Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menjelaskan konsep teoritis kecemasan sosial, citra tubuh, dan harga

diri. Selain itu, bab ini akan membahas kerangka mental dan hipotesis penelitian..

A. Kecemasan Sosial

1. Definisi Kecemasan Sosial

Social Anxiety Disorder atau kecemasan sosial adalah gangguan psikologis yang

sering dialami individu karena takut dinilai negatif oleh orang lain. Hambatan

psikologis yang sering dialami individu dapat berdampak buruk terutama pada

remaja. Gangguan kecemasan sosial lebih sering terjadi pada wanita, termasuk anak-

anak dan orang dewasa, karena merupakan kekhawatiran tentang evaluasi sosial yang

negatif dibandingkan dengan pria.

Menurut La Greca dan Lopez (dalam Junttila, Laakkonen, Niemi, dan Ranta,

2011), kecemasan sosial adalah pengalaman ketakutan, kecemasan atau kekhawatiran

tentang situasi sosial dan ketakutan dihakimi oleh orang lain.

Menurut Loudin (dalam Ahmad, 2013), kecemasan sosial adalah suatu kondisi di

mana seseorang percaya bahwa orang lain memandang mereka secara berbeda dari

mereka memandang diri mereka sendiri.

Menurut Loudin (dalam Ahmad, 2013), kecemasan sosial adalah suatu kondisi di

mana seseorang percaya bahwa orang lain memandang mereka secara berbeda dari

mereka memandang diri mereka sendiri.


Menurut Swasti dan Mertani (2013), kecemasan sosial adalah ketakutan yang

berlebihan untuk menerima kritik dari orang lain, yang menyebabkan individu

menghindari interaksi dalam kelompok sosial.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Sosial

Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009), setiap orang pasti mengalami

kecemasan dalam hidupnya, meskipun hanya sesekali (Rakhmahappin dan Prabowo,

2014). Kecemasan sosial lebih sering terjadi pada wanita (dewasa dan anak-anak).

Lebih lanjut Leary & Kowalski (dalam Murphy, 2012) menyatakan bahwa kecemasan

sosial fisik yang sering dialami wanita dapat digambarkan dengan kepedulian

individu terhadap penampilan dalam situasi sosial dimana mereka merasa akan dinilai

oleh orang lain, yang erat kaitannya dengan citra tubuh.:

a. Ketidakpuasan dengan penampian dan berat badan.

b. Merasa bahwa bentuk tubuh dievaluasi oleh orang-orang sekitarnya dan

kebanyakan individu cenderung menghindari situasi sosial seperti reuni sekolah,

acara keluarga, atau hanya sekedar jalan-jalan di mall.

c. Keinginan untuk menyesuaikan diri dengan citra tubuh ideal dan tampil menarik

depan lawan jenis.

Selain kecemasan sosial terhadap fisik, Leary (dalam Murphy, 2012) juga

mengungkapkan faktor yang mempengaruhi kecemasan sosial yaitu orang yang tidak
dikenal, evaluasi diri, pengalaman masa lalu, genetika, kemampuan sosial dan harga

diri.

a. Orang tak dikenal

Orang yang tak dikenal (stranger) merupakan orang yang memiliki sedikit informasi

tentang dirinya untuk diketahui orang lain. Orang yang tak dikenal memiliki

pengaruh yang besar untuk memicu seseorang mengalami kecemasan sosial.

b. Evaluasi diri

Evaluasi diri merupakan salah satu faktor dari dalam diri maupun dari lingkungan

sekitar yang memicu kecemasan sosial.

c. Pengalaman masa lalu

Merupakan ingatan seseorang akan kejadian yang dialaminya di masa lalu yang

membawa pengaruh kuat terhadap apa yang akan ia lakukan kedepannya.

d. Genetika

Seorang dapat mewarisi kecemasan secara sosial secara biologis yang mungkin tidak

dapat dikontrol oleh individu tersebut.

e. Kemampuan sosial

Kemampuan untuk bersosialisasi merupakan faktor yang berperan dari dalam diri

individu agar dapat mengontrol kecemasan sosial yang dirasakan oleh individu

tersebut.

f. Harga diri
Harga diri atau self esteem merupakan faktor yang menentukan perilaku

seseorang. Orang dengan harga diri rendah lebih mungkin mengalami kecemasan

sosial daripada orang dengan harga diri tinggi.

Dari penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan sosial, dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan sosial adalah faktor

internal seperti evaluasi diri, keturunan, kemampuan sosial, pengalaman masa lalu

dan harga diri yang disebabkan oleh individu. Faktor eksternal juga dapat

mempengaruhi kecemasan sosial, seperti orang asing..

3. Aspek – Aspek Kecemasan Sosial

Aspek-aspek kecemasan sosial yang dikemukakan oleh La Greca dan Lopez

(Ahmad, 2013), sebagai berikut :

a. Ketakutan akan evaluasi negatif

Berupa ketakutan terhadap evaluasi negatif dari orang lain dan kekhawatiran terhadap

evaluasi negatif dari orang lain.

b. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan

orang yang dikenal

Berupa penghambatan sosial umum dan ketidaknyamanan dengan orang yang

dikenal.

c. Penghindaran Sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau berhubungan

dengan orang asing


Berupa penghindaran situasi baru dan penghindaran dengan orang yang tidak dikenal.

Sedangkan pendapat lain mengenai aspek-aspek kecemasan sosial yang

dikemukakan oleh Liebowitz (1987), yaitu :

a. Performance anxiety

Merupakan kecemasan yang timbul ketika kinerjanya seseorang dilihat oleh orang

lain.

b. Social anxiety

Kecemasan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain.

Dari uraian di atas, beberapa aspek kecemasan sosial dapat diturunkan sebagai

ketakutan akan evaluasi negatif, penghindaran sosial dan frustrasi dengan kenalan dan

orang asing, kecemasan kinerja dan kecemasan sosial.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengembangkan Skala

Kecemasan Sosial berasal dari aspek kecemasan sosial La Greca dan Lopez yaitu

ketakutan akan evaluasi negatif, penghindaran sosial, dan perasaan depresi secara

umum atau dialami dengan orang yang mereka kenal, serta sosial penghindaran dan

interpersonal Stres hubungan, situasi baru, atau berurusan dengan orang asing

4. Ciri-ciri Kecemasan Sosial

Menurut Rakhmahappin dan Prabowo (2014), orang yang mengalami kecemasan

sosial cenderung menghindari orang lain karena takut dikritik, seperti berbicara atau
menampilkan diri di depan umum, makan di depan umum, menggunakan toilet

umum, atau berada di tempat umum Melakukan aktivitas lain yang mungkin

menyebabkan kecemasan besar. Menurut Butler (Prameswari et al., 2015), ciri-ciri

kecemasan sosial adalah:

a. Kognitif

Individu cenderung khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain, sulit

berkonsentrasi, selalu mengingat apa yang dikatakan orang lain, selalu memikirkan

kesalahan apa yang telah mereka buat, dan pikiran mereka menjadi kosong dan tidak

bisa berkata-kata.

b. Perilaku

Individu terkadang berbicara cepat atau lambat, atau bahkan diam, membuat kalimat

tidak jelas, menghindari kontak mata dengan orang lain, bertindak hati-hati agar tidak

menarik perhatian orang lain, selalu mencari keselamatan, dan menghindari aktivitas

atau situasi sosial..

c. Respon tubuh

Muka merah karena malu, berkeringat atau menggigi, tegang, sulit untuk tenang,

panik, jantung berdetak kencang, napas memburu dan pusing.

d. Emosi

Individu akan cenderung grogi, cemas, takut, frustasi, marah terhadap diri sendiri

maupun orang lain, menjadi tidak percaya diri, depresi dan tidak memiliki harapan.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat empat ciri-ciri kecemasan sosial menurut

Butler yang dialami seseorang yaitu kognitif yaitu penilaian dan ekspetasi individu
akan dinilai negatif oleh orang lain, perilaku yaitu adanya perilaku tidak aman dan

menghindar, respon tubuh dan emosi yaitu berupa ketakutan dan rasa cemas saat

berhadapan dalam situasi sosial.

B. Citra Tubuh

1. Definisi Citra Tubuh

Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan

masa dewasa. Pada masa remaja akan banyak perubahan pada setiap individu, salah

satunya perubahan pada fisik. Remaja biasanya mulai memikirkan penampilan

fisiknya dan ingin memiliki penampilan yang sebaik mungkin. Hal itu dapat

mempengaruhi terbentuknya citra tubuh.

Cash dan Deagle (dalam Andea, 2010) mendefinisikan citra tubuh sebagai

kepuasan individu terhadap tubuhnya, seperti ukuran, bentuk, dan penampilan secara

keseluruhan. Persepsi, sikap, emosi dan reaksi kepribadian individu sehubungan

dengan tubuhnya sendiri dapat menggambarkan citra tubuh.

Selain itu, Chase (dalam Sumanty et al., 2018) menyebutkan citra tubuh

merupakan istilah yang mengacu pada sejauh mana individu tidak menyukai

penampilan tubuhnya sendiri menurut penampilannya.

Body image adalah persepsi dan pendapat seseorang tentang bentuk dan ukuran

tubuhnya sendiri, serta bagaimana orang lain memandang fisiknya. Ada banyak

definisi tentang body image, namun Honigam dan Castle (dalam Januar & Putri

2011) berpendapat bahwa body image adalah gambaran mental seseorang tentang
tubuhnya, beserta penilaian dan perasaannya terhadap fisiknya. Grogan (2016)

menyatakan bahwa respon individu terhadap kondisi fisiknya akan bergantung pada

pengaruh pribadinya dan pengaruh lingkungannya, yang dapat berupa cara mereka

menginterpretasikan keadaan mereka dalam hubungannya dengan lingkungan

mereka. Citra tubuh dapat berupa kepuasan seseorang, pandangan pribadi, persepsi,

dan penilaian orang lain terhadap bentuk dan ukuran seseorang.

2. Aspek-aspek Citra Tubuh

Aspek dari citra tubuh menurut Thompson (Denich & Ifdil, 2015) diantaranya

yaitu:

a. Persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan.

Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari diri seorang individu, karena dalam hal

tersebut individu dinilai oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Selanjutnya

bentuk tubuh serta penampilan baik dan buruk dapat mendatangkan perasaan senang

atau tidak senang terhadap bentuk tubuhnya sendiri.

b. Aspek perbandingan dengan orang lain.

Adanya penilaian sesuatu yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, sehingga

menimbulkan suatu prasangka bagi dirinya terhadap orang lain, hal-hal yang menjadi

perbandingan individu ialah ketika harus menilai penampilan dirinya dengan

penampilan fisik orang lain.

c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain).


Seseorang dapat menilai reaksi terhadap orang lain apabila dinilai orang itu menarik

secara fisik, maka gambaran orang itu akan menuju hal-hal yang baik untuk menilai

dirinya.

3. Dimensi Citra Tubuh

Cash (dalam Nur Lailatul Husna, 2013) mengemukakan adanya lima dimensi dalam

citra tubuh, yaitu :

a. Appearance evaluation (evaluasi penampilan)

Evaluasi penampilan yaitu penilaian individu secara keseluruhan terhadap tubuhnya.

b. Appearance orientation (orientasi penampilan)

Orientasi penampilan yatu pandangan individu yang mendasar tentang penampilan

dirinya.

c. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh)

Kepuasan terhadap bagian tubuh yaitu bagaimana individu mengukur kepuasaanya

terhadap bagian tubuh secara spesifik secara keseluruhan dari atas sampai bawah.

d. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk)

Kecemasan menjadi gemuk yaitu kewaspadaan individu terhadap bertambahnya

berat badan yang berdampak pada pembatasan porsi makan.

e. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh)

Pengkategorian ukuran tubuh yaitu pengklasifikasikan golongan tubuh yang

dilakukan oleh individu untuk melihat apakah tubuhnya kurus atau gemuk.
Teori yang digunakan untuk Menyusun skala citra tubuh dalam penelitian ini

adalah dimensi citra tubuh dari cash yaitu appearance evaluation, appearance

orientation, body area satisfaction, overweight preoccupation, self-classified weight.

Alasan penulis menggunakan teori ini karena memuat dimesi yang sesuai dengan

populasi penelitian yaitu remaja.

C. Harga Diri

1. Definisi Harga Diri

Harga diri merupakan cara remaja untuk mengevaluasi diri, membandingkan diri

mereka yang sebenarnya dengan diri ideal mereka (seperti yang dinyatakan oleh

Santrock, 2012). Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menyatakan bahwa harga diri

adalah hasil penilaian diri sendiri, artinya kita tidak hanya mempertimbangkan

kepribadian kita tetapi juga kualitas kita. Harga diri dapat menjadi perkembangan

yang sulit bagi siswa sekolah menengah, terutama remaja pada umumnya. Suatu

penilaian atau pendapat dapat disetujui atau tidak disetujui, dalam suatu evaluasi.,

tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai orang yang mampu,

penting, dan merasa apakah dirinya berharga atau tidak.

Ryan dan Brown (2003) juga mendefinisikan harga diri sebagai perilaku

menghargai diri sendiri, dapat dicontohkan dalam perilaku nyata seperti merasa

Bahagia, merasa optimis, berfikir positif dan berusaha mencapai suatu goals, mimpi

atau kesuksesan.

Dari beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa harga diri adalah

penilaian individu yang dilakukan terhadap dirinya, menilai kualitas-kualitas yang


dimiliki serta perilaku individu dalam menghargai dirinya dengan berfikir positif dan

berusaha mencapai suatu kesuksesan yang diinginkan.

2. Aspek – aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith (Andarini, Susandari, dan Rosiana, 2012) ada empat aspek

dalam harga diri yaitu :

a. Power (kekuasaan)

Kemampuan untuk mengendalikkan dirinya maupun orang lain.

b. Significance (keberartian)

Kepeduliaan, perhatian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.

Penerimaan ditandai oleh kehangatan, ketertarikan, respon positif serta rasa suka

terhadap individu.

c. Virtue (kebajikan)

Ketaatan individu dalam mengikuti prinsip-prinsip etis, moral, dan agama yang telah

diterimannya.

d. Competence (kompetensi)

Tingkat perfomansi individu dalam melaksanakaan tugas yang bervariasi.

Sedangkan pendapat lain mengenai aspek-aspek harga diri yang dikemukakan

oleh Rosenberg (Mruk, 2006) yaitu :

a. Penerimaan diri
Penerimaan diri adalah sikap seseorang yang merasa puas dengan diri sendiri,

kualitas, bakat, pengetahuan, serta keterbatasan dalam diri.

b. Penghormatan diri

Penghornatan diri adalah dasar dari keyakinan dan karakter seseorang yang tidak

berubah oleh peristiwa dalam kehidupan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek harga diri

menurut Rosenberg yaitu penerimaan diri dan penghormatan diri. Sedangkan aspek

haega diri menurut Coopersmith adalah perasaan berharga, perasaan mampu dan

perasaan diterima.

Teori yang digunakan untuk menyusun skala harga diri dalam penelitian ini

adalah aspek-aspek harga diri dari Coopersmith yaitu power, significance, virtue dan

competence. Alasan penulis menggunakan teori ini karena aspek tersebut umum

sesuai dengan populasi yang diteliti yaitu remaja.

3. Dimensi Harga Diri

Menurut Rosenberg (dalam Rahmania & Yuniar, 2012) harga diri memiliki lima

dimensi, yaitu :

a. Dimensi akademis, yang mengacu pada persepsi individu terhadap kualitas

pendidikannya.

b. Dimensi sosial, yang mengacu pada persepsi individu terhadap hubungan sosial

individu.
c. Dimensi emosional, yang merupakan hubungan keterlibatan individu terhadap

emosi individu.

d. Dimensi keluarga, yang mengacu pada keterlibatan individu dalam partisipasi di

dalam keluarganya.

e. Dimensi fisik, yang mengacu pada persepsi terhadap kondisi fisik individu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi harga diri menurut

Rosenberg yaitu akademis, sosial, emosional, keluarga dan fisik.

D. Kerangka Pemikiran

Masa remaja adalah masa perubahan fisik, kognitif, dan sosial yang besar, dan

dapat menjadi masa ketika kecemasan sosial muncul. Kecemasan sosial adalah

ketakutan akan umpan balik negatif dari orang lain, yang menyebabkan seseorang

menghindari interaksi sosial dalam kelompok. Jika seorang remaja dapat memahami

diri dan kedudukan sosialnya, mereka akan menemukan jati dirinya.

Jika mereka mengalami kesulitan dalam bidang ini, mereka dapat merasa rendah

diri dari orang lain, atau sangat tidak menyukai diri mereka sendiri sehingga mereka

akan menolak diri mereka sendiri. Beberapa remaja memiliki rasa kepedulian yang

kuat ketika dalam situasi sosial di mana mereka berpikir orang lain akan

mengevaluasi mereka. Ini adalah citra tubuh, yang terkait erat dengan kecemasan

sosial. Apabila remaja memiliki citra tubuh tinggi, berarti remaja memiliki persepsi

positif mengenai dirinya sehingga remaja merasa puas dengan penampilan fisiknya
dan bisa melalui tugas perkembangannya yaitu menerima kondisi fisik dan

memanfaatkannya secara efektif (Santrock, 2002).

Berdasarkan penelitian terhadap 286 siswa SMA oleh Shofiana Eva Ratnasari,

Israh Pratiwi, dan Hayyu Wildannisa (2021), terdapat hubungan negatif antara citra

tubuh dengan kecemasan sosial, dengan nilai korelasi -0,165, menunjukkan hubungan

langsung dan positif. antara citra tubuh dan kecemasan hubungan yang signifikan.

IPS untuk Siswa SMA.

Penelitian Liesabella Nahda El-Huzni (2021) terhadap 135 remaja di Yogyakarta

menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara citra tubuh dengan

kecemasan sosial dengan nilai korelasi sebesar -0,218, menunjukkan hubungan yang

langsung dan signifikan antara citra tubuh dengan kecemasan sosial. Remaja di

Yogyakarta.

Kemudian penelitian Regina Agatha Pribadi terhadap 200 remaja putri (2019)

menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara citra tubuh dengan

kecemasan sosial, dengan nilai korelasi sebesar -0,360 yang menunjukkan hubungan

langsung dan positif antara citra tubuh dengan kecemasan sosial pada remaja putri.

Temuan dari ketiga studi ini menunjukkan hubungan langsung dan signifikan antara

citra tubuh remaja dan kecemasan sosial. Hasil korelasi negatif yang signifikan

menunjukkan bahwa semakin positif citra tubuh, semakin rendah terjadinya

kecemasan sosial, dan sebaliknya.

Kecemasan sosial juga dipengaruhi oleh harga diri (Leary, 1983). Dinamika

psikologis remaja yang mengalami kecemasan sosial cenderung memberikan


penilaian diri yang rendah, sehingga mengakibatkan remaja kurang berani dalam

situasi sosial.

Menurut penelitian Seema G. B. dan Venkatesh Kumar G (2017) pada 200

remaja, terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan kecemasan sosial dengan

nilai korelasi sebesar -0,210 yang menunjukkan adanya hubungan langsung dan

signifikan antara harga diri dengan harga diri. kecemasan sosial hubungan pada

remaja.

Sebuah penelitian oleh Andi Tajuddi dan Haenidar (2019) terhadap 30 remaja tahap

akhir menunjukkan korelasi negatif antara harga diri dan kecemasan sosial, dengan

hasil linier 0,925 untuk kedua variabel, menunjukkan hubungan langsung dan

signifikan antara harga diri dan sosial. hubungan kecemasan. kecemasan sosial siswa.

Kemudian penelitian terhadap 132 remaja oleh Meilani Liskasiwi dan Kamsih

Astuti (2020) menunjukkan hubungan terbalik antara harga diri dan kecemasan sosial

dengan hasil korelasi -0,213, menunjukkan hubungan langsung antara harga diri

remaja dan kecemasan sosial dan hubungan yang signifikan.

Hasil dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan langsung dan

signifikan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja. Hasil berkorelasi

negatif menunjukkan bahwa harga diri yang lebih tinggi dikaitkan dengan kecemasan

sosial yang lebih rendah dan sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh dan harga diri

mungkin berhubungan dengan kecemasan sosial. Penulis tertarik untuk meneliti


hubungan body image dengan harga diri dengan kecemasan sosial pada siswa kelas X

SMA Negeri 53 Jakarta.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang bersifat praduga dan masih belum

pasti kebenarannya, serta harus dibuktikan. Berdasarkan penjelasan dari berbagai

teori dan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai :

1. Ha 1 : Ada hubungan antara citra tubuh dengan kecemasan sosial pada siswi

kelas X SMA Negeri 53 Jakarta.

2. Ha 2 : Ada hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada siswi

kelas X SMA Negeri 53 Jakarta.

3. Ha 3 : Ada hubungan antara citra tubuh dan harga diri dengan kecemasan

sosial pada siswi kelas X SMA Negeri 53 Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai