Anda di halaman 1dari 31

perpustakaan.uns.ac.

id 56
digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Golongan Khawarij

1. Tahkim Shiffin
awiyah bin Abi Sufyan terhadap Khalifah Ali bin Abi
Thalib mengenai qishash (hukum mati) bagi para pembunuh Utsman bin Affan
agar segera dilaksanakan berbeda dengan kebijakan khalifah yang lebih memilih
menunda pelaksanaan qishash sebelum kondisi negara stabil. Perbedaan
kepentingan inilah yang memicu lahirnya konflik yang tidak bisa dihindari. Pada
tahun 37 H pecahlah Perang Shiffin antara kedua belah pihak.

Sufyan mengenai qishash para pembunuh Khalifah Utsman bin Affan semakin
memanas. Perang diantara sesama umat muslim sudah tidak dapat dihindari lagi.
Pecahlah Perang Shiffin antara kedua pasukan. Banyak korban jiwa berjatuhan
dalam peperangan ini, akhirnya pa
adanya gencatan senjata dan perdamaian dengan mengangkat mushaf Al-
di atas tombak mereka. Gencatan senjata ini juga diterima oleh Khalifah Ali bin
Abi Thalib untuk menghindari semakin banyak jatuhnya korban diantara
keduanya belah pihak.
Pasukan sayap kanan Khalifah Ali bin Abi Thalib di bawah komando
Malik Al-
Sufyan hingga terdesak, yang memaksanya meminta gencatan senjata dan
berdamai dengan menjungjung Al-
menolak permintaan gencatan senjata ini. Tetapi, para pendukung terutama dari
orang-orang salih mendesak agar khalifah menerima permintaan gencatan senjata.
Mereka mendesak khalifah agar bersedia berunding dengan alasan bahwa satu
perbuatan tercela dan tidak sesuai dengan ajaran Islam menolak permintaan damai
apalagi sesama muslim yang sama-sama berpegang pada Al-
1985).

56
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

Khalilfah Ali bin Abi Thalib menyetujui diadakannya gencatan senjata


Perundingan (Arbitrase) antara
kedua belah pihak dikenal dengan sebutan Tahkim Shiffin. Tahkim Shiffin,
dimana kedua belah pihak memilih wali masing-masing untuk berunding. Kubu
Khalifah Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa Al-

akhirnya dirumuskan hasil perundingan. Hasil perundingan Tahkim Shiffin


diantaranya adalah menurunkan Ali bin Abi Thalib dari jabatan khalifah dan
bin Abi Sufyan sebagai khalifah.
Hasil perundingan Tahkim Shiffin dianggap merugikan kubu Khalifah
Ali bin Abi Thalib. Timbul perpecahan dalam pasukan Khalifah Ali bin Abi
Thalib, yaitu para pendukung setia Khalifah Ali bin Abi Thalib dan orang-orang
yang menolak Tahkim Shiffin (menyalahkan Khalifah Ali bin Abi Thalib). Para
-orang yang keluar dari pasukan
khalifah disebut Khawarij. Hasil Tahkim Shiffin ini melemahkan posisi Khalifah
Ali bin Abi Thalib, selain itu menyebabkan munculnya perpecahan dalam tubuh
umat Islam dengan lahirnya golongan-golongan atau kelompok diantaranya
h dan Khawarij.
Terdapat dua versi tentang terjadinya gencatan senjata Shiffin ini.
Menurut sejarawan Khawarij, kehendak untuk berdamai ini datang dari Ali bin
Abi Thalib sendiri. Padahal mereka sejak semula menolaknya. Sedangkan
menurut sejarawan Sunni, Ali bin Abi Thalib dipaksa oleh pengikutnya yang
kemudian menjadi golongan Khawarij itu untuk berdamai. Bahkan, ada pula yang
berpendapat, bahwa yang terdesak dalam pertempuran Shiffin ini adalah pihak Ali
bin Abi Thalib. Karena jika dilihat pada perjalanan sejarah berikutnya hasil
Tahkim Shiffin sangat merugikan Ali bin Abi Thalib (Shiddiqi, 1985).
Muir yang dikutip oleh Nourouzzaman Shiddiqi (1985), menyatakan
bahwa :
Terlepas dari siapa yang kalah dan siapa yang menghendaki perdamaian,
gencatan senjata dan perdamaian ini telah menempatkan Ali bin Abi Thalib
pada posisi yang sangat buruk. Golongan tentara meminta agar Ali bin Abi
Thalib menunjuk Abu Musa Al-Asyari sebagai wakilnya dalam perundingan
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

menghendaki Abdullah bin Abbas atau Malik Al-Asytar yang mewakilinya.


Namun, Ali bin Abi Thalib mengabulkan tuntutan golongan tentaranya
(hlm. 264).
Golongan tentara menghendaki agar Abu Musa Al-Asyari yang mewakili
khalifah dengan pertimbangan bahwa Abu Musa Al-Asyari cenderung kepada
Ahlul Qurr kan sebagai penghafal Al-
perundingan Shiffin dilaksanan di daerah Adruh. Hasil perundingan yang
berlangsung selama enam bulan tersebut dianggap sangat merugikan khalifah
(Shiddiqi, 1985).
Akibatnya kelompok penting dari kubu Ali bin Abi Thalib, sebagian

La Hukma Illa Lillah


Allah Swt). Slogan ini dikemudian hari menjadi masyhur sebagai slogan
kelompok Khawarij. Mereka menuntut Khalifah Ali bin Abi Thalib menolak
bunyi perjanjian tersebut. Namun, khalifah dikarenanakan setia memegang janji
ataukah karena benci terhadap sikap mereka yang tidak konsisten, ataukah juga
karena pertimbangan politik yang tidak kita ketahui, menolak pembatalan
perjanjian tersebut. Karena desakan mereka tidak terpenuhi, maka mereka
memisahkan diri dan lahirlah kelompok Khawarij (Shiddiqi, 1985).
Khalifah Ali bin Abi Thalib menerima Tahkim Shiffin atas kehendaknya
sendiri bukan paksaan dari pihak luar. Keputusannya itu sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Islam yang menyuruh mendamaikan antara dua pihak yang bermusuhan
serta kembali kepada Kitabullah dan Sunnah ketika terjadi pertentangan dan
perselisihan. Sikap para dalam perang Shiffin sejak semula tidak pernah
berubah, yakni bersikeras tetap melanjutkan memerangi penduduk Syam dan
menolak Tahkim. Sikap seperti itulah yang sesuai dengan pola pikir atau logika
Khawarij yang ekstrim, mengkafirkan dan menghalalkan darah serta harta kaum
muslimin yang dianggap kafir. Dalam perkembangannya Khawarij tampil sebagai
penggerak gerakan yang menghancurkan bangunan pemerintahan Islam. Khawarij
juga telah banyak melenyapkan cadangan kekuatan kaum muslimin (Amhazun,
1999).
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

Tahkim Shiffin merupakan faktor penyebab langsung terjadinya


perselisihan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Khawarij. Perlawanan
mereka sendiri akhinya terhenti ketika khalifah memerangi dan melumpuhkannya
pada peristiwa di Nahrawan. Kekalahan itu membulatkan tekad anggota Khawarij
yang tersisa untuk membunuh khalifah. Ali bin Abi Thalib akhirnya syahid (gugur
dalam membela Islam) ketika Abd al-Rahman Ibn Muljam al-Khariji menikamnya

Ramadhan. Usaha
al-Ash yang mereka lakukan mengalami kegagalan. Usaha untuk mengembalikan
persatuan umat dan menghindarkan perpecahan antara para sahabat Rasulullah
Saw sebagaimana dirancang oleh kedua juru penengah itu ternyata menemui
kegagalan (Amhazun, 1999).

