Anda di halaman 1dari 5

Kelompok – kelompok Anti Dinasti Umayyah

Pada Era Dinasti Umayyah, berlangsung sembilan dekade atau lebih dari tahun 41 H sampai tahun
132 H. Para khalifahDinasti Umayyah bekerja sungguh – sungguh dan tekun dalam menyebarkan
islam di wilayah Negara Islam yang luas tersebut. Era Dinasti Umayyah juga merupakan masa
perkembangan peradaban islam benih – benihnya telah ditanam Rasulullah di bidang
kepemimpinan, peradaban, dan ilmu pengetahuan.

Banyak sekali pemberontakan yang menerpa Dinasti Umayyah sejak berdririnya, juga kelompok –
kelompok yang memusuhinya sepanjang sejarahnya. Kelompok – kelompok tersebut tidak punya
satu tujuan yang sama selain memusuhi Bani Umayyah dan meruntuhkan kekuasaan mereka.

Meskipun Dinasti Umayyah tidak bersikap lunak terhadap semua musuh tersebut, melainkan
menghadapi mereka dengan segala kekuatan, sehingga berhasil menumpas sebagian besar mereka,
tetapi perjuangan keras berkepanjangan serta kerugian – kerugian materi dengan maknawi kian
melemah kekuatannya. Inilah penyebab utama keruntuhannya.

Dan kelompok pertama kali yang memulai mengangkat senjata terhadap Dinasti Umayyah adalah
kelompok Khawarij.

Khawarij

Kelompok Khawarij dikenal dengan nam ini setelah peristiwa At – Tahkim ( arbitrase antara kubu Ali
dan kubu Muawiyyah ) dalam Pertempuran Shiffin. Sebelum peristiwa tersebut, kelompok itu adalah
pendukung Ali bin Abi Thalib yang paling militan. Mereka ikut perang bersamanya dalam
Pertempuran Jamal dan Pertempuran Shiffjn . Namun, mereka keluar dari kelompok Ali setelah At –
Tahkim dan menolak arbitrase tersebut.

Ali bin Abi Thalib telah berusaha membuat mereka paham dan berusaha mengembalikan mereka ke
barisannya. Namun, mereka bersikukuh dan mengambil sikap yang ekstrim, dengan memisahkan diri
dan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Hal itu membuat Ali terpaksa memerangi mereka dan
menumpas sebagian besar me4eka dalam Perang Nahrawan.

Mereka sebenarnya tidak mau disebut sebagai khawarij. Nama ini dimunculkan musuh – musuh
mereka, lantaran mereka keluar ( kharaja ) dari imam dan jama’ah kaum muslimin. Mereka sendiri
menyebut diri mereka sebagai Asy – Syurah ( para penjual ), maksudnya mereka menjual diri mereka
kepada Allah dengan imbalan surga.

Dari pembangkangan terhadqp Ali lah, mereka membuat beberapa prinsip. Pertama, khilafah bukan
hanya hak orang Quraisy sehingga setiap Muslim berhak menjadi khalifah dan jika telah dipilih, sang
khalifah tidak boleh turun darinya atau menerima tahkim. Berdasarkan prinsip pertama mereka
mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Sedangkan khalifah Utsman bin Affan
mereka akui separuh awalnya saja dan mereka berlepas diri dari separuh sisanya, bahkan
mengkafirkannya. Sementara kekhalifahan Ali bin Abi Thalib mereka akui dari awal hingga sebelum
At – Tahkim. Begitu juga mereka tidak mengakui kekhalifahan Muawiyyah dan seluruh khalifah Bani
Umayyah dan mengkafirkan semuanya.

Prinsip kedua, kewajiban memberontak terhadap penguasa yang zhalim. Disinilah sisi bahaya semua
gerakan Khawarij, mereka mengangkat senjata terhadap orang yang berselisih dengan mereka.
Mereka sangat ekstrim dalam berpendapat dan bermadzhab dan mereka adalah kelompok yang
paling keras menentang Dinasti Umayyah.
Saking kuatnya keyakinan mereka terhadap prinsip, nyawa pun rela mereka pertaruhkan dalam
membelanya. Mereka menampakan bermacam corak keberanian dan pengorbanan dalam berbagai
perqng terhadap Dinasti Umayyah. Mirip dengan kelompok – kelompok bunuh diri. Seringkali jumlah
sedikit dari mereka mengalahkan pasukan besar Negara Bani Umayyah.

