Anda di halaman 1dari 4

Pembaca puisi duduk di tengah panggung, mengitari lilin.

- Tim Pengiring puisi masuk perlahan ikut mengelilngi


- Pengiring puisi menyanyikan kidung tulodho secara bersamaan (kalo bisa paduan suara)
- Koreografer tari, menerjemahkan lagu Kidung Tulodho dalam bentuk Gerakan tari
- Gerakan tari ditujukan untuk Gerakan bersama. Menggambarkan visual ala-ala tari pemanggilan.
- Pemanggilan ini ditujukkan utnuk memanggil Wisanggeni
- Di sela-sela tari, ada pembacaan puisi Amuk Wisanggeni
- Sambil puisi dibacakan lukisan berjalan
- Sambil puisi di jelaskan ambil tema keresahan sosial sekitar, seperti mencairnya kutub utara,
tsunami dan gempa bumi menggunakan pamplet dibentangkan dalam satu barisan.
- Kisah wisanggeni dimaksudkan untuk memanggil Wisanggeni guna mendobrak kekuasaan yang
angkuh.
- Beberapa telungkup ke bawah, beberapa tidur tengkurap, lilin tetap nyala
- Puisi kesunyian
- Syair Lir Ilir

Backsound

(Kidung Tulodho) – baiknya dinyanyikan secara bersama-sama oleh tim paduan suara, bisa kerjasama
sama tim psmgbb sih kalo mau. Kalo gak ada ya.. pake backsound aja.. atau satu orang sinden.

(Tim pengiring puisi masuk perlahan ikut mengelingi) – yang baca naskah ini pembaca puisi pertama

Wisanggeni!

Wisanggeni!

Wahai engkau yang memiliki kesaktian Sang Hyang Henang leluhur Batara Guru,

Engkau yang rela terbakar murka angkuh kuasa Brama,

Engkau yang dipaksa tewas di dalam kawah,

Engkau yang hidup dalam penuh kesabaran

Atas nama jiwamu Yang Luas lagi Maha Kaya,

Kami turut serta memanggilmu di atas panggung ini,

(Tim tari masuk) di sini, tim tari memvisualisasikan gerak tari dari lirik lagu Kidung Tulodho. Sementara
kalo memang belum dapet konsepnya, coba tawarkan cari satu pelatih atau koreografer tari. Di kampus-
kampus banyak ukm seni tari atau teater, dan di sana banyak koreograferna. Model koreografi gerak
tarinya, ala-ala tari ritual pemanggilan.
(sambil tari berjalan, sembari lukisan juga mulai, si pembaca puisi kedua atau boleh satu sama yg
pertama membacakan puisi Amuk Wisanggeni)

Amuk Wisanggeni

Matahari Seakan Lilin Hampir Kehabisan Sumbu

Binatang-binatang Malam Keluar Sarang Kebingungan

Sang Bayu Menggoda Pohon-Pohon Gemetaran

Disebut-sebut Wong Edan Mengguncang Kahyangan

Pemimpin Para Dewa Dibuat Ngeri Oleh Gugatnya:

Wahai Sang Pengetuk Palu Yang Mulia

Yang Dipinjami Kuasa Dan Berlagak Mahakuasa

Yang Cuma Wayang Dan Berlagak Maha Dalang

Akulah Wisanggeni

Putra Ksatria Madukara Dengan Bidadari

Yang Lahir Dan Hidupnya Tak Dikehendaki Batara-Batari

Sebab Digadang Jadi Penghajar Mereka Yang Lupa Diri

Aku Punya Wajah Memang Bocah

Tapi Tidak Mudah Tertipu, Bahwa Muslihat Telah

Berlindung Di Balik Titah

Tubuhku Memang Kecil

Tapi Tidak Lemah Menjunjung Adil

Aku Akan Jadi Bisa

Lenyapkan Angkara Murka

Aku Akan Jadi Api

Hanguskan Segala Yang Keji


Aku Akan Jadi Pertanyaan

Yang Tak Mungkin

Terjawabkan!!!

Sambil puisi di jelaskan ambil tema keresahan sosial sekitar, seperti mencairnya kutub utara, tsunami
dan gempa bumi menggunakan pamplet dibentangkan dalam satu barisan. Ini bisa dicari penempatan
posisi di panggungnya nanti.

(Pembaca Puisi kedua atau ketiga membacakan puisi setelah semua telungkup dan tengkurap)

Namun. Aku adalah Wisanggeni!

Seisi semesta adalah aku

Aku adalah gunung yang menjulang memapah bumi

Aku adalah langit yang terlentang menyerap surya

Aku adalah lautan yang membentang melintasi Jagat Batara Kala

Namun,

Dari Kahyangan Sang Hyang Wyana berkata padaku,

Saat Hampir Terjadi Perang Batara Yudha

Meskipun dendam membara pada segala Dewa,

Tahanlah dirimu,

Hanya dirimulah yang bisa membuat semuanya luluh lantak,

Maka sebab Sang Hyang Wyana mengenal kesaktiannya,

Disisipkannya Cinta pada tubuh Wisanggeni.

(Syair Lir Ilir mengiringi)

Di asta cinta yang berasal dari Sang Hyang Heyana Wisanggeni berkata:

Kalau yang sunyi engkau anggap tiada

Maka bersiaplah terbangun mendadak dari tidurmu oleh ledakannya

Kalau yang diam engkau emehkan


Bikinlah Perahu agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam

Kalau yang tidak terlihat oleh pandanganmu engkau remehkan

Bikinlah perahu agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam

Kalau yang tidak terlihat oleh pandaganmu engkau tiadakan

Bersiaplah jatuh tertabrak olehnya

Dan kalua yang kecil, kalua yang kecil engkau sepelekan

Bersiaplah menikmati kekerdilanmu di genggaman Kebesaran-Nya

Kalau memang yang engkau pilih bukan keatifan untuk berbagi

Melainkan nafsu untuk menang sendiri

Maka terimalah kehancuran bagi yang kalah

Dan terimalah kehinaan bagi yang menang

Kalau memang yang mengendalikan langkahmu adalah rasa senang dan tidak senang

Dan bukannya pandangan yang jujur terhadap kebenaran

Maka buanglah mereka yang engkau benci

Dan bersiaplah engkau sendiri akan memasuki jurang

Syair selesai-

Sambil keluar sama-sama mennyanyi solawat badar (3.45)

Anda mungkin juga menyukai