ETOS KERJA
Penyusun :
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................... i
BAB I PENGERTIAN ETOS KERJA
A. Etika ....................................................................................................................... 1
B. Etos Kerja .............................................................................................................. 5
C. Budaya Kerja ......................................................................................................... 9
D. Budaya Berani Ambil Resiko .................................................................................. 14
DRSEK-2020 II
BAB VI ETIKA KERJA
A. Menumbuhkan Etika Kerja yang Berkarakter .......................................................... 84
B. Lingkungan Kerja ................................................................................................... 86
DRSEK-2020 III
BAB I
PENGERTIAN ETOS KERJA
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti
usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Etos berasal dari bahasa Yunani
(etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat . Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian
luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual
dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. (Dr.Abdul
Aziz.Al Khayyath,1994 : 13) berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa
semua usaha manusia baik yang dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan adalah
termasuk ke dalam kerja. Contohnya, beribadah, berdoa, belajar, berolah raga, bekerja,
bertani, dan berdagang.
A. Etika
1. Pengertian Etika
Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman
dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan
buruk.
Ada juga yang menyebutkan pengertian etika adalah suatu ilmu tentang
kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang
menyangkut prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata
lain, etika adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam
berperilaku di masyarakat.
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika
memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan
perbuatannya.
Agar kita lebih memahami apa arti etika, maka kita dapat merujuk pada
pendapat para ahli. Berikut ini adalah pengertian etika menurut para ahli:
a. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu
ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan
manusia.
b. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki
terhadap suatu perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan
perbuatan manusia sejauh apa yang diketahui oleh akan serta pikiran
manusia.
DRSEK-2020 1
c. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral yang
menjadi suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara individual atau
kelompok dalam mengatur semua tingkah lakunya.
d. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku
manusia di dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral.
Etika lebih mengarah ke penggunaan akal budi dengan objektivitas guna
menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap
lainnya.
e. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah cabang ilmu
filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat
menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya.
f. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan tentang
suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan
buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
2. Ciri-Ciri Etika
Terdapat beberapa karakteristik etika yang membedakannya dengan norma
lainnya. Adapun ciri-ciri etika adalah sebagai berikut:
a. Etika tetap berlaku meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan.
b. Etika sifatnya absolut atau mutlak.
3. Jenis-Jenis Etika
Secara umum etika dapat di bagi menjadi dua jenis. Mengacu pada
pengertian etika di atas, beberapa jenisnya adalah sebagai berikut:
a. Etika Filosofis
Pengertian etika filosofis adalah suatu etika yang bersumber dari
aktivitas berpikir yang dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, etika
merupakan bagian dari filsafat. Berbicara tentang filsafat maka kita perlu
mengetahui sifat dari etika tersebut, yaitu;
Empiris, yaitu cabang filsafat yang membahas sesuatu yang ada atau
konkret. Misalnya filsafat hukum yang mempelajari mengenai hukum.
Non Empiris, yaitu filsafat yang berusaha melampaui hal konkret dengan
seolah-olah menanyakan sesuatu yang ada di balik semua gejala konkret.
DRSEK-2020 2
b. Etika Teologis
Pada dasarnya etika teologis terdapat pada setiap agama. Etika teologis
ini adalah bagian dari etika secara umum karena mengandung berbagai unsur
etika umum dan dapat dimengerti jika memahami etika secara umum.
Misalnya dalam agama Kristen, etika teologis merupakan etika yang
bersumber dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta
melihat kesusilaan bersumber dari kepercayaan terhadap Allah atau Yang
Ilahi.
Dalam sejarah manusia, terdapat perdebatan antar manusia mengenai
posisi etika teologis dan etika filosofis di dalam ranah etika. Ada tiga pernyataan
yang paling menonjol dalam menanggapi perdebatan tersebut, yaitu:
a. Revisionisme
Pernyataan mengenai Revisionisme berasal dari Augustinus (354 – 430)
dimana ia menyebutkan bahwa etika teologis memiliki tugas untuk merevisi
yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
b. Sintesis
Tanggapan mengenai sintesis dinyatakan oleh Thomas Aquinas (1225 – 1274)
dimana ia menyintesiskan etika teologis dengan etika filosofis. Hasil sintesis
tersebut adalah suatu entitas baru dimana etika filosofis dan etika teologis
tetap mempertahankan identitasnya masing-masing.
c. Diaparalelisme
Tanggapan ini dikemukakan oleh F.E.D Schleiermacher (1768 – 1834) dimana
ia mengatakan bahwa etika filosofis dan etika teologis merupakan gejala-
gejala yang sejajar. Dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang
selalu berjalan berdampingan.
DRSEK-2020 3
Agar kita lebih memahami apa itu etika profesi, maka kita dapat merujuk
pada pendapat para ahli berikut ini:
a. Anang Usman, SH., MSi
Menurut Anang Usman, SH., MSi, etika profesi adalah sikap hidup
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan
keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban
masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang
membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama
b. Siti Rahayu
Menurut Siti Rahayu (2010), pengertian etika profesi adalah kode etik
untuk profesi tertentu dan karenanya harus dimengerti selayaknya, bukan
sebagai etika absolut.
c. Kaiser
Menurut Kaiser (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7), pengertian etika profesi
adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan
professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
DRSEK-2020 4
6. Fungsi dan Tujuan Etika Profesi
Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu
pada hal tersebut, maka fungsi dan tujuan etika profesi adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Kode Etik Profesi
Sebagai pedoman bagi semua anggota suatu profesi tentang prinsip
profesionalitas yang ditetapkan.
Sebagai alat kontrol sosial bagi masyarakat umum terhadap suatu profesi
tertentu.
Sebagai sarana untuk mencegah campur tangan dari pihak lain di luar
organisasi, terkait hubungan etika dalam keanggotaan suatu profesi.
b. Tujuan Kode Etik Profesi
Untuk menjungjung tinggi martabat suatu profesi.
Untuk menjaga dan mengelola kesejahteraan anggota profesi.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Untuk membantu meningkatakan mutu suatu profesi.
Untuk meningkatkan pelayanan suatu profesi di atas keuntungan pribadi.
Untuk menentukan standar baku bagi suatu profesi.
Untuk meningkatkan kualitas organisasi menjadi lebih profesional dan
terjalin dengan erat.
B. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Adapun pengertian kerja secara khusus, yakni yang biasa dipakai dalam
dunia ketenagakerjaan dewasa ini, adalah setiap potensi yang dikeluarkan
manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya, berupa makanan, pakaian tempat
tinggal, dan peningkatan taraf hidup. (Dr. Abdul Azis, Al Khayyath,1994 : 22) Dari
pengertian kerja khusus tersebut, yang dimaksud dengan kerja hanyalah usaha-
usaha untuk kepentingan duniawi semata. Contohnya, bertani, berdagang, dan
mengolah kekayaan alam.
Berikut ini adalah definisi etos kerja dari para ahli :
a. Max Weber (1905)
Perilaku kerja yang etis dan menjadi kebiasaan kerja yang
berporos pada etika.
b. Nurcholis Madjid (2000)
Karakteristik dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan dan
seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau
sekelompok manusia.
DRSEK-2020 5
c. Panji Anoraga (2001)
Pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja,
oleh karena itu menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai
kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan atau
motivasi.
d. Toto Tasmara (2002)
Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal
yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya
dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan
baik.
e. Sinamo (2005)
Seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan
fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang
integral.
Dari paparan di atas, dapat kita peroleh simpulan bahwa etos merupakan
seperangkat pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara
mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan
cara berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta
keyakinan yang sama.
DRSEK-2020 6
c. Memiliki Kejujuran
Pekerja yang memiliki etos kerja tentu akan bekerja dengan jujur dan
tidak manipulatif. Kejujuran tidak bisa dipaksakan, melainkan sebuah
panggilan dari dalam hati nurani masing-masing orang.
d. Memiliki Komitmen
Komitmen adalah keyakinan yang membuat seseorang sedemikian
kukuhnya sehingga dirinya bergerak menuju arah tertentu yang diyakininya.
Jika seseorang berkomitmen, tentu dirinya memiliki tekad dan
keyakinan pada apa yang dikerjakannya sehingga melahirkan sikap kerja yang
penuh gairah.
f. Disiplin
Disiplin merupakan ketaatan pada aturan dan tata tertib. Sikap ini
muncul atas kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mematuhi semua
peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Poin ini dapat
dilihat dari bagaimana seseorang menghadapi aturan yang berlaku di
perusahaannya.
g. Bertanggung Jawab
Tanggung jawab berarti memikul semua kewajiban dan beban pekerjaan
sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan. Pekerjaan bisa dianggap
sebagai titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral
kita harus bekerja dengan sebaik-baiknya.
DRSEK-2020 7
Di bawah ini adalah 8 prinsip dan pola pikir yang bisa menumbuhkan etos
kerja dalam diri Anda menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui bukunya 8 Etos
Kerja Profesional:
DRSEK-2020 8
bentuk dari seni. Untuk itu, kita harus memandang pekerjaan kita sebagai seni
dan hobi agar kita bisa bekerja dengan perasaan senang.
Bawa Kepositifan di Tempat Kerja Anda. Tanamkan etos kerja pada diri
Anda sebelum melangkah ke dunia kerja. Etos kerja yang baik akan menjadi energi
produktif yang nantinya menghasilkan produktivitas. Dengan memiliki etos kerja,
tentu Anda akan menciptakan iklim kerja yang positif, dan Anda bisa jadi karyawan
kebanggaan para atasan.
C. Budaya Kerja
1. Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa
sansekerta ‘budhayah’ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan
merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa
tersebut”.
Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti
Koentraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan
dan hasil kelakukan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatnya
dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.
2. Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang
dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku,
cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerjaatau
bekerja. (Gering, Supriyadi dan Triguno,2001: 7).
Pada buku “Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara”, yang
diterbitkan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (2002: 15),
DRSEK-2020 9
budaya kerja diartikan secara bervariasi dengan maksud yang sama. Beberapa
pengertian dibawah ini disajikan budaya kerja yang terdapat dalam keputusan
tersebut.
Budaya kerja adalah cara pandang seseorang dalam memberi makna
terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja merupakan cara pandang
seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang
dimiliki, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang
diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk
mewujudkan prestasi terbaik.
Dalam buku “Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama” yang
ditebitkan oleh Departemen Agama RI Inspektorat Jendral (2009: 23) yang
berhubungan dengan pengertian diatas menjelaskan bahwa secara sederhana,
budaya kerja dapat juga berarti cara pandang atau cara seseorang memberikan
makna terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja aparatur Negara dapat
dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan
yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang
tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.
Secara praktis dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur
Negara (2002 : 13) dapat dikatakan bahwa budaya kerja mengandung beberapa
pengertian, yaitu :
a) Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya termasuk segala
instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang digunakannya.
b) Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya yang
melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi sikap dan
tingkah laku dalam bekerja.
c) Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan,serta
proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalan cara
berinteraksi social atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan
kerja tertentu.
d) Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling
ketergantungan (interdepensi), baik sosial maupun lingkungan sosial.
Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara
keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun
budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta
berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru
yang lebih baik.
Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah
kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi,
pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari
pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut
DRSEK-2020 10
merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan
untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi, 2003).
Seminar KORPRI pada November (2001: 7) dalam buku Budaya Kerja
Organisasi Pemerintahan, berkesimpulan bahwa:
a) Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat
melekat denganidentitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam
pembangunan.
b) Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi
penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa.
c) Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya,
terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-
tingginya.
Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan
berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi
kebiasaan dalam pelaksanaan pekerja
DRSEK-2020 11
Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan
dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan
semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-
teknik pendukung.Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang,
karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu
untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.
DRSEK-2020 12
5. Elemen Pembentuk Budaya Kerja
Budaya kerja sendiri tersusun dari beberapa elemen. Adapun Cakupan
elemen setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:
a) Disiplin
Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di
dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja,
berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
b) Keterbukaan
Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan
kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
c) Saling menghargai
Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan
tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
d) Kerjasama
Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada
mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai
inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap
tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi
keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala
sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar).
Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan
komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal
maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling
menghargai.
Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan
semakin baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling
koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan
manajemen, mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta
saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam
rangka membentuk budaya kerja.
DRSEK-2020 13
6. Prinsip Dari Terbentuknya Budaya Kerja
Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan
sumber daya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau
mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan
suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu keyakinan dan
komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja
berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif
atau produktif dan efisien.
Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya
manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain
secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah
komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam
kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.
DRSEK-2020 14
Pentingnya membuat keputusan yang tepat menimbulkan sense melihat jauh
ke depan. Perusahaan menghitung waktu dalam bulan dan tahun, bukan dalam hari
atau minggu. Jika dalam rapat ada yang belum terjawab, maka rapat ditunda untuk
mencari jawabannya.
Ritual utama budaya ini adalah rapat bisnis. Yang unik, meskipun seluruh level
organisasi hadir dalam rapat, tempat duduk diatur berdasarkan jabatan, dan hanya
para senior yang boleh berbicara. Sedang pengambilan keputusan dilakukan
pimpinan.
Budaya Perusahaan seperti ini telah menghasilkan berbagai penemuan
berkualitas tinggi dan terobosan ilmiah yang bermanfaat. Karena perspektif yang
berjangka panjang, perusahaan berbudaya ini sangat rentan terhadap fluktuasi
ekonomi jangka pendek dan problem cash flow. Terlepas dari hal tersebut, mungkin
perusahaan-perusahaan seperti ini yang kita butuhkan. Walaupun pelan, toh
semuanya dilakukan dengan perencanaan yang matang.
Ya, untuk meraih sukses, seseorang perlu keberanian untuk mengambil suatu
kesempatan yang berisiko. Coba bayangkan ketika Anda menginginkan suatu benda
di dalam ruang tertutup dengan kunci baja di sebelah rumah Anda. Jika Anda hanya
berdiam diri, apakah Anda akan mendapatkannya? Jelas, tidak kan? Namun, kalau
Anda keluar rumah, lalu menyeberang jalan yang ramai—meski risiko ditabrak mobil,
motor dan semacamnya—kesempatan Anda untuk memiliki benda tersebut jelas
ada.
Pada ilustrasi di atas mungkin Anda pernah mendengar istilah risiko yang
diperhitungkan—calculated risk. Artinya, memang Anda punya risiko untuk bertabrak
mobil dan motor ketika menyeberang jalan, tapi memang sudah sepantasnya Anda
melihat ke kiri dan ke kanan sebelum menyeberang sehingga persentase tertabrak
mobil pun akan menjadi lebih kecil.
Dalam dunia usaha atau profesi apa pun, sayangnya, tak sedikit orang yang
berani mengambil risiko, tetapi bukan risiko yang diperhitungkan sebelumnya. Bukan
risiko yang benar-benar risiko. Risiko yang mereka perhitungkan justru yang tidak
membutuhkan tenaga dan pengorbanan apa-apa. Orang sering menyebutnya sebagai
risiko cemeng.
Sementara itu, di satu sisi, ada juga orang yang tidak berani mengambil risiko
sama sekali. Mereka memilih untuk tinggal di rumah dan hanya terus membayangkan
benda yang mereka inginkan di toko seberang rumahnya tadi. Mereka itulah orang-
orang yang tidak akan pernah maju. Seperti layaknya seorang yang berjalan di
tempat, orang tipe seperti itu tidak akan pernah mencapai tujuan yang
diinginkannya.
Meraih kesuksesan adalah impian semua orang. Bagi mereka yang benar-benar
menginginkannya akan bersungguh-sungguh menjalani prosesnya. Mereka berani
mengambil risiko, walaupun risiko tersebut sangat menantang kehidupannya. Tentu
saja, risiko yang dimaksud bukanlah risiko ringan saja, tapi juga risiko berat.
DRSEK-2020 15
Namun bagi mereka yang hanya menghayal, mereka menginginkan sesuatu tapi
prosesnya mereka lalui dengan santai alias tanpa melakukan pekerjaan atau melalui
langkah-langkah kecil sekalipun. Mereka terlalu cepat takut mengambil risiko bahkan
tidak ingin menghadapi risiko apapun.
Figur panutan. Figur panutan dalam budaya ini memiliki karakter dan
kepercayaan diri yang kuat. Mereka memiliki sikap tegas seperti Budaya Macho, tapi
memiliki stamina untuk menghadapi ketidak menentuan jangka panjang, baik dengan
sedikit umpan balik maupun tanpa umpan balik sama sekali. Mengambil keputusan
butuh waktu yang lama, dan sekali melakukan, pemikiran sulit berubah.
Dalam budaya ini dibutuhkan pribadi-pribadi yang matang. Di sini panutan
sangat penting, karena mereka selalu memberikan dorongan psikologis kepada
bawahan selama masa yang menegangkan ini. Dia juga mau berbagi pengetahuan
maupun berdiskusi dengan bawahan, sehingga saling ketergantungan satu sama lain
sangat tinggi.
DRSEK-2020 16
BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA
Etos kerja merupakan dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat,
yang menjadi penggerak batin anggota masyarakat pendukung budaya untuk melakukan
suatu kerja. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja yang
menjadi penggerak bathin masyarakat melakukan kerja. pandangan hidup yang khas dari
sesuatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginan untuk melakukan
pekerjaan.
Etos kerja yang tinggi seyogyanya juga harus dimiliki oleh setiap pegawai karena
organisasi sangat membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari setiap pegawai,
kalau tidak organisasi akan sulit berkembang, dan memenangkan persaingan dalam merebut
pangsa pasarnya. Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk
meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja.
Maka individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi,
apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau
kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya.
Darwish A. Yuosef Jurnal Managerial Psychology (2000) dalam Istijanto (2006)
mengemukakan bahwa etos kerja sangat ditekankan pada beberapa faktor berikut, yaitu :
a. Kerja keras.
b. Komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan.
c. Kreativitas selama bekerja.
d. Kerja sama serta persaingan di tempat kerja.
e. Ketepatan waktu dalam bekerja.
DRSEK-2020 17
tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara
berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang
dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan,
jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau
modernisasi.
Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme
mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik,
berorientasi sukses (material), tidak mengumbar kesenangan --namun hemat dan
bersahaja (asketik), dan suka menabung serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi
titik tolak berkembangnya kapitalisme di dunia modern.
Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1958), berbagai studi tentang etos kerja berbasis agama sudah banyak
dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif
antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi,
kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).
b. Budaya
Sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut
sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos
kerja. Kualitas etos ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang
bersangkutan. Luthans (2006) mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan
semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya
ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan
oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang
memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya,
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos
kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.
c. Sosial Politik
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Tinggi atau rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka
dengan penuh.
DRSEK-2020 18
dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan
tersebut.
e. Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia,
peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja
keras.
f. Struktur Ekonomi
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota
masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan
penuh.
DRSEK-2020 19
itself). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan
menggerakkan pegawai hingga mencapai performa yang tertinggi.
Dengan memahami apa itu etos kerja, serta aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan etos kerja serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya diharapkan sebuah organisasi (termasuk organisasi Kementerian
Keuangan) akan meningkat produktifitas dan profesionalitas kerjanya.
Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua lini
organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud bangsa
Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.
DRSEK-2020 20
s. mulai memanfaatkan peluang dan kesempatan
t. mulai mengahayati persudaraan sesama umat, sesama bangsa, dan sesama
manusia.
DRSEK-2020 21
a. Fungsi Etos Kerja
Adapun dalam hal ini ada beberapa Fungsi Etos Kerja sebagai berikut:
1. Fungsi etos kerja sebagai pendorong timbulnya perbuatan.
2. Fungsi etos kerja sebagai penggairah dalam aktivitas.
3. Etos kerja berfungsi sebagai penggerak.
b. Ciri-Ciri Etos Kerja
Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah
lakunya dalam bekerja, nah berikut ini ialah beberapa ciri-ciri etos kerja sebagai
berikut:
1. Kecanduan terhadap waktu
2. Memiliki moralitas yang bersih “ikhlas”
3. Memiliki kejujuran
4. Memiliki komitmen
5. Kuat pendirian “konsisten”
c. Cara Menumbuhkan Etos Kerja
Setiap negara memiliki etos kerja masing-masing menurut Jansen H. Sinamo
“2011” melalui bukunya 8 etos kerja profesional menjelaskan cara menumbuhkan
etos kerja sebagai berikut:
1. Kerja sebagai rahmat “aku bekerja tulus penuh rasa syukur”
2. Kerja ialah amanah “aku bekerja penuh tanggung jawab”
3. Kerja ialah panggilan “aku bekerja tuntas penuh integritas”
4. Kerja ialah akutualisasi “aku bekerja keras penuh semangat”
5. Kerja ialah ibadah “aku bekerja serius penuh kecintaan”
6. Kerja ialah seni “aku bekerja cerdas penuh kreativitas”
7. Kerja adalah kehormatan “aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan”
8. Kerja ialah pelayanan “aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati”
Menurut Siregar (2000) usaha dalam meningkatkan etos kerja seseorang
dapat dilakukan dengan membina aspek kecerdasan dalam diri seseorang,
diantaranya :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaannya.
2. Semangat : Keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan.
5. Inisiatif : usaha mula-mua, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan/organisasi.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan
sebagainya.
8. Wawasan : Konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.
DRSEK-2020 22
d. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada
pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya
membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku
pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama
dan prestasi yang lebih baik (Davis,2002).
Menurut Robbins (2005) disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap
dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan
kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan secara bersama
baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
3. Tujuan Disiplin
Menurut Amran (2009) yang dikutip dari Siswanto (1989) mengatakan
bahwa pembinaan disiplin kerja pegawai memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Agar pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan
maupun peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan
kebijakan organisasi yang berlaku, baiktertulis maupun tidak tertulis, serta
melakukan perintah manajemen.
2) Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu
memberikan pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang
DRSEK-2020 23
berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana prasarana, barang dan jasa
organisasi sebaik-baiknya.
4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada organisasi.
5) Tindak lanjut dari hal-hal tersebut, para pegawai mampu memperoleh
tingkat produktifitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi. Baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
4. Manfaat Disiplin
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik
bagi kepentingan organisasi maupun bagi para pegawainya. Bagi organisasi
adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi para
pegawai akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan
menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan
demikian, pegawai dapat melaksankan tugasnya dengan penuh kesadaran serta
dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi
terwujudnya tujuan organisasi (Sutrisno, 2009).
6. Indikator-Indikator Disiplin
Menurut Robbins (2006) disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap
dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan
kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan secara bersama
baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Untuk mengukur disiplin kerja
digunakan indikator yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan menguasai diri, merupakan kemampuan dalam
mengendalikan tingkat emosional yang dimiliki setiap pegawai.
DRSEK-2020 24
2. Kemampuan dalam melaksanakan norma-norma, kemampuan dari
pegawai untuk mengikuti norma yang diterapkan organisasi.
3. Mentaati tata cara dalam melaksanakan tugas, prosedur yang digunakan
untuk menyelesaikan tugas.
4. Tanggung jawab terhadap tugas yang diemban, merupakan keakuratan
dan kesempurnaan dari pekerjaan yang dilakukan dapat dibuktikan.
5. Inisiatif : usaha mula-mua, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan/organisasi.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan
dan sebagainya.
8. Wawasan : Konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.
Indikator diatas dapat diuraikan menjadi suatu keadaan yang sesuai dengan
etos kerja yaitu :
a) Suasana yang hangat dan ceria
Jika suasana kerja yang selalu gembira dan cerdas, maka pekerjaan
terasa menyenangkan. Jika Anda bekerja dalam suasana yang serius, maka
akan mempengaruhi produktivitas kerja Anda. Bekerja dalam suasana
yang menyenangkan akan membantu Anda untuk memberikan hasil yang
baik.
b) Persahabatan
Jika Anda berbagi persahabatan yang baik dengan rekan kerja
Anda, maka pekerjaan akan pasti menyenangkan untuk Anda. Jika Anda
tidak berbicara dengan rekan kerja Anda, maka ini akan membatasi Anda
ke suasana yang kaku. Anda akan merasa tercekik duduk sendirian
sepanjang hari. Berbagi persahabatan dengan rekan kerja Anda
merupakan tanda positif dari suasana kerja yang sehat.
c) Bebas berbagi ide
Jika tidak ada rasa batasan dalam berbagi ide Anda dengan atasan
atau rekan kerja, maka sudah pasti menyenangkan untuk bekerja di
tempat seperti itu. Berbagi ide akan membantu untuk meningkatkan
output produktif pekerjaan Anda.
d) Area kerja bersih
Apakah Anda bekerja di suatu tempat, di mana semuanya
terorganisir dan bersih? Ini juga merupakan tanda dari suasana kerja yang
sehat. Bekerja di tempat yang berantakan hanya akan mempengaruhi
produktivitas Anda. Jika meja kerja Anda berantakan, maka ini juga bisa
menyebabkan pikiran negatif dalam pikiran Anda. Bersihkan meja kerja
Anda dengan benar untuk menciptakan lingkungan yang sehat.
DRSEK-2020 25
e) Manajemen yang lebih baik
Konflik kerja yang umum karena perbedaan pendapat. Namun,
dengan manajemen yang baik, semuanya dapat dikendalikan. Manajemen
yang baik biasanya terbuka dan menerima gagasan dari para
karyawannya.
f) Kenyamanan
Bagaimana Anda akan bekerja di tempat di mana Anda tidak
merasa nyaman? Tingkat kenyamanan Anda mempunyai peran utama di
tempat kerja. Jika Anda merasa nyaman untuk bekerja dalam suasana
yang telah ditentukan, maka sudah pasti kantor Anda adalah tempat kerja
yang sehat.
DRSEK-2020 26
jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada
diri sendiri, I'm doing my best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika
hasil karya kita kurang baik mutunya.
4) Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai
hakikat manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan
penuh semangat. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum,
semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja
tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan
membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih
menyenangkan daripada duduk termenung tanpa pekerjaan.
5) Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada
Tuhan, sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan
agung Sang Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan
membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau
jabatan semata.
6) Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan
senang seperti halnya melakukan hobi. Sinamo mencontohkan Edward V
Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia
keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena
dia bisa menikmati pekerjaannya.
7) Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan
lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Sinamo mengambil contoh etos
kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja
(menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya,
menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi
karya sastra kelas dunia.
8) Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja
dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita,
pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya bisa dimaknai sebagai
pengabdian kepada sesama.
DRSEK-2020 27
Anda memiliki fasilitas kebersihan yang baik agar penyakit tidak mudah
datang.
b. Memiliki lingkungan kerja yang bersih meningkatkan produktivitas
Karyawan yang sehat akan bekerja lebih baik dan produktif (Sumber:
getminute.com)
Selain mencegah banyak penyakit datang, melansir WHO, lingkungan
kerja yang sehat juga dapat membuat produktivitas kerja meningkat sehingga
menguntungkan perusahaan. Ketika tingkat kesehatan karyawan lebih tinggi,
mereka tentu akan bekerja dengan baik dan lebih produktif. Bandingkan jika
dalam suatu perusahaan banyak karyawan Anda yang tidak masuk akibat
sakit, tentu pekerjaan akan terhambat dan menyebabkan kerugian bagi
perusahaan.
c. Perbanyak pencahayaan alami di ruang kerja
Cahaya alami matahari dapat membuat tubuh sehat dan mengurasi
risiko terkena depresi (Sumber: hok.com)
Salah satu cara yang dapat Anda coba untuk membuat lingkungan
kerja yang sehat adalah dengan memperbanyak cahaya alami dalam kantor.
Sebisa mungkin pastikan matahari mampu menembus ruang kerja Anda dan
menyinari ruangan. Dilansir dari Healthline (2018), kekurangan cahaya
matahari dapat mempengaruhi level serotonin, hormon yang mempengaruhi
tingkat depresi dan mempengaruhi suasana hati. Jadi, agar karyawan Anda
tetap merasa senang dan memiliki kesehatan mental yang baik, pastikan
pencahayaan alami dalam ruangan tetap terjaga ya.
Rekan Kerja, meskipun terlihat sepele, lingkungan kerja yang sehat
harus selalu diperhatikan agar karyawan merasa bahagia, mampu bekerja
dengan produktif sehingga memberikan kontribusi besar bagi perusahaan.
Ingat, sebagus apapun kantor Anda, jika lingkungan kerjanya tidak sehat,
maka akan terasa sia-sia.
DRSEK-2020 28
Yaitu sikap yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut memiliki sifat
kepedulian dan kejujuran yg sangat tinggi.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah merupakan bagian dati
kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung
jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang
memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian, maka tanggung jawab dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan
pihak lain.
Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab (berbudaya). Manusia
akan merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk dari
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian
atau pengorbanannya.
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab di antaranya adalah melalui takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
pendidikan, dan keteladanan.
Adapun beberapa pengertian tanggung jawab menurut beberapa sumber
adalah sebagai berikut:
1. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Pengertian tanggung jawab adalah keadaan di mana wajib menanggung
segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab,
menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya.
2. Menurut Friedrich August von Hayek
Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat
bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka.
Oleh karenanya, istilah tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab sendiri
sebenarnya “mubadzir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap
individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu
menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat
kebebasan.
3. Menurut George Bernard Shaw
Orang yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil
keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas.
4. Menurut Carl Horber
Orang yang terlibat dalam organisasi-organisai seperti ini adalah mereka
yang melaksanakan tanggung jawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain.
Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung
jawab.
DRSEK-2020 29
5. Menurut Sugeng Istanto
Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang
merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk
memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.
DRSEK-2020 30
lainnya. Selain itu, tanggung jawab antara yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda sesuai bidang kerja yang dibebankan kepadanya. Ada yang
memilili tanggung jawab sebagai pimpinan dan ada pula sebagai bawahan,
semuanya itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ruang lingkup
pekerjaan.
d. Pengertian Integritas
Integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki
seorang pemimpin. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi
dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-
prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas
berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri
berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:
1. Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi
dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
DRSEK-2020 31
2. Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan;
kejujuran.
Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan,
“integritas adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki
integritas mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata
mereka. Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu,
mengakui kesalahan mereka dan mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang
berlaku dalam negara mereka, industri mereka dan perusahaan mereka – baik
yang tersurat maupun yang tersirat – dan mentaatinya. Mereka bermain untuk
menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku. ”Berbagai survei
dan studi kasus telah mengidentifikasikan integritas atau kejujuran sebagai
suatu karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang pemimpin.
Dr. Kenneth Boa (President dari Reflections Ministries, Atlanta)
menggambarkan integritas sebagai lawan langsung dari kemunafikan. Ia
mengatakan, bahwa seorang munafik tidaklah qualified untuk membimbing orang-
orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi. Tidak ada seorang pun yang
menaruh respek kepada seorang pribadi yang berbicara mengenai permainan yang
baik, namun dirinya sendiri gagal untuk bermain seturut peraturan permainan yang
ada. Apa yang dilakukan seorang pemimpin mempunyai dampak yang lebih besar
atas mereka yang dipimpinnya daripada apa yang dikatakannya. Seseorang dapat
lupa 90% dari apa yang dikatakan oleh seorang pemimpin, namun dia tidak akan
melupakan bagaimana sang pemimpin itu hidup. Apabila kita berbicara mengenai
integritas pada hari ini, kita mengacu pada term-term yang berhubungan dengan
etika, moralitas, keotentikan, komitmen, namun yang kita butuhkan adalah suatu
pemahaman yang jelas tentang konsep integritas. Integritas berurusan dengan
keutuhan dan nurani seorang pribadi – kualitas karena benar terhadap diri sendiri.
Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga
yang dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat
dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin
bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang
pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan
tugas tanggung-jawab mereka. Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin
mengetahui bahwa mereka akan menepati janji-janjinya dan tidak pernah luntur
dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan integritas tidak akan mau dan
mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang menaruh kepercayaan
kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang benar dan berpihak kepada
kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang. Mengatakan kebenaran
secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak mengatakannya.
DRSEK-2020 32
e. Integritas dan Kredibilitas
Sebenarnya kedua istilah ini memiliki kesamaan yaitu bahwa keduanya
menjadi sumber terbentuknya “trust” (kepercayaan) bagi pemimpin. Bedanya
kalau kredibilitas lebih menyangkut “head” (otak) yaitu kemampuan olah pikir
yang mencakup antara lain intelegensia, keterampilan, kompetensi (hard
skill). Sedangkan integritas lebih menyangkut “heart” (hati) yaitu kemampuan
olah nurani yang mencakup antara lain kejujuran, ketulusan, komitmen dan
sebagainya. Kredibilitas terbangun melalui dua unsur yang sangat penting yaitu
kapabilitas (kompetensi) dan pengalaman. Akan sulit rasanya jika seorang
pemimpin tidak memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang yang ia
pimpin. Sementara itu integritas dibangun melalui tiga unsur penting yaitu nilai-
nilai yang dianut oleh Si Pemimpin (values), konsistensi, dan komitmen. Nilai-nilai
merupakan pegangan dari si pemimpin dalam bertindak. Intergritas ini akan
semakin kokoh jika si pemimpin memiliki konsistensi antara apa yang diucapkan
dengan apa yang dilakukan (walk the talk) dan memiliki komitmen terhadapnya.
Bila tidak memiliki integritas, kita akan kehilangan kredibilitas karena orang lain
akan menjauhi kita untuk menghindari kekecewaan.
F. Aktualisasi Diri
a. Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah Keinginan seseorang untuk menggunakan semua
kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang mereka mau dan bisa
dilakukan. (Disadur dan diterjemahkan dari: dictionary.cambridge.org)
Pada dasarnya aktualisasi diri adalah menjadi versi terbaik dari diri dengan
mengasah bakat dan kelebihan sehingga dapat mencapai impian-impian serta
memberikan arti kepada kehidupan.
Ahli jiwa Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs
menggunakan istilah aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan dan
pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa tanpa
memandang suku asal usul seseorang, setiap manusia mengalami tahap-tahap
peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya masing-masing.
Kebutuhan tersebut meliputi:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological), meliputi kebutuhan pangan, pakaian, dan
tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety), meliputi kebutuhan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan
dari kejadian atau lingkungan yang mengancam.
3. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang (social), meliputi kebutuhan
terhadap persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan interaksi.
4. Kebutuhan terhadap penghargaan (esteem), meliputi kebutuhan harga diri,
status, martabat, kehormatan, dan penghargaan dari pihak lain.
DRSEK-2020 33
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan memenuhi
keberadaan diri (self fulfillment) dengan memaksimumkan penggunaaan
kemampuan dan potensi diri.
DRSEK-2020 34
c. Manfaat Aktualisasi Diri
Kemajuan peradaban membuat banyak hal lebih mudah, tetapi juga
membuat kita sering tersesat di masa lalu ataupun masa depan sehingga
melupakan masa kini yang sedang dijalani. Ditambah lagi dengan tekanan sosial
dan bebasnya komentar netizen semakin membuat hidup kita semakin tersesat
dari tujuan awal kita.
Di sinilah pentingnya aktualisasi diri. Kamu bisa menjalani kehidupanmu
dengan lebih bahagia dan positif serta mencapai mimpi-mimpimu. Semua itu
dapat dicapai karena kamu sudah mampu untuk fokus, percaya diri, menyayangi
diri sendiri, dan menerima segala sesuatunya dengan lebih baik. Semua rasa
kekhawatiran, stress, dan emosi negatifmu akan terdefinisikan sehingga untuk
kedepannya kamu dapat menghadapi emosi negatif tersebut dengan cara yang
lebih bijak tanpa terpengaruh tekanan sosial kehidupan.
DRSEK-2020 35
2. Kenali dan Cintai Diri Sendiri
Gambar 2.4 Bertanggungjawablah atas tindakan dan milikilah integritas diri yang
baik
Sumber : unsplash.com/AtiaNaim
DRSEK-2020 36
jawab yang kamu emban dapat terasa lebih ringan dan tanpa beban tekanan
dari orang lain. Kamu tidak hanya bertanggung jawab atas tindakanmu, tetapi
juga bagaimana tindakan tersebut akan mempengaruhi orang-orang di
sekitarmu secara positif atau negatif.
4. Terapkan Pola Pikir Positif dan Nikmati Setiap Momen Dalam Hidup
Gambar 2.5 Terapkan pola pikir positif dan nikmati setiap momen dalam hidup
Sumber : pexels.com/TembeleBohle
Hidup bagaikan roller coaster, ada naik dan turunnya. Ada saatnya
kamu menikmati momen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
dalam hidupmu. Ketika menghadapi itu semua, maka pola pikir positif sangat
penting untuk kamu kembangkan. Ingatlah bahwa kamu tidak bisa
mengontrol apa yang terjadi padamu, tetapi kamu bisa mengontrol reaksimu
terhadap sesuatu tersebut.
Ketika berada di atas, nikmati dengan cara bersyukur bahwa kamu
bisa merasakan kesenangan tersebut dan berbagi dengan orang lain. Ketika
berada di bawah juga nikmati dengan cara bersyukur bahwa kamu bisa
merasakan penderitaan orang lain sehingga terhindar dari sifat sombong.
DRSEK-2020 37
Gambar 2.6 Jangan berhenti karena perjalanan hidup tidak akan pernah
berakhir
Sumber : unsplash.com/KaterinaRadvanska
Aktualisasi diri adalah mengetahui bahwa kamu tidak akan pernah
berhenti untuk tumbuh dan berkembang sebagai seorang individu. Kamu
tidak akan mencapai kesempurnaan karena tujuan hidup bukanlah untuk itu.
Hidup adalah untuk meningkatkan kualitas dirimu, wawasan, dan perspektif.
DRSEK-2020 38
BAB III
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Berikut ini beberapa Pengertian Kepemimpinan Menurut para Ahli:
a. George R. Terry (1972:458): Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi
orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
b. Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998b:13): Kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam
usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
c. Sutarto (1998b:25): Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Stoner: Kepemimpinan adalah suatu proses mengenai pengarahan dan usaha
untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok.
e. Hemhiel dan Coons (1957:7): Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang
akan dicapai bersama (shared goal).
f. Rauch dan Behling (1984:46): Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian
tujuan.
g. Jacobs dan Jacques (1990:281): Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi
arti terhadap usaha kolektif, dan mengakibatkan kesediaan untuk melakukan
usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
h. Wahjosumidjo (1987:11): Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu yang
melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti :
kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan kesanggup-
an (capability). Kepemimpinan juga sebagai rangkaian kegiatan (activity)
pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau
perilaku pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan adalah
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan adalah perihal memimpin;
cara memimpin. Kepemimpinan bisa dirumuskan sebagai kiat mempengaruhi orang banyak
agar mau bekerjasama memperjuangkan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. Rebecca
kemudian menambahkan bahwa seoarng pemimpin adalah penggerak ke arah usaha
bersama yang terorganisasi. Ia merupakan agen atau pelaksana dari suatu kekuasaan yang
menggunakan dirinya.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan tersebut, esensi kepemimpinan adalah
”Kepengikutan”, dalam arti bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin adalah
jika adanya kemauan orang lain untuk mengikutinya. Dengan demikian secara umum dan
sederhana kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses mempengaruhi orang lain
sedemikian rupa, sehingga mereka mau melakukan usaha atau keinginan usaha atau
keinginan untuk bekerja dalam rangka pencapaian suatu tujuan.
DRSEK-2020 39
B. Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan
sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan
lainnya.Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan
wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan
wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang
bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan
perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya.
Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima
kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri
mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu
mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya
itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas
utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya
menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang –orang yang dipimpinnya.
b. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat
berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
c. Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak
memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik
dalam diri para anggotanya.
DRSEK-2020 40
proses kelompok dan perilaku anggota kelompok, membantu integrasi kelompok
dengan memberikan penjelasan-penjelesan, dan berpendapat ia satu satunya orang
dalam kelompok yang dapat memahami masalah yang dibicarakan, serta hanya
dapat memahami masalah yang sedang dibicarakan, serta hanya melalui balikannya
para anggota kelompok dapat mengembangkan dan memahami tingkah lakunya.
b. Kepemimpinan Demokratis; Pemimpin yang demokratis menolak tanggung jawab
tunggal untuk mengarahkan kelompok, atau untuk mengarahkan kelompok, atau
untuk mengambil keputusan akhir. Ia memberi kepercayaan para anggotanya, dan
menciptakan situasi yang menunjang sehingga anggota dapat mencapai pengertian
terhadap dirinya sendiri dan dapat menggembangkan potensinya. Pemimpin yang
demokratis menggunak beberapa teknik utama seperti klarifikasi, sintesis, balikan,
penilaian proses selama selama kegiatan berlangsung, dengan tujuan untuk
mengikutsertakan para anggota sedemikian rupa sehingga setiap anggota
memeberikan sumbangan terhadap kesejahteraan anggota lainnya dalam
kelompok.
c. Kepemimpinan Laissez-Faire; Dalam hal ini pemimpin sama saja dengan anggota
kelompok yang lainnya.Tidak ada pelaksanaan atau prosedur tertentu
semuanya,terserah pada anggota kelompok yang lain. Dengan kata lain pemimpin
sama sekali tidak ikut mengambil bagian bagian dalam pembuatan keputusan-
keputusan kelompok.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahler (1969)
cara seperti itu tidak membawa hasil karena anggota kelompok tidak belajar apa-
apa dari tipe kepemimpinan itu.
DRSEK-2020 41
2) dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun
juga.
b. Teori Sifat (Traits Theory of Leadership)
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu
dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan
fungsi kepemimpinan.Teori sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik
kepribadian atau perilaku yang dimiliki oleh pemimpin.
Teori ini menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan
keberadaan pemimpin, yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya
akan sukses atau efektif. Pemimpin akan efektif dan berhasil jika memiliki sifat-sifat
seperti berani, berkemauan kuat, memiliki stamina lebih, mempunyai sifat empati,
berani mengambil keputusan, cermat dalam waktu, berani bersaing, percaya diri,
bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, hubungan
interpersonal baik, track recordbagus, intelegensi tinggi dan lain sebagainya.
c. Teori Perilaku (Behavioral Theory of Leadership)
Disebut juga teori sosial, dan merupakan sanggahan terhadap teori
genetis.Pemimpin itu harus disiapkan,dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu
saja(leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha
penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki
pemimpin, tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku
dalam mempengaruhi orang lain, dan hal ini dipengaruhi oleh gaya keemimpinan
masing-masing. Gaya tersebut bisa berkembang menjadi model human
relationship atau task oriented.
d. Teori ekologis atau sintetis
Teori ini muncul sebagai reaksi dari kedua teori terdahulu (genetis dan
sosial).Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila
sejak lahir dia telah dimiliki bakat-bakat kepemimpinan yang dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan.
e. Teori Situasional (Situational Theory of Leadership)
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan
perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis.Teori ini
menyebutkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu pada
suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan
situasinya. Jadi, pemimpin yang efektif adalah “on the right place, the right time, and
fulfill the needs and expectation of the follower.”
f. Teori Kontingensi (Contingency Theory of Leadership)
Teori ini memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan dengan
lingkungan yang bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk
situasi yang cocok pula. Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan terbaik
dalam segala situasi.Keefektifan kepemimpinan ditentukan paling tidak oleh tiga
DRSEK-2020 42
variabel, yaitu gaya kepemimpinan, keadaan pengikut, serta situasi dimana
kepemimpinan diterapkan. Teori ini merupakan pengembangan dari teori situasional.
g. Teori Kharismatik (Charismatic Theory)
Dalam teori ini, para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka
diakui memiliki kemampuan luar biasa, yaitu kemampuan yang hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu.Pemimpin dianggap lebih tahu apa yang akan terjadi di
kemudian hari. Di Jawa, diistilahkan sebagai: orang yang wicaksana, ngerti
sakdurunge winarah.
Menurut Robert House, terdapat tiga komponen utama sebagai indikator dari
pemimpin kharismatik, yaitu: 1) memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, 2)
dominan dalam segala hal, baik sifat pribadi yang unggul, terpuji, dapat dipercaya,
dan 3) memiliki pengaruh yang sangat kuat hingga pengikutya seperti terbuai
mengikuti perintahnya.
h. Teori Transaksional (Transactional Theory of Leadership)
Juga disebut sebagai teori-teori manajemen.Kajiannya berfokus pada peran
pengawasan, organisasi dan kinerja kelompok.Teori ini menggunakan pendekatan
transaksi untuk disepakati bersama antar pemimpin dan karyawan.Pemimpin
mengambil inisiatif menawarkan bentuk pemuasan bagi karyawan, (misal upahdan
promosi).Jika kesepakatan telah terjadi, maka pemimpin menindaklanjuti dengan
merumuskan dan mendeskripsikan tugas dengan jelas dan operasional, menjelaskan
target, dan memotivasi karyawan agar mau bekerja keras].Teori ini menggunakan
prinsip sistem ganjaran dan hukuman (reward and punishment).
i. Teori Transformasional (Relational Theory of Leadership)
Disebut juga sebagai teori-teori relasional kepemimpinan.Teori ini berfokus
pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikutnya.Pemimpin
memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota memahami
potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka
penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan.Pemimpin
transformasional biasanya memiliki etika yang tinggi dan standar moral.
Untuk menjadi pemimpin transformasional, ada dua tugas yang harus
dilakukan, yaitu membangun kesadaran pengikutnya akan pentingnya meningkatkan
produktivitas organisasi, dan mengembangkan komitmen organisasi dengan
mengembangkan kesadaran ikut memiliki organisasi dan kesadaran tanggung jawab
pada organisasi.
DRSEK-2020 43
Johnson dan Johnson secara umum mengatagorikan peranan pemimpin kelompok
dalam dua fungsi yaitu; peranan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas kelompok
(task function), dan peranan yang berkaitan dengan pemeliaharaan (maintenance function).
Task Function adalah peranan pemimpin kelompok untuk membantu kelompok
memilih dan merumuskan tujuan tujuan bersama kelompok, dan melaksanakan kegiatan-
kegiatan untuk pencapaian tujuan tujuan itu.
Maintenance Function adalah peranan pemimpin kelompok untuk memelihara
suasana kelompok dengan memelihara hubungan-hubungan pribadi para anggota kelompok.
DRSEK-2020 44
b. Empati (Empathetic)
Bila Anda berempati, sangat memungkinkan Anda membuat koneksi dan
hubungan yang jauh lebih kuat dengan tim Anda. Empati sedikit berbeda dengan
Simpati, dimana saat Anda peduli akan kesulitan seseorang dan berusaha
membantunya, itulah yang disebut dengan Empati. Ini akan membantu Anda
menempatkan diri pada posisi mereka yang akan membantu Anda menciptakan
komunikasi yang lebih baik serta meningkatkan pemahaman, dan ketika orang
dapat memahami kondisi dan situasi maka mereka akan lebih mudah terlibat
(engage). Perilaku Membangun Tim yang kedua adalah kepedulian, ketulusan
dan keikhlasan Anda membantu anggota tim, baik persoalan pekerjaan masing-
masing ataupun perkara tugas dan tanggungjawab kelompok.
Sebagaimana yang dikatakan Stephen Covey, “Mengerti terlebih Dahulu
sebelum Anda ingin dimengerti.” Empati juga membantu Anda membangun
kepercayaan, yang merupakan pondasi Kepemimpinan yang Hebat. Perilaku
Membangun Tim agar Memberi Hasil Hebat adalah sikap seorang pemimpin yang
Empati.
c. Antusias (Enthusiastic)
Sikap dan Perilaku Membangun Tim berikutnya adalah semangat tanpa
henti atau bias disebut antusias. Jika Anda ingin orang-orang terlibat dengan
semua proses bisnis, maka Anda pun harus terlibat, Anda harus menunjukkan
Hasrat (Passion) dan Semangat (Enthusiasm) untuk mencapai Tujuan dan Sasaran.
Jika Anda tidak antusias, mengapa orang lain harus demikian pula. Kembalikan
kepada diri Anda sebagai Pemimpin Hebat, semangat antusias harus
ditularkan. Antusiasme menular, semakin antusias penampilan Anda, semakin
banyak hal ini akan menular ke tim Anda.
Semangat atau Antusias ini adalah role model yang wajib Anda tunjukkan
setiap saat kepada masing-masing anggota tim. Dengan memperhatikan Hasrat
dan Semangat Anda, mereka akan terpengaruh sedikit banyak juga akan selalu
bergerak dan aktif. Bayangkan jika Anda sebagai seorang Leader saja, datang
terlambat ke kantor, dan bermalasan saat briefing atau meeting pagi, maka ini
langsung menjadi preseden negative bagi mereka pengikut Anda.
d. Mengaktifkan (Enabling)
Bila Anda menempatkan orang dalam posisi di mana mereka bisa sukses,
menurut pengalaman banyak pemimpin bisnis, kebanyakan orang akan
menerimanya. Ketika orang sukses, hal itu memberi harga diri, rasa berharga,
yang memotivasi dan mendorong mereka untuk melakukan lebih banyak lagi.
Semakin Anda dapat mengaktifkan tim Anda, menyingkirkan hambatan yang
mencegah mereka mencapai tujuan, semakin sukses mereka. Perilaku
Membangun Tim agar memberikan hasil hebat yakni sikap Anda membuat
mereka “mampu” dan “mau”. Tempatkan setiap orang pada posisi yang tepat,
waktu yang tepat dan situasi kondisi yang tepat pula. Kesuksesan mereka adalah
tanggungjawab Anda dalam membangun tim yang hebat.
DRSEK-2020 45
e. Memberdayakan (Empowering)
Sebagaimana perilaku sebelumnya diatas yakni Enabling Team, dimana
Anda membantu tim menghapus penghalang jalan mereka, Anda perlu memberi
mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara yang paling
sesuai, terutama bila mereka ahli dalam apa yang mereka lakukan. Anda mungkin
akan “kagum” ketika banyak perusahaan yang menahan Hasil dan Pertumbuhan
bisnis dengan membatasi karyawan mereka, membatasi mereka tanpa berpikir
kreatif dan hanya mengikuti proses. Tuntut tim Anda bertanggung jawab atas
hasil mereka, dan berdayakan mereka untuk mengetahui cara terbaik untuk
mencapai tujuan. Seperti yang dikatakan Jenderal Amerika Patton “Jangan sekali-
kali beritahu orang bagaimana melakukan sesuatu, katakan pada mereka apa
yang harus dilakukan, dan mereka akan mengejutkan Anda dengan kecerdikan
mereka.”
Bila Anda memberdayakan orang, Anda meningkatkan motivasi, komitmen,
dan kepemilikan yang akhirnya mereka semua akan menunjukkan manfaat dalam
hasil.
f. Mendorong (Encouraging)
Begitu tim Anda terlibat dan maju, Anda perlu berfokus untuk mendorong
mereka mempertahankannya, terus melaju sampai kesuksesan tercapai. Apa
yang sudah dihargai maka akan mudah terulang kembali, dan memberi
penghargaan atau memuji tim Anda di depan umum adalah cara terbaik untuk
mendorong mereka lebih maju. Anda juga perlu melihat kemajuan tim, karena
akan sulit untuk melihat kemajuan yang dicapai saat Anda pun sulit
melakukannya. Anda harus meluangkan waktu untuk menunjukkan tim Anda
seberapa jauh mereka telah berhasil, untuk mendorong mereka agar terus
berlanjut sampai akhir.
g. Menjalankan (Execute)
Perilaku Membangun Tim yang berikutnya adalah Eksekusi atau
Implementasi. Pemimpin besar harus bisa mengeksekusi kepada dirinya sendiri.
Mereka perlu menjadi panutan atau role model, mampu menyingsingkan lengan
baju dan bisa bekerja berdampingan langsung dengan tim mereka. Mereka harus
dapat menunjukkan bahwa mereka tahu bagaimana memimpin, bahwa mereka
memiliki keahlian dan pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan dan dapat
menyusun rencana serta pendekatan yang akan menghasilkan kesuksesan. Ini
akan membantu membangun kepercayaan dan memberi orang perasaan bahwa
mereka bekerja dengan Anda dan bukan untuk Anda.
Jika Anda ingin menjadi pemimpin hebat yang mencapai hal-hal besar, semakin
banyak perilaku tersebut di atas, yang dapat Anda kuasai, akan semakin mudah jadinya
bagi Anda, dan itu akan membuat orang ingin datang dan bekerja dengan Anda. Ini akan
meningkatkan reputasi Anda dan membuat Anda dalam “permintaan”, membuka
peluang lebih besar dan lebih baik untuk Anda.
DRSEK-2020 46
G. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Etos Kerja
Hasil penelitian seperti yang dilakukan Agus Marimin (2011) di Bank Muamalat
Cabang Surakarta, ditemukan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian lain yakni penelitian Ahmad Fadli
(2004) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Kawasan Industri Medan” dan penelitian dari Ari Heryanto (2002) mengenai “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Pemoderasi”
membuktikan secara empiris pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan yakni
positif dan signifikan.
Pengaruh positif tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan, atau dengan kata lain dengan gaya kepemimpinan
baik maka kinerja karyawan tinggi. Sedangkan pengaruh yang signifikan ini menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh nyata (berarti) terhadap kinerja karyawan.
Pemimpin mempunyai tanggung jawab menciptakan kondisi-kondisi yang
merangsang anggota agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Gaya kepemimpinan
menjadi cermin kemampuan seseorang dalam mempengaruhi individu atau kelompok.
Seorang pemimpin harus mampu menjaga keselarasan antara pemenuhan kebutuhan
individu dengan pengarahan individu pada tujuan organisasi. Pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam individu atau
kelompok, serta fleksibel dalam cara pendekatan yang digunakan demi meningkatkan kinerja
seluruh organisasinya.
Gaya kepemimpinan dalam perusahaan merupakan hal penting dalam sebuah era
organisasi modern yang menghendaki adanya demokratisasi dalam pelaksanaan kerja dan
kepemimpinan perusahaan. Gaya kepemimpinan adalah suatu seni mengerahkan segala
sumber daya yang dimiliki dalam upaya mencapai tujuan dengan setrategi yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan. Akibat yang mungkin timbul dari adanya gaya kepemimpinan
yang buruk adalah penurunan kinerja karyawan yang akan membawa dampak kepada
penurunan kinerja total perusahaan.
Gaya kepemimpinan (leadership style) dapat dimaknai sebagai cara pimpinan untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau
melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi
hal tersebut mungkin tidak disenangi.
Menurut Alberto et al. (2005) kepemimpinan berpengaruh positif kuat terhadap
kinerja, juga berpengaruh signifikan terhadap learning organisasi. Temuan ini memberikan
indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja
bawahannya, di samping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik diperlukan juga adanya
pemberian pembelajaran terhadap bawahannya.
DRSEK-2020 47
Berikut ini adalah macam – macam pengaruh dari berbagai gaya kepemimpinan :
a. Otokratik
Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan
transaksional di mana pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap
staf/bawahan. Staff dan anggota tim memiliki kesempatan kecil untuk
menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal yang menarik bagi anggota
tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling efisien. Keputusan
dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan tersebut
dapat dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan
membenci sistem ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam
kondisi krisis, di mana keputusan harus dibuat secara cepat dan tanpa ada
perdebatan.
Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan
menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi
kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong sebagai
pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang
sebagai jarateristik yang negatif. Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin
yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar
akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga
sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan
menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan ‘ke-akuannya” antara lain
sebagai berikut :
1. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat
diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi
identik dengan tujuan pribadi.
2. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka.
3. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan.
4. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan
dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan
dituntut untuk melaksanakan nya saja.
Ciri-Ciri Kepemimpinan Otokratis :
1. Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin
2. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi
3. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
4. Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya
5. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan
6. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya
DRSEK-2020 48
7. Caranya mengerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat
mencari kesalahan
8. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat
9. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan
atau pendapat
10. Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
11. Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan
sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan,
ancaman, dan hukuman
Kelemahan :
1. Suasana kaku, mencekam dan menakutkan karena sifat keras dari pemimpin
2. Menimbulkan permusuhan, keluhan dan rawan terjadi perpindahan karena
bawahan tidak merasa nyaman
3. Bawahan akan merasa tertekan karena apabila terjadi perbedaan pendapat,
pemimpin akan menganggapnya sebagai pembangkangan dan kelicikan
4. Kreativitas dari bawahan sangatlah minim karena tidak diberikan kesempatan
mengajukan pendapat.
DRSEK-2020 49
5. Mudahnya melahirkan kubu oposisi karena dominasi pemimpin yang
berlebihan
6. Disiplin yang terjadi seakan-akan karena ketakutan dan hukuman bahkan
pemecatan dari atasan
7. Pengawasan dari pemimpin hanya bersifat mengontrol, apakah perintah yang
diberikan sudah dijalankan dengan baik oleh anggotanya.
b. Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang
paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu:
1. Kuatnya ikatan primordial,
2. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
3. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,
4. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota
masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai
kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan
semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan
serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau
kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe
kepemimpinan paternalistik yaitu:
1. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya
lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut
dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat
kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir
sendiri.
2. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat
pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa.
3. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang
bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini
disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala
sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada
pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan.
DRSEK-2020 50
Kelebihan :
1. Pemimpin pasti memiliki sifat yang tegas dalam mengambil keputusan
2. Bawahan akan merasa aman karena mendapat perlindungan
Kelemahan :
1. Bawahan tidak memiliki inisiatif dalam bertindak karena tidak diberi
kesempatan
2. Keputusan yang diambil tidak berdasarkan musyawarah bersama karena
menganggap dirinya sudah melakukan yang benar
3. Daya imajinasi dan kreativitas para pengikut cukup rendah karena tidak ada
kesempatan untuk mengembangkannya
c. Tipe Militeristis
Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat sistem perintah yang sering digunakan Senang bergantung pada
pangkat dan jabatan Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
Dalam menggerakkan bawahan. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis
adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
1. Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya.
2. Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan
bawahannya
3. Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
4. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
5. Sukar menerima kritikkan dari bawahan
DRSEK-2020 51
d. Kharismatik
Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan
baik dari pemimpin maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya
kepemimpinan yang dapat dijabarkan tetapi dapat dirasakan kurang nyata
dibandingkan pola kepemimpinan lainnya (Bell, 2013). Sering disebut sebagai
pola kepemimpinan transformasional, pemimpin karismatik menginspirasi hasrat
di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi karyawan untuk
terus bergerak ke depan (progresif). Jaminan rangsangan dan komitmen dari
dalam tim merupakan aset berharga di dalam produktivitas serta mencapai
tujuan. Kelemahan dari sistem ini adalah perlunya kepercayaan diri tinggi dari
pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan. Sistem ini bisa menjurus bahaya ke
dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang pemimpin meninggalkan.
Sebagai tambahan, pemimpin karismatik mungkin percaya bahwa dia tidak dapat
bertindak salah, meskipun orang lain mengingatkannya mengenai jalur di mana ia
melangkah serta perasaan tidak terkalahkan dapat menghancurkan seluruh tim
dan atau organisasi.
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu
dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan
kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang
sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang
jumlahnya sangat besar.
Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria
ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung
mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki “kekuatan ajaib”
yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang
tertentu itu dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik.
Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki energi dan daya tarik yang luar
biasa untuk dapat mempengaruhi orang lain, maka tidaklah heran apabila
memiliki pengikut atau masa yang jumlahnya besar. Sifat kharismatik yang
dimiliki adalah karunia dari tuhan. Pemimpin kharismatik bisa dilihat dari cara
mereka berbicara, berjalan maupun bertindak. Contoh pemimpin
kharismatik adalah Nelson Mandela, John F Kennedy, Martin Luther King,
Soekarno dan lain-lain.
Kelebihan :
1. Dapat mengkomunikasikan visi dan misi secara jelas
2. Dapat membangkitkan semangat bawahan untuk bekerja lebih giat
3. Bisa mendapatkan pengikut dengan masa yang besar karena sifatnya yang
berkharisma sehingga bisa dipercaya
4. Menyadari kelebihannya dengan baik sehingga bisa memanfaatkannya
semaksimal mungkin
DRSEK-2020 52
Kelemahan :
1. Para pemimpin kharismatik mudah mengambil keputusan yang beresiko
2. Pemimpin kharismatik cenderung memiliki khayalan bahwa apa yang
dilakukan pasti benar karena pengikutnya sudah terlanjur percaya
3. Ketergantungan yang tinggi sehingga regenerasi untuk pemimpin yang
berkompeten sulit
e. Laissez Faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari
filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam
kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat
kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya.
Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan
para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab
dan tidak setia, dan sebagaianya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin
yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan
adalah nilai yang disarankan kepada saling mempercayai yang besar.
Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi
dari pemimpin.
2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif.
3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih
rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu
yang nyata-nyata nye menuntut keterlibatannya secara langsung.
4. Status quo organisasional tidak terganggu.
5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan
sendiri.
6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi
berada pada tingkat yang minimum.
DRSEK-2020 53
Pola kepemimpinan laissez-faire mungkin merupakan pola kepemimpinan
yang terbaik atau malah terburuk dari seluruh pola kepemimpinan yang ada
(Goodnight, 2011). Laissez-faire, bahasa Prancis untuk biarkan saja, apabila
diterapkan kepada sistem kepemimpinan menggambarkan pemimpin yang
membolehkan orang-orang bekerja dengan cara mereka sendiri. Pemimpin pola
Laissez-faire menanggalkan tanggung jawab dan menghindari membuat
keputusan, mungkin memberi seluruh anggota tim kemerdekaan penuh untuk
melakukan pekerjaan mereka dan menyusun target masing-masing.
Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki
kuasa untuk mengambil keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012).
Pemimpin menyediakan tim dengan sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan,
akan tetapi tidak terlalu sering. Gaya kepemimpinan ini dapat berjalan efektif
apabila pemimpin selalu memonitor performa dan memberikan tanggapan
(feedback) kepada anggota tim secara reguler. Keuntungan utama dari
kepemimpinan laissez-faire adalah mempersilahkan anggota tim suatu otonomi
yang dapat membimbing kepada kepuasan pekerjaan yang tinggi dan
meningkatkan produktivitas. Pola ini dapat merusak apabila anggota tim tidak
mampu mengatur waktunya dengan baik atau tidak memiliki pengetahuan, bakat,
atau motivasi untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. Jenis kepemimpinan
ini dapat berjalan apabila manager tidak memiliki kendali yang layak terhadap
bawahannya (Ololube, 2013).
Dalam tipe ini, pemimpin tidak memberikan instruksi dan perintah,
mereka membiarkan bawahannya untuk berbuat sekehendaknya. Tak ada kontrol
dan koreksi. Tentu saja dalam kepemimpinan inisangatlah mudah terjadi
kekacauan dan bentrokan. Pemimpin tak menjalankan perannya dengan baik.
Kelebihan :
1. Keputusan ada di tangan bawahan sehingga bawahan bisa bersikap mandiri
dan memiliki inisiatif
2. Pemimpin tidak memiliki dominasi besar
3. Bawahan tidak akan merasa tertekan dalam menjalankan tugas
Kelemahan :
1. Pemimpin membiarkan bawahan untuk bertindak sesuka hati karena tidak
ada kontrol
2. Mudah terjadi kekacauan dan bentrokan
3. Tujuan organisasi akan sulit tercapai apabila bawahan tidak memiliki inisiatif
yang tepat dan dedikasi tinggi
f. Demokratik
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
DRSEK-2020 54
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:
1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk
yang mulia dan derajatnya sama.
2. Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi
atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya.
3. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan
bersama.
4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan
kemajuan organisasi.
5. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari
sebelumnya.
6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan
kapasitanya menjadi pemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi.
DRSEK-2020 55
Menurut Sondang P. Siagian (1989, h.18) pemimpin dengan gaya
kepemimpinan demokratis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan porsi
yang tepat.
2. Mempunyai persepsi yang holistik.
3. Menggunakan pendekatan yang integralistik.
4. Organisasi secara keseluruhan.
5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan.
6. Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
7. Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran bawahannya.
8. Bersifat rasional dan obyektif.
9. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif.
DRSEK-2020 56
3. Pengawas di Kedua Belah Pihak
Pengawasan tidak hanya dilakukan dari atasan kepada bawahan, tetapi
juga sebaliknya. Ada pengawas yang bertugas untuk memastikan bahwa
pemimpin melaksanakan tugasnya dengan benar sesuai dengan aturan dan
wewenang yang tertuang dalam peraturan atau perundangan tertulis.
4. Pemimpin dan Bawahan Memikul Tanggung Jawab Bersama
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Inilah peribahasa yang
menjadi sebuah nilai moral yang dianut oleh gaya kepemimpinan demokratis,
dimana pemimpin dan juga bawahan menanggung tanggung jawab secara
bersama-sama, tidak berat sebelah. Dalam hal ini, setiap keberhasilan
ataupun kegagalan sama-sama dipikul bersama-sama, baik itu oleh pemimpin
dan juga para bawahannya.
5. Adanya Kebebasan Berpendapat Bagi Bawahan
Dalam gaya kepemimpinan demokratis, setiap bawahan memiliki andil
yang sama dan keleluasaan untuk mengutarakan pendapat dan aspirasi
mereka terhadap organisasi. Aturan dan tata cara prosedur tercantum secara
tertulis untuk membuat alur memberikan masukan tetap tertib dan kondusif.
Tujuan dari gaya kepemimpinan demokratis adalah untuk
mengaspirasi kepentingan bersama, oleh sebab itu setiap individu tanpa
kecuali memiliki hak suara yang sama untuk didengar dan diperhatikan.
Hingga saat ini, belum ada satu gaya kepemimpinan yang sempurna yang
mampu menjadi sebuah sistem tatanan kepemimpinan yang 100% efektif dan
mampu menanggulangi setiap persoalan.
Adapun gaya kepemimpinan demokratis, selain menjadi sebuah gaya
kepemimpinan yang paling banyak diminati karena berbagai kelebihannya,
ternyata gaya kepemimpinan demokratis juga memiliki kekurangan atau
kelemahannya tersendiri. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari gaya
kepemimpinan demokratis.
Kelebihan :
1. Hubungan antara pemimpin dan bawahan harmonis dan tidak kaku.
2. Keputusan dan kebijaksanaan diambil melalui diskusi sehingga bawahan akan
merasa dihargai dan dibutuhkan peranannya.
3. Mengembangkan daya kreatif dari bawahan karena dapat mengajukan
pendapat dan saran.
4. Bawahan akan merasa percaya diri dan nyaman sehingga bisa mengeluarkan
kemampuan terbaiknya untuk menyelesaikan tugasnya.
5. Bawahan akan merasa bersemangat karena merasa diperhatikan.
6. Tidak mudah lahir kubu oposisi karena pemimpin dan bawahan sejalan.
Kekurangan :
1. Proses pengambilan keputusan akan berlangsung lama karena diambil secara
musyawarah.
