Anda di halaman 1dari 23

LOGBOOK TUTORIAL

Modul 5
Infeksi Jamur dan Infeksi Nosokomial

Nama : Ferisha Aulia Balqis


NIM : 210610007
Kelompok : 3
Blok : 2.1
Tutor : dr. Muhammad Sayuti, Sp.B, Subsp., BD(K)

PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH T.A.2022/2023
MODUL 5
Infeksi Jamur dan Infeksi Nosokomial
Skenario 5: Sakit Yang Terus Menyertai

Pasien wanita 40 tahun mengeluh langit-langit dan lidahnya terasa panas dan sakit sejak 3 bulan
lalu. Gambaran klinis menunjukkan pseudomembran putih dapat dikerok,daerah sekitar
kemerahan pada palatum kanan dan lidah, nodul multipel warna kemerahan pada palatum kanan
dan kiri. Pemeriksaan jamur menunjukkan bentukan yeast dan pseudohifa.Pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan penurunan jumlah limfosit. Kandidiasis oral yang meluas ke orofaring
disertai penurunan jumlah limfosit menimbulkan kecurigaan adanya infeksi HIV/AIDS sehingga
dilakukan pemeriksaan CD4 + dan anti HIV. Hasil uji laboratorium menunjukkan jumlah CD4 +
= 95 sel/mL, dan anti HIV reaktif. Pasien kemudian dirujuk ke Unit Perawatan Intermediate
Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD untuk mendapatkan perawatan dengan anti retroviral (ARV).
Kandidiasis oral dirawat menggunakan obat antijamur sistemik golongan azole. Dokter juga
menyampaikan untuk meningkatkan tindakan pencegahan (universal precaution) dengan cara
menggunakan APD guna menurunkan risiko infeksi nosokomial pada penderita. Bagaimana anda
menjelaskan infeksi jamur yang dijumpai pada pasien AIDS tersebut, serta jelaskan kasus di atas
secara komprehensif?

TERMINOLOGI

1. Pseudomembran Putih
Pseudomembran adalah lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah
mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan

2. Pseudohifa
Pseudohyphae adalah sejenis filamen yang membentuk pseudomycelia (sel-sel tunas khamir
yang memanjang dan tidak melepaskan diri dari sel induknya, sehingga saling berhubungan
membentuk rantai) kebanyakan pada jamur polimorfik seperti Candida spp. Ini terdiri dari sel
ellipsoidal dan ragi memanjang.

3. Kandidiasis Oral
Infeksi saat jamur Candida albicans terakumulasi di dalam mulut.

4. HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah gangguan yang menyerang sistem
kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit

5. AIDS
AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang
dibentuk setelah kita lahir. AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV atau Human
Immunodeficiency Virus. Bila terinfeksi HIV, tubuh kita akan mencoba menyerang infeksi.

6. CD4 +
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit yang merupakan bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh disebut sebagai sel-T.
7. ARV
Antiretroviral (ARV) merupakan bagian ko mdari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi
risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas
hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak
terdeteksi.

8. Golongan Azole
Obat ini merupakan antijamur berspektrum luas sehingga dapat membunuh berbagai jenis jamur.
Antijamur golongan azole bekerja dengan cara merusak membran sel jamur. Jika membran sel
jamur rusak, sel tersebut akan mati

9. Universal Precaution
Kewaspadaan universal adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga
kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.

10. Infeksi Nosokomial


infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit. Seseorang dikatakan mengalami infeksi
nosokomial jika infeksinya terjadi ketika sedang berada atau menjalani perawatan di rumah sakit

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada gejala lain dari HIV/AIDS selain yang ada pada skenario?

Gejala HIV dibagi berdasarkan tahap perkembangan penyakitnya, yaitu:

Tahap 1: Infeksi HIV Akut

Tahap pertama HIV adalah tahap infeksi akut, yang terjadi pada beberapa bulan pertama setelah
seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi
membentuk antibodi untuk melawan virus HIV.

Gejala pada tahap ini muncul 2–4 minggu setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak
menyadari telah terinfeksi HIV, karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu,
serta dapat hilang dan kambuh kembali. Pada tahap ini, jumlah virus di dalam aliran darah cukup
tinggi sehingga penularan infeksi lebih mudah terjadi. Gejala tahap infeksi akut bisa ringan
hingga berat dan dapat berlangsung hingga beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya
meliputi:

1. Demam hingga menggigil 5. Pembengkakan kelenjar getah bening

2. Muncul ruam di kulit 6. Sakit kepala

3. Muntah 7. Sakit perut

4. Nyeri pada sendi dan otot 8. Sakit tenggorokan dan sariawan


Tahap 2: Infeksi HIV Kronis (Masa Laten)

Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten bisa berlangsung
sampai beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV tetap aktif merusak daya tahan
tubuh, tetapi berkembang biak dalam jumlah yang lebih sedikit.

Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita bahkan tidak merasakan
gejala apa pun pada tahap ini. Namun, sebagian lainnya mengalami sejumlah gejala berikut:
6. Herpes zoster
1. Berat badan menurun 7. Pembengkakan kelenjar getah
2. Berkeringat di malam hari bening
3. Batuk 8. Sakit kepala
4. Diare 9. Kelelahan
5. Mual dan muntah

Tahap 3: AIDS

Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani akan membuat HIV makin berkembang. Kondisi ini
membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Pada tahap ini, sistem kekebalan
tubuh sudah rusak parah sehingga penderita akan lebih mudah terserang infeksi lain.

Gejala AIDS meliputi:


8. Pembengkakan kelenjar getah
1. Berat badan turun tanpa diketahui bening, di ketiak, leher, dan
sebabnya selangkangan
2. Berkeringat di malam hari 9. Gangguan saraf, seperti sulit
3. Bercak putih di lidah, mulut, berkonsentrasi, lupa ingatan, dan
kelamin, dan anus kebingungan
4. Bintik ungu di kulit yang tidak bisa 10. Mudah memar atau berdarah
hilang 11. Tubuh terasa mudah lelah
5. Demam yang berlangsung lebih 12. Mudah marah dan depresi
dari 10 hari 13. Ruam atau bintik di kulit
6. Diare kronis 14. Sesak napas
7. Infeksi jamur di mulut,
tenggorokan, atau vagina

2. Bagaimana cara panduan mengonsumsi obat ARV?


Kebanyakan ARV dikonsumsi 1 kali sehari, sebelum atau sesudah makan. Beberapa ARV ada
yang dikonsumsi 2 kali sehari. ARV yang dikonsumsi sebaiknya dikonsumsi di jam yang sama
agar mudah mengingatnya dan tidak ada dosis yang terlewatkan.

3. Bagaimana siklus hidup dari jamur


Siklus Hidup Jamur melewati beberapa tahap atau fase. Kehidupan jamur berawal dari spora
(Basidiospora) yang kemudian akan berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-benang
halus. Hifa ini akan tumbuh ke seluruh bagian media tumbuh. Kemudian dari kumpulan hifa atau
miselium akan terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan bahwa tubuh
buah jamur mulai terbentuk. Simpul tersebut berbentuk bundar atau lonjong dan dikenal dengan
stadia kepala jarum (pinhead) atau primordia. Simpul ini akan membesar dan disebut ilah
kancing kecil (small button). Selanjutnya stadia kancing kecil akan terus membesar mencapai
stadia kancing (button) dan stadia telur (egg). Pada stadia ini yang tadinya tangkai dan
tudung yang tadinya tertutup selubung universal mulai membesar. Selubung tercabik, kemudian
diikuti stadia perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia ini terpisah dengan tudung
(pillueus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia terakhir adalah stadia dewasa tubuh buah.

Pada stadia kancing yang telah membesar akan terbentuk bilah. Bilah yang matang akan
memproduksi basidia dan Basidiospora, kemudian tudung membesar. Pada waktu itu, selubung
universal yang semula membungkus seluruh tubuh buah akan tercabik. Tudung akan terangkat
keatas karena memanjangnya batang, sedangkan selubung universal yang sobek akan tertinggal
di bawah dan disebut cawan. Tipe perkembangan tubuh buah seperti ini disebut tipe angiocarpic.

4. jamur apa yang dimaksut dari skenario diatas?


Jamur yang dimaksut adalah candida albicans.C albicans dapat ditemukan dalam bentuk ragi
maupun hifa semu.C. albicans sering ditemukan pada daerah lidah terutama area dorsum lidah
bagian posterior di regio papila sirkumvalata, memiliki ciri khas tumbuh sebagai sel ragi
bertunas berbentuk bulat/lonjong berukuran 3–5 m x 5–10 m yang dikenal sebagai
blastopora. Umumnya, C. albicans hidup secara komensal antara lain dalam rongga mulut,
saluran pencernaan, dan alat genital. Infeksi terjadi bila terdapat ketidakseimbangan antara
mikroorganisme penyebab (C. albicans) dan daya tahan tubuh hospes, baik karena virulensi dan
jumlah jamur yang meningkat ataupun karena daya tahan tubuh hospes yang menurun.

5. Bagaimana bisa terjadi infeksi Nosokomial?


Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri, seperti Staphylococcus aureus, E. coli,
Enterococci, dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi bakteri ini lebih berbahaya karena umumnya
disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal (resisten) terhadap antibiotik, misalnya MRSA atau
bakteri penghasil ESBL.
Infeksi nosokomial akibat bakteri bisa menyerang pasien yang sedang dirawat di rumah sakit
atau pasien dengan daya tahan tubuh yang lemah. Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat
disebabkan oleh virus, jamur, dan parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat
udara, air, atau kontak langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.

6. Pemeriksaan apa saja yang digunakan untuk mengetahui infeksi jamur?


Pemeriksaan lanjutan untuk infeksi jamur dilakukan dengan mengambil sampel darah, urine,
nanah, atau cairan serebrospinal, tergantung organ yang terinfeksi. Metode pemeriksaan tersebut
cukup beragam, tergantung kepada jenis infeksi jamur itu sendiri. Di antaranya adalah:
Tes KOH
Dalam tes KOH, dokter akan mengambil sampel kerokan kulit pasien yang terinfeksi, lalu
mencampurnya dengan larutan KOH (kalium hidroksida). KOH akan menghancurkan sel kulit
sehat, dan menyisakan sel kulit yang terinfeksi jamur.
Kultur jamur
Kultur jamur dilakukan guna mendeteksi apakah terdapat jamur di area tubuh yang terinfeksi.
Dalam prosedur ini, dokter akan mengambil sampel darah, kulit, kuku, atau lapisan dalam kulit
pasien untuk dibiakkan di laboratorium. Sampel juga dapat menggunakan cairan serebrospinal
bila dicurigai terdapat infeksi pada otak dan tulang belakang. Dalam prosedur ini, sampel cairan
serebrospinal yang menyelubungi otak dan tulang belakang pasien akan diambil, menggunakan
metode pungsi lumbal, yaitu melalui celah tulang belakang di daerah punggung bawah.
Tes pewarnaan gram
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan infeksi lain, yaitu bakteri. Tes pewarnaan
gram dilakukan dengan mengambil sampel dahak, darah, atau urine pasien untuk diteliti di
laboratorium.
Biopsi
Biopsi adalah pengambilan sampel jaringan guna dianalisis di bawah mikroskop. Dokter dapat
mengambil sampel kulit, paru-paru, tulang sumsum, atau kelenjar getah bening, tergantung
kepada area yang terinfeksi.
7. Bagaimana proses terjadinya infeksi jamur?
Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamur karena
adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu
keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan
mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan
infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah
mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan terjadi oleh spora-spora
yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-
mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan
di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora paling sering
terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar madi.
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium sengan menggunakan serpihankulit
sebagai makanan. Benang-benangnya menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas
dan menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan
tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan
serpihan kulit dan menimbulkan rasa gatal-gatal.
8. Kapan seorang pasien dinyatakan terkena infeksi nosokomial?
Seseorang dikatakan terkena infeksi nosokomial jika penularannya didapat ketika berada di
rumah sakit, termasuk juga infeksi yang terjadi di rumah sakit dengan gejala yang baru muncul
saat pasien pulang ke rumah, dan infeksi yang terjadi pada pekerja di rumah sakit.
Infeksi nosokomial dapat terjadi karena bakteri yang resisten akibat antibiotik yang kurang
efektif untuk membunuh bakteri tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang
tidak sesuai dengan anjuran dokter. Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh setiap
mikroorganisme patogen (bakteri, virus, jamur dan protozoa). Sering disebabkan oleh bakteri
yang berasal dari flora endogen pasien sendiri. Faktor-faktor seperti pengobatan dengan
antibiotik, uji diagnostik dan pengobatan yang invasif, penyakit dasar, bersama-sama mengubah
flora endogen pasien selama dirawat.
9. Berapa Kadar CD 4 + Normal dan apa Penyebab CD 4+ dan apa hubungan
penurunan CD 4 + terhadapa HIV ?
Jumlah CD4 yang normal biasanya berkisar antara 500 dan 1.600., jika nilan CD4 semakin
rendah ini menandakan semakin kuat infeksi dari HIV. alhasil kondis kekebalan tubuh pun
semakin melamah. jadi tubuh rentan terkena berbagai penyakit akibat imun yang melamah.. jadi
benar sekali CD4 rendah rentan terkena penyakit infeksi.

SKEMA

infeksi jamur dan


infeksi nosokomial

infeksi
jamur opportunistik dan
nosokomial

morfologi, struktur,
mycosis superfisial aspek mikrobiologi epidemiologi
sifat, fisiologi dan
dan profunda
pertumbuhan jamur

tinjauan
tata cara
farmakologi dan
pengendalian
non farmakologi

LEARNING OBJECTIVE

1. Morfologi, struktur, sifat, serta fisiologi dan pertumbuhan jamur


2. Patogenesis infeksi jamur dan infeksi nosokomial
3. Faktor resiko infeksi jamur dan nosokomial
4. Manifestasi klinis infeksi jamur dan infeksi nosokomial
5. Pemeriksaan penunjang infeksi jamur dan nosokomial
6. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi infeksi jamur dan nosokomial
SHARING INFORMATION
1. MORFOLOGI, STRUKTUR, SIFAT, SERTA FISIOLOGI DAN PERTUMBUHAN
JAMUR

Morfologi

1. khamir, yaitu sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong atau memanjang yang berkembang biak
dengan membentuk tunas dan membentuk koloni yang basah atau berlendir, dan
2. kapang yang terdiri atas sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Hifa tersebut
dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak bersekat dan disebut hifa
senositik (coenocytic).
Anyaman hifa, baik yang multiselular atau senositik, disebut miselium. Kapang membentuk
koloni yang menyerupai kapas (cottony, woolly) atau padat (velvety, powdery, granular). Bentuk
kapang atau khamir tidak mutlak karena terdapat jamur yang dapat membentuk kedua sifat
tersebut dalam keadaan yang berbeda dan disebut sebagai jamur dimorfik.
Di samping itu terdapat khamir yang membentuk tunas yang memanjang dan bertunas lagi pada
ujungnya secara terus menerus, sehingga terbentuk hifa dengan penyempitan pada sekat-sekat
dan disebut hifa semu. Anyaman hifa semu disebut miselium semu. Hifa dapat bersifat sebagai:
1. hifa vegetatif, yaitu berfungsi mengambil makanan untuk pertumbuhan,
2. bersifat sebagai hifa reproduktif, yaitu membentuk spora, dan
3. bersifat sebagai hifa udara, yaitu yang berfungsi mengambil oksigen. Hifa dapat berwarna
atau tidak benvarna dan jernih.

Sifat Hidup Jamur

 Saprofit, sebagai organisme saprofit fungi hidup dari benda-benda atau bahan-bahan organik
mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan yang kompleks menjadi
bahan yang lebih sederhana. Hasil penguraian ini kemudian dikembalikan ke tanah sehingga
dapat meningkatkan kesuburan tanah. 
 Parasit, fungi parasit menyerap bahan organik dari organisme yang masih hidup yang
disebut inang. Fungi semacam itu dapat bersifat parasit obligat yaitu parasit sebenarnya dan
parasit fakultatif yaitu organisme yang mula-mula bersifat parasit , kemudian membunuh
inangnya, selanjutnya hidup pada inang yang mati tersebut sebagai saprofit.
 Simbion, jamur dapat bersimbiosis dengan organisme lain. Simbiosis dengan laga
menghasilkan liken atau lumut kerak, sedangkan simbiosis dengan akar tumbuhan konifer
menghasilkan mikoriza.

Klasifikasi Jamur
1. Divisi Oomycotina

 reproduksi seksual dengan cara oogami yang melibatkan penggabungan satu oosfer (gamet
betina) dengan gamet jantan yang terbentuk dalam anteridium, menghasilkan oospora.
 Sedangkan reproduksi aseksual terjadi dengan membentuk zoospora yang dihailkan dalam
sporangium. 
 Hifa fungi ini adalah hifa non-septat (tidak bersepta).
 Contoh: Phytophthora infestans, menyebabkan penyakit pada tanaman kentang, cokelat, lada,
kina,dll. Saprolegnia, yaitu fungi yang sering ditemukan pada bangkai serangga. Fungi ini
adalah contoh fungi saprofit .Phytium, fungi tersebut dapat menyebabkan penyakit bususk
pada kecambah tembakau, kina, bayam dan nenas. Fungi ini mudah menyerang pada
persemaian yang tanahnya sangat lembab. 

2. Divisio Zygomycotina

 Reproduksi seksual dengan cara konjugasi yang melibatkan fusi dua gamet menghasilkan
zigospora
 Reproduksi aseksualnya dengan menghasilkan spora yang terkandung dalam konidium atau
sporangium. 
 Hifa dari fungi ini sama halnya dengan Oomycotina, tidak bersepta (non-septa). Hifa relatif
besar dan berkembang baik dengan miselium yang bercabang-cabang
 Pada umumnya hidup terestrial
 Contoh: Rhyzopus dan Mucor. Keduanya mempunyai struktur dan penampilan yang hampir
sama, hanya pada Rhyzopus dapat ditemukan adanya percabangan hifa khusus yang
menembus substrat yang menyerupai akar disebut rhizoid.

3. Divisio Ascomycotina
 pembiakan seksual dengan menghasilkan spora yang disebut askospora., yaitu spora seksual
yang dihasilkan dalam suatu struktur khusus yang disebut askus
 Reproduksi aseksual dilakukan denganmenghasilkan konidia
 hifanya bersepta
 Kelompok ini meliputi ragi, bermacam-macam kapang bahkan beberapa cendawan
 Contoh: Penicillium, species ini juga dikenal sebagai penghasil bahan antibiotik penisilin.
Piedraia hotai, sebagai penyebab infeksi rambut pada manusia yang dinamakan piedra hitam.
Candida albicans, yang menimbulkan suatu keadaan yang disebut candidiasis yaitu penyakit
pada selaput lendir, mulut, vagina dan saluran pencernaan. Saccharomyces cerevisiae ,
digunakan dalam pembuatan roti, anggur dan bir , memperbanyak dir dengan pembentukan
tunas. Jamur Aspergillus niger, untuk fermentasi asam sitrat, Aspergillus oryzae dan
Aspergillus wentii untuk fermentasi kecap 

4. Divisio Basidiomycotina

 Divisio ini dicirikan dengan pembentukan spora seksual disebut basidiospora dan terbentuk
pada struktur khusus seperti gada yang disebut basidium. 
 Pembiakan aseksual biasanya terjadi dengan pembentukan konidium. 
 Hifa kelompok Basidiomycotina mempunyai septa.
 Tubuh buah yang sering dihasilkan kelompok ini, menyebabkan penampilan mereka sangat
menyolok dan secara umum sering disebut cendawan yang secara awam disebut jamur.
 Kebanyakan hidup sebagai saprofit tetapi ada juga yang hidup sebagai parasit terutama pada
tumbuh-tumbuhan
 Contoh: jamur merang (Volvariella volvaceae ), jamur shitake (Lentinus edodes) atau jamur
tiram (Pleurotes)
5. Divisio Deuteromycotina

 Perkembangbiakan seksual belum diketahui sehingga dikenal sebagai cendawan tidak


sempurna (Fungi imperfecti) 
 Perkembangbiakan aseksual dari kelompok ini adalah dengan konidium seperti pada
Ascomycotina.
 Anggotanya adalah beberapa fungi yang hidup parasit pada manusia dan hewan.
 Hifa bersekat Contoh: Histoplasma capsulatum ,yang menyebabkan koksidiomikosis.
Epidermiphyton floocosum yang menyebabkan kaki atlit. Sedangkan genus Epodermiphyton,
microsporum dan trigophyton merupakan fungi penyebab penyakit kurap.

Reproduksi

Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual. Spora aseksual disebut talospora
(thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif.
Spora yang termasuk talospora ialah:
1. Blastospora, yaitu sporayang berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung hifa semu atau pada
sekat (septum) hifa semu. Contoh: Candida
2. Artrospor a, yaitu spora yang dibentuk langsung dari hifa dengan banyak septum yang
kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut terbagi menjadi banyak artrospora
yang berdinding tebal. Contoh: Oidiodendron, Geotrichum
3. Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah atau menonjol ke
lateral, dan disebut klamidospora terminal, interkaler dan lateral. Diameter klamidospora
tersebut lebih lebar dari hifa yang berdinding tebal. Contoh: Candida albicans, dermatofita
4. Aleuriospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa khusus yang disebut
konidiofora. Aleuriospora ini uniselular dan kecil, disebut mikrokonidia (mikro
aleuriospora); atau multiselular, besar atau panjang, disebut makrokonidia (makro
aleuriospora). Contoh: Fusarium, dermatofita
5. Sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam ujung hifa yang menggelembung,
disebut sporangium. Contoh: Rhizopus, Mucor: Absidia
6. Konidia yaitu spora yang dibentuk di ujung sterigma bentuk fialid. Sterigma dibentuk di atas
konidiofora. Konidia membentuk susunan seperti rantai. Contoh: Penicillium, Aspergillus.
Spora seksual dibentuk dari fusi dua sel atau hifa.

Termasuk golongan spora seksual ialah:

1. Zigospora, yaitu spora yang dibentuk dari fusi (penggabungan) dua hifa yang sejenis
membentuk zigot dan di dalam zigot terbentuk zigospora.
2. Oospora, yaitu spora yang dibentuk dari fusi dua hifa yang tidak sejenis (anteridium dan
oogonium)
3. Askospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam askus sebagai hasil penggabungan (fusi) dua
sel atau dua jenis hifa.
4. Basidiospora, yaitu spora yang dibentuk pada basidium sebagai hasil penggabungan dua jenis
hifa. Seperti hifa, spora dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih.

(Parasitologi FK UI)
2. PATOGENESIS INFEKSI JAMUR DAN INFEKSI NOSOCOMIAL

Patogenesis Candida albicans

Menurut Komariah dan Sjam (2012) terdapat beberapa tahapanpatogenesis Candida albicans
dalam rongga mulut sebagai berikut :

1) Tahap Akuisisi
Tahap akuisisi adalah masuknya sel jamur ke dalam rongga mulut. Umumnya terjadi melalui
minuman dan makanan yang terkontaminasi oleh Candida albicans.

2) Tahap Stabilitas Pertumbuhan


Tahap stabilitas pertumbuhan adalah keadaan ketika Candida albicans yang telah masuk melalui
akuisisi dapat menetap,berkembang, dan membentuk populasi dalam rongga mulut. Hal
ituberkaitan erat dengan interaksi antara sel jamur dengan sel epitelrongga mulut hostpes.
Pergerakan saliva yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan sel Candida albicans tertelan
bersama saliva dan keluar dari dalam rongga mulut karena saliva memiliki kemampuan untuk
menurunkan perlekatan Candida albicans.Apabila penghilangan lebih besar dibanding akuisisi
maka tidak terjadi kolonisasi. Apabila penghilangan sama banyak denganakuisisi maka agar
terjadi kolonisasi diperlukan faktor predisposisi.Apabila penghilangan lebih kecil dibanding
akuisisi maka Candida Albicans akan melekat dan bereplikasi, hal ini merupakan awalterjadinya
infeksi. Beberapa faktor predisposisi seperti pemakaiangigi palsu, khususnya jika mengakibatkan
rasa sakit dan diiringi kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat
bagipertumbuhan Candida albicans.

3) Tahap Perlekatan (adhesi) dan Penetrasi


Adhesi adalah interaksi antara sel Candida albicans dengan selpejamu yang merupakan syarat
berkembangnya infeksi.Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting
dalammerusak sel dan penetrasi (invasi) ke dalam sel inang. Enzimfosfolipase yang dimiliki oleh
Candida albicans akan memberikankontribusi dalam mempertahankan infeksi. Iritasi fisik
karenapenetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka lokal yang dapatdigunakan sebagai jalan
masuk jamur.c. Faktor Penyebab Kolonisasi Candida albicans
(repository.unimus)

Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yangterjadi di rumah
sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita,
tenaga kesehatan dan juga setiap orang yarg datang ke rumah sakit. Manifestasi penyakit dapat
terjadi di rumah sakit, tetapi dapat juga di luar rumah sakit apabila inkubasi lebih lama dari masa
tinggalnya di rumah sakit. Penyakit infeksi yang sedang dalam masa inkubasi waktu penderita
masuk ke rumah sakit, bukan infeksi nosokomial. Sumber kuman infeksi nosokomial dapat
endogen atau autogen, yaitu berasal dari penderita sendiri yang dibawa dari luar rumah sakit;
atau didapat di rumah sakit atau sumbernya dapat juga eksogen, yaitu berasal dari luar penderita.
Terjadinya infeksi nosokomial adalah karena beberapa faktor,
1. Agen penyakit
2. Resevoir/sumber
3. Lingkungan
4. Penularan
5. Hospes

Agen penyakit:
Bermacam jenis agen penyakit dapat berupa kuman, virus, jamur, parasit atau rickettsia. Dan
macam-macam agen penyakit ini ditentukan pula oleh patogenitasnya, virulensinya, daya
invasinya dan dosis infeksinya.

Reservoir:
Semua kuman ada reservoirnya/sumbernya. Seperti virus, reservoirnya adalah manusia, kuman
positif Gram manusia, tetapi kuman negatif gram dapat manusia dapat juga alam seperti
Pseudomonas. Apabila reservoirnya manusia, maka dapat berasal dari traktus respiratorius,
traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah (hepatitis B). Kuman itu akan
ada di udara pada debu seperti Salmonella, pada droplet seperti Mycobacterium atau pada kulit
yang lepas.

Lingkungan:
Keadaan udara sangat mempengaruhi seperti kelembaban rdara, suhu dan pergerakan udara atau
tekanan udara.

Penularan:
Penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber ke hospes. Ada empat jalan yang dapat
ditempuh:
1. Kontak langsung (perawat)
2. Alat (endoskop)
3. Udara
4. Vektor (alat)

Dapat terjadi sendiri-sendiri atau lebih dari satu jalan: seperti tuberkulosis paru-panr adalah
melalui udara. Morbili adalah melalui udara dan kontak. Salmonella adalah melalui vdar a,
kontak dan alat Hospes: Tergantung port d’entree (tempat masuknya kuman penyakit):
 melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.
 melalui traktus digestivus seperti Eschericbia coli, Shigella, Salmonella
 melalui traktus respiratorius bagian atas ukuran partikel >5u Apakah melalui traktus
respiratorius bagian bawah ukuran partikel <5 
 melalui traktus urinarius seperti Klebsiela Pneumoniae
Pada hospes tergantung pula pada imunitas alamiah atau buatan yang aktif maupun pasif. Dalam
infeksi nosokomial ada yang dapat dicegah dan ada yang tidak dapat dicegah. Yang dapat
mencegah terjadinya infeksi nosokomial adalah tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci
tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari yang satu pindah ke yang lainnya.
Sedangkan infeksi yang tidak dapat dicegah adalah karena faktor hospes itu sendiri yang berubah
atau menurun daya imunitasnya karena sakitnya atau karena pengobatannya.
Penyakit dan organisme pada infeksi nosokomial
Acinetobacter
Acinetobacter [asz − in − ée − toe – back − ter] adalah kelompok bakteri yang biasa
ditemukan di tanah dan air. Wabahinfeksi Acinetobacter biasanya terjadi di unit perawatan
intensif dan pengaturan perawatan kesehatan yang menampung pasien yang sangat sakit.
Meskipun ada banyak jenis atau “spesies” dari Acinetobacter dan semuanya dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, Acinetobacter baumannii [asz − in − ée − toe – back − ter bō – maa – nee
– ie] menyumbang sekitar 80% dari infeksi yang dilaporkan. Infeksi acinetobacter jarang terjadi
di luar pengaturan perawatan kesehatan.