2. Golongan Khawarij
Dalam kaidah Bahasa Arab, Khawarij berarti orang-orang yang keluar.
Khawarij berasal dari bentuk kata dasar Kharaja yang berarti keluar. Dalam
bentuk ism fail menjadi Khawarij jamak dari kata Kharij. Khawarij (mufrad :
Khariji) artinya ialah orang-orang yang pergi keluar atau memisahkan diri
(separatis), atau bisa juga diartikan dengan pemberontak (Shiddiqi, 1985).
Pengertian pada mulanya adalah orang yang membaca Al-Qu
menghafalnya, mengerti maknanya, memperhatikan ayat-ayatnya dan
mempraktekan akhlaknya. Ibnu Khaldun telah mendefinisikan dengan
sangat baik, merupakan sebutan untuk para penghafal Al-
adalah para pembaca Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw (Amhazun, 1999).

menjadi sifat orang yang dangkal pemahaman agamanya, memegang nash-nash


Al-
dan cenderung berlebihan dalam beragama. Jadi tidak mengagetkan jika disebut
dalam sumber-sumber sejarah dan hadist tempo dulu, bahwa yang dimaksud
-orang yang ikut serta dalam memobilisasi massa di Kufah
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

untuk menggulingkan Khalifah Utsman bin Affan dan ikut serta dalam Perang
Shiffin bersama Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mereka menolak Tahkim (Arbitrase) dan kemudian menjadi Khawarij
yang merusak, membunuh dan merampas harta kaum muslimin dan
menganggapnya halal dengan alasan bahwa orang yang tidak sependapat dengan
mereka adalah bukan muslim. Rasulullah Saw seakan melihat mereka dari

terjadi pada mereka, dimana akan ada kelompok yang keluar dari umat dan
menumpahkan darah dengan jalan tidak benar. Beliau menceritakan keadaan
mereka, memberi peringatan agar mewaspadai mereka, bahkan memuji siapa yang
memerangi dan menghancurkan mereka (Amhazun, 1999).
Nashir Al-Aql dikutip oleh Ali Muhammad Ash-Shalabi (2012),
-orang mengkafirkan para pelaku dosa
Ada pula ulama
yang berpendapat Khawarij sudah muncul dan berkembang sejak era Rasulullah
Saw. Tokoh khawarij pertama adalah Dzul Khuwaishirah yang menentang
kebijakan Rasulullah Saw dalam pembagian emas yang dibawa Ali bin Abi Thalib
dari Yaman dalam sebuah kantong kulit yang disamak dengan daun Qarazh.
-Khudri dari Al-Bukhari yang dikutip oleh Ibnu
Katsir (2002), ia bercerita :
Ali bin Abi Thalib menyerahkan emas dari Yaman kepada Rasulullah Saw
di dalam kantong kulit yang disamak dengan daun qarazh, yang tidak dapat
diperoleh dari tanahnya.
Kemudian Rasulullah Saw membagi-baginya di antara empat orang yaitu
Uyainah bin Hishn, Al- -Khail dan yang
keempat bisa jadi Alqamah bin Alatsah atau Amir bin Ath-Thufail. Melihat

memercayaiku padahal akuadalah orang kepercayaan penduduk langit yang


menyampaikan kabar langit kepadaku pagi dan peta
lelaki bermata cekung, berpipi merah, berkening tinggi, berjenggot tebal,

bertakwalah ke Celakalah
engkau, bukankah aku penduduk bumi yang paling pantas untuk bertakwa
Lantas lelaki itu pergi. Khalid bin Al-Walid angkat
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

Saw . Khalid menukas,


shalat yang mengucapkan dengan mulutnya apa
, Rasulullah Saw Aku tidak
diperintahkan untuk mengorek isi hati manusia ataupun membelah dada
Beliau memandang lelaki yang sedang pergi itu dan bersabda,
Dari sumber lelaki itu akan keluar sekelompok orang yang membaca
Kitabullah dengan kering, tidak sampai melewati tenggorokan mereka.
Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus keluar dari
tubuh binatang yang dipan Kalaulah aku
mendapati mereka (selagi aku masih hidup), niscaya kutumpas mereka
(hlm. 232).

Ibnul Jauzi yang dikutip oleh Ibnu Katsir (2002) menyatakan, tokoh
utama Khawarij sekaligus yang paling buruk adalah Dzul Khuwaishirah. Itulah
tokoh pertama Khawarij yang muncul dalam sejarah Islam. Kebejatannya adalah
ia menyukai pendapat hawa nafsunya, padahal kalau ia mau mencermati tentulah
ia mendapati tiada yang lebih tepat daripada pendapat Rasulullah Saw. Para
pengikut orang itulah yang kelak memerangi Ali bin Abi Thalib (hlm.9).
Menyebut gerombolan massa yang memberontak terhadap Utsman bin
Affan dan membunuhnya sebagai khawarij. Dalam mengemukakan sejarah
tentang pembunuhan Utsman bin Affan, datangnya Khawarij yang menguras harta
di Baitul Mal yang jumlahnya berlimpah. Meski ada hubungan antara Dzul
Khuwaishirah serta kelompok pemberontak yang membunuh Utsman bin Affan
dan kelompok yang memberontak kepada Ali bin Abi Thalib terkait kebijakan
Tahkim yang diambilnya, tetapi pendapat yang paling bisa
dipertanggungjawabkan mengenai kemunculan Khawarij untuk pertama kalinya
dan istilah Khawarij yang serta identik hanya cocok untuk menyebut kelompok
yang memberontak kepada Ali bin Abi Thalib terkait kebijakan Tahkim.
Keberadaan mereka pada masa itu sebagai kelompok yang memiliki orientasi
politik dan pendapat tersendiri (Ibnu Katsir, 2002).
Kelompok penting dari kubu Ali bin Abi Thalib, sebagian besarnya Ahlul
dari Banu Tamim memprotes hasil perundingan Tahkim dengan
La Hukma Illa Lillah
Allah Swt). Slogan ini dikemudian hari menjadi masyhur sebagai slogan
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

kelompok Khawarij. Karena desakan mereka tidak terpenuhi, maka mereka


memisahkan diri dan lahirlah kelompok Khawarij (Shiddiqi, 1985).
Kata Khawarij telah mempunyai makna khusus yaitu orang-orang yang
memisahkan diri dari Ali bin Abi Thalib. Khawarij diartikan sebagai orang-orang
atau kelompok orang yang keluar dari barisan kaum muslimin. Khawarij
disematkan terhadap kelompok yang memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib,
khalifah keempat diantara Khulafaur Rasyidin (Khalifah yang diberi petunjuk).
Keluarnya mereka dari ketaatan pada Ali bin Abi Thalib merupakan alasan
penamaan ini (Hasan Al- ari, 1990). Abul Hasan Al-
menyatakan bahwa -orang menyebut mereka
Khawarij adalah keluarnya mereka dari ketaatan pada Ali bin Abi Thalib tatkala ia
mengambil kebijakan At-Tahkim (arbitr
(hlm. 207).
Al-Khariji (orang khawarij) dialamatkan kepada setiap orang yang
menyerupai para pemberontak terhadap Ali bin Abi Thalib dan ikut meyakini
keyakinan-keyakinan mereka. Orang yang sependapat dengan Khawarij dalam
menyalahkan kebijakan At-Tahkim, mengkafirkan para pelaku dosa, berpendapat
harusnya memberontak terhadap penguasa lalim, meyakini bahwa para pelaku
dosa besar kekal di neraka, dan berpendapat bahwa imamah boleh dipegang selain
orang Quraisy adalah orang Khawarij, meskipun ia menentang Khawarij.
Sedangkan orang selain itu yang masih diperdebatkan dan menyelisihi mereka
bukanlah orang Khawarij (Ibnu Hazm, 1996).
Syahrastani yang dikutip oleh Ali Muhammad Ash-Shalabi (2012),

didukung mayoritas disebut Khawarij, baik itu terjadi terhadap Khulafaur

nisi Khawarij secara umum bahwa semua


orang yang melawan pemerintah disebut Khawarij, kapan dan dimana pun
peristiwa itu terjadi. Ibnu Hajar yang dikutip oleh Ali Muhammad Ash-Shalabi
-orang yang menyalahkan kebijakan
at-Tahkim yang diambil Ali bin Abi Thalib; menyatakan berlepas diri dari Ali bin
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Abi Thalib dan Utsman bin Affan beserta keturunannya dan memerangi mereka.
Apabila sampai mengkafirkan mereka, itulah Khawarij ekstrim (hlm. 13).
Khawarij adalah sekelompok orang yang menyatakan keluar; mereka adalah para

dan tokoh pilihan umat Islam (Ash-Shalabi, 2012).


Abu Hasan Al-Malathi yang dikutip oleh Ali Muhammad Ash-Shalabi
(2012), menyatakan bahwa :
Munculnya Khawarij Al-Muhakkimah (salah satu sekte Khawarij) untuk
pertama kalinya adalah orang-orang yang berslogan La hakama illa lillah
(keputusan hukum hanyalah wewenang Allah Swt). Mereka mengatakan,
utusan hukum kepada Abu Musa
Al-
Dinamakan Al-Khawarij karena mereka memberontak terhadap Ali bin Abi
Thalib dalam peristiwa at-Tahkim; mereka tidak menyukai at-Tahkim dan
La hakama illa lillah (keputusan hukum hanyalah wewenang

Khawarij adalah sekelompok yang memberontak terhadap Ali bin Abi


Thalib setelah ia mengambil kebijakan At-Tahkim dalam Perang Shiffin. Mereka
juga memiliki beberapa julukan selain Khawarij, yakni Al-Haruriyyah, dinamakan
Asy-
Syurah (kami menjual
jiwa kami dalam menaati Allah Swt), Al-Mariqah, Al-Muhakkimah,
La hakama illa lillah
(keputusan hukum hanyalah wewenang Allah Swt). Khawarij menerima semua
julukan tersebut kecuali Al-Mariqah (murtad), mereka tidak mau dikatakan
sebagai kelompok yang keluar dari agama laksana menembusnya anak panah
keluar dari tubuh binatang yang dipanah (Ibnu Katsir, 2002).
ada hukum, kecuali
hukum Allah S La Hukma Illa Lillah). Pendapat ini didasarkan pada bagian
Al- - Barangsiapa tidak
mengambil keputusan hukum berdasarkan (hukum) yang telah diturunkan oleh
Allah swt, maka mereka tergolong kepada kafir
h dan Abu Musa
al- (Ibnu Katsir, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

Mengetahui Khalifah Ali bin Abi Thalib berniat menugasi Abu Musa al-
hakam, Khawarij meminta khalifah membatalkan niatnya. Tetapi
khalifah menolak permintaan tersebut seraya mengingatkan bahwa sikap mereka
itu tergolong sebagai pembelotan, kekurangan iman, da pelanggaran perjanjian.
Akhirnya, Khawarij menyatakan melepaskan diri dari pemerintahan khalifah dan
mengangkat pemimpin baru bagi mereka.
Golongan Khawarij meninggalkan pasukan khalifah di Kufah pergi ke
luar kota menuju Desa Harura yang tidak jauh dari Kufah. Dari nama Desa Harura
inilah, maka untuk pertama kali mereka dikenal dengan nama golongan al-
Haruriyah, al-Muhakkimah. Di Harura mereka membentuk organisasi sendiri
(Shiddiqi, 1985). Khawarij mengirim utusan kepada Zaid bin Hishn ath-
menawarkan untuk menjadi pemimpin mereka, akan tetapi ditolak. Kemudian
menawarkan kepada Harqush bin Zuhair, akan tetapi juga ditolak. Hamzah bin
Sinan dan Syuraih bin Abu Aufa al-Abasi juga menolak. Kesemua nama tersebut
merupakan tokoh-tokoh Khawarij. Akhirnya diangkatlah Abdullah bin Wahb ar-
Rasibi sebagai pemimpin mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Khawarij menuju al-Madain untuk menguasainya dan menjadikannya
sebagai basis kekuatan mereka. Mereka memotivasi kawan-kawan mereka dan
basis simpatisan yang sependapat dengan mereka, baik dari penduduk Bashrah
maupun lainnya, untuk bergabung dengan mereka ke tempat tersebut dan
menjadikannya sebagai pusat pergerakan mereka. Mereka berusaha untuk
mengumpulkan pasukan dengan mengajak seluruh pengikutnya dari penduduk
Bashrah menjadi suatu kekuatan besar dan solid yang mempu melakukan
perlawanan. Berbagai pendukung dan simpatisan Khawarij menuju pusat
pergerakan yang telah mereka tentukan. Mereka semua berkumpul di Nahrawan
hingga kemudian menjadi markas komando mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Ketika kedua delegasi baik dari pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib
npa berhasil mencapai
kesepakatan, khalifah menulis surat kepada Khawarij yang sudah berkumpul di
Nahrawan untuk menginformasikan bahwa delegasi kedua belah pihak tidak
berhasil mencapai kesepakatan, dan menghimbau mereka untuk kembali seperti
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

sedia kala dan bergerak bersama untuk memerangi Syam. Khawarij menolak
imbauan khalifah tersebut, serta menyebut bahwa khalifah telah kafir. Deklarasi
Khawarij bahwa Ali bin Abi Thalib telah kafir dan harus bertaubat tidaklah dapat
dipastikan riwayat-riwayat yang ada, hanya saja semua riwayat tersebut selaras
dengan paham Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin
Affan dimana keduanya merupakan Amirul mukminin (Ash-Shalabi, 2012).
Upaya yang dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk
menyadarkan kaum Khawarij mengalami kegagalan. Sehingga khalifah
memutuskan untuk membiarkan para pembangkang itu dan melanjutkan
perjalanannya bersama pasukan yang tersisa untuk menyerang Syam hingga
pasukan khalifah secara tidak sengaja bertemu dengan Khawarij dan akhirnya
menumpas mereka (Ash-Shalabi, 2012).

3. Hadist Tentang Khawarij


Ada beberapa hadist Rasulullah Saw yang mengutuk Khawarij dan
menyebut mereka dengan sejumlah karakteristik yang buruk. Salah satu hadist
yang membahas dan mencela mereka diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dalam
-Khudri ia menuturkan :
Ketika kami bersama Rasulullah Saw yang sedang mengatur
pembagian harta pampasan perang, tiba-tiba seseorang dari Bani
Tamim bernama Dzul Khuwaishirah menemui beliau seraya berkata,
Wahai Rasulullah, berlakulah adil!
Celakalah engkau, siapakah yang berlaku adil jika aku
sendiri tidak berlaku adil? Merugilah aku serugi-ruginya jika aku
Wahai
Rasulullah, izinkanlah aku memenggal lehernya!
Biarkanlah ia (pergi) karena ia memiliki sejumlah pengikut yang
pastilah ada di antara kalian yang merasa shalatnya remeh
dibandingkan shalat mereka, puasanya dibandingkan puasa mereka.
Mereka membaca Al-
mereka. Mereka keluar dari agama layaknya anak panah menembus
keluar dari tubuh binatang yang dipanah. Ketika dilihat bagian
runcing mata panahnya, ternyata tidak ada apa-apa, kemudian dilihat
bagian belakang mata panahnya, ternyata tidak ada apa-apa, lalu
dilihat batang mata panahnya, ternyata tidak ada apa-apa, ia melesat
terlalu cepat hingga tidak berbekas kotoran ataupin darah.
Pertandanya adalah seorang lelaki kulit hitam yang lengan atasnya
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

seperti buah dada perempuan atau seperti seonggok daging,


bergoyang kesana-kemari. Pada suatu saat mereka akan keluar
sebagai suatu kelompok -18).

Hadist Muslim yang dikutip Ali Muhammad Ash-


-Kudri menyatakan bahwa :
Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadist ini dari Rasulullah dan aku
bersaksi bahwa Ali bin Abi Thalib memerangi mereka dan aku
bersamanya. Lalu ia memerintahkan agar mayat lelaki tersebut dicari.
Orang-orang pun mencarinya hingga berhasil menemukannya. Khalifah Ali
bin Abi Thalib melihatnya memiliki tanda-tanda yang dikemukakan
Rasulullah Saw (hlm. 18).
Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sebuah hadist dari Abu
-Khudri,
lalu bertanya kepadanya tentang Al-
Rasulullah Saw m
mendengar beliau bersabda sambil melayangkan tangannya ke arah Irak :
Pada saatnya nanti akan muncul pada umat ini (beliau tidak mengatakan
shalat kalian
remeh dibandingkan shalat mereka. Mereka membaca Al-
sampai melewati tenggorokan. Mereka keluar dari agama layaknya anak
panah yang menembus keluar dari tubuh binatang yang dipanah, lantas si
pemanah mengamati bagian runcing mata panahnya dan bagian belakang
mata panahnya, sampai-sampai ia memeriksa bagian pangkal anak
panahnya, adakah darah yang membekas padanya (hlm. 743-744).
Al-Bukhari juga meriwayatkan sebuah hadist dari Usaid bin Amr, ia
bercerita : Aku bertanya kepada Sahl

Akan
keluar darinya sekelompok orang yang membaca Al-
melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti tembusnya anak
panah keluar dari tubuh binatang yang dipanah -Shalabi, 2012).
Ketiga hadist ini secara tegas mencela dan mengutuk Khawarij.
Rasulullah Saw menyatakan mereka sebagai kelompok yang keluar dari Islam,
bersikap kaku dalam agama tidak pada tempatnya. Bahkan, mereka menembus
keluar dari agama, mereka memasuki agama lantas keluar lagi darinya dengan
sangat cepat tanpa berpegangan pada sesuatu pun darinya.
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

Hadist pertama juga menjelaskan bahwa mereka memerangi pihak yang


benar, dan pihak yang benar ini akan menumpas mereka, diantara mayat-mayat
mereka ada sosok jasad yang lengannya berbentuk sebagaimana tadi dijelaskan.
Semua itu benar-benar terjadi dalam realita politik sebagaimana yang
diinformasikan Rasulullah Saw. Salah satu karakteristik mereka adalah iman
mereka sekedar ucapan di bibir belaka. Mereka adalah orang-orang yang
mempunyai nalar yang buruk dan logika yang lemah. Pemahaman mereka yang
buruk, ketika membaca Al- a ayat-ayat yang mereka baca
mendukung pendapat mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Dalam hadist-hadist shahih yang berhubungan dengan Al-Khawarij
Akan terlempar
satu kelompok dari kaum muslimin dan mereka akan diperangi oleh salah satu
kelompok yang lebih dekat pada kebenaran
Ada suatu kaum yang akan memberontak pada kelompok yang
berbeda, dan yang terdekat dengan kebenaran akan memerangi mereka alam
sebuah riwayat at-Imam al- setelah menyebutkan hadist
al-
menyaksikan bahwa Ali bin Abi Thalib telah membunuh mereka dan aku ikut
bersamanya dihadirkanlah seorang laki-laki dari kelompok mereka itu- dengan
ciri persis sebagaimana yang dicirikan Nabi Saw (Amhazun, 1999).
-Kudri dan Anas ibn Malik

perpecahan. Ada suatu kaum yang pandai berbicara tetapi buruk dalam pekerjaan.
Mereka membaca Al-
Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari busurnya. Kemudian
mereka tidak kembali lagi dan murtad. Mereka adalah makhluk yang paling jelek,
berbahagialah orang yang memerangi mereka dab diperangi mereka. Mereka
mengajak kepada Al- -
siapa yang memerangi mereka, ia lebih terpuji menurut Allah
Orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw; Bagaimana tanda-tanda mereka?
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa Rasulullah Saw


dan kejam, lidahnya fasih
membaca Al-
melihat mereka perangilah mereka, jika kamu melihat mereka perangilah mereka.

mengatakan ketika kaum al-Haruriyah keluar, waktu itu Ubaid ibn Rafi bersama

mencapai tujuan yang bathil, Rasulullah Saw pernah menyebutkan sifat


segolongan orang, dan saya mengetahui sifat tersebut ada pada mereka. Mereka
pandai mengucapkan yang benar dengan lidah mereka, tetapi tidak sampai kepada
kerongkongannya. Mereka adalah mahkluk Allah Swt yang paling dibenci-
(Amhazun, 1999).
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadist dari Ali bin Abi Thalib bahwa ia

Rasulullah Saw, demi Allah, aku lebih suka dijatuhkan dari langit daripada
berdusta atas namanya. Sedangkan ketika aku menyampaikan kepada kalian
tentang apa yang terjadi antara aku dan kalian maka perang adalah tipu daya. Aku
benar-
sekelompok anak muda yang lemah akal budi, mereka berkata-kata (slogan) dari
ayat Al-
keluar dari agama layaknya anak panah yang menembus keluar dari tubuh
-Shalabi, 2012).
Kedua hadist ini mengandung kutukan terhadap Khawarij, iman mereka
dinyatakan hanya sekedar kata-kata belaka. Hadist pertama menunjukkan bahwa
mereka beriman hanya dengan mulut belaka, tidak dengan hati. Sedangkan dalam
hadist kedua yang diriwayatkan Zaid bin Wahb Al-Jauhani dari Ali bin Abi
Thalib, iman mereka diindikasikan dalam shalat. Sehingga dari kedua hadist
tersebut ditarik kesimpulan bahwa keimanan mereka hanya sebatas di bibir saja
dan tidak sampai melewati tenggorokan mereka, sebuah gambaran paling parah
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

sekaligus kecaman paling hina bagi orang yang menyandangnya (Ash-Shalabi,


2012).

4. Karakteristik Khawarij
Ibnu Hazm menerangkan sifat Khawarij, mereka adalah para
terdahulu yang terdiri dari orang-orang Badui yang membaca Al- an sebelum
mengerti sunnah Rasulullah Saw dan tidak seorangpun dari mereka mengerti fiqih
(paham ilmu agama) serta tidak sebagai salah satu ulama sahabat seperti Umar bin

Darda, Abu Musa, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Salman Al-Farisi dan
lainnya. Oleh karena itu mereka saling mengkafirkan diantara mereka sampai
dalam fatwa yang paling kecil (Amhazun, 1999).
Karakteristik utama Khawarij pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
seperti : bersikap ekstrim dalam agama; tidak tahu hakekat agama; berpayah-
payah dalam ibadah; mengkafirkan muslim yang melakukan dosa besar;
menghalalkan darah dan harta kaum muslimin; menghujat, menuding sesat,
berburuk sangka, dan keras terhadap kaum muslimin (Ash-Shalabi, 2012). Secara
umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:
1. Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
2. Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara
Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku
arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi
kafir.
3. Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi
Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang
muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu
memimpin dengan benar (Hamid, 2002).
Ibnu Hajar menjuluki Khawarij sebagai sumber malapetaka. Sebagian
penduduk Irak mengecam perilaku sebagian kerabat Khalifah Utsman bin Affan,
sehingga mereka membunuh khalifah dan mereka sering dijuluki para ,
karena kerasnya usaha mereka dalam menakwilkan Al-
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

mereka menakwilkan Al-


Al-
yang dikemudian menjadi
kelompok Khawarij memainkan peranan strategis dalam kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Peran mereka yang sangat besar dalam memicu timbulnya perselisihan
dan perpecahan di tubuh pasukan Ali bin Abi Thalib. Walaupun mereka adalah
orang-orang yang banyak beribadah dan paling sering membaca Al-Qur
saja timbulnya perpecahan bersumber dari mereka. Setiap yang dilakukan Amirul
Mukminin (pemimpin kaum muslimin) pasti mereka protes. Mereka bersikap
kontroversi untuk memecah belah persatuan kaum muslimin, bukan untuk
mencari kebenaran dan tunduk mengikuti khalifah (Amhazun, 1999).
Dampak munculnya Kaum Khawarij dalam Islam adalah munculnya
perpecahan umat pertama dalam Islam. Umat Islam yang tadinya bersatu menjadi
tercerai berai dengan lahirnya beberapa golongan dalam Islam. Dimana semua
golon
Ajaran kelompok Khawarij sendiri dianggap berbeda, dimana mereka
beranggapan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir yang dihalalkan darahnya
untuk dibunuh.
Dampak munculnya Kaum Khawarij dari segi politik adalah
ketidakstabilan keamanan dalam pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Golongan Khawarij melakukan kerusakan dan mengganggu keamanan dalam
pemerintahan khalifah. Mereka memusuhi orang-orang yang menyelisihi
pemikiran mereka. Kelompok Khawarij membolehkan dilakukannya
pemberontakan terhadap pemimpin yang dianggap lalim, meski pemerintahan itu
sah.

5. Perang Nahrawan (38 H)


Golongan Khawarij meninggalkan pasukan khalifah di Kufah pergi ke
luar kota menuju Desa Harura yang tidak jauh dari Kufah. Dari nama Desa Harura
inilah, maka untuk pertama kali mereka dikenal dengan nama golongan al-
Haruriyah, al-Muhakkimah. Di Harura mereka membentuk organisasi sendiri dan
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

memilih Abdullah Ibn Wahb ar-


Sejak itu Khawarij memulai gerakan-gerakan mereka yang ekstrem yang banyak
menumpahkan darah itu. Untuk masa-masa selanjutnya sebagian besar pemimpin-
pemimpin mereka berasal dari Banu Tamim, Banu Bakr dan Banu Hamdan
(Shiddiqi, 1985).
Upaya yang dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk
menyadarkan kaum Khawarij mengalami kegagalan. Sehingga khalifah
memutuskan untuk membiarkan para pembangkang itu dan melanjutkan
perjalanannya bersama pasukan yang tersisa untuk menyerang Syam hingga
pasukan khalifah secara tidak sengaja bertemu dengan Khawarij dan akhirnya
menumpas mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Khawarij melepaskan diri dari pasukan khalifah dalam jumlah besar,
sekembalinya mereka dari Perang Shiffin menuju Kufah. Dalam sebuah riwayat,
jumlah mereka diperkirakan mencapai belasan ribu orang, dan dalam riwayat lain
disebutkan 12.000 orang. Ada juga riwayat yang menyatakan 8.000 orang, dan
ada pula yang menyatakan 14.000 orang (Ash-Shalabi, 2012).
Kelompok kecil ini semakin lama semakin membesar, sehingga dalam
bulan Ramadhan atau Syawwal 37 H/ 658 M, jumlah mereka mencapai 12.000
orang. Dengan jumlah yang sudah sebesar itu, ar-Rasibi memindahkan camp-nya
(markas) ke Jukha, sebuah desa yang terletak di tebing barat Sungai Tigris. Di
kawasan ini terletak desa kecil Baghdad yang kemudian menjadi ibukota Dinasti
Abbasiyah. Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menyadari bahwa gerakan Khawarij
ini sudah sampai pada tingkat yang berbahaya. Khalifah segera mengutus
Abdullah bin Abbas untuk menyelesaikan masalah, namun tidak berhasil
(Shiddiqi, 1985).
Khawarij membelot dari pasukan khalilfah beberapa kilometer sebelum
sampai Kufah. Pembelotan ini menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan luar
biasa di kalangan pasukan Amirul Mukminin. Akan tetapi khalifah tetap
menggerakan pasukannya yang masih setia hingga memasuki Kufah. Khalifah Ali
bin Abi Thalib sangat disibukkan oleh Khawarij, setelah mengetahui mereka
merapatkan barisan dan membangun sistem politik dengan mengangkat seorang
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

imam sholat dan seorang panglima perang da


setia) hanyalah kepada Allah Swt serta kewajiban menyuruh orang berbuat baik
dan melarang orang berbuat mungkar. Itu semua mengindikasikan bahwa mereka
-Shalabi, 2012).
Khalifah Ali bin Abi Thalib berupaya agar kaum Khawarij kembali

mendelegasikan Ibnu Abbas untuk berdialog dengan Khawarij dan memberi


mereka pencerahan. Setelah dialog Abdullah bin Abbas dengan Khawarij yang
berhasil menyadarkan kembali 2.000 orang diantara mereka, khalifah menemui
sisa-sisa Khawarij dan berdialog dengan mereka secara langsung hingga mereka
bersedia kembali ke Kufah. Tetapi kesepakatan ini tidak berlangsung lama karena
Khawarij menganggap Khalifah Ali bin Abi Thalib menganulir kebijakan Tahkim
yang diambilnya (Ash-Shalabi, 2012).
Khalifah Ali bin Abi Thalib mengumumkan kebijakannya yang tepat dan
adil berkaitan dengan Khawarij : (1) Khawarij tidak dilarang shalat di masjid
kaum muslimin, (2) Khalifah tidak menghalangi Khawarij mendapat bagian al-
Fai (harta rampasan perang) selama mereka tergabung dalam pasukan khalifah,
(3) Khalifah tidak memerangi mereka sebelum mereka memerangi pasukan
khalifah (Ash-Shalabi, 2012). Khalifah menyatakan ketiga hak mereka ini
dipenuhi selama mereka tidak memerangi khalifah ataupun memberontak

pandang khusus mereka dalam akidah Islam.


Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak menyatakan Khawarij keluar dari
Islam, akan tetapi menjamin hak mereka untuk berbeda pendapat selama tidak
menimbulkan perpecahan dan mengorbankan perang. Khalifah juga tidak
memenjarakan Khawarij dan tidak pula membungkam kebebasan mereka. Ali bin
Abi Thalib lebih mengutamakan menjelaskan kesalahan dan penyimpangan dalil
yang mereka usung seraya memperlihatkan kebenaran kepada mereka beserta
orang yang tertipu oleh penampilan dan paham mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Khalifah Ali bin Abi Thalib pada mulanya tidak menanggapi secara
serius gerakan-gerakan Khawarij, sampai ia mendengar berita tentang tindak
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

kekerasan dan kekejaman yang dilakukan Khawarij. Kelompok Khawarij mulai


bertindak kejam terhadap orang-orang yang tidak mendukung pendirian mereka,
dan tidak mau mengutuk Utsman bin Affan serta Ali bin Abi Thalib disiksa dan
dibunuh. Di antara yang terbunuh termasuk Abdullah bin Khabbab salah seorang
putera sahabat Rasululaah Saw. Khalifah Ali bin Abi Thalib mengirim utusan
untuk menanyakan masalah dan meminta pertanggungjawaban atas perbuatan
mereka. Namun, utusan khalifah ini dibunuh juga oleh Khawarij (Shiddiqi, 1985).
Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak dapat membiarkan tindak kekejaman
yang dilakukan golongan Khawarij yang telah menimbulkan keresahan dan
ketidaktentraman di masyarakat. Apalagi pada waktu itu khalilfah sedang bersiap
menuju Syam. Bagaimana jadinya nanti keadaan di front belakang jika dia
tinggalkan dalam keadaan yang hangat seperti itu. Oleh karena itu, khalifah
mengirim utusan lagi yang meminta agar mereka menghentikan tindakan
kekerasan, bahkan menawarkan agar bersedia bergabung bersama pasukan
khalifah menuju Syam. Kalau mereka tidak bersedia menerima tawaran ini,
dipersilahkan pulang ke kampung masing-masing dengan damai. Ada sebagian
yang memenuhi seruan bergabung dengan pasukan khalifah, 500 orang pergi ke
wilayah Persia, 500 orang kembali ke rumah masing-masing, dan sekitar 1.800
orang tetap membangkang kepada khalifah (Shiddiqi, 1985).
Syarat-syarat yang diajukan Khalifah Ali bin Abi Thalib terhadap
Khawarij antara lain : mereka tidak menumpahkan darah; tidak mengacaukan
keamanan; dan tidak merampok. Apabila mereka melanggar ketentuan ini maka ia
menyatakan perang terhadap mereka. Berhubung Khawarij mengkafirkan semua
orang yang menyelisihi mereka serta menghalalkan darah dan harta bendanya,
mulailah mereka menumpahkan darah yang diharamkan dalam Islam (Ash-
Shalabi, 2012).
Ali bin Abi Thalib menyerang Khawarij dalam pasukan yang ia kerahkan
bi Sufyan di Syam, hingga
bertemu dengan Khawarij di Nahrawan. Khalifah memusatkan pasukannya
disebelah barat sungai Nahrawan, sementara Khawarij memusatkan pasukan
mereka di sebelah timur Kota Nahrawan. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerangi
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

mereka setelah kelompok ini menumpahkan darah yang haram dan merampas
harta benda kaum muslimin, sehingga ia memerangi mereka untuk menghentikan
kezhaliman dan kesesatan mereka, juga setelah mereka menunjukkan kepadanya
segala kebejatan perilaku dan ucapan mereka (Ash-Shalabi, 2012).
Muir dikutip oleh Nourouzzaman Shiddiq (1985) menyatakan bahwa :

38 H/ 17 Juli 658 M, yang dikenal dengan Perang Nahrawan. Hampir semua


Khawarij mati terbunuh, del
Perang Nahrawan tersebut Khawarij menjadi semakin radikal, tidak lagi mengenal
kompromi baik dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib maupun dengan Dinasti
Umayyah.
Akibat peristiwa Nahrawan ini, walaupun dari segi fisik Khalifah Ali bin
Abi Thalib dapat menumpas pengikut Khawarij, telah mengakibatkan khalifah
tidak pernah bisa berangkat ke Syam karena menghadapi gerakan Khawarij.
Khalifah Ali bin Abi Thalib sendiri terbunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam al-
Muradi, seorang Khawarij, suami dari perempuan yang semua anggota
keluarganya terbunuh di Nahrawan (Shiddiqi, 1985).
Terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Khawarij tidak
menghentikan gerakan mereka. Khawarij terus berkembang dan menyebarluaskan
konsep pemikirannya hingga ke seluruh wilayah Islam. Masa Dinasti Umayyah
dan Dinasti Abbasiyah juga tidak mampu menumpas habis gerakan Khawarij.
Menurut Nourouzzaman Shiddiq (1985), penumpasan terhadap Khawarij lebih
dipersulit lagi karena :
1) Mereka adalah gabungan individu-individu dalam kelompok-kelompok
kecil yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Satu tertumpas yang
lain muncul. Demikian pula, jika seorang pemimpin tewas segera pula
dipilih dan diangkat yang lain.
2) Mereka menggunakan taktik perang gerilya, muncul secara tiba-tiba dan
lenyap di tengah-tengah gurun secepat kilat. Khusus bagi kelompok
Khawarij yang melakukan gerakan di sekitar Bashrah, tempat
pengunduran diri mereka adalah rawa-rawa di wilayah Bathaih dekat
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

Jukha yang dibelakangnya adalah pegunungan dataran tinggi Iran. Jika


pasukan-pasukan pemerintah dating untuk melakukan penumpasan,
mereka lenyap di balik pegunungan itu (hlm. 42).

B. Konsep Kepemimpinan Dalam Pandangan Golongan Khawarij

Sekelompok ahli Fiqh (ilmu Syariah) berpendapat bahwa sahnya suatu


pengangkatan imam apabila didukung minimal lima orang. Kelima orang tersebut
menyepakati pengangkatan seseorang atau hanya seorang yang mengajukan tetapi
mendapat persetujuan dari yang empat orang, maka resmilah imam yang diangkat
tersebut. Pendapat tersebut merujuk pada sebuah fakta, yang bisa dijadikan
sebagai dalil. Fakta itu adalah sebagai berikut :
1.
telah mendaulatnya sebagai khalifah. Setelah itu diikuti oleh
sahabat yang lain. Lima orang sahabat yang dimaksud masing-

Salim budaknya Abu Huzaifah.


2. Umar bin Khattab menjadikan musyawarah untuk mengambil
keputusan dengan enam orang, salah seorang di antara mereka
diberi wewenang atas persetujuan yang lainnya (Amhazun, 1999).
Para fuqaha dari Kufah mengatakan, pengangkatan bisa dilaksanakan
bila terdapat anggota tiga orang. Seorang diangkat sebagai pemimpin dan dua
orang sebagai saksi. Hal ini dilakukan saat akad nikah, yaitu terdapat satu orang
wali dan dua orang saksi.
Fakta historis pun menunjukkan bahwa pengangkatan Abu Bakar Ash-
Shiddiq sebagai khalifah dilakukan atas pilihan orang yang hadir. Tidak
menunggu sampainya berita itu kepada seluruh kaum muslimin yang ada di
sekitar Madinah, seperti Bani Aslam, Gaffar dan Juhainah. Demikian juga tidak
menunggu sampainya berita itu kepada warga Mekah, Thaif dan Bahrein, untuk
memilih bersama-sama dengan kaum Anshar dan Muhajirun, yang patut dicatat
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

ketika beritanya telah sampai kepada mereka (Amhazun, 1999).


Salah satu dalil yang menunjukkan kewajiban imamah adalah adanya
hukum-hukum syariat yang hanya sah diterapan dengan wewenang imam,
misalnya : jihad, haji, penerapan hukum had, dan sebagainya yang hanya bisa
dilakukan dengan kekuasaan dan kepemimpinan (Ash-Shalabi, 2012).
Al-Mawardi dikutip oleh Muhammad Amhazun (1999), menyatakan
fardhu kifayah (wajib).
Hal ini disejajarkan dengan jihad menuntut ilmu. Dengan demikian, jika sesorang
telah melakukannya dan memang menjadi bidang keahliannya, maka lepaslah
(hlm. 389).
Syariat Islam telah menjelaskan bahwa salah satu hak imam adalah
didengar dan ditaati selama perintahnya bukan kemaksiatan. Syariat Islam
mewajibakan umatnya untuk menaati imam selama tidak memerintahkan
kemaksiatan. Apabila imam memerintahkan kemaksiatan dan kedurhakaan
terhadap Allah Swt maka ia tidak boleh ditaati ataupun didukung. Seorang
pemimpin wajib dibantu untuk menaati Allah Swt, maka sikap kaum muslimin
terhadap pemimpin adalah memberikan nasehat (Ash-Shalabi, 2012).
Ibnu hajar dikutip oleh Ali Muhammad Ash-Shalabi (2012), menyatakan
bahwa :
Nasehat bagi para pemimpin kaum muslimin, maksudnya adalah membantu
mereka mengemban tugas, menyadarkan mereka ketika lalai, melengkapi
kekurangan mereka, menyatukan suara untuk mendukung mereka, dan
menyadarkan orang-orang yang menolak mereka. Salah satu nasehat terbaik
untuk mereka adalah mencegah mereka berbuat zalim dengan cara-cara
yang bijak. Yang juga tergolong imam kaum muslimin adalah para imam
ijtihad, nasehat untuk mereka dilakukan dengan cara menyebarkan ilmu
mereka, mempopulerkan biografi mereka, dan berbaik sangka kepada
mereka (hlm. 78).
Khawarij mengingkari kaidah dan prinsip mendasar ini. Mereka
berkeyakinan bahwa para imam kaum muslimin harus ditentang atau dikudeta
hanya karena kesalahan kecil, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Sampai mereka menumpahkan darah, merampas
harta benda, menyia-nyiakan hak dan melalaikan kewajiban, melemahkan
kesatuan dan persatuan umat Islam hingga mudah dikalahkan musush-musuhnya.
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

Inilah salah satu dampak terburuk pemberontakan Khawarij terhadap Khalifah Ali
bin Abi Thalib (Ash-Shalabi, 2012).
Menurut pandangan Khawarij, pada asasnya, keimanan itu tidak
diperlukan jika seandainya masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
Konsekuensinya, jika keimanan tidak diperlukan, maka imam pun bukanlah suatu
hal yang wajib hadir. Dibentuknya suatu keimanan bagi kaum Khawarij bukan
atas dasar perintah wahyu (Shiddiqi, 1985). Bagi Khawarij, imamah maupun hal
lain bukanlah hak istimewa suku Quraisy, melainkan siapa saja yang berkompeten
sebagai imam boleh menduduki jabatan tersebut tanpa memandang silsilah
keturunannya (Ash-Shalabi, 2012).
Khawarij dapat menerima kehadiran imamah, maka imam itu harus
dipilih oleh rakyatnya di kalangan mereka sendiri. Tidak ada seorang pun yang
mempunyai hak lebih hanya karena adanya tali hubungan darah dengan seseorang.
Hanya ketaqwaan dan kecakapan serta kemampuannya saja yang membuat
seseorang lebih berhak menjadi imam. Jabatan imam adalah jabatan duniawai
yang dijabat oleh manusia biasa. Dia bisa berbuat salah seperti juga manusia yang
lain. Sehingga, rakyat berhak pula memecatnya jika imam tersebut sudah tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Misalnya imam tersebut telah berbuat
sesuatu yang dikualifikasikan sebagai dosa besar, seperti membunuh sesama
muslim. Imam yang sudah melanggar itu bukan saja berhak dipecat, bahkan wajib
dibunuh (Shiddiqi, 1985).
Doktrin politik Khawarij adalah kaum muslimin harus dipimpin oleh
seseorang yang berkualitas terbaik. Hanya orang yang berkualitas terbaik saja
yang boleh berambisi untuk menduduki jabatan imam. Orang yang tidak
berkualitas terbaik yang berusaha untuk merebut jabatan imam, termasuk para
pendukungnya dianggap sebagai orang yang berbuat jahat dan dosa. Kriteria yang
dipakai dalam mengukur baik buruknya kualitas seseorang ialah kadar
ketaqwaannya kepada Allah Swt seperti yang termaktub dalam Al-
pribadi dan etika negara adalah sama. Orang yang berperilaku baik pasti akan baik
pula dalam mengelola negara (Shiddiqi, 1985).
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

Khawarij menganut teori Kedaulatan Tuhan. Kewenangan bersumber


dari Tuhan karena Tuhan adalah pembuat hukum. Al-
maupun dalam praktek adalah dasar konstruksi negara. Pelaksanaan syariat bisa
dikerjakan oleh deputi, apakah dia seorang imam, seorang hakim (qadli) atau
masyarakat luas. Memang dalam pelaksanaan syariat, kewenangan pertama
berada dalam tangan imam. Akan tetapi jika imam tidak berwenang, dipegang
oleh qadli. Jika qadli pun tidak ada, maka kewenangan pelaksanaannya dipegang
oleh salah seorang yang terbaik dari kalangan anggota masyarakat masing-masing
(Shiddiqi, 1985).
Teori Kedaulatan Tuhan yang dianut oleh Khawarij menyatakan
keimanan didirikan berdasarkan . Bagi mereka, imam adalah pelaksanaan
perintah Tuhan. Ini yang mereka sebut al-
kehadiran dua orang imam atau lebih dalam satu waktu. Dalam keadaan tertentu,
mereka memilih dua orang imam. Yang satu untuk memimpin shalat dan yang
seorang lagi memimpin perang. Imam yang memimpin perang harus ikut
bertempur bersama anak buahnya (Shiddiqi, 1985).
Tali ikatan masyarakat Khawarij adalah agama. Sejak awal gerakan,
dengan slogan mereka La Hukma Ila Lillah (Tidak ada hukum selain hukum Allah
Swt). Slogan ini menegaskan pendirian mereka bahwa Tuhan-lah Sang pembuat
hukum, juga mengandung makna bahwa konsepsi masyarakat Khawarij
berasaskan syariat. Dalam dogma-dogma yang orisinal perbedaan mereka dengan
Sunni dalam masalah ini hanyalah pada butir-butir praktek pelaksanaa (Shiddiqi,
1985).
Doktrin teologi Khawarij, Khawarij berpendirian bahwa Islam dan iman
adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Seseorang yang menyimpang dari
iman dengan sendirinya ke luar dari Islam, kafir. Kafir adalah penghuni neraka
yang abadi. Iman adalah satu standar moral yang tinggi yang menuntut
penghindaran mutlak dari setiap pelanggaran terhadap syariat. Bagi Khawarij,
seseorang baru dikatakan beriman (mukmin) jika dia mengakuinya dengan hati,
mengucapkannya dengan lidah dan mengamalkan dengan baik semua perintah
agama dan menjauhkan diri dari segala larangan yang akan berakibat berbuat
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

dosa. Iman tidak cukup dengan adanya sikap batin saja. Dia harus diwujudkan
dalam perbuatan lahir. Oleh karena itu, biarpun seseorang telah mengucapkan
-
perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta berbuat dosa besar,
orangn itu menjadi kafir, ke luar dari masyarakat Islam (Shiddiqi, 1985).
Basis posisi teologik Khawarij adalah perbedaan antara dosa besar dan
dosa kecil. Orang yang berbuat dosa besar menjadi tidak mukmin lagi.
Konsekuensinya, keluar dari Islam. Ini yang menjadi dasar pandangan mereka
bahwa Utsman bin Affan, Al
lainnya telah keluar dari Islam. Oleh karena itu bagi Khawarij mereka wajib
dibunuh (Shiddiqi, 1985).
Khawarij mencari inspirasi dalam masalah agama dan kehidupan sosial
pada contoh-contoh yang diperbuat oleh Rasulullah Saw pada masa awal Islam.

diajarkan. Islam ialah apa yang sudah diamanatkan. Al-


sudah diwahyukan. Wahyu ialah apa yang sudah diturunkan dan Tuhan adalah
- takwil,
yakni menafsirkannya dengan apa yang tersirat menurut bathin ayat. Al-
harus dipahami dan diamalkan menurut apa yang tersurat, menurut dhahir ayat.
Mereka juga menolak qiyas karena qiyas menggunakan analogi yang tidak
terlepas dari penalaran manusia. Itulah yang mereka jadikan alasan untuk menolak
Tahkim. Karena masalah Tahkim seperti yang dilakukan di Adruh atau Marjur
Rahit itu tidak dijumpai dalam Al- dalam mengkaji Al-
-hadist masa awal, yang berakhir dengan satu sikap, bahwa
semua hal yang berlaku pada masa kini, harus sesuai dengan apa yang terjadi pada
masa Rasulullah Saw (Shiddiqi, 1985).
Khawarij mengakui Qadla, karena cukup banyak ayat yang
menunjangnya. Akan tetapi berangkat dari pendirian bahwa Tuhan adalah
kebenaran mutlak dan adil, maka mereka menolak doktrin syafaat yang bisa
diberikan oleh Rasulullah Saw pada hari kiamat nanti. Sebab jika Rasulullah Saw
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

dapat memberi syafaat, maka hal itu berlawanan dengan kebenaran mutlak dan
keadilan Tuhan (Shiddiqi, 1985).
Jihad adalah fundamental dalam doktrin Khawarij, sehingga dijadikannya

kewajiban perorangan yang harus ditunaikan oleh setiap pribadi muslim tanpa
pendang jenis kelamin dan usia. Seseorang yang tidak mau ikut ambil bagian
dalam berjihad biarpun ia seorang anak yang masih dibawah umur ataupun
seorang perempuan menjadi kafir karena telah keluar dari Islam (Shiddiqi, 1985).
Khawarij yang terlihat tidak memiliki kesatuan militer dan aksi politik,
tidak pula memiliki kesamaan doktrin, kecuali pandangan mereka tentang
keimanan atau kekhalifahan yang berasaskan demokrasi murni. Doktrin-doktrin
mereka tampaknya bersifat pandangan khusus dari masing-masing kelompok yang
berasal dari pemikiran seorang pemimpinnya. Sebagiannya memperlihatkan
pemikiran madzhab teologik dan juga gerakan politik yang berkarakter kolektif.
Sedang sebagian yang lain membatasi diri hanya dalam mengekspresikan
perbedaan pendapat pribadi diantara teoritikus Khawarij (Shiddiqi, 1985).

C. Terhadap
Golongan Khawarij

1. Penyimpangan Golongan Khawarij


Kelahiran kelompok-kelompok dikalangan umat Islam yang dimulai
sejak masa Khalifah Utsman bin Affan dan menghangat pada masa Khalifah Ali
bin Abi Thalib adalah akibat adanya perbedaan ide politik yang bersumber pada
masalah siapa yang berhak untuk menjadi imam atau khalifah pengganti Nabi

legitimasi. Khawarij pada sistem pemilihan bebas dan tidak perlu hanya seorang.

Quraisy) dan hanya seorang seperti pada masa Rasulullah Saw dan masa
Khulafaur Rasyidin dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi (Shiddiqi,
1985).
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

Khawarij merupakan firqah (kelompok) yang paling buruk, mereka


at yang masih
bertauhid di hari kiamat, terkenal dengan sikap menentang terhadap pemerintah
kaum muslimin ketika pemerintah terjatuh di dalam sebuah kesalahan apa saja.
Mereka dikenal dengan sikap mengkafirkan ahli maksiat sekalipun tidak
melakukan kufur akbar dan syirik akbar lalu menghukumi pelakunya dengan
kekal di dalam neraka kalau meninggal sebelum bertaubat (Al-Madkhali, 2007).
Paham dan keyakinan Khawarij secara tersendiri mengkristal serta
menyelisihi Al- -penyimpangan Khawarij

a) Mengkafirkan pelaku dosa besar


Penyebab pertama keluarnya Khawarij adalah masalah penetapan
hukum dan masalah pengkafiran orang yang terlibat di dalamnya.
Kemudian diikuti oleh pernyataan Khawarij pertama (al-Muhakkimah al-
Haruriyyah) dan selalu dibuntuti hawa nafsu, sebagaimana yang telah
digambarkan oleh Rasulullah Saw. Pelaku dosa tersebut kafir serta kekal
di dalam neraka. Di dunia disikapi seperti orang kafir dan negeri tempat
tinggal mereka dianggap sama dengan negeri orang kafir, sehingga dengan
alasan itu akhirnya mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin
serta memerangi mereka (Karim, 2010).
Khawarij dengan mudahnya mencap seseorang sebagai kafir atau
keluar dari Islam menurut pandangan mereka. Mereka juga mengkafirkan
kelompok yang menyelisihi pendapatnya. Pelaku dosa besar diwajibkan
untuk diperangi dan dibunuh, menjadi salah satu wujud perjuangan
mereka.
Khawarij adalah yang pertama mengkafirkan umat Islam dengan
sebab dosa yang dilakukan, bahkan dengan sebab yang menurut mereka
itu adalah suatu dosa, dan dengan alasan itu mereka menghalalkan darah
kaum muslimin. Oleh karena hal tersebut para sahabat dan para ulama
salaf telah sepakat untuk memerangi mereka (Karim, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

Khawarij dalam menafsirkan ayat yang berkaitan dengan dosa


selalu membawa pada pemahaman bahwa para pelaku dosa besar tersebut
kekal dalam neraka dan tidak keluar darinya. Mereka berbeda pendapat
n bahwa pelaku dosa
besar adalah tetap mukmin, dihukum sesuai dengan kadar kemaksiatannya,
kemudian dimaksukkan ke dalam surga setelahnya. Khawarij membawa
setiap ayat yang berkaitan dengan pemberian maaf dan ampunan kepada
pandangan mazhabnya yang mengatakan bahwa dosa besar itu tidak akan
diampuni oleh Allah SWT, kecuali dengan taubat sebelum mati (Asy-
Syirbasi, 1985).
Khawarij menilai pelaku dosa besar telah kafir dan akan kekal di
neraka. Keyakinan ini didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-
diantaranya surat Al-Baqarah ayat 81. Yang terjemahannya adalah,

diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di


dalamnya l bahwa para pelaku
maksiat akan kekal di neraka. Menurut mereka, tidak ada harapan bagi
pelaku maksiat yang mati dalam kemaksiatannya untuk memperoleh
rahmat Allah Swt. Mereka berkeyakinan bahwa dosa besar telah meliputi
orang yang bersangkutan sehingga tidak ada satu pun amal baik yang
diterima darinya, bahkan iman sekalipun telah dilenyapkannya (Ash-
Shalabi, 2012).
Akan tetapi yang benar adalah sebaliknya. Ayat ini sendiri
membantah paham dan keyakinan mereka tersebut. Ayat ini menyatakan
bahwa orang yang diliputi dosanya akan kekal di neraka, sementara dosa
yang mengakibatkan orang kekal di neraka hanyalah kekafiran dan
kemusyrikan. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum yahudi yang
menyimpang dan menyekutukan Allah Swt. Salah satu bukti yang
membantah paham dan keyakinan Khawarij adalah penjelasan Allah Swt
bahwa perbuatan dosa tidak serta merta mengakibatkan pelakunya kekal di
neraka, akan tetapi dosa itu mesti meliputi orang yang bersangkutan,
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

menurut sebagian ulama, dosa itu adalah dosa menyekutukan Allah Swt
(Ash-Shalabi, 2012).

b) Konsep Imamah yang bertolak belakang dengan tuntutan Syariat


Mengangkat imam merupakan kewajiban bagi umat Islam. Dalam
Al- an surat An-Nisaa ayat 59 merupakan dalil dimana Allah Swt
mewajibakan seluruh kaum muslimin untuk menaati pihak yang
berwenang diantara mereka, yaitu para imam. Perintah untuk taat ini
menjadi dalil wajib mengangkat pemimpin. Hadist Muslim yang artinya,
meninggal dunia sementara di

imam, sehingga
mengangkat imam hukumnya wajib.
Syariat Islam mewajibkan umatnya untuk menaati imam selama
tidak memerintahkan kemaksiatan. Apabila ia memerintahkan
kemaksiatan dan kedurhakaan terhadap Allah Swt maka ia tidak boleh
ditaati. Sikap kaum muslimin terhadap pemimpin adalah memberikan
nasehat kepadanya. Nasehat tersebut diwujudkan dengan membantu imam
dalam mengemban tugas, menyadarkan ketika mereka lalai, melengkapi
kekurangan mereka, menyatukan suara untuk mendukung imam, salah satu
nasehat terbaik untuk mereka adalah mencegah mereka berbuat dzalim
dengan cara-cara yang bijak.
Ibnu hajar dikutip Ash-Shalabi (2012), menjelaskan bahwa :
Nasehat bagi para pemimpin kaum muslimin, maksudnya adalah membantu
mereka mengemban tugas, menyadarkan mereka ketika lalai, melengkapi
kekurangan mereka, menyatukan suara untuk mendukung mereka, dan
menyadarkan orang-orang yang menolak mereka. Salah satu nasehat terbaik
untuk mereka adalah mencegah mereka berbuat zalim dengan cara-cara yang
bijak. Yang juga tergolong para imam kaum muslimin adalah para imam ijtihad,
nasehat untuk mereka dilakukan dengan cara menyebarkan ilmu mereka,
memopulerkan biografi mereka dan berbaik sangka kepada mereka (hlm. 78).
Khawarij mengingkari kaidah dan prinsip mendasar ini. Khawarij
berkeyakinan bahwa para imam kaum muslimin harus ditentang atau
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

dikudeta hanya karena kesalahan kecil, seperti yang mereka lakukan pada
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Khawarij juga menumpahkan darah,
merampas harta benda, menyia-nyiakan hak dan kewajiban, melemahkan
kesatuan dan persatuan umat Islam hingga mudah dikalahkan musuh-
musuhnya. Inilah dampak terburuk pemberontakan Khawarij terhadap
Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mereka memandang khalifah tidak terbatas pada kaum mereka
sendiri. Setiap muslim boleh menjadi khalifah selama telah memenuhi
syarat-syaratnya, seperti keimanan, keilmuan, dan konsisten terhadap
pembaitannya. Tidak menjadi masalah jika khalifah berasal dari Bangsa
Persia, Turki, atau Habsyi. Dalam pemikiran mereka tidak mengenal
kefanatikan aristokrat, bahkan kefanatikan yang mengkhususkan
kekhilafahan hanya kepada Bangsa Arab bertentangan dengan manhaj dan

Khawarij juga berseberangan dengan keyakinan umum umat Islam


yang mensyaratkan imam harus berasal dari suku Quraisy. Menurut
Khawarij, imamah maupun hal lain bukanlah hak istiwema suku Quraisy,
melainkan siapa saja yang berkompeten sebagai imam boleh menduduki
jabatan tersebut tanpa memandang silsilah keturunannya (Ash-Shalabi,
2012).

suku Quraisy bagi imam, berdasarkan hadist-hadist sahih yang


menyatakan hak istimewa suku Quraisy atas kepemimpinan. Dan
dan
-dalil kelompok yang menyelisihi
tidak mengandung hujjah (alasan) yang meniadakan syarat tersebut.
Hanya saja hak suku Quraisy atas kekhalifahan juga harus memenuhi dua
syarat : (1) menegakkan agama Allah Swt, (2) tidak ada yang menjabat
sebagai imam. Jika sudah ada imam yang sah maka sang Quraisy tidak
lagi berhak atas imamah. Jadi, syarat ini berlaku saat pemilihan bukan
ketika jabatan sudah dijalankan (Ash-Shalabi, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

2. Mencela Para Sahabat Dan Ulama


Generasi Sahabat disebut sebagai generasi terbaik karena mereka
beriman kepada Rasulullah Saw ketika semua orang mengingkarinya,
mempercayai Rasulullah Saw ketika semua orang mendustakannya, menolong
Rasulullah Saw dan berjihad dalam menyebarkan Islam. Para sahabat adalah
golongan pertama dan utama yang berhak mendapatkan prioritas pujian ini.
Merekalah orang-orang yang berhijrah dan beriman kepada Rasulullah Saw,
ketika semua orang mengingkari beliau, mereka berjihad dan menolong Rasullah
Saw serta mengikuti ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw (Ash-Shalabi,
2012).
Meyakini keutamaan sahabat dan mencintai mereka adalah kewajiban
agama, wajib atas seluruh manusia sebagaimana ditunjukkan nash Al-
sunnah. Mencintai para sahabat Rasulullah Saw adalah iman. Sebaliknya,
membenci mereka adalah sebuah sikap kemunafikan. Rasulullah Saw menetapkan
bahwa diantara wujud keimanan seorang hamba adalah mencintai para
sahabatnya.
Adapun sikap membenci dan mengecilkan kedudukan sahabat menjadi
bukti seseorang memusuhi Islam, disadari maupun tidak. Kecintaan kepada para
sahabat telah menjadi tolak ukur seseorang dapat dikatakan sebagai bagian dari
hadap mereka telah

wajibnya mencintai dan membela kehormatan para sahabat. Karena mereka


adalah generasi Islam paling mulia (Rijal, 2010).
Khawarij mengakui imamah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin
Khattab. Mereka meyakini bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
sah tanpa ada keraguan sedikit pun, bahwa kepemimpinan mereka didukung dan
dikehendaki seluruh umat muslim. Mereka juga meyakini keduanya menapaki
jalan lurus sebagaimana perintah Allah Swt, tidak mengubah dan tidak mengganti
hingga keduanya meninggal dunia dengan membawa amal saleh dan
kepemimpinan yang baik bagi umat Islam.
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

Khawarij mengingkari imamah Utsman bin Affan, ketika terjadi huru-


hara di akhir kepemimpinan Utsman bin Affan. Serta mengingkari imamah Ali
bin Abi Thalib ketika khalifah mengambil kebijakan Tahkim Shiffin. Bahkan
mereka sampai pada taraf mengkafirkan keduanya. Juga mengkafirkan
-Ash, Abu Musa al-Asyari, Abdullah bin
Abbas, Thalhah dan Zubair dan seluruh pasukan (Sahabat) yang terlibat dalam
Perang Jamal dan Perang Shiffin (Ash-Shalabi, 2012).
Generasi Sahabat disebut sebagai generasi terbaik karena mereka
beriman kepada Rasulullah Saw ketika semua orang mengingkarinya,
mempercayai Rasulullah Saw ketika semua orang mendustakannya, menolong
Rasulullah Saw dan berjihad dalam menyebarkan Islam. Para sahabat adalah
golongan pertama dan utama yang berhak mendapatkan prioritas pujian ini.
Merekalah orang-orang yang berhijrah dan beriman kepada Rasulullah Saw,
ketika semua orang mengingkari beliau, mereka berjihad dan menolong Rasullah
Saw serta mengikuti ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw (Ash-Shalabi,
2012).

Anda mungkin juga menyukai