Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Permendagri nomor 9 Tahun 2009 menegaskan pentingnya fungsi fasum dan fasos ini
sebagai bagian penting dari pembangunan perumahan dan permukiman. Sehingga,
amanat permendagri ini pun mewajibkan para pengembang untuk menyerahkan
prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman yang harus dilaksanakan
paling lambat satu tahun setelah masa pemeliharaan.
Kemudian yang 3, Utilitas perumahan dan permukiman antara lain Jaringan air bersih,
Jaringan listrik, Jaringan telepon, Jaringan gas, Jaringan transportasi, Pemadam
kebakaran, Sarana penerangan jasa umum. Penyediaan berbagai fasilitas tersebut telah
diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan rencana rincinya, dimana
implementasinya dapat dilakukan dengan kerjasama antara Pemerintah Daerah (Pemda)
dengan masyarakat maupun swasta. Pembangunan fasos dan fasum di lingkungan
perumahan dapat dilakukan oleh pihak pengembang dan kemudian diserahkan kepada
Pemda.
Permendagri 9 tahun 2009 pada dasarnya mensyaratkan penyerahan fasum dan fasos
oleh pengembang dalam keadaan terpelihara. Namun, melihat kondisi di lapangan
sepertinya yang terjadi adalah pengembang hanya menyerahkan beberapa bidang tanah
lapang yang belum dibangun dan dipelihara. Selain itu, permasalahan lain adalah tidak
dipenuhinya janji developer untuk membangun beberapa fasilitas di lingkungan
perumahan.
Implikasi yang terjadi pada beberapa kasus, terjadi eksklusifitas dalam pemanfaatan
fasilitas tersebut. Padahal, fasos dan fasum merupakan public goods. Artinya,
pemanfaatannya tidak dipungut biaya dan tidak boleh ada pihak yang dikecualikan
1
dalam pemanfaatan fasilitas tersebut. Terkait masalah ini, masyarakat dapat mengajukan
tuntutan pada Pemda apabila terjadi pelanggaran.
sumber: http://mediatataruang.com
Sedangkan anarkis yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau
terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan
norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum,
mengancam keselamatan barang dan/atau jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau hak
milik orang lain.[2] Prosedur Penindakan Pelaku Anarkis saat Demonstrasi Pelaku
pelanggaran dan perbuatan anarkis dapat ditindak secara hukum.[3] Tindakan-tindakan
yang dapat dilakukan mencakup:[4] menghentikan tindakan anarkis melalui himbauan,
persuasif, dan edukatif; menerapkan upaya paksa sebagai jalan terakhir setelah upaya
persuasif gagal dilakukan; menerapkan penindakan hukum secara profesional,
proporsional, dan nesesitas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi; dalam hal
penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, maka dilakukan upaya
mengumpulkan bukti-bukti dan kegiatan dalam rangka mendukung upaya penindakan di
kemudian hari; dan melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi. Akan
tetapi, dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, dengan
pertimbangan kemungkinan akan terjadi kerusuhan yang lebih luas atau dapat memicu
kerusuhan massa, maka tindakan penegakan hukum tetap dilaksanakan setelah situasi
kondisi memungkinkan dilakukan penindakan.[5] Selanjutnya, terdapat ketentuan-
ketentuan yang perlu diperhatikan pihak kepolisian selama melakukan penanganan
tindakan anarkis. Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara
manusiawi, tidak dilakukan tindakan kekerasan, dan pelecehan seksual.[6] Sementara
itu, polisi yang melakukan tindakan upaya paksa harus menghindari terjadinya hal-hal
yang kontra produktif, antara lain:[7] tindakan aparat yang spontanitas dan emosional,
mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan tindakan kekerasan,
dan menghujat; keluar dari ikatan satuan atau formasi dan melakukan pengejaran massa
2
secara perorangan; tidak patuh dan taat kepada perintah penanggungjawab pengamanan
di lapangan sesuai tingkatannya; tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
dan melakukan perbuatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penyidikan perkara penyampaian pendapat di muka umum dapat dilakukan
dengan prosedur:[8] penindakan tilang; tindak pidana ringan; penyidikan perkara cepat;
dan penyidikan perkara biasa.
Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.[10] Salah satu pasal yang dapat menjerat
pelaku perusakan fasilitas umum adalah Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”), yang selengkapnya berbunyi:
Tentang pasal ini, menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 147),
kekerasan yang dimaksud harus dilakukan di muka umum karena kejahatan ini memang
dimasukkan ke dalam golongan kejahatan ketertiban umum.
Setiap orang atau badan dilarang merusak prasarana dan sarana umum pada waktu
berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa dan/atau pengerahan massa.
Setiap orang atau badan dilarang membuang benda-benda dan/atau sarana yang
digunakan pada, waktu penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan
pengerahan massa di jalan, jalur hijau, dan tempat umum lainnya.
3
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 54 ayat (1) di atas,
dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana kejahatan.[11]
Contoh Kasus
Dasar Hukum:
Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka
Umum;
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban
Umum.
Putusan:
Referensi:
4
Peraturan Pemerintah merupakan peraturan yang dibuat oleh Presiden.
Pembuatan peraturan pemerintah digunakan untuk melaksanakan ketentuan UU
atau undang-undang.
Peraturan presiden dibuat dan ditetapkan oleh Presiden. Peraturan ini dibuat
untuk melaksanankan aturan atau ketentuan undang-undang.
https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/e-resources/082906988/tata-urutan-perundang-
undangan-nasional-ada-uud-1945-hingga-peraturan-daerah?page=3
Kesimpulan :
5
Daftar Pustaka
http://perkimtaru.pemkomedan.go.id/artikel-1028-pentingnya-penyediaan-fasilitas-
umum-dan-fasilitas-sosial.html#ixzz7CLRJUmjf
https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/e-resources/082906988/tata-urutan-perundang-
undangan-nasional-ada-uud-1945-hingga-peraturan-daerah?page=3
http://mediatataruang.com
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--masyarakat-harapkan-penguatan-undang-
undang-pelayanan-publik