Burkholderia cepacia
Burkholderia cepacia [burk-hōld – er – ee-uh si − pay − shee − uh] adalah nama untuk
sekelompok atau “kompleks” bakteri yang dapat ditemukan di tanah dan air. Bakteri
Burkholderia cepacia seringkali resisten terhadap antibiotik umum. Burkholderia cepacia
menimbulkan sedikit risiko medis bagi orang sehat; bagaimanapun, itu adalah penyebab infeksi
yang diketahui pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Orang dengan kondisi kesehatan
tertentu, seperti sistem kekebalan yang lemah atau penyakit paru-paru kronis (terutama fibrosis
kistik), mungkin lebih rentan terhadap infeksi Burkholderia cepacia . [ Burkholderia cepacia juga
disebut B. cepacia]

Candida auris
Fasilitas kesehatan di beberapa negara telah melaporkan bahwa sejenis ragi yang disebut
Candida auris telah menyebabkan penyakit parah pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada
beberapa pasien, jamur ini bisa masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,
menyebabkan infeksi invasif yang serius. Jamur ini seringkali tidak merespons obat antijamur
yang biasa digunakan, sehingga infeksi sulit diobati. Pasien yang telah lama dirawat di fasilitas
perawatan kesehatan, memiliki kateter vena sentral, atau saluran atau tabung lain yang memasuki
tubuh mereka, atau sebelumnya telah menerima antibiotik atau obat antijamur, tampaknya
berisiko tertinggi terinfeksi jamur ini.

Clostridioides difficile
Clostridioides difficile [klos – TRID – e – OY-dees dif – uh – SEEL] (sebelumnya
dikenal sebagai Clostridium difficile dan sering disebut C. difficile atau C. diff ) adalah bakteri
(kuman) yang menyebabkan diare dan radang usus besar disebut kolitis. Diare dan demam
adalah gejala paling umum dari infeksi C. diff . Penggunaan antibiotik yang berlebihan adalah
risiko terpenting terkena C. diff .

Clostridium Sordellii
Clostridium sordellii [klo-strid-ee-um sakit-dell-ee-I] adalah bakteri langka yang
menyebabkan pneumonia, endokarditis, artritis, peritonitis, dan mionekrosis. Bakteremia dan
sepsis Clostridium sordellii (bakteremia terjadi ketika bakteri ada dalam aliran darah; sepsis
adalah ketika bakteremia atau infeksi lain memicu respons serius di seluruh tubuh) jarang terjadi.
Sebagian besar kasus sepsis dari Clostridium sordellii terjadi pada pasien dengan kondisi
kesehatan lain. Sindrom syok toksik yang parah di antara orang yang sebelumnya sehat telah
dijelaskan dalam sejumlah kecilkasus Clostridium sordellii , paling sering dikaitkan dengan
infeksi ginekologi pada wanita dan infeksi tunggul pusar pada bayi baru lahir. [ Clostridium
sordellii juga disebut C. sordellii]

Enterobacteriaceae (tahan karbapenem)


Enterobacteriaceae yang resisten terhadap karbapenem merupakan famili kuman yang
sulit diobati karena memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotik. Spesies Klebsiella
dan Escherichia coli (E. coli) adalah contoh Enterobacteriaceae, bagian normal dari bakteri usus
manusia, yang dapat menjadi resisten terhadap karbapenem.
Dalam pengaturan perawatan kesehatan, infeksi CRE paling sering terjadi di antara
pasien yang menerima perawatan untuk kondisi lain. Pasien yang perawatannya memerlukan
perangkat seperti ventilator (mesin pernapasan), kateter urin (kandung kemih), atau kateter
intravena (vena), dan pasien yang menjalani pengobatan antibiotik tertentu dalam jangka waktu
lama paling berisiko mengalami infeksi CRE.

Enterobacteriaceae penghasil ESBL


Enterobacteriaceae adalah keluarga besar dari berbagai jenis kuman yang dapat
menyebabkan infeksi baik di lingkungan perawatan kesehatan maupun di luar perawatan
kesehatan, di komunitas. Contoh kuman dalam famili Enterobacteriaceae antara lain Escherichia
coli ( E. coli ) dan Klebsiella pneumoniae .

Bakteri gram negatif


Bakteri gram negatif - Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi termasuk pneumonia,
infeksi aliran darah, infeksi luka atau tempat operasi, dan meningitis dalam pengaturan
perawatan kesehatan. Bakteri gram negatif resisten terhadap banyak obat dan semakin resisten
terhadap sebagian besar antibiotik yang tersedia. Infeksi gram negatif termasuk yang disebabkan
oleh Klebsiella , Acinetobacter , Pseudomonas aeruginosa, dan E. coli. , serta banyak bakteri lain
yang kurang umum.

Hepatitis
Kata hepatitis berarti radang hati dan juga mengacu pada sekelompok infeksi virus yang
mempengaruhi hati. Jenis yang paling umum adalah hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C.
Pemberian layanan kesehatan berpotensi menularkan hepatitis kepada petugas layanan
kesehatan dan pasien. KLB telah terjadi di tempat rawat jalan, unit hemodialisis, fasilitas
perawatan jangka panjang, dan rumah sakit, terutama sebagai akibat dari praktik injeksi yang
tidak aman; penggunaan kembali jarum suntik, alat penjepit jari, dan alat suntik; dan
penyimpangan lain dalam pengendalian infeksi.

Human Immunodeficiency Virus (HIV / AIDS)


Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang dapat menyebabkan sindrom
defisiensi imun didapat (AIDS). HIV menghancurkan sel darah yang disebut sel CD4 + T, yang
sangat penting untuk membantu tubuh melawan penyakit. Hal ini mengakibatkan sistem
kekebalan yang melemah, membuat orang dengan HIV atau AIDS berisiko terhadap berbagai
jenis infeksi. Penularan HIV ke pasien saat berada di Pengaturan Layanan Kesehatan jarang
terjadi. Kebanyakan paparan tidak menyebabkan infeksi. [Human immunodeficiency virus juga
disebut HIV]

Influenza
Influenza pada dasarnya adalah infeksi berbasis komunitas yang ditularkan di rumah tangga dan
lingkungan komunitas. Setiap tahun, 5% hingga 20% penduduk AS tertular infeksi virus
influenza, dan banyak yang akan mencari perawatan medis dalam pengaturan perawatan
kesehatan rawat jalan (misalnya, kantor dokter anak, klinik perawatan darurat). Selain itu, rata-
rata lebih dari 200.000 orang dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk mengetahui fakta-fakta
penting tentang Influenza (flu).
Infeksi influenza yang terkait dengan perawatan kesehatan dapat terjadi di lingkungan perawatan
kesehatan apa pun dan paling sering terjadi saat influenza juga beredar di masyarakat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan influenza harus diterapkan di semua rangkaian perawatan
kesehatan. Tindakan tambahan mungkin perlu diterapkan selama musim influenza jika wabah
influenza terkait perawatan kesehatan terjadi di dalam fasilitas tertentu, seperti fasilitas
perawatan jangka panjang dan rumah sakit

Klebsiella
Klebsiella [kleb – see – ell – uh] adalah jenis bakteri Gram-negatif yang dapat menyebabkan
infeksi terkait perawatan kesehatan termasuk pneumonia, infeksi aliran darah, infeksi luka atau
tempat operasi, dan meningitis. Semakin banyak,bakteri Klebsiella telah mengembangkan
resistensi antimikroba, yang terbaru terhadap kelas antibiotik yang dikenal sebagai karbapenem.
Bakteri Klebsiella biasanya ditemukan di usus manusia (di mana mereka tidak menyebabkan
penyakit). Mereka juga ditemukan di kotoran manusia (feses). Dalam pengaturan perawatan
kesehatan, Klebsiellainfeksi biasanya terjadi di antara pasien sakit yang menerima perawatan
untuk kondisi lain. Pasien yang memiliki alat seperti ventilator (mesin pernapasan) atau kateter
intravena (vena), dan pasien yang menggunakan antibiotik tertentu dalam jangka waktu yang
lama paling berisiko terkena infeksi Klebsiella . Orang sehat biasanya tidak terkena infeksi
Klebsiella .
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis bakteri Staph yang resisten
terhadap antibiotik tertentu yang disebut beta-laktam. Antibiotik ini termasuk metisilin dan
antibiotik lain yang lebih umum seperti oksasilin, penisilin, dan amoksisilin. Di masyarakat,
kebanyakan infeksi MRSA adalah infeksi kulit. Infeksi MRSA yang lebih parah atau berpotensi
mengancam nyawa terjadi paling sering di antara pasien di Pengaturan Perawatan Kesehatan. [
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin juga disebut MRSA]

Mikobakteria Nontuberkulosis (NTM)


Nontuberculous Mycobacteria (NTM) merupakan mikobakteri selain M. tuberculosis (penyebab
tuberkulosis) dan M. leprae (penyebab kusta). Meskipun siapa pun dapat terkena infeksi NTM,
NTM adalah patogen oportunis
3. FAKTOR RESIKO INFEKSI JAMUR DAN NOSOKOMIAL

Beberapa faktor risiko infeksi jamur, antara lain:

Meski dapat dialami oleh siapa saja, infeksi jamur lebih berisiko dialami oleh seseorang dengan
faktor-faktor di bawah ini:

 Menderita diabetes
 Menderita HIV
 Menjalani transplantasi organ atau sel punca
 Menderita kanker 
 Menjalani rawat inap dalam waktu lama di rumah sakit
 Mengonsumsi obat imunosupresan
 Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
 Menderita penyakit pembuluh darah
 Telah memasuki masa menopause
 Mengalami cedera atau infeksi di kuku dan kulit 
 Tidak rajin menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar

Beberapa faktor risiko infeksi nosokomial, antara lain:

 Seseorang dengan usia lebih dari 70 tahun, bayi, dan anak-anak. 


 Memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti pada pengidap HIV/AIDS, alami malnutrisi, dan
pengguna obat imunosupresan atau kemoterapi. 
 Waktu perawatan di rumah sakit yang lebih lama. 
 Lingkungan rumah sakit yang padat.
 Banyaknya kegiatan memindahkan pasien dari satu unit ke unit yang lain. 
 Penempatan pasien dengan kondisi yang mudah terserang infeksi nosokomial (misalnya pada
ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi, ruang perawatan luka bakar) pada satu
tempat.
 Pengidap dengan koma, gagal ginjal akut, cedera berat, luka bakar, dan syok.
 Prosedur seperti tindakan operasi, pemasangan alat bantu napas (ventilator), endoskopi, atau
kateter.
 Penggunaan antibiotik spektrum luas yang berlebihan atau tidak tepat.
 Jumlah perangkat dan prosedur invasif yang lebih banyak (misalnya: kateter vena sentral,
kateter urin, prosedur bedah, dan ventilasi mekanis).
 Adanya kondisi komorbid. 
 Memiliki diabetes.
 Mengidap penyakit paru-paru kronis. 
4. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI JAMUR DAN INFEKSI NOSOCOMIAL

Gejala Infeksi Jamur


Infeksi jamur dibagi ke dalam beberapa jenis, berdasarkan jenis jamurnya. Setiap jenis infeksi
dapat ditandai dengan gejala yang berbeda-beda. Berikut akan dijelaskan jenis infeksi jamur dan
gejala yang menyertainya:

Candidiasis
Candidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida. Infeksi ini terjadi akibat kurangnya
kebersihan diri, kebiasaan mengenakan pakaian ketat, penurunan daya tahan tubuh akibat kondisi
tertentu (seperti diabetes atau penyakit autoimun), dan kondisi kulit yang lembap.
Gejala candidiasis tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi, antara lain:
 Bercak putih yang terasa nyeri di dalam mulut atau kerongkongan
 Kulit pecah-pecah di sudut bibir 
 Gatal dan nyeri di vagina yang disertai keputihan
 Ruam kulit yang terasa seperti terbakar

Infeksi Candida auris


Sesuai namanya, infeksi ini disebabkan oleh jamur Candida auris. Berbeda dari
jamur Candida lain, Candida auris kebal terhadap obat antijamur yang biasa digunakan untuk
mengobati candidiasis. Infeksi Candida auris biasanya menyerang pasien yang dirawat dalam
jangka panjang di rumah sakit.
Gejala umum infeksi Candida auris meliputi:
 Demam
 Menggigil
 Sepsis

Kurap
Kurap merupakan infeksi kulit akibat jamur yang hidup di tanah,
seperti Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton. Seseorang bisa terinfeksi kurap bila
menyentuh tanah yang terkontaminasi jamur tersebut. Penyebarannya dapat terjadi dari hewan ke
manusia, atau antarmanusia.
Gejala kurap yang dapat terlihat di kulit antara lain:
 Gatal di kulit 
 Ruam menyerupai cincin
 Kulit kemerahan, bersisik, dan pecah-pecah
 Rambut rontok

Infeksi jamur kuku


Infeksi jamur kuku terjadi ketika jamur di kuku tumbuh tidak terkendali. Jenis jamur penyebab
infeksi jamur kuku sama dengan jamur penyebab kurap.
Infeksi jamur kuku dapat terjadi pada siapa saja, tetapi risikonya lebih tinggi pada
penderita diabetes, lansia di atas 65 tahun, pengguna kuku palsu, dan orang yang mengalami
cedera kuku.
Gejala infeksi jamur kuku meliputi:
 Warna kuku memudar menjadi kuning, cokelat, atau putih
 Kuku menjadi berubah posisi dan terasa longgar dari dasar kuku
 Kuku menjadi rapuh atau menebal, disertai bau

Aspergillosis
Aspergillosis terjadi akibat paparan jamur Aspergillus, yang dapat ditemukan di tumpukan
kompos, gandum, dan sayuran yang membusuk. Kondisi ini lebih berisiko terjadi pada orang
dengan daya tahan tubuh lemah, penderita asma, atau penderita cystic fibrosis.
Aspergillosis dapat menimbulkan gejala yang berbeda-beda. Namun, gejala yang sering timbul
adalah batuk yang dapat disertai darah atau lendir, serta sesak napas.

Infeksi jamur mata


Infeksi jamur mata dapat disebabkan oleh beberapa jenis jamur, misalnya Fusarium, Aspergillus,
dan Candida. Infeksi ini dapat disebabkan oleh beragam kondisi, seperti cedera mata, operasi
katarak atau transplantasi kornea, penggunaan obat tetes mata atau cairan pembersih lensa
kontak yang terkontaminasi, dan suntik kortikosteroid di mata.
Gejala infeksi jamur mata dapat berupa:
 Mata merah
 Nyeri di mata
 Penglihatan buram
 Mata sensitif terhadap cahaya 

Pneumocystis pneumonia (PCP)


Penyakit PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis jirovecii yang menyebar melalui udara. PCP
lebih berisiko menyerang individu dengan daya tahan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS,
serta pasien yang mengonsumsi obat imunosupresif atau menjalani prosedur transplantasi organ
PCP dapat ditandai dengan beberapa gejala berikut ini:
 Demam dan menggigil
 Batuk kering atau mengi
 Sesak napas
 Nyeri dada

Cryptococcus neoformans
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans. Saat terhirup, spora jamur tersebut
biasanya hanya menyebabkan infeksi pada orang dengan daya tahan tubuh lemah, seperti
penderita HIV/AIDS.
Gejala Cryptococcus neoformans tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi, tetapi umumnya
berupa:
 Demam
 Batuk
 Sakit kepala yang kadang disertai penurunan kesadaran
 Mual dan muntah

Histoplasmosis
Histoplasmosis disebabkan oleh jamur Histoplasma. Jamur ini dapat ditemukan di tanah yang
terpapar kotoran burung atau kelelawar. Infeksi terjadi ketika spora jamur di tanah terhirup dan
masuk ke saluran pernapasan.
Beberapa gejala yang menandakan histoplasmosis adalah:
 Demam
 Menggigil
 Sakit kepala
 Batuk kering

Mucormycosis
Mucormycosis disebabkan oleh jamur golongan Mucormycetes yang ditemukan di daun, kayu,
tanah, atau di tumpukan kompos. Jamur ini adalah penyebab penyakit jamur hitam pada
pasien COVID-19 di India.
Mucormycosis terjadi ketika seseorang menghirup spora jamur secara tidak sengaja. Infeksi juga
dapat terjadi bila luka terbuka di kulit terpapar jamur ini. Infeksi ini lebih berisiko terjadi pada
orang dengan daya tahan tubuh lemah, seperti penderita kanker dan diabetes.
Gejala mucormycosis tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi, antara lain:
 Batuk dan sesak napas
 Demam
 Ruam kehitaman pada lapisan dalam hidung atau mulut
 Sakit perut yang disertai mual dan muntah
 Melepuh atau kemerahan pada kulit 

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG INFEKSI JAMUR DAN NOSOCOMIAL

Pemeriksaan penunjang infeksi jamur

Pemeriksaan lanjutan untuk infeksi jamur dilakukan dengan mengambil sampel darah, urine,
nanah, atau cairan serebrospinal, tergantung organ yang terinfeksi. Metode pemeriksaan tersebut
cukup beragam, tergantung kepada jenis infeksi jamur itu sendiri. Di antaranya adalah:

Tes KOH

Dalam tes KOH, dokter akan mengambil sampel kerokan kulit pasien yang terinfeksi, lalu
mencampurnya dengan larutan KOH (kalium hidroksida). KOH akan menghancurkan sel kulit
sehat, dan menyisakan sel kulit yang terinfeksi jamur.

Kultur jamur

Kultur jamur dilakukan guna mendeteksi apakah terdapat jamur di area tubuh yang terinfeksi.
Dalam prosedur ini, dokter akan mengambil sampel darah, kulit, kuku, atau lapisan dalam kulit
pasien untuk dibiakkan di laboratorium. Sampel juga dapat menggunakan cairan serebrospinal
bila dicurigai terdapat infeksi pada otak dan tulang belakang. Dalam prosedur ini, sampel cairan
serebrospinal yang menyelubungi otak dan tulang belakang pasien akan diambil, menggunakan
metode pungsi lumbal, yaitu melalui celah tulang belakang di daerah punggung bawah.

Tes pewarnaan gram


Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan infeksi lain, yaitu bakteri. Tes pewarnaan
gram dilakukan dengan mengambil sampel dahak, darah, atau urine pasien untuk diteliti di
laboratorium.

Biopsi

Biopsi adalah pengambilan sampel jaringan guna dianalisis di bawah mikroskop. Dokter dapat
mengambil sampel kulit, paru-paru, tulang sumsum, atau kelenjar getah bening, tergantung
kepada area yang terinfeksi.

Pemeriksaan penunjang infeksi jamur

Dokter akan menanyakan keluhan yang dialami oleh pasien, kemudian melakukan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui kondisi pasien dan ada atau tidaknya tanda infeksi lokal di kulit.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut:

 Tes darah, untuk mendeteksi tanda infeksi


 Tes urine, untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada saluran kemih, termasuk untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi
 Kultur dahak, untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi saluran pernapasan
 Kultur darah, dahak, atau cairan luka operasi, untuk memastikan keberadaan dan jenis dari
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebabkan infeksi
 Pemindaian dengan CT scan, MRI, USG, atau Rontgen, untuk mendeteksi ada tidaknya
kerusakan dan tanda infeksi pada organ-organ tertentu

6. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI INFEKSI


JAMUR DAN NOSOKOMIAL

Antifungi adalah suatu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
jamur. Menurut indikasi klinis obat-obat antijamur dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu:

1. Antijamur untuk infeksi sistemik, termasuk:


 Amfoterisin B, antibiotik ini berikatan kuat dengan ergesterol yang terdapat pada membrane
sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membrane sel bocor sehingga terjadi kehilangan
beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel.
 Flusitosi,, merupakan antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan
mempunyai persamaan struktur dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini efektif untuk
pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, dan aspergilosis.
 Imidazol (ketokonazol, flukonazol, itrakonazol), merupakan antijamur sistemik yang
diberikan secara oral tetapi obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil (tertama pada
trimester pertama karena dapat menyebabkan kelainan pada janin).

2. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan, termasuk;


 Griseofulvin, merupakan antijamur dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton, dan
Microsporum.
 golongan imidazol (mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol, tiokonazol, dan
bifonazol), merupakan obat antijamur yang diberikan secara topikal atau hanya dioleskan
pada daerah yang sakit.
 Nistatin, merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan ragi tetapi
tidak efektif terhadap bakteri, protozoa, dan virus.
 Tolnaftat, merupakan obat antijamur yang diberikan secara topikal dan efektif untuk
pengobatan sebagian besar dermatofit tapi tidak efektif terhadap kandida.
 Antijamur topical lainnya (kandisidin, asam undesilenat, dan natamisin), merupakan obat
antijamur secara topikal tetapi khasiatnya tidak sebaik obat lainnya.

Pengobatan Non Obat / Terapi


1. Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar
2. Hindari terlalu sering kontak langsung dengan air kotor
3. Bersihkan tangan dan kaki dengan sabun setelah beraktivitas
4. Jangan memakai sepatu orang lain
5. Kenakan kaus kaki yang terbuat dari kain yang cepat kering atau menjaga kelembaban kulit.
Jangan lupa untuk mengganti kaus kaki Anda setiap hari, dan cepat mengganti jika kaus kaki
basah.
6. Pisahkan barang pribadi (handuk, baju, sepatu) anda, dari barang pribadi orang lain.

Pengobatan Farmakologi
 Salep mikonazol (topikal),
indikasi; untuk mengobati infeksi kulit dan kuku yang disebabkan jamur Trichophyton,
Epidermophyton, microsporum, Candida, dan Malassezia furfur. Seperti kutu air, kadas, kurap,
panu, dll.
Aturan pemakaian; dioleskan sekali atau dua kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Dan
pemakaiannya harus berlanjut jangan sampai terhenti agar infeksi jamur tersebut tidak
membekak atau melebar.

Efek samping; iritasi dan sensitivitas kulit.


Alasan; obat ini lebih efektif , ekonomis, aman digunakan, dan kinerja atau reaksinya cepat, serta
cara penggunaannya yang mudah dan praktis.

Untuk setiap Infeksi Opurtunistik, ada obat, atau kombinasi obat tertentu yang tampak paling
berhasil. Lihat lembaran informasi setiap Infeksi Opurtunistik untuk lebih mempelajari tentang
bagaimana Infeksi Opurtunistik tersebut diobati. ART memungkinkan pemulihan sistem
kekebalan yang rusak dan lebih berhasil memerangi Infeksi Opurtunistik. LI 481 tentang
pemulihan kekebalan mempunyai banyak informasi tentang topik ini.

Candida
Flukonazol
Definisi Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam bentuk oral
dan parenteral (Lubis, 2008). Flukonazol termasuk anti fungi golongan triazol yang ditemukan
pada tahun 1982 dan pertama diperkenalkan di Eropa kemudian di Amerika Serikat. Bentuk
sediaannya adalah kapsul 50 mg, 150 mg, dan injeksi 200 mg/100 ml (Kemenkes, 2013).
a. Mekanisme Kerja
Flukonazol bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol pada membran sel jamur, yang
bekerja dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450 14-α–demethylase dan bersifat
fungistatik. Flukonazol paling efektif terhadap jamur Candida, Coccidioides imminitis dan
Crytococcus neoformans. Walaupun flukonazol efektif terhadap spesies Candida akan tetapi
memiliki sifat resistan terhadap Candida krusei dan Candida glabrata (Lubis, 2008).
b. Farmakokinetik
Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui gastrointestinal. Bioavailabilitas oral
flukonazol melebihi 90% pada orang dewasa. Konsentrasi puncak plasma dicapai setelah 1 atau
2 jam pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20–50 jam) setelah
pemberian oral. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung. Metabolisme
flukonazol ini terjadi di hepar dan akan diekskresikan melalui urine. Flukonazol berisfat
hidrofilik sehingga sangat banyak ditemukan di dalam cairan tubuh juga terkandung dalam
keringat dalam konsentrasi tinggi (Lubis, 2008).
c. Dosis
Dosis mikonazol untuk candidiasis orofaringeal diberikan dosis 200 mg pada hari pertama dan
hari selanjutnya 100 mg/hari selama 2 minggu. Candidiasis esofageal 200 mg pada hari pertama
dan diteruskan pada hari selanjutnya 100 mg/hari selama 3 minggu. Candidiasis vulvovaginal
150 mg dosis tunggal (Lubis, 2008).
d. Efek Samping
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare,
sakit pada abdominal juga sakitkepala. Efek samping lain yaitu hipersensitivitas hepatotoksik,
trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat (Lubis, 2008).

Mikonazol
Mikonazol adalah agen anti jamur spektrum luas yang berasal dari golongan imidazol (Sanap
dan Mohanta, 2014). Mikonazol biasa digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis
versikolor, candidosis oral, kutaneus, dan genital (Lubis, 2008).
a. Mekanisme Kerja
Kerja mikonazol dengan cara kombinasi dari dua mekanisme yaitu yang pertama dengan
menghambat biosintesisi ergosterol, yang akan menyebabkan lisis membran sel jamur karena
perubahan di kedua membrannya yakni integritas dan fluiditas dan yang kedua melalui
perusakan langsung membran sel jamur (Sanap dan Mohanta, 2014).Mekanisme kerja mikonazol
pada tingkat membran adalah dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450 sel jamur,
lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi
ketidak normalan membran sel (Collins et al., 2011). c.
b. Farmakokinetik
Sebuah studi farmakokinetik dari 18 sukarelawan sehat menunjukkankonsentrasi saliva
maksimum rata-rata 15 mcg / ml pada7 jam setelah penempatan tablet. Sebuah paparan
mikonazol pada saliva rata-rata dari 55,23 mcg. jam / mL diperkirakandari AUC (0-24 jam).
Waktu paruhtablet bukal mikonazol adalah 24 jam. Penyerapan sistemik tablet bukal mikonazol
adalah terbatas. Konsentrasi plasma berkisar antara 0,5 sampai 0.83 mcg / mL (Collins et al.,
2011).
c. Dosis
Dosis mikonazol untuk pengobatan Candidiasis vaginalis adalah 200 atau 100 mg yang
dimasukan kedalam vagina selama 7 atau 14 hari berturut-turut. Pengobatan Candidiasis oral
diberikan oral gel 125 mg 4 kali sehari. Kemudian untuk pengobatan infeksi jamur dikulit
digunakan mikonazol krim 2%. Dosis lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2–4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari (Lubis, 2008).
d. Efek samping
Berikut adalah beberapa efek samping mikonazol :
1) Mual, muntah, gatal, sensasi tidak menyenangkan pada mulut dan pruritus.
2) Hasil tes fungsi hati yang abnormal. Tingkat SGOT dilaporkan tinggi pada sekitar 15%
pasien dalam uji klinis.
3) Sediaan krim, supositoria atau tablet vagina menimbulkan sensasi terbakar, poliuria, gatal,
nyeri dan edema.
4) Sediaan krim yang digunakan pada kulit umumnya mempunyai efek samping seperti rasa
panas, eritema, edema, gatal, rasa seperti terbakar, pedih, urtikaria, dan kejadian iritasi umum
lainnya.

Pneumonia Pneumocystis
Penatalaksanaan Pneumonia Pneumocystis
Terapi pilihan untuk PCP adalah TMP-SMX (TMP 15-20 mg/kg/hari + SMZ 75- 100
mg/kg/hari) IV dibagi dalam 3-4 dosis selama 21 hari. Terapi alternatif dapat digunakan
klindamisin 3-4 x 600-900 mg IV atau 4x300-450 mg PO + primakuin 15-30 mg/hari PO selama
21 hari bila pasien alergi terhadap sulfa. Pasien dengan PCP berat dianjurkan pemberian
kortikosteroid berupa prednison 2x40 mg PO selama 5 haripertama, selanjutnya 40 mg/hari pada
hari 6-10, kemudian 20 mg/hari dari hari 11-21. Metilprednisolon IV diberikan dengan dosis
75% dosis prednison.

Inisiasi ART segera lebih dipilih pada pasien dengan PCP walaupun waktu inisiasi yang optimal
masih belum bisa ditentukan. Penderita HIV yang akan memulai ART dengan CD4+ <200
sel/μL, dianjurkan untuk diberikan TMP-SMX2 minggu sebelum ART. Hal tersebut berguna
untuk tes kepatuhan dalam minum obat dan menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih
antara TMP-SMX dengan ART, mengingat bahwa banyak obat ART mempunyai efek samping
serupa dengan efek samping TMP-SMX.

Kejadian efek simpang TMP-SMX cukup tinggi, berupa ruam kulit (termasuk sindroma Stevens-
Johnson), demam, leukopenia, trombositopenia, azotemia, hepatitis, hiperkalemia, mual dan
muntah, pruritus dan anemia. Terapi suportif dan simptomatis terhadap efek tersebut perlu
diusahakan sebelum menghentikan TMP-SMX.

Anda mungkin juga menyukai