2. Sulitnya dalam pencapaian kata mufakat karena pendapat setiap orang jelas
berbeda.
DRSEK-2020 57
3. Akan memicu konflik apabila keputusan yang diambil tidak sesuai dan apabila
ego masing-masing anggota tinggi.
Dengan demikian maka gaya memimpin memiliki banyak pengaruh
terhadap etos kerja dari suatu unit kerja. Berbagai upaya pemimpin untuk
meningkatkan etos kerja para karyawannya diantaranya, pemimpin selalu
memotivasi karyawan, berdiskusi, melakukan kegiatan religius bersama dalam
perusahaan. Dengan gaya memimpin yang tepat dan diimbangi dengan
memperhatikan kesejahteraan karyawan maka akan menciptakan etos kerja
sesuai dengan yang diinginkan seperti giat bekerja, bekerja tepat waktu, semangat
dalam bekerja, dan karyawan menjadi sejahtera.
DRSEK-2020 58
1. Tindakan internal artinya adalah tindakan yang dilakukan di dalam tim itu
sendiri, yang terdiri atas tugas dan hubungan.
2. Tindakan eksternal artinya tindakan dilakukan pada lingkungan sekeliling
tim.
Kinerja tim mengaju pada seberapa baik kualitas tugas yang mampu
dicapaioleh tim. Pengembangan tim mengacu pada seberapa baik tim tetap
terpelihara sehubungan dengan pencapaian tugas-tugas tim. Sejumlah
peneliti menganjurkan kriteria penilaian efektivitas tim, misalnya yang seperti
DRSEK-2020 59
ditawarkan Carl E. Frank M. J. LaFasto tahun 1989, yaitu:
1. Apakah tim punya tujuan yang spesifik, masuk akal, dan disampaikan
secara jelas
2. Apakah tim memiliki struktur pencapaian hasil
3. Apakah para anggota tim memenuhi syarat
4. Adakah kesatuan dalam tim yang didasarkan pada komitmen atas tujuan tim
5. Adakah iklim kerjasama diantara anggota tim
6. Adakah standar prima yang membimbing tim?
7. Adakah dukungan eksternal serta pengakuan bagi tim?
8. Adakah kepemimpinan tim yang efektif?
DRSEK-2020 60
5. Pendekatan Bersama
Pendekatan bersama adalah cara para anggota melakukan kesepakatan
bagaimana mereka akan bekerja dalam satu kesatuan. Dalam kesepakatan
ini bisa ditetapkan aturan- aturan kain dalam tim agar setiap anggota tim
dapat bergerak dalam irama yang sama.
6. Kebersamaan tanggung jawab
Tanggung jawab bersama harus dikembangkan dalam kerja sama tim,
yakni berbagai tanggung jawab dan rasa kepemilikan terhadap hasil yang
dicapai.
7. Sinergi
Sinergi adalah penggabungan berbagai kekuatan atau potensi menjadi satu
kekuatan baru yang hebat. Sinergi akan tercapai apabila dua orang atau
lebih bekerja sama untuk menciptakan solusi yang lebih baik dibandingkan
bila bekerja sendiri; bukan caramu atau cara saya tetapi cara atau jalan kita
yang lebih baik (Srijanti dkk, 2006). Dalam bukunya yang berjudul Habit of
Highly Effective Teens, Sean copey menyebutkan ciri-ciri sinergi dan sinergi;
DRSEK-2020 61
suatu bidan tertentu yang dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian
tujuan tim, Kemampuan belajar (Learning), kemampuan belajar anggota tim
yang berpengaruh langsung terhadap kemampuan belajar tim.
Kesungguhan (Commitment), kesungguhan yang dapat diberikan anggota
tim dalam melaksanakan tugas yang diberikan.. Kerjasama (Team work),
kemampuan bekerjasama setiap individu sebagai anggota tim. Kolaborasi
(Collaboration), kemampuan berkolaborasi di dalam tim dan di antara tim.
Komunikasi (Communication), tingkat kemampuan komunikasi setiap
anggota tim. Kepercayaan (Trust), tingkat kepercayaan terhadap sesama
anggota tim. Motivasi (Motivation), motivasi yang dimiliki setiap anggota
tim.
Tantangan utama yang berhubungan dengan aspek kepemimpinan
Tim adalah membangun budaya yang kondusif serta menciptakan atmosfer
yang mendukung kerja tim (Dubrin, 2005). Tim kerja merupakan
kompetensi penting untuk menuju kesuksesan. Tantangan ini mirip dengan
tantangan membangun kultur yang tepat untuk memotivasi orang. Strategi
yang dianjurkan untuk pemimpin tim adalah mempromosikan pandangan
yang mengakui bahwa bekerja sama secara efektif merupakan standar
perilaku yang diharapkan. Membangun kultur atau norma teamwork akan
sulit ketika ada kultur individualisme yang kuat di dalam sebuah organisasi.
Pemimpin tim yang percaya kepada teamwork biasanya memiliki posisi
yang lebih baik untuk membangun kultur teamwork. Tim dengan kinerja
tinggi pada umumnya heterogen. Artinya, tim yang mencapai tingkat kinerja
yang tinggi tidak terdiri dari orang-orang yang benar-benar sama.
Melainkan, tim ini terdiri dari para anggota yang mempunyai kecakapan-
kecakapan yang saling melengkapi. Mereka memerlukan kecakapan
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Para anggota harus
mampu mengenali masalah dan peluang, kemudian memilih solusi.
Kecakapan hubungan antarpribadi diperlukan untuk berkomunikasi,
memecahkan konflik dan berinteraksi secara efektif dengan para anggota
tim. Ketika tim berkembang kita harus memastikan bahwa para anggota
mempunyai lebih dari masing-masing kecakapan ini. Keanggotaan tim
dengan kecakapan yang saling melengkapi penting dalam mencapai
kreativitas (Patricia Buhler, 2004).
2. Membangun Disiplin Tim
Pemimpin harus membuat perubahan pribadi pada dirinya sendiri,
sebelum meminta orang lain berubah. Para pemimpin sukses bukan hanya
mengatakan apa yang harus dilakukan, mereka memperlihatkannya! Orang
meniru apa yang mereka lihat dari sang pemimpin. Apa yang dihargainya
akan dihargai pula oleh anggotanya. Tujuan pemimpin menjadi tujuan
mereka. Lee Iacocca berkata, "Kecepatan bos adalah kecepatan tim."
Disiplin diri, kemauan, penguasaan diri, artinya mengendalikan kehidupan.
Disiplin juga diartikan membayar harga dalam hal-hal kecil agar dapat
membeli hal yang besar. Disiplin adalah awal dari sebuah budaya, jikalau
displin sudah terbentuk maka ada istilahnya menjadi budaya disiplin.
Disiplin adalah upaya untuk membuat orang berada pada jalur sikap dan
perilaku yang sudah ditetapkan oleh perusahaan atau pemimpin. Jika
DRSEK-2020 62
sudah distrategikan dalam bentuk perilaku, nilai, dan penerapannya dalam
bentuk norma, maka harus dijaga agar orang itu taat.
Tidak ada individu yang sukses tanpa disiplin, sama halnya tidak
ada tim yang sukses tanpa disiplin. Kedisiplinan dapat dibangun dengan
menetapkan prioritas-prioritas, menempatkan prioritas dalam kalender,
menyediakan sedikit waktu untuk hal-hal yang tidak terguga, mengerjakan
masalah satu persatu, mengembangkan sistem yang berlaku, memiliki
rencana untuk setiap kegiatan serta berfokus pada hasil, bukan pada
kegiatan. Tim membutuhkan anggota-anggota yang berdisiplin. Untuk
menjadi tim yang berdisiplin harus memiliki pikiran yang disiplin. Pikiran
pemimpin harus aktif, secara teratur menghadapi tantangan- tantangan
mental, dan terus memikirkan hal-hal yang tepat (Maxwell, 2003).
3. Membangun Komitmen Tim
Komitmen (commitment) yang berarti janji untuk mengerjakan
sesuatu adalah sebuah karakter dalam mencapai tujuan. Arti lainnya
adalah kesanggupan untuk bertanggung jawab terhadap hal-hal yang
dipercayakan kepada seseorang. Komitmen tidak ada hubungannya sama
sekali dengan bakat, kepintaran atau talenta. Dengan komitmen yang kuat
akan memungkinkan seseorang bisa mengeluarkan sumber daya fisik,
mental, dan spiritual tambahan yang bisa diperoleh. Sebaliknya, tanpa
komitmen maka pekerjaan-pekerjaan besar akan sulit terlaksana.
Menurut John C. Maxwell dalam bukunya 21 Kualitas
Kepemimpinan, Interaksara, Batam, 2001, komitmen bagi pemimpin
artinya berbuat lebih karena banyak orang tergantung kepadanya.
Selain harus dimiliki para pemimpin, komitmen juga harus dimiliki
oleh segenap anggota tim. Dengan menjadi orang yang berkomitmen
terhadap pekerjaan, bukan sebagai beban dan kewajiban, tetapi sarana
berkarya dalam mengembangkan diri, bahwa biasanya orang-orang yang
berkomitmen akan mencapai kepuasan kerja (job satisfaction).
Anggota tim yang berkomitmen memiliki bentuk keterlibatan yang
tinggi dalam perusahaan. Tim tersebut bekerja bukan karena diperintah,
tetapi termotivasi bukan oleh faktor eksternal melainkan faktor internal
yang sumber motivasinya berasal dari dalam dirinya sendiri. Dalam satu
tim, idealnya terdapat tujuan dan ada kemauan serta komitmen. antara
pemimpin tim dan anggota tim harus ada landasan kemauan untuk
bersama-sama membentuk suatu tim dan harus memiliki komitmen. Tanpa
kemauan dan komitmen baik di pihak pemimpin tim maupun di pihak
anggota tim, akan sia-sialah segala usaha untuk berkembangnya satu tim.
Kemauan dan komitmen tidak bisa dipaksanak oleh kekuasaan yang lebih
tinggi (Soemarsono, 2003).
d. Macam-macam Kepemimpinan
1. Model Kepemimpinan Transaksional
Transaksi antarpribadi, antara pemimpin atau pihak manajerial dan
karyawan. Dua karakteristik dalam model kepemimpinan transaksional
DRSEK-2020 63
adalah:
a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk
memberikan motivasi pada karyawan.
b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para
bawahan gagal mencapai tujuan kinerja.
2. Kepemimpinan Kharismatik
Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis.
Pesan pesan mengenai l, daya tarik terhadap nilai nilai ideologis, stimulasi
intelektual terhadap para pengikut oleh pemimpin, penampilan,
melampaui panggilan tugas
3. Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan ini adalah kemampuan untuk mengkreasikan dan
mengartikulasikan suatu yang berhubungan dengan organisasi atau unit
organisasi agar dapat terus tumbuh dan terus meningkat.
4. Kepemimpinan Tim
Menjadi pemimpin efektif harus memelajari keterampilan seperti
kesabaran untuk membagi informasi, percaya kepada orang lain,
menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi.
Empat peran pemimpin tim dalam model kepemimpinan ini adalah:
Para pemimpin merupakan penghubung bagi para konstituen eksternal
Pemimpim tim adalah pemecah masalah
Pemimpim tim adalah manajer konflik
DRSEK-2020 64
mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Setiap anggota
diberikan keleluasaan untuk mengoptimalkan kekuatannya dalam
menunaikan tanggung jawabnya.
4. Managing Conflict
Perbedaan pandangan dan kepentingan merupakan konflik yang
selalu ada dalam sebuah tim. Apakah konflik akan berujung pada situasi
yang constructive atau distruptive, tentu bagaimana pengelolaannya.
Namun konflik harus diarahkan pada hasil yang constructive. Dalam
banyak hal konflik memiliki banyak manfaat. Dengan konflik akan ada ide
baru, perbaikan proses, penyempurnaan kualitas dan pencapaian sasaran
yang lebih efektif dan efisien. Kelihaian mengelola konflik dalam tim sangat
penting dalam membawa tim mencapai kinerja terbaik.
5. Communication
Sebuah tim harus memiliki pola komunikasi yang efektif. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yang efektif adalah:
pemilihan sarana/saluran komunikasi, metode komunikasi dan proses
umpan balik. Setiap anggota diupayakan berkomunikasi dengan terbuka.
Baik itu berupa penyampaian instruksi, ide, evaluasi, dan saran. Dalam
kondisi tertentu dimana anggota tim membutuhkan proses komunikasi
yang lebih intens dan bersifat rahasia, beberapa pendekatan komunikasi
seperti coaching, counseling dan mentoring dapat digunakan.
6. Decision Making
Tim akan selalu berhadapan dengan proses pengambilan
keputusan dalam mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan.
Mulai dari planning, organizing, actuating dan controlling mengandung
unsur pengambilan keputusan. Sebisa mungkin proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan objektif. Semakin lengkap data yang dimiliki
dan tepat melibatkan anggota tim, mempermudah proses pengambilan
keputusan yang objektif. Lalu keputusan yang sudah ditetapkan harus
diamini dan dikawal bersama sampai terealisasi.
7. Diversity
Dalam sebuah tim pasti akan ditemukan keragaman, baik yang
sifatnya nature ataupun nurture . Keragaman harus dipandang sebagai
anugerah yang perlu dipelihara. Anggota tim harus dapat memahami dan
menerima keragaman tim. Keragaman memberikan peluang bagi sebuah
tim untuk saling melengkapi satu sama lain. Dengan memperhatikan tujuh
aspek di atas, seorang pemimpin dapat membangun tim berkinerja tinggi.
Jika ada aspek yang sudah baik maka pertahankan, bahkan jika perlu
ditingkatkan. Namun, jika masih ada aspek yang ternyata masih rendah atau
kurang baik, perbaikilah dengan membuat detail rencana kerja (action plan).
DRSEK-2020 65
itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yang diperoleh dari
kekuatan Yang Maha Kuasa.
2. Tipe Paternalistik
• Menganggap bawahannya belum dewasa
• bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan
• Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Otoriter
• Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
• Pemimpin bertindak sebagai dictator
• Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.
g. Syarat-syarat Kepemimpinan
1. Kekuasaan
Kekuasaaan adalah otorisasi dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan untuk berbuat sesuatu dalam rangka penyelesaian tugas
tertentu.
2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan
sehingga pemimpin mampu mengatur orang lain dan patuh padanya.
3. Kemampuan
Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan
kecakapan secara teknis maupun social, yang melebihi dari anggota biasa.
DRSEK-2020 66
BAB IV
ASPEK ETOS KERJA
Menurut Sinamo (2005), setiap manusia memiliki spirit (roh) keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma
menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional,
bertanggung jawab dan sebagainya. Lalu perilaku yang khas ini berproses menjadi kerja yang
positif, kreatif dan produktif.
Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini, Sinamo (2005)
menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang
sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang
berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu
dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma
Mahardika (bahasa Sansekerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu:
Sinamo (2005)
1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior.
2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.
3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.
4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan menjadi delapan aspek etos kerja sebagai
berikut:
1) Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor,
sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima
tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.
2) Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita
sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab.
Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela,
misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
3) Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu darma yang sesuai dengan panggilan
jiwa sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi, jika pekerjaan atau
profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, I'm doing my
best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik
mutunya.
4) Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat
manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat. Apa
pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi
diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk
mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk
bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk termenung tanpa pekerjaan.
DRSEK-2020 67
5) Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada Tuhan,
sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang
Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa
bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.
6) Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan senang
seperti halnya melakukan hobi. Sinamo mencontohkan Edward V Appleton, seorang
fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan
sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
7) Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang
lebih besar akan datang kepada kita. Sinamo mengambil contoh etos kerja Pramoedya
Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia
dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah
kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.
8) Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja dengan sempurna dan
penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga
mercusuar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.
DRSEK-2020 68
Untuk meningkatkan etos kerja diperlukan adanya sikap yang menilai tinggi
pada kerja keras dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu perlu ditemukan suatu
dorongan yang tepat untuk memotivasi dan merubah sikap mental yang lemah. Nilai-
nilai sikap dan faktor motivasi yang baik bukan bersumber dari luar diri tetapi tertanam
dalam diri sendiri yang disebut motivasi intrinsik. Dengan memiliki sikap dan etos kerja
yang tinggi maka seseorang akan menjadi ulet, tangguh, disiplin, jujur, bekerja secara
total, memanfaatkan potensi diri secara maksimal, bersemangat tinggi, tidak mudah
putus asa, kreatif mencipta, berpendirian kuat, serta bekerja secara efektif dan efisien.
a. Pengertian Sikap
“Sikap adalah pernyataan evaluative, baik yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.”
Terdapat tiga komponen utama dari sikap, yaitu:
1. Komponen kognitif (cognitive component) yaitu segmen opini atau keyakinan
dari sikap
2. Komponen afektif (affective component) yaitu segmen emosional atau
perasaan dari sikap.
3. Komponen perilaku (behavior component) yaitu niat untuk
berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
DRSEK-2020 69
Ketika individu membicarakan sikap karyawan, yang sering dimaksudkan
adalah kepuasan kerja.
2. Keterlibatan pekerjaan.
Konsep yang berkaitan dengan sikap kerja adalah keterlibatan
pekerjaan (job involvement). Keterlibatan pekerjaan mengukur tingkat
sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan
menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk
penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan
yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang
pekerjaan yang mereka lakukan. Konsep pemberian wewenang psikologis
(psychological empowerment), yaitu keyakinan karyawan terhadap sejauh
apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetesi, makna pekerjaan, dan
otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja.
Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenan yang tinggi
berkaitan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan.
3. Komitment organisasi (organizational commitment).
Didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan
memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan
pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang
individu, sementara komitment organisasional yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut.
Sikap seseorang dalam bekerja dapat berubah-ubah misalnya dari
sikap yang positif berubah menjadi sikap yang negative atau sikap yang
negative berubah menjadi sikap positif. Hal ini disebabkan banyak faktor yang
dapat mempengaruhinya diantaranya adalah lingkungan kerja dan alat kerja.
Lingkungan kerja merupakan tempat sekeliling seorang karyawan dalam
melakukan aktivitas pekerjaannya yaitu lingkungan fisik, sedangkan alat kerja
merupakan fasilitas atau perlengkapan yang mendukung dalam melakukan
aktivitas bekerja. Sedangkan tperilaku dalam bekerja dapat menentukan
bagaimana seorang karyawan dalam mempergunakan alat kerjanya.
Contohnya perilaku seorang karyawan atau pekerja menggunakan alat kerja
dengan hati-hati agar alat kerjanya tidak mudah rusak dan ada juga perilaku
seorang karyawan atau pekerja yang ceroboh dalam menggunakan alat kerja
sehingga alat kerjanya mudah rusak.
Sikap yang bersemangat dalam melakukan aktivitas kerja akan
menimbulkan perilaku seseorang yang ditunjukan dengan bersungguh-
sungguh, rajin, tekun dan perilaku lainnya yang positif. Seorang karyawan
atau pekerja yang berpola perilaku positif tersebut memberi keuntungan dan
sangat mendukung keberhasilan suatu organisasi. Jika seorang karyawan
atau pekerja dapat menyukai pekerjaannya maka aan berjuang atau
berusaha keras untuk bekerja sebaik-baiknya. Untuk itulah diperlukan suatu
kekuatan yang merangsang, mendorong atau menggerakan seseorang untuk
terus bekerja dengan penuh semangat. Oleh karena itulah sikap dan etos
kerja perlu dibangun oleh setiap organisasi, instutusi atau lembaga yang ingin
terus maju. Sejarah membuktikan bahwa negara yang dewasa ini menjadi
negara maju dan terus berpacu dengan teknologi informasi tinggi pada
DRSEK-2020 70
dasarnya dimulai dengan suatu sikap dan etos kerja yang sangat kuat untuk
berhasil.
Sikap dan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian
dalam keberhasilan suatu organisasi karena sikap dan etos kerja seseorang
erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Sikap dan etos
kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat akan menjadi
sumber motivasi dalam melakukan setiap aktivitas pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia
yang sedang “membangun”, sikap dan etos kerja yang tinggi akan dijadikan
sebagai prasyarat mutlak untuk ditumbuhkan dalam kehidupan manusia.
Dengan membuka pandangan serta sikap yang menilai tinggi terhadap kerja
keras dan sungguh-sungguh, maka dapat mengurangi sikap kerja yang asal-
asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas kerja yang semestinya.
Membangun sikap dan etos kerja perlu waktu panjang dan kesabaran
namun tegas. Jika kehidupan sejak masa kecil berada dalam lingkungan yang
tidak terlatih menghadapi tantangan serta kurang memahami arti perjuangan
hidup, maka pada masa dewasa akan menjadi lemah. Sikap mental yang lemah
dan tanpa perjuangan akan tercermin pada perilaku sehari-hari dalam
melaksanakan tugas pekerjaan, yang menganggap bahwa segala peraturan
merupakan pembatasan atau penekanan yang menyiksa. Untuk meningkatkan
etos kerja diperlukan adanya sikap yang menilai tinggi pada kerja keras dan
sungguh-sungguh. Oleh karena itu perlu ditemukan suatu dorongan yang tepat
untuk memotivasi dan merubah sikap mental yang lemah. Nilai- nilai sikap dan
faktor motivasi yang baik bukan bersumber dari luar diri tetapi tertanam dalam
diri sendiri yang disebut motivasi intrinsik. Dengan memiliki sikap dan etos kerja
yang tinggi maka seseorang akan menjadi ulet, tangguh, disiplin, jujur, bekerja
secara total, memanfaatkan potensi diri secara maksimal, bersemangat tinggi,
tidak mudah putus asa, kreatif mencipta, berpendirian kuat, serta bekerja secara
efektif dan efisien.
Membangun sikap dan etos kerja pada generasi muda sangat diperlukan
mengingat etos kerja harus ditanamkan kepada seseorang sejak muda. Berikut
beberapa upaya yang dapat dipertimbangkan untuk membangun sikap dan etos
kerja generasi muda antara lain:
DRSEK-2020 71
Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan
informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa yang akan datang.
Generasi muda perlu ditumbuhkan keyakinannya, bahwa kesuksesan yang
hakiki berawal dari sikap mental untuk berani bertindak secara nyata, tulus,
jujur, matang, sepenuh hati, profesional, tidak bergantung, dan
bertanggung jawab.
DRSEK-2020 72
2. Jadilah diri sendiri.
Dalam memotivasi pertama setiap orang dalam mendirikan usaha tidak selalu
sama, namun yang terpenting jangan sampai memotivasi tersebut
menjadi bias, contoh ketika anda ingin menuru orang lain yang sukses, justru
terjebak dengan kesussesannya saja. Anda ingin menjadi sukses tapi tidak
melihat proses perjalanan menjadi sukses. Lebih baik jadi diri sendiri dengan
segala persiapan dan kemampuan yang anda miliki.
DRSEK-2020 73
BAB V
TANTANGAN BUDAYA GLOBAL
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan
dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Keselamatan diartikan kepada hal-hal yang mencakup keselamatan penerbangan yang selalu
berhubungan dengan aspek keamanan penerbangan. Aspek keamanan dan keselamatan
penerbangan merupakan suatu tantangan budaya global dimana dengan meningkatnya
peminat pada dunia penerbangan dibarengi dengan meningkatnya teknologi yang semakin
modern, semua serba automasi.
Indonesia menjadi negara perlintasan pesawat yang sangat strategis yang
menghubungkan antara kawasan besar dua benua dan dua samudra. Industri penerbangan
di Indonesia akan terus berkembang dan mengalami kemajuan pesat seiring waktu, melihat
jumlah maskapai penerbangan di Indonesia yang semakin terus bertambah.
Dalam teknologi modern, khususnya teknologi penerbangan, masalah safety menjadi
sangat krusial dan vital. Setidaknya ada dua alasan untuk ini :
1. Penerbangan “menaklukkan” udara dan beraktivitas di dalamnya bukanlah kodrat
alami manusia yang ditakdirkan untuk hidup dan berkembang di daratan.
2. Teknologi untuk terbang seperti juga teknologi yang lain adalah semata-mata buatan
manusia, yang memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan, seperti manusia itu
sendiri.
Semakin berkembang dan maju sebuah teknologi, semakin penting pula untuk fokus
terhadap masalah keselamatan terbang dan kerja, dan itu dapat dilakukan hanya dengan
pemahaman yang baik tentang human error. Hampir setiap kecelakaan penerbangan 75%
diantaranya adalah human error. Karena bagaimanapun teknologi penerbangan, perangkat
pendukung (pesawat, radio, runway), seluruh manual dan petunjuk operasi pesawat adalah
buatan manusia. Kegiatan inspeksi dan pemeliharaan juga dilakukan oleh manusia. Saat
pesawat terbang pun yang menerbangkan nya juga manusia. Sehingga dengan ini penulis
membuat makalah terkait human factor dalam penerbangan.
A. Human Factors
1. Definisi human factor
Human factor adalah aktivitas tentang manusia dalam kehidupan maupun
situasi kerja, tentang hubungan manusia dengan mesin, tentang hubungannya
dengan prosedur dan lingkungannya serta aturan-aturan, dan tentang hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Dalam hal ini human factors merupakan
pengetahuan terapan bersifat praktis dari teori-teori psikologi yang menekankan
pada optimasi hubungan antar manusia beserta aktivitasnya, dengan aplikasi
sistematikanya, yang terintegrasi dalam kerangka kerja ”system engineering”.
Sasarannya adalah efektivitas sistem, termasuk keselamatan dan efisiensi, serta
kesejahteraan (well being) individu.
DRSEK-2020 74
Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
untuk menyelesaikan tugas-tugas, pekerjaan, menggunakan peralatan, atau fungsi
peralatan, meskipun terkadang telah dilakukan pelatihan atau perekrutan secara
profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama.
Seiring dengan perkembangan teknologi maka aspek manusia menjadi
penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini, Human factor muncul sebagai salah satu
aspek yang sangat diperhitungkan khususnya di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat dan Eropa. Bentuk lain dari human factor sering dihubungkan
dengan ergonomi atau human engineering.
Human factor terfokus pada aspek manusia serta interaksinya dengan produk,
peralatan fasilitas yang digunakan, prosedur pekerjaan, dan lingkungan dimana
kegiatan tersebut dilakukan. Menurut Chapanis (1985), human factor berhubungan
dengan informasi mengenai tingkah laku, kemampuan, dan keterbatasan manusia
serta karakteristik mengenai perancangan peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan
lingkungan untuk menghasilkan keamanan, kenyamanan, dan efektifitas dalam
penggunaannya.
Pada pelaksanaannya, aspek human factor ini dicoba untuk disesuaikan
dengan sesuatu yang digunakan serta lingkungan tempat kegiatannnya bekerja
sehingga dapat sesuai berdasarkan kapabilitas, keterbatasan dan kebutuhan orang
yang melakukan pekerjaan.
DRSEK-2020 75
(tidak ada korban manusia) dan 300 bahaya (hazard). Studi lainnya menunjukan
hasil yang hampir sama walaupun istilah yang digunakan berbeda, yaitu ;
hazard, incident & accident, atau hazard, minor dan mayor incident. Hubungan
antara hazard, incident dan accident juga penting dalam penelitian tentang
permasalahan human factors.
Dalam dokumen circular 247-AN/148 tentang human factor dijelaskan
bahwa active failure menerangkan dalam penyelidikan tidak mencari yang salah
tapi mencari apanya yang salah pada sistem tersebut. Dalam human factor
dititikberatkan pada mencari penyebab kecelakaan dan memperbaikinya agar
kedepan tidak terulang kembali pada kesalahan yang sama dan paling tidak bisa
meminimalisir kesalahan yang sama. Walaupun biasanya dikaitkan dengan
faktor manusianya, kekhilafan manusia juga baru-baru ini menjadi perhatian
utama dalam bekerja. Manusia diwajibkan bekerja secara profesionalisme
dengan pengetahuan yang dimilikinya mengenai prestasi dan kecakapan untuk
membantu meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam operasi harian
mereka. Dalam dunia penerbangan kususnya, faktor manusia adalah bisa
memahami yang lebih baik bagaimana manusia dapat mengendalikan dan
mengintegrasikan dengan teknologi.
DRSEK-2020 76
ahli dari ICAO memperkenalkan paradigma sentral dari pendekatan sistem
terhadap safety yang membedakan antara active failures (kegagalan aktif) dan
latent failure.
Active failures berkaitan dengan kesalahan operator, dalam hal ini
penerbang atau petugas ATC. Sedangkan latent failures merupakan kondisi
yang mempengaruhi bagaimana kinerja operator saat melaksanakan
tugasnya, atau bagaimana pengaruh kemampuan sistem untuk mengatasi
perilaku atau situasi yang tidak diharapkan. Latent failures ini dapat mencakup
kegagalan komponen, seperti kegagalan struktur dari sistem atau tidak
berfungsinya sistem, dan kegagalan ini dapat muncul jauh sebelum terjadinya
kecelakaan.
Latent failures yang berhubungan dengan lingkungan yang terkait
langsung dimana active failure terjadi dikenal sebagai local factors. Dalam
kategori ini faktor-faktornya antara lain ; moril di tempat kerja, kelelahan
(fatigue) operator, dan/atau masalah prosedur kerja. Latent failures yang
berhubungan dengan organisasi atau sistem penerbangan terkait dengan
kelemahan-kelemahan organisasional atau sering juga disebut kelemahan
faktor sistemik. Dalam suatu kecelakaan atau kegagalan sistem, biasanya local
factors akan menyebabkan operator (penerbang) bertindak tidak aman
(unsafe act). Tindakan ini selanjutnya akan memberikan konsekuensi buruk
yaitu kecelakaan bila tidak dapat diidentifikasi atau dikontrol oleh defences
atau safety net (jaringan keselamatan). Local factors dan defences atau safety
net yang tidak sesuai dapat disebabkan oleh isu-isu sistemik yang lebih luas,
seperti komunikasi antar unit yang buruk (tidak ada koordinasi) atau
prosedur-prosedur yang tidak sesuai.
Dari model Reason ini, dapat dipelajari bahwa sebab-sebab kecelakaan
dapat ditelusuri jauh sebelum kejadian, dan umumnya terjadi karena interaksi
dari kelemahan sistem dan buruknya sistem deteksi serta kontrol.
Sebenarnya, kelemahan-kelemahan tersebut masih dapat dikendalikan atau
dihambat bila defences atu safety net berfungsi optimal, namun seringkali
buruknya komunikasi antar unit (departemen dalam struktur organisasi) atau
tidak sesuainya prosedur membuat unit pelindung terakhir tidak mampu
menghambat terjadinya kecelakaan.
DRSEK-2020 77
James Reason Model
3. Human factor dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi terhadap aktifitas yang
dilakukan, peningkatan terhadap kemampuan menggunakan peralatan,
menurunkan kesalahan yang ditimbulkan serta peningkatan produktifitas.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kesesuaian antara
manusia sebagai pusat kendali dengan komponen lainnya pada saat melakukan
kegiatan adalah Model SHELL. Model ini merupakan gambaran dari unsur-unsur
utama yang saling berinteraksi. Manusia (liveware) sebagai pusat interaksi dikelilingi
oleh 4 (empat) kelompok utama yaitu:
a. Liveware–hardware : manusia dan mesin (termasuk peralatan);
b. Liveware–software : manusia dan material lainnya (seperti dokumen,
prosedur, simbol dan sebagainya);
c. Liveware–environment : manusia dan lingkungan (termasuk faktor internal
dan eksternal tempat kerja);
d. Liveware–liveware : manusia dan manusia lainnya (termasuk teman sekerja
dan kolega).
Tujuan dari model ini adalah bagaimana menciptakan interaksi optimal antar
setiap komponen. Dalam melaksanakannya interaksi tersebut, seringkali manusia
(liveware) merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang
dirasakan. Faktor pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis.
DRSEK-2020 78
4. Human factor akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan, menurunkan
stress dan kelelahan, kemudahan terhadap adaptasi, meningkatkan kepuasan
terhadap pekerjaan dan yang terpenting adalah meningkatkan kualitas hidup dari
manusia yang bekerja.
Manusia sebagai salah satu komponen penting dalam organisasi maupun
kegiatan industri (baik yang menghasilkan produk maupun jasa) memiliki
keterbatasan dan kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini dapat bekerja
dan menghasilkan suatu output yang optimal maka penting untuk diperhatikan
berbagai aspek terkait dengan manusia tersebut. Human factor sebagai salah satu
unsur keilmuan yang sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting
untuk diperhatikan. Untuk itu, berbagai metode yang dilakukan untuk mendekati
dan menentukan karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah
satu hal yang dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia
tersebut khususnya yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental.
Hal ini sangat bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan
melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik.
DRSEK-2020 79
BAB VI
ETIKA KERJA
Pengertian Etika
Menurut Keraf (2005) etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk
jamaknya “ta etha” berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu
masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata
cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan
ini terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.
Ahmad Amin mengemukakan bahwa definisi etika adalah suatu pengetahuan yang
menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
juga menyatakan satu tujuan yang perlu diraih manusia dalam perbuatannya serta
menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Macam-Macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik atau
buruknya perilaku manusia, menurut Keraf (2005), adalah sebagai berikut:
1. Etika Deskriptif
Adalah etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif
Adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normative memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.
DRSEK-2020 80
didasari oleh cara, teori, dan prinsip-prinsip moral dasar. Etika khusus dibagi lagi
menjadi dua bagian:
a) Etika individual
Adalah menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b) Etika sosial
Adalah berbicara mengenai kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia sebagai
anggota umat manusia.
Manfaat Etika
Beberapa manfaat etika menurut Qohar (2012), adalah sebagai berikut:
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh
dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.
Etika Kerja
Etika kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan
perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan
dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran,
keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada
stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan yang
befungsi sebagai panduan tingkah laku bagi sesorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etos
kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai baik dan benar yang berwujud nyata secara khas dalam perilaku
kerja mereka (Sinamo, 2002).
Banyak tokoh lain yang menyatakan definisi dari etos kerja. Salah satunya adalah
Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat kerja yang
didasari oleh nilai-niai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja yang
dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup
mereka. Etos kerja menentukan penilaian menusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya, Hill (1999) menyatakan etos kerja adalah suatu norma budaya yang mendukung
sesorang untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya berdasarkan
keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai intrinsik. Berdasarkan pendapat tokoh di
atas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dihayati secara
intrinsik oleh seseorang. Hal ini diperkuat oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang
menyamakan etos kerja sebagai suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja
seseorang merupakan gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai
panduan dalam tingkah lakunya.
DRSEK-2020 81
Cherrington (dalam Boatwright & Slate, 2000) menyimpulkan etos kerja dengan lebih
sederhana yaiu etos kerja mengarah kepada sikap positif terhadap pekerjaan. Ini berarti
bahwa seseorang yang menikmati pekerjaannya memiliki etos kerja yang lebih besar
daripada seseorang yang tidak menikmati pekerjaannya. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Anoraga (2001) yang menyatakan etos kerja adalah suatu pandangan dan
sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Jika pandangan dan sikap itu melihat
kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi menusia maka etos kerja akan tinggi.
Sebaliknya, jika melihat kerja sebagai suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia,
apalagi kalau sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu
dengan sendirinya akan rendah.
Subekti (dalam Kusnan, 2004) menambahkan, suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.
3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
5. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Selanjutnya Petty (1993) menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang harus
dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Definisi etos kerja yang digunakan
dalam makalah ini adalah definisi etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993) yang
menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat
menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan
dapat diandalkan.
DRSEK-2020 82
1. Keahlian Interpersonal
Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja
dengan orang lain atau bagaiman pekerja berhubungan dengan pekerja lain di
lingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara,
penampilan, dan perilaku yang digunakan individu pada saat berada di sekitar orang
lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Indicator
yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang pekerja adalah
meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya hubungan
interpersonal yang baik dan dapat memberikan kontribusi dalam performansi kerja
seseorang, dimana kerjasama merupakan suatu hal yang sangat penting. Terdapat 17
sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal seorang pekerja (Petty, 1993),
yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama, menolong,
disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras, rendah hati, emosi yang
stabil, dan kemauan keras.
2. Inisiatif
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar
terdorong untuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas
dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihubungkan dengan situasi di tempat kerja
yang tidak lancer. Hal-hal seperti menunda pekerjaan, hasil kerja yang buruk,
kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan kehilangan
pekerjaan, dapat muncul jika indvidu tidak memiliki inisiatif dalam bekerja (Petty,
1993). Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang pekerja (Petty,
1993) yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,
antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu beradaptasi, gigih,
dan teratur.
3. Dapat diandalkan
Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan
terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja
untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Seorang pekerja diharapkan dapat
memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga
melakukan pekerjaan yang bukan tugasknya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang
sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya. Terdapat 7 sifat yang
dapat menggambarkan seorang pekerja yang dapat diandalkan (Petty, 1993), yaitu:
mengikuti petunjuk, mematuhi aturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati-
hati, jujur, tepat waktu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan terdapat tiga aspek etos kerja yaitu
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Ketiga aspek tersebut seharusnya
telah melekat pada diri seorang pekerja, agar dapat menciptakan etika kerja yang baik.
DRSEK-2020 83
A. Menumbuhkan Etika Kerja yang Berkarakter
Banyak cara menumbuhkan etika kerja. Namun yang paling mendasar adalah
menumbuhkan etika kerja harus dalam diri sendiri. Berikut beberapa cara yang dapat
menumbuhkan etika kerja yang berkarakter:
1. Menumbuhkan Sikap Optimis
Dalam menjalankan suatu pekerjaan, kita harus optimis dan yakin dengan
perencanaan yang kita buat. Sikap optimis ini dapat memberikan semangat dari
dalam diri. Jika sudah mempunyai rasa optimis yang kuat, maka pertahankan dengan
cara terus memotivasi diri sendiri. Jangan sampai patah semangat hanya karena
kehilagan motivasi dan keoptimisan.
2. Jadilah Diri Sendiri
Ketika melakukan suatu pekerjaan, setiap orang pasti mempunyai cara yang
berbeda-beda. Belum tentu cara yang dipakai orang lain sesuai dengan karakter kita.
Jadi, jadilah diri sendiri, agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan karakter
pribadi masing-masing.
3. Jangan Menunda Pekerjaan
Menjadi pekerja yang lebih baik, tidak perlu menunggu besok, mulailah
sekarang. Tanamkan pada diri anda untuk menggunakan waktu sebaik mungkin.
Setiap detik usaha yang anda memiliki nilai yang besar terhadap masal depan anda.
4. Disiplin
Disiplin dalam menjalankan suatu pekerjaan memang terlihat mudah, namun
sulit dalam prakteknya. Tetapi hanya diri anda sendir yang bisa mendisiplinkan diri
anda. Jika anda mudah mendisiplinkan dengan hal-hal kecil, makan akan mudah
untuk hal yang lebih besar nantinya.
5. Konsentrasi dan Fokus
Konsentrasi tinggi sangat diperlukan ketika melakukan suatu pekerjaan.
Konsentrasi dan focus dapat membawa pekerjaan anda mendapat hasil yang lebih
baik karena anda hanya terfokus pada suatu tujuan, suatu target. Sehingga anda
mempunyai rencana yang efektik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sesuai dengan uraian diatas, Jansen H. Sinamo melalui bukunya 8 Etos Kerja
Profesional, mengemukakan delapan cara untuk menumbuhkan etos atau etika kerja.
Antara lain:
1. Kerja sebagai rahmat (bekerja tulus penuh rasa syukur)
Bekerja adalah sebuah rahmat dari Tuhan. Bersungguh-sungguh dalam
menjalankan suatu pekerjaan merupakan bentuk rasa bersyukur atas pekerjaan yang
Tuhan berikan.
2. Kerja adalah amanah (bekerja penuh tanggung jawab)
Pekerjaan adalah salah satu amanah yang dititipkan Tuhan kepada kita. Untuk
menjaga amanah tersebut, hendaknya melakukan pekerjaan dengan penuh
DRSEK-2020 84
tanggung jawab. Karena pada dasarnya setiap pekerja pasti mempunya tanggung
jawab yang harus dilaksanakan.
3. Kerja adalah panggilan (bekerja tuntas penuh integritas)
Apapun jenis pekerjaannya, harus dilakukan sepenuh hati karena itu
merupakan suatu panggilan yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
4. Kerja adalah aktualisasi (bekerja keras penuh semangat)
Dalam melakukan suatu pekerjaan, harus dilakukan dengan penuh semangat.
Dengan semangat yang besar, menyelesaikan suatu pekerjaan terasa lebih ringan
dan mudah.
5. Kerja adalah ibadah (bekerja serius penuh kecintaan)
Kerja merupakan ibadah. Dengan bekerja kita mendapat pahala. Hal ini yang
membuat kita bekerja dengan ikhlas, bukan sekedar mencari uang dan jabatan
semata.
6. Kerja adalah seni (bekerja cerdas penuh kreativitas)
Jika kita merasa suatu pekerjaan adalah seni dan bukan beban, maka kita
akan melakukannya dengan enjoy dan menikmati setiap prosesnya. Dalam bekerja
hendaknya memunculkan ide-ide kreatif dan unik agar dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan baik.
7. Kerja adalah kehormatan (bekerja penuh ketekunan dan keunggulan)
Kehormatan merupakan satu struktur yang kuat dalam kehidupan manusia.
Kehormatan sama halnya dengan harga diri. Jika kita meremehkan pekerjaan kita,
maka hilanglah sebuah kehormatan kita. Serendah apapun pekerjaan kita, tetaplah
merupakan suatu kehormatan bagi kita yang harus kita junjung.
8. Kerja adalah pelayanan (bekerja penuh kerendahan hati)
Dengan kita melakukan pekerjaan, secara tidak langsung kita juga membantu
orang lain. Hal tersebut merupakan profesi mulia.
DRSEK-2020 85
sukacita
Kita harus bekerja tekun, penuh
7 Kerja adalah Kehormatan
keunggulan
Kita harus bekerja sempurna,
8 Kerja adalah Pelayanan
penuh kerendahan hati
B. Lingkungan Kerja
1. Definisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, politik, dan fisik yang mempunyai
pengaruh kepada pekerjaan dan dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia
tidak bisa lepas dari keadaan lingkungan yang berada didekatnya, antara manusia
dan lingkungan mempunyai hubungan yang dekat sekali. Berikut adalah definisi
lingkungan kerja menurut beberapa ahli :
a. Bambang (1991:122)
Pengertian lingkungan kerja menurut Bambang adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Seorang pegawai yang bekerja
di lingkungan kerja yang mendukung dia untuk bekerja dengan maksimal akan
menghasilkan kinerja yang baik, sebaliknya jika seorang pegawai bekerja
dalam lingkungan kerja yang tidak mendukung dan memadai, maka untuk
bekerja dengan maksimal akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi
cepat malas, cepat lelah sehingga kinerja pegawai tersebut akan rendah.
b. Irianto (2001:40)
Lingkungan kerja adalah kehidupan kerja dengan kualitas yang lebih baik
ditandai dengan iklim ditempat kerja yang kondusif, aktivitas keseharian
terasa lebih comfortable dan menyenangkan, interaksi semua unsur sangat
harmonis, serta semua pihak memiliki perasaan yang sama untuk menyadari
bahwa hasil akhir yang diperoleh merupakan karya bersama.
c. Nitisemito (1992:25)
Pengertian lingkungan kerja menurut Nitisemito adalah sesuatu yang
ada disekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diberikan.
d. Isyandi (2004:134)
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja
yang dapat mempegaruhi dirinya dalam menjalankan tugas seperti
temperatur, kelembapan, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan
tempat kerja dan memadai tidaknya alat-alat perlengkapan kerja.
e. Simanjuntak (2003:39)
Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas
yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seorang bekerja, metode
kerjanya, sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan maupun
sebagai kelompok.
DRSEK-2020 86
f. Mardiana (2005:78)
Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan
pekerjaannya sehari-hari.
DRSEK-2020 87
3. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan ada dua jenis lingkugan kerja yakni
lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Penjelasan jenis lingkungan
kerja fisik dan non fisik sebagai berikut :
a. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik yaitu seluruh kondisi berupa bentuk fisik yang
berada didekat tempat kerja yang dapat menjadi pengaruh pegawai baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat
dibedakan menjadi dua kategori yakni lingkungan kerja langsung dan
lingkungan kerja perantara/umum.
a) Lingkungan Kerja Langsung
Berhubungan dengan karyawan, misalnya pusat kerja, meja, kursi dan
lain sebagainya.
b) Lingkungan Kerja Perantara/Umum
Disebut juga dengan lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia, antara lain : temperatur, kelembapan, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan
lain sebagainya.
Untuk dapat meminimalkan pengaruh lingkungan fisik pada karyawan,
maka langkah pertama yang harus dijalankan adalah mempelajari manusia
baik dari fisik dan perilaku kemudian dijadikan sebagai dasar memikirkan
lingkungan fisik yang sesuai.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik merupakan seluruh kondisi yang ada yang
berhubungan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan ataupun
hubungan dengan sesama rekan kerja, maupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan seharusnya dapat memberi contoh kondisi yang
mendukung kerja sama antar tingkat atasan, bawahan ataupun yang
mempunyai status yang sama. Kondisi yang harusnya tercipta adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik dan terkendalinya diri. Sehingga
lingkungan kerja non fisik adalah kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan.
DRSEK-2020 88
5. Terdapat saranan angkutan khusus ataupun secara umum untuk
karyawan menjadi nyaman dan mudah.
b. Menurut Sedarmayanti (2011:21), menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan kerja fisik
dan faktor lingkungan kerja non fisik, sebagai berikut :
1) Faktor Lingkungan Kerja Fisik
a) Pewarnaan
b) Penerangan
c) Udara
d) Suara bising
e) Ruang gerak
f) Keamanan
g) Kebersihan
2) Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik
a) Struktur kerja
b) Tanggung jawab kerja
c) Perhatian dan dukungan pemimpin
d) Kerja sama antar kelompok
e) Kelancaran komunikasi
c. Menurut Suwatno dan Priansa (2011:163), secara umum lingkungan kerja
terdiri dari lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja psikis.
1) Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada disekitar
pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan yang meliputi:
a) Rencana Ruang Kerja
Meliputi kesesuaian pengaturan dan tata letak peralatan kerja, hal ini
berpengaruh besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja
karyawan.
b) Rancangan Pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode kerja,
peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi kesehatan hasil kerja karyawan.
c) Kondisi Lingkungan Kerja
Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan
kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu
ruangan dan penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi
seseorang dalam menjalankan tugasnya.
d) Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy
Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang
dapat memberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud privasi
DRSEK-2020 89
disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadap hal-hal yang
menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi
berhubungan dengan pendengaran.
DRSEK-2020 90
sistem kerja yang efisien dan akan menyebabkan perusahaan tersebut
mengalami penurunan produktifitas kerja.
DRSEK-2020 91
6. Manfaat Lingkungan Kerja
Di dalam lingkungan kerja yang ada di sekitar pekerja / pegawai, baik itu
lingkungan kerja fisik maupun non fisik pastinya terdapat sebuah manfaat yang
dapat dirasakan oleh para pegawai dan pekerja. Ishak dan Tanjung (2003)
menyatakan, manfaat lingkungan kerja adalah terciptanya gairah kerja, sehingga
produktifitas dan prestasi kerja menjadi tinggi. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat
diselesaikan dengan tepat, yang berarti pekerjaan diselesaikan dengan standar yang
benar dan dalam skala waktu yang sudah ditetapkan. Prestasi kerjanya akan
dipantau oleh individu yang berkaitan, dan tidak akan mengakibatkan begitu banyak
pengawawasan dan juga semangat juang yang tinggi.
DRSEK-2020 92
BAB VII
MOTIVASI KERJA
Menurut G.R. Terry, dalam Hasibuan (2003) motivasi adalah keinginan yang terdapat
pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.
Motivasi menurut Robbins S.P.(2006) merupakan proses yang ikut menentukan
intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.
Sedangkan menurut Gibson dkk (2002) motivasi didefinisikan sebagai semua kondisi
yang memberi dorongan dari dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan,
kemauan, dorongan, dan sebagainya. Motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang
yang mengaktifkan atau menggerakkan.
Dari beberapa pengertian di atas, maka motivasi dapat dilihat dari dua segi yang
berbeda, namun merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
1. Pertama, dilihat dari segi dinamika individu, motivasi dilihat sebagai suatu usaha
positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta potensi
sumberdaya manusia dari suatu organisasi, agar secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Kedua, dilihat dari segi statis, motivasi dilihat sebagai kebutuhan sekaligus juga
sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan
potensi dan daya kerja manusia kearah yang diinginkan.
Jadi motivasi, mencakup kerja keras agar setiap kegiatan dapat terselesaikan secara
efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut agar dalam setiap kondisi
tetap memiliki motivasi yang kuat dalam bekerja, serta tercapainya setiap sasaran dan
tujuan yang sudah ditetapkan.
DRSEK-2020 93
b. Kebutuhan keamanan
Antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian
fisik dan emosional.
c. Kebutuhan sosialisasi
Antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima baik persahabatan.
d. Kebutuhan penghargaan
Antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi,
dan prestasi: serta faktor penghormatan diri luar seperti misalnya status,
pengakuan dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai ambisinya yang
mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan
diri.
DRSEK-2020 94
Gambar 7.2 Kebutuhan Fisiologis
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)
DRSEK-2020 95
Gambar 7.4 Kebutuhan Sosial
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)
DRSEK-2020 96
Gambar 7.6 Kebutuhan Aktualisasi Diri
Sumber : Motivasi Kerja, Eko Hartanto (2011)
DRSEK-2020 97
b. Need for power (kebutuhan akan kekuasaan)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang
lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak
akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan memengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori
Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan
sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
Need for power adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki
motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat
untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk
peningkatan status dan prestise pribadi.
DRSEK-2020 98
3. Teori dua faktor Herzberg
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang memotivasi seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik).
a. Hygiene Factor
Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan kerja bagi
individu. Faktor-faktor hygiene yang dimaksud adalah kondisi kerja, dasar
pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan antar personal, dan
kualitas pengawasan.
b. Satisfier Factor
Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja dan
definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya.
Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan
kesempatan untuk berkembang.
Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah
keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang,
kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene
yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah
dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan
dengan para bawahan, status dan keamanan.
DRSEK-2020 99
d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain yang
terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
5. Teori ERG
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa ada 3
kelompok kebutuhan inti yaitu:
a. Existence (eksistensi)
Kelompok eksistensi memperhatikan tentang pemberian persyaratan
keberadaan materiil dasar kita, mencakup yang butir-butir oleh Maslow
dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan keamanan.
b. Relatedness (keterhubungan)
Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang
penting. Hasrat sosial dan status menuntut terpenuhinya interaksi dengan
orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan dengan kebutuhan sosial Maslow.
c. Growth (pertumbuhan)
Hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, yang mencakup komponen
intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik
yang tercakup pada aktualisasi diri.
Berbeda dengan teori hirarki kebutuhan, Teori ERG memperlihatkan bahwa
lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama, dan jika
kepuasan pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk
memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat.
6. Teori Pengharapan
Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas
mengenai motivasi adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori
ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara
tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti
oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu
tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan karyawan
DRSEK-2020 100
dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan
menghasilkan penilaian kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, teori tersebut
berfokus pada 3 hubungan yaitu:
a. Hubungan upaya – kinerja
Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah
upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
b. Hubungan kinerja – imbalan
Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat
tertentu akan mendorong tercapainya output yang diinginkan.
c. Hubungan imbalan – sasaran pribadi
Sampai sejauh mana imbalan-imbalan organisasi memenuhi sasaran atau
kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi
individu tersebut.
DRSEK-2020 101
Goleman merangkum lima bidang EQ sebagai :
a. Mengenal emosi anda
b. Mengelola emosi anda
c. Memotivasi diri anda
d. Memahami dan mengenali emosi orang lain
e. Mengelola hubungan,contohnya mengelola emosi orang lain.
Kini diakui secara luas bahwa jika seseorang dianggap cerdas secara
intelektual tidak berarti bahwa ia juga cerdas secara emosi, dan itu juga tidak
berarti bahwa mereka mampu mengelola emosi mereka maupun memotivasi diri
sendiri.
Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, yang cenderung merupakan pengukuran
kecerdasan tradisional, terlalu sempit dan bahwa ada area kecerdasan emosi yang
lebih luas, seperti elemen perilaku dan karakter, yang ikut menentukan kesuksesan
kita. Karene itulah kecerdasan emosi, selain tes bakat, kini merupakan satu bagian
penting dalam mencapai kinerja karyawan.
2. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah fungsi interaksi antara kemampuan atau Ability (A), motivasi
atau Motivation (M) dan kesempatan atau oppotunity. Penulis menguti beberapa
pendapat dari para ahli. Menurut Henry Simamora (2006 : 338) pengertian kinerja
adalah.
“Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu”.
Sedangkan pengertian kinerja menurut Veithzal Rivai(2008 : 16) .
“Penilaian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu perusahaan atau organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing - masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan
secara legal, tidak melanggar hukum dan bertentangan dengan etika”.
DRSEK-2020 102
Peningkatan Kinerja Pegawai melalui Kecerdasan Emosional akan dicapai
dengan sbb :
a. Dengan Kecerdasan Emosional atau Kekuatan Emosional maka setiap pegawai
akan beranggapan bahwa dirinya adalah pemimpin dan pemimpin akan diminta
pertanggungjawaban, sehingga diri mereka akan kuat dan disiplin dalam
menjalankan tugasnya.
b. Akan adanya kekuatan dalam diri pegawai bahwa kekuatan emosional
dicerminkan pada kerja mawas, penuh dengan kendali diri dan emosi.
c. Pegawai akan merasakan kemampuan, memahami, dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh yang manuasiawi.(Robert K. Cooper,1999)
d. Emosi berlaku sebagai energi, autentisitas dan semangat manusia yang paling
kuat dan dapat memberikan pegawai kebijakan intuitif.
e. Emosi membuat pegawai kreatif, jujur dengan diri, menjalin hubungan untuk
saling mempercayai, panduan nurani bagi hidup/karier, menuntun pegawai
pada kemungkinan yang tidak terduga, dan banyak menyelamatkan pegawai.
f. Kecerdasan emosional memiliki ciri-ciri: kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan
menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
kemampuan bergaul dangan orang lain, berempati dan berdoa.
g. Kecerdasan emosional dicerminkan pada seorang pegawai yang dapat
mengelola dorongan nafsunya dan mampu berpikir kedepan.
h. Dengan kecerdasan emosi, maka pegawai akan mencapai tujuan hidupnya
maupun tujuan dari pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan ulet dan
ketekunan.
DRSEK-2020 103
5. Dampak dari Pengabaian Kecerdasan Emosional
a. Kapasitas intelijensi dapat menipis.
b. Tidak bisa menjalankan disiplin diri.
c. Pikiran sering tertekan, tidak fokus, galau, serta kehilangan kemampuan
berpikir abstrak, seksama, analitis, dan kreatif.
d. Jiwa tertekan dan lemah, hingga terkadang merasa tak berdaya, tak punya
harapan, dan bahkan putus asa hingga ingin bunuh diri.
DRSEK-2020 104
BAB VIII
PRODUKTIVITAS KERJA
Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien, sehingga
proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lebur
dengan segala impllikasinya, terutama implikasi biaya. Dan kiranya jelas bahwa yang
merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan produktivitas dijadikan salah satu
sasaran jangka panjang perusahaan dalam langka pelaksanaan strateginya.
Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung potensi
untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang
terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek. Filosofi
produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia
(individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan
penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai
perbandingan antara keluaran (output) dengan pemasukan (input), sedangkan menurut
Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah mengemukakan bahwa produktivitas adalah
“Menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam
proses produksi, dalam hal ini adalah efisiensi dan efektivitas”. Sedangkan menurut Malayu
SP Hasibuan, produktivitas adalah “Perbandingan antara output (hasil) dan input (masukan).
Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu,
bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dan
tenaga kerjanya.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas sebenarnya produktivitas memiliki dua
dimensi:
a. Pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu
pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu.
b. Kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan
realisasi penggunanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan
dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar
penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Sedangkan efektivitas merupakan
ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang dicapai. Apabila kedua tersebut
dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan
selalu menjamin meningkatnya efisiensi.
Produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin dan hari esok harus
lebih baik dari hari ini. Jika produktivitas kerja karyawan tinggi, maka karyawan mampu
menunnjukkan jumlah hasil yang sama dengan jumlah masukan yang lebih besar
menghasilkan jumlah yang lebih besar dibanding dengan jumlah masukan. Sebaliknya jika
produktivitas karyawan rendah maka karyawan tidak mampu menghasilkan.
DRSEK-2020 105
A. Sumber-sumber/Faktor-faktor Indikator
1. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Untuk mencapai produktivitas yang tinggi suatu perusahaan dalam proses
produksi, selain bahan baku dan tenaga kerja yang harus ada juga didukung oleh
faktor- faktor sebagai berikut :
a. Knowledge : Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari
pencapaian produktivitas. Konsep pengetahuan lebih berorientasi pada
intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilm serta luas sempitnya wawasan yang
dimiliki seseorang. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi,
diharapkan pegawai mamp bekerja dengan baik dan produktif.
b. Skill : Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan. Contoh : keterampilan
komputer, perbengkelan, dll. Abilities / kemampuan terbentuk dari sejumlah
kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini lebih luas karena
dapat mencakp beberapa kompetensi. Sehingga jika seseorang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi
pula.
c. Attitude : berhubungan dengan kebiasaan dan perilaku. Sehingga jika karyawan
punya kebiasaan yang baik, maka perilaku kerjanya juga baik. Contoh : tepat
waktu, disiplin, mentaati aturan yang berlaku, simple, punya tanggung jawab.
d. Tingkat penghasilan
e. Jaminan sosial
f. Tingkat sosial dan iklim kerja
g. Motivasi
h. Gizi dan kesehatan
i. Hubungan individu
j. Teknologi
k. Produksi
DRSEK-2020 106
Balai pengembangan produktivitas daerah, mengatakan ada enam faktor
utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu :
a. Sikap kerja
b. Tingkat keterampilan
c. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan
d. Manajemen produktivitas
e. Efisiensi tenaga kerja
f. Kewiraswastaan
DRSEK-2020 107
6. Metode penilaian kinerja kerja
Metode- metode penilaian berorientasi masa lalu :
a. Rating scale : penilaian prestasi kerja dengan menggunakan skala tertentu dari
rendah sampai tinggi. Contoh : kualitas hasil kerja : nilai sangat baik, baik,
sedang, jelek, sangat jelek.
b. Checklist : penilaian tinggal memilih kalimat- kalimat dan karakteristik-
karakteristik karyawan. Contoh : karyawan merawat peralatan dengan baik.
c. Metode peristiwa kritis : metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-
catatan penilaian yang menggambarkan perilaku karyawan yang baik atau
sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan.
d. Metode peninjauan lapangan.
DRSEK-2020 108
pemasukan (input), sedangkan menurut Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah
mengemukakan bahwa produktivitas adalah “ Menyangkut masalah hasil akhir,
yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi, dalam hal
ini adalah efisiensi dan efektivitas”. Sedangkan menurut Malayu SP Hasibuan,
produktivitas adalah “Perbandingan antara output (hasil) dan input (masukan). Jika
produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi
(waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan
keterampilan dan tenaga kerjanya.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas sebenarnya produktivitas memiliki
dua dimensi,
a. Pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang
maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas,
dan waktu.
b. Kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input
dengan realisasi penggunanya atau bagaimana pekerjaan tersebut
dilaksanakan.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan
dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan
semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Sedangkan
efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang
dicapai. Apabila kedua tersebut dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka
terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan selalu menjamin meningkatnya
efisiensi.
Produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika produktivitas kerja karyawan tinggi,
maka karyawan mampu menunnjukkan jumlah hasil yang sama dengan jumlah
masukan yang lebih besar menghasilkan jumlah yang lebih besar dibanding dengan
jumlah masukan. Sebaliknya jika produktivitas karyawan rendah maka karyawan
tidak mampu menghasilkan.
2. Produktivitas kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM
yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai
tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
a. meningkatkan jiwa gotong royong
b. meningkatkan kebersamaan
c. saling terbuka satu sama lain
d. meningkatkan jiwa kekeluargaan
e. meningkatkan rasa kekeluargaan
DRSEK-2020 109
f. membangun komunikasi yang lebih baik
g. meningkatkan produktivitas kerja
h. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat dari
peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada
norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua
tingkatan,peningkatan partisipasi dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk
pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan.
Etos kerja yang berkualitas harus dihasilkan dari DNA organisasi, yang secara
fundamental wajib dipengaruhi oleh karakter kerja organisasi melalui visi, misi,
etika, budaya, serta cara berpikir dan bertindak yang berkualitas dari pendiri,
pimpinan, dan karyawan. Karakter organisasi harus selalu diperkaya dengan nilai-
nilai baru, agar etos kerja selalu bisa menjadi lebih dinamis dan kreatif dalam
menjawab tantangan baru.
Etos kerja harus menjadi disiplin yang mengarahkan setiap sumber daya
manusia organisasi untuk mengembangkan cara-cara kerja yang efektif, kreatif,
sinergik, produktif, dan beretika, dalam semangat dan tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan berkualitas kepada para stakeholder. Oleh karena itu, sejak
awal pimpinan organisasi harus membangun perasaan tanggung jawab dalam
wujud integritas yang tinggi di dalam organisasi, dan memotivasi setiap pimpinan
dan karyawan untuk patuh pada panduan etika bisnis, code of conduct, sop,
peraturan, kebijakan, sistem, dan semangat organisasi dalam meraih sukses.
DRSEK-2020 110
b. Teamwork
Kerjasama yang dilandasi semangat saling menghargai dan
menghormati untuk mencapai hasil yang terbaik.
Panduan Perilaku:
Bersedia mendengar dan menghargai pendapat orang lain
Tidak memaksakan kehendak atau pendapat pribadi
Aktif memberi saran, pendapat untuk keberhasilan tim
Berpikir positif
Bersedia bekerja dengan penuh keikhlasan, tanggung jawab dan
dedikasi
c. Professional
Menjalankan tugas sesuai dengan keahlian, keterampilan dan
pengetahuan di bidangnya untuk mencapai kinerja terbaik dengan tetap
menjunjung tinggi kode etik bankir.
Panduan Perilaku:
Bekerja efektif dan efisien
Inovatif dan kreatif
Selalu belajar untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan
dan keahliannya
Positif thinking
Berwawasan luas dan pandangan jauh ke depan
Bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent)
d. Pelayanan
Memberikan layanan terbaik kepada seluruh nasabah dengan sikap
ramah, sopan, tulus dan rendah hati sehingga dapat memberikan kepuasan.
Panduan Perilaku:
Senyum Salam Sapa
Mendengarkan dengan sepenuh hati untuk memahami kebutuhan
nasabah
Memberikan layanan dengan sigap, cepat dan akurat
Siap menerima kritik dan saran untuk perbaikan layanan
e. Disiplin
Melaksanakan tugas secara tepat waktu, tepat guna, dan tepat manfaat.
Panduan Perilaku:
Tepat waktu
Bertindak sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku
dengan penuh tanggung jawab
Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan
DRSEK-2020 111
Menggunakan sarana dan prasarana kantor sebagaimana mestinya
f. Kerja Keras
Melaksanakan tugas dengan segala upaya untuk mencapai hasil yang
terbaik.
Panduan Perilaku:
Pantang menyerah untuk mencari solusi yang lebih baik
Menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik
Selalu bersemangat untuk memberikan hasil yang lebih baik
Tidak cepat puas atas hasil yang dicapai
Rela mengorbankan kepentingan pribadi demi tercapainya
kepentingan perusahaan
g. Integritas
Membangun kepercayaan dengan kejujuran, tanggung jawab, moral,
serta satu kata dengan perbuatan
Panduan Perilaku:
Berani menyatakan fakta apa adanya secara transparan dan jujur
dengan tetap menjaga rahasia bank dan perusahaan
Menjunjung tinggi kebenaran sesuai dengan kode etik bankir
Melaksanakan tugas dengan ikhlas
Bersikap terbuka dalam mengungkap gagasan dan pendapat
Mencintai pekerjaan dan menjaga citra bank
DRSEK-2020 112
BAB IX
BUDAYA ORGANISASI
Berbicara budaya organisasi, budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
dalam berperilaku dalam organisasi. Dimana akan diturunkan kepada anggota baru sebagai
cara bagaimana melihat, berpikir, dan merasa dalam organisasi.
Pengertian budaya organisasi menurut para ahli :
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi
dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola
tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu
harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar
dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang
kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi
mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan
disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
Menurut pandangan Davis (1984):“Pengertian budaya organisasi merupakan pola
keyakinan dan nilai-nilai organisasionalyang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh
organisasional sehingga polatersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar
berperilaku dalam organisasional”.
Susanto (2006) memberikan definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi kedalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi
harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau
berperilaku.
DRSEK-2020 113
Tipe-tipe Budaya Organisasi
Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan memiliki budaya yang unik
dalam mengorganisasikan atau mengatur induvidu-individu dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa tidak ada satupun organisasi adalah sama.
Namun pada dasarnya, keunikan-keunikan organisasi merupakan kombinasi dari empat jenis
atau tipe budaya organisasi utama. Hal ini dikemukakan oleh dua orang profesor bisnis di
Universitas Michigan Amerika Serikat yaitu Robert E. Quinn and Kim S. Cameron.
Robert E. Quinn and Kim S. Cameron mengembangkan suatu Instrumen Penilaian
Budaya Organisasi yang disebut dengan Organizational Culture Assessment Instrument atau
disingkat dengan OCAI dengan metode survei yang telah divalidasi untuk menilai budaya
organisasi yang telah ada pada organisasi yang bersangkutan dan bentuk budaya organisasi.
Budaya organisasi memiliki kaitan erat dalam pembentukan sumber daya manusia di
sebuah perusahaan. Pembentukan budaya organisasi dalam sebuah perusahaan dikatakan
berhasil jika memperoleh dukungan dari segenap jajaran manajemen sekaligus karyawan
yang tergabung dalam perusahaan tersebut. Budaya organisasi merupakan proses jangka
panjang, yang membutuhkan ketelatenan dari para pelaku di dalamnya. Budaya organisasi
yang sehat secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Organisasi memiliki identitas yang jelas
Identitas organisasi atau perusahaan, artinya memiliki lokasi yang jelas, perijinan, dan
nama perusahaan.
b. Status karyawan di dalam perusahaan jelas
Status karyawan ini ditunjukkan dengan adanya bukti konkret, seperti tanda pengenal,
kartu anggota, baju seragam karyawan, dan sebagainya.
c. Memiliki visi dan misi yang jelas
Pada dasarnya, visi dan misi bukanlah budaya perusahaan. Namun, secara tidak
langsung budaya sebuah perusahaan mempengaruhi pembentukan visi dan misi. Visi
dan misi adalah tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Secara
tidak langsung, perusahaan memiliki arah kerja yang jelas dengan adanya visi dan misi
d. Manajemen bersikap terbuka
Manajemen mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas
karyawan. Tujuannya adalah agar seluruh karyawan memiliki pemahaman perusahaan
dalam kondisi seperti apa, bagaimana nasib karyawan nanti, dan kontribusi apa yang
mereka berikan. Jika tujuan tersebut dapat tercapai, otomatis akan terjadi perubahan
perilaku yang secara konsisten menetap pada setiap karyawan.
e. Memiliki aktivitas organisasi yang terarah
Aktivitas organisasi adalah kinerja yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Selain
pengaruh dari visi dan misi, tentu perilaku organisasi yang terbentuk juga harus jelas.
Artinya, segala keputusan yang diambil pasti akan melalui beberapa tahapan. Tidak
seketika itu juga sebuah perubahan keputusan langsung disampaikan kepada anggota
organisasi atau karyawan. Organisasi yang sehat akan selalu membiasakan karyawan
DRSEK-2020 114
menjalankan tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), dan evaluasi
(evaluation).
f. Memperhatikan kebutuhan karyawan
Karyawan adalah aset yang harus dijaga. Organisasi yang sehat tidak hanya akan
menuntut karyawan atau anggota yang tergabung di dalamnya, melainkan juga
berusaha mencari cara mempertahankan karyawan. Caranya adalah memfasilitasi
training, workshop, menghargai inovasi yang telah dilakukan karyawan, dan
sebagainya.
Ada lima langkah untuk menciptakan budaya organisasi yang sehat, yaitu sebagai
berikut :
a. Konsistensi
Para pendiri perusahaan yang telah menentapkan poin-poin budaya perusahaan yang
telah diyakini, maka harus konsisten dalam memberikan contoh dan berperilaku.
Selain dengan memberikan contoh bisa memasukkan dalam aturan perusahaan dan
kebijakan perusahaan lainnya.
b. Sosialisasi
Melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota organisasi atau karyawan. Mulai dari
karyawan tersebut bergabung harus dilakukan training atau pengenalan budaya
organisasi. Hal ini dilakukan agar setiap orang yang tergabung dapat beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan baik.
c. Seleksi
Melakukan proses seleksi kepada orang-orang yang akan bergabung dengan
organisasi. Mencari bibit unggul yang memiliki karakter yang sesuai dengan budaya
yang diyakini. Dengan demikian, budaya organisasi yang sehat akan memberikan
dampak positif yaitu meningkatkan komitmen karyawan.
d. Dukungan manajemen
Dukungan manajemen dapat dipastikan harus selalu ada dalam pembentukan budaya.
Namun sebelum budaya organisasi terbentuk, manajemen yang ada di dalam
perusahaan harus satu suara. Hal ini agar kedepannya tidak ada permasalahan terkait
dengan budaya organisasi yang diyakini.
e. Evaluasi
Melakukan evaluasi secara rutin terkait dengan budaya organisasi yang sudah berjalan
serta perbaikan guna menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi ekonomi setempat
dan kebutuhan dari perusahaan itu sendiri.
DRSEK-2020 115
Korporasi dengan budaya organisasi yang sehat mampu menghasilkan empat hal,
yaitu:
a. Revenue: 4x lebih tinggi
b. Tenaga kerja: 7x lenbih berkualitas
c. Nilai saham: 12x lebih tinggi
d. Keuntungan bersih: lebih dari 700%
Kerangka kerja pada Instrumen Penilaian Budaya Organisasi ini menjelaskan
bagaimana empat budaya organsasi saling bersaing antara yang satu sama yang lainnya.
Kerangka kerja atau Framework tersebut terdiri dari 4 parameter yaitu Fleksibilitas, Kontrol
(Pengendalian), Fokus Internal dan Fokus Eksternal. Berdasarkan keempat parameter
tersebut, Robert E. Quinn and Kim S. Cameron kemudian membagikan budaya organisasi
menjadi 4 kuadran yang diantaranya adalah Clan Culture (Kebudayaan Klan), Hierarchy
culture (Kebudayaan Hirarki), Market culture (Kebudayaan Pasar) dan Adhocracy culture
(Kebudayaan Adhokrasi). Quinn dan Cameron juga menemukan bahwa budaya organisasi
yang fleksibel lebih berhasil jika dibandingkan dengan budaya organisasi yang kaku karena
organisasi yang terbaik adalah organisasi yang mampu mengelola persaingan antar budaya
sambil mengaktifkan nilai-nilai pada empat tipe budaya organisasi lainnya jika diperlukan.
DRSEK-2020 116
A. Pengaruh Internal dan Eksternal Organisasi
Sebagai kepribadian suatu organisasi maka budaya organisasi memiliki sistem,
pola-pola nilai, simbol-simbol dari praktek yang berkembang sepanjang usia organisasi
yang bersangkutan. Budaya organisasi dibentuk oleh nilai-nilai individu dan nilai-nilai
hakekat yang berkaitan satu sama lain dan berdampak positif pada timbulnya praktik-
praktik budaya organisasi yang juga dipengaruhi oleh sikap , perilaku individu dan sikap
perilaku kolektif.
Berkembangnya budaya organisasi karena adanya pengaruh sikap kerja, perilaku
kerja dan hasil kerja individu/karyawan dan pengaruh akumulatif membentuk suatu
budaya kerja. Apabila budaya kerja ini dikembangkan dalam proses manajemen akan
menumbuhkan sikap yang berorientasi pada tanggung jawab kelompok, kesediaan
partisipasi , kesadaran kelompok, saling menghargai dan komitmen kerja. Akan tetapi
dalam praktiknya, masih ada hambatan-hambatan dalam pengembangan budaya
organisasi dan budaya kerja karena sikap dan perilaku negatif. Walaupun demikian,
dengan komitmen kepemimpinan yang tinggi dan esensi kepemimpinan yang sadar akan
perlunya pengembangan kelompok, maka hal tersebut bisa diatasi dengan kemampuan
menemukan kesesuaia, keselarasan antara kebutuhan pribadi anggota organisasi
dengan kepentingan organisasi
Hambatan-hambatan yang sering muncul dalam praktik manajemen bukan pada
sistemnya tapi dipengaruhi oleh faktor manusia akan berpengaruh pada budaya kerja
yang menyangkut sumber daya manusianya. Dalam konteks kehidupan setiap individu
mempunyai sesuatu yang dikenal dengan istilah kepribadian. Kepribadian seseorang itu
terdiri dari totalitas yang merupakan rangkaian ciri-ciri yang relatif tetap dan mantap.
Seseorang sering dikenal dengan berbagai ciri khasnya misalkan ramah dan sopan yang
merupakan gambaran ciri-ciri kepribadian individu. Dalam hal ini sebuah organisasi pun
memiliki kepribadian yang kita kenal dengan istilah budaya.
Budaya yang kuat adalah budaya yang nilai utamanya dipegang teguh dan dianut
secara luas dan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap karyawan. Dalam
beberapa organisasi, terutama organisasi yang memiliki budaya kuat dan beberapa
dimensi budaya tersebut seringkali menonjol dibanding dengan yang lainnya dan
mampu membentuk organisasi yang memiliki citra tersendiri. Hal ini berpengaruh pula
pada kalangan anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Dalam suatu organisasi berbagai cara yang dilakukan dalam praktik. Para
karyawan mempelajari budaya organisasi dengan memahami visi dan misi organisasi
tersebut, sejarah perusahaan, slogan-slogan perusahaan, yang semuanya memberikan
gambaran tentang budaya organisasi yang bersangkutan. Kebudayaan dalam aktivitas
manajemen merupakan penyangga yang mampu mempengaruhi karyawan, khususnya
para manajer. Kebudayaan-kebudayaan yang kuat inilah yang membatasi pilihan-pilihan
yang pengambilan keputusan manajemen dengan memberikan informasi alternatif
mana yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima.
DRSEK-2020 117
Setiap organisasi memiliki budaya-budaya yang menentukan bagaimana
anggotanya harus berperilaku. Jadi di setiap organisasi terdapat sistem, pola-pola nilai,
tatanan dan praktik-praktik sikap dan perilakuyang berkembang dari waktu ke waktu
sepanjang organisasi tersebut tumbuh dan berkembang. Budaya organisasi dibentuk
dari nilai-nilai individu dan nilai kolektif yang berkaitan satu sama lain dan berpengaruh
positif timbulnya praktik-praktik budaya organisasi yang dipengaruhi oleh sikap, perilaku
individu dan sikap, perilaku kolektif. Hal ini timbul karena adanya unsur berbasi
kepercayaan yang mampu mengontrol perilaku individu-individu atau anggota-anggota
organisasi.
DRSEK-2020 118
yang berkebudayaan Pasar ini adalah meraih keuntungan terbesar,
mendapatkan pangsa pasar terbesar dan mengalahkan pesaingnya. Sukses
dalam konteks organisasi yang berkarakteristik Kebudayaan pasar ini adalah
mendapatkan pangsa pasar terbesar dan menjadi pemimpin pasar (Market
Leader).
d. Kebudayaan Hirarki (Hierarchy culture)
Budaya Organisasi jenis Kebudayaan Hirarki ini dilandasi oleh struktur
dan kendali. Lingkungan kerja bersifat formal dan pengendalian yang ketat.
Kepemimpinan didasarkan pada koordinasi dan pemantauan yang terorganisir
dengan budaya yang menekankan efisiensi dan prediktabilitas. Nilai dari
kebudayaan hirarki ini adalah konsistensi dan keseragaman. Sukses dalam
konteks organisasi yang mengadopsi kebudayaan hirarki ini adalah
perencanaan (planning) yang andal, kualitas produk dan layanan yang
tinggi, pengiriman yang tepat waktu dan biaya operasional yang rendah.
Manajemen harus memastikan kepastian pekerjaan dan prediktabilitas.
DRSEK-2020 119
f. Aggresiveness (Agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif dan
kompetitif daripada easygoing.
g. Stability (Stabilitas), yang mana aktivitas organisasional tersebut menekankan
pada menjaga status quo sebagai lawan dari pada perkembangan.
DRSEK-2020 120
c. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi
tindakan dalam budaya ini juga bervariasi. Dimana setiap organisasi memiliki
budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut
memiliki penafsiran budaya dengan berbeda. Biasanya, perbedaan budaya
dalam organisasi justru menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.
DRSEK-2020 121
c.
Tahap metamorfosis, yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
4. Ritual khusus yang dilakukan perusahaan
Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan,
tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian
hidup perusahaan. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah
selamatan mulai musim giling di pabrik gula.
5. Simbol
Simbol-simbol material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan lain-lain,
atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang
harus diperhatikan. Karena dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat
diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi
milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.
DRSEK-2020 122
d. Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella (2006)
Nilai-nilai adalah kecenderungan secara luas untuk merujuk pada situasi
tertentu daripada yang lainnya. Nilai-nilai adalah perasaan-perasaan dan nilai-
nilai tersebut mempunyai sisi plus dan minus. Nilai-nilai ini berhubungan
dengan:
Jahat vs baik; kotor vs bersih; jelek vs cantik, tidak alami vs alami;
abnormal vs normal; paradoksal vs logis; irasional vs rasional.
e. Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella (2006)
Nilai-nilai merupakan hal pertama yang dipelajari anak-anak secara tidak
sadar, tetapi secara implisit. Ahli psikologi perkembangan percaya bahwa
menjelang usia 10 tahun, kebanyakan anak-anak telah mempunyai sistem nilai
dasar mereka dengan kuat, dan setelah usia tersebut, perubahan sulit untuk
dilakukan. Karena nilai-nilai tersebut diperoleh demikian dini di dalam
kehidupan kita, banyak nilai-nilai tersebut tetap tidak disadari oleh mereka
yang memilikinya. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut tidak bisa dibahas, dan
juga tidak bisa diamati secara langsung oleh orang luar. Nilai-nilai tersebut
hanya bisa disimpulkan dari cara orang bertindak pada berbagai kondisi.
f. Gareth R.Jones (2004)
Nilai-nilai adalah kriteria, standar, atau prinsip-prinsip yang
membimbing yang digunakan orang-orang untuk menentukan perilaku,
kejadian situasi, dan hasil-hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
g. Debra L. Nelson, James Campbell Quick (2006)
Nilai-nilai mencerminkan keyakinan seseorang yang melandasi apa yang
seharusnya dan tidak seharusnya. Nilai-nilai seringkali diartikulasikan secara
sadar, baik di dalam percakapan dan di dalam pernyataan misi perusahaan
atau laporan tahunan.
Charles S. Schwab Corporation, sebuah perusahaan keuangan,
merupakan model bisnis yang digerakkan oleh nilai-nilai. Nilai-nilai organisasi
intinya adalah sebagai berikut:
Jujurlah, berempati, dan tanggap di dalam melayani para pelanggan
Hormati dan perkuat sesama pegawai dan berdayakan teamwork
Terus menerus berupaya untuk melakukan inovasi terhadap apa yang
anda lakukan dan bagaimana anda melakukannya
Selalu cari kepercayaan klien kita dan selalu dihargai klien kita.
h. Fred Luthans (2008)
Terdapat nilai-nilai penting yang dibela organisasi dan mengharapkan
anggota organisasi sama-sama memilikinya. Contoh-contoh yang khas adalah
kwalitas produk yang tinggi, rendahnya kemangkiran, dan tingginya efisiensi.
DRSEK-2020 123
i. Laurie J. Mullins (2005)
Pembelajaran budaya mencerminkan nilai-nilai asli seseorang. Solusi
mengenai bagaimana menangani tugas baru, atau permasalahan baru adalah
berdasarkan atas keyakinan mengenai realitas. Jika solusi tersebut bisa efektif
maka nilai tersebut bisa merubah suatu keyakinan. Nilai-nilai dan keyakinan
menjadi bagian dari proses konseptual bagaimana anggota-anggota kelompok
membenarkan tindakan-tindakan dan perilaku.
DRSEK-2020 124
b. Tipe Nilai-Nilai Organisasi Menurut Wiener
Untuk menyusun tipologi nilai-nilai organisasi Wiener menggunakan
perspektif anggota organisasi yakni sejauh mana espoused values dianggap
sentral dan sejauh mana nilai-nilai tersebut dishared para anggota organisasi.
Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan dua dimensi nilai.
Pertama focus dari nilai tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu
apakah nilai tersebut bersifat fungsional atau elitist, functional values
merupakan nilai organisasi yang menjadi pedoman bagi anggota organisasi
untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan focus utama untuk mencapai
tujuan organisasi. Disisi lain, elistist values adalah nilai organisasi yang
menekankan pada arti penting atau kebanggaan terhadap organisasi.
Dimensi kedua adalah asal muasal nilai-nilai organisasi yakni apakah
nilai tersebut berasal dari tradisi organisasi atau berasal dari pimpinan yang
kharismatik. Jika berasal dari tradisi organisasi maka sumber nilai-nilai
tersebut berasal dari generasi-generasi sebelumnya yang tidak terpengaruh
oleh perubahan kepemimpinan organisasi. Nilai ini biasanya bertahan cukup
lama. Sebaliknya, jika nilai-nilai tersebut bersumber pada pemimpin yang
kharismatik maka daya tahan nilai sangat bergantung pada sejauh mana
anggota organisasi menidentifikasikan dirinya dengan pimpinan tersebut.
Functional traditional values adalah nilai-nilai organisasi yang bersifat
fungsional dan berasal dari generasi sebelumnya. Tipikal ini diyakini bisa
memberi kontribusi terhadap efektivitas kinerja organisasi karena (1)
partisipasi yang cukup luas di kalangan anggota organisasi dan (2) nilai-nilai
sukar diadaptasi oleh organisasi lain karena proses terbentuknya bersifat
gradual. Elitist charismatic values merupakan system nilai yang dikhawatirkan
tidak memberi kontribusi keberhasilan organisasi jangka panjang. Nilai-nilai
yang berasal dari pimpinan yang kharismatik boleh jadi akan menghasilkan
fanatisme jangka pendek.
Functional charismatic values merupakan representasi dari tipe nilai
yang bersifat functional yang diyakini akan memberi kontribusi terhadap
efektivitas organisasi. Berasal dari pimpinan yang kharismatik maka secara
keseluruhan functional charismatic values merupakan nilai-nilai organisasi
yang bersifat transisional.
Terakhir elitist traditional values, tipe ini mensinyalkan adanya nilai-nilai
elitist yang stabil dan bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
DRSEK-2020 125
D. Asumsi-asumsi Dasar Budaya Organisasi
1. Definisi Asumsi
Pengertian asumsi sendiri adalah dugaan atau anggapan sementara yang
belum terbukti kebenaran nya dan memerlukan pembuktian secara langsung.
Memperkirakan keadaan tertentu yang belum terjadi termasuk ke dalam makna
asumsi.
Sebagai contoh : Herman berasumsi bahwa juara balapan kuda tahun ini
adalah Makbey Diva. Padahal asumsinya bisa saja salah karena banyak faktor yang
mempengaruhinya.
Pengertian asumsi yang lain adalah skenario untuk mensimulasikan realitas
yang berbeda atau situasi yang mungkin terjadi tanpa menghiraukan faktor-faktor
yang kompleks dan menyeluruh. Asumsi sendiri kerap kali dihubungkan dengan
aturan praktis. Asumsi merupakan ha yang tidak salah. Asumsi sendiri berisi
landasan berpikir manusia yang dianggap benar atau dugaan yang diterima sebagai
dasar. Semua orang menginginkan pengetahuan, itulah sebabnya mengapa banyak
orang berasumsi.
2. Penyampaian Asumsi
Sebagian asumsi bisa disampaikan secara terbuka, dan beberapa diantaranya
tidak. Namun, pada dasarnya asumsi dapat disampaikan walaupun secara tersirat
dalam ucapan.
Sebagai contoh mengenai asumsi dapat kita lihat di bidang keilmuan, yaitu
asumsi tentang objek empiris;
Asumsi pertama, objek-objek tertentu memiliki kesamaan, misalnya sifat,
struktur, bentuk dan lainnya. Dengan asumsi ini maka objek tertentu yang
memiliki kesamaan dapat dikelompokkan.
Asumsi kedua, anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan
dalam periode waktu tertentu. Namun, pada dasarnya tidak ada kelestarian
DRSEK-2020 126
yang obsolut karena pada dasarnya semua benda mengalami perubahan
seiring berjalannya waktu.
Asumsi ketiga, anggapan bahwa setiap peristiwa dan gejala bukanlah suatu
kebetulan, tapi karena adanya hukum sebab-akibat (Determinisme).
DRSEK-2020 127
asumsi dasar. Selain dipengaruhi oleh pendiri organisasi asumsi dasar juga
terbentuk dalam proses yang cukup panjang, mungkin ketika sebuah organisasi baru
terbentuk tidak ada penjelasan apa asumsi dasar perusahaan.
Akan tetapi, asumsi dasar terbentuk dari bagaiamana organisasi menyikapi
setiap masalah dan mencari jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi oleh
sebuah organisasi. Bermula dari coba-coba dalam menyikapi setiap masalah,
kemudian berhasil kemudian cara-cara tersebut digunakan kembali dalam
menyikapi masalah selanjutnya yang dihadap oleh perusahaan. Pencarian cara
tersebut tidak lepas dari pengaruh yang dibawa oleh pendiri perusahaan.
Untuk menjelaskan bagaimana keyakinan para pendiri organisasi pada akhirnya
menjadi asumsi dasar, Kluckhohn and Strodtbeck dalam bukunya Variation in value
orientation yang saya kutip kembali dari buku Budaya Organisasi karya Achmad
Sobirin mengatakan bahwa Orientasi nilai adalah sesuatu yang kompleks yang
secara definitif merupakan prinsip-prinsip yang terpola (berurutan) hasil dari peran
antara tiga elemen proses evaluatif yang berbeda-elemen kognitif, afektif dan
direktif, dimana ketiga elemen yang saling berinteraksi tersebut menjadikan cara
bertindak dan cara berpikir seseorang dalam mengatasi masalah-masalah umum
yang dihadapinya cenderung berurutan dan terarah.
Asumsi dasar adalah sesuatu yang elusive atau hidden dimana keberadaanya
sulit untuk dilihat dan diamati. Asumsi dasar biasanya sulit untuk diterjemahkan dan
dirasakan berbeda dengan nilai atau artefak. Biasanya asumsi dasar menjadi
sesuatu yang tanpa sadar melekat pada diri kita sendiri seperti sebuah DNA yang
ada pada diri kita tidak terlihat namun mempengaruhi setiap tindak tanduk
kehidupan kita. Berkaitan denan keyakinan mendasar tentng orang-orag atau
individu-individu, pandangan mengenai sifat dasar manusia dan sebagainya.
Maksudnya, asumsi menunjukan apa yang diyakini oleh individu dan mempengaruhi
persepsi, cara berfikir dan merasakan sesuatu.
DRSEK-2020 128
Asumsi dasar merupakan level budaya organisasi yang ada pada semua
anggota organisasi. Asumsi dasar ini yang mendasari perilaku anggota organsiasi
setiap hari. Ciri utama dari asumsi dasar ini adalah, ia diyakini secara tidak sadar
oleh sebagian besar anggota organisasi dan tidak dapat diperdebatkan. Ia diterima
begitu saja dan telah menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan, perilaku,
dan gaya kerja setiap anggota organisasi. Penyimpangan dari asumsi dasar ini akan
membuat anggota organisasi tersisih secara otomatis dari organisasi tersebut.
Untuk lebih mudah memahami ketiga lapisan budaya di atas, kita dapat
mencoba untuk melihat ilustrasi berikut. Saat anda berkunjung ke sebuah
departemen store, logo, seragam, dan banner-banner promo dari departemen store
tersebut adalah artefak-artefak organisasi tersebut. Penataan tenant, penyediaan
kursi untuk para suami penunggu dan lampu-lampu dekorasi termasuk bagian dari
artefak yang dapat langsung djadikan indikator penilaian budaya organisasi. Artefak
juga meliputi perilaku yang langsung Nampak dari para pramuniaga di dalamnya.
Senyuman, cara mereka menyapa, dan menewarkan bantuan tergolong lartefak-
artefak budaya organisasi.
Lapisan yang lebih dalam dari budaya adalah nilai-nilai. Nilai-nilai dapat
dirumuskan dari artefak-artefak yang Nampak dan memiliki benang merah berupa
nilai yang ingin ditampilkan melalui penampilan fisik tersebut. Misalkan, senyum
pramuniaga, sapaan pelayanaan, kamar pas yang nyaman dan kursi ruang tungun
menunjukkan nilai kenyamanan belanja yang ingin diberikan. Jargon dan moto yang
diyakini oleh para manager misalnya, “pelanggan adalah raja”, “pelanggan tidak
DRSEK-2020 129
pernah salah” dan seterusnya, merupakan contoh nilai-nilai yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. Nilai-nilai mengindikasikan apa yang dihargai dan dinilai tinggi
dalam organisasi tersebut. Tanggung jawab dan kemandirian pegawai menjadi nilai
utama apabila perusahaan memberikan penghargaan lebih kepada usaha individual
dalam bekerja. Begitu juga sebaliknya.
Sementara asumsi dasar dari Departemen Store dapat kita lihat dari
internalisasi nilai-nilai tersebut pada anggota organanisasi. Lapisan terdalam ini
paling sulit untuk diidentifikasi karena bahkan pada tingkatan ini anggota organisasi
pun tidak menyadari keberadaannya. Nilai-nilai dasar ini sudah tidak lagi diucapkan,
ditulis ataupun digembar-gemborkan, namun apabila anggota organisasi tidak
memiliki nilai dasar ini, ia akan dianggap aneh dan menyimpang. Dalam contoh
budaya departemen store tersebut, apabila kita menemukan bahwa seluruh
karyawan departemen store tersebut, mulai dari tenaga kebersihan, keamanan,
pramuniaga, hingga kasir memiliki keyakinan yang sama bahwa membuat
pelanggan puas adalah kebaikan utama yang sangat bernilai di organisasi tersebut,
maka bisa jadi nilai tersebut telah menjadi asumsi dasar pada organisasi tersebut.
Asumsi dasar sebenarnya memiliki kemiripan dengan nilai-nilai dasar. Atau
lebih tepat, menurut Schein, asumsi dasar terbentuk dari keyakinan dasar yang
terbukti bekerja dengan efektif. Konsep “pelanggan adalah raja” sebelumnya bisa
jadi masih berada pada tataran nilai dasar, namun, apabila nilai ini dipegang dan
diterapkan kemudian menghasilkan hasil yang positif bagi organisasi, lama-
kelamaan nilai dasar ini akan menjadi diyakini oleh seluruh anggota sebagai asumsi
dasar yang tidak terbantahkan lagi.
DRSEK-2020 130
pengaruh kelompok, dan perspektif pengasuhan. ModeThe Hofstedel dalam
Dimensi Budaya dapat sangat berguna ketika menganalisis budaya suatu negara.
Walau di belakang masing-masing dimensi itu ada beberapa asumsi dasar (Kostera,
2010, hlm. 596–599; Gahan & Abeysekera, 2009, hlm. 126–147). Dimensi budaya
dapat digunakan saat beroperasi, antaranya :
a. Individualisme (kolektivisme dalam kelompok), yang mengacu pada identitas
diri sebagai hanya didasarkan pada individu atau pada individu sebagai bagian
dari grup atau kolektif.
DRSEK-2020 131
c. Uncertainty avoidance adalah ketakutan masyarakat terhadap hal yang tidak
diketahui atau situasi ambigu.
DRSEK-2020 132
Model asumsi dasar budaya organisasi berdasarkan pada
Budaya nasional
DRSEK-2020 133
BAB X
INTERPERSONAL SKILL
DRSEK-2020 134
Beberapa manfaat interpersonal skill adalah :
a. Meningkatkan hubungan individu dengan individu maupun individu dengan
kelompok
b. Meningkatkan karir dalam perusahaan
c. Meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan masalah kelompok (masyarakat)
Interpersonal skill (atau disebut juga social skill) dianggap memiliki peran yang sangat
signifikan dalam kesuksesan hidup seseorang disamping hard skill. Sebagai contoh dalam
kehidupan sehari-hari, setiap individu diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik. Penelitian menyebutkan 70% kesalahan di dunia kerja diakibatkan oleh komunikasi
yang buruk. Sehingga, diperlukan komunikasi interpersonal yang baik.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau
lebih, yang biasanya tidak diatur secara formal. Dalam komunikasi interpersonal, setiap
partisipan menggunakan semua elemen dari proses komunikasi.
A. Good Comunication
Sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, maka
komunikasi adalah salah satu sarana untuk berhubungan dengan orang disekitar kita.
Berdasarkan sifatnya terdapat 2 macam komunikasi, yaitu :
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi secara langsung (tanpa perantara).
Sehingga sangat penting untuk dapat menyusun kata-kata yang kita ucapkan
menjadi sebuah informasi yang dapat dipahami, berguna dan menarik bagi orang
lain.
b. Komunikasi Non verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi dengan perantara atau media.
DRSEK-2020 135
Manfaat komunikasi yang efektif adalah :
1. Mengembangkan interaksi dan hubungan antar individu yang lebih baik
2. Membangun kepercayaan antar individu dan kelompok
3. Penerimaan yang baik dalam kehidupan sosial dan kelompok
4. Terhindarkan dari kesalahfahaman penyampaian informasi
5. Secara tidak langsung menunjukkan gambaran sikap dan kepribadian
seseorang
DRSEK-2020 136
lisan). Komunikasi juga merupakan mekanisme yang kita gunakan untuk
membangun dan memodifikasi hubungan.
2. Memiliki keberanian untuk mengatakan apa yang dipikirkan
Diperlukan rasa percaya diri untuk dapat memberikan kontribusi yang
berharga dalam percakapan. Dengan mengenali pendapat dan perasaan diri
sendiri untuk dapat menyampaikan pada orang lain adalah suatu hal yang
penting.
3. Berlatih berkomunikasi yang baik
Mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik dimulai dengan
interaksi yang sederhana. Kemampuan komunikasi dapat dilatih setiap hari,
baik untuk interaksi sosial hingga profesional. Kemampuan baru membutuhkan
waktu untuk ditingkatkan.
DRSEK-2020 137
c. Menggunakan kata-kata dengan jelas dan tepat
Kejelasan dan ketepatan kata sangat diperlukan. Sehingga tidak timbul
kerancuan arti pemahaman oleh pendengar.
e. Mengembangkan suara
Suara yang tinggi atau melengking tidak dianggap sebagai sebuah
kewibawaan. Sehingga, diperlukan kesesuaian untuk berkomunikasi dengan lawan
bicara. Selain itu, perlu menghindari suara yang monoton dan menggunakan suara
yang dinamis. Juga, menggunakan volume suara yang sesuai dengan situasi akan
membantu kita dalam menyampaikan pesan kepada lawan bicara.
B. Soft Skill
a. Pengertian
Darmadi (2007: 7) menyatakan bahwa :Penanaman nilai sosial yang baik yang
dapat dikembangkan oleh guru di sekolah adalah dengan mengajak peserta didik
memahami natural settings dari masalah-masalah kemasyarakatan dan
menempatkannya dalam proporsinya, serta merumuskan teknik-teknik pemecahan
masalah yang dapat memunculkan keterampilan sosial tingkat tinggi pada diri
seseorang.
Muqowim (2012: 3) menjelaskan dalam sebuah hasil penelitian dari Harvard
University Amerika Serikat yaitu :Dunia pendidikan nasional mengungkapkan bahwa
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
keterampilan teknis (hard skill), tapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang
lain (soft skill). Bahkan, penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft
skill.Muqowim (2012: 5) mengemukakan bahwa “Soft skill adalah perilaku personal
dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia
seperti membangun tim, pembuatan keputusan, inisiatif, dan komunikasi”.
Secara umum pengertian soft skill yaitu kemampuan pengaturan seserorang
terhadap orang lain (interpersonal skill) dan pengaturan seseorang terhadap diri
sendiri (intra-personal skill). Di Wikipedia sendiri dipaparkan bahwa soft skills
merupakan istilah sosiologis yang merujuk pada sekumpulan karakteristik
kepribadian, daya tarik sosial, kemampuan berbahasa, kebiasaan pribadi,
kepekaan/kepedulian, serta optimisme.
DRSEK-2020 138
Soft skill merupakan hal yang tidak tampak mata tapi dapat dirasakan oleh
orang itu sendiri dan oleh orang lain. Wujud dari soft skill sendiri adalah watak /
karakter yang telah terbentuk berdasarkan pengetahuan pribadi orang itu sendiri,
yang artinya soft skill itu sendiri dapat dipelajari dan dikembangkan, karena soft skill
tidak bersifat pasti.
Perlu diketahui bahwa soft skill bukanlah sesuatu yang stagnan, tapi dapat
kita asah agar dapat berkembang dapat menjadi lebih baik. Selagi kita masih
menjadi mahasiswa, alangkah baiknya untuk mulai mengikuti kegiatan – kegiatan
yang dapat membuat kita lebih terampil seperti seminar, kegiatan organisasi, kerja
kelompok dll.
Ada 3 (tiga) hal yang memepengaruhi berkembangnya karyawan atau calon
karyawan dalam sebuah perusahaan yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill) dan sikap (attitude). Dari ketiga hal tersebut penilaian karyawan yang paling
penting yaitu mengenai sikap, halam hal ini sikap yang positif.
Seperti disampaikan oleh Herrimawan Djarot Pribadi Wahjumurti, SH, MM,
Manajer Human Resources and General Affairs PT Anugrah Group International
Ketiga kompetensi tersebut sangat perlu dimiliki oleh para calon pegawai. Sebab
dari kompetensi tersebut Human Resources Development (HRD) dapat mengetahui
layak tidaknya seseorang ditugaskan pada suatu badan kerja. “Dan yang paling
penting adalah attitude. Walaupun dia memiliki skill dan pengetahuan yang tinggi,
tapi attitude-nya jelek, maka kecil kemungkinan dia lolos sebagai seorang pegawai,”
. “Tapi, kalau attitudenya baik dan bagus, maka dia punya peluang sukses tinggi.
Karena poin attitude dalam membentuk karakter seseorang itu punya porsi yang
lebih banyak daripada skill atau knowledge. Sikap yang bagus dan baik itu seperti
sopan, ramah, mampu memecahkan masalah, dan sebagainya,”.
DRSEK-2020 139
social intelligence, kemampuan dalam mengelola orang lain baik lelaki atau
perempuan
emotional intelligence, kemampuan mengindentifikasikan serta mengelola
emosi diri sendiri dan orang lain.
C. Intrapersonal Skill
a. Pengertian
Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan
bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara diri sendiri
dengan suatu subyek yang tidak tampak (misalkan Tuhan). Komunikasi
intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam
proses simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu
DRSEK-2020 140
bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-
proses psikologis, seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat
berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa
yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk
mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh
melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang
mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun objek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi
diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif.
Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman
akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting
bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu
pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri
adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri
kita yang berbeda beda (multiple selves).
DRSEK-2020 141
memengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan
dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
4. Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita
mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau
guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama.
Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri
sebagai identitas tunggal, tetapi sebenarnya masing-masing dari kita memiliki
berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).
5. Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang kala ia
melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita
terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri
kita.
Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi
orang lain terhadap kita (meta persepsi).
Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita,
yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya'
dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
6. Proses pengembangan kesadaran diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara,
yaitu;
a) Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan objek
diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
b) Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain
sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita
berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi
mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut
untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita.
Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat
seseorang beraktivitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa
dan apa yang tidak bisa ia lakukan
c) Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self)
perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis,
melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktivitas serhari hari kita.
Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu
konsep diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil
dan sulit untuk diubah secara drastis.
DRSEK-2020 142
Keterampilan intrapersonal merupakan sebuah proses pertukaran dan
transformasi pesan yang sangat unik karena dilakukan dari, untuk, dan oleh diri
sendiri. Beberapa jenis keahlian dalam bidang ini adalah :
a) Percaya diri adalah kemampuan individu untuk dapat memahami dan
meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi
penyesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Orang yang percaya
diribiasanya mempunyai inisiatif, kreatif, dan optimis terhadap masa
depan, mampu menyadari kelemahan dan kelebihan diri sendiri, berpikir
positif, menganggap semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
b) Penilaian diri adalah kemampuan individu untuk menyadari kekuatan dan
kelemahan dirinya. Jika seorang individu dapat menilai dirinya sendiri,
maka otomatis ia akan selalu berintrospeksi sehingga dirinya akan terus
berkembang untuk lebih baik.
c) Kesadaran emosi adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Jika seorang mampu untuk
mengendalikan emosinya maka segala urusan dan pekerjaan dapat
terselesaikan dengan baik.
d) Proaktif adalah kemampuan individu untuk bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri. Segala perbuatan dan tingkah laku yang kita
lakukan berasal dari inisiatif kita sendiri. Jadi jika kita selalu berusaha
menghasilkan sesuatu yang produktif, maka apa saja yang kita kerjakan
akan memiliki dampak yang baik.
DRSEK-2020 143
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2019. Apa Itu Tanggung Jawab dan Bagaimana Penerapannya dalam Ruang Lingkup
Pekerjaan. http://bejanakehidupan.com/tanggung-jawab-dalam-pekerjaan/. Diakses
pada tanggal 13 April 2019.
Agustian, Ary Ginanjar. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Penerbit Arga.
Agustian, Ary Ginanjar. (2005). ”Rahasia Sukses Membangkitkan ESP POWER, Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan”. Jakarta : Penerbit Arga.
Astadaya. 19 Mei 2016. Memahami Budaya Organisasi. Dikutip 13 April 2019 dari Astadaya
Consulting : https://astadaya.wordpress.com/tag/asumsi-dasar/
B.S. Wibowo, dkk. (2002). ”Trustco SHOOT : Sharpening, Our Concept and Tools” PT. Syaamil
Cipta Media, Jakarta
DRSEK-2020 144
Bambang, Kusriyanto. 1991. Meningkatkan Produktvitas Karyawan. Pustaka Binaman
Pressindo: Jakarta;
Camalia, Melisa. 2019. Jadilah Versi Terbaik Dirimu Lewat 5 Cara Aktualisasi Diri Berikut Ini.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/melisa-camalia-1/jadi-versi-terbaik-dirimu-
lewat-cara-aktualisasi-diri-c1c2/full. Diakses pada tanggal 15 April 2019.
Debra L. Nelson, James Campbell Quick. Organizational Behavior: Foundations, Realities &
Challenges. Fifth Edition. Thomson South-Western, 2006.
Dewi, Iga Manuati. 2002. Makalah. Mengapa dan Untuk Apa Orang Bekerja? Bali: Universitas
Udayana.
Direktori Training Indonesia. 2016. Teknik Berkomunikasi yang baik. Diambil dari:
http://direktoritraining.com/teknik-berkomunikasi-yang-baik/ (18 April 2019)
Gareth R. Jones. Organizational Theory, Design, and Change: Text and Cases. Fourth Edition.
Pearson Prentice Hall, 2004.
Gary Johns, Alan M. Saks. Organizational Behaviour: Understanding and Managing Life at
Work. Fifth Edition. Addison Wesley Longman, 2001.
Gomes, Faustino Cardoso, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset,
Yogyakarta.
DRSEK-2020 145
Gunawan, 2014, PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
BAGIAN KANTOR PADA PT MATON LAND PEKANBARU. Skripsi thesis, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau;
Handoko, Hani. 1993. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Harlie,M. 2010. Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier Terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong Di Tanjung
Kalimantan Selatan.Jurnal. Volume 11 Nomor 2.
Hartanto, Eko. 2011. Pengaruh Stress, Kepuasan Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap
kinerja. Tesis.
Hasibuan, Melayu S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas.
Bumi Aksara Putra : Jakarta;
Hatani.LA. 2009. Pengaruh sikap kerja, perilaku, responsif, dan etos kerja terhadap kinerja
karyawan pada Bank Danamon Cabang Kendari.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.
Vol.2. No. 2. Juli 2009.
ICAO. 1990. Human Factor Digest No. 8 Human Factor in Air Traffic Controller. Canada.
International Civil Aviation Organization
Irhamna, 2008, Artikel “Membangun Mahasiswa Yang Cerdas” Peran-peran Bagi Fungsi
Sumber Daya Manusia dan Para Praktisi”, http://irhamnayaallah.blogspot.com
Jack Wood, Joseph Wallace, Rachid M. Zeffane, Judith Chapman, John R. Schermerhorn,
James G. Hunt, Richard N. Osborn. Organisational Behaviour: A Global Perspective.
Third Edition. John Wiley & Sons Australia, Ltd, 2004.
James A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV. Intermedia Jakarta.
Jennifer M. George and Gareth R. Jones. Organizational Behavior. Third Edition. Prentice
Hall, 2002.
Jerald Greenberg and Robert A. Baron. Behavior in Organizations. Eighth Edition. Prentice
Hall - Pearson Education International, 2003.
DRSEK-2020 146
John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. Organizational Behavior and
Management. Seventh Edition. McGraw-Hill, 2005.
Jongprawira. 19 Desember 2014. Asumsi Dasar, Nilai, dan Artefak. Dikutip 13 April 2019 dari
Jongprawira : https://jongprawira.wordpress.com/2014/12/19/asumsi-dasar-nilai-dan-
artefak/
Jongprawira. 19 Desember 2014. Asumsi Dasar, Nilai, dan Artefak. Dikutip 13 April 2019 dari
Jongprawira : https://jongprawira.wordpress.com/2014/12/19/asumsi-dasar-nilai-dan-
artefak/
Kartini, Kartono. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Dambil dari http://ejournal.an. fisip-
unmul.ac.id/site /wpcontent /uploads/2015 /02/Jurnal%20(02-26-15-04-18-
21).docx.(diakses 19 April 2019)
Laurie J. Mullins. Management and Organisational Behaviour. Seventh Edition. Prentice Hall
Financial Times, 2005.
Lutfi Ubaidillah Muhammad, Rozak Fathur. 2011.Pendidikan Agama Islam untuk SMA/SMK
kelas XII.Jakarta: CV Arya Duta.
DRSEK-2020 147
Michael A. Hitt, C. Chet Miller and Adrienne Colella. Organizational Behavior: A Strategic
Approach. John Wiley & Sons, 2006.
Musdalifah. 2011. Soft Skill Kebutuhan Urgen Dunia Pendidikan Masa Kini.
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=496. Diakses tanggal 15
November 2013.
Nitisemito, Alex S. 2000. Manajemen Personalian: Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
3. Ghaila Indonesia: Jakarta;
Nuraini. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pekanbaru. Yayasan Aini Syam;
Olivia. 2018. Keterampilan Intrapersonal dan Interpersonal Dalam Soft Skill. Diambil dari:
http://student.binus.ac.id/2018/01/keterampilan-intrapersonal-dan-interpersonal-
dalam-soft-skill/ (18 April 2019)
Prasetijo, Ristiyanti dan John J.O.I Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Probowati, Anna. 2010. Membangun Sikap dan Etos Kerja. Purworejo: STIE Rajawali.
Probowati, Anna. 2010. Membangun Sikap dan Etos Kerja. Purworejo: STIE Rajawali.
Purwoto Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program Pascasarjana, Magister
Manajemen, Universitas Krisnadwipayana
Ravianto, J. 1986. Produktivitas dan pengukuran. Cetakan I. Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Produktivitas. Jakarta;
Ricky W. Griffin and Gregory Moorhead. Organizational Behavior: Managing People and
Organizations. Eighth Edition. Houghton Mifflin Company, 2007.
DRSEK-2020 148
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Meyusun Makalah. Bandung: Alfabeta.
Robbins, Stephen P dan Coulter Mary. 2005. Manajemen. Edisi ketujuh, Jilid 2. Penerbit PT
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Robert P. Vecchio. Organizational Behavior: Core Concepts. Sixth Edition. Thomson South-
Western, 2006.
Rokhimawan, Mohamad Agung. 2012. Pengembangan Soft Skill Guru dalam Pembelajaran
Sains Sd/Mi Masa Depan Yang Bervisi Karakter Bangsa. Al-Bidāyah, Vol 4 No. 1, Juni
2012
Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Diambil dari
http://dzot38.blogspot.com/2012/10/kepemimpinan-dalam-kelompok.html.( diakses
19 April 2019)
Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. USA: Prentice Hall.
Sedarmayanti. 2004. Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja. Bandung. CV. Mandar
Maju.
Siagian, P. Sondang. 2006. Teori dan Praktek Kepemimpinan. jakarta. Rineka Cipta;
Simanjuntak, Burhan. 2003. Perilaku Organisasi. Yogyakarta. PT. Remaja Yosda Karya;
Sinamo, Jansen. 2005. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: PT. Spirit Mahardika.
Sinamo, Jansen. 2005. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: PT. Spirit Mahardika.
Sinungan, Muchdrasah. 2000. Pruduktitas, Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara Putra : Jakarta;
DRSEK-2020 149
Swastha, Basu & Handoko, Hani. 2000. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Syamsudin kadir. 2012. Berani mengambil resiko Online
https://akarsejarah.wordpress.com/2012/07/30/berani-mengambil-risiko/.
Diakses03Apr.2019
Tampubolon, 2007. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja. 19-9001-2001.
Jurnal Standardisasi Vol. 9 No. 3
Teguh, Mochammad, dkk. 2001. Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar [LKID].
Yogyakarta: UII Press.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Diambil dari
https://pengertianahli.id/2013/09/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli.html.
(diakses 18 April 2019)
Utomo, Hardi. 2010. Kontribusi Soft Skill Dalam Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan. Among
Makarti, Vol.3 No.5 Juli 2010
Wondal, E. Christian. 2016. Makalah Motivasi Kerja, Program Studi Pendidikan Ekonomi,
Universitas Manado (online).
http://christianwondal11.blogspot.com/2016/04/makalah-motivasi-kerja.html .
Diakses 11 Apr 19
Zakky. 2018. Pengertian Tanggung Jawab Menurut Para Ahli dan KBBI.
https://www.zonareferensi.com/pengertian-tanggung-jawab/. Diakses pada tanggal 14
April 2019.
DRSEK-2020 150