitu kemampuan yang hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu.Pemimpin dianggap lebih tahu apa yang akan terjadi di
kemudian hari. Di Jawa, diistilahkan sebagai: orang yang wicaksana, ngerti
sakdurunge winarah.
Menurut Robert House, terdapat tiga komponen utama sebagai indikator dari
pemimpin kharismatik, yaitu: 1) memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, 2)
dominan dalam segala hal, baik sifat pribadi yang unggul, terpuji, dapat dipercaya,
dan 3) memiliki pengaruh yang sangat kuat hingga pengikutya seperti terbuai
mengikuti perintahnya.
h. Teori Transaksional (Transactional Theory of Leadership)
Juga disebut sebagai teori-teori manajemen.Kajiannya berfokus pada peran
pengawasan, organisasi dan kinerja kelompok.Teori ini menggunakan pendekatan
transaksi untuk disepakati bersama antar pemimpin dan karyawan.Pemimpin
mengambil inisiatif menawarkan bentuk pemuasan bagi karyawan, (misal upahdan
promosi).Jika kesepakatan telah terjadi, maka pemimpin menindaklanjuti dengan
merumuskan dan mendeskripsikan tugas dengan jelas dan operasional, menjelaskan
target, dan memotivasi karyawan agar mau bekerja keras].Teori ini menggunakan
prinsip sistem ganjaran dan hukuman (reward and punishment).
i. Teori Transformasional (Relational Theory of Leadership)
Disebut juga sebagai teori-teori relasional kepemimpinan.Teori ini berfokus
pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikutnya.Pemimpin
memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota memahami
potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka
penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan.Pemimpin
transformasional biasanya memiliki etika yang tinggi dan standar moral.
Untuk menjadi pemimpin transformasional, ada dua tugas yang harus
dilakukan, yaitu membangun kesadaran pengikutnya akan pentingnya meningkatkan
produktivitas organisasi, dan mengembangkan komitmen organisasi dengan
mengembangkan kesadaran ikut memiliki organisasi dan kesadaran tanggung jawab
pada organisasi.

E. Fungsi dan Peranan Pemimpin dalam Kelompok


Stanford, menemukan empat macam fungsi pokok kepemimpinan:
a. Memberi dorongan emosional (emotional stimulation).
b. Mempeduliksn (caring).
c. Memberikan pengertian (meaning attribution).
d. Fungsi eksekutif (executive function).

DRSEK-2020 43
Johnson dan Johnson secara umum mengatagorikan peranan pemimpin kelompok
dalam dua fungsi yaitu; peranan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas kelompok
(task function), dan peranan yang berkaitan dengan pemeliaharaan (maintenance function).
Task Function adalah peranan pemimpin kelompok untuk membantu kelompok
memilih dan merumuskan tujuan tujuan bersama kelompok, dan melaksanakan kegiatan-
kegiatan untuk pencapaian tujuan tujuan itu.
Maintenance Function adalah peranan pemimpin kelompok untuk memelihara
suasana kelompok dengan memelihara hubungan-hubungan pribadi para anggota kelompok.

F. Pengembangan Perilaku dan Keanggotaan dalam Tim


Perilaku membangun tim agar memberi hasil yang hebat merupakan tanggung jawab
seorang pemimpin. Perilaku seorang pemimpin tentunya tidak perlu complicated, namun
cukup menjadi seorang yang proaktif dan Mengembangkan Ketrampilan yang
Tepat. Seorang pemimpin yang besar adalah yang mempunyai Karakteristik dan Kualitas
yang akan membantu menginspirasi, memotivasi dan mendorong tim dan perusahaan agar
sukses. Perilaku membangun tim agar memberikan hasil yang hebat merupakan tugas
utama seorang pemimpin. Ada beberapa aspek perilaku yang penting dalam pengembangan
dan keanggotaan dalam tim :
a. Keterlibatan (Engaging)
Hal pertama yang menjadi perilaku membangun tim, Anda harus bisa
melibatkan tim, membuat mereka membeli apa yang Anda coba lakukan, dan
perlu diingat bahwa tanpa keterlibatan mereka, maka peluang keberhasilan Anda
cenderung menuju nol. Data di Amerika Serikat menunjukkan rata-rata
keterlibatan karyawan hanya 32%, jelas bahwa tidak cukup banyak pemimpin
yang menganggap ini merupakan hal serius, atau melihatnya sebagai pekerjaan
dan tanggungjawab mereka. Namun, penelitian menunjukkan pula bahwa tim
yang terlibat akan melakukan lebih baik dibandingkan tim yang tidak terlibat, dan
seorang pemimpin hebat menyadari betul hal ini, dan mereka melihatnya sebagai
fungsi utama pemimpin.
Anda tidak dapat benar-benar terlibat dengan orang-orang hanya dari
belakang meja kerja, atau melalui email, telepon, whatsapp atau media
elektronik lainnya. Anda harus pergi turun ke sana dan bertemu orang-orang,
berbicara dengan mereka, melihat wajah mereka, memahami Bahasa tubuhnya
dan berhubungan dengan mereka. Anda perlu membagikan visi dan tujuan Anda
dan menunjukkan kepada mereka apa untungnya bagi mereka, bila Anda dapat
melakukannya maka tim Anda akan bersedia mengikuti Anda dan berkomitmen
pada tujuan organisasi. Perilaku Membangun Tim perlu ditunjukkan dengan
Keterlibatan Anda pula dalam implementasinya, istilah yang umum dipakai
adalah Down to Earth.

DRSEK-2020 44
b. Empati (Empathetic)
Bila Anda berempati, sangat memungkinkan Anda membuat koneksi dan
hubungan yang jauh lebih kuat dengan tim Anda. Empati sedikit berbeda dengan
Simpati, dimana saat Anda peduli akan kesulitan seseorang dan berusaha
membantunya, itulah yang disebut dengan Empati. Ini akan membantu Anda
menempatkan diri pada posisi mereka yang akan membantu Anda menciptakan
komunikasi yang lebih baik serta meningkatkan pemahaman, dan ketika orang
dapat memahami kondisi dan situasi maka mereka akan lebih mudah terlibat
(engage). Perilaku Membangun Tim yang kedua adalah kepedulian, ketulusan
dan keikhlasan Anda membantu anggota tim, baik persoalan pekerjaan masing-
masing ataupun perkara tugas dan tanggungjawab kelompok.
Sebagaimana yang dikatakan Stephen Covey, “Mengerti terlebih Dahulu
sebelum Anda ingin dimengerti.” Empati juga membantu Anda membangun
kepercayaan, yang merupakan pondasi Kepemimpinan yang Hebat. Perilaku
Membangun Tim agar Memberi Hasil Hebat adalah sikap seorang pemimpin yang
Empati.
c. Antusias (Enthusiastic)
Sikap dan Perilaku Membangun Tim berikutnya adalah semangat tanpa
henti atau bias disebut antusias. Jika Anda ingin orang-orang terlibat dengan
semua proses bisnis, maka Anda pun harus terlibat, Anda harus menunjukkan
Hasrat (Passion) dan Semangat (Enthusiasm) untuk mencapai Tujuan dan Sasaran.
Jika Anda tidak antusias, mengapa orang lain harus demikian pula. Kembalikan
kepada diri Anda sebagai Pemimpin Hebat, semangat antusias harus
ditularkan. Antusiasme menular, semakin antusias penampilan Anda, semakin
banyak hal ini akan menular ke tim Anda.
Semangat atau Antusias ini adalah role model yang wajib Anda tunjukkan
setiap saat kepada masing-masing anggota tim. Dengan memperhatikan Hasrat
dan Semangat Anda, mereka akan terpengaruh sedikit banyak juga akan selalu
bergerak dan aktif. Bayangkan jika Anda sebagai seorang Leader saja, datang
terlambat ke kantor, dan bermalasan saat briefing atau meeting pagi, maka ini
langsung menjadi preseden negative bagi mereka pengikut Anda.
d. Mengaktifkan (Enabling)
Bila Anda menempatkan orang dalam posisi di mana mereka bisa sukses,
menurut pengalaman banyak pemimpin bisnis, kebanyakan orang akan
menerimanya. Ketika orang sukses, hal itu memberi harga diri, rasa berharga,
yang memotivasi dan mendorong mereka untuk melakukan lebih banyak lagi.
Semakin Anda dapat mengaktifkan tim Anda, menyingkirkan hambatan yang
mencegah mereka mencapai tujuan, semakin sukses mereka. Perilaku
Membangun Tim agar memberikan hasil hebat yakni sikap Anda membuat
mereka “mampu” dan “mau”. Tempatkan setiap orang pada posisi yang tepat,
waktu yang tepat dan situasi kondisi yang tepat pula. Kesuksesan mereka adalah
tanggungjawab Anda dalam membangun tim yang hebat.

DRSEK-2020 45
e. Memberdayakan (Empowering)
Sebagaimana perilaku sebelumnya diatas yakni Enabling Team, dimana
Anda membantu tim menghapus penghalang jalan mereka, Anda perlu memberi
mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara yang paling
sesuai, terutama bila mereka ahli dalam apa yang mereka lakukan. Anda mungkin
akan “kagum” ketika banyak perusahaan yang menahan Hasil dan Pertumbuhan
bisnis dengan membatasi karyawan mereka, membatasi mereka tanpa berpikir
kreatif dan hanya mengikuti proses. Tuntut tim Anda bertanggung jawab atas
hasil mereka, dan berdayakan mereka untuk mengetahui cara terbaik untuk
mencapai tujuan. Seperti yang dikatakan Jenderal Amerika Patton “Jangan sekali-
kali beritahu orang bagaimana melakukan sesuatu, katakan pada mereka apa
yang harus dilakukan, dan mereka akan mengejutkan Anda dengan kecerdikan
mereka.”
Bila Anda memberdayakan orang, Anda meningkatkan motivasi, komitmen,
dan kepemilikan yang akhirnya mereka semua akan menunjukkan manfaat dalam
hasil.
f. Mendorong (Encouraging)
Begitu tim Anda terlibat dan maju, Anda perlu berfokus untuk mendorong
mereka mempertahankannya, terus melaju sampai kesuksesan tercapai. Apa
yang sudah dihargai maka akan mudah terulang kembali, dan memberi
penghargaan atau memuji tim Anda di depan umum adalah cara terbaik untuk
mendorong mereka lebih maju. Anda juga perlu melihat kemajuan tim, karena
akan sulit untuk melihat kemajuan yang dicapai saat Anda pun sulit
melakukannya. Anda harus meluangkan waktu untuk menunjukkan tim Anda
seberapa jauh mereka telah berhasil, untuk mendorong mereka agar terus
berlanjut sampai akhir.
g. Menjalankan (Execute)
Perilaku Membangun Tim yang berikutnya adalah Eksekusi atau
Implementasi. Pemimpin besar harus bisa mengeksekusi kepada dirinya sendiri.
Mereka perlu menjadi panutan atau role model, mampu menyingsingkan lengan
baju dan bisa bekerja berdampingan langsung dengan tim mereka. Mereka harus
dapat menunjukkan bahwa mereka tahu bagaimana memimpin, bahwa mereka
memiliki keahlian dan pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan dan dapat
menyusun rencana serta pendekatan yang akan menghasilkan kesuksesan. Ini
akan membantu membangun kepercayaan dan memberi orang perasaan bahwa
mereka bekerja dengan Anda dan bukan untuk Anda.

Jika Anda ingin menjadi pemimpin hebat yang mencapai hal-hal besar, semakin
banyak perilaku tersebut di atas, yang dapat Anda kuasai, akan semakin mudah jadinya
bagi Anda, dan itu akan membuat orang ingin datang dan bekerja dengan Anda. Ini akan
meningkatkan reputasi Anda dan membuat Anda dalam “permintaan”, membuka
peluang lebih besar dan lebih baik untuk Anda.

DRSEK-2020 46
G. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Etos Kerja
Hasil penelitian seperti yang dilakukan Agus Marimin (2011) di Bank Muamalat
Cabang Surakarta, ditemukan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian lain yakni penelitian Ahmad Fadli
(2004) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Kawasan Industri Medan” dan penelitian dari Ari Heryanto (2002) mengenai “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Pemoderasi”
membuktikan secara empiris pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan yakni
positif dan signifikan.
Pengaruh positif tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan, atau dengan kata lain dengan gaya kepemimpinan
baik maka kinerja karyawan tinggi. Sedangkan pengaruh yang signifikan ini menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh nyata (berarti) terhadap kinerja karyawan.
Pemimpin mempunyai tanggung jawab menciptakan kondisi-kondisi yang
merangsang anggota agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Gaya kepemimpinan
menjadi cermin kemampuan seseorang dalam mempengaruhi individu atau kelompok.
Seorang pemimpin harus mampu menjaga keselarasan antara pemenuhan kebutuhan
individu dengan pengarahan individu pada tujuan organisasi. Pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam individu atau
kelompok, serta fleksibel dalam cara pendekatan yang digunakan demi meningkatkan kinerja
seluruh organisasinya.
Gaya kepemimpinan dalam perusahaan merupakan hal penting dalam sebuah era
organisasi modern yang menghendaki adanya demokratisasi dalam pelaksanaan kerja dan
kepemimpinan perusahaan. Gaya kepemimpinan adalah suatu seni mengerahkan segala
sumber daya yang dimiliki dalam upaya mencapai tujuan dengan setrategi yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan. Akibat yang mungkin timbul dari adanya gaya kepemimpinan
yang buruk adalah penurunan kinerja karyawan yang akan membawa dampak kepada
penurunan kinerja total perusahaan.
Gaya kepemimpinan (leadership style) dapat dimaknai sebagai cara pimpinan untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau
melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi
hal tersebut mungkin tidak disenangi.
Menurut Alberto et al. (2005) kepemimpinan berpengaruh positif kuat terhadap
kinerja, juga berpengaruh signifikan terhadap learning organisasi. Temuan ini memberikan
indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja
bawahannya, di samping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik diperlukan juga adanya
pemberian pembelajaran terhadap bawahannya.

DRSEK-2020 47
Berikut ini adalah macam – macam pengaruh dari berbagai gaya kepemimpinan :
a. Otokratik
Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan
transaksional di mana pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap
staf/bawahan. Staff dan anggota tim memiliki kesempatan kecil untuk
menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal yang menarik bagi anggota
tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling efisien. Keputusan
dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan tersebut
dapat dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan
membenci sistem ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam
kondisi krisis, di mana keputusan harus dibuat secara cepat dan tanpa ada
perdebatan.
Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan
menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi
kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong sebagai
pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang
sebagai jarateristik yang negatif. Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin
yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar
akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga
sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan
menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan ‘ke-akuannya” antara lain
sebagai berikut :
1. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat
diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi
identik dengan tujuan pribadi.
2. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka.
3. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan.
4. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan
dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan
dituntut untuk melaksanakan nya saja.
Ciri-Ciri Kepemimpinan Otokratis :
1. Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin
2. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi
3. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
4. Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya
5. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan
6. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya

DRSEK-2020 48
7. Caranya mengerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat
mencari kesalahan
8. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat
9. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan
atau pendapat
10. Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
11. Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan
sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan,
ancaman, dan hukuman

Gaya kepemimpinan otokratis ini bisa dikatakan kepemimpinan terpusat


pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat
banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya
bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan. pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap
anggota-anggota kelompoknya. Kekuasaan pemimpin yang otokratis hanya
dibatasi oleh undang-undang. Penafsirannya sebagai pemimpin adalah untuk
menunjukkan dan memberi perintah, sementara kewajiban bawahan hanyalah
mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.
Dalam tipe ini, pemimpin bertindak diktaktor pada bawahannya.
Cenderung melakukan pemaksaan dalam menggerakkan kelompoknya. Disini
kewajiban dari bawahan adalah untuk mengikuti dan menjalankan perintah. Tak
boleh ada saran dan bantahan dari bawahan. Mereka diharuskan patuh dan setia
secara mutlak kepada pemimpinnya. Kendali penuh ada pada pemimpin (bersifat
satu arah). Contoh pemimpin diktaktor Adolf Hitler, Muammar Khadafi, Saddam
Husein, Husni Mubarak dan lain-lain.
Kelebihan :
1. Keputusan akan dapat diambil dengan cepat karena mutlak hak pemimpin, tak
ada bantahan dari bawahan
2. Pemimpin yang bersifat otoriter pasti bersifat tegas, sehingga apabila terjadi
kesalahan dari bawahan maka pemimpin tak segan untuk menegur
3. Mudah dilakukan pengawasan

Kelemahan :
1. Suasana kaku, mencekam dan menakutkan karena sifat keras dari pemimpin
2. Menimbulkan permusuhan, keluhan dan rawan terjadi perpindahan karena
bawahan tidak merasa nyaman
3. Bawahan akan merasa tertekan karena apabila terjadi perbedaan pendapat,
pemimpin akan menganggapnya sebagai pembangkangan dan kelicikan
4. Kreativitas dari bawahan sangatlah minim karena tidak diberikan kesempatan
mengajukan pendapat.

DRSEK-2020 49
5. Mudahnya melahirkan kubu oposisi karena dominasi pemimpin yang
berlebihan
6. Disiplin yang terjadi seakan-akan karena ketakutan dan hukuman bahkan
pemecatan dari atasan
7. Pengawasan dari pemimpin hanya bersifat mengontrol, apakah perintah yang
diberikan sudah dijalankan dengan baik oleh anggotanya.

b. Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang
paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu:
1. Kuatnya ikatan primordial,
2. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
3. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,
4. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota
masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai
kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan
semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan
serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau
kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe
kepemimpinan paternalistik yaitu:
1. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya
lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut
dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat
kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir
sendiri.
2. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat
pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa.
3. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang
bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini
disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala
sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada
pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan.

Tipe pemimpin ini memiliki sifat kebapakan, mereka menganggap bahwa


bawahan tidak bisa bersifat mandiri dan perlu dorongan dalam melakukan
sesuatu. Pemimpin ini selalu melindungi bawahannya. Pemimpin paternalistik
memiliki sifat maha tahu yang besar sehingga jarang memberikan kesempatan
pada bawahan untuk mengambil keputusan. Contoh pemimpin
paternalistik adalah seorang guru.

DRSEK-2020 50
Kelebihan :
1. Pemimpin pasti memiliki sifat yang tegas dalam mengambil keputusan
2. Bawahan akan merasa aman karena mendapat perlindungan
Kelemahan :
1. Bawahan tidak memiliki inisiatif dalam bertindak karena tidak diberi
kesempatan
2. Keputusan yang diambil tidak berdasarkan musyawarah bersama karena
menganggap dirinya sudah melakukan yang benar
3. Daya imajinasi dan kreativitas para pengikut cukup rendah karena tidak ada
kesempatan untuk mengembangkannya

c. Tipe Militeristis
Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat sistem perintah yang sering digunakan Senang bergantung pada
pangkat dan jabatan Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
Dalam menggerakkan bawahan. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis
adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
1. Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya.
2. Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan
bawahannya
3. Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
4. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
5. Sukar menerima kritikkan dari bawahan

Tipe kepemimpinan militeristik adalah tipe pemimpin yang memiliki


disiplin tinggi dan biasanya menyukai hal-hal yang formal. Menerapkan sistem
komando dalam menggerakkan bawahannya untuk melakukan perintah.
Menggunakan pangkat dan jabatan dalam mempengaruhi bawahan untuk
bertindak. Contoh pemimpin militeristik adalah Soeharto.
Kelebihan :
1. Tegas dan tidak memiliki keraguan dalam bertindak dan mengambil
keputusan
2. Bawahan akan memiliki disiplin yang tinggi
3. Bawahan akan merasa aman dan terlindungi
Kelemahan :
1. Suasana cenderung kaku karena lingkungan yang formal
2. Pemimpin sukar dalam menerima kritikan dan saran dari bawahan
3. Bawahan akan merasa tertekan dan tidak nyaman karena banyak aturan dan
sifat keras dari pemimpin.

DRSEK-2020 51
d. Kharismatik
Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan
baik dari pemimpin maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya
kepemimpinan yang dapat dijabarkan tetapi dapat dirasakan kurang nyata
dibandingkan pola kepemimpinan lainnya (Bell, 2013). Sering disebut sebagai
pola kepemimpinan transformasional, pemimpin karismatik menginspirasi hasrat
di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi karyawan untuk
terus bergerak ke depan (progresif). Jaminan rangsangan dan komitmen dari
dalam tim merupakan aset berharga di dalam produktivitas serta mencapai
tujuan. Kelemahan dari sistem ini adalah perlunya kepercayaan diri tinggi dari
pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan. Sistem ini bisa menjurus bahaya ke
dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang pemimpin meninggalkan.
Sebagai tambahan, pemimpin karismatik mungkin percaya bahwa dia tidak dapat
bertindak salah, meskipun orang lain mengingatkannya mengenai jalur di mana ia
melangkah serta perasaan tidak terkalahkan dapat menghancurkan seluruh tim
dan atau organisasi.
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu
dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan
kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang
sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang
jumlahnya sangat besar.
Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria
ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung
mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki “kekuatan ajaib”
yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang
tertentu itu dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik.
Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki energi dan daya tarik yang luar
biasa untuk dapat mempengaruhi orang lain, maka tidaklah heran apabila
memiliki pengikut atau masa yang jumlahnya besar. Sifat kharismatik yang
dimiliki adalah karunia dari tuhan. Pemimpin kharismatik bisa dilihat dari cara
mereka berbicara, berjalan maupun bertindak. Contoh pemimpin
kharismatik adalah Nelson Mandela, John F Kennedy, Martin Luther King,
Soekarno dan lain-lain.
Kelebihan :
1. Dapat mengkomunikasikan visi dan misi secara jelas
2. Dapat membangkitkan semangat bawahan untuk bekerja lebih giat
3. Bisa mendapatkan pengikut dengan masa yang besar karena sifatnya yang
berkharisma sehingga bisa dipercaya
4. Menyadari kelebihannya dengan baik sehingga bisa memanfaatkannya
semaksimal mungkin

DRSEK-2020 52
Kelemahan :
1. Para pemimpin kharismatik mudah mengambil keputusan yang beresiko
2. Pemimpin kharismatik cenderung memiliki khayalan bahwa apa yang
dilakukan pasti benar karena pengikutnya sudah terlanjur percaya
3. Ketergantungan yang tinggi sehingga regenerasi untuk pemimpin yang
berkompeten sulit

e. Laissez Faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari
filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam
kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat
kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya.
Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan
para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab
dan tidak setia, dan sebagaianya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin
yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan
adalah nilai yang disarankan kepada saling mempercayai yang besar.
Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi
dari pemimpin.
2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif.
3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih
rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu
yang nyata-nyata nye menuntut keterlibatannya secara langsung.
4. Status quo organisasional tidak terganggu.
5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan
sendiri.
6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi
berada pada tingkat yang minimum.

Penerapan gaya kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan


keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi
organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut
selera masing-masing.

DRSEK-2020 53
Pola kepemimpinan laissez-faire mungkin merupakan pola kepemimpinan
yang terbaik atau malah terburuk dari seluruh pola kepemimpinan yang ada
(Goodnight, 2011). Laissez-faire, bahasa Prancis untuk biarkan saja, apabila
diterapkan kepada sistem kepemimpinan menggambarkan pemimpin yang
membolehkan orang-orang bekerja dengan cara mereka sendiri. Pemimpin pola
Laissez-faire menanggalkan tanggung jawab dan menghindari membuat
keputusan, mungkin memberi seluruh anggota tim kemerdekaan penuh untuk
melakukan pekerjaan mereka dan menyusun target masing-masing.
Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki
kuasa untuk mengambil keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012).
Pemimpin menyediakan tim dengan sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan,
akan tetapi tidak terlalu sering. Gaya kepemimpinan ini dapat berjalan efektif
apabila pemimpin selalu memonitor performa dan memberikan tanggapan
(feedback) kepada anggota tim secara reguler. Keuntungan utama dari
kepemimpinan laissez-faire adalah mempersilahkan anggota tim suatu otonomi
yang dapat membimbing kepada kepuasan pekerjaan yang tinggi dan
meningkatkan produktivitas. Pola ini dapat merusak apabila anggota tim tidak
mampu mengatur waktunya dengan baik atau tidak memiliki pengetahuan, bakat,
atau motivasi untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. Jenis kepemimpinan
ini dapat berjalan apabila manager tidak memiliki kendali yang layak terhadap
bawahannya (Ololube, 2013).
Dalam tipe ini, pemimpin tidak memberikan instruksi dan perintah,
mereka membiarkan bawahannya untuk berbuat sekehendaknya. Tak ada kontrol
dan koreksi. Tentu saja dalam kepemimpinan inisangatlah mudah terjadi
kekacauan dan bentrokan. Pemimpin tak menjalankan perannya dengan baik.
Kelebihan :
1. Keputusan ada di tangan bawahan sehingga bawahan bisa bersikap mandiri
dan memiliki inisiatif
2. Pemimpin tidak memiliki dominasi besar
3. Bawahan tidak akan merasa tertekan dalam menjalankan tugas
Kelemahan :
1. Pemimpin membiarkan bawahan untuk bertindak sesuka hati karena tidak
ada kontrol
2. Mudah terjadi kekacauan dan bentrokan
3. Tujuan organisasi akan sulit tercapai apabila bawahan tidak memiliki inisiatif
yang tepat dan dedikasi tinggi

f. Demokratik
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara

DRSEK-2020 54
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:
1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk
yang mulia dan derajatnya sama.
2. Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi
atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya.
3. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan
bersama.
4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan
kemajuan organisasi.
5. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari
sebelumnya.
6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan
kapasitanya menjadi pemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi.

Dalam gaya kepemimpinan demokratis, pendapat dari setiap anggota akan


mendapat perhatian oleh pemimpin, terutama dalam andil mereka untuk
menentukan keputusan yang akan didaulat oleh organisasi atau kelompok
tersebut.
Walaupun menjadi sebuah gaya kepemimpinan yang paling banyak
menjadi pilihan dan favorit bagi banyak orang, ternyata sistem demokrasi belum
100% dianut oleh salah satu negarapun di dunia ini. Indonesia adalah salah satu
negara yang menganut sistem demokrasi, dimana Indonesia memilih kepala
negara untuk menjabat sebagai presiden dan setiap perwakilannya melalui
pemilihan umum yang biasanya dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
Gaya kepemimpinan demokratis mengangkat slogan yang
mengedepankan suara rakyat, yaitu “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
Dimana setiap keputusan dan ide berasal dari usulan rakyat, selanjutnya
dilakukan bersama-sama oleh rakyat dan bertujuan untuk kepentingan rakyat itu
sendiri.
Dalam hal ini, gaya kepemimpinan demokratis menempatkan para
pemimpin sebagai koordinator dan integrator, dimana para pemimpin bertugas
mendiskusikan setiap keputusan yang akan diambil sebelum diserahkan
kepadaorganisasi pada tingkat bawahan. Selain itu, para pemimpin juga berperan
sebagai pengawas, pengatur dan pemegang kontrol. Dengan kata lain, pemimpin
memiliki peran penting untuk memastikan setiap keputusan yang diambil
bersama tersebut telah dilakukan oleh setiap bawahannya.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis, filsafat demokratis
mengedepankan akan pengakuan dan penerimaan bahwa setiap individu adalah
makhluk yang memiliki harkat dan juga martabat yang mulia dengan hak asasi
yang sama.

DRSEK-2020 55
Menurut Sondang P. Siagian (1989, h.18) pemimpin dengan gaya
kepemimpinan demokratis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan porsi
yang tepat.
2. Mempunyai persepsi yang holistik.
3. Menggunakan pendekatan yang integralistik.
4. Organisasi secara keseluruhan.
5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan.
6. Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
7. Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran bawahannya.
8. Bersifat rasional dan obyektif.
9. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif.

Sebagai seorang pemimpin dalam sebuah organisasi, dalam gaya


kepemimpinan demokratis, pengaruh yang diberikan kepada setiap bawahan
adalah kemampuan mutlak yang harus dimilikinya. Pengaruh ini tidak lain agar
tujuan organisasi dapat tercapai, melalui bujukan, arahan dan sebagai jembatan
penghubung kerja sama yang terjalin antar organisasi agar mampu bersinergi
bersama.
Ada banyak gaya kepemimpinan di dunia ini yang diterapkan oleh
berbagai organisasi atau bahkan setiap negara dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis yang
membedakannya dengan gaya kepemimpinan yang lain diantaranya sebagai
berikut:
1. Kekuasaan Pimpinan Tidak Mutlak
Sebagai pemimpin dalam organisasi yang menganut gaya
kepemimpinan demokratis, pemimpin tidak memiliki wewenang yang mutlak
dimana setiap keputusan dan kebijakan organisasi atau negara dilakukan
melalui musyawarah mufakat.
Dengan demikian setiap pendapat dari bawahan dapat menjadi
sebuah landasan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, bawahan juga
memiliki hak untuk membuat keputusan, walaupun tetap ada batasan yang
harus ditaati sesuai dengan aturan atau perundangan yang berlaku dan
disepakati bersama dalam sebuah aturan tertulis yang berisi tentang
wewenang dari atasan dan juga sejauh mana keterlibatan dari para bawahan.
2. Adanya Komunikasi yang Baik
Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dalam gaya
kepemimpinan demokratis berlangsung dengan baik. Bawahan tidak perlu
segan dalam memberikan saran, kritik atau masukan kepada atasan, dengan
tata cara atau prosedur yang benar berdasarkan fakta, sehingga pemimpin
pun juga mendengar saran atau pendapat dari bawahannya.

DRSEK-2020 56
3. Pengawas di Kedua Belah Pihak
Pengawasan tidak hanya dilakukan dari atasan kepada bawahan, tetapi
juga sebaliknya. Ada pengawas yang bertugas untuk memastikan bahwa
pemimpin melaksanakan tugasnya dengan benar sesuai dengan aturan dan
wewenang yang tertuang dalam peraturan atau perundangan tertulis.
4. Pemimpin dan Bawahan Memikul Tanggung Jawab Bersama
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Inilah peribahasa yang
menjadi sebuah nilai moral yang dianut oleh gaya kepemimpinan demokratis,
dimana pemimpin dan juga bawahan menanggung tanggung jawab secara
bersama-sama, tidak berat sebelah. Dalam hal ini, setiap keberhasilan
ataupun kegagalan sama-sama dipikul bersama-sama, baik itu oleh pemimpin
dan juga para bawahannya.
5. Adanya Kebebasan Berpendapat Bagi Bawahan
Dalam gaya kepemimpinan demokratis, setiap bawahan memiliki andil
yang sama dan keleluasaan untuk mengutarakan pendapat dan aspirasi
mereka terhadap organisasi. Aturan dan tata cara prosedur tercantum secara
tertulis untuk membuat alur memberikan masukan tetap tertib dan kondusif.
Tujuan dari gaya kepemimpinan demokratis adalah untuk
mengaspirasi kepentingan bersama, oleh sebab itu setiap individu tanpa
kecuali memiliki hak suara yang sama untuk didengar dan diperhatikan.
Hingga saat ini, belum ada satu gaya kepemimpinan yang sempurna yang
mampu menjadi sebuah sistem tatanan kepemimpinan yang 100% efektif dan
mampu menanggulangi setiap persoalan.
Adapun gaya kepemimpinan demokratis, selain menjadi sebuah gaya
kepemimpinan yang paling banyak diminati karena berbagai kelebihannya,
ternyata gaya kepemimpinan demokratis juga memiliki kekurangan atau
kelemahannya tersendiri. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari gaya
kepemimpinan demokratis.
Kelebihan :
1. Hubungan antara pemimpin dan bawahan harmonis dan tidak kaku.
2. Keputusan dan kebijaksanaan diambil melalui diskusi sehingga bawahan akan
merasa dihargai dan dibutuhkan peranannya.
3. Mengembangkan daya kreatif dari bawahan karena dapat mengajukan
pendapat dan saran.
4. Bawahan akan merasa percaya diri dan nyaman sehingga bisa mengeluarkan
kemampuan terbaiknya untuk menyelesaikan tugasnya.
5. Bawahan akan merasa bersemangat karena merasa diperhatikan.
6. Tidak mudah lahir kubu oposisi karena pemimpin dan bawahan sejalan.
Kekurangan :
1. Proses pengambilan keputusan akan berlangsung lama karena diambil secara
musyawarah.
2. Sulitnya dalam pencapaian kata mufakat karena pendapat setiap orang jelas
berbeda.

DRSEK-2020 57
3. Akan memicu konflik apabila keputusan yang diambil tidak sesuai dan apabila
ego masing-masing anggota tinggi.
Dengan demikian maka gaya memimpin memiliki banyak pengaruh
terhadap etos kerja dari suatu unit kerja. Berbagai upaya pemimpin untuk
meningkatkan etos kerja para karyawannya diantaranya, pemimpin selalu
memotivasi karyawan, berdiskusi, melakukan kegiatan religius bersama dalam
perusahaan. Dengan gaya memimpin yang tepat dan diimbangi dengan
memperhatikan kesejahteraan karyawan maka akan menciptakan etos kerja
sesuai dengan yang diinginkan seperti giat bekerja, bekerja tepat waktu, semangat
dalam bekerja, dan karyawan menjadi sejahtera.

H. Kerjasama dalam Tim


a. Definisi Kepemimpinan Tim
Tim adalah kelompok didalam organisasi yang anggota-anggotanya saling
bergantung satu sama lain, saling berbagi tujuan bersama, dan dicirikan oleh
adanya satu orang yang mengkoordinasikan kegiatan bersama mereka.
Koordinasi tersebut dilakukan demi mencapai tujuan bersama. Contoh dari
sebuah tim adalah tim manajemen proyek, gugus tugas, unit-unit kerja, atau tim
pengembang organisasi.
Di dalam tim, fungsi utama kepemimpinan adalah berupaya mencapai
tujuan organisasi (tim) secara kolektif, bukan individual. Tim umumnya
memiliki. seorang pemimpin yang telah ditentukan. Pemimpin tersebut dapat
berasal dari dalam tim itu sendiri maupun dari luar.
Peran kepemimpinan didalam tim dapat saja dirotasi sehingga mungkin
saja diisi oleh para anggota lain antarwaktu. Peran kepemimpinan di dalam tim
juga bisa disebar di antara sejumlah anggota tim tanpa harus ditentukan
seorang pemimpin secara formal. Kepemimpinan yang tersebar tersebut umum
ditemukan dalam kepemimpinan tim. Posisi kepemimpinan dalam tim tidak lagi
bercorak satu pemimpin formal selaku pemegang tanggung jawab utama
melainkan jatuh ke tangan beberapa orang yang berpengalaman di dalam tim
Kepemimpinan didalam tim umumnya digariskan ke daftar serangkaian
keputusan utama yaitu sejumlah kondisi yang menentukan kapan dan
bagaimana seorang pemimpin baru ikut campur guna meningkatkan fungsi tim.
Pertimbangan pertama apakah lebih baik meneruskan pengamatan dan
memonitoring tim ataukah mengintervensi kegiatan tim dengan mengambil
tindakan. Pertimbangan kedua, apakah intervesi yang dilakukan lebih kepada
tugas yang tengah dilaksanakan ataukah dalam konteks hubungan yang dengan
anggota tim lain. Pertimbangan ketiga apakah intervensi sebaiknya dilakukan
pada tingkat internal (di dalam tim itu sendiri) atau eksternal (di lingkungan
sekeliling tim).
Tindakan kepemimpinan eksternal adalah tindakan yang dibutuhkan
untuk menjaga tim agar terlindung dari dampak lingkungan eksternal, tetapi di
saat sama, mempertahankan hubungan tim dengan lingkungan eksternal.
Termasuk kedalam tindakan ini adalah Tindakan yang juga umum diambil dalam
kepemimpinan tim terbagi menjadi dua Internal dan eksternal.

DRSEK-2020 58
1. Tindakan internal artinya adalah tindakan yang dilakukan di dalam tim itu
sendiri, yang terdiri atas tugas dan hubungan.
2. Tindakan eksternal artinya tindakan dilakukan pada lingkungan sekeliling
tim.

Tindakan kepemimpinan dalam tugas internal terdiri atas model yang


merinci serangkaian skill atau tindakan yang dilakukan pemimpin untuk
meningkatkan kinerjanya, yaitu :
1. Fokus pada tujuan (menjelaskan, memperoleh persetujuan)
2. Merinci hasil (perencanaan, pemvisian, pengorganisasian, penjelasan peran,
dan pendelegasian wewenang)
3. Pemfasilitasian proses pembuatan keputusan (penginformasian,
pengendalian, pengkoordinasian, pemediasian, pensintesisan, dan
pemfokusan pada masalah)
4. Pelatihan anggota tim sehubungan keahlian yang dibutuhkan dalam
pekerjaannya (pendidikan, pengembangan)
5. Pemeliharaan standar prima (penilaian tim dan kinerja individual,
pembahasan kinerja yang tidak sesuai)

Tindakan hubungan dalam konteks internal dibutuhkan untuk


meningkatkan skill interpersonal anggota tim sekaligus hubungan yang terjalin
di dalam tim. Tindakan dalam konteks ini terdiri atas:
1. Pelatihan untuk meningkatkan skill interpersonal
2. Penguatan kerjasama di antara anggota tim
3. Pengelolaan konflik agar konflik tetap ada di tataran intelektual, bukan
pribadi.
4. Penguatan komitmen tim.
5. Pemuasan kepercayaan dan dukungan yang dibutuhkan oleh anggota tim
6. Bertindakan fair dan konsisten dalam perilaku-perilaku yang bersifat
prinsipil.
7. Memperoleh akses atas informasi demi membangun aliansi eksternal
8. Membantu tim yang telah terkena pengaruh lingkungan.
9. Bernegosiasi dengan manajemen senior seputar pengakuan, dukungan,
dan sumberdaya yang perlu bagi kelangsungan tim.
10. Perlindungan anggota tim dari penetrasi lingkungan internal organisasi
maupun eksternal organisasi.
11. Melakukan pengujian atas indikator efektivitas yang
berasal dari lingkungan eksternal, misalnya survey kepuasan
pelanggan.
12. Menyediakan informasi dari luar yang dibutuhkan oleh anggota tim.
13. Efektivitas tim terdiri atas dua dimensi yaitu :
 kinerja tim
 pengembangan tim.

Kinerja tim mengaju pada seberapa baik kualitas tugas yang mampu
dicapaioleh tim. Pengembangan tim mengacu pada seberapa baik tim tetap
terpelihara sehubungan dengan pencapaian tugas-tugas tim. Sejumlah
peneliti menganjurkan kriteria penilaian efektivitas tim, misalnya yang seperti

DRSEK-2020 59
ditawarkan Carl E. Frank M. J. LaFasto tahun 1989, yaitu:
1. Apakah tim punya tujuan yang spesifik, masuk akal, dan disampaikan
secara jelas
2. Apakah tim memiliki struktur pencapaian hasil
3. Apakah para anggota tim memenuhi syarat
4. Adakah kesatuan dalam tim yang didasarkan pada komitmen atas tujuan tim
5. Adakah iklim kerjasama diantara anggota tim
6. Adakah standar prima yang membimbing tim?
7. Adakah dukungan eksternal serta pengakuan bagi tim?
8. Adakah kepemimpinan tim yang efektif?

b. Definisi Tim dan Kerjasama Tim


Tim adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
berinteraksi dan koordianasi kerja mereka untuk tujuan tertentu (Widiastuti
Dyah, 2011).
Katzenbach dan Smith mendefinisikan tim sebagai “sekelompok kecil orang
dengan keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen untuk maksud
bersama (common purpose), menghasilkan tujuan-tujuan dan pendekatan
bersama dimana mereka mengikatkan diri dalam kebersamaan tanggung jawab
(mutally accountable) (Gowa, 2007).
Kata kata bergaris miring yaitu selkelompok kecil orang, keterampilan yang
saling melengkapi maksud bersama, menghasilkan tujuan tujuan bersama, dan
tanggung jawab bersama, adalah kata kata kunci dalam pengertian Tim.
1. Kelompok Kecil
Kelompok kecil adalah dengan jumlah anggota antara 2-25 orang. Namun
jumlah angota 5-9 orang dianggap sebagai jumlah optimal yang dapat
diperoleh secara efektif dalam sebuah tim. Jumlah anggota di atas 9 orang
mengurangi kesempatan saling berbicara dan berinteraksi pada anggota
tim. Komunikasi kurang dapat terjalin dengan baik.
2. Keterampilan yang saling melengkapi
Keterampilan yang saling melengkapi membuka peluang tim untuk
mengkombinasikan beragam ide dan keterampilan yang tersedia dan
memberikan hasil baru yang hebat.
3. Maksud Bersama
Maksud bersama tiom merupakan motor penggerak sebuah tim. Maksud
harus memberikan makna bagi anggota tim . baik secara individu maupun
secara bersama., dan menjadi motiasi bagi para anggota tim, untuk
mencapainya dengan kekuatan tim.
4. Cara menghasilkan tujuan-tujuan
Tujuan adalah kekuatan yang mendorong dan mengerakkan tim. Tujuan-
tujuan harus ditetapkan secara spesifik, dilaksanakan, dan dievaluasi
selama proses pencapaiannya. Hasil- hasil yang dicapai merupakan sukses
sukses kecil yang patut dihargai dan dirayakan bersama untuk
membangkitkan semangat.

DRSEK-2020 60
5. Pendekatan Bersama
Pendekatan bersama adalah cara para anggota melakukan kesepakatan
bagaimana mereka akan bekerja dalam satu kesatuan. Dalam kesepakatan
ini bisa ditetapkan aturan- aturan kain dalam tim agar setiap anggota tim
dapat bergerak dalam irama yang sama.
6. Kebersamaan tanggung jawab
Tanggung jawab bersama harus dikembangkan dalam kerja sama tim,
yakni berbagai tanggung jawab dan rasa kepemilikan terhadap hasil yang
dicapai.
7. Sinergi
Sinergi adalah penggabungan berbagai kekuatan atau potensi menjadi satu
kekuatan baru yang hebat. Sinergi akan tercapai apabila dua orang atau
lebih bekerja sama untuk menciptakan solusi yang lebih baik dibandingkan
bila bekerja sendiri; bukan caramu atau cara saya tetapi cara atau jalan kita
yang lebih baik (Srijanti dkk, 2006). Dalam bukunya yang berjudul Habit of
Highly Effective Teens, Sean copey menyebutkan ciri-ciri sinergi dan sinergi;

Dalam sebuah tim kepanitiaan acara konser amal misalnya, ketua


panitia sebagai pemimpin akan mengidentifikasi pekerjaan apasaja yang harus
dilakukan agar tujuan penyelengara konser bisa berlangsung dan memberikan
hasil yang berlimpah untuk disumbangkan sebagai amal. Tahap selanjutnaya
akan dibentuk tim kerja sesuai jenis-jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
Misalnya akan ada wakil ketua, bendahara, seksi dana dan sponsorship, seksi
acara, seksi publikasi dan dokumentasi, seksi perkengkapan, seksi keamanan,
dan sebagainya. Setelah itu akan ditunjukkan orang-orang yang tepat dan
kompeten pada bidang-bidang kerja tersebut yang dapat saling berkerja sama
dalam konser amal tersebut, untuk bendahara pasti akan yang ditunjuk orang
yang jujur teliti dan ahli dalam penghitungan keuangan. Sedangkan untuk seksi
dana dan sponsorship akan sangat tepat dipengang oleh orang-orang yang
pandai bergaul, ulet, tidak pemalu, ekrovert serta memiliki network yang luas
untuk mencasi sponsor dan pembiayaan.

c. Tahapan Membangun Kepemimpinan Tim


1. Membangun Tim Kerja
Dalam upaya membangun tim kerja adalah kesamaan Visi, misi dan
tujuan yang ingin dicapai dengan terus melakukan brainstorming agar
kesepakatan bersama dapat tercapai. Salah satu aspek yang dibangun
adalah pembagian tugas yang jelas sehingga masing-masing anggota
mengerti kewajibannya. Selanjutnya akan dapat menumbuhkembangkan
rasa tanggungjawab dan komitmen dalam diri anggota tim. Di dalam
sebuah tim tetap dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menjadi
motivator dan membangun suasana kerja yang kondusif dari seorang
pemimpin yang dapat berpikir jernih dan bertanggung jawab.
Terdapat banyak aspek utama yang dibawa oleh individu ke dalam
sebuah tim, yaitu: Kompetensi (Competency), keahlian anggota tim pada

DRSEK-2020 61
suatu bidan tertentu yang dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian
tujuan tim, Kemampuan belajar (Learning), kemampuan belajar anggota tim
yang berpengaruh langsung terhadap kemampuan belajar tim.
Kesungguhan (Commitment), kesungguhan yang dapat diberikan anggota
tim dalam melaksanakan tugas yang diberikan.. Kerjasama (Team work),
kemampuan bekerjasama setiap individu sebagai anggota tim. Kolaborasi
(Collaboration), kemampuan berkolaborasi di dalam tim dan di antara tim.
Komunikasi (Communication), tingkat kemampuan komunikasi setiap
anggota tim. Kepercayaan (Trust), tingkat kepercayaan terhadap sesama
anggota tim. Motivasi (Motivation), motivasi yang dimiliki setiap anggota
tim.
Tantangan utama yang berhubungan dengan aspek kepemimpinan
Tim adalah membangun budaya yang kondusif serta menciptakan atmosfer
yang mendukung kerja tim (Dubrin, 2005). Tim kerja merupakan
kompetensi penting untuk menuju kesuksesan. Tantangan ini mirip dengan
tantangan membangun kultur yang tepat untuk memotivasi orang. Strategi
yang dianjurkan untuk pemimpin tim adalah mempromosikan pandangan
yang mengakui bahwa bekerja sama secara efektif merupakan standar
perilaku yang diharapkan. Membangun kultur atau norma teamwork akan
sulit ketika ada kultur individualisme yang kuat di dalam sebuah organisasi.
Pemimpin tim yang percaya kepada teamwork biasanya memiliki posisi
yang lebih baik untuk membangun kultur teamwork. Tim dengan kinerja
tinggi pada umumnya heterogen. Artinya, tim yang mencapai tingkat kinerja
yang tinggi tidak terdiri dari orang-orang yang benar-benar sama.
Melainkan, tim ini terdiri dari para anggota yang mempunyai kecakapan-
kecakapan yang saling melengkapi. Mereka memerlukan kecakapan
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Para anggota harus
mampu mengenali masalah dan peluang, kemudian memilih solusi.
Kecakapan hubungan antarpribadi diperlukan untuk berkomunikasi,
memecahkan konflik dan berinteraksi secara efektif dengan para anggota
tim. Ketika tim berkembang kita harus memastikan bahwa para anggota
mempunyai lebih dari masing-masing kecakapan ini. Keanggotaan tim
dengan kecakapan yang saling melengkapi penting dalam mencapai
kreativitas (Patricia Buhler, 2004).
2. Membangun Disiplin Tim
Pemimpin harus membuat perubahan pribadi pada dirinya sendiri,
sebelum meminta orang lain berubah. Para pemimpin sukses bukan hanya
mengatakan apa yang harus dilakukan, mereka memperlihatkannya! Orang
meniru apa yang mereka lihat dari sang pemimpin. Apa yang dihargainya
akan dihargai pula oleh anggotanya. Tujuan pemimpin menjadi tujuan
mereka. Lee Iacocca berkata, "Kecepatan bos adalah kecepatan tim."
Disiplin diri, kemauan, penguasaan diri, artinya mengendalikan kehidupan.
Disiplin juga diartikan membayar harga dalam hal-hal kecil agar dapat
membeli hal yang besar. Disiplin adalah awal dari sebuah budaya, jikalau
displin sudah terbentuk maka ada istilahnya menjadi budaya disiplin.
Disiplin adalah upaya untuk membuat orang berada pada jalur sikap dan
perilaku yang sudah ditetapkan oleh perusahaan atau pemimpin. Jika

DRSEK-2020 62
sudah distrategikan dalam bentuk perilaku, nilai, dan penerapannya dalam
bentuk norma, maka harus dijaga agar orang itu taat.
Tidak ada individu yang sukses tanpa disiplin, sama halnya tidak
ada tim yang sukses tanpa disiplin. Kedisiplinan dapat dibangun dengan
menetapkan prioritas-prioritas, menempatkan prioritas dalam kalender,
menyediakan sedikit waktu untuk hal-hal yang tidak terguga, mengerjakan
masalah satu persatu, mengembangkan sistem yang berlaku, memiliki
rencana untuk setiap kegiatan serta berfokus pada hasil, bukan pada
kegiatan. Tim membutuhkan anggota-anggota yang berdisiplin. Untuk
menjadi tim yang berdisiplin harus memiliki pikiran yang disiplin. Pikiran
pemimpin harus aktif, secara teratur menghadapi tantangan- tantangan
mental, dan terus memikirkan hal-hal yang tepat (Maxwell, 2003).
3. Membangun Komitmen Tim
Komitmen (commitment) yang berarti janji untuk mengerjakan
sesuatu adalah sebuah karakter dalam mencapai tujuan. Arti lainnya
adalah kesanggupan untuk bertanggung jawab terhadap hal-hal yang
dipercayakan kepada seseorang. Komitmen tidak ada hubungannya sama
sekali dengan bakat, kepintaran atau talenta. Dengan komitmen yang kuat
akan memungkinkan seseorang bisa mengeluarkan sumber daya fisik,
mental, dan spiritual tambahan yang bisa diperoleh. Sebaliknya, tanpa
komitmen maka pekerjaan-pekerjaan besar akan sulit terlaksana.
Menurut John C. Maxwell dalam bukunya 21 Kualitas
Kepemimpinan, Interaksara, Batam, 2001, komitmen bagi pemimpin
artinya berbuat lebih karena banyak orang tergantung kepadanya.
Selain harus dimiliki para pemimpin, komitmen juga harus dimiliki
oleh segenap anggota tim. Dengan menjadi orang yang berkomitmen
terhadap pekerjaan, bukan sebagai beban dan kewajiban, tetapi sarana
berkarya dalam mengembangkan diri, bahwa biasanya orang-orang yang
berkomitmen akan mencapai kepuasan kerja (job satisfaction).
Anggota tim yang berkomitmen memiliki bentuk keterlibatan yang
tinggi dalam perusahaan. Tim tersebut bekerja bukan karena diperintah,
tetapi termotivasi bukan oleh faktor eksternal melainkan faktor internal
yang sumber motivasinya berasal dari dalam dirinya sendiri. Dalam satu
tim, idealnya terdapat tujuan dan ada kemauan serta komitmen. antara
pemimpin tim dan anggota tim harus ada landasan kemauan untuk
bersama-sama membentuk suatu tim dan harus memiliki komitmen. Tanpa
kemauan dan komitmen baik di pihak pemimpin tim maupun di pihak
anggota tim, akan sia-sialah segala usaha untuk berkembangnya satu tim.
Kemauan dan komitmen tidak bisa dipaksanak oleh kekuasaan yang lebih
tinggi (Soemarsono, 2003).

d. Macam-macam Kepemimpinan
1. Model Kepemimpinan Transaksional
Transaksi antarpribadi, antara pemimpin atau pihak manajerial dan
karyawan. Dua karakteristik dalam model kepemimpinan transaksional

DRSEK-2020 63
adalah:
a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk
memberikan motivasi pada karyawan.
b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para
bawahan gagal mencapai tujuan kinerja.
2. Kepemimpinan Kharismatik
Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis.
Pesan pesan mengenai l, daya tarik terhadap nilai nilai ideologis, stimulasi
intelektual terhadap para pengikut oleh pemimpin, penampilan,
melampaui panggilan tugas
3. Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan ini adalah kemampuan untuk mengkreasikan dan
mengartikulasikan suatu yang berhubungan dengan organisasi atau unit
organisasi agar dapat terus tumbuh dan terus meningkat.
4. Kepemimpinan Tim
Menjadi pemimpin efektif harus memelajari keterampilan seperti
kesabaran untuk membagi informasi, percaya kepada orang lain,
menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi.
Empat peran pemimpin tim dalam model kepemimpinan ini adalah:
 Para pemimpin merupakan penghubung bagi para konstituen eksternal
 Pemimpim tim adalah pemecah masalah
 Pemimpim tim adalah manajer konflik

e. Aspek-aspek membangun tim berkinerja tinggi


1. Goal Setting
Sebuah tim mampu berkinerja tinggi jika memiliki tujuan atau
sasaran yang jelas dan dipahami oleh seluruh anggota tim. Selain secara
kognitif dipahami, sasaran tim harus dapat diterjemahkan dalam tindak
tanduk atau perilaku sehari- hari. Tingkat pemahaman yang baik pun
belum tentu akan tercermin dalam perilaku sehari-hari anggota tim. Maka,
seorang pemimpin harus memastikan bahwa pemahaman dan tindakan
setiap anggota tim harus selaras dengan sasaran tim.
2. Leadership
Tim berkinerja tinggi akan dapat dicapai jika ada faktor
kepemimpinan. Kepemimpinan akan memberikan pengaruh kepada tim
untuk dapat bergerak ke arah yang positif menuju efektifitas organisasi.
Kepemimpinan akan muncul jika seorang pemimpin dapat menjadi panutan
( role mode) serta memahami secara lebih nyata kondisi (kontekstual)
timnya: konteks organisasi, masalah yang dihadapi, tingkat kematangan
anggota tim, harapan stakeholder dan aspek lainnya. Dengan begitu, akan
lahir kepemimpinan otentik yang mampu mengembangkan dan
memberdayakan seluruh anggota tim.
3. Cooperative Relationship
Kerja sama berbeda dengan sama-sama kerja. Dalam kerja sama ada
nilai sinergisme, yang dapat dibangun dengan menghadirkan nilai
kejujuran, saling percaya, saling mendukung dan upaya mementingkan
tim/organisasi di atas kepentingan pribadi dalam budaya kerja. Hubungan
kerja sama yang solid juga muncul jika setiap anggota memahami dan

DRSEK-2020 64
mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Setiap anggota
diberikan keleluasaan untuk mengoptimalkan kekuatannya dalam
menunaikan tanggung jawabnya.
4. Managing Conflict
Perbedaan pandangan dan kepentingan merupakan konflik yang
selalu ada dalam sebuah tim. Apakah konflik akan berujung pada situasi
yang constructive atau distruptive, tentu bagaimana pengelolaannya.
Namun konflik harus diarahkan pada hasil yang constructive. Dalam
banyak hal konflik memiliki banyak manfaat. Dengan konflik akan ada ide
baru, perbaikan proses, penyempurnaan kualitas dan pencapaian sasaran
yang lebih efektif dan efisien. Kelihaian mengelola konflik dalam tim sangat
penting dalam membawa tim mencapai kinerja terbaik.
5. Communication
Sebuah tim harus memiliki pola komunikasi yang efektif. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yang efektif adalah:
pemilihan sarana/saluran komunikasi, metode komunikasi dan proses
umpan balik. Setiap anggota diupayakan berkomunikasi dengan terbuka.
Baik itu berupa penyampaian instruksi, ide, evaluasi, dan saran. Dalam
kondisi tertentu dimana anggota tim membutuhkan proses komunikasi
yang lebih intens dan bersifat rahasia, beberapa pendekatan komunikasi
seperti coaching, counseling dan mentoring dapat digunakan.
6. Decision Making
Tim akan selalu berhadapan dengan proses pengambilan
keputusan dalam mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan.
Mulai dari planning, organizing, actuating dan controlling mengandung
unsur pengambilan keputusan. Sebisa mungkin proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan objektif. Semakin lengkap data yang dimiliki
dan tepat melibatkan anggota tim, mempermudah proses pengambilan
keputusan yang objektif. Lalu keputusan yang sudah ditetapkan harus
diamini dan dikawal bersama sampai terealisasi.
7. Diversity
Dalam sebuah tim pasti akan ditemukan keragaman, baik yang
sifatnya nature ataupun nurture . Keragaman harus dipandang sebagai
anugerah yang perlu dipelihara. Anggota tim harus dapat memahami dan
menerima keragaman tim. Keragaman memberikan peluang bagi sebuah
tim untuk saling melengkapi satu sama lain. Dengan memperhatikan tujuh
aspek di atas, seorang pemimpin dapat membangun tim berkinerja tinggi.
Jika ada aspek yang sudah baik maka pertahankan, bahkan jika perlu
ditingkatkan. Namun, jika masih ada aspek yang ternyata masih rendah atau
kurang baik, perbaikilah dengan membuat detail rencana kerja (action plan).

f. Tipe dan Gaya Kepemimpinan


1. Tipe Kharismatik
Tipe ini mempunyai daya tarik dan pembawaan yang luar biasa,
sehingga mereka mempunyai pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan
dan kepatuhan pengikutnya timbul dari kepercayaan terhadap pemimpin

DRSEK-2020 65
itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yang diperoleh dari
kekuatan Yang Maha Kuasa.
2. Tipe Paternalistik
• Menganggap bawahannya belum dewasa
• bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan
• Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Otoriter
• Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
• Pemimpin bertindak sebagai dictator
• Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.

g. Syarat-syarat Kepemimpinan
1. Kekuasaan
Kekuasaaan adalah otorisasi dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan untuk berbuat sesuatu dalam rangka penyelesaian tugas
tertentu.
2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan
sehingga pemimpin mampu mengatur orang lain dan patuh padanya.
3. Kemampuan
Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan
kecakapan secara teknis maupun social, yang melebihi dari anggota biasa.

h. Ciri-ciri Kepemimpinan Yang efektif


1. Penglihatan Sosial
Artinya suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-
gejala yang timbul dalam masyarakat sehari-hari.
2. Kecakapan Berfikir Abstrak
Dalam arti seorang pemimpin harus mempunyai otak yang cerdas,
intelegensi yang tingggi. Jadi seorang pemimpin harus dapat menganalisa
dan mumutuskan adanya gejala yang terjadi dalam kelompoknya, sehingga
bermanfaat dalam tujuan organisasi.
3. Keseimbangan Emosi
Orang yang mudah naik darah, membuat ribut menandakan emosinya
belum mantap dan tidak memililki keseimbangan emosi. Orang yang
demikian tidak bisa jadi pemimpin sebab seorang pemimpin harus mampu
membuat suasana tenang dan senang. Maka seorang pemimpin harus
mempunyai keseimbangan emosi.

DRSEK-2020 66
BAB IV
ASPEK ETOS KERJA

Menurut Sinamo (2005), setiap manusia memiliki spirit (roh) keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma
menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional,
bertanggung jawab dan sebagainya. Lalu perilaku yang khas ini berproses menjadi kerja yang
positif, kreatif dan produktif.
Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini, Sinamo (2005)
menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang
sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang
berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu
dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma
Mahardika (bahasa Sansekerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu:
Sinamo (2005)
1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior.
2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.
3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.
4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.

Keempat darma ini kemudian dirumuskan menjadi delapan aspek etos kerja sebagai
berikut:
1) Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor,
sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima
tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.
2) Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita
sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab.
Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela,
misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
3) Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu darma yang sesuai dengan panggilan
jiwa sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi, jika pekerjaan atau
profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, I'm doing my
best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik
mutunya.
4) Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat
manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat. Apa
pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi
diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk
mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk
bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk termenung tanpa pekerjaan.

DRSEK-2020 67
5) Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada Tuhan,
sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang
Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa
bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.
6) Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan senang
seperti halnya melakukan hobi. Sinamo mencontohkan Edward V Appleton, seorang
fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan
sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
7) Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang
lebih besar akan datang kepada kita. Sinamo mengambil contoh etos kerja Pramoedya
Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia
dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah
kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.
8) Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja dengan sempurna dan
penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga
mercusuar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

A. Membangun Sikap dan Etos Kerja


Sejarah membuktikan bahwa negara yang dewasa ini menjadi negara maju dan
terus berpacu dengan teknologi informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu
sikap dan etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Sikap dan etos kerja merupakan
bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu organisasi karena sikap
dan etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan
karakternya.
Sikap dan etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat
akan menjadi sumber motivasi dalam melakukan setiap aktivitas pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang
sedang “membangun”, sikap dan etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai
prasyarat mutlak untuk ditumbuhkan dalam kehidupan manusia. Dengan membuka
pandangan serta sikap yang menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh,
maka dapat mengurangi sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu
atau kualitas kerja yang semestinya.
Membangun sikap dan etos kerja perlu waktu panjang dan kesabaran namun
tegas. Jika kehidupan sejak masa kecil berada dalam lingkungan yang tidak terlatih
menghadapi tantangan serta kurang memahami arti perjuangan hidup, maka pada
masa dewasa akan menjadi lemah. Sikap mental yang lemah dan tanpa perjuangan
akan tercermin pada perilaku sehari-hari dalam melaksanakan tugas pekerjaan, yang
menganggap bahwa segala peraturan merupakan pembatasan atau penekanan yang
menyiksa.

DRSEK-2020 68
Untuk meningkatkan etos kerja diperlukan adanya sikap yang menilai tinggi
pada kerja keras dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu perlu ditemukan suatu
dorongan yang tepat untuk memotivasi dan merubah sikap mental yang lemah. Nilai-
nilai sikap dan faktor motivasi yang baik bukan bersumber dari luar diri tetapi tertanam
dalam diri sendiri yang disebut motivasi intrinsik. Dengan memiliki sikap dan etos kerja
yang tinggi maka seseorang akan menjadi ulet, tangguh, disiplin, jujur, bekerja secara
total, memanfaatkan potensi diri secara maksimal, bersemangat tinggi, tidak mudah
putus asa, kreatif mencipta, berpendirian kuat, serta bekerja secara efektif dan efisien.

a. Pengertian Sikap
“Sikap adalah pernyataan evaluative, baik yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.”
Terdapat tiga komponen utama dari sikap, yaitu:
1. Komponen kognitif (cognitive component) yaitu segmen opini atau keyakinan
dari sikap
2. Komponen afektif (affective component) yaitu segmen emosional atau
perasaan dari sikap.
3. Komponen perilaku (behavior component) yaitu niat untuk
berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Pandangan bahwa sikap terdiri atas tiga kompoen kesadaran, perasaan,


dan perilaku sangat bermanfaat dalam memahami kerumitan hal ini dan
hubungan potensial antara sikap dan perilaku.

b. Sikap Kerja Karyawan


Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu
berkisar antara menerima sepenuhnya atau menolak sekeraskerasnya. Berbeda
halnya jika kerja dianggap sebagai gengsi, dari sini timbul sikap memilihmilih
pekerjaan. Bagi orang yang memandang kerja sebagai gengsi, ada kerja yang
terhormat dan ada kerja yang hina.
Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai
fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang
dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu
cenderung menunjukan hubungan yang kuat dengan perilaku.
Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh karyawan
tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka, yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction).
Didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan
seseorang yang merupakan hasil dari sebuah karakteristiknya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan
positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas
memiliki perasaan-perasaan yang negative tentang pekerjaan tersebut.

DRSEK-2020 69
Ketika individu membicarakan sikap karyawan, yang sering dimaksudkan
adalah kepuasan kerja.
2. Keterlibatan pekerjaan.
Konsep yang berkaitan dengan sikap kerja adalah keterlibatan
pekerjaan (job involvement). Keterlibatan pekerjaan mengukur tingkat
sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan
menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk
penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan
yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang
pekerjaan yang mereka lakukan. Konsep pemberian wewenang psikologis
(psychological empowerment), yaitu keyakinan karyawan terhadap sejauh
apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetesi, makna pekerjaan, dan
otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja.
Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenan yang tinggi
berkaitan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan.
3. Komitment organisasi (organizational commitment).
Didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan
memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan
pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang
individu, sementara komitment organisasional yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut.
Sikap seseorang dalam bekerja dapat berubah-ubah misalnya dari
sikap yang positif berubah menjadi sikap yang negative atau sikap yang
negative berubah menjadi sikap positif. Hal ini disebabkan banyak faktor yang
dapat mempengaruhinya diantaranya adalah lingkungan kerja dan alat kerja.
Lingkungan kerja merupakan tempat sekeliling seorang karyawan dalam
melakukan aktivitas pekerjaannya yaitu lingkungan fisik, sedangkan alat kerja
merupakan fasilitas atau perlengkapan yang mendukung dalam melakukan
aktivitas bekerja. Sedangkan tperilaku dalam bekerja dapat menentukan
bagaimana seorang karyawan dalam mempergunakan alat kerjanya.
Contohnya perilaku seorang karyawan atau pekerja menggunakan alat kerja
dengan hati-hati agar alat kerjanya tidak mudah rusak dan ada juga perilaku
seorang karyawan atau pekerja yang ceroboh dalam menggunakan alat kerja
sehingga alat kerjanya mudah rusak.
Sikap yang bersemangat dalam melakukan aktivitas kerja akan
menimbulkan perilaku seseorang yang ditunjukan dengan bersungguh-
sungguh, rajin, tekun dan perilaku lainnya yang positif. Seorang karyawan
atau pekerja yang berpola perilaku positif tersebut memberi keuntungan dan
sangat mendukung keberhasilan suatu organisasi. Jika seorang karyawan
atau pekerja dapat menyukai pekerjaannya maka aan berjuang atau
berusaha keras untuk bekerja sebaik-baiknya. Untuk itulah diperlukan suatu
kekuatan yang merangsang, mendorong atau menggerakan seseorang untuk
terus bekerja dengan penuh semangat. Oleh karena itulah sikap dan etos
kerja perlu dibangun oleh setiap organisasi, instutusi atau lembaga yang ingin
terus maju. Sejarah membuktikan bahwa negara yang dewasa ini menjadi
negara maju dan terus berpacu dengan teknologi informasi tinggi pada

DRSEK-2020 70
dasarnya dimulai dengan suatu sikap dan etos kerja yang sangat kuat untuk
berhasil.
Sikap dan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian
dalam keberhasilan suatu organisasi karena sikap dan etos kerja seseorang
erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Sikap dan etos
kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat akan menjadi
sumber motivasi dalam melakukan setiap aktivitas pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia
yang sedang “membangun”, sikap dan etos kerja yang tinggi akan dijadikan
sebagai prasyarat mutlak untuk ditumbuhkan dalam kehidupan manusia.
Dengan membuka pandangan serta sikap yang menilai tinggi terhadap kerja
keras dan sungguh-sungguh, maka dapat mengurangi sikap kerja yang asal-
asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas kerja yang semestinya.

Membangun sikap dan etos kerja perlu waktu panjang dan kesabaran
namun tegas. Jika kehidupan sejak masa kecil berada dalam lingkungan yang
tidak terlatih menghadapi tantangan serta kurang memahami arti perjuangan
hidup, maka pada masa dewasa akan menjadi lemah. Sikap mental yang lemah
dan tanpa perjuangan akan tercermin pada perilaku sehari-hari dalam
melaksanakan tugas pekerjaan, yang menganggap bahwa segala peraturan
merupakan pembatasan atau penekanan yang menyiksa. Untuk meningkatkan
etos kerja diperlukan adanya sikap yang menilai tinggi pada kerja keras dan
sungguh-sungguh. Oleh karena itu perlu ditemukan suatu dorongan yang tepat
untuk memotivasi dan merubah sikap mental yang lemah. Nilai- nilai sikap dan
faktor motivasi yang baik bukan bersumber dari luar diri tetapi tertanam dalam
diri sendiri yang disebut motivasi intrinsik. Dengan memiliki sikap dan etos kerja
yang tinggi maka seseorang akan menjadi ulet, tangguh, disiplin, jujur, bekerja
secara total, memanfaatkan potensi diri secara maksimal, bersemangat tinggi,
tidak mudah putus asa, kreatif mencipta, berpendirian kuat, serta bekerja secara
efektif dan efisien.

Membangun sikap dan etos kerja pada generasi muda sangat diperlukan
mengingat etos kerja harus ditanamkan kepada seseorang sejak muda. Berikut
beberapa upaya yang dapat dipertimbangkan untuk membangun sikap dan etos
kerja generasi muda antara lain:

1. Mengubah pola pikir dan wawasan generasi muda.

Setiap manusia sesungguhnya memiliki potensi dalam diri namun sering


tidak menyadari dan mengembangkannnya secara optimal. Dengan
demikian diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikanpotensi
terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai, dan
berkualitas bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat luas. Dalam
konteks ini generasi muda diharapkan memiliki keseimbangan orientasi
antara keberhasilan individualnya dan yang bersifat kebersamaan.

2. Membangun kepribadian generasi muda yang matang, dinamis, dan kreatif


yang memiliki visi jauh kedepan, berani menghadapi tantangan.

DRSEK-2020 71
Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan
informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa yang akan datang.
Generasi muda perlu ditumbuhkan keyakinannya, bahwa kesuksesan yang
hakiki berawal dari sikap mental untuk berani bertindak secara nyata, tulus,
jujur, matang, sepenuh hati, profesional, tidak bergantung, dan
bertanggung jawab.

3. Menanamkan jiwa kewirausahaan di kalangan generasi muda.

Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembiasaan dalam berperilaku dan


penanaman nilai kewirausahaan dalam masa perkembangannya agar
tumbuh sikap positif terhadap profesi sebagai wirausaha. Dengan
ditumbuhkannya jiwa kewirausahaan, diharapkan mereka tidak lagi
tergantung kepada penyedia lapangan kerja melainkan penyedia lapangan
kerja bagi diri maupun orang lain. Dalam konteks ini, dunia pendidikan
mempunyai peranan strategis. Jiwa kewirausahaan harus ditumbuhkan
sejak dini mulai dari jenjang pendidikan terendah sampai ke jenjang
pendidikan tinggi.

Dalam ketiga hal tersebut, peran pemerintah sangat menentukan.


Pemerintah perlu merumuskannya menjadi kebijakan yang dapat
diimplementasikan menjadi gerakan nasional dengan mengadakan kerja sama
dengan berbagai pihak seperti lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu dan
menyediakan fasilitas pendukung yang kondusif.
Apabila dicermati sebenarnya secara konstitusional UUD 1945 telat
memberikan dasar dan prinsip-prinsip pendidikan kewirausahaan. Sebagai
contoh, dalam Pasal 31 ayat (3) dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Ayat (5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Menumbuhkan etos kerja juga harus dimulai dari diri sendiri. Berikut
beberapa cara yang bisa meningkatkan etos kerja.

1. Menumbuhkan Sikap Optimis.


Dalam menjalankan usaha kita harus optimis yakin dengan perencanaan yang
kita buat, yakin dengan peluang yang kita ciptakan dan yakin dengan strategi
yang kita kembangkan. Sipat optimis ini membakar semangat dalam diri dan
tidak berhenti sampai disitu, jika sudah memiliki rasa optimis yang kuat,
peliharalah denhgan jalan terus memotivasi diri sendiri. Jangan sampai
mengendur yang akibatnya dapat melemahkan semangat.

DRSEK-2020 72
2. Jadilah diri sendiri.
Dalam memotivasi pertama setiap orang dalam mendirikan usaha tidak selalu
sama, namun yang terpenting jangan sampai memotivasi tersebut
menjadi bias, contoh ketika anda ingin menuru orang lain yang sukses, justru
terjebak dengan kesussesannya saja. Anda ingin menjadi sukses tapi tidak
melihat proses perjalanan menjadi sukses. Lebih baik jadi diri sendiri dengan
segala persiapan dan kemampuan yang anda miliki.

3. Mulai hari ini.


Menjadi orang yang lebih baik, tidak perlu menunggu besok, mulai sekarang.
Jadikanlah diri anda yang terbaik sekarang juga. Buat dalam diri anda bahwa
tidak ada waktu untuk bersantai santai. Setiap detik usaha anda memiliki nilai
yang besar terhadap masa depan anda.

4. Disiplin dan menghargai waktu.


Disiplin dalam menjalankan sesuatu memang terlihat mudah namun sulit
dalam praktenya. Tetapi hanya anda sendiri yang bias mendisiplinkan diri
anda. Jika anda mudah mendisiplinkan dengan hal-hal kecil maka akan mudah
untuk hal yang lebih besar. Dengan terbiasa disiplin anda tentu sudah
menghargai waktu.

5. Fokus dan konsentrasi.


Fokus pada suatu tujuan mampu meringankan beban kerja anda. Konsentrasi
tinggi diperlukan dalam melihat semua peluang dengan mencari solusi. Agar
konsentrasi tetap terjaga, dengan cara jangan lupa mengatur waktu istirahat
anda baik pada malam hari maupun siang hari sehingga dapat meningkatkan
kualitas usaha anda.

6. Bekerja sebagai ibadah.


Yang terakhir tapi juga merupakan bahagian, jadikan pekerjaan atau usaha
anda sebagai sarana beribada kepada Tuhan.

DRSEK-2020 73
BAB V
TANTANGAN BUDAYA GLOBAL

Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan
dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Keselamatan diartikan kepada hal-hal yang mencakup keselamatan penerbangan yang selalu
berhubungan dengan aspek keamanan penerbangan. Aspek keamanan dan keselamatan
penerbangan merupakan suatu tantangan budaya global dimana dengan meningkatnya
peminat pada dunia penerbangan dibarengi dengan meningkatnya teknologi yang semakin
modern, semua serba automasi.
Indonesia menjadi negara perlintasan pesawat yang sangat strategis yang
menghubungkan antara kawasan besar dua benua dan dua samudra. Industri penerbangan
di Indonesia akan terus berkembang dan mengalami kemajuan pesat seiring waktu, melihat
jumlah maskapai penerbangan di Indonesia yang semakin terus bertambah.
Dalam teknologi modern, khususnya teknologi penerbangan, masalah safety menjadi
sangat krusial dan vital. Setidaknya ada dua alasan untuk ini :
1. Penerbangan “menaklukkan” udara dan beraktivitas di dalamnya bukanlah kodrat
alami manusia yang ditakdirkan untuk hidup dan berkembang di daratan.
2. Teknologi untuk terbang seperti juga teknologi yang lain adalah semata-mata buatan
manusia, yang memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan, seperti manusia itu
sendiri.
Semakin berkembang dan maju sebuah teknologi, semakin penting pula untuk fokus
terhadap masalah keselamatan terbang dan kerja, dan itu dapat dilakukan hanya dengan
pemahaman yang baik tentang human error. Hampir setiap kecelakaan penerbangan 75%
diantaranya adalah human error. Karena bagaimanapun teknologi penerbangan, perangkat
pendukung (pesawat, radio, runway), seluruh manual dan petunjuk operasi pesawat adalah
buatan manusia. Kegiatan inspeksi dan pemeliharaan juga dilakukan oleh manusia. Saat
pesawat terbang pun yang menerbangkan nya juga manusia. Sehingga dengan ini penulis
membuat makalah terkait human factor dalam penerbangan.
A. Human Factors
1. Definisi human factor
Human factor adalah aktivitas tentang manusia dalam kehidupan maupun
situasi kerja, tentang hubungan manusia dengan mesin, tentang hubungannya
dengan prosedur dan lingkungannya serta aturan-aturan, dan tentang hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Dalam hal ini human factors merupakan
pengetahuan terapan bersifat praktis dari teori-teori psikologi yang menekankan
pada optimasi hubungan antar manusia beserta aktivitasnya, dengan aplikasi
sistematikanya, yang terintegrasi dalam kerangka kerja ”system engineering”.
Sasarannya adalah efektivitas sistem, termasuk keselamatan dan efisiensi, serta
kesejahteraan (well being) individu.

DRSEK-2020 74
Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
untuk menyelesaikan tugas-tugas, pekerjaan, menggunakan peralatan, atau fungsi
peralatan, meskipun terkadang telah dilakukan pelatihan atau perekrutan secara
profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama.
Seiring dengan perkembangan teknologi maka aspek manusia menjadi
penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini, Human factor muncul sebagai salah satu
aspek yang sangat diperhitungkan khususnya di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat dan Eropa. Bentuk lain dari human factor sering dihubungkan
dengan ergonomi atau human engineering.
Human factor terfokus pada aspek manusia serta interaksinya dengan produk,
peralatan fasilitas yang digunakan, prosedur pekerjaan, dan lingkungan dimana
kegiatan tersebut dilakukan. Menurut Chapanis (1985), human factor berhubungan
dengan informasi mengenai tingkah laku, kemampuan, dan keterbatasan manusia
serta karakteristik mengenai perancangan peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan
lingkungan untuk menghasilkan keamanan, kenyamanan, dan efektifitas dalam
penggunaannya.
Pada pelaksanaannya, aspek human factor ini dicoba untuk disesuaikan
dengan sesuatu yang digunakan serta lingkungan tempat kegiatannnya bekerja
sehingga dapat sesuai berdasarkan kapabilitas, keterbatasan dan kebutuhan orang
yang melakukan pekerjaan.

2. Penyebab Kita harus mempelajari human factor


a. Manusia adalah merupakan penyebab terjadinya accident dan incident pesawat
udara.
Kemajuan industri penerbangan yang pesat dalam beberapa puluh tahun
terakhir yang ditandai dengan meningkatnya kehandalan dan kinerja pesawat
generasi baru hingga diaplikasikannya inovasi-inovasi peralatan dan prosedur-
prosedur ATC (air traffic control) pada kenyataannya tidak menurunkan angka
kecelakaan penerbangan yang disebabkan kesalahan manusia (human error).
Menurut Chappell (1994), hampir 75% dari keseluruhan kecelakaan (accidents)
maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kegagalan
manusia dalam memantau, mengelola dan mengoperasikan sistem
penerbangan itu sendiri. Apa pun alasannya, kecelakaan penerbangan harus
dicegah, demi keselamatan manusia itu sendiri, kesiapan operasional maupun
tempur dan tentu saja untuk alasan-alasan ekonomis (efisiensi). Karena itu
program zero accident di kalangan operator penerbangan baik sipil maupun
militer perlu terus menerus diupayakan, antara lain dengan memanfaatkan
data insiden penerbangan maupun data-data bahaya (hazard) dalam
penerbangan jauh sebelum kecelakaan terjadi. Studi terinci (Budiman Z, 1996)
dari sejumlah ratusan kecelakaan penerbangan menunjukan bahwa setiap satu
kali terjadi kecelakaan besar (ada korban manusia) terdapat 30 kecelakaan kecil

DRSEK-2020 75
(tidak ada korban manusia) dan 300 bahaya (hazard). Studi lainnya menunjukan
hasil yang hampir sama walaupun istilah yang digunakan berbeda, yaitu ;
hazard, incident & accident, atau hazard, minor dan mayor incident. Hubungan
antara hazard, incident dan accident juga penting dalam penelitian tentang
permasalahan human factors.
Dalam dokumen circular 247-AN/148 tentang human factor dijelaskan
bahwa active failure menerangkan dalam penyelidikan tidak mencari yang salah
tapi mencari apanya yang salah pada sistem tersebut. Dalam human factor
dititikberatkan pada mencari penyebab kecelakaan dan memperbaikinya agar
kedepan tidak terulang kembali pada kesalahan yang sama dan paling tidak bisa
meminimalisir kesalahan yang sama. Walaupun biasanya dikaitkan dengan
faktor manusianya, kekhilafan manusia juga baru-baru ini menjadi perhatian
utama dalam bekerja. Manusia diwajibkan bekerja secara profesionalisme
dengan pengetahuan yang dimilikinya mengenai prestasi dan kecakapan untuk
membantu meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam operasi harian
mereka. Dalam dunia penerbangan kususnya, faktor manusia adalah bisa
memahami yang lebih baik bagaimana manusia dapat mengendalikan dan
mengintegrasikan dengan teknologi.

b. Terjadinya accident atau incident dapat ditelusuri jauh sebelum kejadian.


Sebenarnya terjadinya hazards dan insiden telah diatur atau
“dipersyaratkan” untuk segera dilaporkan. Namun pada sebagian besar awak
pesawat termasuk penerbang tidak pernah melaporkannya, terutama bila
pada saat itu tidak ada kerusakan atau tidak ada penumpang yang
mengetahuinya. Padahal, apabila peraturan fundamental yang menekankan
pada kewajiban “mendokumentasikan” hazard dan insiden, serta
”memahami” bahwa hazard dan insiden pada hakekatnya harus diperlakukan
sama dengan kecelakaan (accident), maka kecelakaan dapat dicegah lebih
dini.
James Reason, seorang peneliti human factors pada akhir 1980-an
memunculkan gagasan mengenai human error yang pengaruhnya sangat
diperhitungkan dalam memahami keselamatan penerbangan atau aviation
safety. Model pendekatan Reason tidak hanya melibatkan pendekatan
sistemik dalam menganalisis suatu kecelakaan, tapi juga bermanfaat untuk
menganalisis kecelakaan pada berbagai moda transportasi termasuk insiden
dan kecelakaan penerbangan, kapal laut dan kereta api, kebakaran, dsb.
Model dari Reason ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari
bentuk pendekatan human factors sebelumnya, yaitu ; dari kinerja penerbang
secara individual ke arah kinerja tim (crew performance), kemudian menuju
kinerja organisasi (organizational performance), walaupun fokus perhatian
dalam dimensi-dimensi itu tetaplah pada individunya. Reason didukung ahli-

DRSEK-2020 76
ahli dari ICAO memperkenalkan paradigma sentral dari pendekatan sistem
terhadap safety yang membedakan antara active failures (kegagalan aktif) dan
latent failure.
Active failures berkaitan dengan kesalahan operator, dalam hal ini
penerbang atau petugas ATC. Sedangkan latent failures merupakan kondisi
yang mempengaruhi bagaimana kinerja operator saat melaksanakan
tugasnya, atau bagaimana pengaruh kemampuan sistem untuk mengatasi
perilaku atau situasi yang tidak diharapkan. Latent failures ini dapat mencakup
kegagalan komponen, seperti kegagalan struktur dari sistem atau tidak
berfungsinya sistem, dan kegagalan ini dapat muncul jauh sebelum terjadinya
kecelakaan.
Latent failures yang berhubungan dengan lingkungan yang terkait
langsung dimana active failure terjadi dikenal sebagai local factors. Dalam
kategori ini faktor-faktornya antara lain ; moril di tempat kerja, kelelahan
(fatigue) operator, dan/atau masalah prosedur kerja. Latent failures yang
berhubungan dengan organisasi atau sistem penerbangan terkait dengan
kelemahan-kelemahan organisasional atau sering juga disebut kelemahan
faktor sistemik. Dalam suatu kecelakaan atau kegagalan sistem, biasanya local
factors akan menyebabkan operator (penerbang) bertindak tidak aman
(unsafe act). Tindakan ini selanjutnya akan memberikan konsekuensi buruk
yaitu kecelakaan bila tidak dapat diidentifikasi atau dikontrol oleh defences
atau safety net (jaringan keselamatan). Local factors dan defences atau safety
net yang tidak sesuai dapat disebabkan oleh isu-isu sistemik yang lebih luas,
seperti komunikasi antar unit yang buruk (tidak ada koordinasi) atau
prosedur-prosedur yang tidak sesuai.
Dari model Reason ini, dapat dipelajari bahwa sebab-sebab kecelakaan
dapat ditelusuri jauh sebelum kejadian, dan umumnya terjadi karena interaksi
dari kelemahan sistem dan buruknya sistem deteksi serta kontrol.
Sebenarnya, kelemahan-kelemahan tersebut masih dapat dikendalikan atau
dihambat bila defences atu safety net berfungsi optimal, namun seringkali
buruknya komunikasi antar unit (departemen dalam struktur organisasi) atau
tidak sesuainya prosedur membuat unit pelindung terakhir tidak mampu
menghambat terjadinya kecelakaan.

DRSEK-2020 77
James Reason Model

3. Human factor dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi terhadap aktifitas yang
dilakukan, peningkatan terhadap kemampuan menggunakan peralatan,
menurunkan kesalahan yang ditimbulkan serta peningkatan produktifitas.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kesesuaian antara
manusia sebagai pusat kendali dengan komponen lainnya pada saat melakukan
kegiatan adalah Model SHELL. Model ini merupakan gambaran dari unsur-unsur
utama yang saling berinteraksi. Manusia (liveware) sebagai pusat interaksi dikelilingi
oleh 4 (empat) kelompok utama yaitu:
a. Liveware–hardware : manusia dan mesin (termasuk peralatan);
b. Liveware–software : manusia dan material lainnya (seperti dokumen,
prosedur, simbol dan sebagainya);
c. Liveware–environment : manusia dan lingkungan (termasuk faktor internal
dan eksternal tempat kerja);
d. Liveware–liveware : manusia dan manusia lainnya (termasuk teman sekerja
dan kolega).

Tujuan dari model ini adalah bagaimana menciptakan interaksi optimal antar
setiap komponen. Dalam melaksanakannya interaksi tersebut, seringkali manusia
(liveware) merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang
dirasakan. Faktor pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis.

DRSEK-2020 78
4. Human factor akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan, menurunkan
stress dan kelelahan, kemudahan terhadap adaptasi, meningkatkan kepuasan
terhadap pekerjaan dan yang terpenting adalah meningkatkan kualitas hidup dari
manusia yang bekerja.
Manusia sebagai salah satu komponen penting dalam organisasi maupun
kegiatan industri (baik yang menghasilkan produk maupun jasa) memiliki
keterbatasan dan kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini dapat bekerja
dan menghasilkan suatu output yang optimal maka penting untuk diperhatikan
berbagai aspek terkait dengan manusia tersebut. Human factor sebagai salah satu
unsur keilmuan yang sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting
untuk diperhatikan. Untuk itu, berbagai metode yang dilakukan untuk mendekati
dan menentukan karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah
satu hal yang dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia
tersebut khususnya yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental.
Hal ini sangat bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan
melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik.

DRSEK-2020 79
BAB VI
ETIKA KERJA

Pengertian Etika
Menurut Keraf (2005) etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk
jamaknya “ta etha” berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu
masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata
cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan
ini terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.
Ahmad Amin mengemukakan bahwa definisi etika adalah suatu pengetahuan yang
menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
juga menyatakan satu tujuan yang perlu diraih manusia dalam perbuatannya serta
menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Macam-Macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik atau
buruknya perilaku manusia, menurut Keraf (2005), adalah sebagai berikut:
1. Etika Deskriptif
Adalah etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif
Adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normative memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :


1. Etika Umum
Merupakan etika yang membahas mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana mansia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika
dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
2. Etika Khusus
Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa berwujud, bagaimana saya mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang seseorang lakukan, yang

DRSEK-2020 80
didasari oleh cara, teori, dan prinsip-prinsip moral dasar. Etika khusus dibagi lagi
menjadi dua bagian:
a) Etika individual
Adalah menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b) Etika sosial
Adalah berbicara mengenai kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia sebagai
anggota umat manusia.

Manfaat Etika
Beberapa manfaat etika menurut Qohar (2012), adalah sebagai berikut:
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh
dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.

Etika Kerja
Etika kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan
perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan
dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran,
keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada
stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan yang
befungsi sebagai panduan tingkah laku bagi sesorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etos
kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai baik dan benar yang berwujud nyata secara khas dalam perilaku
kerja mereka (Sinamo, 2002).
Banyak tokoh lain yang menyatakan definisi dari etos kerja. Salah satunya adalah
Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat kerja yang
didasari oleh nilai-niai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja yang
dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup
mereka. Etos kerja menentukan penilaian menusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya, Hill (1999) menyatakan etos kerja adalah suatu norma budaya yang mendukung
sesorang untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya berdasarkan
keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai intrinsik. Berdasarkan pendapat tokoh di
atas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dihayati secara
intrinsik oleh seseorang. Hal ini diperkuat oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang
menyamakan etos kerja sebagai suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja
seseorang merupakan gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai
panduan dalam tingkah lakunya.

DRSEK-2020 81
Cherrington (dalam Boatwright & Slate, 2000) menyimpulkan etos kerja dengan lebih
sederhana yaiu etos kerja mengarah kepada sikap positif terhadap pekerjaan. Ini berarti
bahwa seseorang yang menikmati pekerjaannya memiliki etos kerja yang lebih besar
daripada seseorang yang tidak menikmati pekerjaannya. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Anoraga (2001) yang menyatakan etos kerja adalah suatu pandangan dan
sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Jika pandangan dan sikap itu melihat
kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi menusia maka etos kerja akan tinggi.
Sebaliknya, jika melihat kerja sebagai suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia,
apalagi kalau sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu
dengan sendirinya akan rendah.
Subekti (dalam Kusnan, 2004) menambahkan, suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.
3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
5. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Selanjutnya Petty (1993) menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang harus
dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Definisi etos kerja yang digunakan
dalam makalah ini adalah definisi etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993) yang
menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat
menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan
dapat diandalkan.

Aspek-aspek Etika Kerja


Etika kerja terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan karyawan atau manajer.
Untuk itu ketika setiap karyawan didasari prinsip-prinsip:
1. Melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi, dan tujuan perusahaan,
2. Selalu berorientasi pada budaya peningkatan mutu kinerja,
3. Saling menghormati sesama karyawan,
4. Membangun kerjasama dalam melaksanakan tugas-tugas perusahaan,
5. Memegang amanah atau tanggung jawab, dan kejujuran,
6. Mananamkan kedisiplinan bagi diri sendiri dan perusahaan.
Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik, yaitu
keahilian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

DRSEK-2020 82
1. Keahlian Interpersonal
Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja
dengan orang lain atau bagaiman pekerja berhubungan dengan pekerja lain di
lingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara,
penampilan, dan perilaku yang digunakan individu pada saat berada di sekitar orang
lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Indicator
yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang pekerja adalah
meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya hubungan
interpersonal yang baik dan dapat memberikan kontribusi dalam performansi kerja
seseorang, dimana kerjasama merupakan suatu hal yang sangat penting. Terdapat 17
sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal seorang pekerja (Petty, 1993),
yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama, menolong,
disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras, rendah hati, emosi yang
stabil, dan kemauan keras.
2. Inisiatif
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar
terdorong untuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas
dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihubungkan dengan situasi di tempat kerja
yang tidak lancer. Hal-hal seperti menunda pekerjaan, hasil kerja yang buruk,
kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan kehilangan
pekerjaan, dapat muncul jika indvidu tidak memiliki inisiatif dalam bekerja (Petty,
1993). Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang pekerja (Petty,
1993) yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,
antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu beradaptasi, gigih,
dan teratur.
3. Dapat diandalkan
Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan
terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja
untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Seorang pekerja diharapkan dapat
memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga
melakukan pekerjaan yang bukan tugasknya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang
sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya. Terdapat 7 sifat yang
dapat menggambarkan seorang pekerja yang dapat diandalkan (Petty, 1993), yaitu:
mengikuti petunjuk, mematuhi aturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati-
hati, jujur, tepat waktu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan terdapat tiga aspek etos kerja yaitu
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Ketiga aspek tersebut seharusnya
telah melekat pada diri seorang pekerja, agar dapat menciptakan etika kerja yang baik.

DRSEK-2020 83
A. Menumbuhkan Etika Kerja yang Berkarakter
Banyak cara menumbuhkan etika kerja. Namun yang paling mendasar adalah
menumbuhkan etika kerja harus dalam diri sendiri. Berikut beberapa cara yang dapat
menumbuhkan etika kerja yang berkarakter:
1. Menumbuhkan Sikap Optimis
Dalam menjalankan suatu pekerjaan, kita harus optimis dan yakin dengan
perencanaan yang kita buat. Sikap optimis ini dapat memberikan semangat dari
dalam diri. Jika sudah mempunyai rasa optimis yang kuat, maka pertahankan dengan
cara terus memotivasi diri sendiri. Jangan sampai patah semangat hanya karena
kehilagan motivasi dan keoptimisan.
2. Jadilah Diri Sendiri
Ketika melakukan suatu pekerjaan, setiap orang pasti mempunyai cara yang
berbeda-beda. Belum tentu cara yang dipakai orang lain sesuai dengan karakter kita.
Jadi, jadilah diri sendiri, agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan karakter
pribadi masing-masing.
3. Jangan Menunda Pekerjaan
Menjadi pekerja yang lebih baik, tidak perlu menunggu besok, mulailah
sekarang. Tanamkan pada diri anda untuk menggunakan waktu sebaik mungkin.
Setiap detik usaha yang anda memiliki nilai yang besar terhadap masal depan anda.
4. Disiplin
Disiplin dalam menjalankan suatu pekerjaan memang terlihat mudah, namun
sulit dalam prakteknya. Tetapi hanya diri anda sendir yang bisa mendisiplinkan diri
anda. Jika anda mudah mendisiplinkan dengan hal-hal kecil, makan akan mudah
untuk hal yang lebih besar nantinya.
5. Konsentrasi dan Fokus
Konsentrasi tinggi sangat diperlukan ketika melakukan suatu pekerjaan.
Konsentrasi dan focus dapat membawa pekerjaan anda mendapat hasil yang lebih
baik karena anda hanya terfokus pada suatu tujuan, suatu target. Sehingga anda
mempunyai rencana yang efektik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Sesuai dengan uraian diatas, Jansen H. Sinamo melalui bukunya 8 Etos Kerja
Profesional, mengemukakan delapan cara untuk menumbuhkan etos atau etika kerja.
Antara lain:
1. Kerja sebagai rahmat (bekerja tulus penuh rasa syukur)
Bekerja adalah sebuah rahmat dari Tuhan. Bersungguh-sungguh dalam
menjalankan suatu pekerjaan merupakan bentuk rasa bersyukur atas pekerjaan yang
Tuhan berikan.
2. Kerja adalah amanah (bekerja penuh tanggung jawab)
Pekerjaan adalah salah satu amanah yang dititipkan Tuhan kepada kita. Untuk
menjaga amanah tersebut, hendaknya melakukan pekerjaan dengan penuh

DRSEK-2020 84
tanggung jawab. Karena pada dasarnya setiap pekerja pasti mempunya tanggung
jawab yang harus dilaksanakan.
3. Kerja adalah panggilan (bekerja tuntas penuh integritas)
Apapun jenis pekerjaannya, harus dilakukan sepenuh hati karena itu
merupakan suatu panggilan yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
4. Kerja adalah aktualisasi (bekerja keras penuh semangat)
Dalam melakukan suatu pekerjaan, harus dilakukan dengan penuh semangat.
Dengan semangat yang besar, menyelesaikan suatu pekerjaan terasa lebih ringan
dan mudah.
5. Kerja adalah ibadah (bekerja serius penuh kecintaan)
Kerja merupakan ibadah. Dengan bekerja kita mendapat pahala. Hal ini yang
membuat kita bekerja dengan ikhlas, bukan sekedar mencari uang dan jabatan
semata.
6. Kerja adalah seni (bekerja cerdas penuh kreativitas)
Jika kita merasa suatu pekerjaan adalah seni dan bukan beban, maka kita
akan melakukannya dengan enjoy dan menikmati setiap prosesnya. Dalam bekerja
hendaknya memunculkan ide-ide kreatif dan unik agar dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan baik.
7. Kerja adalah kehormatan (bekerja penuh ketekunan dan keunggulan)
Kehormatan merupakan satu struktur yang kuat dalam kehidupan manusia.
Kehormatan sama halnya dengan harga diri. Jika kita meremehkan pekerjaan kita,
maka hilanglah sebuah kehormatan kita. Serendah apapun pekerjaan kita, tetaplah
merupakan suatu kehormatan bagi kita yang harus kita junjung.
8. Kerja adalah pelayanan (bekerja penuh kerendahan hati)
Dengan kita melakukan pekerjaan, secara tidak langsung kita juga membantu
orang lain. Hal tersebut merupakan profesi mulia.

Tabel Cara menumbuhkan etika kerja menurut Jansen H. SInamo


Etos
No
Paradigma Sikap/Perilaku/Karakter
Kita harus bekerja tulus, penuh
1 Kerja adalah Rahmat
rasa syukur
Kita harus bekerja benar, penuh
2 Kerja adalah Amanat
tanggung jawab
Kita harus bekerja tuntas, oenuh
3 Kerja adalah Panggilan
integritas
Kita harus bekerja profesional,
4 Kerja adalah Aktualisasi
penuh semangat
Kita haeus bekerja serius, penuh
5 Kerja adalah Ibadah
kecintaan
6 Kerja adalah Seni Kita harus bekerja kreatif, penuh

DRSEK-2020 85
sukacita
Kita harus bekerja tekun, penuh
7 Kerja adalah Kehormatan
keunggulan
Kita harus bekerja sempurna,
8 Kerja adalah Pelayanan
penuh kerendahan hati

B. Lingkungan Kerja
1. Definisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, politik, dan fisik yang mempunyai
pengaruh kepada pekerjaan dan dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia
tidak bisa lepas dari keadaan lingkungan yang berada didekatnya, antara manusia
dan lingkungan mempunyai hubungan yang dekat sekali. Berikut adalah definisi
lingkungan kerja menurut beberapa ahli :
a. Bambang (1991:122)
Pengertian lingkungan kerja menurut Bambang adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Seorang pegawai yang bekerja
di lingkungan kerja yang mendukung dia untuk bekerja dengan maksimal akan
menghasilkan kinerja yang baik, sebaliknya jika seorang pegawai bekerja
dalam lingkungan kerja yang tidak mendukung dan memadai, maka untuk
bekerja dengan maksimal akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi
cepat malas, cepat lelah sehingga kinerja pegawai tersebut akan rendah.
b. Irianto (2001:40)
Lingkungan kerja adalah kehidupan kerja dengan kualitas yang lebih baik
ditandai dengan iklim ditempat kerja yang kondusif, aktivitas keseharian
terasa lebih comfortable dan menyenangkan, interaksi semua unsur sangat
harmonis, serta semua pihak memiliki perasaan yang sama untuk menyadari
bahwa hasil akhir yang diperoleh merupakan karya bersama.
c. Nitisemito (1992:25)
Pengertian lingkungan kerja menurut Nitisemito adalah sesuatu yang
ada disekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diberikan.
d. Isyandi (2004:134)
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja
yang dapat mempegaruhi dirinya dalam menjalankan tugas seperti
temperatur, kelembapan, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan
tempat kerja dan memadai tidaknya alat-alat perlengkapan kerja.
e. Simanjuntak (2003:39)
Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas
yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seorang bekerja, metode
kerjanya, sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan maupun
sebagai kelompok.

DRSEK-2020 86
f. Mardiana (2005:78)
Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan
pekerjaannya sehari-hari.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja


adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja/karyawan yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya
sehingga akan diperoleh hasil kerja yang maksimal, dimana dalam lingkungan kerja
tersebut terdapat fasilitas kerja yang mendukung karyawan dalam penyelesaian
tugas yang bebankan kepada karyawan guna meningkatkan kerja karyawan dalam
suatu perusahaan.

2. Aspek Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau bisa disebut juga
aspek pembentuk lingkungan kerja, bagian-bagian itu bisa diuraikan sebagai berikut
(Simanjuntak, 2003:39):
a. Pelayanan Kerja
Pelayanan karyawan merupakan aspek terpenting yang harus dilakukan
oleh setiap perusahaan terhadap tenaga kerja. Pelayanan yang baik dari
perusahaan akan membuat karyawan lebih bergairah dalam bekerja,
mempunyai rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannnya, serta
dapat terus menjaga nama baik perusahaan melalui produktifitas kerjanya
dan tingkah lakunya. Pada umumnya pelayanan karyawan meliputi beberapa
hal yakni :
a) Pelayanan makan dan minum.
b) Pelayanan kesehatan.
c) Pelayanan kamar kecil/kamar mandi ditempat kerja, dan sebagainya.
b. Kondisi Kerja
Kondisi kerja karyawan sebaiknya diusahakan oleh manajemen
perusahaan sebaik mungkin agar timbul rasa aman dalam bekerja untuk
karyawannya, kondisi kerja ini meliputi penerangan yang cukup, suhu udara
yang tepat, kebisingan yang dapat dikendalikan, pengaruh warna, runag gerak
yang diperlukan dan keamanan kerja karyawan.
c. Hubungan Karyawan
Hubungan karyawan akan sangat menentukan dalam menghasilkan
produktifitas kerja. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara
motivasi serta semangat dan kegairahan kerja dengan hubungan yang
kondusif antar sesama karyawan dalam bekerja, ketidak serasian hubungan
antara karyawan dapat menurunkan motivasi dan kegairahan yang akibatnya
akan dapat menurunkan produktifitas kerja.

DRSEK-2020 87
3. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan ada dua jenis lingkugan kerja yakni
lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Penjelasan jenis lingkungan
kerja fisik dan non fisik sebagai berikut :
a. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik yaitu seluruh kondisi berupa bentuk fisik yang
berada didekat tempat kerja yang dapat menjadi pengaruh pegawai baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat
dibedakan menjadi dua kategori yakni lingkungan kerja langsung dan
lingkungan kerja perantara/umum.
a) Lingkungan Kerja Langsung
Berhubungan dengan karyawan, misalnya pusat kerja, meja, kursi dan
lain sebagainya.
b) Lingkungan Kerja Perantara/Umum
Disebut juga dengan lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia, antara lain : temperatur, kelembapan, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan
lain sebagainya.
Untuk dapat meminimalkan pengaruh lingkungan fisik pada karyawan,
maka langkah pertama yang harus dijalankan adalah mempelajari manusia
baik dari fisik dan perilaku kemudian dijadikan sebagai dasar memikirkan
lingkungan fisik yang sesuai.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik merupakan seluruh kondisi yang ada yang
berhubungan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan ataupun
hubungan dengan sesama rekan kerja, maupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan seharusnya dapat memberi contoh kondisi yang
mendukung kerja sama antar tingkat atasan, bawahan ataupun yang
mempunyai status yang sama. Kondisi yang harusnya tercipta adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik dan terkendalinya diri. Sehingga
lingkungan kerja non fisik adalah kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja


a. Siagian (2006:63) menyatakan untuk terciptanya lingkungan kerja yang baik
terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian, antara lain :
1. Bangunan tempat kerja
2. Ruang kerja yang lega
3. Ventilasi pertukaran udara
4. Terdapat tempat-tempat ibadah keagamaan

DRSEK-2020 88
5. Terdapat saranan angkutan khusus ataupun secara umum untuk
karyawan menjadi nyaman dan mudah.
b. Menurut Sedarmayanti (2011:21), menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan kerja fisik
dan faktor lingkungan kerja non fisik, sebagai berikut :
1) Faktor Lingkungan Kerja Fisik
a) Pewarnaan
b) Penerangan
c) Udara
d) Suara bising
e) Ruang gerak
f) Keamanan
g) Kebersihan
2) Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik
a) Struktur kerja
b) Tanggung jawab kerja
c) Perhatian dan dukungan pemimpin
d) Kerja sama antar kelompok
e) Kelancaran komunikasi
c. Menurut Suwatno dan Priansa (2011:163), secara umum lingkungan kerja
terdiri dari lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja psikis.
1) Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada disekitar
pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan yang meliputi:
a) Rencana Ruang Kerja
Meliputi kesesuaian pengaturan dan tata letak peralatan kerja, hal ini
berpengaruh besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja
karyawan.
b) Rancangan Pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode kerja,
peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi kesehatan hasil kerja karyawan.
c) Kondisi Lingkungan Kerja
Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan
kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu
ruangan dan penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi
seseorang dalam menjalankan tugasnya.
d) Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy
Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang
dapat memberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud privasi

DRSEK-2020 89
disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadap hal-hal yang
menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi
berhubungan dengan pendengaran.

2) Faktor Lingkungan Psikis


Faktor lingkungan psikis adalah hal-hal yang menyangkut dengan
hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis yang mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan adalah:
a) Pekerjaan yang Berlebihan
Pekerjaan yang berlebihan dengan waktu yang terbatas atau
mendesak dalam penyelesaian suatu pekerjaan akan menimbulkan
penekanan dan ketegangan terhadap karyawan, sehingga hasil yang
didapat kurang maksimal.
b) Sistem Pengawasan yang Buruk
Sistem pengawasan yang buruk dan tidak efisien dapat
menimbulkan ketidak puasaan lainnya, seperti ketidak stabilan
suasana politik dan kurangnya umpan balik prestasi kerja.
c) Frustasi
Frustasi dapat berdampak pada terhambatnya usaha pencapaian
tujuan, misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan
karyawan, apabila hal ini berlangsung terus menerus akan
menimbulkan frustasi bagi karyawan.
d) Perubahan-Perubahan
Dalam Segala Bentuk Perubahan yang terjadi dalam pekerjaaan
akan mempengaruhi cara orang-orang dalam bekerja, misalnya
perubahan lingkungan kerja seperti perubahan jenis pekerjaan,
perubahan organisasi, dan pergantian pemimpin perusahaan.
e) Perselisihan Antara Pribadi dan Kelompok
Hal ini terjadi apabila kedua belah pihak mempunyai tujuan yang
sama dan bersaing untuk mencapai tujuan tersebut. Perselisihan ini
dapat berdampak negatif yaitu terjadinya peselisihan dalam
berkomunikasi, kurangnya kekompakan dan kerjasama. Sedangkan
dampak positifnya adalah adanya usaha positif untuk mengatasi
perselisihan ditempat kerja, diantaranya: persaingan, masalah
status dan perbedaan antara individu.
Lingkungan kerja fisik maupun psikis keduanya sama pentingnya
dalam sebuah organisasi, kedua lingkungan kerja ini tidak bisa
dipisahkan. Apabila sebuah perusahaan hanya mengutamakan satu jenis
lingkungan kerja saja, tidak akan tercipta lingkungan kerja yang baik,
dan lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan
waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan

DRSEK-2020 90
sistem kerja yang efisien dan akan menyebabkan perusahaan tersebut
mengalami penurunan produktifitas kerja.

5. Indikator Lingkungan Kerja


a. Sedarmayanti (2004:46) menyatakan terdapat indikator lingkungan kerja,
antara lain:
1. Penerangan atau cahaya pada tempat kerja
2. Temperatur atau suhu udara pada tempat kerja
3. Kelembapan udara pada tempat kerja
4. Sirkulasi udara pada tempat kerja
5. Getaran mekanis pada tempat kerja
6. Bau tidak sedap pada tempat kerja
7. Tata warna pada tempat kerja
8. Dekorasi pada tempat kerja
9. Musik pada tempat kerja
10. Keamanan pada tempat kerja
b. Menurut Gie dalam Nuraini (2013:103), Untuk dapat menciptakan lingkungan
kerja yang efektif dalam perusahaan ada beberapa indikator yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Cahaya
Cahaya penerangan yang cukup memancarkan dengan tepat akan
menambah efisiensi kerja para karyawan/pegawai, karna mereka dapat
bekerja dengan lebih cepat lebih sedikit membuat kesalahan dan matanya
tak lekas menjadi lelah.
2. Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang penting untuk memperbesar
efisiensi kerja para karyawan, khususnya warna akan mempengaruhi
keadaan jiwa mereka dengan memakai warna yang tepat pada dinding
ruang dan alat-alat lainnya kegembiraan dan ketenangan bekerja para
karyawan akan terpelihara.
3. Udara
Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali adalah suhu udara dan
banyaknya uap air pada udara itu.
4. Suara
Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya meletakkan alat-alat
yang memiliki suara yang keras, seperti mesin ketik pesawat telpon, parkir
motor, dan lain-lain. Pada ruang khusus, sehingga tidak mengganggu
pekerja lainnya dalam melaksanakan tugasnya.

DRSEK-2020 91
6. Manfaat Lingkungan Kerja
Di dalam lingkungan kerja yang ada di sekitar pekerja / pegawai, baik itu
lingkungan kerja fisik maupun non fisik pastinya terdapat sebuah manfaat yang
dapat dirasakan oleh para pegawai dan pekerja. Ishak dan Tanjung (2003)
menyatakan, manfaat lingkungan kerja adalah terciptanya gairah kerja, sehingga
produktifitas dan prestasi kerja menjadi tinggi. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat
diselesaikan dengan tepat, yang berarti pekerjaan diselesaikan dengan standar yang
benar dan dalam skala waktu yang sudah ditetapkan. Prestasi kerjanya akan
dipantau oleh individu yang berkaitan, dan tidak akan mengakibatkan begitu banyak
pengawawasan dan juga semangat juang yang tinggi.

DRSEK-2020 92
BAB VII
MOTIVASI KERJA

Menurut G.R. Terry, dalam Hasibuan (2003) motivasi adalah keinginan yang terdapat
pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.
Motivasi menurut Robbins S.P.(2006) merupakan proses yang ikut menentukan
intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.
Sedangkan menurut Gibson dkk (2002) motivasi didefinisikan sebagai semua kondisi
yang memberi dorongan dari dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan,
kemauan, dorongan, dan sebagainya. Motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang
yang mengaktifkan atau menggerakkan.
Dari beberapa pengertian di atas, maka motivasi dapat dilihat dari dua segi yang
berbeda, namun merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
1. Pertama, dilihat dari segi dinamika individu, motivasi dilihat sebagai suatu usaha
positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta potensi
sumberdaya manusia dari suatu organisasi, agar secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Kedua, dilihat dari segi statis, motivasi dilihat sebagai kebutuhan sekaligus juga
sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan
potensi dan daya kerja manusia kearah yang diinginkan.
Jadi motivasi, mencakup kerja keras agar setiap kegiatan dapat terselesaikan secara
efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut agar dalam setiap kondisi
tetap memiliki motivasi yang kuat dalam bekerja, serta tercapainya setiap sasaran dan
tujuan yang sudah ditetapkan.

A. Dimensi Motivasi/Teori Motivasi


1. Teori hirarki kebutuhan Abraham H. Maslow
Terdiri dari kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri. kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial merupakan kebutuhan
tingkat rendah (faktor eksternal) dan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri
merupakan kebutuhan tingkat tinggi (faktor internal). Teori ini mengasumsikan
bahwa orang berupaya memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (psikologi) sebelum
memenuhi kebutuhan yang tertinggi (aktualisasi diri).
Kebutuhan manusia itu ada hirarkinya mulai kebutuhan yang paling dasar
sampai kebutuhan yang paling tinggi. Maslow menyatakan bahwa manusia
mempunyai lima kebutuhan dasar yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis
Antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan kebutuhan jasmani
lain.

DRSEK-2020 93
b. Kebutuhan keamanan
Antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian
fisik dan emosional.
c. Kebutuhan sosialisasi
Antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima baik persahabatan.
d. Kebutuhan penghargaan
Antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi,
dan prestasi: serta faktor penghormatan diri luar seperti misalnya status,
pengakuan dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai ambisinya yang
mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan
diri.

Gambar 7.1 Teori Hirarki Maslow


Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

DRSEK-2020 94
Gambar 7.2 Kebutuhan Fisiologis
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

Gambar 7.3 Kebutuhan Keamanan


Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

DRSEK-2020 95
Gambar 7.4 Kebutuhan Sosial
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

Gambar 7.5 Kebutuhan Penghargaan


Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

DRSEK-2020 96
Gambar 7.6 Kebutuhan Aktualisasi Diri
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

2. Teori kebutuhan David McClelland


McClelland dalam T. Hani Handoko (2003) memberikan tiga tingkatan
kebutuhan tentang motivasi sebagai berikut: Kebutuhan akan prestasi (need for
achievement), Afiliasi (need for affiliation), dan Kekuasaan (need for power).
Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan
bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu (Robbins,
2006):
a. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses,
kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri individu yang
menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang
relative tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja
mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
Need for achievement adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu
karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan
tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan.
Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk
pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

DRSEK-2020 97
b. Need for power (kebutuhan akan kekuasaan)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang
lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak
akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan memengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori
Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan
sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
Need for power adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki
motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat
untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk
peningkatan status dan prestise pribadi.

c. Need for affiliation (kebutuhan akan kelompok pertemanan/bersahabat)


Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi
yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai
hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak
lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya
berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi
karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dala
bekerja atau mengelola organisasi.
Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai
cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu
dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga
kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan
kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi,
baik staff maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang
merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

Gambar 7.7 Teori Mc Clelland


Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

DRSEK-2020 98
3. Teori dua faktor Herzberg
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang memotivasi seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik).
a. Hygiene Factor
Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan kerja bagi
individu. Faktor-faktor hygiene yang dimaksud adalah kondisi kerja, dasar
pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan antar personal, dan
kualitas pengawasan.
b. Satisfier Factor
Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja dan
definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya.
Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan
kesempatan untuk berkembang.
Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah
keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang,
kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene
yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah
dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan
dengan para bawahan, status dan keamanan.

Gambar 7.8 Teori dua faktor Herzberg


Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)

4. Teori Douglas McGregor (Teori X dan Teori Y)


Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda
mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X,
dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. menurut Teori X, empat asumsi
yang dipegang manajer adalah sebagai berikut:
a. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan akan
mencoba menhindarinya.
b. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,
diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal
bila mungkin.

DRSEK-2020 99
d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain yang
terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, Mc Gregor


mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya sebagai Teori Y, yaitu :
a. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan
istirahat atau bermain.
b. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika
mereka memiliki komitmen pada sasaran.
c. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,
tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua
orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.

5. Teori ERG
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa ada 3
kelompok kebutuhan inti yaitu:
a. Existence (eksistensi)
Kelompok eksistensi memperhatikan tentang pemberian persyaratan
keberadaan materiil dasar kita, mencakup yang butir-butir oleh Maslow
dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan keamanan.
b. Relatedness (keterhubungan)
Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang
penting. Hasrat sosial dan status menuntut terpenuhinya interaksi dengan
orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan dengan kebutuhan sosial Maslow.
c. Growth (pertumbuhan)
Hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, yang mencakup komponen
intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik
yang tercakup pada aktualisasi diri.
Berbeda dengan teori hirarki kebutuhan, Teori ERG memperlihatkan bahwa
lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama, dan jika
kepuasan pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk
memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat.

6. Teori Pengharapan
Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas
mengenai motivasi adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori
ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara
tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti
oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu
tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan karyawan

DRSEK-2020 100
dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan
menghasilkan penilaian kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, teori tersebut
berfokus pada 3 hubungan yaitu:
a. Hubungan upaya – kinerja
Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah
upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
b. Hubungan kinerja – imbalan
Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat
tertentu akan mendorong tercapainya output yang diinginkan.
c. Hubungan imbalan – sasaran pribadi
Sampai sejauh mana imbalan-imbalan organisasi memenuhi sasaran atau
kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi
individu tersebut.

B. Hubungan Kecerdasan Emotional dengan Performance


1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Pengertian kecerdasan emosional menurut pendapat Ary Ginanjar Agustian
(2009 : 64) adalah :
Kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk “mendengarkan”
bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk
memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai tujuan”.
Pengertian kecerdasan emosional sebagaimana yang dikemukakan oleh Philip
Carter (2010 :1) bahwa orang yang memilki soft competency sering disebut memilki
kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence yang sering diukur sebagai
Emotional Intelligent Quotient (EQ), adalah kemampuan menyadari emosi diri
sendiri dan emosi orang lain.
Menurut Philip Carter ada dua aspek utama EQ adalah :
a. Memahami diri anda, tujuan, cita – cita, respon, dan perilaku anda.
b. Memahami orang lain dan perasaan mereka.
Dengan demikian konsep kecerdasan emosi berarti memilki kesadaran diri
yang memungkinkan anda untuk mengenali perasaan – perasaan dan mengelola
emosi anda sendiri, dan itu melibatkan motivasi diri dan mampu untuk fokus pada
sebuah tujuan daripada menuntut pemenuhan segera. Seseorang dengan EQ yang
tinggi juga mampu untuk memahami perasaan orang lain dalam menangani
hubungan.
Secara umum istilah kepribadian merujuk pada pola pemikiran, perasaan dan
perilaku yang unik dalam masing – masing kita, dan itulah karakteristik yang
membedakan kita dari orang lain. Jadi kepribadian kita menyiratkan prediski
bagaimana kita dan cenderung bertindak atau bereaksi dibawah keadaan yang
berbeda – beda,walaupun pada kenyataannya tidak ada yang sesederhana itu dan
reaksi kita terhadap situasi tidak dapat diprediski sepenuhnya.

DRSEK-2020 101
Goleman merangkum lima bidang EQ sebagai :
a. Mengenal emosi anda
b. Mengelola emosi anda
c. Memotivasi diri anda
d. Memahami dan mengenali emosi orang lain
e. Mengelola hubungan,contohnya mengelola emosi orang lain.
Kini diakui secara luas bahwa jika seseorang dianggap cerdas secara
intelektual tidak berarti bahwa ia juga cerdas secara emosi, dan itu juga tidak
berarti bahwa mereka mampu mengelola emosi mereka maupun memotivasi diri
sendiri.
Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, yang cenderung merupakan pengukuran
kecerdasan tradisional, terlalu sempit dan bahwa ada area kecerdasan emosi yang
lebih luas, seperti elemen perilaku dan karakter, yang ikut menentukan kesuksesan
kita. Karene itulah kecerdasan emosi, selain tes bakat, kini merupakan satu bagian
penting dalam mencapai kinerja karyawan.

2. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah fungsi interaksi antara kemampuan atau Ability (A), motivasi
atau Motivation (M) dan kesempatan atau oppotunity. Penulis menguti beberapa
pendapat dari para ahli. Menurut Henry Simamora (2006 : 338) pengertian kinerja
adalah.
“Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu”.
Sedangkan pengertian kinerja menurut Veithzal Rivai(2008 : 16) .
“Penilaian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu perusahaan atau organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing - masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan
secara legal, tidak melanggar hukum dan bertentangan dengan etika”.

3. Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Pegawai


Pegawai sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Selanjutnya dalam
berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas,
wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Agar
dapat berkinerja baik maka pegawai agar mampu menghadapi pekerjaan dengan
penuh kesungguhan dan kemampuan, dan mahir dalam pekerjaannya, kreatif,
bagus hasilnya, menyenangkan kawan kerjanya dan masyarakat. Maka untuk
mencapai peningkatan kinerja pegawai tersebut dituntut untuk dapat
memanfaatkan Kecerdasan Emosional.

DRSEK-2020 102
Peningkatan Kinerja Pegawai melalui Kecerdasan Emosional akan dicapai
dengan sbb :
a. Dengan Kecerdasan Emosional atau Kekuatan Emosional maka setiap pegawai
akan beranggapan bahwa dirinya adalah pemimpin dan pemimpin akan diminta
pertanggungjawaban, sehingga diri mereka akan kuat dan disiplin dalam
menjalankan tugasnya.
b. Akan adanya kekuatan dalam diri pegawai bahwa kekuatan emosional
dicerminkan pada kerja mawas, penuh dengan kendali diri dan emosi.
c. Pegawai akan merasakan kemampuan, memahami, dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh yang manuasiawi.(Robert K. Cooper,1999)
d. Emosi berlaku sebagai energi, autentisitas dan semangat manusia yang paling
kuat dan dapat memberikan pegawai kebijakan intuitif.
e. Emosi membuat pegawai kreatif, jujur dengan diri, menjalin hubungan untuk
saling mempercayai, panduan nurani bagi hidup/karier, menuntun pegawai
pada kemungkinan yang tidak terduga, dan banyak menyelamatkan pegawai.
f. Kecerdasan emosional memiliki ciri-ciri: kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan
menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
kemampuan bergaul dangan orang lain, berempati dan berdoa.
g. Kecerdasan emosional dicerminkan pada seorang pegawai yang dapat
mengelola dorongan nafsunya dan mampu berpikir kedepan.
h. Dengan kecerdasan emosi, maka pegawai akan mencapai tujuan hidupnya
maupun tujuan dari pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan ulet dan
ketekunan.

4. Komponen Utama Kecerdasan Emosional


Lima komponen utama kecerdasan emosional :
a. Kesadaran diri : Kemampuan untuk mereflreksikan kehidupan diri sendiri, dan
menumbuhkan pengetahuan tentang diri sendiri.
b. Motivasi pribadi : Berhubungan dengan apa yang menjadi pendorong semangat
seseorang, seperti visi, nilai-nilai, tujuan, harapan, hasrat, dan gariah yang
menjadi prioritas.
c. Pengaturan diri : Kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu
mencapai visi dan nilai-nilai pribadi.
d. Empati: Kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan merasakan
berbagai hal.
e. Kemampuan sosial dan komunikasi : Berkenaan dengan cara mengatasi
perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif, dan
berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.

DRSEK-2020 103
5. Dampak dari Pengabaian Kecerdasan Emosional
a. Kapasitas intelijensi dapat menipis.
b. Tidak bisa menjalankan disiplin diri.
c. Pikiran sering tertekan, tidak fokus, galau, serta kehilangan kemampuan
berpikir abstrak, seksama, analitis, dan kreatif.
d. Jiwa tertekan dan lemah, hingga terkadang merasa tak berdaya, tak punya
harapan, dan bahkan putus asa hingga ingin bunuh diri.

DRSEK-2020 104
BAB VIII
PRODUKTIVITAS KERJA

Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien, sehingga
proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lebur
dengan segala impllikasinya, terutama implikasi biaya. Dan kiranya jelas bahwa yang
merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan produktivitas dijadikan salah satu
sasaran jangka panjang perusahaan dalam langka pelaksanaan strateginya.
Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung potensi
untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang
terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek. Filosofi
produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia
(individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan
penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai
perbandingan antara keluaran (output) dengan pemasukan (input), sedangkan menurut
Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah mengemukakan bahwa produktivitas adalah
“Menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam
proses produksi, dalam hal ini adalah efisiensi dan efektivitas”. Sedangkan menurut Malayu
SP Hasibuan, produktivitas adalah “Perbandingan antara output (hasil) dan input (masukan).
Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu,
bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dan
tenaga kerjanya.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas sebenarnya produktivitas memiliki dua
dimensi:
a. Pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu
pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu.
b. Kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan
realisasi penggunanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan
dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar
penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Sedangkan efektivitas merupakan
ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang dicapai. Apabila kedua tersebut
dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan
selalu menjamin meningkatnya efisiensi.
Produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin dan hari esok harus
lebih baik dari hari ini. Jika produktivitas kerja karyawan tinggi, maka karyawan mampu
menunnjukkan jumlah hasil yang sama dengan jumlah masukan yang lebih besar
menghasilkan jumlah yang lebih besar dibanding dengan jumlah masukan. Sebaliknya jika
produktivitas karyawan rendah maka karyawan tidak mampu menghasilkan.

DRSEK-2020 105
A. Sumber-sumber/Faktor-faktor Indikator
1. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Untuk mencapai produktivitas yang tinggi suatu perusahaan dalam proses
produksi, selain bahan baku dan tenaga kerja yang harus ada juga didukung oleh
faktor- faktor sebagai berikut :
a. Knowledge : Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari
pencapaian produktivitas. Konsep pengetahuan lebih berorientasi pada
intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilm serta luas sempitnya wawasan yang
dimiliki seseorang. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi,
diharapkan pegawai mamp bekerja dengan baik dan produktif.
b. Skill : Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan. Contoh : keterampilan
komputer, perbengkelan, dll. Abilities / kemampuan terbentuk dari sejumlah
kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini lebih luas karena
dapat mencakp beberapa kompetensi. Sehingga jika seseorang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi
pula.
c. Attitude : berhubungan dengan kebiasaan dan perilaku. Sehingga jika karyawan
punya kebiasaan yang baik, maka perilaku kerjanya juga baik. Contoh : tepat
waktu, disiplin, mentaati aturan yang berlaku, simple, punya tanggung jawab.
d. Tingkat penghasilan
e. Jaminan sosial
f. Tingkat sosial dan iklim kerja
g. Motivasi
h. Gizi dan kesehatan
i. Hubungan individu
j. Teknologi
k. Produksi

2. Cara Meningkatkan Produktivitas


Menurut Hanafi, terdapat beberapa cara yang digunakan untk meningkatkan
produktivitas yaitu :
a. Meningkatkan operasional : Dapat dilakukan dengan meningkatkan riset dan
pengembangan, sehingga organisasi dapat menghasilkan ide produk baru
maupun metode- metode operasi yang lebih baik.
b. Meningkatkan keterlibatan karyawan, dapat meningkatkan komitmen dan
semangat kerja. Keterlibatan juga menjadi dasar pengendalian kualitas kerja
dari karyawan.

DRSEK-2020 106
Balai pengembangan produktivitas daerah, mengatakan ada enam faktor
utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu :
a. Sikap kerja
b. Tingkat keterampilan
c. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan
d. Manajemen produktivitas
e. Efisiensi tenaga kerja
f. Kewiraswastaan

3. Ciri-ciri Pegawai yang Produktif


Ciri- ciri pegawai yang produktif sebagai berikut :
a. Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, kualifikasi pekerjaan dianggap hal
yang mendasar, karena prodktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang
benar
b. Bermotivasi tinggi, motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi
berada pada jalan produktivitas tinggi.
c. Mempunyai orientasi pekerjaan positif, sikap seseorang terhadap tugasnya
sangat mempengaruhi kinerjanya, faktor positif dikatakn sebagai faktor utama
produktivitas pegawai.
d. Dewasa, pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan
hanya memerlukan pengawasan minimal.
e. Dapat bergaul dengan efektif, kemampuan untuk menetapkan hubungan antar
pribadi yang positif adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas.

5. Pengukuran Produktivitas Kerja


Pengukuran produktivitas kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan
mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah menentukan target dan
kegunaan, praktisnya sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Untuk
mengukur suatu produktivitas dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia
yakni jam- jam kerja yang haruus dibayar dan jam- jam kerya yang harus
dipergunakan untuk bekerja.
Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu :
a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran
(size), panjang, berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.
b. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang
yang dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar, dan seterusnya.

DRSEK-2020 107
6. Metode penilaian kinerja kerja
Metode- metode penilaian berorientasi masa lalu :
a. Rating scale : penilaian prestasi kerja dengan menggunakan skala tertentu dari
rendah sampai tinggi. Contoh : kualitas hasil kerja : nilai sangat baik, baik,
sedang, jelek, sangat jelek.
b. Checklist : penilaian tinggal memilih kalimat- kalimat dan karakteristik-
karakteristik karyawan. Contoh : karyawan merawat peralatan dengan baik.
c. Metode peristiwa kritis : metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-
catatan penilaian yang menggambarkan perilaku karyawan yang baik atau
sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan.
d. Metode peninjauan lapangan.

Metode penilaian berorientasi masa depan :


a. Penilaian diri : digunakan untuk melanjutkan pengembangan diri
b. Penilaian psikologis : dilakukan melalui wawancara mendalam, tes- tes
psikologi, diskusi dengan atasan langsung, evaluasi- evaluasi diri
c. Pendekatan Management by objectives (MBO) : secara bersama menetapkan
tujuan- tujuan atau sasaran- sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan
datang.

Kegunaan penilaian kinerja kerja adalah perbaikan prestasi kerja,


penyesuaian- penyesuaian kompensasi, keputusan- keputusan penempatan,
kebutuhan- kebutuhan pelatihan dan pengembangan, perencanaan dan
pengembangan karier, ketidakakuratan informasional, kesalahan- kesalahan desain
pekerjaan, kesempatan kerja yang adil, tantangan- tantangan eksternal.

B. Etos Kerja Organisasi


1. Definisi Produktivitas Kerja
Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien,
sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak
diperlukan kerja lebur dengan segala impllikasinya, terutama implikasi biaya. Dan
kiranya jelas bahwa yang merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan
produktivitas dijadikan salah satu sasaran jangka panjang perusahaan dalam langka
pelaksanaan strateginya.
Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung
potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses
kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah
komoditi/objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan
dan usaha dari setiap manusia (individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan
mutu kehidupannya dan penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan
atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan

DRSEK-2020 108
pemasukan (input), sedangkan menurut Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah
mengemukakan bahwa produktivitas adalah “ Menyangkut masalah hasil akhir,
yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi, dalam hal
ini adalah efisiensi dan efektivitas”. Sedangkan menurut Malayu SP Hasibuan,
produktivitas adalah “Perbandingan antara output (hasil) dan input (masukan). Jika
produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi
(waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan
keterampilan dan tenaga kerjanya.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas sebenarnya produktivitas memiliki
dua dimensi,
a. Pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang
maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas,
dan waktu.
b. Kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input
dengan realisasi penggunanya atau bagaimana pekerjaan tersebut
dilaksanakan.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan
dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan
semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Sedangkan
efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang
dicapai. Apabila kedua tersebut dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka
terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan selalu menjamin meningkatnya
efisiensi.
Produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika produktivitas kerja karyawan tinggi,
maka karyawan mampu menunnjukkan jumlah hasil yang sama dengan jumlah
masukan yang lebih besar menghasilkan jumlah yang lebih besar dibanding dengan
jumlah masukan. Sebaliknya jika produktivitas karyawan rendah maka karyawan
tidak mampu menghasilkan.

2. Produktivitas kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM
yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai
tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
a. meningkatkan jiwa gotong royong
b. meningkatkan kebersamaan
c. saling terbuka satu sama lain
d. meningkatkan jiwa kekeluargaan
e. meningkatkan rasa kekeluargaan

DRSEK-2020 109
f. membangun komunikasi yang lebih baik
g. meningkatkan produktivitas kerja
h. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.

Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat dari
peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada
norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua
tingkatan,peningkatan partisipasi dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk
pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan.
Etos kerja yang berkualitas harus dihasilkan dari DNA organisasi, yang secara
fundamental wajib dipengaruhi oleh karakter kerja organisasi melalui visi, misi,
etika, budaya, serta cara berpikir dan bertindak yang berkualitas dari pendiri,
pimpinan, dan karyawan. Karakter organisasi harus selalu diperkaya dengan nilai-
nilai baru, agar etos kerja selalu bisa menjadi lebih dinamis dan kreatif dalam
menjawab tantangan baru.
Etos kerja harus menjadi disiplin yang mengarahkan setiap sumber daya
manusia organisasi untuk mengembangkan cara-cara kerja yang efektif, kreatif,
sinergik, produktif, dan beretika, dalam semangat dan tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan berkualitas kepada para stakeholder. Oleh karena itu, sejak
awal pimpinan organisasi harus membangun perasaan tanggung jawab dalam
wujud integritas yang tinggi di dalam organisasi, dan memotivasi setiap pimpinan
dan karyawan untuk patuh pada panduan etika bisnis, code of conduct, sop,
peraturan, kebijakan, sistem, dan semangat organisasi dalam meraih sukses.

3. Nilai-Nilai Budaya Kerja dalam organisasi


Budaya perusahaan merupakan nilai dan falsafah yang telah disepakati dan
diyakini oleh seluruh insan Bank DKI sebagai landasan dan acuan bagi Bank DKI
untuk mencapai tujuan. Bank DKI mendefinisikan budaya perusahaan dalam tujuh
nilai yang meresap ke dalam segenap karyawan Bank DKI.
a. Komitmen
Menjunjung tinggi nilai-nilai yang disepakati dan bertanggung jawab
dengan sepenuh hati.
Panduan Perilaku:
 Memegang teguh dan berupaya keras untuk mencapai target
 Melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung-jawab
 Dapat dipercaya dalam mengemban setiap pekerjaan dengan benar
 Menjalankan tugas mengikuti aturan yang berlaku
 Menindaklanjuti setiap masalah yang menjadi tanggung-jawab saya dan
memastikan penyelesaiannya hingga tuntas

DRSEK-2020 110
b. Teamwork
Kerjasama yang dilandasi semangat saling menghargai dan
menghormati untuk mencapai hasil yang terbaik.
Panduan Perilaku:
 Bersedia mendengar dan menghargai pendapat orang lain
 Tidak memaksakan kehendak atau pendapat pribadi
 Aktif memberi saran, pendapat untuk keberhasilan tim
 Berpikir positif
 Bersedia bekerja dengan penuh keikhlasan, tanggung jawab dan
dedikasi

c. Professional
Menjalankan tugas sesuai dengan keahlian, keterampilan dan
pengetahuan di bidangnya untuk mencapai kinerja terbaik dengan tetap
menjunjung tinggi kode etik bankir.
Panduan Perilaku:
 Bekerja efektif dan efisien
 Inovatif dan kreatif
 Selalu belajar untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan
dan keahliannya
 Positif thinking
 Berwawasan luas dan pandangan jauh ke depan
 Bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent)

d. Pelayanan
Memberikan layanan terbaik kepada seluruh nasabah dengan sikap
ramah, sopan, tulus dan rendah hati sehingga dapat memberikan kepuasan.
Panduan Perilaku:
 Senyum Salam Sapa
 Mendengarkan dengan sepenuh hati untuk memahami kebutuhan
nasabah
 Memberikan layanan dengan sigap, cepat dan akurat
 Siap menerima kritik dan saran untuk perbaikan layanan

e. Disiplin
Melaksanakan tugas secara tepat waktu, tepat guna, dan tepat manfaat.
Panduan Perilaku:
 Tepat waktu
 Bertindak sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku
dengan penuh tanggung jawab
 Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan

DRSEK-2020 111
 Menggunakan sarana dan prasarana kantor sebagaimana mestinya

f. Kerja Keras
Melaksanakan tugas dengan segala upaya untuk mencapai hasil yang
terbaik.
Panduan Perilaku:
 Pantang menyerah untuk mencari solusi yang lebih baik
 Menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik
 Selalu bersemangat untuk memberikan hasil yang lebih baik
 Tidak cepat puas atas hasil yang dicapai
 Rela mengorbankan kepentingan pribadi demi tercapainya
kepentingan perusahaan

g. Integritas
Membangun kepercayaan dengan kejujuran, tanggung jawab, moral,
serta satu kata dengan perbuatan
Panduan Perilaku:
 Berani menyatakan fakta apa adanya secara transparan dan jujur
dengan tetap menjaga rahasia bank dan perusahaan
 Menjunjung tinggi kebenaran sesuai dengan kode etik bankir
 Melaksanakan tugas dengan ikhlas
 Bersikap terbuka dalam mengungkap gagasan dan pendapat
 Mencintai pekerjaan dan menjaga citra bank

DRSEK-2020 112
BAB IX
BUDAYA ORGANISASI

Berbicara budaya organisasi, budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
dalam berperilaku dalam organisasi. Dimana akan diturunkan kepada anggota baru sebagai
cara bagaimana melihat, berpikir, dan merasa dalam organisasi.
Pengertian budaya organisasi menurut para ahli :
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi
dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola
tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu
harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar
dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang
kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi
mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan
disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
Menurut pandangan Davis (1984):“Pengertian budaya organisasi merupakan pola
keyakinan dan nilai-nilai organisasionalyang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh
organisasional sehingga polatersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar
berperilaku dalam organisasional”.
Susanto (2006) memberikan definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi kedalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi
harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau
berperilaku.

DRSEK-2020 113
Tipe-tipe Budaya Organisasi
Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan memiliki budaya yang unik
dalam mengorganisasikan atau mengatur induvidu-individu dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa tidak ada satupun organisasi adalah sama.
Namun pada dasarnya, keunikan-keunikan organisasi merupakan kombinasi dari empat jenis
atau tipe budaya organisasi utama. Hal ini dikemukakan oleh dua orang profesor bisnis di
Universitas Michigan Amerika Serikat yaitu Robert E. Quinn and Kim S. Cameron.
Robert E. Quinn and Kim S. Cameron mengembangkan suatu Instrumen Penilaian
Budaya Organisasi yang disebut dengan Organizational Culture Assessment Instrument atau
disingkat dengan OCAI dengan metode survei yang telah divalidasi untuk menilai budaya
organisasi yang telah ada pada organisasi yang bersangkutan dan bentuk budaya organisasi.
Budaya organisasi memiliki kaitan erat dalam pembentukan sumber daya manusia di
sebuah perusahaan. Pembentukan budaya organisasi dalam sebuah perusahaan dikatakan
berhasil jika memperoleh dukungan dari segenap jajaran manajemen sekaligus karyawan
yang tergabung dalam perusahaan tersebut. Budaya organisasi merupakan proses jangka
panjang, yang membutuhkan ketelatenan dari para pelaku di dalamnya. Budaya organisasi
yang sehat secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Organisasi memiliki identitas yang jelas
Identitas organisasi atau perusahaan, artinya memiliki lokasi yang jelas, perijinan, dan
nama perusahaan.
b. Status karyawan di dalam perusahaan jelas
Status karyawan ini ditunjukkan dengan adanya bukti konkret, seperti tanda pengenal,
kartu anggota, baju seragam karyawan, dan sebagainya.
c. Memiliki visi dan misi yang jelas
Pada dasarnya, visi dan misi bukanlah budaya perusahaan. Namun, secara tidak
langsung budaya sebuah perusahaan mempengaruhi pembentukan visi dan misi. Visi
dan misi adalah tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Secara
tidak langsung, perusahaan memiliki arah kerja yang jelas dengan adanya visi dan misi
d. Manajemen bersikap terbuka
Manajemen mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas
karyawan. Tujuannya adalah agar seluruh karyawan memiliki pemahaman perusahaan
dalam kondisi seperti apa, bagaimana nasib karyawan nanti, dan kontribusi apa yang
mereka berikan. Jika tujuan tersebut dapat tercapai, otomatis akan terjadi perubahan
perilaku yang secara konsisten menetap pada setiap karyawan.
e. Memiliki aktivitas organisasi yang terarah
Aktivitas organisasi adalah kinerja yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Selain
pengaruh dari visi dan misi, tentu perilaku organisasi yang terbentuk juga harus jelas.
Artinya, segala keputusan yang diambil pasti akan melalui beberapa tahapan. Tidak
seketika itu juga sebuah perubahan keputusan langsung disampaikan kepada anggota
organisasi atau karyawan. Organisasi yang sehat akan selalu membiasakan karyawan

DRSEK-2020 114
menjalankan tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), dan evaluasi
(evaluation).
f. Memperhatikan kebutuhan karyawan
Karyawan adalah aset yang harus dijaga. Organisasi yang sehat tidak hanya akan
menuntut karyawan atau anggota yang tergabung di dalamnya, melainkan juga
berusaha mencari cara mempertahankan karyawan. Caranya adalah memfasilitasi
training, workshop, menghargai inovasi yang telah dilakukan karyawan, dan
sebagainya.

Ada lima langkah untuk menciptakan budaya organisasi yang sehat, yaitu sebagai
berikut :
a. Konsistensi
Para pendiri perusahaan yang telah menentapkan poin-poin budaya perusahaan yang
telah diyakini, maka harus konsisten dalam memberikan contoh dan berperilaku.
Selain dengan memberikan contoh bisa memasukkan dalam aturan perusahaan dan
kebijakan perusahaan lainnya.
b. Sosialisasi
Melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota organisasi atau karyawan. Mulai dari
karyawan tersebut bergabung harus dilakukan training atau pengenalan budaya
organisasi. Hal ini dilakukan agar setiap orang yang tergabung dapat beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan baik.
c. Seleksi
Melakukan proses seleksi kepada orang-orang yang akan bergabung dengan
organisasi. Mencari bibit unggul yang memiliki karakter yang sesuai dengan budaya
yang diyakini. Dengan demikian, budaya organisasi yang sehat akan memberikan
dampak positif yaitu meningkatkan komitmen karyawan.
d. Dukungan manajemen
Dukungan manajemen dapat dipastikan harus selalu ada dalam pembentukan budaya.
Namun sebelum budaya organisasi terbentuk, manajemen yang ada di dalam
perusahaan harus satu suara. Hal ini agar kedepannya tidak ada permasalahan terkait
dengan budaya organisasi yang diyakini.
e. Evaluasi
Melakukan evaluasi secara rutin terkait dengan budaya organisasi yang sudah berjalan
serta perbaikan guna menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi ekonomi setempat
dan kebutuhan dari perusahaan itu sendiri.

DRSEK-2020 115
Korporasi dengan budaya organisasi yang sehat mampu menghasilkan empat hal,
yaitu:
a. Revenue: 4x lebih tinggi
b. Tenaga kerja: 7x lenbih berkualitas
c. Nilai saham: 12x lebih tinggi
d. Keuntungan bersih: lebih dari 700%
Kerangka kerja pada Instrumen Penilaian Budaya Organisasi ini menjelaskan
bagaimana empat budaya organsasi saling bersaing antara yang satu sama yang lainnya.
Kerangka kerja atau Framework tersebut terdiri dari 4 parameter yaitu Fleksibilitas, Kontrol
(Pengendalian), Fokus Internal dan Fokus Eksternal. Berdasarkan keempat parameter
tersebut, Robert E. Quinn and Kim S. Cameron kemudian membagikan budaya organisasi
menjadi 4 kuadran yang diantaranya adalah Clan Culture (Kebudayaan Klan), Hierarchy
culture (Kebudayaan Hirarki), Market culture (Kebudayaan Pasar) dan Adhocracy culture
(Kebudayaan Adhokrasi). Quinn dan Cameron juga menemukan bahwa budaya organisasi
yang fleksibel lebih berhasil jika dibandingkan dengan budaya organisasi yang kaku karena
organisasi yang terbaik adalah organisasi yang mampu mengelola persaingan antar budaya
sambil mengaktifkan nilai-nilai pada empat tipe budaya organisasi lainnya jika diperlukan.

DRSEK-2020 116
A. Pengaruh Internal dan Eksternal Organisasi
Sebagai kepribadian suatu organisasi maka budaya organisasi memiliki sistem,
pola-pola nilai, simbol-simbol dari praktek yang berkembang sepanjang usia organisasi
yang bersangkutan. Budaya organisasi dibentuk oleh nilai-nilai individu dan nilai-nilai
hakekat yang berkaitan satu sama lain dan berdampak positif pada timbulnya praktik-
praktik budaya organisasi yang juga dipengaruhi oleh sikap , perilaku individu dan sikap
perilaku kolektif.
Berkembangnya budaya organisasi karena adanya pengaruh sikap kerja, perilaku
kerja dan hasil kerja individu/karyawan dan pengaruh akumulatif membentuk suatu
budaya kerja. Apabila budaya kerja ini dikembangkan dalam proses manajemen akan
menumbuhkan sikap yang berorientasi pada tanggung jawab kelompok, kesediaan
partisipasi , kesadaran kelompok, saling menghargai dan komitmen kerja. Akan tetapi
dalam praktiknya, masih ada hambatan-hambatan dalam pengembangan budaya
organisasi dan budaya kerja karena sikap dan perilaku negatif. Walaupun demikian,
dengan komitmen kepemimpinan yang tinggi dan esensi kepemimpinan yang sadar akan
perlunya pengembangan kelompok, maka hal tersebut bisa diatasi dengan kemampuan
menemukan kesesuaia, keselarasan antara kebutuhan pribadi anggota organisasi
dengan kepentingan organisasi
Hambatan-hambatan yang sering muncul dalam praktik manajemen bukan pada
sistemnya tapi dipengaruhi oleh faktor manusia akan berpengaruh pada budaya kerja
yang menyangkut sumber daya manusianya. Dalam konteks kehidupan setiap individu
mempunyai sesuatu yang dikenal dengan istilah kepribadian. Kepribadian seseorang itu
terdiri dari totalitas yang merupakan rangkaian ciri-ciri yang relatif tetap dan mantap.
Seseorang sering dikenal dengan berbagai ciri khasnya misalkan ramah dan sopan yang
merupakan gambaran ciri-ciri kepribadian individu. Dalam hal ini sebuah organisasi pun
memiliki kepribadian yang kita kenal dengan istilah budaya.
Budaya yang kuat adalah budaya yang nilai utamanya dipegang teguh dan dianut
secara luas dan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap karyawan. Dalam
beberapa organisasi, terutama organisasi yang memiliki budaya kuat dan beberapa
dimensi budaya tersebut seringkali menonjol dibanding dengan yang lainnya dan
mampu membentuk organisasi yang memiliki citra tersendiri. Hal ini berpengaruh pula
pada kalangan anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Dalam suatu organisasi berbagai cara yang dilakukan dalam praktik. Para
karyawan mempelajari budaya organisasi dengan memahami visi dan misi organisasi
tersebut, sejarah perusahaan, slogan-slogan perusahaan, yang semuanya memberikan
gambaran tentang budaya organisasi yang bersangkutan. Kebudayaan dalam aktivitas
manajemen merupakan penyangga yang mampu mempengaruhi karyawan, khususnya
para manajer. Kebudayaan-kebudayaan yang kuat inilah yang membatasi pilihan-pilihan
yang pengambilan keputusan manajemen dengan memberikan informasi alternatif
mana yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima.

DRSEK-2020 117
Setiap organisasi memiliki budaya-budaya yang menentukan bagaimana
anggotanya harus berperilaku. Jadi di setiap organisasi terdapat sistem, pola-pola nilai,
tatanan dan praktik-praktik sikap dan perilakuyang berkembang dari waktu ke waktu
sepanjang organisasi tersebut tumbuh dan berkembang. Budaya organisasi dibentuk
dari nilai-nilai individu dan nilai kolektif yang berkaitan satu sama lain dan berpengaruh
positif timbulnya praktik-praktik budaya organisasi yang dipengaruhi oleh sikap, perilaku
individu dan sikap, perilaku kolektif. Hal ini timbul karena adanya unsur berbasi
kepercayaan yang mampu mengontrol perilaku individu-individu atau anggota-anggota
organisasi.

1. Tipe Budaya Organisasi


Berikut ini adalah pembahasan mengenai empat jenis atau tipe budaya
organisasi menurut Robert E. Quinn dan Kim S. Cameron.
a. Kebudayaan Klan (Clan Culture)
Dalam organisasi yang berkebudayaan klan ini, setiap anggota dalam
organisasi memiliki rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Para pemimpin atau
pemimpin organisasi dianggap sebagai mentor dan bahkan sebagai figur
seorang ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga. Tipe kebudayaan klan
ini mirip dengan organisasi tipe keluarga yang berusaha untuk mencapai
mufakat dan komitmen melalui keterlibatan dan komunikasi antar anggota
serta menghargai kerjasama, partisipasi dan konsesus. Sukses dalam konteks
kebudayaan klan ini adalah memenuhi kebutuhan pelanggan dan kepedulian
terhadap masyarakat.
b. Kebudayaan Adhokrasi (Adhocracy Culture)
Budaya organisasi jenis ini didasarkan pada energi dan kreativitas.
Anggota organisasi atau Karyawan didorong untuk berani mengambil risiko,
berekspreimen dan berpikir di luar kebiasaan untuk menyelesaikan sesuatu.
Para pemimpin atau pemimpin organisasi dianggap sebagai inovator dan
pengusaha (entrepreneur). Kebudayaan Adhokrasi ini mendorong organisasi
atau perusahaan untuk berkembang dengan menciptakan produk-produk dan
layanan yang inovatif dan cepat menanggapi perubahan pasar. Sukses dalam
konteks kebudayaan adhokrasi ini adalah memiliki produk dan layanan baru
serta menjadi pelopor sesuatu yang baru. Google dan Facebook adalah
contoh perusahaan yang memiliki karakteristik budaya adhokrasi ini.
c. Kebudayaan Pasar (Market Culture)
Budaya ini dibangun atas dasar dinamika persaingan dan pencapaian
hasil nyata, fokusnya adalah pada tujuan atau hasil. Organisasi Tipe
Kebudayaan Pasar ini berpusat pada lingkungan eksternal yaitu pelanggannya.
Mereka lebih mendahulukan kepentingan pelanggan atau pangsa pasar dan
laba perusahaan dibandingkan dengan kepuasan karyawannya maupun
pengembangan sumber daya manusianya. Tujuan bersama pada organisasi

DRSEK-2020 118
yang berkebudayaan Pasar ini adalah meraih keuntungan terbesar,
mendapatkan pangsa pasar terbesar dan mengalahkan pesaingnya. Sukses
dalam konteks organisasi yang berkarakteristik Kebudayaan pasar ini adalah
mendapatkan pangsa pasar terbesar dan menjadi pemimpin pasar (Market
Leader).
d. Kebudayaan Hirarki (Hierarchy culture)
Budaya Organisasi jenis Kebudayaan Hirarki ini dilandasi oleh struktur
dan kendali. Lingkungan kerja bersifat formal dan pengendalian yang ketat.
Kepemimpinan didasarkan pada koordinasi dan pemantauan yang terorganisir
dengan budaya yang menekankan efisiensi dan prediktabilitas. Nilai dari
kebudayaan hirarki ini adalah konsistensi dan keseragaman. Sukses dalam
konteks organisasi yang mengadopsi kebudayaan hirarki ini adalah
perencanaan (planning) yang andal, kualitas produk dan layanan yang
tinggi, pengiriman yang tepat waktu dan biaya operasional yang rendah.
Manajemen harus memastikan kepastian pekerjaan dan prediktabilitas.

Instrumen OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) ini


menunjukan bahwa jarang ada perusahaan yang memiliki dominasi salah satu tipe
budaya organisasi tertentu dan juga jarang ada perusahaan atau organisasi yang
memiliki kesetaraan yang sama terhadap keempat budaya organisasi tersebut.
Namun ada kemungkinan departemen atau unit kerja tertentu yang menunjukan
ciri-ciri subdominan. Contoh sepertinya departemen penelitian dan pengembangan
yang mempunyai karakteristik kebudayaaan adhokrasi sedangkan departemen
produksi cenderung mengadopsi karakteristik kebudayaan hirarki.

2. Karakteristik atau Ciri-Ciri Budaya Organisasi


Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat tujuh
karakteristik utama yang secara keseluruhan yaitu, sebagai berikut :
a. Innovation and Risk Talking (Inovasi dan pengambilan resiko), adalah suatu
tingkatan dimana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil
resiko
b. Attention to Detail (Perhatian pada hal-hal detail), dimana pekerja diharakan
menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.
c. Outcome Oritentation (Orientasi pada manfaat), yang mana manajemen
memfokuskan pada hasil atau manfaat dari yang tidak hanya sekedar teknik
dan proses untuk mendapatkan manfaat tersebut.
d. People Orientation (Orientasi pada orang), dimana keputusan manajemen
mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi.
e. Team Orientation (Orientasi pada tim), dimana aktivitas kerja di organisasi
berdasar tim daripada individual

DRSEK-2020 119
f. Aggresiveness (Agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif dan
kompetitif daripada easygoing.
g. Stability (Stabilitas), yang mana aktivitas organisasional tersebut menekankan
pada menjaga status quo sebagai lawan dari pada perkembangan.

3. Contoh-Contoh Budaya Organisasi


a. Kerapian Administrasi
Budaya organisasi dalam hal kerapian administrasi, merupakan yang harus
dihidupkan dalam organisasi, baik itu surat-menyurat, keuangan, pendapatan
karyawan, barang masuk/keluar, dan sebagianya yang membantu dalam
kinerja organisasi.
b. Pembagian Wewenang Yang Jelas
Hal ini merupakan kunci yang dapat menentukan keberhasilkan akan kinerja
dalam perusahaan. Tanpa adanya pembagian wewenang kinerja mungkin para
anggota atau karyawan dalam perusahaan tersebut akan kebingungan mana
yang dijalankan dan mana yang tidak.
c. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan budaya organisasi yang melekat dimana pun berada.
Dimana disiplin merupakan karakter dari orang-orang sukses yang dapat
menghargai waktu.
d. Inovasi
Budaya organisasi biasanya akan mendorong anggota team untuk melahirkan
suatu ide-ide kreatif dan inovasi baru untuk tujuan organisasi yaitu kemajuan
organisasi.

4. Teori-Teori Budaya Organisasi


Sebuah teori komunikasi mengenai semua simbol komunikasi seperti
tindakan, rutinitas, dan percakapan dan makna yang dilekatkan pada simbol
tersebut. Konteks perusahaan, budaya organisasi dianggap sebagai salah satu
strategi dari perusahaan dalam meraih tujuan serta kekuasaan. Teori budaya
organisasi ini memiliki beberapa asumsi dasar yakni sebagai berikut :
a. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan
yang dimiliki bersama akan suatu realitas organisasi, yang berakibat akan
suatu pemahaman yang lebih baik terhadap nilai-nilai sebuah organisasi. Inti
dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki organisasi. Nilai merupakan standard
dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam sebuah budaya.
b. Penggunaan dan interpretasi simbol yang sangat penting dalam budaya
organisasi. Disaat seseorang memahami simbol tersebut, maka seseorang
akan mampu bertindak menurut budaya dari organisasinya.

DRSEK-2020 120
c. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi
tindakan dalam budaya ini juga bervariasi. Dimana setiap organisasi memiliki
budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut
memiliki penafsiran budaya dengan berbeda. Biasanya, perbedaan budaya
dalam organisasi justru menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.

B. Tingkatkan Budaya Organisasi


Mempertahankan budaya organisasi merupakan suatu perilaku yang mudah. Sekali
suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan
budaya dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang
serupa. Robbins menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan bagian
yang sangat penting dalam mempertahankan budaya organisasi, yaitu:
1. Praktik Seleksi
Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi
memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon
belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu
konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi
diri keluar dari kumpulan pelamar.
Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan
pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika
tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung suatu
budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin
menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
2. Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang
organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak
kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka,
pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan
upah, promosi, dan ganjaran lain.
3. Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam
perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam
budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut
tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi
tampaknya akan berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan
budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Sosialisasi dapat dikonsepkan
sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu:
a. Tahap pra-kedatangan, yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi
yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
b. Tahap perjumpaan, yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang
mungkin dan kenyataan yang ada

DRSEK-2020 121
c.
Tahap metamorfosis, yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
4. Ritual khusus yang dilakukan perusahaan
Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan,
tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian
hidup perusahaan. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah
selamatan mulai musim giling di pabrik gula.
5. Simbol
Simbol-simbol material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan lain-lain,
atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang
harus diperhatikan. Karena dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat
diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi
milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.

C. Nilai Budaya yang Menyertai


1. Nilai Organisasi
Nilai organisasi secara spesifik adalah keyakinan yang dipegang teguh
seseorang atau sekelompok orang mengenai tindakan dan tujuan yang seharusnya
dijadikan landasan atau identitas organisasi dalam menjalankan aktifitas bisnis,
menetapkan tujuan-tujuan organisasi atau memilih tindakan yang patut dijalankan
diantara alternatif-alternatif yang ada.
Adapun pengertian nilai organisasi berdasarkan beberapa ahli, sebagai
berikut:
a. David Buchanan, Andrej Huczynski (2004)
Nilai-nilai organisasi: hal-hal yang mempunyai nilai pribadi atau
organisasi bagi para pendiri atau manajemen senior. Nilai-nilai biasanya
berdasarkan atas ajaran-ajaran moral, masyarakat atau agama yang dipelajari
di masa kanak-kanak dan diperbaiki melalui pengalaman.
b. Joseph E. Champoux (2006)
Nilai-nilai (values) menjelaskan kepada anggota organisasi apa yang
“seharusnya” mereka lakukan dalam berbagai situasi. Nilai-nilai sulit untuk
dilihat bagi pendatang baru, tetapi dia bisa menemukan dan mempelajarinya.
c. Andrew J.DuBrin (2007)
Landasan dari setiap budaya organisasi adalah nilai-nilai. Filosofi
perusahaan yang diekspresikan melalui nilai-nilai, dan nilai-nilai membimbing
perilaku setiap hari. Nilai-nilai juga memberi kontribusi langsung terhadap
suasana etis di dalam sebuah perusahaan.
Sebuah studi menunjukkan, misalnya bahwa ketika top management
mempunyai sikap yang longgar terhadap kejujuran, pencurian oleh pegawai
meningkat di atas norma 30%. (Dua studi telah menunjukkan bahwa sekitar
30% responden mengakui telah mencuri dari majikan mereka).

DRSEK-2020 122
d. Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella (2006)
Nilai-nilai adalah kecenderungan secara luas untuk merujuk pada situasi
tertentu daripada yang lainnya. Nilai-nilai adalah perasaan-perasaan dan nilai-
nilai tersebut mempunyai sisi plus dan minus. Nilai-nilai ini berhubungan
dengan:
Jahat vs baik; kotor vs bersih; jelek vs cantik, tidak alami vs alami;
abnormal vs normal; paradoksal vs logis; irasional vs rasional.
e. Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella (2006)
Nilai-nilai merupakan hal pertama yang dipelajari anak-anak secara tidak
sadar, tetapi secara implisit. Ahli psikologi perkembangan percaya bahwa
menjelang usia 10 tahun, kebanyakan anak-anak telah mempunyai sistem nilai
dasar mereka dengan kuat, dan setelah usia tersebut, perubahan sulit untuk
dilakukan. Karena nilai-nilai tersebut diperoleh demikian dini di dalam
kehidupan kita, banyak nilai-nilai tersebut tetap tidak disadari oleh mereka
yang memilikinya. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut tidak bisa dibahas, dan
juga tidak bisa diamati secara langsung oleh orang luar. Nilai-nilai tersebut
hanya bisa disimpulkan dari cara orang bertindak pada berbagai kondisi.
f. Gareth R.Jones (2004)
Nilai-nilai adalah kriteria, standar, atau prinsip-prinsip yang
membimbing yang digunakan orang-orang untuk menentukan perilaku,
kejadian situasi, dan hasil-hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
g. Debra L. Nelson, James Campbell Quick (2006)
Nilai-nilai mencerminkan keyakinan seseorang yang melandasi apa yang
seharusnya dan tidak seharusnya. Nilai-nilai seringkali diartikulasikan secara
sadar, baik di dalam percakapan dan di dalam pernyataan misi perusahaan
atau laporan tahunan.
Charles S. Schwab Corporation, sebuah perusahaan keuangan,
merupakan model bisnis yang digerakkan oleh nilai-nilai. Nilai-nilai organisasi
intinya adalah sebagai berikut:
 Jujurlah, berempati, dan tanggap di dalam melayani para pelanggan
 Hormati dan perkuat sesama pegawai dan berdayakan teamwork
 Terus menerus berupaya untuk melakukan inovasi terhadap apa yang
anda lakukan dan bagaimana anda melakukannya
 Selalu cari kepercayaan klien kita dan selalu dihargai klien kita.
h. Fred Luthans (2008)
Terdapat nilai-nilai penting yang dibela organisasi dan mengharapkan
anggota organisasi sama-sama memilikinya. Contoh-contoh yang khas adalah
kwalitas produk yang tinggi, rendahnya kemangkiran, dan tingginya efisiensi.

DRSEK-2020 123
i. Laurie J. Mullins (2005)
Pembelajaran budaya mencerminkan nilai-nilai asli seseorang. Solusi
mengenai bagaimana menangani tugas baru, atau permasalahan baru adalah
berdasarkan atas keyakinan mengenai realitas. Jika solusi tersebut bisa efektif
maka nilai tersebut bisa merubah suatu keyakinan. Nilai-nilai dan keyakinan
menjadi bagian dari proses konseptual bagaimana anggota-anggota kelompok
membenarkan tindakan-tindakan dan perilaku.

2. Tipe Nilai Organisasi


Terdapat dua macam tipe nilai-nilai organisasi yaitu tipe nilai-nilai organisasi
menurut Kabanoff and Daly dan menurut Wiener, yakni :
a. Tipe Nilai-Nilai Organisasi Menurut Kabanoff dan Daly
Berangkat dari pertanyaan bagaimana sebuah organisasi menyelesaikan
dua masalah pokok yang selalu tarik menarik maka muncullah 4 macam tipe
nilai-nilai organisasi menurut Kabanoff dan Daly yaitu: elite, meritocratic,
leadership and collegial.
Struktur organisasi dibedakan menjadi dua yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Struktur yang sentralistik berarti kekuasaan tidak terdistribusi
secara merata. Hal ini akan menciptakan nilai-nilai efisiensi namun akibatnya
sumber daya dan reward juga tidak terdistribusi secara merata. Sebaliknya,
organisasi dengan struktur yang terdesentralisasi akan menciptakan nilai-nilai
egalitarian dan akibatnya distribusi sumber daya dan reward akan lebih
merata. Proses organisasi dibedakan menjadi kebijakan dan praktik organisasi.
Praktik organisasi ini difungsikan untuk menyeimbangkan ketidakmerataan
distribusi yang disebabkan oleh mekanisme struktur kekuasaan. Dari
penjelasan tersebut maka elite merupakan tipe nilai-nilai organisasi yang
mempresentasikan ketidakmerataan secara murni dalam hal kekuasaan tidak
terdistribusi secara merata yang dikombinasikan dengan orientasi
ketidakmerataan lainnya. Pada tipe leadership nilai-nilai ketidakmerataan
kekuasaan seoerti pada tipe elite (authority, performance and reward) tetap
dipertahankan di samping ditekankan pula pentingnya nilai-nilai kohesivitas
(afiliasi, teamwork, commitment dan leadership).
Tipe meritocratic merupakan kombinasi antara nilai-nilai efisiensi
(performance dan reward) dengan nilai-nilai kesetaraan (equaly) yakni afiliasi,
teamwork, commitment, participation dan normative. Sementara tipe
collegial merupakan tipe nilai-nilai organisasi yang menekankan pentingnya
nilai-nilai kesetaraan seperti afiliasi, teamwork, commitment, participation
dan normative.

DRSEK-2020 124
b. Tipe Nilai-Nilai Organisasi Menurut Wiener
Untuk menyusun tipologi nilai-nilai organisasi Wiener menggunakan
perspektif anggota organisasi yakni sejauh mana espoused values dianggap
sentral dan sejauh mana nilai-nilai tersebut dishared para anggota organisasi.
Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan dua dimensi nilai.
Pertama focus dari nilai tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu
apakah nilai tersebut bersifat fungsional atau elitist, functional values
merupakan nilai organisasi yang menjadi pedoman bagi anggota organisasi
untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan focus utama untuk mencapai
tujuan organisasi. Disisi lain, elistist values adalah nilai organisasi yang
menekankan pada arti penting atau kebanggaan terhadap organisasi.
Dimensi kedua adalah asal muasal nilai-nilai organisasi yakni apakah
nilai tersebut berasal dari tradisi organisasi atau berasal dari pimpinan yang
kharismatik. Jika berasal dari tradisi organisasi maka sumber nilai-nilai
tersebut berasal dari generasi-generasi sebelumnya yang tidak terpengaruh
oleh perubahan kepemimpinan organisasi. Nilai ini biasanya bertahan cukup
lama. Sebaliknya, jika nilai-nilai tersebut bersumber pada pemimpin yang
kharismatik maka daya tahan nilai sangat bergantung pada sejauh mana
anggota organisasi menidentifikasikan dirinya dengan pimpinan tersebut.
Functional traditional values adalah nilai-nilai organisasi yang bersifat
fungsional dan berasal dari generasi sebelumnya. Tipikal ini diyakini bisa
memberi kontribusi terhadap efektivitas kinerja organisasi karena (1)
partisipasi yang cukup luas di kalangan anggota organisasi dan (2) nilai-nilai
sukar diadaptasi oleh organisasi lain karena proses terbentuknya bersifat
gradual. Elitist charismatic values merupakan system nilai yang dikhawatirkan
tidak memberi kontribusi keberhasilan organisasi jangka panjang. Nilai-nilai
yang berasal dari pimpinan yang kharismatik boleh jadi akan menghasilkan
fanatisme jangka pendek.
Functional charismatic values merupakan representasi dari tipe nilai
yang bersifat functional yang diyakini akan memberi kontribusi terhadap
efektivitas organisasi. Berasal dari pimpinan yang kharismatik maka secara
keseluruhan functional charismatic values merupakan nilai-nilai organisasi
yang bersifat transisional.
Terakhir elitist traditional values, tipe ini mensinyalkan adanya nilai-nilai
elitist yang stabil dan bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

DRSEK-2020 125
D. Asumsi-asumsi Dasar Budaya Organisasi
1. Definisi Asumsi
Pengertian asumsi sendiri adalah dugaan atau anggapan sementara yang
belum terbukti kebenaran nya dan memerlukan pembuktian secara langsung.
Memperkirakan keadaan tertentu yang belum terjadi termasuk ke dalam makna
asumsi.

Sebagai contoh : Herman berasumsi bahwa juara balapan kuda tahun ini
adalah Makbey Diva. Padahal asumsinya bisa saja salah karena banyak faktor yang
mempengaruhinya.
Pengertian asumsi yang lain adalah skenario untuk mensimulasikan realitas
yang berbeda atau situasi yang mungkin terjadi tanpa menghiraukan faktor-faktor
yang kompleks dan menyeluruh. Asumsi sendiri kerap kali dihubungkan dengan
aturan praktis. Asumsi merupakan ha yang tidak salah. Asumsi sendiri berisi
landasan berpikir manusia yang dianggap benar atau dugaan yang diterima sebagai
dasar. Semua orang menginginkan pengetahuan, itulah sebabnya mengapa banyak
orang berasumsi.

2. Penyampaian Asumsi
Sebagian asumsi bisa disampaikan secara terbuka, dan beberapa diantaranya
tidak. Namun, pada dasarnya asumsi dapat disampaikan walaupun secara tersirat
dalam ucapan.
Sebagai contoh mengenai asumsi dapat kita lihat di bidang keilmuan, yaitu
asumsi tentang objek empiris;
 Asumsi pertama, objek-objek tertentu memiliki kesamaan, misalnya sifat,
struktur, bentuk dan lainnya. Dengan asumsi ini maka objek tertentu yang
memiliki kesamaan dapat dikelompokkan.
 Asumsi kedua, anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan
dalam periode waktu tertentu. Namun, pada dasarnya tidak ada kelestarian

DRSEK-2020 126
yang obsolut karena pada dasarnya semua benda mengalami perubahan
seiring berjalannya waktu.
 Asumsi ketiga, anggapan bahwa setiap peristiwa dan gejala bukanlah suatu
kebetulan, tapi karena adanya hukum sebab-akibat (Determinisme).

3. Fungsi Asumsi dalam Budaya Organisasi


Asumsi Merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini
budaya diterima begitu saja, tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini
merupakan reaksi yang bermula dari nilai-nilai yang didukung. Bila asumsi telah
diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih. Dengan kata lain perbedaan antara
asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan
dan diterima apa adanya atau tidak.
Lebih jauh Schein (1985) memberikan beberapa asumsi dasar yang
membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat
untuk menilai budaya suatu organisasi karena asumsi menunjukkan apa yang
dipercayai oleh anggota sebagai kenyataan dan karenanya memengaruhi apa yang
mereka pahami, mereka pikirkan dan mereka rasakan
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar bersama sebagai pembelajaran
untuk mengatasi masalah eksternal dan integral internal, diajarkan kepada anggota
baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasa masalah
tersebut.
Teori budaya organisasi memiliki beberapa asumsi dasar:
1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang
dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat
pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Inti
dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki organisasi. Nilai merupakan standard
dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam sebuah budaya.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya
organisasi. Ketika seseorang dapat memahami simbol tersebut, maka
seseorang akan mampu bertindak menurut budaya organisasinya.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda,
dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Setiap organisasi
memiliki budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi
tersebut menafsirkan budaya tersebut secara berbeda.Terkadang, perbedaan
budaya dalam organisasi justru menjadi kekuatan dari organisasi sejenis
lainnya.
Asumsi dasar merupakan inti dari budaya organisasi, ini berarti organisasi
dalam banyak hal di pengaruhi oleh asumsi dasar yang ada didalam organisasi
tersebut.
Asumsi dasar sangat dipengaruhi oleh pendiri perusahaan dimana nilai-nilai
yang dibawa oleh pendiri organisasi akan banyak berpengaruh dalam membentuk

DRSEK-2020 127
asumsi dasar. Selain dipengaruhi oleh pendiri organisasi asumsi dasar juga
terbentuk dalam proses yang cukup panjang, mungkin ketika sebuah organisasi baru
terbentuk tidak ada penjelasan apa asumsi dasar perusahaan.
Akan tetapi, asumsi dasar terbentuk dari bagaiamana organisasi menyikapi
setiap masalah dan mencari jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi oleh
sebuah organisasi. Bermula dari coba-coba dalam menyikapi setiap masalah,
kemudian berhasil kemudian cara-cara tersebut digunakan kembali dalam
menyikapi masalah selanjutnya yang dihadap oleh perusahaan. Pencarian cara
tersebut tidak lepas dari pengaruh yang dibawa oleh pendiri perusahaan.
Untuk menjelaskan bagaimana keyakinan para pendiri organisasi pada akhirnya
menjadi asumsi dasar, Kluckhohn and Strodtbeck dalam bukunya Variation in value
orientation yang saya kutip kembali dari buku Budaya Organisasi karya Achmad
Sobirin mengatakan bahwa Orientasi nilai adalah sesuatu yang kompleks yang
secara definitif merupakan prinsip-prinsip yang terpola (berurutan) hasil dari peran
antara tiga elemen proses evaluatif yang berbeda-elemen kognitif, afektif dan
direktif, dimana ketiga elemen yang saling berinteraksi tersebut menjadikan cara
bertindak dan cara berpikir seseorang dalam mengatasi masalah-masalah umum
yang dihadapinya cenderung berurutan dan terarah.
Asumsi dasar adalah sesuatu yang elusive atau hidden dimana keberadaanya
sulit untuk dilihat dan diamati. Asumsi dasar biasanya sulit untuk diterjemahkan dan
dirasakan berbeda dengan nilai atau artefak. Biasanya asumsi dasar menjadi
sesuatu yang tanpa sadar melekat pada diri kita sendiri seperti sebuah DNA yang
ada pada diri kita tidak terlihat namun mempengaruhi setiap tindak tanduk
kehidupan kita. Berkaitan denan keyakinan mendasar tentng orang-orag atau
individu-individu, pandangan mengenai sifat dasar manusia dan sebagainya.
Maksudnya, asumsi menunjukan apa yang diyakini oleh individu dan mempengaruhi
persepsi, cara berfikir dan merasakan sesuatu.

DRSEK-2020 128
Asumsi dasar merupakan level budaya organisasi yang ada pada semua
anggota organisasi. Asumsi dasar ini yang mendasari perilaku anggota organsiasi
setiap hari. Ciri utama dari asumsi dasar ini adalah, ia diyakini secara tidak sadar
oleh sebagian besar anggota organisasi dan tidak dapat diperdebatkan. Ia diterima
begitu saja dan telah menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan, perilaku,
dan gaya kerja setiap anggota organisasi. Penyimpangan dari asumsi dasar ini akan
membuat anggota organisasi tersisih secara otomatis dari organisasi tersebut.
Untuk lebih mudah memahami ketiga lapisan budaya di atas, kita dapat
mencoba untuk melihat ilustrasi berikut. Saat anda berkunjung ke sebuah
departemen store, logo, seragam, dan banner-banner promo dari departemen store
tersebut adalah artefak-artefak organisasi tersebut. Penataan tenant, penyediaan
kursi untuk para suami penunggu dan lampu-lampu dekorasi termasuk bagian dari
artefak yang dapat langsung djadikan indikator penilaian budaya organisasi. Artefak
juga meliputi perilaku yang langsung Nampak dari para pramuniaga di dalamnya.
Senyuman, cara mereka menyapa, dan menewarkan bantuan tergolong lartefak-
artefak budaya organisasi.
Lapisan yang lebih dalam dari budaya adalah nilai-nilai. Nilai-nilai dapat
dirumuskan dari artefak-artefak yang Nampak dan memiliki benang merah berupa
nilai yang ingin ditampilkan melalui penampilan fisik tersebut. Misalkan, senyum
pramuniaga, sapaan pelayanaan, kamar pas yang nyaman dan kursi ruang tungun
menunjukkan nilai kenyamanan belanja yang ingin diberikan. Jargon dan moto yang
diyakini oleh para manager misalnya, “pelanggan adalah raja”, “pelanggan tidak

DRSEK-2020 129
pernah salah” dan seterusnya, merupakan contoh nilai-nilai yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. Nilai-nilai mengindikasikan apa yang dihargai dan dinilai tinggi
dalam organisasi tersebut. Tanggung jawab dan kemandirian pegawai menjadi nilai
utama apabila perusahaan memberikan penghargaan lebih kepada usaha individual
dalam bekerja. Begitu juga sebaliknya.
Sementara asumsi dasar dari Departemen Store dapat kita lihat dari
internalisasi nilai-nilai tersebut pada anggota organanisasi. Lapisan terdalam ini
paling sulit untuk diidentifikasi karena bahkan pada tingkatan ini anggota organisasi
pun tidak menyadari keberadaannya. Nilai-nilai dasar ini sudah tidak lagi diucapkan,
ditulis ataupun digembar-gemborkan, namun apabila anggota organisasi tidak
memiliki nilai dasar ini, ia akan dianggap aneh dan menyimpang. Dalam contoh
budaya departemen store tersebut, apabila kita menemukan bahwa seluruh
karyawan departemen store tersebut, mulai dari tenaga kebersihan, keamanan,
pramuniaga, hingga kasir memiliki keyakinan yang sama bahwa membuat
pelanggan puas adalah kebaikan utama yang sangat bernilai di organisasi tersebut,
maka bisa jadi nilai tersebut telah menjadi asumsi dasar pada organisasi tersebut.
Asumsi dasar sebenarnya memiliki kemiripan dengan nilai-nilai dasar. Atau
lebih tepat, menurut Schein, asumsi dasar terbentuk dari keyakinan dasar yang
terbukti bekerja dengan efektif. Konsep “pelanggan adalah raja” sebelumnya bisa
jadi masih berada pada tataran nilai dasar, namun, apabila nilai ini dipegang dan
diterapkan kemudian menghasilkan hasil yang positif bagi organisasi, lama-
kelamaan nilai dasar ini akan menjadi diyakini oleh seluruh anggota sebagai asumsi
dasar yang tidak terbantahkan lagi.

4. Perbedaan Asumsi Dasar


Untuk lebih menggambarkan bagaimana budaya dapat mempengaruhi
budaya organisasi, makalah ini mengacu pada penelitian dari Barbara Mazur yang
secara empiris telah menghasilkan beberapa nilai dimensi yang berfungsi untuk
membedakan satu budaya pada budaya yang lain. Dimensi nilai digunakan untuk
membantu menggambarkan perbedaan itu diharapkan antara budaya yang
diselidiki. Ada banyak upaya untuk menilai dimensi lintas budaya. Namun, sejauh ini
kerangka kerja yang paling banyak digunakan adalah yang dikembangkan oleh G.
Hofstede.
Hofstede mengidentifikasi empat dimensi yang diuji secara empiris
membedakan antar budaya; selain itu, empat nilai telah berulang kali ditemukan
relevan dalam menjelaskan perbedaan yang diamati dalam gaya kepemimpinan
(Pavett & Morris, 1995) serta manajerial keterampilan (Shipper et al., 2003).
Dimensi ini dianggap tepat untuk menguji perbedaan asumsi dasar yang
mendasarinya budaya organisasi (Karczewski, 2008; Mazur, 2012).
Dimensi mewakili masalah apa yang biasa terjadi pada semua masyarakat.
Area bermasalah ini adalah aspek kekuatan dalam hubungan, ambiguitas hidup,

DRSEK-2020 130
pengaruh kelompok, dan perspektif pengasuhan. ModeThe Hofstedel dalam
Dimensi Budaya dapat sangat berguna ketika menganalisis budaya suatu negara.
Walau di belakang masing-masing dimensi itu ada beberapa asumsi dasar (Kostera,
2010, hlm. 596–599; Gahan & Abeysekera, 2009, hlm. 126–147). Dimensi budaya
dapat digunakan saat beroperasi, antaranya :
a. Individualisme (kolektivisme dalam kelompok), yang mengacu pada identitas
diri sebagai hanya didasarkan pada individu atau pada individu sebagai bagian
dari grup atau kolektif.

Asumsi umum dalam individualisme vs kolektivisme


Individualisme Kolektivisme
Orang mandiri Orang saling tergantung
Identitas seseorang didasarkan pada Identitas seseorang didasarkan pada
kepribadian individu keanggotaan grup
Orang tidak bergantung secara emosional Orang-orang harus bergantung secara
organisasi atau kelompok emosional organisasi atau kelompok
Prestasi individu adalah ideal. Prestasi kelompok adalah ideal
Individu melindunginya dan dirinya sendiri Kelompok melindungi individu dengan
keluarga imbalan kesetiaan mereka kepada grup
Pengambilan keputusan individu adalah Pengambilan keputusan kelompok adalah
yang terbaik yang terbaik

b. Power of distance, yang mengacu pada stratifikasi sosial di dalamnya sebuah


masyarakat sedemikian rupa sehingga individu / kelompok status yang lebih
tinggi diberikan lebih banyak kekuasaan dan wewenang oleh mereka yang
berstatus lebih rendah.

Asumsi umum dalam Power of distance


Power Of Distance Skala Kecil Power Of Distance Skala Tinggi
Ketidaksetaraan pada dasarnya buruk Ketimpangan pada dasarnya baik
Setiap orang memainkan peran yang Setiap orang memiliki tempat; ada yang
berbeda. tinggi, ada yang rendah dalam struktur
sosial
Orang saling tergantung Kebanyakan orang harus bergantung pada
pemimpin
Semua orang harus memiliki hak yang sama Yang berkuasa berhak atas hak istimewa
Yang kuat harus menyembunyikan Yang kuat harus menunjukkan kekuatan
kekuatan mereka. mereka

DRSEK-2020 131
c. Uncertainty avoidance adalah ketakutan masyarakat terhadap hal yang tidak
diketahui atau situasi ambigu.

Asumsi umum dalam Uncertainty avoidance


Uncertainty Avoidance Kecil Uncertainty avoidance tinggi
Konflik tidak boleh dihindari Konflik harus dihindari dengan harga
berapa pun
Orang-orang yang menyimpang dan ide-ide Orang dan ide yang menyimpang
harus ditoleransi seharusnya tidakd itoleransi
Hukum tidak terlalu penting dan Hukum sangat penting dan seharusnya
seharusnya diikuti
tidak diikuti
Para ahli dan pihak berwenang biasanya Para ahli dan otoritas biasanya bena
tidak benar
Konsensus tidak penting Konsensus penting

d. Maskulinitas (ketegasan), yang mengacu pada preferensi masyarakat untuk


kompetisi dan hasil (nilai maskulin) yang bertentangan dengan kerja sama dan
proses (nilai-nilai feminin).

Asumsi umum dalam maskulinitas vs feminitas


Maskulinitas Feminitas
Peran gender harus dibedakan secara jelas Peran gender seharusnya tidak dibedakan
secara jelas
Pria tegas dan dominan Wanita merawat orang lain
Keleluasaan berlebihan Machismo pada pria Kelelakian berlebihan machismo pada pria
itu bagus adalah
tidak baik
Pria harus tegas Wanita harus mendukung
Pekerjaan diprioritaskan daripada tugas- Kehidupan pribadi itu penting
tugas lain
Kemajuan, kesuksesan dan uang adalah Suasana yang baik di tempat kerja adalah
penting penting

Dengan asumsi bahwa budaya organisasi ditentukan oleh masyarakat / budaya


nasional dan melalui agama yang mempengaruhinya model asumsi mendasar yang
mendasari budaya organisasi dapat dibuat.

DRSEK-2020 132
Model asumsi dasar budaya organisasi berdasarkan pada
Budaya nasional

DRSEK-2020 133
BAB X
INTERPERSONAL SKILL

Interpersonal skill atau kemampuan interpersonal adalah kemampuan atau


keterampilan (skill) yang dimiliki oleh seseorang untuk mengenali, menghadapi, dan
berinteraksi dengan orang lain, baik individu dengan individu atau individu dengan kelompok
(masyarakat).
Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu
membutuhkan orang lain. Jadi, penting bagi kita untuk menguasai beberapa keahlian, yaitu :
a. Memanfaatkan keragaman
Yaitu kemampuan seorang individu untuk dapat menghargai orang-orang yang
memiliki perbedaan dengannya. Dunia ini terdiri dari berbagai macam orang dengan
latar belakang yang berbeda. Tentu saja di dunia pekerjaan kita akan bertemu dan
bekerja sama tidak hanya dengan golongan kita sendiri. Oleh karena itu, sebagai
manusia yang baik maka seharunya kita dapat menerima dan menyatukan
keberagaman tersebut.
b. Kepemimpinan
Yaitu kemampuan seorang individu untuk mengendalikan sifat, kebiasaan,
temperamen, watak dan kepribadiannya dalam mempengaruhi kelompoknya dengan
maksud mencapai tujuan yang diinginkan. Jika kita memeiliki jiwa kepemimpinan
yang besar dan berkualitas, semakin besar juga kemungkinan kita untuk mnjadi
pemimpin dan membina kelompok kita merealisasikan objek yang telah ditargetkan.
c. Komunikasi efektif
Yaitu kemampuan untuk saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan
sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan.
Komunikasi merupakan kunci utama dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Cara berkomunikasi dengan efektif antara lain dengan menggunakan bahasa yang
ringkas dan mudah dipahami, tujuannya jelas, disampaikan dengan mimik dan gerak
tubuh yang baik. Selain itu, kita juga harus menjadi pendengar yang baik.
d. Sinergi
Yaitu kemampuan individu untuk dapat bekerja sama dengan semua orang dan
mengutamakan kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi atau
golongan. Supaya sinergi dapat berjalan dengan baik, kita harus dapat menghagai
setiap anggota dan pendapat yang ada. Setiap keputusan harus dibuat secara
bersama-sama dengan musyawarah dan adil.
Interpersonal skill lebih terkait dengan kemampuan psikologi atau kemampuan
memahami perasaan orang lain. Berbeda dengan hard skill, interpersonal skill tidak memiliki
tolak ukur angka yang jelas, namun orang dengan interpersonal skill yang baik dapat
diketahui dari cara dia mendengarkan dan memecahkan masalah di lingkungan sekitarnya.

DRSEK-2020 134
Beberapa manfaat interpersonal skill adalah :
a. Meningkatkan hubungan individu dengan individu maupun individu dengan
kelompok
b. Meningkatkan karir dalam perusahaan
c. Meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan masalah kelompok (masyarakat)
Interpersonal skill (atau disebut juga social skill) dianggap memiliki peran yang sangat
signifikan dalam kesuksesan hidup seseorang disamping hard skill. Sebagai contoh dalam
kehidupan sehari-hari, setiap individu diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik. Penelitian menyebutkan 70% kesalahan di dunia kerja diakibatkan oleh komunikasi
yang buruk. Sehingga, diperlukan komunikasi interpersonal yang baik.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau
lebih, yang biasanya tidak diatur secara formal. Dalam komunikasi interpersonal, setiap
partisipan menggunakan semua elemen dari proses komunikasi.

A. Good Comunication
Sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, maka
komunikasi adalah salah satu sarana untuk berhubungan dengan orang disekitar kita.
Berdasarkan sifatnya terdapat 2 macam komunikasi, yaitu :
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi secara langsung (tanpa perantara).
Sehingga sangat penting untuk dapat menyusun kata-kata yang kita ucapkan
menjadi sebuah informasi yang dapat dipahami, berguna dan menarik bagi orang
lain.
b. Komunikasi Non verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi dengan perantara atau media.

Dikatakan komunikasi yang baik jika :


a. Kongruen antara yang kita pikirkan, ucapkan dengan yang kita lakukan
b. Adanya keinginan untuk mendengarkan
c. Memiliki tingkat keterbukaan
d. Memiliki respek terhadap orang lain
Komunikasi yang jelas akan membuat orang lain memperhatikan dan menghargai apa
yang kita bicarakan. Teknik berkomunikasi yang baik tentu akan diperlukan terutama bagi
orang-orang yang bekerja dengan menggunakan keahlian berkomunikasi. Ada beberapa hal
yang menjadi prinsip teknik berkomunikasi yang baik, yaitu :
a. Berbicara efektif
Berbicara efektif artinya tidak bertele-tele atau tidak berputar-putar untuk
menyampaikan suatu poin pembicaraan dengan cepat, tepat, lugas, dan dapat
dimengerti oleh lawan bicara. Berbicara efektif membuat lawan bicara kita akan
fokus pada setiap hal yang kita sampaikan dan dapat mempengaruhi pikirannya
secara langsung.

DRSEK-2020 135
Manfaat komunikasi yang efektif adalah :
1. Mengembangkan interaksi dan hubungan antar individu yang lebih baik
2. Membangun kepercayaan antar individu dan kelompok
3. Penerimaan yang baik dalam kehidupan sosial dan kelompok
4. Terhindarkan dari kesalahfahaman penyampaian informasi
5. Secara tidak langsung menunjukkan gambaran sikap dan kepribadian
seseorang

b. Berbicara penuh motivasi


Komunikasi yang terjalin dan sampai kepada lawan bicara harus bersifat
mendorong. Hal ini terlebih ketika yang berbicara adalah orang yang memiliki
jabatan lebih tinggi daripada lawan bicaranya. Motivasi yang dimaksud adalah
adanya dorongan/penyemangat dalam kata-kata yang diucapkan agar lawan
bicara tergerak untuk melakukan sesuatu dengan baik dan sungguh-sungguh
berdasarkan pengarahan yang telah diberikan.

c. Berbicara untuk mendapat perhatian


Pembicaraan yang membosankan dan bertele-tele tentu akan membuat
lawan bicara atau pendengar mengabaikan kata-kata kita. Dalam teknik
berkomunikasi perlu diperhatikan tema atau materi yang disampaikan agar
membuat lawan bicara tetap fokus dengan kita. Ada baiknya untuk
memperhatikan siapa lawan bicara kita agar materi yang kita sampaikan tepat
sasaran, selain itu usahakan penyampaiannya dilakukan dengan kata yang
menarik.

d. Berbicara melalui keinderaan


Agar tema atau materi yang kita sampaikan diingat dalam pikiran lawan
bicara, maka kita dapat menguatkan komunikasi kita dengan ekspresi indera yang
meyakinkan. Gerak tangan, tatapan mata, senyuman, atau kernyitan dahi akan
menambah kesan tentang tema yang kita sampaikan. Hal ini juga agar lawan
bicara mengerti bahwa tema yang kita bicarakan adalah hal yang penting dan
patut untuk didengar.

Mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik juga sangat penting agar


pendengar mampu memahami dengan baik apa yang dimaksud oleh pembicara. Adapun
cara mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik, yaitu:
a. Memahami dasar-dasar kemampuan berkomunikasi
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi
Komunikasi adalah proses mengirimkan sinyal atau pesan antara pengirim
dan penerima melalui berbagai macam metode (tulisan, isyarat, nonverbal, dan

DRSEK-2020 136
lisan). Komunikasi juga merupakan mekanisme yang kita gunakan untuk
membangun dan memodifikasi hubungan.
2. Memiliki keberanian untuk mengatakan apa yang dipikirkan
Diperlukan rasa percaya diri untuk dapat memberikan kontribusi yang
berharga dalam percakapan. Dengan mengenali pendapat dan perasaan diri
sendiri untuk dapat menyampaikan pada orang lain adalah suatu hal yang
penting.
3. Berlatih berkomunikasi yang baik
Mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik dimulai dengan
interaksi yang sederhana. Kemampuan komunikasi dapat dilatih setiap hari,
baik untuk interaksi sosial hingga profesional. Kemampuan baru membutuhkan
waktu untuk ditingkatkan.

b. Melibatkan lawan bicara


1. Melakukan kontak mata
Apapun posisi kita, entah itu sebagai pembicara atau pendengar,
memandang mata orang lain yang diajak bicara akan membuat interaksi
menjadi lebih berhasil. Kontak mata menunjukan ketertarikan dan membuat
lawan bicara menjadi tertarik juga untuk berinteraksi.
2. Menggunakan gestur
Gestur ini meliputi tangan dan wajah. Dengan membuat seluruh tubuh
bicara maka akan mempermudah kita dalam menyampaikan informasi yang
kita tuju.
3. Menyelaraskan pesan yang akan disampaikan.
Dengan menyelaraskan antara kata-kata, gestur, ekspresi wajah, dan
nada suara akan membuat pendengar lebih cepat memahami maksud
pembicara.
4. Berhati-hati dengan gerak tubuh
Bahasa tubuh dapat lebih berbicara banyak daripada kata-kata. Sikap
yang terbuka dengan posisi lengan yang santai mengisyaratkan bahwa
pendengar mudah didekati dan terbuka untuk mendengarkan apa yang ingin
dikatakan oleh pembicara.
5. Menunjukkan sikap dan kepercayaan yang konstruktif
Sikap yang ditunjukkan saat berkomunikasi akan memberikan pengaruh
yang besar pada cara mengatur diri dan berinteraksi dengan orang lain.
Sehingga, diperlukan sikap sensitif terhadap perasaan orang lain dan percara
pada kemampuan orang lain.
6. Mengembangkan kemampuan mendengar yang efektif
Seseorang tidak hanya dituntut untuk mampu berbicara secara efektif,
namun juga harus mendengarkan orang lain dan terlibat dalam pembicaraan
yang sedang dibicarakan oleh orang lain.

DRSEK-2020 137
c. Menggunakan kata-kata dengan jelas dan tepat
Kejelasan dan ketepatan kata sangat diperlukan. Sehingga tidak timbul
kerancuan arti pemahaman oleh pendengar.

d. Berbicara dengan jelas dan tidak menggumam


Agar pembicara tidak diminta untuk mengulangi kata-kata yang telah
disampaikan, maka alangkah baiknya jika kita berbicara yang jelas dan tidak
menggumam.

e. Mengembangkan suara
Suara yang tinggi atau melengking tidak dianggap sebagai sebuah
kewibawaan. Sehingga, diperlukan kesesuaian untuk berkomunikasi dengan lawan
bicara. Selain itu, perlu menghindari suara yang monoton dan menggunakan suara
yang dinamis. Juga, menggunakan volume suara yang sesuai dengan situasi akan
membantu kita dalam menyampaikan pesan kepada lawan bicara.

B. Soft Skill
a. Pengertian
Darmadi (2007: 7) menyatakan bahwa :Penanaman nilai sosial yang baik yang
dapat dikembangkan oleh guru di sekolah adalah dengan mengajak peserta didik
memahami natural settings dari masalah-masalah kemasyarakatan dan
menempatkannya dalam proporsinya, serta merumuskan teknik-teknik pemecahan
masalah yang dapat memunculkan keterampilan sosial tingkat tinggi pada diri
seseorang.
Muqowim (2012: 3) menjelaskan dalam sebuah hasil penelitian dari Harvard
University Amerika Serikat yaitu :Dunia pendidikan nasional mengungkapkan bahwa
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
keterampilan teknis (hard skill), tapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang
lain (soft skill). Bahkan, penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft
skill.Muqowim (2012: 5) mengemukakan bahwa “Soft skill adalah perilaku personal
dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia
seperti membangun tim, pembuatan keputusan, inisiatif, dan komunikasi”.
Secara umum pengertian soft skill yaitu kemampuan pengaturan seserorang
terhadap orang lain (interpersonal skill) dan pengaturan seseorang terhadap diri
sendiri (intra-personal skill). Di Wikipedia sendiri dipaparkan bahwa soft skills
merupakan istilah sosiologis yang merujuk pada sekumpulan karakteristik
kepribadian, daya tarik sosial, kemampuan berbahasa, kebiasaan pribadi,
kepekaan/kepedulian, serta optimisme.

DRSEK-2020 138
Soft skill merupakan hal yang tidak tampak mata tapi dapat dirasakan oleh
orang itu sendiri dan oleh orang lain. Wujud dari soft skill sendiri adalah watak /
karakter yang telah terbentuk berdasarkan pengetahuan pribadi orang itu sendiri,
yang artinya soft skill itu sendiri dapat dipelajari dan dikembangkan, karena soft skill
tidak bersifat pasti.
Perlu diketahui bahwa soft skill bukanlah sesuatu yang stagnan, tapi dapat
kita asah agar dapat berkembang dapat menjadi lebih baik. Selagi kita masih
menjadi mahasiswa, alangkah baiknya untuk mulai mengikuti kegiatan – kegiatan
yang dapat membuat kita lebih terampil seperti seminar, kegiatan organisasi, kerja
kelompok dll.
Ada 3 (tiga) hal yang memepengaruhi berkembangnya karyawan atau calon
karyawan dalam sebuah perusahaan yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill) dan sikap (attitude). Dari ketiga hal tersebut penilaian karyawan yang paling
penting yaitu mengenai sikap, halam hal ini sikap yang positif.
Seperti disampaikan oleh Herrimawan Djarot Pribadi Wahjumurti, SH, MM,
Manajer Human Resources and General Affairs PT Anugrah Group International
Ketiga kompetensi tersebut sangat perlu dimiliki oleh para calon pegawai. Sebab
dari kompetensi tersebut Human Resources Development (HRD) dapat mengetahui
layak tidaknya seseorang ditugaskan pada suatu badan kerja. “Dan yang paling
penting adalah attitude. Walaupun dia memiliki skill dan pengetahuan yang tinggi,
tapi attitude-nya jelek, maka kecil kemungkinan dia lolos sebagai seorang pegawai,”
. “Tapi, kalau attitudenya baik dan bagus, maka dia punya peluang sukses tinggi.
Karena poin attitude dalam membentuk karakter seseorang itu punya porsi yang
lebih banyak daripada skill atau knowledge. Sikap yang bagus dan baik itu seperti
sopan, ramah, mampu memecahkan masalah, dan sebagainya,”.

b. Macam Macam soft skill


 people skills, kemampuan Anda berinteraksi dengan orang lain secara individual
dan memahami kebutuhan atau keinginan mereka. Anda menempatkan orang
lain didepan kepentingan sendiri.
 social skills, cara berhubungan dengan orang-orang dalam kelompok disekitar
Anda. Apakah Anda tergolong yang menutup diri atau orang yang terbuka
dengan sekelompok orang.
 communication skills, cara Anda berbicara, berkata-kata, menulis, menjawab e-
mail, merespon surat, dan lainnya. Komunikasi adalah cara Anda
menyampaikan dan menerima pesan
 character traits, perilaku dan sikap Anda yang membentuk kepribadian
 attitudes, Sikap Anda terhadap seseorang atau sesuatu yang tercermin dari
tingkah laku

DRSEK-2020 139
 social intelligence, kemampuan dalam mengelola orang lain baik lelaki atau
perempuan
 emotional intelligence, kemampuan mengindentifikasikan serta mengelola
emosi diri sendiri dan orang lain.

c. Manfaat Soft Skill


a. kita mempunyai aura dalam menjalani kesuksesan dan aura itu yang akan
menuntun kita menuju hal hal yang positif dalam mengejar impian kita.
b. dengan soft skill kita akan bisa mengembangkan otak kanan. Yang akan
membantu kita mengelola emosi dan bisa membuat kita berfikir kreatif dan
inovative.
c. soft skill akan membuat kita mempunyai banyak teman dan channel atau
relation. Dengan begitu akan mudah dalam meminta bantuan untuk
mengembangkan bisnis kita.
d. soft skill komunikasi dengan atasan ataupun bawahan kita dalam suatu
pekerjaan akan semakin baik. Dalam kehidupan bermasyarakat kita juga akan
dikenal dan keberadaanya diakui.
e. soft skill akan membantu kita memotivasi kita khususnya juga orang lain yang
ada disekitar kita.
f. dapat membantu kita cepat mencapai jenjang karir yang kita inginkan karena
dengan sofKetujuh team work dan juga berpikir kritis dan analisis kita bisa
menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat.
g. kita akan mudah mengendalikan mood kita dalam menjalani pekerjaan dan
bermasyarakat.
h. akan membantu kita untuk tetap bersemangat.
i. dengan stabilnya emosi kita akan banyak tersenyum dan akan jarang sekali
marah. Oleh karena itu akan terhindar dari penyakit. Dengan kata lain akan sulit
sekali teraerang penyakit.
j. dengan soft skill kehidupan kita akan lebih bahagia karena dengan positif
thinking dan emosi yang stabil kita bisa membuat orang bahagian tanpa
menyakiti orang lain.

C. Intrapersonal Skill
a. Pengertian
Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan
bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara diri sendiri
dengan suatu subyek yang tidak tampak (misalkan Tuhan). Komunikasi
intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam
proses simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu

DRSEK-2020 140
bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-
proses psikologis, seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat
berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa
yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk
mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh
melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang
mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun objek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi
diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif.
Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman
akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting
bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu
pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri
adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri
kita yang berbeda beda (multiple selves).

b. Elemen-elemen konsep kesadaran diri


1. Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya
hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi,
karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.
2. Karakteristik pribadi
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam
persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-
laiki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga
mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu,
terpelajar, dsb.) Konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan.
Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu
baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka, konsep
diri seseorang itu tidak baik pula.
3. Karakteristik sosial
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan
kita dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak
bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal ini

DRSEK-2020 141
memengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan
dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
4. Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita
mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau
guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama.
Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri
sebagai identitas tunggal, tetapi sebenarnya masing-masing dari kita memiliki
berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).
5. Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang kala ia
melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita
terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri
kita.
Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi
orang lain terhadap kita (meta persepsi).
Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita,
yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya'
dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
6. Proses pengembangan kesadaran diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara,
yaitu;
a) Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan objek
diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
b) Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain
sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita
berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi
mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut
untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita.
Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat
seseorang beraktivitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa
dan apa yang tidak bisa ia lakukan
c) Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self)
perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis,
melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktivitas serhari hari kita.
Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu
konsep diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil
dan sulit untuk diubah secara drastis.

DRSEK-2020 142
Keterampilan intrapersonal merupakan sebuah proses pertukaran dan
transformasi pesan yang sangat unik karena dilakukan dari, untuk, dan oleh diri
sendiri. Beberapa jenis keahlian dalam bidang ini adalah :
a) Percaya diri adalah kemampuan individu untuk dapat memahami dan
meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi
penyesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Orang yang percaya
diribiasanya mempunyai inisiatif, kreatif, dan optimis terhadap masa
depan, mampu menyadari kelemahan dan kelebihan diri sendiri, berpikir
positif, menganggap semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
b) Penilaian diri adalah kemampuan individu untuk menyadari kekuatan dan
kelemahan dirinya. Jika seorang individu dapat menilai dirinya sendiri,
maka otomatis ia akan selalu berintrospeksi sehingga dirinya akan terus
berkembang untuk lebih baik.
c) Kesadaran emosi adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Jika seorang mampu untuk
mengendalikan emosinya maka segala urusan dan pekerjaan dapat
terselesaikan dengan baik.
d) Proaktif adalah kemampuan individu untuk bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri. Segala perbuatan dan tingkah laku yang kita
lakukan berasal dari inisiatif kita sendiri. Jadi jika kita selalu berusaha
menghasilkan sesuatu yang produktif, maka apa saja yang kita kerjakan
akan memiliki dampak yang baik.

DRSEK-2020 143
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2015. Pengertian Budaya Organisasi. Diambil dari:


https://www.maxmanroe.com/vid/organisasi/pengertian-budaya-organisasi.html (19
April 2019)

Admin. 2017. Aktualisasi Diri. https://id.wikipedia.org/wiki/Aktualisasi_diri. Diakses pada


tanggal 14 April 2019.

Admin. 2018. Artikel Budaya Organisasi. Diambil dari: https://actconsulting.co/budaya-


organisasi-organization-budaya-konsultan-budaya-corporate-culture-consultant/ (13
April 2019)

Admin. 2019. Apa Itu Tanggung Jawab dan Bagaimana Penerapannya dalam Ruang Lingkup
Pekerjaan. http://bejanakehidupan.com/tanggung-jawab-dalam-pekerjaan/. Diakses
pada tanggal 13 April 2019.

Agustian, Ary Ginanjar. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Penerbit Arga.

Agustian, Ary Ginanjar. (2005). ”Rahasia Sukses Membangkitkan ESP POWER, Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan”. Jakarta : Penerbit Arga.

Andrew J. DuBrin. Fundamentals of Organizational Behavior. Fourth Edition. Thomson South-


Western, 2007.

Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.


Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.
Universitas Trisakti;

Arifin, Ahmad. 2016. Makalah Etika. Diambil dari: http://ahmadarifin7676.


blogspot.com/2016/12/makalah-etika.html. (13 April 2019)

Aritonang, Keke.2005. Pengaruh kompensasi Kerja, Disiplin Kerja.Jurnal Pendidikan No 4


Tahun IV.Jakarta.

Armansyah.(2002).”Intelegency Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient dalam


Membentuk Prilaku Kerja”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. 02, (01), 23-32.

Astadaya. 19 Mei 2016. Memahami Budaya Organisasi. Dikutip 13 April 2019 dari Astadaya
Consulting : https://astadaya.wordpress.com/tag/asumsi-dasar/

Aynul. 2009. "Leadership: Definisi Pemimpin". (Online). (Http://referensi-


kepemimpinan.blogspot.com/2009/03/definisi-pemimpin.html diakses 11
November 2011).

B.S. Wibowo, dkk. (2002). ”Trustco SHOOT : Sharpening, Our Concept and Tools” PT. Syaamil
Cipta Media, Jakarta

DRSEK-2020 144
Bambang, Kusriyanto. 1991. Meningkatkan Produktvitas Karyawan. Pustaka Binaman
Pressindo: Jakarta;

Burhanuddin, Afif. 2014. Teori Teori Kepemimpinan. Diambl dari


https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/01/20/teori-teori-kepemimpinan/.
(diakses 18 April 2019)

Camalia, Melisa. 2019. Jadilah Versi Terbaik Dirimu Lewat 5 Cara Aktualisasi Diri Berikut Ini.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/melisa-camalia-1/jadi-versi-terbaik-dirimu-
lewat-cara-aktualisasi-diri-c1c2/full. Diakses pada tanggal 15 April 2019.

David Buchanan, Andrzej Huczynski. Organizational Behaviour: An Introductory Text. Fifth


Edition. Prentice Hall Financial Times, 2004.

Debra L. Nelson, James Campbell Quick. Organizational Behavior: Foundations, Realities &
Challenges. Fifth Edition. Thomson South-Western, 2006.

Departemen Agama RI Inspektorat Jendral. 2009. Pengembangan Budaya Kerja Departemen


Agama.

Dewi, Iga Manuati. 2002. Makalah. Mengapa dan Untuk Apa Orang Bekerja? Bali: Universitas
Udayana.
Direktori Training Indonesia. 2016. Teknik Berkomunikasi yang baik. Diambil dari:
http://direktoritraining.com/teknik-berkomunikasi-yang-baik/ (18 April 2019)

Eugene McKenna. Business Psychology and Organisational Behaviour: A Student’s Handbook.


Fourth Edition. Psychology Press, 2006.

Evita, Sandra. 2015. Etika Kerja. Diambil dari: http://sandraevita.blogspot.com/


2015/07/etika-kerja.html. (19 April 2019)

Fathurrohman. 2010. Implementasi Soft Skills Dalam Proses Pembelajaran Di Jurusan


Pendidikan Prasekolah Dan Sekolah Dasar (PPSD) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta. Pendidikan Pra-sekolah dan Sekolah Dasar UNY

Fitriani, Mira. 2015. Etika Kerja. Diambil dari: http://mirafitriani10.blogspot.com/


2015/09/etika-kerja.html. (13 April 2019)

Fred Luthans. Organizational Behavior. Eleventh Edition. McGraw-Hill, 2008.

Gareth R. Jones. Organizational Theory, Design, and Change: Text and Cases. Fourth Edition.
Pearson Prentice Hall, 2004.

Gary Johns, Alan M. Saks. Organizational Behaviour: Understanding and Managing Life at
Work. Fifth Edition. Addison Wesley Longman, 2001.

Gering, Supriyadi dan Triguno.2001. budaya kerja. Kementrian Negara Pendayagunaan


Aparatur Negara. 2002. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara.

Gomes, Faustino Cardoso, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset,
Yogyakarta.

DRSEK-2020 145
Gunawan, 2014, PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
BAGIAN KANTOR PADA PT MATON LAND PEKANBARU. Skripsi thesis, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau;

Handoko, Hani. 1993. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Harlie,M. 2010. Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier Terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong Di Tanjung
Kalimantan Selatan.Jurnal. Volume 11 Nomor 2.

Hartana, Iriawan. 2019. Integritas dan Komitmen dalam Bekerja. https://ot.id/tips-


profesional/integritas-dan-komitmen-dalam-bekerja. Diakses pada tanggal 14 April
2019.

Hartanto, Eko. 2011. Pengaruh Stress, Kepuasan Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap
kinerja. Tesis.

Hasanah, Uswatun. 2012. Teori Kepemimpinan. Diambil dari


http://uswatunhasanahblog.wordpress.com/2012/12/23/teorikepemimpinan/.(diakse
s 18 April 2019)

Hasibuan, Melayu S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas.
Bumi Aksara Putra : Jakarta;

Hatani.LA. 2009. Pengaruh sikap kerja, perilaku, responsif, dan etos kerja terhadap kinerja
karyawan pada Bank Danamon Cabang Kendari.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.
Vol.2. No. 2. Juli 2009.

Ibnu M & Noviyanti K D. 2011. Pendekatan Konseling Kelompok. Diambil dari


https://asrofulkhadafi.wordpress.com/2012/04/22/kepemimpinan-dalam-kelompok/.
( diakses 19 April 2019)

ICAO, Human Factors Training Manual, Doc 9683, 1998

ICAO. 1990. Human Factor Digest No. 8 Human Factor in Air Traffic Controller. Canada.
International Civil Aviation Organization

Irhamna, 2008, Artikel “Membangun Mahasiswa Yang Cerdas” Peran-peran Bagi Fungsi
Sumber Daya Manusia dan Para Praktisi”, http://irhamnayaallah.blogspot.com

Jack Wood, Joseph Wallace, Rachid M. Zeffane, Judith Chapman, John R. Schermerhorn,
James G. Hunt, Richard N. Osborn. Organisational Behaviour: A Global Perspective.
Third Edition. John Wiley & Sons Australia, Ltd, 2004.

James A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV. Intermedia Jakarta.

Jennifer M. George and Gareth R. Jones. Organizational Behavior. Third Edition. Prentice
Hall, 2002.

Jerald Greenberg and Robert A. Baron. Behavior in Organizations. Eighth Edition. Prentice
Hall - Pearson Education International, 2003.

DRSEK-2020 146
John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. Organizational Behavior and
Management. Seventh Edition. McGraw-Hill, 2005.

Jongprawira. 19 Desember 2014. Asumsi Dasar, Nilai, dan Artefak. Dikutip 13 April 2019 dari
Jongprawira : https://jongprawira.wordpress.com/2014/12/19/asumsi-dasar-nilai-dan-
artefak/

Jongprawira. 19 Desember 2014. Asumsi Dasar, Nilai, dan Artefak. Dikutip 13 April 2019 dari
Jongprawira : https://jongprawira.wordpress.com/2014/12/19/asumsi-dasar-nilai-dan-
artefak/

Joseph E. Champoux. Organizational Behavior: Integrating Individuals, Groups and


Organizations. Third Edition. Thomson South-Western. 2006.

Judith R. Gordon. Organizational Behavior: A Diganostic Approach. Seventh Edition.


Prentice-Hall International, Inc, 2002.

Kartini, Kartono. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Dambil dari http://ejournal.an. fisip-
unmul.ac.id/site /wpcontent /uploads/2015 /02/Jurnal%20(02-26-15-04-18-
21).docx.(diakses 19 April 2019)

Kho, Budi. 2017. Makalah Budaya Organisasi. Diambil dari:


https://ilmumanajemenindustri.com/jenis-tipe-budaya-organisasi/ (13 April 2019)

KORPRI. November 2001. Kesimpulan Budaya Kerja Organisasi Pemerintahan.

Koswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Penerbit PT. Eresco.


Kussriyanto, Bambang. 1986. Meningkatkan Produktivitas Karyawan, edisi II. LPPM dan PT.
Pusataka Binaan : Jakarta;

Laurie J. Mullins. Management and Organisational Behaviour. Seventh Edition. Prentice Hall
Financial Times, 2005.

Lefton, Lester A. 1982. Psychology. USA: Allyn and Bacon.


Leksi, V.T. 2015. Pengertian Budaya Organisasi. Diambil dari:
http://pangeranarti.blogspot.com/2014/11/pengertian-budaya-organisasi-
lengkap.html (13 April 2019)

Leksi, V.T. 2015. Pengertian Etika. Diambil dari: http://eprints.polsri.ac.id/


3202/3/BAB%20II.pdf. (13 April 2019)

Lutfi Ubaidillah Muhammad, Rozak Fathur. 2011.Pendidikan Agama Islam untuk SMA/SMK
kelas XII.Jakarta: CV Arya Duta.

Majalah Eksekutif. November 1989. Budaya berani ambil resiko.

Mardiana. 2005. Manajemen Produksi. Jakarta. Badan Penerbit IPWI;

Mazur, Barbara. 2015.: Basic Assumptions Of Organizational Culture In Religiously Diverse


Environments .: International Journal of Contemporary Management Volume 14
(2015) Number 3, s. 115–132

DRSEK-2020 147
Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella. Organizational Behavior: A Strategic
Approach. John Wiley & Sons, 2006.

Muhammad, Farihin. Pengertian, Teori, dan Dimensi Motivasi.


http://farihinmuhamad.blogspot.com/2017/03/pengertian-teori-dan-dimensi-
motivasi.html. Diakses 12 Apr 19.

Mujiono, Imam. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. Yogyakarta: UII Press.

Musdalifah. 2011. Soft Skill Kebutuhan Urgen Dunia Pendidikan Masa Kini.
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=496. Diakses tanggal 15
November 2013.

Ndraha. 2005. Komponen-komponen budaya kerja.

Nitisemito, Alex S. 1992. Manajemen Personalia. Ghaila Indonesia: Jakarta;

Nitisemito, Alex S. 2000. Manajemen Personalian: Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
3. Ghaila Indonesia: Jakarta;

Nogi, Hessel. 2007. Manajemen Publik. Diambil dari


https://pengertianahli.id/2013/09/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli.html.
(diakses 18 April 2019)

Nuraini. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pekanbaru. Yayasan Aini Syam;

Olivia. 2018. Keterampilan Intrapersonal dan Interpersonal Dalam Soft Skill. Diambil dari:
http://student.binus.ac.id/2018/01/keterampilan-intrapersonal-dan-interpersonal-
dalam-soft-skill/ (18 April 2019)

Prasetijo, Ristiyanti dan John J.O.I Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Probowati, Anna. 2010. Membangun Sikap dan Etos Kerja. Purworejo: STIE Rajawali.

Probowati, Anna. 2010. Membangun Sikap dan Etos Kerja. Purworejo: STIE Rajawali.

Purwoto Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program Pascasarjana, Magister
Manajemen, Universitas Krisnadwipayana

Putro’s, Septianh. 2012.Teori Kepemimpinan. Diambil dari


http://septianhputro’s.wordpress.com/2012/01/14/teorikepimpinan/.(diakses 18 April
2019)

Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manajemen. SIUP : Jakarta;

Ravianto, J. 1986. Produktivitas dan pengukuran. Cetakan I. Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Produktivitas. Jakarta;

Ravianto, J. 1986. Produktivitas dan Tenaga Kerja. SIUP : Jakarta;

Ricky W. Griffin and Gregory Moorhead. Organizational Behavior: Managing People and
Organizations. Eighth Edition. Houghton Mifflin Company, 2007.

DRSEK-2020 148
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Meyusun Makalah. Bandung: Alfabeta.

Robbins, Stephen P dan Coulter Mary. 2005. Manajemen. Edisi ketujuh, Jilid 2. Penerbit PT
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.

Robert Kreitner, Angelo Kinicki. Organizational Behavior. Seventh Edition. McGraw-Hill,


2007.

Robert P. Vecchio. Organizational Behavior: Core Concepts. Sixth Edition. Thomson South-
Western, 2006.

Rokhimawan, Mohamad Agung. 2012. Pengembangan Soft Skill Guru dalam Pembelajaran
Sains Sd/Mi Masa Depan Yang Bervisi Karakter Bangsa. Al-Bidāyah, Vol 4 No. 1, Juni
2012

Romad. 2010. Kepemimpinan Pendidikan. Diambil dari


https://erlisbudiarti.wordpress.com/2013/03/08/pendekatan-dalam-studi-
kepemimpinan/. ( diakses 19 April 2019)

Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Diambil dari
http://dzot38.blogspot.com/2012/10/kepemimpinan-dalam-kelompok.html.( diakses
19 April 2019)

Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. USA: Prentice Hall.
Sedarmayanti. 2004. Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja. Bandung. CV. Mandar
Maju.

Setiawan, A. Hubungan Dimensi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Manajerial.


https://www.academia.edu/12709446/HUBUNGAN_DIMENSI_MOTIVASI_TERHADAP_
KINERJA_MANAJERIAL_Studi_Empiris_Pada_Pimpinan_Bisnis_dan_Kepala_Bagian_Aku
ntansi_Perusahaan_Perbankan_Umum_di_Palembang_ . Diakses 12 Apr 19.

Siagian, P. Sondang. 2006. Teori dan Praktek Kepemimpinan. jakarta. Rineka Cipta;

Simanjuntak, Burhan. 2003. Perilaku Organisasi. Yogyakarta. PT. Remaja Yosda Karya;

Sinamo, Jansen. 2005. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: PT. Spirit Mahardika.

Sinamo, Jansen. 2005. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: PT. Spirit Mahardika.
Sinungan, Muchdrasah. 2000. Pruduktitas, Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara Putra : Jakarta;

Stephen P. Robbins, Timothy A Judge. Organizational Behavior. Twelfth Edition. Pearson


Prentice Hall, 2007.

Sumarwanto, Antonius. 2010. Budaya Orgnasisasi -Analisis Pengembangan


Literatur. Dikutip 13 April 2019 dari Cara Librari UI:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135958-T%2028091-Analisis%20pengembangan-
Literatur.pdf

Sutarto. (1995). Kepemimpinan. Diambil dari https://agintamaisella.


wordpress.com/2012/06/04/kepemimpinan-dalam-kelompok-masyarakat/. (diakses
19 April 2019)

DRSEK-2020 149
Swastha, Basu & Handoko, Hani. 2000. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Syamsudin kadir. 2012. Berani mengambil resiko Online
https://akarsejarah.wordpress.com/2012/07/30/berani-mengambil-risiko/.
Diakses03Apr.2019

Tampubolon, 2007. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja. 19-9001-2001.
Jurnal Standardisasi Vol. 9 No. 3

Teguh, Mochammad, dkk. 2001. Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar [LKID].
Yogyakarta: UII Press.

Thidi. 2010. Budaya kerja. Online https://thidiweb.com/budaya-kerja/. Diakses03Apr.2019

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Diambil dari
https://pengertianahli.id/2013/09/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli.html.
(diakses 18 April 2019)

Tugas Kampus. 2012. Pengertian Motivasi dan Teori-Teori Motivasi .


http://tkampus.blogspot.com/2012/04/pengertian-motivasi-dan-teori-teori.html.
Diakses 10 Apr 19

Utomo, Hardi. 2010. Kontribusi Soft Skill Dalam Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan. Among
Makarti, Vol.3 No.5 Juli 2010

Wiandafisca. 2016. Pengertian dan contoh tentang Interpersonal, Intrapersonal, dan


Transpersonal. Diambil dari:
https://wiandafisca.wordpress.com/2016/10/27/pengertian-dan-contoh-tentang-
iterpersonal-intrapersonal-dan-transpersonal/ (18 April 2019)

Wondal, E. Christian. 2016. Makalah Motivasi Kerja, Program Studi Pendidikan Ekonomi,
Universitas Manado (online).
http://christianwondal11.blogspot.com/2016/04/makalah-motivasi-kerja.html .
Diakses 11 Apr 19

Yodhia Antariksa. 2010. Budaya berani ambil resikoOnline


http://rajapresentasi.com/2010/01/budaya-berani-ambil-resiko/. Diakses03Apr.2019.

Zakky. 2018. Pengertian Tanggung Jawab Menurut Para Ahli dan KBBI.
https://www.zonareferensi.com/pengertian-tanggung-jawab/. Diakses pada tanggal 14
April 2019.

Zhang, Sona. 2015. 8 Etos Profesional. Diambil dari:


https://www.kompasiana.com/sonazhang.co.id/557a4f0dc523bd4348566a0e/8-etos-
profesional-jansen-sinamo-h?page=1. (13 April 2019)

DRSEK-2020 150

Anda mungkin juga menyukai