Anehnya, Khawarij bukanlah orang – orang yang mencari dunia dan memburu mereka. Mereka
berjuang secara tulus demi paham mereka, mengerahkan segala daya dan upaya demi prinsip
mereka dan mengorbankan diri mereka. Sampai – sampai, mereka memaksa Dinasti Umayyah untuk
menguras tenaga, waktu dan nyawa.

Orang Khawarij yang pertama kali berontak terhadap Khalifah Muawiyyah adalah Abdullah bin Abul
Hausa di An-Nakhilah. Kemudian muncul pemberontakanlainnya yang dipimpin Hautsarah bin Dzira’
Al-Asadi, kemudian Farwah bin Naufal Al-Asyja’i bersama lima ratus orang Khawarij, dan
pemberontakan lainnya.

Syiah

Kata syi’ah memiliki banyak makna. Antara lain : keluarga, pengikut, pendukung, penolong, dan
orang yang memiliki kesamàn. Setiap kemolpok yang bersepakat tentang sesuatu disebut syi’ah.
Nah, istilah syiah ini lebih sering digunakan untuk menyambut kelompok yang mendukung Ali dan
keluarganya ridhwanullahi alaihim ajma’in sehingga menjadi nama yang khusus bagi mereka.

Syiah mula – mula tumbuh secara jelas dan sederhana, seiring berjalannya waktu. Syiah menjadi
aliran agama yang khusus, yang tercampur aduk dengan kerumitan dan kesamaran akibat perbuatan
oknum yang mengaku islam secara lahir tetapi batinnya tidak beriman. Mereka menjadikan nama
syi’ah sebagai ked9k dari ambisi – ambisi tersembunyi mereka.

Pertama, pendapat kelompok syi’ah tentang khilafag ( kekhalifahan ) atau menurut istilah mereka
imamah ( keimanan ).

Kedua, pemberontakan kelompok syi’ah sebagai ‘partai oposisi’ terhadap Dinasti Umayyah.

Kelompok syi’ah berpendapat bahwa khilafah atau imamah tidak termasuk perkara – perkara umum
yang urusannya diserahkan kepada pandangan umat. Menurut mereka, kekhalifahan termasuk
rukun agama dan pondasi islam. Nabi menurut mereka tidak mungkin lalai menentukannya ataupun
menyerahkannya kepada umat, pastilah beliau menentukan siapa yang menjadia imam. Sang imam
inilah orang yang terjaga dari dosa besar dan dosa kecil. Dan, orang yang telah ditunjuk oleh Nabi itu
menurut mereka adalah Ali, berdasarkan nash – nash yang mereka nukil dan mereka artikan sesuai
pendapat mereka. Nash – nash tersebut tidak dikenal para ahli hadits dan para penukil syariat,
karena kebanyakan di antaranya palsu, atau sanadnya mengandung cacat, atau tercemar takwil –
takwil mereka yang rusak. Dengan demikian, pendapat Syiah tentang imamah tidak berdasarkan dalil
yang sah, baik dari Kitabullah maupun As-sunnah.

Juga, tidak berdasrakan pada realitas sejarah. Realitas sejarah yang sah menyatakan bahwa para
sahabat membaiat tiga khalifah sebelum Ali,dan Ali pun ikut membaiat mereka. Kita juga tidak
mendengar seorang pun ketika itu yang berpendapat bahwa Ali adalah imam ( khalifah )
berdasarkan wasiat Nabi. Andaikan Ali mengetahui bahwa ia adalah imam berdasarkan nash,
pastilah ia tidak diam, karena ia terkenal pemberani. Lagi pula, Ali sendiri menerima kekhalifahan
pasca terbunuhnya Utsman di bawah tekanan para sahabat.
Berdasarkan ini semua, klaim Syiah tentang imamah adalah pendapat yang bathil dan tidak didasari
argumentasi yang sah.

Kelompok syiah tidak pernah melakukan pemberontakan bersenjata terhadap Muawiyyah bin Abu
Sufyan semasa kekhalifahannya ( 41 – 60 H ). Yang ada selama rentang waktu tersebut hanyalah
kritikan sebagian kelompok Syiah terhadap Muawiyyah atau pejabat – pejabatnya. Misalnya kritik
keras Hujr bin Adi terhadap Ziyad bin Abu Sufyan di Kufah.

Sedangkan Al Husein bin ali yang dianggap kelompok Syiah sebagai imam dan pemimpin mereka
justru tidak pernah melawan Muawiyyah bin Abu Sufyan ataupun memberontak trhadapnya. Al
Husain juga tidak memenuhi ajakan penduduk Irak untuk memberontak terhadap Muawiyyah. Ia
bersama saudaranya Al Hasan tetap setia menjaga baiatnya bagi Muawiyyah.

Bisa jadi ada orang yang bertanya apa tanggung jawab Yazid bin Muawiyyah dalam peristiwa
pembunuhan Al Husain? Sebenarnya, Yazid tidak pernah memerintahkan pembunuhan terhadap Al
Husain, dan tidak pernah merasa senang dengan peristiwa itu. Justru, ia menangisinya dan sedih
karena pembunuhan itu.

Ketika Al Husain terbunuh, Yazid sangat menyesalinya karena ia yakin hal itu berpengaruh buruk
terhadap diri dan negaranya. Ath-Thabari menuturkan :

Yazid segera menyesali pembunuhan terhadap Al Husain. Ia berkata, “Tidaklah seberapa jika aku
harus menahan gangguan, dan mempersilahkannya ( Al Husain ) singgah dirumahku, serta
menyerahkan keputusan hukum kepadanya sesuai yang ia inginkan, meskipun itu merugikanku dan
membuatnya meremehkan kekuasaanku, demi menjaga hak Rasulullah dan sanak kerabatnya.
Semoga Allah melaknat Ibnu Mirjanah ( Ibnu Ziyad ), karena ia telah memojokkan dan memaksa Al
Husain. Padahal, ia telah meminta agar Ibnu Ziyad membiarkan pergi dan pulang, tetapi Ibnu Ziyad
tidak memenuhi permintaan itu. Atau, agar ia meletakkan tangan Al Husain dalam genggamanku.
Atau, agar ia membiarkan Al Husain pergi ke wilayah perbaatsan kaum Muslimin hingga Allah
mewafatkannya. Namun, Ibnu Ziyad tidak memenuhi permintaan itu. Ia meenolak semua itu dan
membunuhnya. Akibat pembunuhannya itu, aku dibenci dan dimusuhi kaum Muslimin. Baik orang
berbakti maupun orang jahat membenciku, saking besarnya pembunuhanku terhadap Al Husain.
Padahal, apa urusanku dengan Ibnu Mirjanah ( Ibnu Ziyad )? Semoga Allah melaknatnyabdan
memurkainya.

Kelompok Attawabun

Mereka adalah sekumpulan orang dari kelompok syi’ah. Banyak diantara mereka yang menulis surat
kepadea Al-Husain bin Ali di Madinah agar ia pergi ke Kufah setelah Muawiyyah meninggal. Namun,
ketika Al-Husain dating kepada mereka di Kufah, mereka malah meninggalkannya, berlepas dari diri
membelanya, dan membiarkannya menuju akhir riwayat yang amat tragis.

Lantas, setelah Al-Husain terbunuh, mereka merasa galau dan menyesal karena tidak berbuat apa –
apa untuk membelanya. Mereka tidak menemukan cara untuk ,menghapus kesalahan mereka dan
bertaubat dari dosa besar ini selain dengan membalas dentam terhadap para pembunuh Al-Husain.
Karena itulah mereka dinamakan sebagai At-Tawwabun ( orang – orang yang bertaubat ).

Pemimpin mereka adalah Sulaiman bin Shard Al-Khuza’I, yang mereka sebut Amirut-Tawwabin
(pemimpin para pentaubat). Sulaiman ini termasuk sahabat yang menjadi tokoh pendukung Ali. Ia
ikut serta dalam seluruh pertempuran yang dipimpin Ali. Sulaiman ini adalah salah satu orang yang
menulis surat agar Al-Husain dating ke Kufah.

Meskipun At-Tawwabun langsung dimulai setelah terbunuhmya Al-Husain bin Ali, tetapi gerakan itu
tidak dapat merealisasikan rencana mereka selagi Yazid masih hidup. Pasalnya, sikap Ubaidillah bin
Ziyad sangat keras terhadap mereka, kekuasaannya atas Kufah pun kuat, dan pengawasannya
terhadap gerakan mereka begitu ketat. Ketika Yazid meninggal dunia, dan Bani Umayyah mengalami
kekacauan politik, barulah At-Tawwabun bergerak cepat guna merealisasikan rencana mereka,
tepatnya pada Rabiul Akhir tahun 65 H.

Pemberontakan Warga Madinah dan Pertempuran Al-Harrah ( 63 H )

Pada tahun 63 H, warga Madinah memberontak terhadap Yazid bin Muawiyyah. Mereka tidak mau
mematuhinya lagi. Pemberontakan ini sejatinya membingungkan. Saya sendiri tidak mengetahui
sebab yang pasti ataupun tujuan yang jelas dari pemberontakan itu.

Ada peneliti yang dalam kajiannya menduga bahwa pemberontakan tersebut merupakan reaksi atas
terbunuhnya Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka marah terhadap peristiwa itu. Dugaan ini tidak
benar. Buktinya, para tokoh Bani Hasyim dan Ahlu Bait, seperti Abdullah bin Abbas, Muhammad bin
Ali bin Abi Thalib ( Ibnul Hanafiyah ), dan Ali bin Al-Husain sendiri tidak terlihat dan tidak senang
dengan pemberontakan tersebut. Para sahabt Nabi yang terkemuka pada zzaman itu, seperti
Abdullah bin Umar bin Al-Khatab, juga menolak dan menentang pemberontakan warga Madinah itu.

Kronologi pemberontakan warga Madinah berawal ketika Khalifah Yazid bin Muawiyyah mencopot
Al-Walid bin Utbah bin Abu Sufyan, sudara sepupunya sendiri, dari jabatannya sebagai wali kota
Madinah. Sang khalifah melakukannya demi memenuhi tuntutan Najdah bin Amir Al-Hanaf, pemuka
Khawarij yang menuding Al-Walid tidak cukup dan tidak cerdas. Najdah menuntut supaya Yazid
mengganti Al-Walid dengan orang lain yang berakhlak dan ramah, dengan harapan kondisi menjadi
kondusif dan persatuan umat terwujud. Najdah juga sangat ingin agar Yazid mengganti Al-Walid
dengan Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan.

Revolusi Bani Abbas

Ini adalah pemberontakan yang terakhir dan yang paling berbahaya uang dihadapi oleh Dinasti
Umayyah. Revolusi ini telah dirancang dengan begitu matang dan berkesinambungan. Belum ada
tandingannya dalam sejarah bpemberontakan terhadap Negara Bani Umayyah.

Dalam melaksanakan dan mempersiapkan revolusi Bani Abbas, para penggagasnya belajar dari
kegagalan berbagai pemberontakan sebelumnya. Revolusi ini telah memenuhi bsemua unsur
keberhasilan, antara lain :

1. Mereka berada di bawah kepemimpinan yang solid dan terencana.


2. Mereka bersabar menunggu peluang tanpa terburu – buru memetik has ail sebelum waktunya.
Pengelolaan pergerakan ini dikemas selama sepertiga abad, waktu yang cukup untuk
mempersiapkan berbagai negeri dan masyarakatnya untuk menerima gagsan mereka.
3. Mereka mempunyai para pendukung loyal yang bersedia untuk berjuang mencurahkan segenap
tenaga demi menggapai cita – cita pergerakan.
4. Mereka menghadapi Negara Bani Umayyah ketika Negara sedang kacau balau, penuh dengan
huru – hara, fanatisme, kekecewaan, dan kekesalan hati yang mengepung dari segala penjuru.
Alhasil, Negara tidak kuat bertahan ataupun memberikan perlawanan.

Anda mungkin juga menyukai