NIM: 043648958
MATA KULIAH: PENGANTAR ILMU POLITIK (ISIP4212)
Tugas 1
Aksi demonstrasi merupakan hak warga negara yang telah diakomodir dalam UUD 1945. Pada bulan
Oktober 2020, terjadi serangkaian aksi demonstrasi terkait UU Omnibus Law. Dampak dari
serangkaian demonstrasi tersebut diantaranya kerusakan fasilitas publik, di antaranya 25 halte
Trans-Jakarta. Kerugian demonstrasi di Jakarta tersebut diperkirakan mencapai Rp 65 miliar
Pertanyaan: Aksi demonstrasi yang merusak fasilitas umum tersebut tentu melanggar undang-
undang (UU) yang mengatur tentang demonstrasi..
a. Telusuri secara online peraturan perUUan tersebut. Sebutkan UU tersebut dan pasalnya serta
jelaskan isi dari UU yang mengatur mengenai demonstrasi tersebut?
b. Urutkan peraturan perUUan tersebut dari peraturan yang tertinggi (UUD 1945) sampai dengan
peraturan pelaksananya?
Jawaban:
A. Dasar hukum demonstrasi adalah pasal 28 UUD 1945 dan UU No.9 Tahun 1998.
Sehingga para peserta demonstrans memiliki legalitas dalam aksinya. Namun di sisi
yang lain, hak menyampaikan pendapat di muka umum menjadi terkendala ketika
pelaksananya dapat dijerat pidana pasal 160-161 tentang penghasutan.
Maka dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat diatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap
masyarakat yang ingim menyampaikan pendapatnnya dan bagi pemerintah agar dapa
memberikan perlindungan hukum kepada setiap masyarakat, agar terjaminnya hak
menyampaikan pendapat.
Agar Para demonstran tidak mendapat sanksi hukum dalam menyampaikan pendapat
di muka umum, hendaknya mmengikuti tata cara demonstrasi menurut undang-
undnag Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaiakan Pendapat di
Muka Umum
Tata Cara
1) Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang
dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab
ke lompok. Catatan: Banyak orang memiliki pemahaman yang
salah mengenai pemberitahuan ini. Rencana menyatakan pendapat
disampaikan dengan pemberitahuan bukan izin. Sifatnya hanya
memberitahukan saja dan Kepolisian tidak berwenang menolak kecuali
dalam hal dilarang dalam undang-undang. Hal yang sangat berbeda
jika rencana menyatakan pendapat diharuskan dengan izin karena
kepolisian menjadi berwenang untuk mengizinkan atau tidak
mengizinkan rencana menyatakan pendapat tersebut.
2) Pemberitahuan diberikan selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua
puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai.
3) Pemberitahuan memuat: maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute,
waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat
organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan;
dan atau jumlah peserta.
4) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau
demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima)
orang penanggung jawab.
5) Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib :
segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan
berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian
pendapat di muka umum
berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan
menjadi tujuan penyampaian pendapat
mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
6) Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum
disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab
kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum
waktu pelaksanaan.
Sanksi
a) Berdasarkan Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998, sanksi terhadap
pelanggaran tata cara di atas adalah pembubaran.
b) Berdasarkan Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998, pelaku atau peserta
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
dikenakan jika misalkan terjadi perbuatan melanggar hukum seperti
penganiayaan, pengeroyokan, perusakan barang, dan bahkan kematian.
c) Berdasarkan Pasal 17 UU No. 9 Tahun 1998 Penanggung jawab
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku
ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok. Terdapat
pemberatan hukuman terhadap penanggungjawab yang melakukan
tindak pidana.
d) Berdasarkan Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998, setiap orang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga
negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah
memenuhi ketentuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.
Dalam praktek, kepolisian sering mengkriminalisasikan para pengunjuk
rasa yang menolak membubarkan diri ketika berunjuk rasa dengan
beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu:
Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan
seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau
orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas
permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam
karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
Adapun aparatur yang berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran terhadap orang
yang melakukan penyampaian pendapat di muka umum yang tidak memenuhi syarat adalah
Kepolisian Republik Indonesia. Instansi lain, keamanan gedung, satpam, petugas keamanan
internal, maupun pihak lain tidak berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran.
Jadi, pada prinsipnya, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak
memiliki kewenangan untuk memukul demonstran.
Pemukulan yang dilakukan oleh aparat yang bertuga mengamankan jalannya demonstrasi
adalah bentuk pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait
dengan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Terkait dengan hal
tersebut, dapat dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk ditelusuri apakah ada pelanggaran dalam
pelaksanaan prosedur pengamanan demonstrasi.
B. Urutan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota