Anda di halaman 1dari 131

MALFUZAT IV

(1-1)

MENYIMAK DENGAN PIKIRAN BERSIH

―Hal yang sebenarnya adalah, selama manusia belum memikirkan tentang suatu perkara
dengan pikiran bersih dan memperhatikan segenap sisi, serta belum mendengarkan dengan penuh
perhatian, maka "selama itu pula dia tidak dapat meninggalkan pemikiran-pemikiran lama.
Oleh karena itu, ketika seseorang mendengar suatu hal baru, maka dia hendaknya jangan
langsung menentang sebaik mendengarnya, melainkan merupakan kewajibannya untuk
mempertimbangkan segenap aspeknya (seginya). Pikirkanlah hal itu dalam kesendirian dengan
sikap adil, jujur, dan yang paling penting lagi adalah dengan rasa takut terhadap Allah Ta‘ala‖.
(Malfuzhat, jld. IV, 1-2).

(2-11)

SHALAT JENAZAH BAGI AL-MASIH

Sesudah shalat Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk bersama para sahabah.
Dokter Sayyid Abdus-Samad mengemukakan bahwa:
"Ada seseorang yang yang sangat ........ yaitu Munsyi Rahim Bakhs. Ia setelah membaca
buku [Hadhrat Masih Mau'ud a.s. berjudul Tohfah Golerwiyyah mengenai kewafatan Al-
Masih. Dan dia juga menanyakan kepada saya, apakah dia boleh melakukan shalat jenazah
untuk Al-Masih a.s.? Saya katakah bahwa saya akan memberikan jawaban setelah
menanyakannya kepada Hadhrat Aqdas." Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda:
―Shalat jenazah merupakan doa juga bagi mayit. Hal itu tidak dilarang. Dia boleh
melakukannya.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 11-16 ).

(16-41)

ANJURAN UNTUK SEGERA MINTA PENJELASAN


APABILA ADA GANJALAN HATI

Pada bulan Nopember 1901, diselenggarakan acara amin (syukuan khaatam Al-Quran) bagi
putra-putri Hadhrat Masih Mau'ud a.s., yaitu Hadhrat Sahibzadah Basyir Ahmad, Syarif Ahmad
dan Mubamkah Begum. Pada kesempatan itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. memberikan sedekah
dalam rangka syukur atas anugerah-anugerah Allah Ta‘ala. Sebagai ungkapan syukur, beliau

1
mengadakan acara makan-makan.
Hadhrat Nawab Muhammad Ali Khan bertanya kepada Hadhrat.Masih Mau'ud a.s.:
"Acara amin yang diselenggarakan ini, apakah ini suatu tradisi atau apa?" Mengenai ganjalan di
hati yang langsung ditanyakan ini, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Suatu perkara yang timbul, jika diperhatikan dan dipikirkan dengan niat baik serta dengan
mempertimbangkan aspek-aspek ketakwaan, maka dari situ akan diperoleh suatu pengetahuan.
Saya menganggap hat ini sebagai pertanda akan kebersihan kalbu dan baiknya niat Tuan. Yakni,
suatu hal yang tidak dimengerti, langsung Tuan tanyakan.
Banyak sekali orang yang di dalam kalbu mereka timbul suatu keraguan, tetapi mereka tidak
menjernihkan keraguan itu, serta tidak mau bertanya. Akibatnya, keraguan itu diam-diam
sernaldn membesar di dalam. Kemudian keraguan besar itu menetaskan keraguan-keraguan
lainnya, serta membinasakan ruh.
Kelemahan seperti ini dapat mengantarkan manusia sampai pada kemunafikan. Yakni, jika
ada suatu hal yang tidak dipahami, lalu tidak dipertanyakan, dan begitu saja suatu sikap
(pendirian) telah diambil. Manusia yang membinasakan ruhnya, saya tidak menganggap hal itu
sebagai suatu adab.
Ya, memang benar, melontarkan pertanyaan dalam setiap perkara kecil juga tidaklah tepat.
Hal itu dilarang: "Laa tas-aluu 'an asy-yaa-a [in tubda lakum tasu'kum] – janganlah kamu
menanyakan tentang [rincian] perkara-perkara tertentu [jika diterangkan kepada kamu niscaya
akan menyusahkan kamu]" (Al-Maidah:102).
Demikian pula, hal ini juga dilarang, yakni memata-matai untuk menangkap keburukan-
keburukan orang lain. Kedua cara itu tidaklah baik. Namun, jika ada suatu perkara penting yang
mengganjal di hati, maka paparkanlah, dan hendaknya ditanyakan. Hal itu sama saja apabila
seseorang memakan makanan yang tidak baik dan membuatnya sakit perut serta rasanya mual,
maka segera hendaknya dimuntahkan.
Namun, jika orang itu tidak segera memuntahkannya, maka akan menimbulkan kerusakan
pada alas pencernaan serta merusak kesehatan. Sebagaimana makanan seperti itu segera
hendaknya dimuntahkan, demikian pula suatu perkara yang mengganjal di hati, hendaknya
segera diutarakan.
Ringkasnya, saya menganggap hal ini sebagai pertanda kebaikan Tuan. Yakni, suatu hat yang
tidak Tuan pahami, langsung Tuan tanyakan. Dan tidak memberi peluang timbulnya keberatan.
Hadits pertama Bukhari adalah: "Innamal a'maalu bin-niyaat. " Amal-amal tergantung pada
niat. Dengan adanya niat baik, suatu pelanggaran pun tidak lagi menjadi pelanggaran. Lihatlah
hukum, disitu juga niat dianggap, sebagai suatu hal yang penting. Misalnya, seorang bapak jika
menekankan kepada anaknya supaya pergi belajar ke sekolah, dan secara kebetulan anak itu
terluka di suatu tempat sehingga anak itu meninggal dunia, maka akan dipertimbangkan bahwa
hal itu tidak dapat dinyatakan sebagai suatu pembunuhan yang disengaja, sebab niatnya
bukanlah untuk membunuh anak itu.
Jadi, setiap perbuatan itu sangat erat kaitannya dengan niat. Di dalam Islam, hal ini berhasil
memecahkan banyak sekali perkara. Jadi, jika suatu perbuatan dilakukan dengan niat baik dan
semata-mata untuk Allah, terserah apa saja pendapat orang-orang dunia terhadap hal itu,
hendaknya jangan dipedulikan.

Ingatlah, manusia hendaknya setiap saat dan dalam setiap keadaan tetap memanjatkan doa.
Dan di sisi lain hendaknya menerapkan: "Ammaa bi ni'mati rabbika fa haddits " (Ada pun
nikmat-nikmat Tuhan engkau maka ceritakanlah - (Adh-Dhuha. 12). Yakni, nikmat-nikmat

2
anugerah Allah Ta‘ala itu hendaknya diberitakan (diungkapkan) (tahdits nikmat). Hal itu
meningkatkan kecintaan Allah Ta‘ala, dan timbul suatu gejolak semangat dalam melakukan
ketaatan serta kesetiaan terhadap-Nya.
Tahdits itu tidak hanya berarti bahwa manusia terus menerus mengungkapkannya melalui
lidah saja, melainkan harus ada juga pengaruhnya pada tubuh. Misalnya, Allah Ta‘ala memberi
karunia kepada seseorang untuk dapat mengenakan pakaian yang bagus, namun dia selalu
memakai pakaian yang kotor dan dekil, dengan pertimbangan agar orang-orang merasa kasihan
kepadanya, atau supaya kondisinya yang senang itu tidak diketahui oleh orang-orang. Orang
yang demikian ini berbuat dosa, sebab dia ingin menyembunyikan karunia dan anugerah Allah
Ta‘ala serta bersikap munafik. Dia bersikap menipu, dan ingin mengecoh. Hal itu sangat jauh
dari sifat seorang mukmin.
Pandangan Rasulullah saw. penuh keragaman. Apa saja yang beliau peroleh, beliau pakai
dan tidak keberatan. Pakaian yang disodorkan kepada beliau, beliau terima. Namun sesudah
beliau [wafat], sebagian orang melihat adanya tawadhu' (merendahkan diri) apabila diberi
campuran unsur rahbaniyyat (gaya hidup biarawan –pent.).
Sebagian darwesy (faqir) tampak memakan daging yang dilumuri tanah. Ada seseorang yang
datang kepada seorang darwesy. Darwesy itu menyuruh supaya orang itu diberi makan, namun
orang itu bersikeras untuk makan bersama-sama sang darwesy. Akhirnya, ketika darwesy itu
duduk untuk makan bersamanya, maka yang dihidangkan adalah makanan yang terbuat dari
buah rim [yang rasanya sangat pahit].
Hal-hal seperti inilah yang diterapkan oleh sebagian orang, dan tujuan mereka adalah untuk
meyakinkan orang-orang lain tentang kehebatan mereka. Namur Islam tidak menyatakan hal
seperti itu sebagai sesuatu yang hebat. Kehebatan dalam Islam justru terletak pada takwa.
Melalui takwa itulah diperoleh kedudukan waliullah. Karena takwa itulah para malaikat berkata-
kata, Allah Taala memberikan kabar-kabar suka.
Saya tidak mengajarkan hal-hal seperti itu, sebab hal itu bertentangan dengan tujuan ajaran
Islam. Quran Syarif mengajarkan untuk memakan makanan yang thayyib (sehat) sedangkan
orang-orang ini dengan cara memasukan tanah ke dalam makanan yang enak telah membuatnya
tidak thayyib.
Akidah seperti itu timbul jauh setelah kelahiran agama Islam. Orang-orang ini melakukan
hal-hal yang melebihi apa yang dilakukan Rasulullah s.aw.. Mereka sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Islam dan Quran Syarif. Mereka membuat sendiri syariat yang terpisah.
Saya memandangnya dengan sangat hina dan rendah. Bagi saya, Rasulullah saw. merupakan
uswatun hasanah (suri tauladan terbaik). Kebaikan dan kemuliaan bagi kita adalah, sejauh yang
memungkinkan, kita menempuh jejak langkah beliau, dan tidak mengambil langkah yang
bertentangan dengan itu.‖ (Malfuzhat, jld.4, h.41-44).

PERLAKUAN TERHADAP PEREMPUAN

―Demikian pula orang-orang banyak melakukan kesalahan dalam perkara bagaimana


menjalin hubungan dan mensikapi para istri. Simaklah kehidupan beliau saw., bagaimana beliau
mensikapi para istri serta anak-anak, sedangkan mereka telah keluar dari jalan lurus. Di dalam
Quran Syarif tertulis: "'Asyiruhunna bilma'ruuf' – (bergaullah dengan mereka secara baik-baik -
An-Nisa:20).

3
Terdapat dua golongan manusia dalam kaitan ini. Satu golongan adalah mereka yang betul-
betul telah melepaskan (membiarkan) istri-istri mereka. Tidak ada sedikit pun pengaruh agama
(keruhanian) pada [diri istri-istri] mereka itu, dan para istri itu secara terbuka melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan Islam serta tidak ada yang menghiraukannya.
Sebaliknya, ada pula yang berlaku demikian keras dan ketatnya sehingga tidak ada beda lagi
antara istri-istri itu dengan hewan. Mereka memperlakukannya lebih buruk dari para hamba
sahaja dan hewan berkaki empat. Mereka memukuli, dan sedemikian rupa bengisnya, seakan-
akan tidak tahu lagi apakah yang ada di depan itu makhluk bernyawa atau bukan.
Pendeknya, mereka memperlakukannya dengan sangat buruk. Sampai-sampai di Punjab
dikenal sebuah ungkapan menyamakan perempuan dengan sepatu yang dikenakan di kaki, yakni
[begitu mudahnya] satu dilepas, kemudian pakai yang lain lagi. Ini suatu perkara yang sangat
berbahaya.
Rasulullah saw. merupakan suri tauladan paling sempurna tentang semua itu. Berdiri
melawan perempuan (istri) adalah pengecut dan tidak jantan. Telaahlah kehidupan suci
Rasulullah saw. supaya kalian mengetahui betapa hebatnya akhlak beliau. Walau pun beliau
seorang yang memiliki wibawa besar, tetapi jika ada seorang perempuan lemah pun yang
membuat beliau harus berdiri [menghormati], beliau akan tetap berdiri sampai tidak diizinkan
lagi oleh perempuan.
Beliau saw. senantiasa membeli bahan-bahan masakan. Suatu kali beliau saw. membeli
sesuatu. Seorang sahabi berkata, "Tuan, berikan pada saya [untuk dibawa]." Beliau saw.
bersabda, "Barang milik seseorang, biarkan orang itu sendiri yang membawanya dan jangan
diambil darinya. " Beliau saw. juga senantiasa memikul kayu-kayu bakar.
Inti dari peristiwa-peristiwa ini adalah, mengetahui betapa sederhana dan sangat
bersahajanya beliau saw.. Beliau saw. juga selalu berjalan kaki. Saat itu tidak ada beda apakah
beliau harus jalan di depan atau di belakang, seperti pada zaman sekarang yang tampak di
kalangan orang-orang besar, tidak ada orang yang boleh berada di depan mereka.
Begitu sederhananya Rasulullah saw., sehingga kadang-kadang orang tidak dapat
membedakan mana Rasulullah di antara mereka. Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, saat
itu janggut Hadhrat Abu Bakar r.a. sudah putih. Orang-orang mengira bahwa itulah Rasulullah.
Tetapi ketika Hadhrat Abu Bakar r.a. bangun mengkhidmati Rasulullah untuk menunjukkan,
barulah orang tahu.
Kadang-kadang Rasulullah saw. juga lomba lari dengan Hadhrat Aisyah r.a.. Satu kali
beliau melaju lebih depan, dan yang kedua kali beliau agak perlahan supaya Hadhrat Aisyah r.a.
lebih laju di depan, dan ia pun menang. Demikian pula terbukti suatu kali beberapa orang Habsy
datang memainkan pertunjukan mereka, dan Rasulullah saw. memperlihatkannya kepada
Aisyah r.a.. Kemudian datang Hadhrat Umar r.a.. Ketika Umar datang, orang-orang Habsy itu
pun bubar melihat Umar.
Pendeknya, tatkala manusia menelaah dengan cermat kehidupan Rasulullah saw. maka ia
akan menemukan banyak perkara. Akan tetapi sebagian orang bodoh yang tidak menelaah
kehidupan beliau s.a.w., [begitu saja] melontarkan kritikan dari lidah mereka. Begitulah keadaan
orang-orang Kristen dan Hindu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 44-46).

PERBEDAAN SUNNAH DAN BID’AH

4
Masih dalam rangka menanggapi pertanyaan tentang acara amin (syukuran khaatam Quran),
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. lebih lanjut menjelaskan:
―Ringkasnya, pada saat ini orang-orang telah melakukan kesalahan sangat besar dalam hal
sunnah dan bid'ah. Mereka telah melakukan kekeliruan yang sangat berbahaya. Mereka tidak
dapat membedakan antara sunnah dan bid'ah. Mereka meninggafkan suri-tauladan Rasulullah
saw. lalu banyak sekali cara-cara yang mereka temukan sendiri sesuai kemauan mereka. Dan hal-
hal itu mereka anggap cukup sebagai pembimbing bagi hidup mereka, padahal itu justru
merupakan hal-hal yang menyesatkan mereka.
Tatkala seseorang membedakan antara sunnah dan bid'ah, lalu dia menerapkan sunnah, maka
dia dapat terhindar dari bahaya-bahaya. Namun orang yang tidak dapat membedakannya dan
mencampur-adukkan sunnah dengan bid'ah, maka akibat akhir yang akan dia alami tidak bisa
bagus.
Segala sesuatu yang diumumkan Allah Ta‘ala dalam Quran Syarif benarbenar jelas dan
gamblang. Kemudian, Rasulullah saw. memperagakannya dalam amal-perbuatan beliau.
Kehidupan beliau saw. merupakan contoh yang sempurna. Namun walau demikian, juga terdapat
satu bagiannya yang merupakan ijtihad. Di mana saja -- akibat kelemahannya -- seseorang itu
tidak dapat menemukan suatu contoh secara jelas di dalam Quran Syarif atau di dalam sunnah
Rasulullah saw., maka dia hendaknya melakukan ijtihad.
Misalnya, dalam pernikahan-pernikahan, adanya makanan yang diberikan (dihidangkan),
jika tujuannya adalah untuk memperlihatkan ketinggian dan kehebatannya pada pihak lain,
berarti itu untuk pamer dan takabu, karena itu menjadi haram. Namun, jika seseorang melakukan
hal itu sematamata dengan niat untuk mempraktekkan "Ammaa bini'mati rabbika fahaddiits –
(adapun nikmat-nikmat anugerah Allah Ta‘ala hendaknya diberitakan - Adh-Dhuha, 12), serta
untuk mengamalkan, "Mimmaa razaqnaahum yunfiquun – (mereka membelanjakan dari apa-apa
yang telah Kami rezekikan kepada mereka – Al-Baqarah, 4), dan memberikannya untuk
menerapkan sikap baik terhadap orang-orang lain, maka hal itu tidaklah haram.
Jadi, apabila seseorang menyelenggarakan suatu acara, dan yang menjadi tujuan di situ
bukanlah untuk mengharapkan imbalan, melainkan dengan maksud meraih keridhaan Allah
Ta‘ala, maka jangankan kepada seratus orang, memberi makan kepada seratus ribu orang pun
tidak dilarang.
Hal yang menjadi dasar sebenarnya adalah niat. Jika niat itu buruk dan fasid, maka suatu
perbuatan yang dibenarkan dan yang halal sekali pun akan menjadi haram. Ada sebuah kisah
yang mashur. Seorang suci menyelenggarakan undangan makan, dan ia menyalakan empat puluh
buah lentera. Sebagian orang berkata: "Ini foya-foya." Orang suci itu mengatakan, "Lentera yang
saya nyalakan untuk pamer, padamkanlah oleh kalian." Lalu diupayakanlah, tetapi tidak ada satu
pun yang bisa padam.
Dari itu diketahui bahwa perbuatan itu satu, dan ada dua macam orang yang melakukannya.
Yang pertama adalah yang melakukannya untuk kemewahan, dan yang kedua adalah yang
melakukannya untuk pahala. Dan perbedaan ini timbul karena berbedanya niat mereka.
Ada tertulis, bahwa dalam perang Badar terdapat seseorang dari kalangan Islam yang
berjalan tampil ke depan dengan membusungkan dada, padahal jelas bahwa Allah Ta‘ala
melarang sikap seperti itu. Ketika Rasulullah saw. meJihatnya maka beliau. bersabda: "Sikap ini
tidak disukai oleh Allah Ta‘ala, namun pada waktu ini sikap tersebut disukai oleh-Nya, sebab
saat ini adalah untuk memperlihatkan kemuliaan clan keperkasaan Islam. Dan hal itu
menimbulkan rasa gentar pada pihak musuh." Jadi, banyak sekali contoh seperti ini, dari itu
akhirnya terbukti bahwa [hadits ini] memang sangat benar, "Innamal a'maalu binniyaat. –

5
(sesungguhnya amal itu sesuai dengan niat).
Demikian pula, saya senantiasa merenungkan dan terus-menerus berpikir bagaimana supaya
ada suatu jalan (cara) yang darinya tampil keagungan dan keperkasaan Allah Ta‘ala serta
menimbulkan keimanan di kalangan orang-orang. Yaitu suatu iman yang menyelamatkan dari
dosa dan mendekatkan pada kebaikan.
Saya juga melihat bahwa karunia dan anugerah Allah Ta‘ala tidak terhitung banyaknya yang
menerpa diri saya. Melakukan tahdits (pengungkapan) tentang hal-hal itu merupakan kewajiban
saya. Jadi, tatkala saya melakukan suatu perbuatan maka yang menjadi tujuan dan niat saya
adalah untuk menzahirkan keperkasaan Allah.
Demikian pula dalam acara, amin (syukuran khaatam Quran) ini, dikarenakan anak-anak ini
merupakan sebuah Tanda dari Allah Taala, dan masing-masing mereka merupakan bukti hidup
nubuatan-nubuatan Allah Ta‘ala, oleh sebab itu saya anggap wajib untuk menghargai Tanda-
tanda tersebut, karena ini merupakan bukti kenabian Rasulullah saw. dan bukti kebenaran Quran
Karim serta bukti keberadaan Wujud Allah Ta‘ala itu sendiri.
Pada saat ini, ketika mereka telah menamatkan membaca Kalaam Allah Taala, maka
dikatakan kepada saya untuk menuliskan beberapa syair doa yang di dalamnya terkandung
ungkapan syukur atas karunia dan anugerah Allah Taala. Seperti yang baru saja saya katakan,
saya selalu memikirkan tentang ishlah (perbaikan), saya menganggap acara ini sangat beberkat,
dan saya kira tepat bahwa dengan cara ini saya menyampaikan tabligh.
Jadi, itulah niat dan tujuan saya. Ketika saya telah memulai [menggubahnya], dan syair itu
adalah: "Har ek neki ki jarh ye ittiqa hei – (akar setiap kebaikan adalah ketakwaan), maka bait
yang kedua saya peroleh dalam bentuk ilham, "Agar ye jarh rahi to sab kuch raha hei – (jika
akar ini ada maka segala-sesuatunya akan tetap ada."
Dari itu diketahui bahwa Allah Ta‘ala jugsa ridha terhadap perbuatan saya ini. Quran Karim
hanya mengajarkan tentang takwa, dan itulah yang menjadi tujuannya. Jika manusia tidak
menerapkan takwa maka shalatnya juga tidak akan berguna dan dapat menjadi kunci neraka....
Apa pun perbuatan yang dilakukan untuk pamer di hadapan manusia, dan berapa
banyakpun kebaikan yang terkandung di dalamnya, sama-sekali tidak berguna dan justru
berbalik menjadi penyebab timbulnya azab.
Di dalam [kitab] Ihyaa 'Uluum [karya Imam Ghazali r.a. – pent.] tertulis bahwa fuqara (para
faqir) di zaman itu ingin menzahirkan bahwa ibadah-ibadah mereka adalah untuk Allah Ta‘ala,
namun sebenamya tidak mereka lakukan untuk Allah, melainkan untuk makhluk (manusia).
Penulis buku itu menuliskan tentang kondisi orang-orang itu yang aneh-aneh. Mengenai
pakaian mereka dituliskan, ―Jjika mereka mengenakan pakaian berwarna putih maka kehormatan
mereka akan berbeda. Dan mereka juga tahu, jika pakaian-pakaian itu lain maka kehormatan
mereka juga akan lain. Oleh karena itu, untuk masuk ke dalam kalangan orang kaya, mereka
menyatakan agar memakai pakaian yang bagus, tetapi mereka beri warna.
Demikian pula, untuk memperlihatkan ibadah-ibadah mereka, mereka telah menggunakan
cara-cara yang aneh. MisaInya, untuk menunjukkan puasa, mereka datang ke tempat seseorang
ketika tiba waktu makan. Orang-orang mendesak agar mereka turut makan, tetapi mereka
mengatakan, "Silakan makan, saya tidak makan. Saya ada sedikit halangan." Maksud
kalimatnya adalah bahwa dia itu sedang berpuasa. Demikianlah kondisi-kondisi orang itu yang
dituliskan di situ.
Jadi, melakukan suatu perbuatan demi dunia dan untuk kehormatan serta kemasyhuran diri
sendiri, tidak bisa menjadi penyebab timbulnya keridhaan Allah Ta‘ala. Pada zaman sekarang ini
begitu jugalah kondisi dunia yang sedang berlaku. Segala sesuatu telah jatuh dari

6
keseimbangannya. Ibadah-ibadah serta sedekah dan sebagainya dilakukan untuk pamer. Amal-
amal salih telah digantikan oleh beberapa tradisi. Oleh karenanya, itulah tujuan penghapusan
tradisi yang dibuat-buat, yakni jika ada suatu perbuatan atau ucapan yang bertentangan dengan
firman Allah dan sabda Rasul, maka hendaknya dihapuskan selama kita menamakan diri kita
Muslim. Dan adalah mutlak agar segenap ucapan dan perbuatan kita berada di bawah Allah
Ta‘ala.
Untuk apa kita mempedulikan dunia? Suatu perbuatan yang bertentangan dengan keridhaan
Allah Ta‘ala serta berlawanan dengan Rasulullah saw. hendaknya dihapuskan dan ditinggalkan.
Hal-hal yang sesuai dengan hukum-hukum Ilahi serta sesuai pesan Rasulullah saw, hendaknya
dilakukan, sebab tulah yang dinamakan menghidupkan Sunnah. Dan hal-hal yang tidak
bertentangan dengan petunjuk atau perintah-perintah Rasulullah saw., serta tidak berlawanan
dengan perintah-perintah Allah Ta‘ala, dan tidak pula di dalamnya terdapat unsur pamer,
melainkan berupa ungkapan syukur dan tahdits ni'mah, maka hal itu tidak mengapa.‖
(Malfuzhat, jld. IV, h. 46-50).

PENJELASAN TENTANG BID’AH

Para ulama kita terdahulu sampai mengambil sikap berlebihan sedemikian rupa sehingga,
saya dengar mereka memberi fatwa menentang naik kereta api. Dan memasukkan surat ke kantor
pos pun mereka anggap dosa. Nah, orang-orang yang kondisinya sudah sampai seperti itu, maka
apakah masih ragu lagi bahwa mereka itu gila atau setengah gila?
Itu merupakan kebodohan. Yang harusnya diperhatikan adalah, apakah suatu perbuatan itu
sesuai firman Allah Ta‘ala ataukah bertentangan? Dan sesuatu yang sedang dilakukan, apakah
itu suatu bid'ah? Dan apakah dari itu tidak timbul suatu syirik? Jika satu pun dari hal-hal ini tidak
terdapat di dalamnya, dan tidak timbul kerusakan pada iman, maka tidaklah mengapa jika
dikerjakan. Perhatikanlah [hadits]: "Innamal a'maalu bin-niyaat – (sesunggunya amal perbuatan
itu tergantung pada niat" - Bukhari).
Saya juga mendengar mengenai sebagian ulama yang melarang mempelajari sharaf nahu
(gramatika bahasa Arab) dan ilmu-ilmu lainnya, serta menyatakan hal itu sebagai bid'ah. Dan
mereka mengatakan bahwa ilmu-ilmu itu tidak ada di masa Rasulullah saw., baru belakangan
saja timbulnya.
Demikian pula sebagian orang menyatakan bahwa berperang menggunakan meriam atau
senapan adalah dosa. Nah, meragukan kebodohan orang seperti itu juga merupakan suatu
kesalahan. Quran Syarif justru mengatakan bahwa sebagaimana mereka (pihak lawan)
melakukan persiapan, lakukan jugalah persiapan seperti itu.
Sebenarnya ini adalah masalah-masalah yang termasuk kategori ijtihad. Di situ peran yang
paling besar adalah niat. Ringkasnya, Allah Ta‘ala mengetahui bahwa perbuatan saya ini hanya
untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap-Nya. Kadang-kadang juga terjadi begini. Yakni,
suatu perbuatan dilakukan, dan orang-orang yang tidak berprasangka-baik atau yang tidak
mengenal rahasia-rahasia syariat, kadang-kadang timbul cobaan bagi diri mereka.
Mereka menganggapnya macam-macam. Kadang-kadang demikian, yakni Rasulullah saw.
sedang bercerita di rumah beliau. Saat itu, jika ada orang bodoh yang melihat beliau serta dia
tidak memperhatikan tujuan beliau saw. maka tentu orang itu akan tergelincir. Atau, suatu kali
beliau saw. berada di rumah Hadhrat ‗Aisyah r.a.., dan istri beliau yang lain mengirimkan
semangkuk lauk, lalu Hadhrat ‗Aisyah menjatuhkan serta memecahkan mangkuk itu.

7
Nah, seseorang yang tidak mengenal Hz.Aisyah, tentu akan berani melontarkan kritikan
terhadap hal itu. Dan dia tidak akan mempertimbangkan perbuatan-perbuatan Hadhrat ‗Aisyah
r.a. yang lainnya. Tampil hal-hal yang karena tidak adanya pengetahuan padapihak lain maka
timbul kritikan (keberatan). Hendaknya sebelum melakukan kritikan (keberatan) manusia
menerapkan sikap prasangka baik. Dan tetaplah menyimak sambil bersabar sampai beberapa
hari, maka hakikat yang sebenarnya akan terbuka dengan sendirinya.
Beberapa waktu lalu ada seorang tamu perempuan yang datang. Pada hari-hari itu, secara
kebetulan beberapa perempuan sedang berhalangan shalat. Perempuan itu langsung saja
mengatakan, "Untuk apa datang ke sini? Tidak ada seorang [perempuan] pun yang shalat."
Padahal, perempuanperempuan di rumah saat itu sedang berhalangan, dan di sini Allah mereka
tidak terkena hitungan. Namun perempuan itu langsung saja mengatakan demikian tanpa
bertanya dan berpikir terlebih dahulu.
Tazkiyah (kesucian) terdapat di dalam hati. Tanpa ini, sedikit pun tidak ada yang akan jadi.
Saya lihat istri saya mengerjakan shalat dengan penuh disiplin. Ketika Bashir pertama lahir,
wajahnya sangat mirip dengan Mubarak. [Sewaktu masih kecil] anak itu jatuh sakit. Suhu
badannya sangat tinggi, sehingga kondisinya genting. Saat itu masuk waktu shalat maka istri
saya mengatakan ingin shalat. Ketika ia sedang shalat itulah anak tersebut meninggal dunia.
Selesai shalat ia bertanya pada saya, "Bagaimana keadaannya?" Saya katakan: "Dia sudah
wafat."
Saat itu saya melihat istri saya dengan lapang dada mengucapkan: "Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi raaji’uun" (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kepada-Nya kami
kembali). Pada saat itu dimasukkan ke dalam kalbu saya, bahwa Allah Ta‘ala tidak akan
mengangkatnya selama belum memberikan ganti anak itu. Ternyata demikianlah, menjelang 40
hari setelah kewafatannya Mahmud pun lahir. Dan setelah itu barulah anak-anak ini lahir (yakni,
Sahibzada Mirza Bashir, Mirza Syarif dan Mubarakah Begum yang sedang diselenggarakan
acara amin mereka saat itu. –pent..).
Ringkasnya, manusia yang berpikiran tidak baik adalah makhluk tidak sempurna.
Dikarenakan yang ada pada [tamu perempuan] itu hanyalah hal-hal yang bersifat tradisi, oleh
sebab itu keruhaniannya tidak benar, dan demikian pula keadaan duniawinya. Orang-orang
seperti itu memang mengerjakan shalat, tetapi mereka tidak mengenal makna-makna shalat. Dan
mereka sama-sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan. Shalat mereka kerjakan
cepat-cepat, namun sesudah shalat mereka menghabiskan waktu berjam-jam memanjatkan
doa.
Sungguh aneh, shalat itu sendiri sebenarnya adalah untuk memanjatkan doa, dan inti shalat
itu pun adalah doa, tetapi mereka tidak berdoa di dalamnya. Rukun-rukun shalat itu sendiri
menjadi penggerak untuk doa. Di dalam gerakan itulah terdapat berkat. Kadang terjadi demikian,
yakni ketika sedang duduk-duduk suatu hal tidak terpikir, tetapi ketika sudah berdiri dan mulai
berjalan baru hal itu terpikirkan.
Demikianlah keadaan segenap amal perbuatan itu. Jika hakikatnya tidak diperhatikan dan
intinya tidak dipertimbangkan maka ia akan menjadi suatu tradisi dan kebiasaan saja lagi.
Seperti itu juga di dalam puasa, adalah penting untuk menjaga kesucian jiwa demi Allah.
Namun jika hakikat itu tidak ada maka hal itu hanya menjadi tradisi saja.
Ingatlah dengan seyakin-yakinnya, seseorang yang tidak senang terhadap karunia Allah
Ta‘ala dan tidak menzahirkannya dalam bentuk amal baik berarti dia tidak ikhlas. Menurut saya,
jika seseorang sepanjang tahun terus menerus bersenandung atas karunia Allah Ta‘ala, adalah
lebih baik dari orang yang berkabung sepanjang tahun.

8
Hal-hal yang bertentangan dengan firman Allah serta sabda Rasul, atau di dalamnya terdapat
unsur syirik, atau riya (pamer), serta untuk menampakkan kebesaran diri, maka hal-hal itu
termasuk dalam kategori dosa, dan dilarang.
Mengumumkan pernikahan dengan menggunakan gendering (ebana) juga penting. Yakni,
sehingga jika di masa mendatang jika terjadi perselisihan maka pengumuman seperti itu menjadi
sebuah saksi. Demikian pula jika ada orang yang membagi-bagikan manisan dan sebagainya
dalam suatu pertalian dan pertunangan, supaya hubungan itu menjadi mantap, maka bukanlah
dosa. Namun jika pertimbangannya bukan itu, melainkan supaya dia menjadi terkenal dan
kebesarannya diakui, maka hal itu tidak dibenarkan.
Demikian pula, terompet juga dihalalkan [dalam acara pernikahan]. Dalam hal itu saya tidak
melihat adanya unsur yang bertentangan dengan syariat, tetapi dengan syarat: niat harus benar.
Dalam pernikahan-pernikahan kadang-kadang timbul perselisihan, dan diadakan pengadilan-
pengadilan harta waris. Tatkala pengumuman sudah dilakukan seperti itu, maka menjadi mudah
untuk mengambil keputusan dalam perkara-perkara pengadilan tersebut. Tetapi jika pernikahan
itu dilakukan diam-diam, dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, maka hubungan-
hubungan seperti itu kadang-kadang dianggap tidak sah secara hukum, lalu anak-anak
keturunannya dinyatakan tidak berhak atas warisan.
Dalam perkara-perkara semacam itu, hal tersebut tidak hanya dibenarkan, melainkan wajib,
sebab dengan menggunakannya dapat diambil keputusan syariat. Anak-anak yang lahir ini, pada
kesempatan akikah mereka kami telah mengundang makan sampai dua- ribu orang. Allah Ta‘ala
benar-benar mengetahui bahwa tujuan saya di situ adalah, supaya nubuatan yang telah
dipaparkan sebelum kelahiran mereka masing-masing, dapat diumumkan secara terbuka.
Prasangka buruk menimbulkan kegagalan dalam amal-perbuatan. Di dalam Tadzkiratul
Auliyaa tertulis bahwa seseorang telah berjanji kepada Allah Ta‘ala bahwa dia akan menganggap
dirinya yang paling buruk. Suatu kali dia pergi ke sungai, dia melihat seorang perempuan muda,
dan bersama perempuan itu ada pula seorang laki-laki. Keduanya sedang duduk-duduk dengan
sangat gembira. Di sana orang itu berdoa, "Ya Allah, saya lebih baik dari orang ini, sebab dia
telah meninggalkan malu."
Ketika itu lewat sebuah perahu, di dalamnya terdapat tujuh penumpang. Tiba-tiba perahu itu
tenggelam. Orang yang telah dianggapnya sebagai pemabuk itu, melompat ke sungai dan
menyelamatkan enam orang penumpang, dan tersisa satu orang lagi. Orang tersebut berkata
kepadanya, "Engkau telah berprasangka demikian tentang diriku. Sekarang masih ada tersisa satu
orang lagi. Cobalah selamatkan oleh engkau."
Saat itu juga orang itu mengerti bahwa dia telah keliru. Akhirnya ditanyakan ada apa
sebenarnya ini? Maka laki-laki itu berkata, ―Saya diutus oleh Allah untuk engkau. Perempuan ini
adalah ibuku, dan apa yang engkau sebut minuman kerss ini adalah air sungai. Aku duduk di sini
karena diperintahkan duduk oleh Allah Ta‘ala."
Ringkasnya, prasangka baik adalah sesuatu yang sangat berharga. Prasangka baik
hendaknya jangan dilepaskan dari genggaman. Bersyukur kepada Allah Ta‘ala atas karunia serta
anugerah-anugerah-Nya tidak pernah dilarang. Yakni selama hal itu benar-benar untuk meraih
keridhaan-Nya dan bukan untuk tujuan kebesaran serta keagungan duniawi.‖ (Malfuzhat, j1d.
IV, hlm. 50-53).

(53-56)

9
OBAT BAGI KONDISI ORANG YANG MALAS SHALAT
DAN TENTANG WABAH PES

Ada seorang mahasiswa Aligarh mengutarakan kondisi dirinya, ―Saya menjadi malas shalat
dan kawan-kawan saya mengkritik saya atas hal itu. Kritikan mereka itu membuat saya sangat
terpengaruh, oleh karena itu mohon Hudhur memberitahukan obat bagi kemalasan ini. Hadhrat
Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
―Selama rasa takut terhadap Allah tidak menguasai kalbu, maka selama itu pula dosa tidak
akan dapat dijauhi. Kemudian, ini juga penting, dimana saja ada kesempatan selalulah berjumpa
[dengan saya]. Saya ingin meletakkan Jemaat saya ini di atas kuburan, yakni supaya mereka
setiap saat ingat akan kubur. Namun orang yang tidak juga mengerti saat ini akhimya dia akan
mengerti melalui Tanda kemurkaan Allah Ta‘ala.
Allah Ta‘ala berjanji bahwa di akhir zaman akan turun suatu wabah dari Langit, dan melalui
itu Dia akan membinasakan. Ketika kematian melanda dimana-mana dan rangkaian cengkraman
Allah Ta‘ala mulai merebak, maka bertaubat pada masa-masa seperti itu dari dosa dan
beranggapan bahwa hidup ini tidak ada artinya sedikitpun, sama-sekali tidak ada gunanya.
Taubat dan rasa takut terhadap Allah Taala justru berguna ketika azab Allah belum tiba.
Orang yang paling jauh dari Allah Ta‘ala adalah yang buta pandangannya dan kalbunya keras.
Jika wabah pes ini tidak muncul, maka bagi seorang yang bijak dan berfitrat baik pelajaran ini
memadai, yakni nenek-moyang dan tetua orang-orang telah meninggal dunia serta terus saja
meninggal, dan tidak ada seorang pun yang selamanya hidup di sini.
Namun, sekarang Allah Ta‘ala telah mengabarkan kepada saya melalui Kalaam-Nya, "Al-
amraadhu tusyaa'u wan-nufuusu tudhaa'u -- penyakit-penyakit akan
menyebar dan nyawa-nyawa akan melayang." Demikian pula Dia berfirman, "Ghadhabizi
ghadhban syadiidan -- Aku sudah sangat murka."
Ingat, semua ini bakal terjadi, dan kalian akan menyaksikan dampak-dampaknya. Jadi,
adalah mutlak agar manusia menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga para malaikat pun
menyalaminya. Dengan bai'at kepada saya, corak ini juga hendaknya harus timbul, yakni
kegagahan dan keperkasaan Allah Ta‘ala menguasai kalbu. Hal itulah yang membuat dosa-dosa
jadi menjauh.
Jika seseorang tidak percaya pada nubuatan ini, maka paling tidak pahamilah bahwa
sekarang berdasarkan kesaksian para dokter telah diketahui, bahwa peryakit-penyakit berbahaya
telah bermunculan. Tatkala contoh menakutkan ini sekarang telah timbul, maka betapa
malangnya orang yang saat ini pun masih menjalani hidup dengan lalai.
Seluruh kitab sepakat mengenai hal itu, dan semua orang percaya bahwa di Akhir Zaman
wabah pes akan melanda. Semua nabi mengabarkan tentang hal itu. Dan mengenai yang tertulis
bahwa di hari-hari akhir pintu taubat akan tertutup, artinya adalah tatkala maut (kematian) telah
datang menangkap maka apa lagi gunanya bertaubat? Dalam keadaan tertangkap, binatang buas
pun jadi lemah merendah.
Hendaknya takutlah terhadap Allah Ta‘ala, dan rasa takut terhadap Allah itu dikenali melalui
kedisiplinan shalat. Lihat, betapa manusia disiplin terhadap hukum-hukum pemerintah, lalu
mengapa manusia tidak menghormati hukum-hukum Pemerintah Samawi yang sedikit pun tidak
ada kaitannya dengan pemerintahan dunia?
Ini merupakan saat yang sangat berbahaya. Pes merupakan sebuah azab Ilahi. Takutlah
terhadap azab itu, dan perlihatkan contoh yang baik kepada dunia. Jika ada orang yang masuk ke

10
dalam Jemaat ini lalu dia memperlihatkan contoh buruk, maka hal itu tidak menimbulkan
halangan apa pun bagi Jemaat ini, sebab di dalam lautan juga terdapat segala macam benda,
namun dia itu berbuat aniaya atas dirinya sendiri, dan dia akan terpaksa menanggung malu.
Oleh karena itu hendaknya banyak-banyaklah panjatkan doa, supaya Allah Ta‘ala
membangunkan dari kelalaian. Dari kemalasan-kemalasan dan kelalaian akan timbul dosa,
kemudian gambaran takut terhadap Allah akan sirna dari penglihatan.
Jadi, orang bernasib baik yang masuk dalam garis batas keberuntungan adalah dia yang
tidak ikut berbaur di dalam perkumpulan orang-orang yang melakukan perolok-olokan pada saat
yang penuh bahaya, dan dia yang dalam kesendiriannya memanjatkan doa-doa kepada Allah
serta yang takut kepada-Nya, yakni jangan-jangan azab-Nya tiba pada bagian tertentu dari
malam atau pun siang.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 56-57).

PERLUNYA KEBERADAAN SEORANG MUSHLIH (PEMBAHARU)


WALAUPUN ADA QURAN MAJID

Mahasiswa Aligarh itu kembali mengatakan, "Mereka juga bertanya kepada saya, yakni
Quran Syarif itu kan memang tidak diganti-ganti dan tidak berubah, jadi apa perlunya
kedatangan seseorang?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Apakah hanya itu saja penyebab pentingnya kedatangan seseorang dari Allah, yakni bahwa
Quran Syarif telah diganti-ganti dan diubah? Dan selain itu, perubahan pada makna-makna
Quran Syarif justru dilakukan, padahal di dalamnya tertulis bahwa Al-Masih telah wafat,
sedangkan orang-orang ini mengatakan dia masih hidup di langit.
Apa yang dimaksud dengan dirubah? Orang-orang ini justru sedang mengubah-ubahnya.
Dan kemudian, kondisi amal-perbuatan orang Islam pun sudah sangat rusak. Lihatlah golongan
Nechri (golongan naturalis). Apa yang mereka sisakan? Mereka tidak lagi percaya akan surga
dan neraka. Mereka mengingkari adanya wahyu, doa, dan mukjizat. Mereka lebih parah dari
orangorang Yahudi. Sampai-sampai mereka percaya bahwa najat (keselamatan) itu terletak pada
Trinitas.
Sekali pun sudah begini keadaannya, lalu mereka masih juga mengatakan, "Tidak diperlukan
kedatangan siapapun." Sangat aneh, dunia sudah dipenuhi oleh dosa, tetapi mereka begitu
mabuknya, sehingga mereka tidak lagi merasakan perlunya kedatangan seorang mushlih
(pembaharu yang melakukan perbaikan).
Namun sudah dekat saatnya bahwa Allah Ta‘ala akan membuat mereka tahu akan hal itu,
dan kemurkaan-Nya sekarang akan terns bermunculan. Zaman sudah sedemikian rupa, walau
pun sepanjang malam dilalui dengan menangis, akan tetapi dari keangkuhan mereka diketahui
bahwa mereka itu memang sungguh sangat bejad.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 57-58).

MENGHINDARI DOSA & MENELAAH


BUKU BAHTERA NUH

―Untuk menghindarkan diri dari dosa, penting adanya rasa takut akan Allah Ta‘ala di dalam
kalbu. Dan tatkala Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia memasukkan rasa takut akan diri-Nya.
Kecintaan juga merupakan suatu sarana untuk menghindarkan diri dari dosa. Akan tetapi itu
suatu derajat yang sangat tinggi, sedangkan rasa takut merupakan suatu sarana yang umum.

11
Anak muda pun [bisa] takut, khususnya pada masa-masa sekarang ini (musim wabah pes - pent.).
Bahkan sebagian tabib mengatakan bahwa bahaya pes lebih besar mengancam para pemuda
dibandingkan para orang tua, sebab di dalam darah mereka lebih banyak terdapat gejolak.
....................
Ingatlah seyakin-yakinnya, bahwa hari-hari ini semakin memburuk, seperti yang dikabarkan
oleh segenap nabi. Inilah yang telah dikabarkan Allah Taala kepada saya dalam firman-Nya,
bahwa kini masa-masa penyiksaan telah datang. Barangsiapa yang berdoa pada waktu ini, dan
mencurahkan segala sesuatu sehingga dia menangis di dalam shalat dan kalbunya menjadi luluh,
maka Allah Taala akan mengasihinya....
Dan ada satu lagi cara menghindarkan diri dari dosa, yakni setiap hari membaca satu kali
nasihat-nasihat yang telah tertulis di dalam Kasyti Nuh (Bahtera Nuh).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.
58-59).

(59- 60)

ALLAH TA’ALA MENDENGAR DAN MENJAWAB DOA

Hadhrat Maulwi Nuruddin sedang tidak sehat. Hari ini agak membaik. Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. menanyakan keadaan beliau, kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Ada pun tasharrufaat (pengubahan perlakuan) Allah yang telah saya saksikan, kadang-
kadang karenanya tidak terpikirkan lagi tentang [penggunaan] obat-obatan. Kadang-kadang saya
sembuh dengan obat-obat, dan kadang-kadang hanya dengan doa. Saya sudah berdoa, supaya
Dia memberikan kesembuhan tanpa obat maka Dia telah mengizinkan bahwa, "Kami telah
memberi kesembuhan", dan ternyata telah sembuh.
Apalah nikmatnya beriman kepada tuhan seperti berhala-berhala, yang tidak mendengar dan
tidak pula menjawab. Dengan beriman kepada Tuhan inilah justru timbul kelezatan, yaitu
Tuhan yang memiliki kekuasaan-kekuasaan. Barangsiapa yang tidak beriman kepada Tuhan
demikian itu dan tidak tidak percaya pada qudrat-qudrat (kekuasaan-kekuasaan) serta
tasharrufaat Allah Ta‘ala berarti tuhannya adalah berhala.
Sebenarnya Tuhan itu hanya satu, tetapi penampakkan-Nya yang berbeda-beda. Barangsiapa
berlaku demikian maka seperti itu pulalah Dia mensikapinya, sedangkan yang bertawakal maka
beginilah Dia perlakukan. Jika Allah Ta‘ala lemah seperti [berhala] itu maka tidak ada yang
paling gagal selain para nabi, sebab mereka bukan penyembah sarana, melainkan mereka adalah
penyembah Allah dan orang-orang yang bertawakal.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 59-60).

MIMPI DAN ILHAM SEBAGAI ANAK ALLAH

Pada tanggal 16 Oktober 1902, sesudah shalat Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. duduk-
duduk dan menceritakan sebuah mimpi beliau:
‖Saya melihat ayah saya di dalam mimpi, dan sebenarnya beliau merupakan perwujudan
malaikat namun dalam rupa beliau. Di tangan beliau terdapat sebilah pisau kecil, seolah-olah
untuk membunuh saya. Saya katakan, "Apakah ada orang yang membunuh anaknya sendiri?‖
Ketika saya katakan demikian maka kedua mata beliau bersimbah air mata. Lalu beliau hendak
bertindak seperti itu lagi, maka demikian juga yang saya katakan. Akhirnya, dua tiga kali terjadi
seperti itu, kemudian mata saya terbuka.

12
Di dalam sebuah ilham Allah Ta‘ala berfirman: "Ana minnii bimanzilati aulaadii -- (engkau
dari-Ku, bagai anak-Ku). Dan hal itu sesuai dengan sebuah ayat Al-Quran: "Nahnu abnaa-
ullaahi wa ahibbaa-uhuu. Qul falima yu-adzdzibukum – (orang-orang Yahudi dan Nashara
berkata, ―Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.‖ Dan katakanlah, ―Makja
mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosa kamu?‖ (Al-Maidah, 19). (Malfuzaat, jld. IV
.61).

(61-73)

MIMPI ORANG MATI KELUAR DARI KUBUR

Mufti Muhammad Shadiq r.a. membacakan sebuah buku berbahasa Inggris kepada Hadhrat
Masih Mau'ud a.s.. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa ketika Al-Masih (Jesus) disalibkan, pada
waktu itu orang-orang mati keluar dari dalam kubur. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
‖Di dalam rukya (mimpi), ta‘bir keluarnya orang mati dari dalam kubur adalah ada tahanan
yang dibebaskan. Mungkin saja pada waktu itu seseorang melihat [hal itu] dalam alam kasyaf.
Jika tidak, hal itu sama-sekali ini tidak mungkin dalam makna-makna zahiriah.‖ (Malfuzaat, jld.
IV hlm. 66).

(66-70)

JEMAAT DAN PERBAIKAN DIRI

―Saya berkali-kali menasihatkan kepada kalian, yakni kalian harus menjadi bersih
sedemikian rupa seperti perubahan yang telah dilakukan oleh para sahabah radhiallaahu
‘anhum. Mereka benar-benar telah meninggalkan dunia, seakan-akan mereka telah mengenakan
pakaian yang terbuat dari kain goni. Seperti itu jugalah kalian harus melakukan perubahan pada
diri kalian. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 70).

(70-71)

AZAB DAN PERBAIKAN DIRI

Azab keras Allah Ta‘ala bakal datang, dan azab itu akan membedakan antara yang kotor
dengan yang suci. Dia akan memberikan furqaan (pembeda) kepada kalian. Ketika diketahui
bahwa di dalam kalbu-kalbu kalian tidak lagi terdapat furqaan (pembeda) jenis apa pun, apabila
ada yang dalam bai'at berjanji untuk mendahulukan agama dari dunia tetapi kebenaran hal itu
serta kesetiaannya terhadap janji tidak ditampakkan melalui amal-perbuatannya, maka Allah
tidak akan mempedulikannya.
Dalam kondisi demikian, jangankan satu orang, seratus orang pun mati [dalam azab ini]
maka yang akan saya katakan adalah [karena], "Dia tidak melakukan perubahan dalam dirinya,

13
serta cahaya kebenaran dan makrifat -- yang menghapuskan kegelapan dan memberikan
keyakinan serta kelezatan dalam kalbu -- menjadi jauh, karena itulah dia telah binasa."
(Malfuzat, jld, IV, hlm. 71).

(71-73)

SALIK, MAJZUB, DAN TAAT SEJATI

Manusia yang berupaya dan bekerja keras dengan sendirinya [menuju Allah] disebut salik,
sedangkan manusia yang dianugerahkan sendiri oleh Allah adalah majzub. Dan manusia yang
tetap saja tidur, apalah yang dapat diperbuat untuknya? "Innallaaha laa yughayyiru maa
biqaumin hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim – (sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri - Ar-Raa’du, 12).
Mendengar lalu hanya menyimpannya sampai di telinga saja, tidaklah ada manfaatnya
selama belum mencapai kalbu. Manusia melalui satu atau dua perbuatan menganggap bahwa dia
telah membuat Allah menjadi ridha, padahal tidak demikian. Taat adalah suatu hal yang sangat
sulit. Ketaatan para sahabah r.a. adalah ketaatan [sejati]. Yakni, suatu kali ketika diperlukan
pengorbanan harta maka Hadhrat Umar r.a. membawa separuh harta beliau, sedangkan Hadhrat
Abubakar r.a., menjual seluruh harta kekayaan keluarga beliau dan berapa pun dana yang
diperoleh dari itu, beliau bawa semuanya.
Rasulullah saw. bertanya kepada Hadhrat Umar r.a., "Apa yang engkau tinggalkan untuk
keluarga engkau?" Beliau menjawab, ―Ada separuh lagi‖. Kemudian Rasulullah saw. bertanya
kepada Hadhrat Abubakar r.a., beliau menjawab, "Saya tinggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk
keluarga saya." Rasulullah saw. bersabda, ―Seberapa banyak perbedaan dalam hal
[pengurbanan] harta ini, sekian pulalah perbedaan dalam amalperbuatan kalian."
Apakah taat suatu hal yang mudah? Taat bukanlah perkara kecil, dan bukan hal mudah. Ini
juga merupakan suatu maut (kematian). Seperti kulit seorang hidup yang dikupas, demikian
pulalah halnya taat. Seseorang yang tidak taat sepenuhnya, dia menodai nama-baik Jemaat ini.
Perintah tidak hanya satu melainkan sangat banyak. Sebagaimana surga memiliki banyak
pintu -- ada orang yang masuk dari satu pintu, dan ada yang masuk dari pintu lain -- demikian
pula neraka memiliki banyak pintu. Jangan sampai kalian menutup satu pintu neraka tetapi
kalian membuka yang lainnya.
Ini adalah saat yang sangat genting (masa merebaknya wabah ses di India – pent.). Jemaat
kita khususnya, berada di bawah suatu tanggung-jawab yang besar. Jika ada [warga Jemaat]
yang menjawab kepada Pemerintah untuk tidak menjalani suntikan [imunisasi], sedangkan dia
sendiri tidak melakukan ishlah (perbaikan diri) maka hal itu sangat berbahaya bagi dirinya.
Pemerintah juga di satu segi menentang, yakni pemerintah tidak percaya pada saya mengenai
suntikan [imunisasi] Samawi yang kita gunakan. Sebab jika pemerintah percaya pada saya, tentu
mereka meminta kepada saya untuk mendoakan.
Di sisi lain media massa ribut mengatakan bahwa saya mengajari orang-orang agar
menentang Pemerintah [dalam hal imunisasi wabah pes]. Namun kalian yang percaya bahwa
Jemaat ini berasal dari Allah, jika kalian tidak melakukan amal-perbuatan, maka kalian akan
merugi di dunia dan akhirat.
Jadi, pahamilah baik-baik, sebagaimana di dunia ini berlaku suatu hukum alam yang umum,
demikian pula halnya dengan hukum dari Allah. Yakni, jika orang Hindu makan turbad maka

14
mereka akan mencret-mencret. Demikian juga jika orang Islam memakan turbad maka mereka
pun akan mencret-mencret. (Turbad, sejenis akar-akaran di India yang berkhasiat sebagai
pencahar atau obat sembelit – pent.).
Demikian pula sinar matahari dan bulan, seluruh umat memperoleh manfaat darinya. Namun
ada sebuah hukum khusus yang diberlakukan bagi orang-orang beriman. Hal itu sangat lezat dan
manis, serta dipenuhi oleh banyak sekali buah, dan buah-buah itu dipenuhi oleh sirup, bukannya
jarum Allah Ta‘ala telah memberlakukan suatu hukum khusus bagi hamba-hamba-Nya yang
benar dan salih. Yaitu suatu suntikan yang untuknya tidak diperlukan jarum, dan tidak pula
menimbulkan demam. Apabila seseorang melengkapi syarat-syarat untuk itu, maka dia masuk
ke dalam naungan Allah. Pakailah itu oleh kalian, supaya kalian jangan sia-sia (punah).
letiap orang yang memahami hat ini, berikanlah pemahaman kepada yang lainnya. Yang
hadir, sampaikanlah kepada yang tidak hadir, supaya jangan sampai ada yang terkecoh. Ingat,
sekedar pakai nama saja [sebagai Ahmadi], tidak berarti seseorang itu telah masuk ke dalam
Jemaat, selama dia belum menciptakan hakikat [nama Ahmadi] itu di dalam dirinya. Lahirkanlah
kecintaan antara sesama. Jangan menekan atau merampas hak-hak orang lain. Dan jadilah kalian
seperti orang gila di jalan Allah, supaya Allah menurunkan fadhal (karunia) atas diri kalian, dan
jangan keluar sedikit pun dari itu.
Akan banyak sekali yang terkecoh, sebab ini merupakan kondisi permulaan. Dengan hanya
mengandalkan nama [sebagai Ahmadi], janganlah langsung beranggapan bahwa dengan
perbuatan sebatas itu saja berarti dia telah masuk ke dalam perlindungan Allah.‖ (Malfuzhat, jld.
IV, hlm. 73-75).

(75-78)

KEYAKINAN & DOSA

―Pada hakikatnya najat (keselamatan) diperoleh melalui iman. Dan pada waktu itu
pengenalan (makrifat) terhadap Tuhan sangat diperlukan, sebab tanpa pengenalan (makrifat)
terhadap Tuhan, kematian (maut) tidak akan menerpa kehidupan kotor dosa. Ada pun tangga
pertama bagi pengenalan terhadap Tuhan adalah keyakinan.
Keimanan dan keyakinan terhadap Allah Ta‘ala dan kekuasaan serta kekuatankekuatan-Nya
yang sangat menakjubkan, menganugerahkan suatu nur ma'rifat, dan hal itu menimbulkan suatu
kekuatan di dalam kalbu. Barulah saat itu manusia dengan kekuatan tersebut mampu melawan
dosa.‖ (Malfuzat, jld.IV, catatan kaki h.78).

(78-80

DOSA & BENCANA

Jadi, ini merupakan kesempatan supaya manusia mengadakan perubahan dan mencari qurb
(kedekatan) Ilahi melalui rasa takut kepada-Nya. Khauf dan rasa takut terhadap Allah akan
menyelamatkan manusia dari dosa-dosa, dan melalui itu akan timbul kemajuan di bidang
ketakwaan dan kesucian, yang akan menjadi sarana qurb (kedekatan) sejati. Untuk
[menimbulkan] rasa takut hakiki Allah Ta‘ala sendiri telah menetapkan wabah pes sebagai suatu

15
sarana dan perantara. Sangat malanglah manusia yang di dalam bencana dan taufan ini tetap
tidak takut terhadap Allah serta dari matanya tidak menetes air mata.‖ (Malfuzat, jld. IV,
catatan kaki, hlm. 80).

(80-84)

ORANG EMOSIONAL DAN ORANG MUNAFIK

―Orang yang emosional sangat mungkin untuk dapat diperbaiki, namun orang yang munafik
tidak.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 84).

(84-86)

MEMBERI KESAKSIAN DI PENGADILAN

Seseorang mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., "Tentu Hudhur mengalami
kesusahan dengan pergi memberi kesaksian [di pengadilan]...." Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjawab:
―Saya tidak susah. Merupakan perintah Al-Quran, yakni tatkala dipanggil untuk bersaksi
maka pergilah. Saya bukannya terpaksa. Saya selalu pulang dan pergi ke Batala jalan kaki. Itu
tidak jadi masalah. Saya biasa berjalan kaki.
Namun, ini merupakan suatu perkara pengadilan yang buruk dan tidak ada nilainya. Orang
mukmin memang hendaknya tetap mempertahankan kehormatannya. Tempat ini dipenuhi oleh
orang-orang kotor. Tidak tahu, mengapa Allah telah memilih tempat ini.‖ (Malfuzhat, jld. IV,
hlm. 86-87)

(87-97)

JEMAAT DAN PERBAIKAN

Nasihat saya saat ini kepada Jemaat adalah, zaman ini sangat keras dan sangat mengerikan.
Oleh karena itu sejauh yang memungkinkan, hentikanlah kalbu-kalbu dan mata kalian dari
dorongan-dorongan buruk. Ciptakanlah perubahan khusus pada amalperbuatan dan tingkah laku
kalian. Ini adalah masa untuk melakukan perubahan dan untuk memanjatkan doa-doa kepada
Allah Ta‘ala. Oleh karena itu jalinlah hubungan sejati dengan Allah Ta‘ala saat ini.‖ (Malfuzat,
jld. IV, hlm. 97).

(97-107)

SAAT UNTUK MENGETAHUI AKHLAK MULIA

Akhlak manusia ada kaitannya dengan kemenangan dan keberhasilannya, yakni segala
macam bentuk akhlak fadhilah – sabar dan sebagainya – yang dia tampakkan pada saat
mengalami musibah dan bencana, akhlak itu jugalah yang dia perlihatkan pada waktu

16
mengalami kemenangan dan kejayaan.
Rasulullah saw. memperoleh peluang untuk memperlihatkan akhlak tersebut dalam kedua
macam waktu itu. Akhlak agung yang telah beliau saw. perlihatkan pada saat mengalami bala di
Mekkah, [akhlak agung] itu jugalah yang beliau perlihatkan ketika sudah menjadi raja.
Cobalah perlihatkan satu penggalan saja akhlak Hadhrat Al-Masih. Jelas, sama-sekali kosong
dari itu. Kalau tanpa bukti, seorang jogi juga bisa saja mendakwakan diri bahwa dia telah
mematikan hawa nafsunya....
Semangat yang telah diperlihatkan oleh Imam Hussein 'alahhis salaam (radhiallaahu ‗ahnu?)
saja tidak dapat diperlihatkan oleh Al-Masih, sebab Imam Hussein memiliki peluang untuk
melarikan diri [dari bala tentara Jazid]. Jika beliau mau, tentu beliau bisa pergi. Namun, beliau
tetap berdiam, di tempat, dan melepaskan nyawa dalam kondisi teguh. Sedangkan Al-Masih
tidak memiliki peluang untuk melarikan diri. Beliau berada di dalam tahanan orang-orang
Yahudi. Jadi, semangat apa pula yang telah beliau perlihatkan?‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm.
107).

(107-115)

DEFINISI DOSA

Atas instruksi Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud as., Mufti Muhammad Shaddiq membacakan
tentang hakikat dosa dari sebuah buku Kristen. Di dalam buku itu di satu tempat dituliskan
definisi dosa. Yakni, suatu perkara yang bertentangan dengan akal atau pun syariat, itu adalah
dosa. Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud as. bersabda:
Di dalam Al-Quran Syarif juga tertulis: ―Lau kunna nasma‘u aw na‘qilu maa kunna fii
ashhaabis-sa‘iir (sekiranya kami mendengar atau mempergunakan akal tidaklah aku akan
menjadi penguin api yang menyala-nyala‖ – Al-Mulk, 11). Yakni, jika kami menerapkan syariat
atau menerapkan suatu amal berdasarkan akal tentu kami tidak akan termasuk dalam golongan
ahli neraka‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 115).

DOSA & MEMENTINGKAN DIRI


SENDIRI

Di dalam buku Kristen yang dibacakan oleh Mufti Muhammad Shaddiq disebutkan bahwa
mementingkan diri sendiri adalah dosa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Tidak semua sikap mementingkan diri sendiri masuk dalam dosa. Misalnya, makan,
minum, dan sebagainya, yakni selama tidak bertentangan dengan akal atau syariat. Ketika ada
yang melanggar hukum Allah ingin melampiaskan nafsu syahwatnya, itu adalah dosa. Dan
seseorang (Al-Masih – pent.) yang menginginkan dirinya selamat, bukankah [jika demikian] ini
pun [dari penyaliban] suatu sikap mementingkan diri sendiri? (Malfuzat, j1d. IV, hlm.115).

TERBUNUHNYA SEORANG QIBTHI OLEH MUSA


BUKANLAH SUATU DOSA

17
Mengenai tuduhan yang dilontarkan oleh Kristen bahwa Musa membunuh dengan cara
meninju wajah, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Itu bukanlah dosa. Seorang saudaranya dari kaum Israili sedang terhimpit di bawah, lalu
dengan gejolak fitrati beliau meninju orang itu sehingga meninggal dunia. Sama halnya apabila
seseorang untuk membela nyawanya terpaksa membunuh orang lain, itu bukanlah suatu
kejahatan.
Perkataan Musa yang terdapat di dalam Quran Syarif adalah, "Haadzaa min 'amalisy
syaithaan -- ini adalah dari perbuatan setan - Al-Qashash, 6). Yakni, orang Qibthi itu bergumul
dan menjatuhkan orang Israili tersebut, merupakan salah satu perbuatan setan.‖ (Malfuzhat,
j1d. IV, hlm. 115).

(115-118)

MI’RAJ MERUPAKAN KASYAF

Sebagian orang mengatakan bahwa pada malam mi’raj Rasulullah saw. telah pergi ke Langit
dengan tubuh kasar. Namun mereka tidak melihat bahwa hal itu ditentang oleh Quran Syarif.
Dan Hadhrat Aisyah r.a. juga menyatakan hal itu sebagai rukya (kasyaf).
Sebenarnya mi'raj itu merupakan sebuah kasyaf yang sangat agung, jelas, sempurna dan
lengkap. Di dalam kasyaf tubuh ini tidak diperlukan, sebab tubuh yang diberikann dalam kasyaf
padanya tidak ada penghalang jenis apapun, bahkan memiliki kekuatan-kekuatan besar. Dengan
tubuh yang memiliki kekuatan-kekuatan besar itulah beliau saw. telah melakukan mi'raj.
Kemudian beliau saw. dalam mendukung hal itu telah memaparkan dalil dalil melalui
beberapa ayat, bahwa tubuh kasar tidak bisa naik ke langit. Hal-hal ini sebelumnya pun sudah
berkali-kali saya tuliskan. Saya tidak mengulanginya lagi supaya tidak terlalu panjang.‖
(Malfuzat, jld.IV, hlm. 118).

(118-120)

HAKIKAT MUKJIZAT

Ada yang bertanya: "Mengenai Nabi Sulaiman a.s. dikatakan bahwa beliau telah membuat
besi menjadi lembek. Apa artinya?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Suatu perbuatan yang berlangsung tanpa melalui upaya-upaya biasa, perbuatan itu
mengandung warna mukjizat. Hal-hal tertentu yang di dalamnya terjadi mukjizat-mukjizat, orang-
orang lain dapat saja melakukan hal-hal tersebut. Namun nabi melakukan perbuatan itu tanpa
melalui upaya-upaya dan sarana-sarana [yang biasa] itu, karena itu hal tersebut dinamakan
mukjizat. Nahn itulah yang terjadi dalam kisah Sulaiman a.s..
Sebelum Rasulullah saw. apakah orang-orang tidak membaca dan memperdengarkan kasidah-
kasidah (syair-syair)? Namun kalaam yang begitu fashih dan baligh (Al-Quran – pent.) yang
telah dipaparkan oleh Rasulullah saw., itu bukanlah hasil gubahan beliau melainkan
wahyu. Oleh karena itulah [Al-Quran] merupakan mukjizat, sebab tidak melalui sarana-sarana

18
yang biasa. Beliau saw. tidak pernah menjalani suatu pendidikan, dan kalaam itu beliau
paparkan tanpa adanya upaya-upaya beliau.
Ringkasnya, demikian pulalah mukjizat melembekkan besi. Yakni, di situ tidak ada sarana-
sarana yang biasa [dipakai untuk melembekkan besi]. Mungkin juga ada maknamaknanya yang
lain. Besi juga diartikan sebagai kesulitan-kesulitan dan kesusahan, dan semua itu telah menjadi
mudah bagi Hadhrat Sulaiman a.s.. Namun, saya tidak mengingkari terjadinya mukjizat secara
sungguh-sungguh dalam bentuk apa pun, sebab jika tidak mempercayai qudrat-qudrat
(kekuasaan-kekuasaan) Allah Ta‘ala, maka bagaimana mungkin dapat mempercayai Allah?
Hal-hal yang bertentangan dengan hukum qudrat yang telah dipaparkan oleh Quran Syarif,
saya tidakmenganggapnya sebagai mukjizat. Misalnya, mengapa saya menolak "menghidupkan
orang mati" dalam makna yang sesungguhnya. Sebabnya adalah, Quran. Syarif telah
menetapkan bahwa. "Fa yumsikul latii qadhaa 'alaihal mauts – (maka Dia tahan jiwa yang telah
Dia tetapkan kematiannya‖ (Az-Zumar, 43).
Demikian pula saya tidak dapat mempercayai, bahwa Allah menciptakan suatu tuhan yang
menyerupai-Nya, sebab hal itu bertentangan dengan Tauhid-Nya. Atau, Dia dapat mematikan
diri-Nya sendiri, sebab hal itu bertentangan dengan sifat-Nya yang Hayyu (Mahahidup) dan
Qayyum (Mahategak). Begitu juga jika ada yang mengatakan bahwa dunia ini akan bertahan
selamanya, dan di dunia juugalah akan berlangsung neraka serta surga. Saya tidak dapat
menerimanya, sebab itu bertentangan dengan sifat-Nva yang Maaliki yaumid-diin, dan
jugaberlawanan dengan ayat: "Fariqun fil jannah, wa fariiqun fin- naar – (segolongan dalam
surga dan segolongan dalam neraka - Asy-Syura, 8).
Demikian pula saya tidak dapat mempercayai bahwa manusia dapat naik ke langit dengan
tubuh kasar ini., sebab ketika orang-orang kafir mengatakan kepada Rasulullah saw. supaya
beliau naik k ke langit, maka beliau menjawab:"Subhaana rabbii hal kuntu illaa basyaran
rasuulan – (Mahasuci Tuhanku, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang diutus -
Bani Israil, 94)."
Begitu juga, apabila orang-orang mati dapat kembali hidup, maka seharusnya ada
diterangkan tentang suatu hukum perwarisan tersendiri bagi mereka di dalam Quran Syarif, dan
harus ada suatu bab tersendiri mengenai hal itu dalam fiqih. Ringkasnya, hal-hal yang
bertentangan dengan hukum-hukum yang telah diterangkan oleh Quran Syarif, saya tidak dapat
niempercayainya.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 121).

ISLAM AGAMA FITRAT

Seseorang menceritakan mimpinya di mana tampil ayat: "Fithratallaahil latii fatharan- naasa
‘alaiha - Fitrat Allah yang di atas fitrat itu manusia diciptakan - Ar-Rum, 31). Mengenai itu
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Artinya, Islam merupakan agama fitrah. Agama yang dikehendaki oleh fitrat manusia
adalah Islam. Artinya, di dalam Islam tidak ada kepalsuan. Seluruh ajarannya bersesuaian
dengan fitrat manusia. Tidak seperti halnya Trinitas dan Penebusan Dosa yang tidak dapat
dimengerti. Orang-orang Kristen sendiri mengakui bahwa di mana saja Trinitas masuk, di sana
akan muncul permintaan akan Tauhid, sebab yang bersesuaian dengan fitrat hanyalah Tauhid.
Seandainya pun Quran Syarif tidak ada, maka tetap saja fitrat manusia mengakui Tauhid, sebab
hal itu bersesuaian dengan syariat batin. Demikian pula seluruh ajaran Islam adalah bersesuaian
dengan syariat batin. Berbeda dengan ajaran orang-orang Kristen yang bertentangan dengan hal

19
itu.
Lihatlah, baru-baru ini di Amerika terpaksa diluluskan (disahkan) hukum perceraian, yang
bertentangan dengan Injil. Kenapa hal itu harus terjadi? Sebabnya adalah, ajaran, Injil tidak
bersesuaian dengan fitrat manusia.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 122).

(122-127)

AZAN MERUPAKAN KESAKSIAN YANG SANGAT MULIA

Saat itu sedang berlangsung azan. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Betapa ini
merupakan suatu kesaksian yang sangat mulia. Ketika [suara azan] ini bergema di udara dan
mencapai kalbu, maka timbul dampaknya yang menakjubkan.
Cara-cara yang dilakukan di kalangan agama lain untuk memanggil beribadah, tidak dapat
menandinginya. Kapan pula suara-suara buatan lainnya (terompet, lonceng, gendering dll. -
pent.) dapat menandingi suara manusia?‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 127).

(127-130)

AKIDAH TENTANG AL-MASIH


DALAM BARAHIN AHMADIYAH
DAN PERUBAHANNYA

Dokter Abdus-Sattar Syah memaparkan surat diri Munsyi Rahim Bakhs 'Ardh Nawis. Di
dalamnya terdapat dua pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah: "Di dalam buku Barahiin
Ahmadiyah dinyatakan tentang kedatangan kedua bagi Al-Masih, yakni, Al-Masih yang lama
itulah yang akan datang kembali. Kemudian, ternyata penda'waan yang dilakukan adalah
bertentangan dengan itu. Pernyataan yang berubah-rubah ini akan menjadi suatu hal yang tidak
dapat dipercaya." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Saya tidak mengingkari bahwa saya telah menulis demikian. Dan saya juga tidak
menda'wakan diri bahwa saya adalah seorang 'aalimul ghaib (yang mengetahui hal-hal ghaib).
Menda'wakan diri seperti itu menurut saya adalah suatu kekufuran.
Hal yang sebenarnya adalah, selama belum ada petunjuk dari Allah Ta‘ala, saya tidak dapat
meninggalkan suatu hal tertentu yang memang tertanam di kalangan umat Islam. Di masa
[penulisan] Barahiin Ahmadiyah, Allah Ta‘ala tidak menarik perhatian saya ke arah
permasalahan ini.
Jadi, tatkala seorang perempuan tua pemintal benang saja pun menganut akidah ini, dan dia
tahu bahwa Al-Masih akan datang kembali, maka bagaimana saya dapat meninggalkan akidah
itu selama belum ada perintah yang jelas dari Allah? Oleh karenanya, memang demikianlah
pemikiran saya saat itu.
Merupakan ketidak-jujuran para penentang, yakni mereka memaparkan suatu pemikiran
dengan menjadikannya sebagai ilham atau wahyu. Permasalahan itu tertera di dalam Barahiin
Ahmadiyah adalah dalam bentuk akidah yang berlaku secara umum. Bukan dalam bentuk
pendakwaan wahyu mengenai itu.
Namun, ketika Allah Ta‘ala telah membukakan rahasia itu kepada saya melalui wahyu, dan
telah memberikan pemahaman kepada saya, dan wahyu ini turun berkali-kali, maka saya pun

20
menerbitkannya. Para nabi 'alaihimus-salaam juga begitu keadaannya. Ketika Allah Ta‘ala
menginformasikan suatu perkara kepada mereka, maka mereka menjauhinya atau
menerapkannya.
Lihat, dalam peristiwa kebohongan yang ditiupkan seputar ‗Aisyah r.a., pada mulanya
Rasulullah saw. tidak memiliki informasi. Sampai-sampai Hadhrat Aisyah r.a. pulang ke rumah
ayahnya. Dan Rasulullah saw. juga mengatakan, "Jika memang berbuat demikian, maka
bertobatlah." Dengan memperhatikan peristiwa itu tampak dengan jelas betapa gelisahnya beliau
saw..
Namun, rahasia itu tetap tidak terbuka bagi beliau sampai suatu jangka masa tertentu. Akan
tetapi ketika Allah Ta‘ala melalui wahyu-Nya mengungkapkan ketidak-bersalahan [Hadhrat
‗Aisyah r.a.] dan berfirman: ―Alkhaabutsaatu lil khaabiitsiina .....(perempuan-perempuan jahat
adalah bagi laki-laki yang jahat... dan perempuan-perempuan yang baik adalah bagi laki-laki
yang baik - An-Nur, 27), maka, barulah Rasulullah saw. mengetahui hakikat kebohongan itu.
Apakah dari itu kemuliaan Rasulullah saw. menjadi berkurang? Sama-sekali tidak. Orang
yang beranggapan demikian adalah seorang yang aniaya dan tidak takut terhadap Tuhan, dan hal
itu mengantarkan sampai ke jenjang kekufuran. Rasulullah saw. dan para nabi 'alaihimus-
salaam tidak pernah mendakwakan diri bahwa mereka adalah ‘aalimul ghaib (yang mengetahui
hal-hal gaib). Mengetahui hal-hal ghaib merupakan sifat Tuhan.
Jika orang-orang ini tahu dan mengenal sunnah para nabi 'alaihimus salaam, maka tentu
mereka sama-sekali tidak akan melontarkan kritikan semacam ini....
Ini memang benar, dan saya mengakuinya, bahwa saya tidak dapat melihat tanpa
diperlihatkan oleh Allah Ta‘ala. Tanpa diperdengarkan oleh-Nya saya tidak dapat mendengar,
dan tanpa pemahaman yang diberikan oleh-Nya, saya tidak dapat memahami. Saya bangga
terhadap pengakuan ini. Saya tidak pernah mendakwakan bahwa saya adalah 'aalimul-' ghaib
(mengetahui yang gaib). Saya mendapatkan pemikiran-pemikiran itu tumbuh-kembang di
kalangan umat Islam. Demikian pula pengetahuan saya saat itu mengenai Mahdi dan Masih.
Namun ketika Allah Taala telah membukakan rahasia yang sebenarnya serta
menginformasikan hakikat kepada saya, maka saya pun meninggalkan [pemikiran-pemikiran]
itu. Dan tidak saja meninggalkannya, bahkan justru saya juga mengimbau pihak-pihak lain ke
arah yang diperintahkan oleh-Nya, serta mengimbau mereka agar meninggalkan paham tersebut.
Dan anehnya, perkara yang telah dipaparkan oleh orang bodoh ini dalam bentuk kritikan,
justru di situ terdapat manfaat untuk saya dan mendukung saya. Lihat, di dalam [buku] Barahiin
Ahmadiyah di satu sisi saya dinyatakan sebagai Masih Mau'ud (Almasih yang dijanjikan), dan
segenap janji yang diperuntukkan bagi Masih Mau'ud yang akan datang itu telah diberikan
kepada saya. Dan di sisi lain, saya melalui pena ini juga menyatakan tentang kedatangan kembali
Al-Masih.
Nah, seorang Muslim yang bijak dan bertakwa dapat memperhatikan dan menyimak masalah
ini. Yakni, jika pendakwaan saya ini dusta, dan saya yang mengarang-ngarangnya sendiri, atau
ini merupakan rancangan saya, maka mengapa saya melakukan pernyataan seperti itu?
Kepolosan ini dengan jelas membuktikan bahwa apa pun pengetahuan yang telah diberikan
oleh Allah Ta‘ala kepada saya, itulah yang saya ungkapkan. Secara zahir perbuatan itu saling
kontradiksi, namun bagi seorang manusia yang berfitrat baik, itu merupakan suatu dalil yang
sangat terang. Sebab selama Allah Ta‘ala belum membukakan hal itu pada saya -- walau pun
kepada saya telah diberikan janji-janji yang diperuntukkan bagi Masih Mau'ud, dan di dalam
Barahiin itu juga saya telah dinamakan Masih serta diturunkan ilham ayat "Huwal ladzii arsala
rasuulahu" (Dia-lah Yang telah mengutus rasul-Nya) -- akan tetapi dengan pena itu juga saya

21
menuliskan bahwa Masih Mau'ud akan datang kembali.
Saya tidak meninggalkan sikap "berdiri di mana Allah mendirikan saya," sampai dibuktikan
dengan jelas seperti matahari. Kritikan ini justru merupakan bukti kebenaran saya.
Ketika pertama kali Nabi Karim saw. memperoleh wahyu, beliau bersabda, "Aku takut atas
diriku.‖. Namun istri beliau mengatakan, "Tidak akan demikian, demi Allah." Kemudian istri
beliau mengatakan, "Engkau adalah orang yang suka menolong orang-orang lemah. Allah tidak
akan menyia-nyiakan engkau." Lalu ketika Allah Ta‘ala secara jelas membukakan kepada beliau
mengenai kenabian, maka barulah beliau saw. tidak ragu-ragu lagi dalam bertabligh dan
menyebarkannya.
Seorang mukmin, tidak meninggalkan suatu tahap (kondisi) selama Allah belum
memerintahkan untuk meninggalkannya.‖
Lebih lanjut Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Tidak diragukan lagi, ini merupakan
dalil kebenaran, bukannya kritikan, karena akan terpaksa diakui bahwa pendakwaan itu
dilakukan tidak dengan dibuat-buat, melainkan dilakukan berdasarkan perintah dan wahyu
Tuhan. Sebab peristiwa-peristiwa kedatangan Hadhrat Isa sendiri telah dipaparkan di situ.
Bahkan saya telah dinamakan Isa, dan terhadap saya tertulis: "Liyuzh-hirahuu 'aladdiini kullihi –
(supaya dia memenangkannya atas segenap yang lain)", namun tidak ada yang memberi
perhatian ke arah itu.
Jadi, dari itu dengan jelas terbukti, bahwa jika itu memang perbuatan (rekayasa) saya, maka
tentu saya tidak akan menyatakan tentang kedatangan kembali [Nabi Isa]. Pernyataan saya itu
sendiri membuktikan bahwa itu merupakan perbuatan Allah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 130-134).

(134-136)

KRITIKAN BAHWA AYAH AL-QURAN TIDAK SOPAN


DAN BERTENTANGAN DENGAN ADAB

Para penentang melontarkan kritikan mengenai ayat Al-Quran: "Wa- latii ahshanat farjahaa
- dan ingatlah tentang perempuan (Maryam) yang memelihara kemaluannya - Al-Anbiya, 92)",
mereka menyatakannya bertentangan dengan kesopanan dan adab. Hadhrat Masih Mau'ud
bersabda:
―Orang-orang yang meyakini Allah Ta'ala sebagai Pencipta, apakah mereka menyatakan
ciptaan-Nya ini (farji atau kemaluan –pent.) sia-sia dan tidak berguna? Ketika Dia menciptakan
bagian tubuh ini, apakah saat itu tidak ada adab (kesopanan)? Orang-orang ini mempercayai
Tuhan sebagai Pencipta, dan mereka tidak mengkritik ciptaan-Nya, lalu mengapa mereka
mengkritik firman (ayat) ini?
Yang harus diperhatikan adalah, apakah di dalam bahasa Arab penggunaaan kata itu pada
pandangan mereka bertentangan dengan adab (sopan-santun) atau tidak? Jika tidak, maka apa
hak kaum yang berbahasa lain menyatakan hal itu bertentangan dengan adab (kesopanan)? Setiap
masyarakat memiliki kata-kata dan istilah-istilah yang berbeda-beda.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm.
136).

(136-137)

22
KEUNGGULAN PARA SAHABAH RASULULLAH SAW.

Sahabah Rasulullah saw. begitu setia dan taatnya,, sehingga tidak ditemukan contoh seperti
itu di kalangan pengikut nabi mana pun. Dan mereka begitu teguhnya berpegang pads perintah-
perintah Allah sehingga Quran Syarif dipenuhi oleh pujian-pujian terhadap mereka.
Ada tertulis bahwa ketika turun perintah hammnya minuman arak, maka sekian banyak arak
yang terdapat di dalam kendi-kendi, semuanya ditumpahkan. Dan dikatakan bahwa begitu
banyaknya arak yang mengalir sehingga seperti parit-parit mengalir, dan kemudian tidak ada
yang melakukan perbuatan [minum] itu lagi. Mereka benar-benar telah menjadi musuh bagi
minuman arak.
Lihat, betapa itu merupakan suatu keteguhan dan kekukuhan yang penuh taat. Ketaatan
terhadap Rasulullah saw. yang mereka lakukan dengan penuh kesetiaan, kecintaan, ketulusan,
dan semangat sedemikian rupa, tidak pernah dilakukan oleh siapa pun.
Dengan membaca kondisi Jemaat Hadhrat Musa a.s. dapat diketahui, bahwa mereka berkali-
kali ingin membangkang. Sedangkan para hawari (sahabah) Hadhrat Isa a.s. begitu lemah dan
kendurnya dalam soal akidah, sehingga orang-orang Kristen sendiri terpaksa mengakuinya. Dan
Hadhrat Al-Masih sendiri menamakan mereka di dalam Injil sebagai orang-orang yang lemah
dalam hal akidah. Mereka melakukan pembangkangan besar terhadap guru mereka, dan mereka
telah memperlihatkan contoh ketidaksetiaan. Yakni, pada saat terjadi musibah itu mereka
melarikan diri. Satu di antara mereka justru telah membuat Hadhrat lsa a.s. tertangkap, dan ada
satu lagi yang telah mengutuk lalu mengingkari beliau.
Namun para Sahabah [Rasulullah saw.] begitu tulus dan siap untuk berkorban sedemikian
rupa, sehingga Allah Ta‘ala telah memberikan kesaksian akan hal itu, yakni sampai mereka
tidak segan-segan mengorbankan nyawa mereka di jalan Allah Ta‘ala. Dan segala sifat keimanan
terdapat di dalam diri mereka, yakni penghambaan, zuhud, ketakwaan, keberanian, dan
kesetiaan. Syarat-syarat iman ini tidak ditemukan di kalangan umat mana pun. (Malfuzhat, jld.
IV, hlm. 137-138).

(138-139)

PENDERITAAN-PENDERITAAN YANG DIALAMI PARA SAHABAH R.A.

Sekian banyak musibah dan penderitaan yang terpaksa dipikul oleh para sahabah r.a. pads
masa permulaan Islam, tidak ditemukan contohnya pada umat lain mana pun. Umat pemberani
ini telah memilih untuk menanggung musibah-musibah tersebut. Namun, mereka tidak
meninggalkan Islam.
Puncak dari musibah-musibah itu sampai membuat mereka terpaksa meninggalkan negeri
mereka dan hijrah bersama Nabi Karim saw.. Dan ketika pada pandangan Allah Ta‘ala
kejahatan orang-orang kafir telah melampaui batas, dan mereka menjadi pantas untuk mendapat
hukuman, maka Allah Ta‘ala telah mengutus para sahabah tersebut untuk menghukum bangsa
yang jahat itu.
Demikianlah, kaum yang siang malam beribadah di mesjid-mesjid itu, yang jumlahnya
sangat sedikit, dan tidak memiliki persenjataan, mereka tampil di medan perang untuk
menghadang serangan-serangan para musuh. Peperangan Islam saat itu adalah berupa pembelaan
diri.
Kemudian, golongan yang hanya berjumlah beberapa ratus orang ini, tampil di peperangan

23
menghadapi ribuan lawan. Mereka bertempur dengan keberanian serta kesetiaan sedemikian
rupa, sehingga jika kesempatan seperti itu dihadapi oleh para hawari (murid Nabi Isa –pent.),
maka tentu tidak ada satu orang di antara mereka yang akan berani maju. Sebab sedikit saja
menghadapi cobaan, mereka lari meninggalkan guru mereka. Jadi, tidak akan mungkin mereka
dapat bertahan dalam kondisi-kondisi [pertempuran] seperti itu.
Namun kaum yang beriman dan setia ini (para sahabah Rasulullah saw.) telah
memperlihatkan suri tauladan penuh tentang keberaniaan serta kesetiaan. Dan segala kehebatan
yang telah mereka perlihatkan itu, merupakan buah-buah dari keimanan dan keyakinan mereka
yang sejati.
Ketika Musa a.s. memerintahkan kaum beliau untuk maju dan menyerbu musuh, maka
mereka memberikan jawaban yang sangat memalukan, "Fadz hab anta wa rabbuka faqaatilaa
innaa haahunaa qaaiduun -- maka pergilah engkau bersama Tuhan engkau maka berperanglah
kamu berdua, sesungguhnya kami duduk saja di sini" - Al-Maidah, 25).
Di dalam kehidupan para sahabah [Rasulullah saw.] tidak ditemukan hal seperti itu. Bahkan
mereka mengatakan, bahwa mereka bukanlah dari kalangan orang-orang yang mengatakan,
"Fadz hab anta wa rabbuka – pergilah engkau dan Tuhan engkau."
Bagaimana kekuatan dan keberanian serta kesetiaan seperti ini dapat timbul? Semuanya itu
merupakan akibat dari iman dan keyakinan yang merupakan dampak kekuatan qudus (suci) serta
pengaruh-pengaruh Rasulullah saw.. Beliau saw. telah mengisi diri mereka sepenuhnya dengan
keimanan.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 138-139).

PARA MURID NABI ISA A.S. DAN MUKJIZAT AL-MASIH

―Di kalangan para hawari (murid) Al-Masih, kekuatan iman seperti itu tidak timbul. Dari itu
dengan jelas dapat diketahui bahwa mereka tidak bertumpu dan tidak percaya sepenuhnya
terhadap mukjizat-mukjizat beliau. Bahkan, hal yang sebenarnya adalah, seperti yang telah diakui
oleh beberapa penulis Kristen, para hawari itu merupakan orang-orang duniawi dan berpikiran
dangkal.
Mereka beranggapan bahwa, "Isa ini kelak akan menjadi raja, maka kami akan memperoleh
jabatan-jabatan tertentu." Hubungan mereka dengan Al-Masih terbentuk dalam suatu corak
keserakahan. Oleh karena itu di dalam diri mereka tidak timbul kekuatan iman dan potensi irfan
(pengetahuan sejati). Kalau [benar bahwa] mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat Al-Masih
bahwa beliau menghidupkan orang-orang mati, maka apa sebabnya iman mereka tetap tidak kuat
setelah melihat keajaiban-keajaiban itu?
Hakikat yang sebenarnya adalah, mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan dari Al-Masih --
menyembuhkan orang-orang sakit dan sebagainya -- adalah begitu umumnya [pada saat itu],
sebab orang-orang Yahudi juga berbuat demikian. Dan ada sebuah telaga (Betesda - pent.) yang
dikunjungi oleh orang-orang sakit lalu mereka menjadi sembuh.
Oleh karena itu, hal-hal inilah yang membuat keagungan mukjizat-mukjizat Al-Masih tidak
tertanam di dalam kalbu orang-orang, dan cahaya keyakinan serta makrifat yang menjauhkan
dosa-dosa, tidak timbul di dalam diri mereka. Oleh sebab itu Yudas Iskarioti yang merupakan
penjaga khazanah (bendahara) Al-Masih -- yang padanya terdapat uang senilai seribu rupis --
sering dia curi dari situ. Dan karena keserakahan itu jugalah dia telah membuat Al-Masih
tertangkap dengan diiming-imingi uang 30 keping uang emas‖. (Malfuzhat, jld.4, h.139).

24
(139-141)

Di dalam diri manusia terdapat suatu daya magnetis kebaikan dan keburukan. Orang berbuat
kebaikan, tetapi dia tidak mengerti mengapa dia berbuat demikian, begitu pula seseorang pergi
menuju suatu keburukan. Namun jika ditanyakan kepadanya sedang pergi kemana, maka dia
tidak dapat memberitahukannya.
Di dalam Matsnawi Rumi tertulis sebuah hikayat mengenai daya magnetis itu. Yakni ada
seorang majikan fasiq (durhaka) yang memiliki seorang pembantu yang baik. Di suatu pagi,
majikan itu pergi ke pasar membawa pembantunya untuk berbelanja. Di jalan terdengar azan,
dan si pembantu minta izin untuk shalat. Pembantunya itu pun pergi ke mesjid untuk shalat.
Di sana si pembantu merasakan kenikmatan dan kelezatan sedemikian rupa, sehingga selesai
shalat pun dia tenggelam dalam dzikir. Akhirnya sang majikan setelah lama menunggu
meneriakinya. Majikannya itu berkata, "Siapa pula yang telah menahan engkau di dalam?!"
Pembantu itu menjawab, "Adakah sesuatu yang telah menahan engkau di luar sehingga tidak
mau masuk ke dalam?"
Ringkasnya, itu merupakan suatu daya magnetis yang berlaku. Ke arah inilah Allah telah
mengisyamtkan: "Qul kulluy ya’malu 'alasy- syaakilatihii -- (setiap orang berbuat menurut
keadaannya - Bani Israil, 85). (Malfuzat, jld. IV, hlm. 141).

(141-42)

YANG DIPERLUKAN ADALAH AMAL

Mian Nabi Bakhs, Namberdar Pandadri: menyampaikan: "Hudhur, saya bukan orang yang
terpelajar." Hadhrat Masih Mau'ud bersabda:
―Apalah artinya ilmu itu? Sebenarnya yang diperlukan adalah amal.‖ (Malfuzat, jld. IV,
hlm. 142).

(142)
TIDAK BAIK BERHENTI BEKERJA

Seseorang berhenti dari pekerjaannya dan datang kepada Hadhrat Masih, Mau'ud a.s.
meminta pendapat mengenai usaha dagang. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Seharusnya anda tidak meninggalkan pekerjaan. Adalah penting juga untuk tegak di atas
sesuatu di mana Allah telah menegakkan anda. Meninggalkan pekerjaan tanpa alasan tidaklah
baik.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 142).

MENCARI KEBENARAN & PENGENALAN TUHAN

‖Untuk mencari kebenaran diperlukan dua hal. Pertama, diperlukan akal sehat. Sebagian
orang memang ingin mencari kebenaran, tetapi akal mereka lemah dan dungu, dan mereka tidak
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu apa pun yang dijelaskan

25
kepada mereka tidak dapat dia pahami. Dan jika seluruh agama dipaparkan di hadapan mereka,
mereka tidak dapat mengambil keputusan mana yang mengandung kebenaran dari antara
[agama-agama] itu. Ini penyakit, para tabib menyebut mereka sebagai sophist (orang yang
berkhayal dan tersesat pandangannya – pent.). Mereka dikuasai oleh khayalan. Oleh karena itu
pertama-tama bagi pencari kebenaran adalah penting untuk tidak dikuasai khayalan.
Kedua, orang itu hendaknya memiliki keberanian untuk menerima kebenaran. Banyak
sekali orang yang memang memahami kebenaran, tetapi tidak berani memutuskan tali
persaudaraan. Orang-orang seperti ini pengecut. Kepengecutan ini pun tidak dapat memberikan
manfaat.
Langkah pertama ketika anak kecil dikirim ke sekolah, di hadapannya yang dipaparkan
hanyalah abjad, bukan buku besar yang dipaparkan. Demikian pula dalam menelaah agama,
pertama-tama hendaknya adalah mengadakan perbandingan asas-asas yang relatif besar
(pokok)... lalu dilihat mana yang merupakan agama benar?
Saya heran. Pada saat ini tengah terjadi perbandingan agama-agama, dan perkara yang haq
(benar) dapat diketahui dengan jelas. Dan di Hindustan ini sendiri terdapat segala macam
agama.,[Hindu] Sanathan, Kristen, [Hindu] Arya, Islam, dsb.. Inilah agama-agama besar.
Bahagian pertama dan akar daripada agama adalah pengenalan Tuhan. Jika pada langkah
pertama saja sudah salah dan tidak memiliki landasan, bagaimana mungkin langkah berikutnya
akan memiliki landasan? Sekarang, kenalilah agama-agama berdasarkan asas tersebut.‖
(Malfuzat, jld. IV, hlm. 142-143).

PENGENALAN TUHAN & SANATHAN DARMA

―[Lihatlah golongan Hindu] Sanathan Dharm. Rumput, batu, pohon, bulan, matahari,
pendeknya tidak ada satu benda pun dari antara makhluk (ciptaan) yang tidak mereka sembah
dan menjadikannya sebagai tuhan (dewa). Jadi, suatu agama yang memang sudah demikian
akidah mereka berkenaan pengenalan Tuhan, kapan pula mereka akan dapat memperoleh ilmu-
ilmu kebenaran? Bagaimana mungkin kondisi-kondisi akhlaki mereka dapat benar?
Mereka itu sedemikian rupa, sehingga jika rel pun yang mereka lihat, mereka akan bersedia
bersujud kepadanya dan akan menganggapnya sebagai tuhan (dewa). Kemudian ada satu
golongan dari antara mereka, yang menganggap diri mereka suatu golongan yang telah
mengalami pembaharuan, dan menamakan diri Arya‖. (Malfuzat jld. IV, hlm. 143-144).

PENGENALAN TUHAN & HINDU ARYA

―Kondisi pengenalan Tuhan di [dalam ajaran] Arya, mereka bertentangan dengan Weda.
Memang dari mulut telah mengakui ke-Tauhid-an Tuhan. Walau di dalam Weda terdapat
penyembahan aghni (api), wayu (angin), dsb., akan tetapi orang-orang ini dari mulut mereka
menyatakan, "Kami tidak menyembah berhala-berhala".
Namun dalam hal pengenalan Tuhan, walaupun ada pernyataan tersebut, mereka telah
tergelincir, yakni mereka meyakini bahwa Tuhan bukanlah Pencipta suatu benda apa pun,
melainkan mengimani-Nya sekedar sebagai perakit saja. Apabila sudah demikian pengingkaran
terhadap sifat agung Tuhan itu (Al-Khaliq/Maha Pencipta), kapan pula Tuhan yang lemah dan
tak sempurna seperti itu dapat diimani oleh seseorang?
Kemudian, mereka telah pula mengingkari sifat-sifat lain yang dimiliki Tuhan. Misalnya,

26
mereka percaya bahwa Dia tidak dapat menganugerahkan suatu benda apa pun kepada seseorang
manusia, karena apapun yang diperoleh seseorang, itu ia peroleh karena amal-amal
perbuatannya sendiri. Kemudian mereka terpaksa pula meyakini bahwa jika tidak ada dosa maka
pekerjaan-pekerjaan dunia tidak akan dapat berjalan, sebab kerbau, kambing, sapi, dan makhluk-
makhluk lainnya yang meringankan pekerjaan manusia tidak akan dapat terwujud.
Tuhan yang semacam itulah yang mereka percayai. Tampak bahwa agama ini pun sudah
jatuh dari maqam (tahap) pengenalan Tuhan [yang hakiki].‖ (Malfuzat jld.IV, hlm. 144).

PENGENALAN TUHAN & AGAMA KRISTEN

Kemudian ada satu agama lagi, yang untuk penyebarannya telah dibelanjakan jutaan rupees,
yakni agama Kristen. Di dalamnya pun [unsur] pengenalan Tuhan lebih parah lagi. Pertama-
tama, mereka sama-sekali percaya bahwa Tuhan itu tiga (Trinitas – pent.) Dan menurut mereka
ini adalah suatu masalah yang tidak dapat mereka pahami. Kemudian di antara ketiga [oknum]
itu terdapat seorang manusia lemah, yang telah lahir dari rahim Maryam. Sepanjang umurnya --
seperti yang diketahui dari Injil -- dilalui dalam kesengsaraan dan penderitaan, terus-menerus
dipukuli, dan akhirnya orang-orang Yahudi menangkapnya dan menggantungnya di tiang salib.
Kini, jika demikian pembawaan Tuhan, siapa pula yang mau beriman kepadanya?
(Malfuzat, jld.IV, hlm. 144).

PENGENALAN TUHAN & AGAMA ISLAM

Akan tetapi tentang pengenalan Tuhan yang telah dikemukakan oleh ajaran Islam,
sedemikian rupa nyatanya sehingga setiap orang berakal akan terpaksa mengakuinya. Islam
mengajarkan bahwa Allah adalah Dia yang memiliki seluruh sifat mulia serta bersih dari segala
macam kelemahan (kekurangan). Dia adalah Pencipta dan Penguasa seluruh benda. Dia Maha
Pemurah dan Maha Penyayang. Islam tidak menjadikan suatu makhluk pun sebagai tuhan atau
sekutu bagi Tuhan. [Islam] mengajarkan perbedaan antara Khaliq (Pencipta) dan makhluq (yang
diciptakan).
Kini, apabila diadakan perbandingan berdasarkan asas tsb., betapa jelas dan nyatanya dapat
diketahui, bahwa tidak ada suatu agama pun yang dapat menandingi Islam dari segi asas
tersebut, dan hanya Islamlah agama yang benar.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 145).

ASAS KEDUA: HAK-HAK MAKHLUK

Bagian kedua atau asas kedua daripada agama adalah, bagaimana ia menegakkan hak-hak
makhluk. Bandingkan jugalah agama-agama lainnya berdasarkan asas ini, lalu lihatlah.
Agama [Hindu] Arya telah berlaku aniaya sedemikian rupa, tampaknya tiada lain melainkan
hanya [ajaran] tanpa malu. [Hindu] Arya memberikan ajaran nayog, yakni seseorang [suami]
yang tidak memperoleh anak, boleh mengatur supaya istrinya tidur dengan lelaki lain hingga
mendapatkan anak.
Kini, apalah yang lebih parah dalam hal menodai kehormatan dan rasa malu daripada ini,
yakni seseorang [suami] yang malang karena ia tidak memperoleh anak sampai dua atau empat

27
tahun, kepadanya dikatakan, "Aturlah supaya istrimu tidur dengan lelaki lain demi memperoleh
anak". Betapa ini suatu hal yang sangat memalukan. Di Qadian ini ada seseorang, ketika padanya
ditanyakan masalah nayog, dia mengatakan, "Memalukan!"
Kini, kapan pula seorang berakal dapat menerima ajaran ini? Saya pernah baca, seorang
Banggali telah masuk [Hindu] Arya. Ketika seorang Brahma menerangkan hakikat nayog
kepadanya, dia merobek dan membanting [kitab] Satyarath Prakash. Ia mengatakan, ―Agama ini
tidak layak untuk diterima!‖
Orang-orang Kristen telah berlaku aniaya terhadap makhluk dengan cara mengajarkan
penebusan dosa dan telah menutup pintu kebaikan dengan menyatakan bahwa syariat itu adalah
kutukan (laknat), serta telah menistakan potensi-potensi manusia, tatkala mengatakan
bahwasanya manusia tidak dapat melakukan suatu kebaikan.
Namun Islam telah menegakkan hak-hak makhluk di tempat yang benar dan layak. Islam
tidak memberikan ajaran seperti nayog. la tidak menistakan potensi-potensi manusia. Dan Islam
tidak ingin membuat manusia malas dengan memberikan ajaran penebusan dosa.
Islam tidak menjadikan syariat sebagai suatu kutukan (laknat), melainkan telah
meletakkannya di dalam kemampuan-kemampuan manusiawi. Dengan cara ini masalahnya
menjadi jelas sekali, jika saja tidak dibarengi khayalan (praduga), dan tidak ada hambatan untuk
menerima kebenaran, apabila tidak ada kepengecutan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 145-146).

(146-148)

KECINTAAN DAN SYUKUR

Sesudah shalat Maghrib beberapa orang telah bai'at. Kemudian Mian Nabi Bakhs
mengajukan permohonan doa agar kecintaan terhadap Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bertambah di
dalam kalbu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Keikhlasan dan perhatian yang telah dianugerahkan Allah Ta‘ala, Dia sendiri yang telah
memulainya. Oleh karena itu bersyukurlah supaya hal itu semakin meningkat. Ini semata-mata
karunia-Nya, yakni Dia menganugerahkan taufik untuk mengenali kebenaran.
Jika tidak, apabila Dia membuat kalbu menjadi keras maka manusia tidak dapat kembali
bertaubat. Atas dasar karunia-Nya-lah Dia menganugerahkan keyakinan (ketulusan), dan dengan
mensyukurinya maka hal itu akan semakin bertambah.
Jadi, bersyukurlah supaya karunia-Nya semakin bertambah. Banvak-banyaklah membaca,
―Iyyaaka na’budu’ wa iyyaaka nasta-‘iin‖ (hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya
kepada Engkau kami mohon pertolongan) di dalam shalat-shalat. Iyyaaka nasta’iin (hanya
kepada Engkau kami memohon pertolongan) membawa kembali karunia Allah dan sarana-
sarana yang telah hilang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 148).

QURAN KARIM
BERADA PADA KEDUDUKAN JAUH LEBIH TINGGI
DARIPADA HADITS

Pada tanggal 1 Nopember 1902, seperti biasa Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pergi jalan kaki
dengan beberapa orang sahabah. Beliau a.s. berkali-kali menjelaskan kepada Maulwi Fatah Diin
dan menekankan untuk meninggalkan cara-cara argumentasi lain dalam perdebatan-perdebatan,
melainkan gunakanlah cara pembahasan bahwa Quran Syarif itu jauh lebih tinggi kedudukannya

28
daripada hadits. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan:
―Kepada orang-orang ini hendaknya dipertanyakan apakah mereka sendiri mengakui bahwa
Kitab yang paling shahih adalah Quran Syarif? Hadits-hadits itu dikumpulkan 150 tahun setelah
Al-Quran. Kemudian, di antara hadits-hadits juga terdapat kontradiksi. Di satu tempat disebutkan
tentang Mahdi, di tempat lain dikatakan "Laa mahdi illaa ‘isaa -- tiada Mahdi melainkan Isa." Di
satu sisi dituliskan bahwa hadits tentang Mahdi itu lemah, kemudian disebutkan bahwa Masih
akan turun dari langit. Jadi, dari satu segi satu kakinya telah patah,
Tatkala Quran Syarif berkali-kali menolak kedatangannya dari langit, maka hadits yang
secara hakiki maupun kiasan tidak dapat menyamai kedudukan Quran Syarif, dan menjadi tidak
layak untuk dipercaya. Jika tidak, maka dengan begitu Islam akan hancur berantakan. Segenap
fondasi dan landasan Islam terletak pada Quran Syarif. Tatkala di dalam Quran Syarif tertera
bahwa Isa telah wafat, maka mengapa masih saja mengingkarinya?‖
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. terus menerus menjelaskan kepada Maulwi Fatah Diin mengenai
ayat "Falammaa tawafaitanii (maka tatkala Engkau mewafatkanku -- AlMaidah, 118),
kemudian beliau a.s. kembali menjelaskan tentang hadits-hadits:
―Jika mereka begitu hebatnya percaya (bertumpu) pada hadits, maka rafa yadayn
(mengangkat kedua tangand alam shalat) yang tertera di dalam 1400 hadits, mengapa tidak
mereka amalkan?
Permasalahan kita adalah sesuai sunnah qadiimah Allah Ta‘ala. Sebagaimana mereka ini
menunggu-nunggu kedatangan Al-Masih, demikian pula orang-orang Yahudi menunggu-nunggu
kedatangan Ilyas (Elias).
Bagi nabi tidaklah mutlak bahwa dia harus memiliki ilmu pengetahuan yang begitu luas
seperti yang dimiliki Tuhan. Adalah suatu hal yang dibenarkan (wajar) bagi nabi apabila
beberapa perkara tidak dibukakan [hakikatnya] kepadanya secara rinci. Misalnya, banyak sekali
masalah akhirat, dan baru akan diketahui oleh manusia setelah mengalami kematian. Jadi,
mengapa orang-orang ini begitu hebat melontarkan hal-hal berdasarkan pengetahuan mereka?
Orang-orang Yahudi sedang menunggu-nunggu kedatangan Ilyas (Elias) saat itu. Al-Masih
mengatakan bahwa Yahya itulah yang merupakan Ilyas, terserah apakah percaya atau tidak.
Kemudian saat itu juga dipertanyakan kepada Yahya, dan pertanyaan itu pun diajukan dengan
cara sedemikian rupa sehingga terpaksa diberikan jawaban, ―Aku bukanlah Ilyas yang itu."
Saya melihat, orang-orang ini berkali-kali memaparkan hadits-hadits, dan di antaranya
mereka mengambil kata nuzul (turun). Saya mengatakan, jika memang Al-Masih itu yang harus
datang, maka mengapa Rasulullah saw. memberi gambaran rupa yang berbeda tentang tokoh
yang akan datang ini? Dan beliau saw. mengatakan bahwa kalian akan mengenali Masih yang
akan datang itu dengan ciri-ciri demikian. Apa perlunya Rasulullah saw. berkata begitu?
Di dalam perdebatan-perdebatan pun hendaknya prinsip ini jugal.ah yang harus ditanamkan,
bahwa Quran Syarif jauh lebih utama [daripada hadits]. Setelah membuat mereka menyepakati
hal itu, katakanlah kepada mereka bahwa keutamaan Quran Syarif diakui oleh kedua belah
pihak, maka perkara-perkara selanjutnya hendaknya diputuskan melalui itu.
Jika segala-sesuatu tumpuan terletak pada hadits-hadits, maka apa perlunya Quran Syarif
yang mengatakan, "Al-yauma akmaltu lakum diinakum -- pada hari ini telah Aku cukupkan
kepada kamu agama kamu - Al-Maidah, 4). Mereka ini memaparkan hal-hal yang dusta dan
mengecoh.
"Innahuu la-‘ilmul- lisaa'ah -- sesungguhnya dia (Isa) adalah suatu tanda bagi saa'ah
(kiamat) - Az-Zukhruf, 62). Arti ayat ini adalah: bahwa tanda kemerosotan dan keruntuhan umat
Yahudi merupakan masa kedatangan Al-Masih a.s.. Dan ayat inipun membenarkannya: Wa

29
ja’alnaahu matsalan- 1i banii israa-il -- dan Kami menjadikannya sebagai missal bagi Bani
Israil - Az-Zukhruf., 60).
Saa'ah juga berarti akhirat. "Im min ahlil kitaabi illaa la yu'minanna bihii qabla mautihii –
(tidak ada seorang pun dari Ahlul Kitab melainkan akan tetap beriman kepada hal ini sebelum
kematiannya – An-Nisa, 160). Mereka mengartikan ayat ini bahwa dia (Al-Masih) masih tetap
hidup sampai sekarang, yakni ketika nanti beliau akan datang, maka barulah semua Ahli Kitab
akan beriman.
Mengenai hal itu mereka memaparkan hadits Abu Hurairah r.a., padahal di dalam Tafsir
Mazhari hal itu sangat banyak dibantah. Mengatakan bahwa segenap Ahli Kitab akan beriman
pada saat itu adalah tidak benar. Dari Quran Majid terbukti bahwa hingga kiamat orang-orang
kafir masih akan tetap ada. Dalam setiap kondisi, Quran Syarif hendaknya harus diutamakan.
Nash-nash telak dari Al-Quran benar-benar memberikan keputusan.
Di dalam Surah Tahrim tertera bahwa Masih ibnu Maryam akan berasal dari umat ini juga.
Di dalam Surah An-Nur tertera, bahwa segenap khalifah akan berasal dari umat ini juga.
Rasulullah saw. telah menamakan Masih yang akan datang itu sebagai hakam (hakim/pemberi
keputusan). Ini mengisyaratkan bahwa akan terbentuk banyak sekali firqah saat itu. Dari itu
terbukti bahwa akan banyak sekali timbul kesalahan.
Di dalam Quran Majid, arti kata nuzul berbeda-beda di berbagai tempat. Jika ada kritikan --
mengapa yang telah digunakan adalah kata nuzul (turun), dan mengapa tidak digunakan saja kata
lain di dalam hadits? – maka jawabannya adalah bahwa di dalam sebuah hadits Muslim juga
telah digunakan kata mab 'uts (diutus).
Kata nuzul (turun) telah digunakan, sebab saat itu semua berkat dan karunia akan lenyap
terangkat, dan kemudian akan turun dari Langit. Di dalam Quran Syarif, mengenai diri
Rasulullah saw. sendiri dikatakan bahwa, ―Kami telah menurunkan engkau dari Langit‖. Dan
dari langit jugalah air turun. Jika hujan tidak turun dari langit, maka sumur-sumur akan menjadi
kering. Kebanyakan begitulah kondisi yang terjadi dalam kemarau. panjang.
Apakah ada wasiat (pesan) dari Rasulullah saw. kepada orang-orang itu agar mengimani
[Kitab hadits] Bukhari setelah beliau saw. [wafat]? Justru pesan Rasulullah saw. adalah bahwa
Kitabullaah (Al-Quran) ini sudah mencukupi. Kepada kita yang akan dipertanyakan adalah
mengenai Al-Quran, bukannya mengenai apa-apa yang telah dikumpulkan oleh Zaid dan Bakar.
Hal berikut ini tidak akan dipertanyakan, "Mengapa kalian tidak beriman kepada Shihah Sittah
(enam kitab hadits shahih) dan sebagainya?" Yang akan ditanyakan adalah, ―Mengapa tidak
beriman kepada Al-Quran?"
Mengenai kaidah-kaidah perdebatan, ingatlah selalu bahwa pertama-tama ketentuan-
ketentuannya harus disusun, lalu persoalan-persoalannya disusun. Kitabullaah harus
diutamakan, sedangkan Hadits-hadits -- berdasarkan pernyataan mereka sendiri -- merupakan
[pengetahuan] yang bersifat asumsi, yakni di dalamnya terdapat peluang tercampurnya antara
kebenaran dan kedustaan. Artinya adalah, mungkin saja benar dan mungkin saja dusta. Namun
Quran Syarif suci dari kemungkinan seperti itu.
Hidup Rasulullah saw. sampai sebatas Quran Syarif saja, kemudian beliau pun wafat.
Apakah hadits-hadits itu shahih, dan hadits-hadits itu yang dijadikan sebagai landasan, maka
Rasulullah mengatakan bahwa beliau tidak mengumpulkan hadits-hadits tersebut. Ada tokoh-
tokoh tertentu yang akan datang, dan akan mengumpulkannya. Itulah yang kalian percayai.
Jadi, pertama-tama, Al-Quran harus diutamakan, setelah itu Sunnah. Sunnah adalah,
perintah-perintah yang terdapat di dalam Quran Syarif, diperagakan sendiri oleh Rasulullah saw..
Misalnya, dengan mengerjakan shalat beliau memberitahukan bahwa shalat Subuh itu begini,

30
dan shalat Maghrib itu begini. Hal-hal spa saja yang telah diinbath (diambil/dicerna) oleh
Rasulullah saw. dari Quran Syarif, maka langsung beliau beritahukan dan peragakan, sedangkan
ucapan-ucapan beliau itu dinamakan hadits.
Salah satu sunnah beliau saw. juga adalah, bahwa beliau itu telah wafat. Di dalam Quran
Syarif tertera, "Wa maa muhammadun illaa rasuulun qad khalat min qablihir rusul – (dan
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya -
Aali ‘Imran,145). Yakni, segenap rasul telah wafat, dan beliau juga akan wafat. Ternyata
demikianlah, firman Allah itu pun telah sempurna, dan beliau saw. telah wafat.
Saya memiliki sebuah contoh. Jika ada yang bertanya, "Penakwilan tentang nuzul (turunnya)
Masih yang engkau lakukan, apakah ada pihak lain yang memaparkan penakwilan seperti itu?"
Maka saya menjawab, bahwa tokoh (Al-Masih) yang mengenainya kalian jadi susah begini, dia
sendiri menakwilkan demikian. Dia juga menghadapi permasalahan demikian pada saat itu
(tentang llyas yang dijanjikan - pent.). Jadi, dengan masuknya ke dalam Jemaat kami barulah
akhirnya dia terbebas dari permasalahan itu.
Contoh juga merupakan sesuatu yang berarti. Allah Ta‘ala juga memaparkan sunnah-Nya
sebagai contoh. Jika Rasulullah saw. yang datang kembali, maka tidak ada masalah, sebab
Beliau saw. tidak ada mendakwakan diri sebagai Tuhan, dan tidak pula beliau telah dijadikan
sebagai Tuhan. Namun Allah Ta‘ala melalui mulut Al-Masih a.s. telah menyatakan bahwa inilah
arti kedatangan-Nya (kedatangan Tuhan) kembali itu.
Tidak ada raja yang melakukan suatu langkah yang membuat kebesarannya sebagai raja
menjadi berkurang. Lalu, mengapa pula Tuhan melakukan langkah yang menimbulkan aib pada
Ketuhanan-Nya?‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 148-152).

KEKELIRUAN DAN PEMIKIRAN YANG SALAH

Maulwi Fatah Diin mengatakan, "Kami ini banyak sekali melakukan kekeliruan. Banyak
pikiran salah yang muncul, sedangkan wabah pes sedang merebak." Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menasihatkan:
―Saya tahu dengan pasti, bahwa seseorang yang memiliki hubungan sejati dengan Allah
Ta‘ala maka Dia tidak akan memberikan maut (kematian) yang hina kepadanya. Ada kisah
tentang seorang tokoh suci di dalam buku-buku. Yakni orang suci itu banyak sekali memanjatkan
doa agar dia wafat di suatu kota yang bernama Thus.
Dia juga telah melihat dalam sebuah kasyaf bahwa dia memang akan wafat di Thus, namun
dia ternyata sakit keras di tempat lain serta tidak ada lagi harapan untuk hidup. Maka dia
berwasiat kepada para pengikutnya, "Jika saya mati, kuburkanlah saya di kuburan orang-orang
Yahudi." Pengikutnya bertanya, mengapa? Dia menjelaskan, "Dahulu banyak sekali doa saya
memohon agar saya wafat di Thus, namun sekarang tampaknya sudah diketahui bahwa itu tidak
dikabulkan. Oleh karenanya saya tidak ingin membuat orang-orang Islam terkecoh." Setelah itu
ternyata orang suci tersebut perlahan-lahan pulih kembali, dan dia pun pergi ke Thus. Di sana dia
jatuh sakit lalu meninggal dunia, dan di sanalah dia telah dikuburkan.
Oleh karena itu hendaknya kalian menjadi orang mukmin. Jika kalian menjadi orang
mukmin maka Allah tidak akan memberikan maut (kematian) yang hina. Dia tidak akan
memperkarakan pemikiran-pemikiran yang timbul di dalam kalbu, selama manusia belum
bertekad untuk melakukannya.
Seorang pencuri ketika pergi ke pasar, jika melihat tumpukan uang di sebuah tokoh emas,

31
dan dia berangan-angan untuk memiliki uang sebanyak itu, kalau pun dia berniat untuk
mencurinya, tetapi kalbunya mengecam dirinya, dan dia pun menahan diri, maka dia tidak akan
berdosa. Dan kalau dia mengukuhkan niatnya, yakni jika ada kesempatan pasti akan dia curi,
maka dia akan berdosa.
Dalam kisah Adam a.s. juga Allah Ta‘ala berfirman: "Wa lam najid lahuu 'azmaa -- dan
Kami tidak mendapatinya memiliki tekad yang bulat untuk itu (Tha Ha, 116). Ungkapan ‘ashaa
aadama artinya adalah beliau (Adam) melakukan kekeliruan. Misalnya, seorang majikan
menyuruh pembantunya untuk pergi melewati jalan tertentu guna melakukan suatu tugas lalu
kembali. Jika si pembantu itu melakukan ijtihad (pemikiran) lalu dia masuk ke jalan lain, maka
sudah pasti itu merupakan kekeliruan. Namun bukan berarti dia itu tidak menurut. Hanya
kesalahan dalam melakukan ijtihad (pemikiran), dan hal itu tidak akan diperkarakan.‖
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 152-153).

KELINCI HALAL DIMAKAN

Seseorang, menenanyakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tentang halalnya kelinci.
Beliau a.s. bersabda:
―Sebenarnya benda-benda ini halal. Selama tidak terbukti haram berdasarkan nash yang jelas
maka selama itu pula benda-benda itu tidak haram.
Mengenai hadits, akidah saya adalah, sekecil apapun hendaknya diamalkan, selama tidak
bertentangan dengan Al-Quran.‖ (Malfuzhat, jld. IV, 153-154).

ORANG YANG EMOSIONAL

―Mengapa Imam ‗Azham (Imam Abu Hanifah) tidak mengangkat kedua tangan [ketika
shalat]? Apakah pada waktu itu tidak ada perawi hadits? Memang ada perawi saat itu, namun
dikarenakan saat itu beliau tidak melihat masalah tersebut, oleh sebab itu beliau tidak
melakukannya. Sungguh malang para maulwi hilania. Yakni, orang-orang Yahudi dan Nasrani
ke sana ke mari membawa Taurat yang sudah diubah dan ditukar, sedangkan mereka ini ke
sana ke mari bukannya membawa Al-Quran melainkan yang mereka bawa-bawa adalah hadist.―
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 154).

SHALAT JENAZAH BAGI GHAIR AHMADI

Rasulullah saw. pernah memberikan baju kepada seorang munafik dan menshalatkan
jenazahnya. Mungkin saja orang itu pada saat menjelang ajat telah bertobat. Tugas orang
mukmin adalah menerapkan prasangka baik. Untuk itulah telah diberlakukan agar setiap yang
wafat dishalatkan jenazahnya. Bagi Jemaat kita, tidak wajib, melainkan sebagai ihsan dapat saja
Jemaat melakukan shalat jenazah bagi warga non-Jemaat, "Wa shalli 'alaihim inna shalaataka
sakanul lahum (dan doa/shalatkanlah mereka, karena sesungguhnya doa engkau itu menjadi
ketenteraman. bagi mereka - At-Taubah: 103)." Di situ yang dimaksud dengan shalat adalah
shalat jenazah, sedangkan sakanul lahum membuktikan bahawa doa Rasulullah saw.
menimbulkan ketentraman dan kesejukan bagi orang yang berdosa.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm.

32
154).

(154-161)

PERBEDAAN KEBAHAGIAAN ORANG-ORANG KAFIR


DENGAN ORANG BERTAKWA

Bagi orang-orang kafir yang ada ialah kebahagiaan di perjalanan [hidup] ini, sedangkan bagi
orang-orang bertakwa adalah kebahagiaan di saat akhir. Jika Allah Ta‘ala menghendaki maka
dalam sekejap saja Dia dapat menghapuskan semua mereka. Namun, Dia menghendaki adanya
nuansa yang meramaikan. Selama tidak ada orang yang mendustakan maka bagaimana mungkin
dapat diketahui hakikat seorang yang membenarkan? Justru melalui orang-orang yang
mendustakan itulah terbuka hakikat-hakikat dan makrifat, serta kecintaan dan pertolongan Allah
Ta‘ala menjadi dapat diketahui.
Jika di dalam hati seseorang terdapat kecintaan terhadap ibunya maka hal itu tidak diketahui
oleh siapa pun. Namun tatkala ada orang yang mencaci ibunya, dia langsung marah, dan barulah
akan diketahui bahwa di dalam hatinya memang terdapat kecintaan terhadap ibunya.‖ (Malfuzat,
jlid IV. hlm. 161).

(161-162)

NASIHAT AGAR TIDAK BERPURA-PURA

Sesudah shalat maghrib, seperti biasanya, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk di
mesjid. Kemudian Mir Sahib memanggil Abdush-Shamad ke depan, yang berasal dari Kashmir,
lalu mendudukkannya di dekat Hadhrat Masih Mau'ud. Mir Sahib mengatakan bahwa dia di sini
mengalami kesulitan, yakni dia biasa memakan nasi, sedangkan di sini yang disediakan adalah
roti. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Allah Ta‘ala berfirman kepada Rasulullah saw. agar mengatakan]: "Wa maa anaa minal-
mutakallifiin (aku bukanlah dari antara orang-orang yang berpura-pura - Shaad: 87)." Siapa saja
dari antara tamu-tamu saya yang berpura-pura, dia mengalami kesulitan. Oleh karena itu,
apapun yang diperlukan, sampaikanlah.‖ [Kemudian beliau a.s. memerintahkan], ―Sediakanlah
nasi untuknya.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 162-163).

DUKUNGAN ALLAH TA’ALA DALAM PEKERJAAN


TULIS MENULIS HADHRAT MASIH MASU’UD A.S.

Berlangsung pembicaraan mengenai bagaimana Allah Ta‘ala melalui karunia-Nya yang


khusus senantiasa menolong Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dalam mempersiapkan tulisan-tulisan

33
untuk menghadapi para penentang. Beliau a.s. sering sakit, dan kadang-kadang waktu yang telah
ditetapkan dalam pertandingan sudah sempit, maka dalam kondisi seperti itu beliau dengan
sangat susah-payah menulis buku-buku sampai larut malam. Mengenai hal itu Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. bersabda:
―Saya, satu huruf pun tidak mampu saya tuliskan apabila kekuatan (taufik) dari Allah Ta‘ala
tidak menyertai saya. Berkah-kali saya memperhatikan ketika sedang sibuk dalam tulis-menulis,
bahwa terdapat sesuatu ruh Allah yang sedang mengalir. Pena (tangan) memang menjadi letih,
tetapi gejolak semangat yang ada di dalam [kalbu] tidak pernah penat. Hati saya merasakan
bahwa kata demi satu kata mengalir dari Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 164).

(164-165)

MIMPI GAJAH & MEMOLESKAN MINYAK

Seseorang memperdengarkan mimpinya, bahwa dia malam hari bermimpi melihat gajah, dan
Hadhrat .Aqdas Masih Mau'ud a.s. memoleskan minyak di rambutnya. Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. mena'birkan, bahwa melihat gajah pada malam hari adalah bagus, dan memoleskan minyak
[ke kepala] adalah suatu keindahan (hiasan) dan juga bagus. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 165)

(165-166)

MALU DAN UNTUNG-RUGI YANG DITIMBULKANNYA

―Ada satu sikap malu yang membawa manusia ke neraka, dan ada satu sikap malu pula yang
membawa manusia ke surga. Seseorang yang karena malu tidak mengambil manfaat dari
ilmunya maka bagi orang itu sikap malu adalah neraka.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 166).

(166-167)

PENOLAKAN TERHADAP HADIAH-HADIAH


YANG DISEDIAKAN OLEH HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.

―Saya mengundang mereka dengan menawarkan (menyediakan) hadiah-hadiah uang agar


mereka mau menghadapi saya, namun orang-orang ini tidak mau tampil. Saya sampai penat
memberi tawaran hadiah. Sekarang saya akan berikan lebih besar lagi, dan jika mereka tidak
mau menerimanya, maka melalui tangan mereka sendiri mereka seolah-olah telah memenuhi
sebuah nubuatan yang mendukung kebenaran saya. Yakni di dalam hadits tertera bahwa Masih
Mau'ud (Al-Masih yang dijanjikan) akan membagi-bagikan harta, tetapi orang-orang tidak mau
menerimanya. Jadi, jika mereka menolak berarti mereka menggenapi nubuatan itu melalui
tangan mereka sendiri.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 167).

34
(167-169)

DUNIA FANA (TIDAK KEKAL)

Pada tanggal 5 Nopember 1902, seperti biasa Hadhrat Masili Mau'ud keluar untuk jalan
pagi. Ketika pulang beliau bertemu dengan Syah Sahib Tajir, ayah Qadhi Miir Husein, guru
bahasa Arab di Madrasah Ta'limul Islam, Qadian. Setelah mencium tangan Hadhrat Masih
Mau'ud a.s., Hadhrat Masih Mau'ud menanyakan keadaan beliau, dan diketahui bahwa usianya
sudah lebih 80 tahun. Kemudian Ghulam Syah Sahib memohon doa kcpada Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. agar memperoleh khaatimah bil-khaiir (akhir kehdiupan yang baik). Hadhrat Masih
Mau‘ud a.s. bersabda:
―Ya, inilah yang paling penting, yaitu memperoleh khaatimah bil-khair (akhir kehidupan
yang baik). Seseorang bertanya kepada Nuh a.s., "Tuan sudah mendekati 1000 tahun lamanya di
dunia ini. Tolong ceritakan apa yang telah Tuan lihat?" Beliau menjawab, "Tampaknya seperti
datang dari satu pintu dan keluar dari pintu lain." Jadi, apalah umur itu. Kalau panjang,
menang kenapa? Jika pendek, memang kenapa? Hendaknya [yang harus ada] ialah khaatimah
bil-khaiir.‖
Kemudian sambil menunjuk kcpada batang pohon ara, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Pohon ini lebih baik dari kita. Kami dahulu sewaktu kecil selalu bermain di bawahnya.
Pohon ini masih begini saja, sedang kini kami sudah tua. Dan juga, dari tahun ke tahun pohon
ini memberikan buah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 169-170).

(170-174)

KETIDAKKEKALAN DUNIA

Pada tanggal 6 Nopember 1902 Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda tentang ketidakkekalan
dunia:
―Hidup ini hanya untuk beberapa hari saja. Itulah yang telah disaksikan. Siapa pula yang
tidak pernah melihatxkematian sanak-saudaranya? Allah Ta‘ala telah menetapkan dunia ini tidak
kekal. Siapa saja yang datang, dia harus pergi. Kalau pun umur mencapai seribu atau dua ribu
tahun, tetap saja apalah artinya. Umur manusia, tidak seperti banyaknya elang dan rajawali. Jika
hal ini menyerap di dalam kalbu, maka dampaknya dapat seperti Ibrahim ‗Adhim serta Syah
Syujaa' dan sebagainya, yang begitu terpengaruhnya sehingga mereka terpaksa turun dari tahta.‖
(Malfuzhat, jlid. IV, hlm. 174) .

(hlm. 174-175)

PERSIAPAN MENGHADAPI AKHIRAT

Dalam suatu perjalanan ke Batala, Hadhrat Masih Mau'ud bertemu dengan Maulwi
Quthbuddin Sahib yang dalang dari Syahpur membawa seseorang yang sakit untuk berobat.

35
Namum begitu sampai, orang sakit itu pun meninggal dunia. Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda:
―Apalah artinya manusia. Hidup ini tidak dapat dipegang. Sejauh yang memungkinkan
hendaknya selalu sibuk dalam mempersiapkan perjalanan mendatang (akhirat). Semua
penyakit ada obatnya, namun maut (kematian) adalah suatu penyakit yang tidak ada obatnya.‖
(Malfuzat, j1d.4, h.175).

DOSA JIKA MENYEMBUNYIKAN KESAKSIAN

―Menyembunyikan kesaksian adalah dosa. Apabila petugas [pengadilan] memanggil,


hendaknya harus hadir. Apabila melalui kesaksian itu kebaikan dan kebenaran seseorang
menjadi terbuka, mengapa harus disembunyikan?
Di setiap tempat, langkah apa saja yang diambil oleh manusia, di situ terdapat hikmah Ilahi.
Tidak ada sedikit pun yang berlaku di bumi selama belum ada gerakan dan keputusan di
Langit.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 179).

179-186)

PENJELASAN TENTANG ILHAM


“ANTA MINNII WA ANAA MINKA”

Lala Kaahin Chand, seorang pengacara di pengadilan Batala, adalah seorang warga Hindu
yang condong pada Tauhid. Dia bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengenai ilham
"Anta minniiwa anaa minka – (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau)." Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. menjelaskan:
Penggalan pertamanya betul-betul jelas, yakni: "Engkau yang telah tampil ini merupakan
hasil dari karunia dan anugerah-Ku." Seorang manusia yang diutus oleh Allah Ta‘ala ke dunia,
dia utus atas dasar keridhaan dan perintah-Nya. Sama halnya seperti yang biasa dilakukan oleh
Pemerintah.
Kemudian, [penggalan kedua] ilham itu dimana Allah Ta‘ala berfirman "Anaa minka (Aku
dari engkau) artinya adalah: "Tauhid-Ku dan keperkasaan-Ku serta kehormatan-Ku akan tampil
melalui peran engkau." Ada suatu masa ketika bumi ini dipenuhi oleh kefasikan, kejahatan,
keburukan dan fasad (kerusakan). Orang-orang tenggelam dalam penyembahan terhadap sarana
sedemikian rupa seakan-akan tidak tersisa lagi bekas-bekas dan tanda-tanda Tuhan.
Pada masa-masa seperti itu, untuk menzahirkan Wujud-Nya, Allah Ta‘ala mengutus seorang
hamba-Nya. Masalah avatar (nabi) yang diyakini oleh orang-orang Hindu, adalah mirip seperti
ini. Seakan-akan Allah Ta‘ala secara majazi (bayangan) berkata-kata melalui diri mereka.
Pada zaman sekarang ini penyembahan terhadap sarana dan penyembahan terhadap dunia
telah menyebar sedemikian rupa, sehingga tumpuan dan iman terhadap Allah Ta‘ala tidak lagi
tersisa. Atheisme dan kesesatan merajalela. Dengan menyimak segala kondisi yang sedang
berlaku saat ini, maka terpaksa dikatakan bahwa zaman ini sedang berteriak-teriak melalui
bahasa kondisinya bahwa Tuhan itu tidak ada.
Kondisi amal-perbuatan begitu lemahnya, sehingga perbuatan-perbuatan amoral, kefasikan
dan kejahatan telah meningkat. Semua hal ini menunjukkan bahwa keimanan terhadap Allah

36
Ta’ala dan rasa takut terhadap-Nya telah hilang dari dalam kalbu manusia. Dan tidak ada lagi
keyakinan terhadap Dzat itu. Jika tidak demikian, maka mengapa begitu? Sebab, jika manusia
tahu bahwa di dalam sebuah lubang terdapat ular, tentu dia tidak akan pernah mau memasukkan
tangannya ke dalam lubang itu. Lalu, dari perbuatan-perbuatan amoral, kefasikan, kejahatan dan
penindasan hak-hak orang lain yang telah meningkat ini, bukankah dapat diketahui dengan jelas
bahwa sudah tidak ada lagi keimanan terhadap Allah Ta‘ala? Atau, katakanlah bahwa Tuhan itu
sudah hilang?
Nah, saat ini Allah Ta‘ala telah beriradah (berkehendak) untuk menzahirkan WujudNya, dan
Dia telah mengutus saya. Oleh karena itu Dia berfirman kepada saya: "Anta minni wa anaa
minka – (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau)‖, dan artinya adalah: "Keperkasaan-Ku dan
Tauhid serta keagungan-Ku akan zahir melalui perantaraan engkau."
Ternyata demikianlah, pertolongan-pertolongan dan dukungan-dukungan yang telah Dia
berikan kepada Jemaat ini, dan Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) yang telah tampil, itu semua
merupakan sarana untuk menzahirkan Wujud Allah Taala, Tauhid-Nya dan keagungan-Nya.
Ini bukanlah suatu hal yang masih mengandung keraguan dan kebimbangan, melainkan hal
ini didapati dalam segenap agama. Yakni, ada waktu bagi penzahiran Allah Ta‘ala, dan ada
waktu dimana Tuhan saat itu dianggap menghilang. Itu adalah masa ketika keimanan terhadap
Wujud-Nya, terhadap Tauhid dan Sifat-sifat-Nya sudah tidak bertahan lagi, dan secara amalan
dunia telah menjadi atheis.
Pada waktu seperti itu, seseorang yang menjadi mazhar (manifestasi) penampakan-
penampakan Allah Ta‘ala, merupakan sarana bagi penzahiran Wujud-Nya, Tauhid-Nya, dan
keperkasaan-Nya. Dan orang itu menjadi pemenuhan bagi ungkapan "Anta minka - Aku dari
engkau‖.
Jika ada yang mengatakan, "Apakah Allah Ta‘ala itu membutuhkan suatu sarana?" Maka saya
akan mengatakan, memang benar bahwa Dia tidak membutuhkan sarana apa pun. Namun, Dia
memilih demikian di dalam alam sarana [duniawi] ini. Lihat, apabila terasa haus atau terasa
lapar, tetapi haus dan lapar itu tidak akan dapat dihapuskan tanpa air dan makanan. Demikian
pula halnya segala bentuk kekuatan dan potensi serta keinginan-keinginan akan itu, semuanya
terpenuhi melalui cara demikian.
Untuk perbaikan dan pengaturan kehidupan beradab di dunia, Allah telah memberlakukan
sistim kerajaan-kerajaan dan pemerintahan, yaitu [adanya penguasa-penguasa] yang
menghukum pihak-pihak yang jahat, dan yang memelihara hak-hak manusia serta melindungi
nyawa, harta, dan kehormatan manusia -- bukannya Tuhan itu sendiri yang datang turun ke
bumi. Padahal memang benar bahwa Dia-lah yang melindungi, dan Dia yang menyelamatkan
dan melindungi kita dari kejahatan orang-orang bejad.
Seperti itu pula, bagi tatanan ruhani, Dia juga telah memberlakukan ketentuan demikian.
Kesucian hakiki, kekudusan, dan iman -- yang darinya timbul makrifat serta bashirat dan
keyakinan -- memang datang dari Allah, dan utusan-Nya itulah yang membawa itu semua.
Utusan tersebut menjadi sarana bagi keperkasaan dan keagungan Allah. Dan utusan itu datang
ketika di dunia ini sudah tidak ada lagi kesucian hakiki. Orang-orang sudah menjadi jauh dari
Allah Ta‘ala sedemikian rupa seakan-akan Tuhan itu sudah tidak ada lagi. Dan tatkala yang ada
di dunia ini hanya tinggal kulit saja, sedangkan isi sudah tidak ada lagi, maka, barulah Allah
Ta‘ala memperlihatkan penzahiran-Nya melalui seorang hamba-Nya (utusan-Nya). Dikarenakan
pada zaman ini Dia telah mengutus saya, oleh sebab itu Dia berfirman kepada saya, "Anta minni
wa anaa minka (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau).‖
Lala Kahin Chand itu mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Di dalam buku

37
Daafi'ul Balaa, Tuan telah mengartikannya lain?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Saya tidak pernah mengartikannya lain. Saya selalu mengartikannya demikian. [Abdullah]
Atham juga bertanya seperti itu kepada saya, dan sepereti inilah jawaban yang telah saya
berikan.
Manusia hendaknya jangan melepaskan sikap adil (fair). Ini adalah masalah kelezatan,
melalui itu manusia menjadi bertambah keimanannya. Jika hal ini tidak ada, maka Jemaat ini
akan hancur. Pada masa sekarang ini orang-orang tidak lagi mempercayai Allah Ta‘ala. Bahkan
mereka merupakan atheis (tak mempercayai Tuhan). Oleh karena itu untuk menzahirkan
keperkasaan-Nya, Dia mengutus seorang manusia ke dunia.‖ (Malfuzat, jId. IV, hlm, 181-183).

DAHULUNYA MATI KEMUDIAN DIHIDUPKAN

Seseorang bertanya tentang ayat: "Wa kuntum amwaatan fa-ahyaakum tsumma yumiitukum
(dahulunya kamu mati lalu Allah menghidupkan kamu kemudian Dia mematikan kamu – Al--
Baqarah, 29). Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Ada suatu periode dimana manusia itu merupakan nuthfah (air mani) dan tidak ada
wujudnya. Lalu setelah melewati enam tahap ia pun mengalami kematian, dan kemudian
kepadanya diberikan kehidupan. Ini adalah suatu masalah yang telah diakui secara umum, yakni
sebelum adanya tiap kehidupan pasti terdapat suatu kematian.
Di dalam ayat itu disampaikan kepada para sahabah r.a., bahwa mereka sebelumnya pemah
mengalami suatu masa ketika mereka sama-sekali mati, yakni mereka tenggelam dalam segala
macam kesesatan dan kegelapan. Kemudian melalui Rasulullah saw. kepada mereka
dianugerahkan suatu kehidupan. Kemudian mereka mencapai puncak kesempumaannya, lalu
mereka mengalami suatu maut (kematian), yaitu maut (kematian) dalam bentuk fanaa fillaah
(mabuk tenggelam di dalam kecintaan terhadap Allah – pent.). Sesudah itu mereka memperoleh
derajat baqaa billaah (abadi bersama Allah) - dan mereka memperoleh kehidupan yang abadi.‖
(Malfuzat, jld. IV, hlm. 183-184).

(184-185)

KEMAJUAN BERCORAK MUKJIZAT


YANG DIALAMI JEMAAT

―Tidak ada suatu upaya yang dilakukan dari pihak saya. Saya juga tidak memiliki tenaga
waa’izh (penasihat atau muballigh – pent.), melainkan serta-merta berlangsung kemajuan
sedemikian rupa sehingga akal ini heran. Dan hal yang sebenamya adalah, jika memang ada
upaya dan usaha saya maka mungkin saja itu syirik. Oleh karena itu apa saja yang dikehendaki
sendiri oleh Allah Ta‘ala maka itulah yang Dia lakukan.
Di negeri-negeri Barat dan Selatan, padahal di sana tiga orang pun saya tidak kenal, ternyata
melalui sensus diketahui telah mencapai lebih dari 900 orang [Ahmadi]. Dan warga Jemaat ini
sekarang telah lebih dari 100.000 orang . Ini merupakan pekerjaan Allah Ta‘ala. Para penentang
itu sendiri telah menjadi penggerak saat ini.
Saya menerima surat dari beberapa orang yang mengatakan bahwa, "Kami membaca suatu
artikel di dalam buku-buku Muhammad Hussein [Batalwi]. Dari situ diketahui bahwa Tuanlah

38
yang berada pada pihak yang benar." Dan ada juga surat-surat yang menceritakan bahwa ada
seorang faqir yang membawa sebuah buku, dan dia meninggalkan buku itu, tetapi tidak diketahui
alamat orang itu....
Para penentang melakukan segala macam penentangan, akan tetapi Allah telah memberikan
kemajuan [kepada Jemaat]. Ini merupakan bukti kebenaran, yakni dunia berusaha keras
[melakukan penentangan] tetapi ternyata kebenaran semakin menyebar. Tidak ada satu unsur
pun yang tidak dilakukan oleh para penentang kita dalam melakukan penentangan, tetapi
akhirnya mereka tetap saja gagal. Ini merupakan Tanda dari Allah.
Dalam hal ini ada dua perkara yang banyak membantu. Wabah pes telah meningkatkan
jumlah orang yang bai'at. Dan sensus telah membuktikan kebenaran jumlah tersebut.‖
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 185-186).

KEBENARAN DAN KARUNIA ILAHI

―Taufik (kekuatan) dan karunia untuk menerima kebenaran, hanya diperoleh dari Allah
semata. Tanpa taufik-Nya, tidak ada cara lain.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 186 )

MEMPERLIHATKAN MUKJIZAT

―Para nabi tidak pernah mau mernpertontonkan mukjizat, namun tatkala kesulitan-kesulitan
dan penderitaan-penderitaan menimpa mereka maka Allah Ta‘ala memperlihatkan mukjizat
melalui diri mereka, seperti yang diketahui dari [ayat]: "Qulnaa, yaa naaru kuunii bardan- wa
salaaman 'alaa ibraahiim (Kami berfirman: Hai api jadilah engkau dingin dan keselamatan atas
Ibrahim - Al-Anbiya, 70).
Demikian pula dalam perkara pengadilan tuduhan pembunuhan, terdapat sebuah api atas diri
saya, dan Allah Ta‘ala telah menyelamatkan saya dari itu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 186).

GUNTING DAN PARA NABI

Mengenai ta'bir sebuah mimpi, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:


―Para nabi juga berfungsi sebagai gunting. Di satu sisi mereka memotong, dan di sisi lain
mereka menjahit (menyatukan).‖ (Malfuzhat, jld.4, h.187).

PENTINGNYA KEBERSIHAN
DAN PARA SAHABAH

―Ada orang yang mengatakan bahwa par sahabah r.a. mengenakan pakaian yang kotor,
dekil serta ditambal-tambal. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Itu dusta. Kotor dan dekil, lain halnya, sedangkan [pakaian yang] diitambal-tambal adalah
suatu hal yang lain lagi. Di dalam Quran Syarif tertera, "Wa rujza fahjur – (dan kekotoran,
hendaklah engkau singkirkan - (Al-Muddatstsir, 6). Jadi, adalah penting agar hidup bersih.
Demikian pula di dalam Quran Syarif tertera [tentang Al-Quran], "Laa yamassuhuu illal-
muthahharuun (tiada yang menyentuhnya melainkan mereka yang disucikan -- (Al-Waaqi’ah,
80). (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 187 ).

39
PERINTAH MEMBACA BUKU-BUKU HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.

Pada tanggal 8 Nopember 1902 Muhammad Raliq B.A. dan Muhammad Karim datang dari
Mungghir. Pada waktu shalat Subuh mereka bai'at kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Setelah
pengambilan bai'at, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memberikan nasihat:
―Senantiasalah kalian sungguhsungguh menelaah buku-buku saya, supaya kalian lebih
mengenal, dan senantiasalah mengamalkan ajaran [yang terdapat dalam buku] Kasyti Nuh
(Bahtera Nuh) serta selalulah mengirim surat kepada saya.‖ (Malfuzhat, jld. IV. hlm. 187).

(187-188)

NASIHAT AGAR MENDOAKAN ORANG TUA YANG MENENTANG

Pada waktu. zhuhur Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bertemu dengan seorang yang baru masuk
Jemaat, dan menasihatinya agar selalu mendoakan ayahnya yang merupakan seorang penentang
keras. Orang itu mengatakan: "Hudhur, saya selalu mendoakan, dan kepada Hudhur pun saya
selalu menulis surat pemhohonan doa." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Berdoalah dengan penuh perhatian. Doa ayah untuk anak dan doa anak untuk ayah selalu
dikabulkan. Jika anda memanjatkan doa dengan penuh perhatian, maka doa saya saat ini pun
akan berpengaruh.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 188).

(188-194)

Hadhrat Masih Mauud a.s. menjelaskan tentang selebaran- selebaran yang menuduh dan
merugikan Jemaat:
"Selebaran-selebaran seperti ini yang diterbitkan oleh para penentang, ini merupakan upaya-
upaya Allah Ta'ala. Kelihatannya tidak akan menimbulkan kerugian, sebab selama belum timbul
panas (terik) maka hujan tidak akan turun.
Kita tidak berprasangka-buruk terhadap semua mereka. Dari antara mereka itu juga akan
mulai muncul orang-orang [yang mengirimkan] berbagai surat bahwa, ―Kami dahulu merupakan
penentang; melontarkan caci-makian, namun kini setelah melihat selebaran di satu pihak, [kami]
pun baiat.‖
Sebelumnya pun upaya-upaya ini tidak bungkam. Apa yang terus terjadi di Mekkah dahulu.
Allah Ta'ala menyaksikan suatu pemandangan. Apakah orang-orang kafir dahulu senantiasa
hidup damai? Mereka pun setiap saat senantiasa berperang dan hidup di dalam kekacauan-
kekacauan. Lihatlah Abu Jahal, di dalam perang Badr pun dia bermubahalah, yakni, ―Diantara
kami yang paling banyak memutuskan tali persaudaraan dan menimbulkan kekacauan di bumi
ini, binasakanlah ia pada hari ini!‖, maka pada hari itu juga dia terbunuh.
Dia berpendapat bahwa Muhammad saw. lah yang telah menimbulkan fasad (kekacauan),
telah memisahkan saudara dari saudara, dan setiap hari timbul kekacauan. Orang-orang hidup
dengan tenteram lalu dengan semena-mena dikacau. Berdasarkan hal-hal inilah dia berpendapat
bahwa [Muhammad saw.] ini tentu seorang pengacau (perusuh).

40
Satu kekacauan merupakan laknat, dan satu kekacauan lagi merupakan rahmat. Tidak ada
seorang nabi pun telah datang yang tidak menimbulkan kekacauan. Selalu saja menimbulkan
kondisi perpecahan dan kekacauan. Lalu pada akhirnya, dari antara [orang-orang] itu juga --
yang merupakan orang-orang baik -- terus saja ditarik oleh Allah Ta'ala.
Di dunia, berkenaan dengan Jemaat kita ini, di setiap rumah timbul kehebohan. Sebagian
orang telah melebihi para rafizi (.........). Siang-malam mereka melontarkan kutuk-laknat. Dan
dari antara para penentang itu sendiri muncul beberapa orang yang menjadi rela untuk
mengorbankan nyawa. Kita merasa malu terhadap Allah Ta'ala. Apalah usaha yang telah kita
lakukan. Ada sebuah gejolak di Langit, itulah yang tengah menarik orang-orang". (Malfuzat jld.
IV, hlm. 194-195)

(195-196)

MIMPI ORANG MENCACI-MAKI

Seseorang menceritakan mimpinya kepadanya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bahwa ada orang
yang sedang mencaci-makinya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Di dalam mimpi, orang yang mencaci-maki dia itu kalah (takluk), sedangkan orang yang
dicaci-maki akan menang (unggul).‖ ( Malfuzat, jld.IV, hlm. 196)

KERJA KERAS SIANG DAN MALAM

―Saat ini pun merupakan waktu untuk berjihad. Saya tidak tidur sampai jam tiga malam.
Oleh karena itu setiap orang hendaknya turut ambil bagian di dalamnya. Dan jadikan siang dan
malam itu menjadi satu untuk keperluan-keperluan dan tugas-tugas keagamaan.‖ (Malfuzat, jld.
IV, hlm. 196).

(196-197)

MUKJIZAT-MUKJIZAT KALAAM BERTAHAN LAMA

―Sekian banyak Tanda (mukjizat) lainnya semuanya akan lenyap, namun Tanda seperti
[Kalaam] ini akan tetap bertahan selamanya. Cobalah, siapa yang kini dapat memperlihatkan
ular Musa? Namun mukjizat dan Tanda yang berupa Kalaam, orang-orang di kemudian hari pun
senantiasa akan dapat mengambil manfaat darinya. Dan orang-orang akan mengambil
kesimpulan, bahwa ada seorang hamba Allah tertentu yang telah memaparkan Kalaam ini
sebagai Tanda (mukjizat), dan para penentangnya tidak dapat memaparkan tandingannya sedikit
pun, serta tidak mampu menanggapinya‖. (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 196-197).

(196-204)

PERSAHABATAN YANG DIJALIN DEMI ALLAH

41
AKAN BERTAHAN LAMA

―Orang-orang yang merupakan pemuja keinginan-keinginan diri mereka sendiri (egois –


pent.) di dalam diri mereka tidak ada persahabatan. Kalau pun ada maka itu akan segera
punah. Jika ada persahabatan yang dijalin demi Allah maka persahabatan itu akan bertahan
lama. Dzat itu Maha Suci dan Qudus. Dia-lah yang mengisi kalbu-kalbu dengan kesucian, dan
membersihkan dada-dada dari kekotoran.‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 204).

JEMAAT DAN ISTIQAMAH

― Orang yang barun masuk Islam harus bersabar.Para sahabah juga melalui masa-masa
ketika mereka hanya makan daun-daunan. Kadang-kadang sekerat rotipun tidak tersedia.
Seorang manusia tidak dapat berbuat kebaikan kepada siapapun selama Allah Ta‘ala tidak
melakukan ihsan (kebaikan). Tatkala manusia menerapkan ketakwaan maka Allah Ta‘ala
membukakan pintu baginya. "Man- yattaqillaaha yaj’al lakum makhraja wa yarzuqhu min haitsu
laa yahtasib (barangsiapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya jalan keluar, dan
Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari tempat yang tidak pernah diperkirakannya -- (Ath-
Thalaq, 3-4).
Sungguh-sungguhlah beriman kepada Allah Ta‘ala, dari itu segala sesuatu akan diperoleh.
Hendaknya istiqamah (teguh). Sekian tinggi derajat yang diperoleh para nabi, semua itu
diperoleh karena istiqamah (teguh). Tidak ada yang dapat diperoleh dari shalat-shalat dan puasa-
puasa yang kosong.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 204 ).

(204-212)

MIMPI SEORANG YANG KENA PES

―Saya melihat mimpi, seseorang datang kepada saya dengan kepala tanpa penutup dan
mengenakan pakaian yang kotor serta dekil. Saya merasakan bau busuk yang keras dari
tubuhnya. Dia datang kepada saya dan mengatakan, ―Di bawah telinga saya keluar bisul pes.‖
Saya katakan kepadanya, ―Mundur ke belakang! Mundur!‖
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan bahwa bersama mimpi itu tidak ada pemahaman
dari Allah Ta‘ala. ( Malfuzaat, jId IV, hlm. 212).

(hlm. 212-222)

BAIAT DI USIA MUDA

Berkenaan dengan baiatnya seorang anak muda, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
―Saya bimbang dalam hal baiatnya orang-orang berusia muda. Selama manusia belum
mencapai usia empatpuluh tahun, selama itu pula ia belum menjadi manusia yang benar. Di
dalam usia-usia muda tentu timbul perubahan. Saya tidak beriradah (berkeinginan) untuk

42
mengambil baiat dalam keadaan demikian. Namun dengan memperhitungkan supaya jangan
sampai hati tersinggung, maka saya mengambil baiatnya.
Apabila manusia mencapai usia empatpuluh tahun, maka dia ingat akan gambaran maut
(kematian), sedangkan seseorang yang padanya masih belum ada rasa takut akan mati,
bagaimana dapat dipercaya?‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 222).

(222-226)

MIMPI TENTANG SESEORANG


YANG MENDUSTAKAN ALLAH TA’ALA

Pada malam hari saya memanjatkan doa berkenaan dengan Pigot, dan juga pada waktu pagi
kepada saya telah diperlihatkan bahwa seseorang memberikan empat-lima buku kepada saya. Di
dalamnya tertulis tasbih, tasbih, tasbih. Sesudah itu turun ilham: Allaahu syadidul-'iqaab
innahum laa yahsanuun (Siksaan Allah sangat keras, sesungguhnya mereka tidak berbuat baik).
Dari ilham ini diketahui bahwa keadaannya sekarang adalah buruk, atau di masa mendatang dia
tidak akan bertobat. Dan juga bermakna: Laa yu-minuuna billaah (tidak beriman kepada Allah).
Dan situ juga terdapat makna bahwa dia tidak melakukan hal itu dengan baik. Dia mendustakan
dan membuat siasat jahat terhadap Allah Ta‘ala. Dan kata 'Allaahu syadidul-iqaab' menzahirkan
bahwa hasil akhir yang akan dia capai tidak akan baik, dan dia akan terkurung dalam azab Ilahi.
Pada hakikatnya dia sangat buruk, sebab dia mengaku sebagai tuhan.‖ (Malfuzaat, jld. IV, hlm.
226)
(226-228 )

JEMAAT DAN KEBERSAMAAN

―Jalinlah kebersamaan di antara sesama kalian, seberapa banyak kalian mencintai satu sama
lain sebanyak itu pula Allah Ta‘ala akan mencintai kalian.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 228).

(228-232)

PENGAMALAN AJARAN DALAM BUKU BAHTERA NUH

―Berkali-kali telah saya katakan kepada Jemaat saya, jangan kalian hanya bertumpu pada
bai'at ini semata. Selama kalian belum mencapai hakikatnya, selama itu pula tidak akan ada
najat (keselamatan). Orang yang merasa cukup pada kulit akan luput dari isi. Jika murid sendiri
tidak mengamalkan maka kesucian sang guru mursyid (pemberi petunjuk) tidak akan memberi
manfaat sedikitpun.
Ketika seorang tabib memberi resep kepada seseorang, lalu orang itu mengambil resep
tersebut dan meletakkannya di atas rak, maka sama sekali tidak akan bermanfaat bagi dirinya.
Sebab manfaat timbul justru akibat melaksanakan apa yang tertulis pada resep tersebut,
sedangkan orang itu sendiri tidak melakukannya.

43
Telaahlah berkali-kali [buku] Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) dan diri kalian sesuai dengan itu.
"Qad aflaha man zakkaahaa (beruntunglah dia yang telah melakukan pensucian diri – Asy-
Syams, 10). Kalau sekedar pengakuan begitu, terdapat ribuan pencuri, pezina, penjahat,
pemabuk, dan orang bejad yang menyatakan diri mereka sebagai umat Rasulullah saw., namun
apakah mereka pada hakikatnya memang demikian? Sama-sekali tidak! Umat adalah mereka
yang disiplin menerapkan ajaran-ajaran beliau saw..‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 232-233).

(232-234)

JEMAAT DAN ANJURAN BERSABAR

―Tatkala kalian masuk ke dalam Jemaat ini maka amalkan oleh kalian ajarannya. Jika tidak
mengalami penderitaan [di jalan Tuhan] maka bagaimana mungkin ganjaran akan tersedia.
Rasulullah saw. menanggung penderitaan di Mekkah selama 13 tahun. Kalian tidak tahu tentang
masa penderitaan tersebut, dan kalian tidak mengalaminya. Namun, belau saw. tetap
mengajarkan kepada para sahabah agar bersabar. Akhirnya segenap musuh telah binasa.
Dalam waktu dekat ini kalian akan menyaksikan bahwa orang-orang bejad ini sudah tidak
akan kelihatan. lagi. Allah Ta‘ala telah menghendaki untuk menyebarkan Jemaat ini di dunia.
Pada waktu ini orang-orang itu melihat kalian dalam jumlah kecil sehingga mereka [berani]
menyakiti kalian. Namun tatkala Jemaat ini akan berjumlah besar, maka mereka semua dengan
sendirinya akan terdiam.
Jika Allah Ta‘ala menghendaki, tentu orang-orang itu tidak akan menyakiti, dan tidak akan
lahir orang-orang yang memberi penderitaan. Namun Allah Taala melalui mereka (penentang)
ingin memberi pelajaran sabar. Setelah bersabar dalam waktu yang tidak lama kalian akan
menyaksikan bahwa itu tidak ada apa-apanya sedikitpun. Orang yang memberi penderitaan, dia
akan bertobat atau dia akan menjadi binasa.
Banyak surat yang saya terima. Di situ mereka menuliskan, "Dahulu kami selalu mencaci-
maki, dan kami meyakini hal itu sebagai sesuatu yang mendatangkan pahala. Namun, sekarang
kami bertobat dan baiat.‖ Bersabar juga merupakan suatu ibadah. Allah Ta‘ala berfirman
bahwa orang-orang yang bersabar akan memperoleh ganjaranganjaran yang tidak terhitung.
Yakni mereka akan memperoleh hadiah-hadiah yang tidak terhingga. Ganjaran ini hanya bagi
orang-orang yang bersabar. Janji Allah Ta‘ala ini tidak untuk ibadah lainnya.
Apabila seseorang menjalani hidup dalam dukungan sesuatu, tatkala dia mengalami
penderitaan demi penderitaan, maka akhirnya si pendukung itu akan bergejolak ghairatnya lalu
menghancurkan pihak yang memberi penderitaan. Demikian pula halnya bahwa Jemaat kita
berada dalam dukungan Allah Ta‘ala. Dan dengan menanggung penderitaan iman akan menjadi
kuat. Tidak ada hal lain yang setara dengan sabar.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 234-235).

(235-240)

MIMPI TENTANG PENCURI

―Saya berjalan di suatu tempat, lalu seseorang mengambil topi dari kepala saya bagaikan
seekor elang yang menyambar. Kemudian dia datang untuk menyerang kedua kalinya

44
mengambil sorban saya, namun saya tetap tenang di hati bahwa dia tidak akan dapat
mengambilnya. Dalam waktu itu tiba-tiba seorang yang kurus menangkapnya. Namun hati saya
memberikan kesaksian bahwa orang itu hatinya tidak bersih. Dalam sekejap saja telah muncul
seorang lainnya, yang merupakan penduduk Qadian. Dia pun telah menangkap orang itu. Saya
tahu bahwa akhirnya seorang mukmin yang bertakwalah yang menyeretnya ke pengadilan. Maka
hakim menjatuhkan hukuman penjara 4 atau 6 atau 9 bulan untuknya.‖ (Malfuzaat, jld.IV, hlm.
240).

(187-189)

TIDAK ADA YANG TAHU KAPAN TERJADI KIAMAT

Ada seseorang yang bertanya tentang kapan kiamat akan terjadi? Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
―Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kiamat yang sebenarnya, kecuali Allah
Ta‘ala. Bahkan sampai para malaikat pun tidak tahu. Dan di situ terdapat kata saa'ah (kiamat).
Permisalannya adalah seperti masa kehamilan perempuan, yaitu sembilan bulan. sepuluh hari.
Ketika sudah genap sembilan bulan, maka untuk waktu sepuluh hari yang tersisa itu tidak ada
seorang pun yang tahu, di hari ke berapa anak itu akan lahir? Segenap anggota keluarga
menanti-nanti saat kelahiran anak, oleh karena itu kiamat pun dinamakan saa'ah (saat/waktu),
sebab tidak ada yang tahu tentang saat itu.
Adapun tanda-tanda yang tertera di dalam kitab-kitab Allah Ta‘ala, mungkin saja ada orang
yang memberitahukan tanda-tanda sudah dekatnya masa itu. Namun tetap tidak ada yang
mengetahui persisnya kapan saat itu terjadi. Seperti halnya saat kelahiran bayi yang tidak
diketahui oleh siapa pun. Tanyakanlah kepada seorang dokter, maka dia akan mengatakan:
sembilan bulan sepuluh hari. Namun, begitu lewat sembilan bulan, maka semua risau, di hari ke
berapa anak ini akan lahir, dan kapan saatnya?
Dari kitab-kitab diketahui bahwa setelah 6000 tahun kiamat mendekat. Sekarang, masa 6000
tahun itu sudah lewat. Jadi, kiamat sudah mendekat, namun tidak ada yang tabu kapan saat
terjadinya.‖ (Malfuzhat, jld IV, hlm.189)

(189-191)

HADHRAT MASIH MAU A.S. BERDOA


BAGI YANG BARU BAIAT DAN BAGI PARA AHMADI

Pada tanggal 9 Nopember 1902, salah seorang dari antara orang-orang yang bai'at
mengungkapkan rasa cintanya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Kalian sangat beruntung. Para ulama besar, bagi mereka pintu telah ditutup oleh Allah
Ta‘ala, sedangkan bagi kalian telah dibukakan. Ini merupakan ihsan (kebaikan) sangat besar dari
Allah Ta‘ala terhadap diri kalian.‖
Lalu ada yang mengajukan permohonan doa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Saya memanjatkan doa-doa bagi sahabat-sahabat saya dalam shalat lima waktu, dan semuanya

45
saya anggap satu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.191-192)

(192-193)

DAJJAL YANG BERMATA SATU

Mengenai Dajjal yang bemata satu, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Bahkan saya dengar mengenainya bahwa kedua belah matanya tidak sempurna. Seperti yang
biasa dikatakan orang-orang, satu matanya tidak sempurna, sedangkan yang satu lagi benar-
benar buta. Artinya, Dajjal itu seharusnya mencermati doa dua buah kitab, pertama Taurat, dan
yang kedua adalah Quran Majid.
Jadi, [pendapatnya] mengenai Quran Majid, matanya sama sekali buta dan tidak dapat melihat
sedikit pun, sedangkan terhadap Taurat, matanya masih bisa melihat sedikit, dan hal itu ia
gunakan untuk mendukung dirinya.‖ (Malfuzat, 1984, jld.IV, hlm. 193 )

(193-206)
SHALAT DAN ISTIGHFAR
MERUPAKAN OBAT BAGI KALBU YANG LALAI

Sekembali dari jalan-jalan, seorang hafiz (yang hafal Al-Quran – pent.) menyalami Hadhrat
Masih Mau'ud a.s., lalu hafiz itu mengatakan: "Saya buta. Mohon berhenti sebentar dan
dengarkan yang saya sampaikan." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun berhenti. Hafiz itu
mengatakan: "Saya sangat mencintai Tuan, dan saya ingin agar kelalaian lenyap dari diri ini."
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Shalat dan istighfar merupakan obat yang mujarab untuk melenyapkan kelalaian. Di dalam
shalat hendaknya mengingat Allah Ta‘ala. Dan memang sudah berjalan seperti ini sejak masa
Adam a.s.. Tidak perlu berdebat dalam soal ini, sebab tandingan setiap nur dan makrifat tidak
dapat ditemukan di tempat lain.‖ (Malfuzat, , jld. IV, hlm. 206-207).

KALBU YANG SUCI JUGA MERUPAKAN MUKJIZAT

―Mukjizat paling pertama yang dimiliki seorang insan adalah Allah Ta‘ala menganugerahkan
ketakwaan kepadanya. Orang-orang yang berhati kotor tidak ada gunanya memberi penjelasan
kepada mereka.
Jika ada yang dapat tampil ke hadapan saya lalu membuat dan memperlihatkan sebuah
burung dari kertas, maka apakah saya akan menganggapnya sebagai suatu keramat (mukjizat)?
Masalahnya adalah, hidup manusia itu hendaknya suci dan meniliki firasat serta
ketakwaan.‖ (Malfuzat, jld.4, hlm.207-208).

(208-231)

YANG BERHAK MEMPEROLEH NAJAT(KESELAMATAN)

46
Sayyid Sarwar Syah menyampaikan hal ini yang berasal dari seorang warga Hindu, Lala
Budhbapa. Yakni malam tadi dia bertanya: "Selain Islam, orang-orang dari agama lain yang
melakukan kebaikan, apakah mereka akan memperoleh najat (keselamatan) ataukah tidak?"
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Najat (keselamatan) itu tidak diperoleh atas upaya sendiri, melainkan diperoleh melalui
fadhal (karunia) Allah Taala. Ketentuan-ketentuan yang telah Dia tetapkan untuk meraih karunia
tersebut, tidak pernah Dia batalkan. Ketentuan itu adalah: "In kuntum tuhibbuunallaaha fat-
tabi'uunii yuhbibkumullaahu (jika kamu mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu -- (‗Ali Imran, 32), dan, "Wa may yabtaghi ghairal islaami diinan fala-yuqbala
minhu – (barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima
agama itu darinya – ‘Aali ‘Imran, 86).
Jika ditanyakan, apa-dalil tentang hal itu? Maka dalilnya adalah begini. Najat (keselamatan)
bukanlah sesuatu yang berkat-berkat dan buah-buahnya baru akan diketahui oleh manusia
sesudah mati, melainkan najat adalah suatu hal yang pengaruh-pengaruhnya tampil di dunia ini
juga. Yakni orang yang memperoleh najat itu mendapat sebuah kehidupan surgawi di dunia ini
juga.
Para pengikut agama lain samasekali luput dari itu. Jika ada yang mengatakan: "Apakah
warga Islam sendiri ada yang demikian kondisinya?" Maka saya akan mengatakan bahwa
mereka itu luput dari najat karena mereka tidak disiplin menerapkan Kitabullaah. Jika di sisi
seseorang terdapat obat tetapi dia tidak menggunakannya, dan dia memperlihatkan sikap tidak
peduli, tentu dia akan luput dari manfaat yang terdapat pada obat itu.
Begitulah kondisi orang-orang Islam, yakni mereka memiliki sebuah kitab suci, Quran
Majid, namun mereka tidak mengamalkannya. Akan tetapi orang-orang yang berpaling dari
Kalaam Allah Ta‘ala, mereka selamanya akan luput dari nur dan berkat-berkat.
Lalu, sikap berpaling itu pun terdiri dari dua macam. Pertama secara bentuk; kedua, secara
makna. Yakni pertama, berpaling dalam hal perbuatan-perbuatan secara zahiriah, kedua
berpaling dalam hal akidah. Dan manusia tidak dapat meraih nur serta berkat-berkat selama
belum mengamalkan sesuai yang difirmankancAllah Taala: "Kuunuu ma'ash shaadiqiin –
(bersatulah kamu bersama orang-orang yang benar -- At-Taubah, 119).
Masalahnya adalah, ragi itu muncul dari ragi. Dan ini jugalah kaidah yang terns menerus
berlaku sejak permulaan. Pada diri Rasulullah saw. terdapat nur-nur dan berkat-berkat, dan para
sahabah r.a. juga meraihnya dari situ. Kemudian, seperti halnya ragi yang mengembang, secara
perlahan-lahan mereka menjadi seratus ribu orang.
Dan dalil yang lebih hebat dari itu adalah, kecuali Islam, di dalam agama mana pun tidak
ada berkat-berkat. Dan kecuali Islam, apalah yang terdapat di dalam suatu agama tertentu?
Lihatlah orang-orang Hindu. Mereka adalah penyembah patung. Orang-orang Kristen telah
menjadikan seorang manusia lemah sebagai tuhan.
Jika ada yang mengatakan bahwa mereka bukanlah penyembah patung, maka tatkala kita
selidiki, kita akan dapat membuktikannya. Orang-orang Ariya menyembah wujud-wujud selain
Allah. Mengatakan bahwa, "Saya tidak man mengikuti firman Tuhan," dan kemudian
mendakwakan, "Saya pasti akan berjumpa dengan Tuhan," itu sendiri merupakan suatu
kesesatan.
Seperti yang tertera di dalam hadits, "Wahai orang-orang, kalian semua adalah buta, kecuali
yang kepadanya Aku beri mata." Seseorang yang - menyatakan bahwa dia akan memperoleh
najat (keselamatan) tanpa Kalaam Tuhan, dia adalah seorang musyrik. Kunci najat terletak di

47
Tangan Allah Ta‘ala. Hanya Dia-lah yang kuasa, kepada siapa Dia inginkan, Dia akan
membukakan pintu-pintu-Nya.
Allah Ta‘ala berkali-kali mengatakan supaya mengikuti Rasul. Jika ada sebuah kebun, dan di
dalamnya terdapat ratusan ribu buah-buahan, namun selama si tukang kebun belum memberi
izin, maka tidak ada satu pun dari buah-buah itu yang dapat dimakan. Demikian pula di pasar-
pasar terdapat berbagai macam barang, dan ribuan jumlahnya. Namun tanpa izin si pemilik
barang, tidak ada yang dapat mengambilnya.
Seperti itu pula hanya inilah cara untuk meraih nikmat-nikmat-Nya. Tidak ada yang lebih
berkuasa daripada-Nya. Tidak ada yang lebih kuat dari-Nya. Masalahnya adalah, tidak ada yang
bisa dihasilkan sekedar melalui kata-kata dan ucapan saja selama Allah Taala belum
menanamkan fadhal-Nya (karunia-Nya) di dalam kalbu-kalbu manusia.
Sikap bertumpu sepenuhnya pada Allah Ta‘ala itu sendiri sudah merupakan obat bagi setiap
penyakit. Menurut saya, kematian global yang sedang melanda [saat ini], pengobatannya sama
sekali tidaklah mungkin, kecuali melalui pancaran cahaya iman dan sinar keyakinan.‖
(Malfuhat, jld. IV, hlm. 231-232)

(232-243)

TAKWA DAN KESUCIAN

Pada tanggal 30 Nopember 1902 sedang berlangsung perbincangan mengenai wabah pes.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Wujud Allah Ta‘ala sedang terbukti saat ini. Saya senang sekali dalam hal itu. Akar
segala-galanya adalah takwa dan kesucian. Dari itulah iman bermula, dan dari itulah iman
memperoleh penyiraman (pengairan0, dan karena itulah dorongan-dorongan nafsu jadi
tenggelam.‖ (Malfuzhat, , jld. IV, hlm.243)

(243-245)

JAWABAN MENGENAI JIN

Tampil pertanyaan mengenai wujud jin dan tentang meminta barang-barang serta makan
kepadanya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Saya percaya akan [keberadaan jin] itu, namun saya tidak punya pengetahuan
mengenainya. Lagi pula, apa keperluan kita dengan ibadah-ibadah para jin, masyarakat dan
kebudayaan serta siasat para jin dan sebagainya?
Umur manusia sangat pendek, sedangkan perjalanan ini sangat sulit dan jauh. Adalah penting
mempersiapkan bekal untuk perjalanan ini. Terikat dalam pekerjaan-pekerjaan yang sia-sia dan
tak berguna adalah sangat jauh dari ciri-ciri orang mukmin. Berdamailah dengan Allah Ta‘ala,
dan bertumpulah sepenuhnya kepada-Nya.

...... dan berdoa: "Ya Allah, berikanlah jarak yang jauh antara diriku dengan dosa-dosaku." Jika

48
manusia terus-menerus berdoa dengan hati yang benar, maka merupakan suatu hal yang pasti
bahwa pada waktu tertentu akan dikabulkan. Bersikap terburu nafsu tidaklah baik.
Seorang petani yang menyemai benih di ladang, tidak saat itu juga dia memetik panen. Orang
yang tidak sabar selalu luput. Ciri-ciri insan yang salih adalah dia tidak melakukan sikap yang
tidak sabar. Sudah banyak terbukti bahwa orang-orang yang tidak sabar menjadi sangat luput.
Jika seorang manusia menggali sebuah sumur, dan menggali sampai kedalaman tertentu, dan
tinggal sejengkal lagi dari sumber air, tetapi jika dia bersikap tidak sabar dan meninggalkan
penggalian itu, tentu seluruh kerja-kerasnya hilang sia-sia. Dan jika dia dengan sabar menggali
satu jengkal lagi, maka apa yang dia cari tentu dia temukan.
Ini merupakan kebiasaan Allah Ta‘ala, yakni Dia selalu memberikan anugerah kenikmatan,
kelezatan dan makrifat setelah adanya kedukaan. Jika setiap anugerah diraih dengan mudah
maka biasanya anugerah itu tidak akan dihargai....‖ (Malfuzhat, jld.4, h.245).

(245-246)

MELAWAN NAFSU JUGA MERUPAKAN IBADAH

―Melawan nafsu juga merupakan suatu ibadah. Manusia yang tertidur, hatinya masih ingin
supaya tidur lagi, tetapi dia melawan nafsunya lalu pergi ke mesjid. Nah, perlawanan itu pun
memperoleh sebuah pahala, dan pahala itu terbatas sampai pada perlawanan terhadap nafsu,
karena tatkala manusia telah menjadi 'aarif (orang yang telah meraih makrifat Ilahi —pent.)
maka pahala bagi hal-hal yang biasa dia lakukan tidak akan ada lagi.
Tetapi ketika telah mencapai nafs muthmainnah (jiwa yang tentram) maka tidak ada lagi
masalah pahala, sebab pahala itu timbul karena adanya perlawanan terhadap nafsu, dan hal itu
sudah tidak ada lagi pada tahap nafs muthmainnah. Di dalam Quran Syarif tertera: "Wa liman
khaafa maqaama rabbihii jannataan (dan bagi orang yang takut maqam Tuhan-nya ada dua
surga - Ar-Rahmaan, 47). Yakni, dia itu telah masuk ke dalam surga, dan demjatnya bukan lagi
derajat pahala. Hal ini tidak diraih dengan cara yang tidak sabar.
Manusia hendaknya bersikap sabar sedemikian rupa sampai hatinya yakin bahwa tidak ada
orang lain yang bersabar sepertinya. Akhirnya Allah Ta‘ala yang Maha Pengasih itu akan
membukakan pintu. Seperti itulah, ada ucapan seorang suci, yakni ketika manusia menjadi 'aarif
maka seluruh ibadahnya tidak ada lagi.
Hal itu tidak berarti bahwa dia sudah meninggalkan ibadah-ibadah saat itu, melainkan
artinya adalah, kesusahan yang dia alami ketika melaksanakan ibadah-ibadah itu, sudah tidak
ada lagi. Sejak saat itu ibadah-badah sudah menjadi hal yang sangat dicintai oleh jiwanya.
Seperti halnya makan dan minum yang sudah merupakan hal-hal yang dicintai oleh jiwanya,
demikian pula shalat dan puasanya sudah menjadi begitu.
Tidak ada yang setia seperti Allah Ta‘ala. Nilai persahabatan dan ketulusan yang Dia
berikan, tidak dapat diberikan oleh yang lain-Nya. Manusia memang sangat bernafsu. Manusia
tidak dapat membayar hak-hak [itu] dengan sabar. Hendaknya janganlah cepat-cepat menjadi
tidak sabar.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 246).

DAMPAK-DAMPAK PERGAULAN

Warga Jemaat saya hendaknya dari waktu ke waktu selalu datang kepada saya, dan

49
menetaplah di sini untuk beberapa hari. Otak manusia, seperti halnya terpengaruh oleh aroma
wangi, demikian pula terpengaruh oleh aroma busuk. Seperti itu jugalah dampak pergaulan yang
berbisa (buruk). (Malfuzhat, jId. IV, hlm. 246-247).

(246-251)

TAKWA

―Ketakwaan sejati yang membuat manusia jadi terbasuh serta menjadi bersih -- dan yang
untuk itu para nabi telah datang -- kini telah lenyap dari dunia ini. Akan ada saja yang memenuhi
maksud ayat ini, "Qad aflaha man zakkaahaa – (sungguh beruntunglah orang-orang yang
mensucikan dirinya – Asy-Syams, 10).
Kesucian dan kebersihan adalah sesuatu yang sangat berharga. Jika manusia suci dan bersih
maka para malaikat akan menyalaminya. Hal ini memang tidak dihargai di kalangan orang-
orang, sebab sebenarnya segala macam kelezatan yang mereka cari dapat mereka peroleh melalui
sarana-sarana yang tidak halal. Mereka mencuri-curi harta, padahal jika mereka bersabar Allah
Taala akan menjadikannya orang yang berharta melalui jalan lain. Begitu juga halnya orang yang
melakukan zina. Jika dia bersabar, maka Allah Ta‘ala akan memenuhi keinginannya melalui
jalan lain yang darinya dapat diraih keridhaan Ilahi.
Di dalam Hadits tertera, bahwa seorang pencuri tidak melakukan pencurian kecuali dalam
kondisi dia tidak mukmin (tidak beriman). Dan seorang pelaku zina tidak melakukan zina kecuali
dalam kondisi dia tidak mukmin. Misalnya kambing yang berdiri di hadapan seekor singa,
rumput pun tidak akan dapat dia makan. Jadi keimanan seekor kambing saja pun sudah tidak ada
lagi di kalangan orang-orang.
Akar dan tujuan yang sebenarnya adalah takwa. Seseorang yang telah memperolehnya berarti
dia telah memiliki segala-galanya. Tanpa itu tidaklah mungkin manusia dapat terhindar dari dosa-
dosa kecil maupun dosa-dosa besar. Hukum-hukum pemerintahan manusiawi tidaklah dapat
menghindarkan manusia dari dosa-dosa. Pemerintah tidak dapat menyertai (mengawasi) orang-
orang setiap saat kemana saja mereka pergi agar mereka tetap takut.
Manusia melakukan dosa tatkala dia menganggap dirinya berada seorang diri. Jika tidak,
maka manusia tidak akan pernah melakukan dosa. Dan tatkala dia menganggap dirinya sedang
sendirian maka pada saat itu dia menjadi orang yang tak bertuhan. Dan dia tidak akan berpikir
bahwa Tuhan-nya ada bersama dirinya serta menyaksikannya. Jika tidak, tentu dia tidak akan
pernah berbuat dosa.
Melalui takwa segala sesuatu tumbuh. Al-Quran pun telah memulai dari itu. Yang dimaksud
dengan "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin (Hanya kepada Engkau kami menyembah dan
hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan - Al-Fatihah, 5) adalah takwa juga adanya.
Yakni, walau pun manusia melakukan amal-perbuatan, akan tetapi karena rasa takut dia tidak
berani untuk mengaitkan (menghubungkan) amal itu pada dirinya. Dan dia menganggap amal
yang dia lakukan itu adalah berkat bantuan dari Allah. kemudian untuk masa berikutnya dia pun
memohon bantuan dari Allah juga.
Kemudian surah yang kedua juga dimulai dengan "hudal lil-muttaqiin (petunjuk bagi orang-
orang yang bertwakwa - Al-Baqarah, 3). Shalat, puasa, dan sebagainya, semua itu baru akan
dikabulkan pada saat manusia bertakwa. Pada saat itu dosa seorang pemanjat dosaa akan
dihapuskan. Jika memerlukan istri maka Dia berikan istri. Jika perlu obat, Dia beri obat. Apa

50
pun yang dibutuhkan Dia beri. Dan Dia memberikan rezeki dari tempat-tempat yang tidak pernah
orang itu ketahui.
Ada sebuah ayat lagi di dalam Quran Syarif-. "Innal ladziina qaalu rabbunallaahu tsummas
laqaamuu tatanazzalu 'alaihimul- malaaikatu ‘allaa takhaafu wa laa tahzanuu – (sesungguhnya
orang-orang yang berkata, ―Tuhan kami adalah Allah‖, kemudian mereka beristiqamah, maka
malaikat-malaikat turun kepada mereka dan berkata, ―Janganlah kamu takut dan janganlah kamu
berduka-cita – Haa Miim - As-Sajdah:31). Yang dimaksud di sini juga adalah orang-orang
bertakwa. Tsummas laqaamu -- (mereka beristiqamah), yakni goncangan melanda diri mereka,
bala bencana menimpa mereka, badai topan menerpa mereka, akan tetapi sebuah janji yang telah
mereka lakukan tidak mereka lepaskan.
Kemudian, lebih lanjut Allah Ta‘ala berfirman bahwa tatkala mereka berbuat demikian, dan
memperlihatkan ketulusan serta kesetiaan mereka, maka ganjaran yang mereka peroleh adalah:
"Tatanazzalu 'alalhimul malaa-ikah." Yakni, malaikat-malaikat turun kepada mereka dan
mengatakan, "Jangan takut dan janganlah berduka-cita. Tuhan kalian adalah yang menjadi
Pelindung bagi kalian." "Wa absyiruu bil jannatil latii kuntum tuu'aduun -- dan memberi kabar
suka: "bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu" (Haa Mim - As-Sajdah,
31).
Di sini yang dimaksud dengan surga adalah surga & dunia. Sebagaimana tertera di dalam
Quran Majid: "Wa liman khaafa maqama rabbihii jannataan (dan bagi orang yang takut
maqam/martabat Tuhan-nya ada dua surga -- Ar-Rahmaan, 47). Kemudian lebih lanjut: "Nahnu
auliyaa-ukum fil hayaatid dunyaa wa fil aakhirah -- Kamilah pelindung-pelindung kamu di
dalam kehidupan di dunia dan akhirat -- (Haa Miim - As-Sajdah, 32). (Malfuzhat, jld. I(V,
hlm. 251-253).

DUNIA PENJARA BAGI ORANG MUKMIN

―Sebagian orang memaparkan hadits "Ad-dunyaa sijnun lilmu-min (dunia merupakan


penjara bagi orang mukmin]) sebagai bantahan terhadap ayat "Wa liman khaafa maqaama
rabbihii jannataan (dan bagi yang takut maqam Tuhannya ada dua surga -- Ar-Rahmaan, 47).
Artinya yang sebenarnya adalah, orang mukmin itu terdiri dari berbagai macam. "Fa minhum
zhaalimul ‘alaa nafsihii wa minhum muqtashiduw wa minhum saabiqun bil khairaat (maka di
antara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri, di antaranya ada yang pertengahan, dan di
antaranya ada yang lebih cepat melakukan kebaikan – Al-Fathir, 33).
Yang dimaksud dengan muqtashid (pertengahan) adalah orang-orang dalam kelompok nafs
lawwaamah (jiwa yang mengecam dirinya), dan penderitaan-penderitaan di dunia ini hanya
terbatas sampai pada tahap lawwaamah saja. Di situ terdapat tarikmenarik antara manusia
dengan nafs ammaarah (jiwa yang diperintah hawa-nafsu). Dia (ammaarah) mengatakan,
"Pilihlah hal-hal yang mudah dan menyenangkan", sedangkan lawwaamah tidak berbuat
demikian. Pada saat itu manusia berusaha gigih, dan berhasil mengalahkan nafs ammaarah.
Dan berlangsung pertempuran terus-menerus seperti itu, sampai akhirnya ammaarah
mengalami kekalahan, dan kemudian menjadi nafs muthmainnah. "Yaa ayyatuhan nafsul
muthmainnah, irji'ii ilaa rabbiki raadhiyatan- mardhiyyah, fadkhulii fii 'ibaadii, wad-khulii
jannatii – (hai jiwa yang tenteram, kembalilah kamu kepada Tuhan engkau dengan ridha dan
diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-
Ku" - Al-Fajr, 28-30).

51
Ada pun surga orang mukmin adalah Tuhan itu sendiri, yakni tatkala dia masuk ke dalam
kalangan hamba-hamba Allah maka Dia berada di dalam mereka, dan Dia masuk ke dalam
hamba-hamba-Nya. Jadi, dalam kondisi demikian bagaimana mungkin seorang mukmin itu
berada di dalam penjara?
Ada suatu tahap dimana sampai saat itu dia mengalami penderitaan-penderitaan. Seperti
halnya menggali sumur, yang menjadi tujuan dalam penggalian itu adalah supaya diperoleh air.
Tahap muthmainnah itu sebenarnya adalah ketika air memancar keluar. Ketika air sudah keluar
maka tidak perlu lagi menggali (menderita - pent.).
Jadi, di dalam ayat itu yang dimaksud dengan zhaalim (orang yang menganiaya dirinya
sendiri) adalah orang yang berada pada tahap nafs ammaarah, dan yang dimaksud dengan
muqtashid (menengah) adalah yang berada pada tahap nafs lawwaamah, sedangkan yang
dimaksud dengan saabiqun bil khairaat (lebih maju dalam hal kebaikan-kebaikan) adalah orang-
orang yang berada pada tahap nafs muthmainnah.
Selama belum terjadi perubahan total di dalam hidup, selama itu pula masih tetap
berlangsung pertempuran. Dan pertempuran ini sampai pada tahap lawwaamah saja. Ketika itu
berakhir, maka ia akan masuk ke dalam daarun na'iim (rumah kenikmatan - surga). Pada saat itu
yang menjadi kemauannya adalah kemauan Allah, dan yang menjadi kehendaknya adalah
kehendak (keridhaan) Allah., dan dia merasakan kenikmatan dalam hal-hal yang darinya Allah
senang (ridha)..
Seorang ‘aarif yang menjalin kecintaan pribadi dengan Allah, maka walau pun Allah
mengatakan kepadanya bahwa dia adalah penghuni neraka -- tidak peduli apakah dia beribadah
atau tidak -- maka kebahagiaannya terletak pada hal ini, yakni walau pun dia akan masuk
neraka tetapi dia tidak dapat menghentikan dirinya dari melakukan ibadah-ibadah.
Seperti halnya orang yang kecanduan opium, bagaimana mungkin dia mengalami
penderitaan-penderitaan? Walau dia sampai kurus kering sekali pun, tetap saja dia tidak dapat
meninggalkan opium. Sama halnya seperti para pemuda yang kita lihat di dunia ini, yakni tatkala
mereka telah kecanduan -- tidak peduli bagaimana pun orangtua melarang mereka -- mereka
tetap tidak mau mendengar. Dan dalam kecanduan itu tidak terpikir sedikit pun oleh mereka soal
penderitaan.
Demikian pula halnya seorang mukmin ‘aarif sempurna, tidak terpikirkan lagi olehnya
apakah akan memperoleh pahala atau tidak. Ini adalah tahap penghabisan dimana berakhir
rangkai suluk (perjalanan ruhani menuju Allah Ta‘ala – pent.). Dan tidak ada cara lain kecuali
itu.
Dalam kondisi itu, gejolak semangatnya tidaklah bertumpu pada apapun, sebab selama
manusia masih menggunakan tumpuan tertentu, maka mungkin saja setan akan masuk ke
dalamnya. Namun, di sini, pada tahap kecintaan yang sangat pribadi, tidak ada lagi tumpuan.
Seperti halnya hubungan kecintaan sangat pribadi antara ibu dan anak, manusia tidak dapat
memisahkannya. Kecintaan fitrati sang ibu mengikatnya satu sama lain.
Ada sebuah tamsil. yang mashur, "Jika ibu memukuli anaknya, maka anak akan tetap
menjerit-jerit memanggil sang ibu." Seperti itu jugalah ahliullaah, walau mengalami pukulan
(penderitaan-penderitaan) dari Allah sekali pun, kemana lagi mereka dapat lari? Bahkan dengan
memperoleh sekali pukulan, mereka semakin bertambah maju selangkah ke depan.
Dalam hubungan-hubungan lain, keperkasaan cinta Allah tidak turun dengan bobot yang
begitu kuat. Misalnya, manusia menganggap seseorang sebagai pembantunya, dan dia
menganggap bahwa orang ini mau menjadi pembantunya adalah karena akan memperoleh upah
darinya. Maka darinya tidak akan timbul suatu kecintaan yang kamil, dan rang itu hanya dia

52
hitung sebagai pembantu saja.
Namun tatkala seseorang melakukan pengkhidmatan, dan sang majikan mengetahui bahwa
hal itu dilakukannya bukan karena mengharapkan upah, maka akhirnya orang itu akan dihitung
sebagai anak olehnya. Allah adalah suatu khazanah yang maha besar. Allah adalah harta yang
maha berharga.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 253-255).

ISTIGHFAR

―Kelalaian timbul karena faktor-faktor yang tidak diketahui. Kadang-kadang manusia tidak
tahu, dan tiba-tiba saja karat serta kegelapan meliputi kalbu, oleh karena itu ada istighfar.
Artinya adalah supaya karat dan kegelapan itu tidak timbul.
Orang-orang Kristen karena kebodohan mereka melontarkan kritikan, bahwa dari istighfar
itu terbukti adanya dosa-dosa terdahulu. Asal makna yang sebenarnya adalah supaya dosa-dosa
tidak terjadi, sebab jika istighfar mengandung makna pengampunan terhadap dosa-dosa yang
telah terjadi sebelumnya, maka cobs katakan, kata apa yang memberi makna agar di masa
mendatang dosa-dosa tidak terjadi?
Ghafara itu mengandung makna yang sama dengan kafara. Segenap nabi membutuhkan hal
itu. Seberapa banyak seseorang melakukan istighfar, sebanyak itu pulalah dia menjadi ma'shum
(bersih dari dosa). Arti yang sebenarnya adalah Allah telah menyelamatkannya. Ma'shum itu
artinya orang yang selalu istighfar.‖ (Malfuzat , jld.IV, hlm. 255).

(255-258)

DUA MACAM HUKUM-HUKUM ILAHI

―Hukum-hukum Ilahi terdiri dari dua macam. Pertama, ibadaat maali (ibadah-ibadah yang
berkaitan dengan harta). Kedua, ibadaat badani (ibadah-ibadah yang berkaitan dengan tubuh).
Ibadaat maali adalah untuk orang yang memiliki harta, sedangkan yang tidak punya harta
dimaafkan. Dan ibadaat badani, pada masa mudalah dapat dilaksanakan oleh manusia, sebab
jika sudah lewat dari [usia] enam puluh tahun, maka timbul berbagai macam penyakit. Mulai
timbul keluhan pada saluran air kencing, dan matu pun rabun....
Segala sesuatu yang dilakukan manusia pada masa mudanya maka berkatnya pun akan ada
pada masa tuanya. Sedangkan yang tidak melakukan apa pun di masa mudanya maka di masa
tuanya dia akan menanggung banyak sekali kedukaan....
Hendaknya ini merupakan kewajiban manusia, yakni sejauh kemampuan yang ada,
penuhilah kewajiban-kewajiban terhadap Allah. Mengenai puasa, Allah Taala berfirman: "Wa an
tashuumuu khairul lakum – (dan berpuasa itu lebih baik bagi kamu - Al-Baqarah, 185).
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 258 )

MIMPI TENTANG PUASA

―Saya ingat, di masa muda, suatu kali saya melihat mimpi bahwa mengeriakan puasa adalah
sunnah para ahlul-bait (keluarga Rasulullah saw.). Rasulullah saw. bersabda kepada saya bahwa

53
―Salmaan minnaa ahlulbait‖ (Salman termasuk ahli-bait kami). Salman, yakni as-shulhaan, yang
di tangannya terjadi dua shulh (perdamaian). Pertama adalah ke dalam, dan kedua adalah keluar.
Dan ia melakukan tugas itu dengan kelemah-lembutan, bukannya dengan pedang. Dan saya
sendiri bukanlah dari aliran Hussein yang telah berperang, melainkan dari aliran Hassan yang
tidak berperang.
Maka saya pahami bahwa hal ini mengisyaratkan pada masalah puasa. Demikianlah bahwa
saya pun berpuasa selama 6 bulan. Dalam masa itu saya menyaksikan tiang-tiang cahaya menuju
langit. Saya ragu apakah tiang-tiang cahaya itu muncul dari bumi dan mencuat ke langit, ataukah
dari kalbu saya. Akan tetapi di masa muda semua itu dapat dilakukan. Dan jika pada waktu itu
saya mau, maka saya dapat berpuasa sampai 4 tahun. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 257).

HUBUNGAN FIDIYAH DENGAN KARUNIA BERPUASA

Suatu kali timbul pikiran di kalbu saya, yakni untuk apa fidiyah telah ditetapkan? Maka saya
pun mengerti bahwa hal itu adalah untuk karunia, yakni supaya karunia berpuasa itu dapat
diperoleh.
Hanya Dzat Allah Ta‘ala sajalah yang menganugerahkan taufik (karunia), dan segala sesuatu
hendaknya dimohonkan kepada Allah Ta‘ala semata. Allah Ta‘ala Maha Kuasa secara mutlak.
Jika Dia menghendaki maka Dia dapat menganugerahkan kekuatan (taufik/karunia) untuk
berpuasa kepada seorang yang terkena penyakit demam kronis.
Jadi, tujuan fidiyah adalah supaya kekuatan itu diperoleh, dan hal itu timbul melalui karunia
Allah Ta‘ala. Menurut saya hal ini sungguh-sungguh, yakni manusia hendaknya berdoa, "Ya
Allah, ini merupakan bulan-Mu yang penuh berkat, dan saya luput dari berkat ini. Tidak tahu
apakah di tahun mendatang saya masih akan hidup atau tidak? Atau, apakah saya akan mampu
atau tidak untuk mengganti puasa-puasa yang terlewati ini?" Dan mintalah karunia dari-Nya,
maka saya yakin bahwa Allah Ta‘ala akan memberikan kekuatan (taufik/karunia) pada kalbu
seperti itu.
Jika Allah Ta‘ala menghendaki tentu Dia dapat saja membiarkan umat ini tanpa ketentuan-
ketentuan yang mengikat, seperti halnya umat-umat yang lain. Namun ketentuan-ketentuan
mengikat ini adalah untuk kebaikan. Menurut saya, hal sebenarnya adalah, bilamanusia
menyampaikan ke hadapan Allah Ta‘la dengan kejujuran dan ketulusan yang tinggi
bahwa,"Janganlah luputkan aku dalam bulan [Ramadhan] ini," maka tentu Allah Ta‘la tidak akan
meluputkannya. Dan dalam kondisi demikian, jika manusia jatuh sakit di bulan Ramadhan, maka
sakit itu pun baginya merupakan rahmat, sebab landasan setiap amal perbuatan adalah niat.
Orang mukmin hendaknya membuktikan dirinya sebagai pemberani di jalan Allah Ta‘ala.
Seseorang yang luput dari puasa, akan tetapi dalam hatinya terdapat niat yang penuh keperihan --
"Oh, seandainya aku sehat dan berpuasa..." – dan kalbunya menangis untuk itu, maka para
malaikat akan berpuasa untuknya. Namun dengan syarat bukan mencari-cari alasan, maka Allah
Ta‘ala same-sekali tidak akan membuatnya luput dari pahala.
Ini adalah suatu hal yang halus, yakni jika seseorang karena kemalasannya merasa dan
beranggapan bahwa ―jika berpuasa aku akan sakit‖, dan ―jika aku tidak makan maka akan
timbul penyakit ini dan itu, dan akan terjadi ini dan itu‖, maka bagi orang yang menganggap
nikmat (anugerah) Allah Ta‘ala itu sendiri sebagai suatu beban yang menyulitkan dirinya, kapan
pula dia menjadi berhak untuk memperoleh pahala?
Ya, seseorang yang hatinya dipenuhi semangat ini, "Ramadhan telah tiba. Aku menanti-
nanti kedatangannya, supaya aku dapat berpuasa," kemudian karena sakit dia tidak dapat

54
berpuasa, maka di Langit dia itu tidak dipandang sebagai orang yang luput dari puasa.
Di dunia ini banyak sekali orang yang mencari-cari alasan, dan mereka beranggapan bahwa
sebagaimana mereka itu biasa menipu orang-orang dunia, demikian pula mereka ingin menipu
Tuhan. Orang yang selalu mencari-cari alasan, mereka itu membentuk cara-cara tersendiri, dan
dengan mengada-ada mereka menyatakan cara-cara itu benar. Namun, di sisi Allah Ta‘ala hal itu
tidak benar.
Celah untuk mengada-ada, sangat luas. Jika manusia mau, dengan mengada-ada dia bisa saja
shalat sambil duduk sepanjang hidupnya, dan sama-sekali tidak mengerjakan puasa Ramadhan.
Namun Allah mengetahui niat dan keinginannya. Seseorang yang hatinya jujur dan ikhlas, Allah
Ta‘ala tahu bahwa di dalam kalbunya terdapat keperihan, dan Allah Ta‘ala memberikan pahala
yang lebih besar kepadanya, sebab hati yang perih, merupakan sesuatu yang sangat patut
dihargai.
Orang yang mencari-cari dalih, mereka bertumpu pada penafsiran-penafsiran [yang mereka
buat sendiri]. Namun, di sisi Allah Ta‘ala tumpuan seperti itu tidak ada artinya. Ketika saya
puasa selama enam bulan, maka suatu kali saya berjumpa di alam kasyaf dengan serombongan
nabi, dan mereka mengatakan, "Mengapa engkau menempatkan diri sendiri dalam penderitaan
yang begini berat? Keluarlah dari situ.‖
Seperti itulah ketika manusia menempatkan diriya dalam penderitaan demi Allah maka Allah
sendiri bagaikan ibu-bapak akan mencurahkan kasih-sayang-Nya dan mengatakan, "Mengapa
engkau menenggelamkan dirimu dalam penderitaan ini?" Sedangkan orang-orang ini, dengan
cara mengada-ada mereka ingin menghindarkan diri mereka dari upaya gigih dan penderitaan.
Oleh karena itu Allah memasukkan mereka ke dalam penderitaan-penderitaan lainnya dan
tidak mengeluarkan mereka, sedangkan orang-orang yang dengan sendirinya memasukkan diri
mereka ke dalam penderitaan, justru Allah sendiri yang mengeluarkan mereka dari situ.
Adalah wajib bagi manusia untuk tidak menjalin cinta terhadap jiwanya sendir, melainkan
jadilah begini, yakni bagaimana supaya Allah Ta‘ala menjalin kecintaan dengan jiwanya. Sebab
kecintaan manusia terhadap jiwanya sendiri merupakan neraka bagi dirinya, sedangkan
kecintaan Allah Ta‘ala adalah surga.
Simaklah kisah Ibrahim a.s.. Beliau sendiri rela ingin masuk ke dalam api. Ternyata Allah
Ta‘ala menyelamatkan beliau dari api. Sedangkan orang-orang yang berusaha menghindar dari
api, justru merekalah yang dicampakkan ke dalam api.
Inilah keselamatan. Inilah Islam. Segala sesuatu yang tampil di jalan Allah Ta‘ala, jangan
ingkari. Seandainya Rasulullah saw. itu hanya peduli terhadap 'ishmat beliau sendiri
(terpelihara/bersih dari dosa), maka tentu ayat ini tidak akan turun: "Wallaahu ya'shimuka minan
naas -[dan Allah memelihara engkau dari manusia]" (Al-Maidah, 68). Inilah rahasia
perlindungan Ilahi.‖ (Malfitzhat, jld.IV, hlm. 258-260).

ARTI KATA DOSA DAN ISTIGHFAR

Pada tanggal 3 Desember 1902, sesudah shalat Maghrib, Master Abdurrahman, guru
Madrasah Ta'limul Islam, Qadian, membacakan sebuah artikel di dalam surat kabar Kristen,
Epypheni. Di situ ada seseorang yang memaparkan makna kata dzanbun (dosa) dalam corak yang
tidak benar, yakni: "Dzanbun adalah kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk dosa-dosa
besar, sedangkan Mirza Sahib memperluas makna kata itu. Dan jika kata itu dikenakan pada

55
nabi-nabi diartikannya lain, dan jika dikenakan pada orang biasa diartikan lain lagi olehnya. Dan
kata ini digunakan sesuai maknanya, yaitu dosa-dosa yang sudah lampau, yang telah diperbuat
oleh manusia. Itulah yang mohon diampuni (istighfar)."
Dari itu orang Kristen tersebut menyimpulkan bahwa tentu Rasulullah saw. juga telah
melakukan dosa-dosa. Dalam menanggapinya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Seandainya arti istighfar itu adalah supaya dosa-dosa yang lampau diampuni, maka coba
katakan, kata apa pula yang dipakai supaya terpelihara dari dosa-dosa di masa mendatang?
Terpelihara dari dosa, yakni 'ishmat (darinya timbul kata ma'shum –pent.), diraih oleh
manusia melalui istighfar. Yakni manusia memohonkan agar potensi (kekuatan) yang menarik ke
arah dosa itu tidak tampil dan muncul, sebab sebagaimana bagi manusia perlu agar dosa-dosa
yang lampau diampuni, demikian pula baginya perlu agar di masa mendatang pun potensi yang
menimbulkan dosa itu tidak muncul lagi.
Masalah ini pun patut untuk didoakan, sebab jika tidak, mengapa ketika terjatuh dalam suatu
dosa maka pada saat itu doa pun dipanjatkan, sedangkan untuk terhindar dari dosa-dosa tidak
perlu dipanjatkan doa? Jika di dalam Injil doa ini tidak ada, berarti kitab itu tidak sempurna. Di
dalam Injil tertulis, "Mintalah, maka akan dikabulkan."
Jadi, Rasulullah saw. telah memohon istighfar. Kepada beliau saw. telah diberikan
[pemeliharaan] itu, sedangkan Al-Masih tidak memohonkannya, sehingga kepada beliau tidak
diberi. Ringkasnya, pembagian secara fitrati ini telah dilakukan oleh Quran Majid, yakni dengan
mempertimbangkan segala aspek untuk terhindar dari dosa, Al-Quran telah menggunakan kata
istighfar. Sebab manusia membutuhkan kedua jalan itu, yakni kadang-kadang memohon
ampunan terhadap dosa-dosa, dan kadang-kadang supaya kekuatan [yang mengarah kepada
dosa] itu tidak timbul, karena jika tidak, manusia tidak mungkin dengan sendirinya dapat
terhindar [dari dosa-dosa] tanpa pemeliharaan (perlindungan) dari Allah Ta‘ala. [Al-Quran] itu
adalah sebuah kitab yang sempurna. Akal dan kebutuhan sendiri menuntut adanya pemanjatan
kedua macam doa ini.
Kemudian lihatlah, Rasulullah saw. tidak pernah bertobat di tangan seseorang, sehingga
dengan itu tidak terbukti bahwa beliau adalah seorang yang berdosa. Namun, Al-Masih elah
bertobat ats dosa-dosanya di tangan Yahya [Pembaptis] dari itu terbukti bahwa Yahya-lah yang
lebih baik, yaitu yang dibaiat telah dilkakukan tangannya (pembaptisan – pent.).
Sekarang, katakanlah siapa yang terbukti berdosa? Jika Al-Masih itu suci dari dosa, maka
mengapa dia menenggelamkan dirinya [ke dalam air sungai dalam pembaptisan oleh Yahya]?
Kemudian, burung merpati Ruhul Qudus mengapa tidak turun dari sejak awal?‖
Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dan para sahabah beliau mengumpulkan ayat-ayat Al-
Quran seputar makna istighfar. Dari itu terbukti bahwa doa istighfar adalah supaya terpelihara
dari dosa-dosa di masa mendatang. Kemudian setelah dicari, dari Injil juga ditemukan ayat-ayat
dimana Al-Masih a.s. telah memanjatkan doa agar terhindar dari dosa-dosa di masa mendatang.‖
(Malfuzat, jld. IV, hlm. 261-263).

MIMPI TIGA EKOR SAPI & DOA ILHAMIYAH

Tanggal 7 Desember 1902, pada waktu Zuhur Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Malam [tadi] saya mengalami suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga jika tidak ada wahyu
Allah Ta‘ala maka anggapan saya tidak diragukan lagi, bahwa itu merupakan saat akhir saya.

56
Dalam kondisi demikian saya tertidur, lalu melihat [mimpi] bahwa saya berada di suatu tempat
dan tampaknya merupakan sebuah lorong yang terselubung. Tiba-tiba muncul tiga ekor sapi.
Dari antaranya seekor datang kepada saya, sapi itu saya pukul dan saya usir. Kemudian datang
yang kedua, itu pun saya usir. Lalu datang yang ketiga, tampaknya yang ketiga ini begitu
kuatnya sehingga saya kira tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri.
Merupakan kekuasaan Allah Ta‘ala, sehingga ketika saya cemas sapi tersebut memalingkan
mukanya ke tempat lain. Saat itu saya anggap sebagai suatu kesempatan berharga untuk
mendekatinya lalu melarikan diri, maka saya pun lari dari situ dan sambil berlari timbul pikiran
bahwa tentu sapi itu akan mengejar saya dari belakang. Namun saya berpaling ke belakang dan
tidak melihat demikian.
Pada waktu itu di dalam mimpi tersebut Allah Ta‘ala memasukkan doa berikut ini ke dalam
kalbu saya, "Robbi kullu syai-in khaadimuka rabbi fahfazhnii wanshurnii warhamnii (wahai
Tuhan-ku, segala sesuatu adalah khadim/pelayan Engkau. Tuhan-ku, lindungilah aku, dan
tolonglah aku, dan kasihilah aku)." Dan ke dalam hati saya dimasukkan bahwa ini merupakan
ism a'zham (nama teragung Allah Ta‘ala - pent.), dan ini adalah kalimat yang apabila dibaca
maka akan memperoleh keselamatan dari segala musibah.
Ada seorang Arya yang selalu datang kepada saya membawa obat. Saya menceritakan
mimpi ini kepadanya, maka dia mengatakan, "Tuliskanlah untuk saya." Saya pun menuliskannya
dan telah dia hafalkan.
Sesudah mimpi itu saya melihat [mimpi lagi], bertemu dengan seorang penunggang kuda.
Ketika dia mendekati rumah [saya] maka seseorang meletakkan uang kecil di tangan saya. Saya
pahami bahwa di dalamnya ada juga uang-uang sen. Ketika saya maju ke depan, maka tampak
Faju (Fail Nisyaa), perempuan Kashmir, tengah duduk. Kemudian ketika [saya] pergi ke mesjid
maka tampak ribuan orang duduk dan pakaian mereka semua tampaknya sudah usang. Saya lebih
maju ke depan di dalam mesjid, maka tampak ada sebuah jenazah telah dibaringkan, dan dipan
[tempat jenazah itu dibaringkan] sangat besar. Tidak tahu itu jenazah siapa.‖
Setelah shalat Maghrib Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pergi, dan kembali ke mesjid setelah satu
jam kemudian. Pada waktu itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Kalimat yang diberitahukan melalui ilham di dalam mimpi hari ini, saya bermaksud agar
kalimat itu dibaca di dalam shalat sebagai doa, dan saya sendiri sudah mulai membacanya.‖
(Malfuzat, j1d.IV, hlm. 264-265).

JANGAN BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH TA’ALA

―Keburukan timbul dari prasangka buruk. Dengan membaca Al-Quran Syarif dari awal
hingga akhir maka tampak supaya kalian tidak berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala.
Jangan jauhkan diri dari Allah Ta‘ala. Mintalah pertolongan dari-Nya. Allah Ta‘ala menolong
orang mukmin di setiap arena, dan Dia mengatakan, "Di arena ini Aku menyertai engkau." Dia
menciptakan sebuah furqaan (pembeda) bagi orang mukmin itu.
Seseorang yang tidak berserah penuh kepada Allah dia itu berprasangka buruk. Orang yang
berprasangka baik terhadap Allah, dia [selalu] kembali kepada-Nya. Dan orang yang
berprasangka buruk terhadap Allah, dia terpaksa menciptakan tuhan lain bagi dirinya, dan dia
jadi terperangkap dalam kemusyrikan.
Ketika seorang insan memahami, bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan
dengan hati yang benar dia mempercayai janji-janji-Nya tidak bakal diingkari [oleh-Nya], maka
orang itu rela mengorbankan jiwanya bagi............................. ........terhadap seseorang, maka

57
diapun dapat menjadi lebih buruk dari orang itu.
Saya membaca sebuah kisah di suatu buku, yakni terdapat seorang ahliullah (wali Allah).
Suatu kali dia bedanji bahwa dia tidak akan menganggap dirinya lebih baik dari orang lain. Suatu
ketika dia tiba di tepi sungai, dan melihat ada seseorang duduk bersama perempuan muda di
pinggir sungai sedang makan-makan. Dan ada sebuah botol di situ. Orang itu menuangkan
minuman berkali-kali dari botol ke dalam gelas dan meminumnya.
Melihat hal itu dari jauh, orang tadi berkata, "Saya memang sudah berjanji untuk
menganggap diri saya tidak lebih baik dari siapapun. Namun tentu saya lebih baik dari kedua
orang ini." Tiba-tiba saja bertiup angin kencang dan timbul badai di sungai itu. Sebuah perahu
datang dan perahu itu tenggelam.
Laki-laki yang sedang makan bersama perempuan tersebut bangun dan melompat ke sungai,
mengeluarkan enam orang penumpang serta menyelamatkan nyawa mereka. Kemudian dia
berkata kepada ahlullah tadi, "Engkau telah menganggap diri engkau lebih baik dari saya. Saya
ternyata sudah menyelamatkan enam orang. Sekarang yang masih tersisa tinggal satu orang lagi.
Keluarkanlah oleh engkau."
Mendengar hal itu sang ahliullah tersebut heran, dan bertanya kepada orang itu, "Bagaimana
engkau bisa membaca hatiku? Dan apa gerangan ini semua?" Maka laki-laki muds itu
memberitahukan bahwa, "Yang ada dalam botol adalah air sungai ini juga. Bukan minuman
keras, sedangkan perempuan ini adalah ibu saya. Dan saya sendiri satu-satunya anak dia. Dia
sangat kuat sehingga dia tampak masih muda. Tuhan telah mengutus saya untukberbuat
demikian, supaya engkau mendapat pelajaran."
Kisah Khaidir juga tampaknya demikian. Terburu-buru berprasangka buruk tidaklah baik.
Menganggap kuasa atas [kalbu] orang lain adalah suatu perkara yang tidak baik. Dia telah
membinasakan banyak kaum, sebab mereka berprasangka buruk terhadap para nabi dan
keluarganya. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 265-266).

MIMPI TERBANG

Pada tanggal 8 Desember 1902, sebelum shalat Ashar, Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menceritakan sebuah mimpi:
―Saya melihat bahwa saya hendak berwudhu di suatu tempat, namun diketahui bahwa tanah
di situ gembur dan di bawahnya terbentang semacam gua. Saya meletakkan kaki saya di atasnya
maka terperosok. Saya benar-benar ingat bagaimana saya terus jatuh dan jatuh ke bawah.
Kemudian dengan satu loncatan saya pun naik ke atas, dan tampak bahwa saya tengah melayang
di udara.
Jadi, ada sebuah lubang bulat yang begitu besarnya, seperti dari sini sampai ke rumah Nawab
Sahib, dan saya melayang-layang dari satu sisi ke sisi lain. Sayyid Muhammad Ahsan Sahib
berada di salah satu tepi. Saya panggil beliau, dan mengatakan, ―Lihatlah, Isa a.s. dulu berjalan
di atas air, sedangkan saya berenang (melayang-layang) di udara, dan karunia Tuhan saya
dilimpahkan kepada saya lebih besar darinya.‖
Hamid Ali ada bersama saya, dan di dalam lubang itu kami kesana kemari. Tidak perlu
menggerak-gerakkan tangan man pun kaki, dan dengan mudah sekali kami melayang kesana-
kemari. Saya melihat mimpi ini pukul satu kurang 20 menit.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 267)

(267-269)

58
MENANGGUNG DERITA

Pada tanggal 11 Desember 1902, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menyampaikan
simpatinya terhadap penderitaan dan kesusahan yang beliau alami karena banyak menulis lalu
mengedit karangan dan sebagainya. Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Tubuh memang untuk menanggung penderitaan. Memangnya untuk apa lagi? (Malfuzat,
jld. I, hlm. 269).

269-272)

MIMPI PETIR

Maulwi Abdul Karim menceritakan mimpi beliau, di dalam mimpi itu beliau melihat petir.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Mungkin sekitar 30 tahun yang lalu saya pun melihat sebuah mimpi, yakni tempat yang
kini terletak gedung inadrasah, di sana petir menyala banyak sekali. Ta'bir menyalanya petir
adalah akan ada penduduk (penghuni) yang tinggal di sana.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 272).

ANJURAN MENJAGA KEBERSIHAN

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menanyakan tentang rumah kediaman Mufti Sahib, lalu beliau
a.s. bersabda:
―Katakan kepada para pembantunya supaya mengeluarkan lentera-lentera. Sekarang ini
rumah-rumah hendaknya benar-benar dijaga bersih. Pakaian-pakaian juga harus bersih. Sekarang
ini hari-hari yang berlangsung sangat keras, dan udara tercemar. Menjaga kebersihan adalah
sunnah. Di dalam Quran Syarif tertera, "Wa tsiyaabaka fa thahhir, war rujza fahjur (dan
pakaian-pakaian engkau hendaklah engkau sucikan, dan kekotoran hendaklah engkau singkirkan
-- Al-Muddatstsiir, 5-6). (Malfuzat, jld. IV, 273-274)

BAIAT & AMAL SALEH

―Setelah baiat, orang hendaknya jangan hanya sekedar percaya bahwa ini adalah Jemaat
yang benar dan dengan percaya demikian ia akan memperoleh berkat.
Masa sekarang ini adalah zaman bala-bencana. Pes tengah merebak dimana-mana. Hanya
sekedar percaya saja, selama tidak ada amal baik Allah Ta'ala tidak senang. Berusahalah bahwa
apabila telah masuk ke dalam Jemaat ini jadilah orang salih. Jadilah orang bertakwa. Hindarilah
setiap keburukan. Laluilah massaini dengan doa-doa. Tadharu'lah (berendah dirilah) terus siang
dan malam. Berilah sedekah. Lembutkanlah lidah. Jadikanlah istighfar itu kebiasaan kalian.
[Banyaklah] berdoa di dalam shalat-shalat.
Terkenal sebuah tamsil [Urdu]: "Mannatey karta hua koi nehi marta, nira manna insan ke
kaam nehi aata (tidak seorang pun ada yang mau mati ketika bernazar, sekedar
mengakui/percaya saja tidak akan memberikan faedah).
Jika manusia percaya lalu mencampakkannya ke belakang, maka tidak ada manfaat
baginya. Lalu sesudah itu mengadu bahwa tidak ada manfaat baiat, itu merupakan suatu hal
yang tak berguna. Allah Ta'ala tidak senang terhadap ucapan semata.

59
Di dalam Quran Syarif, Allah Ta'ala juga telah meletakkan amal salih bersamaan dengan
iman. Yang disebut amal salih adalah yang di dalamnya tidak ada keburukan sebesar zarah pun.
Ingatlah, amal manusia senantiasa diintai oleh pencuri. Apa itu? Riyaa (pamer), sombong, dan
berbagai macam keburukan serta dosa melekat padanya. Akibat itu semua amal menjadi batil.
Amal salih adalah yang di dalamnya tidak ada pikiran akan keaniayaan, kesombongan, riyaa
(pamer), takabbur, dan menginjak hak-hak manusia. Sebagaimana di akhirat manusia [akan]
selamat akibat amal salih, demikian pula di dunia pun ia selamat. Jika satu orang saja di seisi
rumah pelaku amal salih, maka seisi rumah akan tetap selamat. Pahamilah bahwa selama di
dalam diri kalian tidak ada amal salih, maka sekedar percaya saja tidaklah memberikan faedah.
Seorang tabib menuliskan dan memberikan sebuah resep. Nah itu artinya, apa pun yang
tertulis disitu supaya mengambil [obat] lalu meminumnya. Jika dia tidak menggunakan obat-obat
itu, dan mengambil resep tersebut lalu disimpan begitu saja, maka tidak akan ada manfaat
baginya.
Sekarang, pada waktu ini kalian telah bertaubat. Kini Allah Ta'ala ingin melihat di masa
mendatang sejauh mana kalian telah membersihkan diri sendiri melalui taubat ini. Kini adalah
masa ketika Allah Ta‘ala ingin membedakan [manusia] berdasarkan ketakwaan. Banyak sekali
orang yang mengecam Allah, sedangkan mereka tidak melihat diri mereka sendiri. Manusia itu
sendirilah yang berlaku aniaya terhadap dirinya, sebab jika tidak, Allah Ta'ala adalah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Sebagian orang memang mengetahui dosa itu, sedangkan sebagian [lagi] ada yang sampai
tidak mengetahui akan dosa itu. Oleh karenanya Allah Ta'ala telah mewajibkan istighfar untuk
setiap saat. Yakni manusia, untuk segala macam dosa – tidak peduli apakah yang zahir atau
yang terselubung; apakah yang ia ketahui atau tidak -- supaya senantiasa beristighfar dari dosa-
dosa [yang dilakukan oleh] tangan, kaki, lidah, hidung, telinga, mata dan dari segala macam
dosa.
Pada masa sekarang hendaknya doa Adam a.s. dibaca, "Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa
wa in lam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal-khaasiriin –(Wahai Tuhan kami,
kami telah berlaku aniaya terhadap diri kami., dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
tidak mengasihani kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi -- Al-A'raf, 24). Dari
sejak awal doa ini telah dikabulkan.
Janganlah jalani hidup ini dengan kelalaian. Orang yang tidak menjalani hidup dengan
kelalaian, sama sekali tidak mungkin akan terperangkap dalam suatu bala-musibah yang ada di
luar kemampuannya, tidak ada suatu bala yang datang anpa izin. Sebagaimana kepada saya doa
ini telah diilhamkan: "Rabbi kullu syai-in khaadimuka rabbi fahfazhnii wanshurnii warhamnii
(Wahai Tuhanku, segala sesuatu adalah khadim Engkau. Wahai Tuhanku, lindungilah daku clan
tolonglah daku serta kasihanilah daku).‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 274-276).

(276-282)

Masih Mau'ud di Dalam Alquran

Abu Sa'id Arab yang datang dari Rangoon menyampaikan, bahwa di Burma ada orang yang
mengatakan: "Jika Mirza Sahib menuliskan tafsir Al-Quran, dan di situ beliau sama sekali tidak
menyinggung tentang pendakwaan-pendakwaan beliau, maka saya bersedia mengeluarkan biaya
yang sangat besar untuk menerbitkannya." Hadhrat Masili Mau'ud a.s. bersabda:

60
―Jika ada yang mau belajar dari saya, justru seluruh Al-Quran itu dipenuhi oleh hal-hal yang
menyangkut diri saya. Pada bagian permulaan saja, "Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil
maghdhubi 'alaihim waladh- dhaalliin – jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas
mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pule jalan orang-orang yang
sesat -- Al-Fatihah, 7).
Golongan mana yang dimaksud dengan maghdhub (yang dimurkai)? Segenap firqah dalam
Islam menyepakati bahwa yang dimaksud di situ adalah Yahudi. Sedangkan di sisi lain di dalam
hadits dikatakan bahwa: "Umatku akan menjadi seperti kaum Yahudi." Nah, cobalah katakan,
jika tidak ada Masih [dalam umat Islam ini], maka bagaimana mereka akan jadi Yahudi?
(Malfuzat, jld. IV, hlm. h.282)

MIMPI GAJAH & ROTI BESANI

Pada waktu Isya ada seorang yang bai'at. Beberapa orang memperdengarkan mimpi mereka,
salah satu di antaranya ada yang bermimpi melihat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menunggang
gajah dan gajah itu berjalan sesuai perintah beliau. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Gajah yang saya lihat di dalam mimpi pun seperti itu keadaannya, dan maknanya adalah
[wabah] pes yang sedang kita tunggangi.‖
Seseorang melihat besani roti di dalam mimpi, dan ta'bimya dikatakan oleh Hadhrat Masih
Mau'ud a.s.:
―Maknanya adalah beberapa kesusahan/penderitaan.‖ (Malfuzat, j1d.IV, hlm. 282-283).

(283-284)

JEMAAT DAN AMAL SALIH

Pada hari Jum‘at tgl. 19 Desember 1902, sesudalt shalat, Khawaja Kamaluddin
menceritakan sebuah mimpi, di dalam mimpi itu ia melihat gempa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda:
―Wabah pes inilah yang merupakan gempa. Saya katakan kepada Jemaat, kiamat yang
sedang datang ini, Allah Ta‘ala akan melindungi kita. Namun, jangan bergembira hati dengan
perhitungan karena kalian sudah bai'at. Di dalam Quran Majid, di setiap tempat bersamaan
dengan kata mukmin (beriman) ditekankan tentang amal salih. Jika di dalam Jemaat terdapat
beberapa orang yang tidak peduli terhadap Allah dan tidak menghormati perintah-perintah-Nya,
maka yang bertanggung-jawab atas orang semacam itu bukannya Allah dan bukan pula saya.
Mereka hendaknya memperbaiki suri tauladan mereka masing-masing, sebab gempa sedang
datang.‖ (Malfuzat, j1d. IV, hlm. 284).

(284-285)

TIGA MIMPI BERTURUT-TURUT

61
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. setelah shalat Maghrib menceritakan tiga mimpi beliau yang
beliau lihat berturut-turut:
―Di dalam mimpi, seseorang memberikan satu rupee dan lima butir kurma kering.
Kemudian dalam keadaan tidur kepada saya diperlihatkan sebuah halaman dari buku [saya]
Triyaqul Qulub. Pada halaman itu tertera: Alaa syukrilmashaaih, yang artinya, Hadzihi
shillatun 'alaa syukril-mashaaih (ini adalah hadiah atas syukur yang dipanjatkan dalam musibah-
musibah). Seolah-olah uang dan kurma kering itu sebagai hadiah atas syukur [yang dipanjatkan]
dalam musibah-musibah. Yang ketiga, diperlihatkan kepada saya beberapa lembar kertas, yang
berisi tulisan berkenaan dengan putra-putra [saya]. Namun saat itu saya tidak ingat.‖ (Malfuzaat,
jId.IV, hlm. 285)

(285-287)

TIGA LANDASAN ARGUMEN

―Jika kesehatan membaik, saya akan menyelesaikan buku Nuzul-Masih, lalu akan menulis
sebuah buku dalam bahasa Farsi yang di dalamnya akan diterangkan tentang tiga landasan
takwa.
Argumentasi (dalil) yang dipaparkan oleh setiap nabi, yaitu (1) nash-nash, (2) mukjizat-
mukjizat, (3) akal/logika. Sulitnya adalah adat kebiasaan (tradisi) juga merupakan karat. Jika
sudah melekat di kalbu, maka walau pun ada seribu dalil sekali pun tetap tidak berpengaruh.
Misalnya, kemuliaan sungai Gangga yang tertanam di dalam kalbu seorang penganut Hindu,
cobalah tanyakan padanya apa dalil mengenai hal itu? Maka dia tidak akan menjawab sedikit
pun. Dia akan tetap mempercayai kemuliaannya, hanya berlandaskan pada suatu adat kebiasaan
(tradisi) saja.
Demikian pula masalah akan turunnya Al-Masih juga sudah menjadi tradisi/adat-kebiasaan
bagi orang-orang ini. Yakni, mereka tetap mempercayai bahwa beliau akan turun dari langit
dengan tubuh kasar. Penyakit ini juga melekat seperti demam kronis. Namun, saya gembira,
sebab Tuhan saya berkuasa etas segala sesuatu. Dia akan menciptakan ribuan sarana untuk
membasmi penyakit ini.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 287).

Berlangsung perbincangan mengenai maraknya atheisme di Eropa. Hadhrat Masih Mau'ud


a.s. bersabda:
―Bangunan agama Kristen sudah mulai runtuh. Sudah dekat masanya ketika kecuali para
pendeta saja, selebihnya akan menjadi orang-orang yang tidak beragama‖. (Malfuzhat, jld. IV,
hlm. 287).

BEBERAPA PETUNJUK MENGENAI ‘ITIKAF

Amara Maghrib dan Isya, Hz.Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk di dalam mesjid. Beliau
bersabda kepada Dokter lbadullah Amritsari dan Khawaja Kamaluddin yang belum menjadi
hiqar saat itu:
Di dalam i'tikaf tidak mutlak bahwa manusia harus duduk di dalam saja dan tidak boleh
pergi, ke mana-mana. Di atap [mesjid] ada panas [cahaya matahari], kalian boleh duduk di sana,

62
sebab di bawah ini dingin. Dan hal-hal penting dapat dibicatarakan. Hal-hal penting hendaknya
diperhatikan. Dan biasanya pun setiap pekerjaan orang mukmin itu merupakan ibadah.‖
(Malfuzat, jld. IV. hlm 287-288).

JIHAD DILAKUKAN TIDAK UNTUK MENYEBARKAN AGAMA

Sekarang ini menggunakan pedang, berarti memenggal Islam dengan pedang. Sekarang ini
adalah masa untuk memenangkan kalbu-kalbu manusia, dan hal ini tidak dapat dilakukan dengan
pemaksaan.
Ada kritikan yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. itulah yang pertama-tama telah,
mengangkat pedang. Itu sama sekali salah. Sampai 13 tahun lamanya Rasulullah saw. dan para
sahabah tetap bersabar diri [di Mekkah]. Kemudian, walau para musuh terns saja mengejar-
ngejar, beliau saw. sangat ingin agar terjadi perdamaian dan tidak terjadi peperangan. Dan
kaum-kaum musyrik yang ingin berdamai, maka kepada mereka diberi jaminan keamanan serta
kedamaian.
Islam telah berupaya menghendaki agar menghindarkan diri dari peperangan, melalui
kerumitan yang sangat tinggi. Landasan peperangan justru dipaparkan sendiri oleh Allah Ta‘ala.
Yakni, dikarenakan orang-orang [Islam] sudah sangat teraniaya, dan kepada mereka ditimpakan
berbagai macam penderitaan, oleh sebab itu Allah Ta‘ala mengizinkan supaya mereka melawan
orang-orang itu. Sebab jika tidak demikian, seandainya yang ada ialah rasa dengki permusuhan,
maka yang harus diperintahkan adalah supaya orang-orang Islam melakukan peperangan untuk
menyebar-luaskan agama. Namun justru yang diperintahkan adalah: "Laa ikraaha fid-diin" --
tidak ada paksaan dalam agama -- Al-Baqarah, 257).
Dan ketika kekejaman serta penganiayaan yang melampaui batas dilakukan terhadap orang-
orang Islam, maka barulah diperintahkan untuk melawan.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 288).

KESEMPURNAAN DIRAIH MELALUI UPAYA-UPAYA GIGIH

Agama Islam adalah suatu agama yang sedemikian rupa, jika Allah memberikan umur dan
firasat kepada saya, maka dalam tempo beberapa hari saja orang-orang ini akan mengetahui
betapa agama ini merupakan agama yang manis dan terbaik.
Kesempurnaan-kesempurnaan diraih oleh manusia justru melalui upaya-upaya gigih. Namun
orang-orang yang memperoleh kemudahan melalui konsep darah (kematian) Al-Masih
(penebusan dosa – pent.) bagaimana mungkin mereka mau melakukan upayaupaya gigih?
Jika keberhasilan diperoleh melalui darah Al-Masih, maka supaya lulus dari ujian mengapa
mereka harus memasukkan anak-anak mereka ke sekolah, agar anak-anak itu giat dan rajin-rajin
belajar? Seharusnya adalah mereka itu sepenuhnya bertumpu pada darah Al-Masih saja, dan di
situ mereka meraih keberhasilan serta sedikit pun tidak perlu bekerja-keras. Sedangkan anak-
anak orang Islam, harus belajar dengan gigih dan kerja-keras supaya bisa lulus.
Hal yang sebenarnya adalah, "Laisa lil insaani illaa maa sa'aa (bagi manusia hanyalah apa
yang diusahakannya -- An-Najm, 40). Di dunia ini kita menyaksikan bahwa seorang insan ketika
menelaah jiwanya sendiri, maka dia akan mendapati kefasikan, kejahatan dan sebagainya.
Akhirnya setelah mencapai tahap yakin dia dapat memperbaikinya.
Namun, jika tumpuan terletak pada darah Al-Masih (penebusan dosa), maka apa perlunya

63
melakukan upaya-upaya gigih? Ajaran palsu mereka menghambat kemajuan-kemajuan hakiki.
Orang yang memiliki ajaran benar adalah yang memanjatkan doa-doa; melakukan upaya-upaya,
dengan berlari ke sana ke mari dan dengan bekerja-keras barulah dia mencapai tujuannya.
Tatkala hal ini mereka pahami, yakni bahwa semua itu (penebusan dosa) merupakan kisah
belaka, dan sekarang tidak ada lagi dampak-dampaknya yang berlaku, sedangkan di sini (di
dalam Islam - pent.) penyemaian ajaran benar melalui berkat-berkat, maka orangorang ini akan
mengerti dengan sendirinya.
Manusia yang bertani harus melakukan kerja-keras di situ. Jika ada seorang pegawai, maka
dia pun berpikir untuk bekerja-keras. Ringkasnya, setiap orang sibuk di dalam upaya-upayanya
di tempat masing-masing. Dan buah semua itu berdasarkan upaya-upaya gigih. Seluruh Al-
Quran dipenuhi oleh materi tentang upaya gigih. "Laisa lil insaani illaa maa sa'aa (tiada bagi
manusiakecuali apa yang diusahakannya -- An-Najm, 40).
Orang-orang yang menjadi rahib dengan beriman pada darah Almasih (penebusan dosa)
tanyakanlah, apa yang telah mereka peroleh? Laki-laki dan perempuan-perempuan yang beriman
pada penebusan dosa, apa kemajuan yang telah mereka capai?
Inilah hal-hal yang harus diperdengarkan berkali-kali ke telinga mereka. Itu merupakan
kisah dusta, bahwa tuhan berada di dalam rahim. Lalu bayi [tuhan] itu mungkin pernah terkena
penyakit campak pula. Di masa kanak-kanak mungkin pernah ditampar pula oleh ibunya. Dia
bermain-main dengan anak-anak lain, mungkin pernah juga dipukul oleh yang lain.
Lebih lanjut, jika ada yang mau memperhatikan, setelah besar pun ternyata [tuhan] itu
mengalami pukulan dari pihak lain. Dengan demikian ketika masih kecil pun tentu dia sering
kena pukul.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 288-290)

(290-297)

WARISAN DAN HAK CUCU

Ada orang yang melontarkan kritikan: "Di dalam Syariat Islam tidak ditentukan bagian
warisan bagi cucu. Walau cucu seseorang itu dalam keadaan yatim, apabila orang tcrsebut wafat,
maka anak-anaknya yang lain yang mendapat warisan, sedangkan sang cucu -- walau pun yatim,
dan merupakan keturunan anaknya sendiri -- tidak dapat apa-apa" Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
Sang kakek mempunyai ikhtiar untuk memberikan sebagian ketika dia berwasiat. Bahkan dia
dapat memberikan apa saja yang dia kehendaki. Dan setelah [kewafatan] seorang ayah maka
anak-anaknya yang memperoleh warisan, supaya tarbiyat tetap terpelihara. Jika tidak
ditetapkan demikian, maka tarbiyat sama sekali tidak akan bertahan, sebab akan menjadi mutlak
pula bahwa anak sang cucu pun harus menjadi waris, lalu anak-keturunan dari anak sang cucu
itu pun harus mendapat warisan.
Dalam bentuk demikian bukan dosa sang kakek. Ini adalah ketentuan Allah, dan biasanya
tidak ada masalah di situ. Jika tidak dengan pola demikian, kita semua adalah anak-cucu Adam.
Demikian juga sekian banyak raja yang ada juga merupakan anak-cucu Adam. Lalu, dengan
demikian apakah kita harus mengajukan gugatan warisan kepada semua raja?
Dikarenakan timbul kelemahan setelah sampai pada tahap cucu yang berasal dari anak, dan
akhirnya sampai pada suatu batas tertentu hanya tinggal nama saja lagi, Allah Ta‘ala mengetahui
bahwa kelemahan seperti itu timbul dalam silsilah keturunan dan pertalian. Oleh sebab itu Dia

64
telah menetapkan ketentuan demikian.
Ya, memang untuk perlakuan dan sikap kasih [terhadap cucu yang yatim] seperti itu Allah
Ta‘ala juga telah menetapkan sebuah ketentuan lagi, seperti yang tertera di dalam Quran Syarif:
            
“dan apabila waktu pembagian harta itu hadir sanak kerabat, anak-anak yatim dan orang-
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang pantas" - An -Nisaa, 9).
Jadi, cucu yang ayahnya telah wafat itu, karena dia yatim, justru lebih berhak untuk
mendapatkan sikap kasih seperti itu. Dan dalam hal yatim, juga termasuk orang-orang lain [yang
bagiannya tidak ditentukan]. Allah Ta‘ala tidak ingin menyia-nyiakan hak siapa pun. Namun
sesuai semakin bertambahnya kelemahan dalam jalinan kekerabatan, hak tersebut pun semakin
berkurang.‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 297-298 ).

MIMPI JALAN YANG MENGERIKAN

Pada tanggal 23 Desember 1906, sebelum shalat Subuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menceritakan mimpi beliau:
―Saya berada di suatu tempat, dan ingin kembali ke Qadian. Bersama saya ada satu dua orang.
Seseorang mengatakan, ―Jalan tertutup, sebuah lautan mengalir‖. Saya lihat, ternyata benar-benar
bukan sebuah sungai, melainkan sebuah lautan besar dan bergerak kesana-kemari, seperti halnya
ular yang berjalan. Kami kembali, sebab belum ada jalan, dan jalan itu sangat menakutkan.‖
(Malfuzaat, jld. IV, hlm. 298)

PERBINCANGAN TENTANG PENGIRIMAN


BUKU-BUKU BERBAHASA ARAB KE NEGERI CITA

Pada tanggal 23 Desember 1902, sebelum Zuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Orang-orang Islam di Cina, apakah mereka bisa berbahasa Arab atau tidak?‖ Dan berlangsung
perbincangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan Abu Sa'id Arab Sahib tentang pengiriman
buku-buku dalam bahasa Arab ke Cina. Kemudian mengenai penyebaran buku-buku, Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Betapa hebatnya pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh para sahabah. Allah Ta‘ala
berfirman bahwa, "Kami telah membeli jiwa orang-orang mukmin." Dan sekarang ini Allah
Ta‘ala telah menghapuskan banyak sekali kesulitan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 298)

(298-301)

MAHDI YANG DIJANJIKAN & PEPERANGAN

―Rasulullah saw. saja sampai 13 tahun lamanya tidak mengangkat pedang, lalu bagaimana
mungkin Mahdi begitu datang memperoleh hak untuk langsung mengangkat pedang, tatkala

65
orang-orang tidak tahu-menahu lagi dengan agarna selama 1300 tahun? Dan apa manfaat yang
akan dia peroleh melalui cara itu?
Seandainya Imam Mahdi memang datang untuk berperang, maka sesuai dengan sunnah-Nya
yang berlaku sejak semula, tentu Allah Ta‘ala menyiagakan umat Islam terlebih dahulu untuk
menghadapi ujian perang, dan membuat mental mereka condong ke arah perang, serta tersedia
sarana-sarana yang membuat umat Islam terlatih untuk perang.
Namun dari kondisi umat Islam saat ini diketahui bahwa tidak ada kecenderungan umat ini
terhadap perang. Seberapa banyak pada masa sekarang ini yang telah melakukan peperangan
dengan bangsa-bangsa Eropa dengan mengatas-namakan Mahdi, semuanya itu telah mengalami
kekalahan. Dari semua hal itu diketahui bahwa iradah (kehendak) Ilahi sama-sekali tidak
menghendaki peperangan.
Yakinilah, tidak ada yang dapat melawan mereka dengan pedang-pedang lahiriah. Di dalam
hadits Muslim sendiri tertera bahwa di zaman ini akhirnya perlawanan akan dilakukan melalui
doa-doa. Mereka tidak akan dapat menghadapinya serta tidak akan dapat melawannya. Dan
doa-doa inilah yang akan menimbulkan perubahan-perubahan ruhani di kalangan para
penentang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 301).

ARTI TELINGA PANJANG YANG DIMILIKI YA’JUJ DAN MA’JUJ

Berlangsung perbincangan mengenai Ya'juj dan Ma'juj. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Arti telinga panjang yang dimiliki Ya'juj dan Ma'juj adalah sangat terlatih dalam hal
memata-matai. Misalnya, pada masa sekarang ini terdapat sistim telegram serta surat-kabar dan
sebagainya termasuk dalam [kategori] itu.
Melalui tanda-tanda yang berlaku saat ini, seorang yang berakal dapat mengetahui bahwa,
jika memang Allah Ta‘ala itu bermaksud mengadakan peperangan, seharusnya umat Islam
memiliki sarana-sarana untuk berlatih perang. Dan supaya timbul, kekuatan serta berkat di dalam
diri mereka. Namur Islam justru semakin merosot dari hari ke hari, dan kondisi mereka
sedemikian rupa, yakni jika mereka membutuhkan peralatan perang, maka mereka meminta
kepada kerajaan-kerajaan (pemerintah) Eropa, sedangkan mereka tidak mampu menyediakan
sendiri.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 301-302).

DOA UNTUK KEBAIKAN DI DUNIA DAN AKHIRAT

Pada tanggal 24 Desember 1902, sebelum shalat Isya, para sahabah seperti biasanya
berkumpul di sekitar Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Sayyid Abu Sa'id Arab menanyakan kepada
beliau a.s. arti dan makna doa: "Rabbanaa awinaa fid-dunyaa hasanatan- wa fil aakhirati
hasanatan- wa qinaa 'adzaaban- naar -- (ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka - Al-Baqarah, 202). Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Manusia membutuhkan dua hal untuk kebahagiaan jiwanya. Pertama, kehidupan singkat di
dunia, serta segala bentuk musibah dan kesulitan, penderitaan-penderitaan dan sebagainya yang
menghadang, agar dia selamat dari itu semua. Kedua, kefasikan dan kejahatan serta penyakit-
penyakit ruhani yang membuatnya jauh dari Tuhan, agar dia terhindar dari itu semua.
Jadi, hasanah (kebaikan) di dunia artinya adalah, secara jasmani dan secara ruhani terhindar

66
dari segala macam bala dan kehidupan kotor serta kehinaan. "Khuliqal insaani dha'iifaa
(manusia dijadikan dalam keadaan lemah -- An-Nisa, 29). Jika terjadi keperihan di kuku saja,
maka hidup menjadi gelisah.
Sedikit saja sakit di bawah lidah saya maka rasanya perih sekali. Begitu jugalah apabila
kehidupan manusia menjadi rusak. Misalnya, kelompok perempuan pelacur, betapa kehidupan
mereka itu dipenuhi kegelapan, dan mereka seperti binatang saja. Yakni mereka tidak tahu-
menahu tentang Tuhan dan akhirat.
Jadi, yang dimaksud dengan hasanah (kebaikan) di dunia adalah, Allah memeliharanya dari
segala segi, baik itu dari segi dunia mau pun dari segi akhirat. Dan bagian akhirat yang terdapat
di dalam "Fil aakhirati hasanah (kebaikan di akhirat)" itu juga merupakan buah dari kebaikan di
dunia. Jika manusia memperoleh hasanah (kebaikan) di dunia maka itu merupakan pertanda
kebaikan untuk di akhirat.
Yang dikatakan orang-orang ini salah, yakni, "Untuk apa meminta kebaikan di dunia,
mintakan saja kebaikan untuk di akhirat." Kesehatan jasmani dan sebagainya adalah hal-hal yang
darinya manusia memperoleh ketenteraman, dan melalui itu dia dapat inelakukan apa saja untuk
akhirat. Karena itulah dunia ini disebut sebagai lahan sawah ladang bagi akhirat, yakni pada
hakikatnya seseorang yang dianugerahkan oleh Allah di dunia ini kesehatan, kehormatan, anak-
keturunan -- dan melalui itu timbul banyak amal salih yang sangat bagus -- maka sangat besar
harapan bahwa akhiratnya pun akan baik.
"Kulluy-ya'malu 'alaa syaakilatihii (setiap orang berbuat menurut keadaannya - Bani Israil,
85). Hal yang sangat indah adalah, manusia tunduk ke arah kebaikan dan kesucian. Di dunia ini
terdapat berbagai macam fitrat. Suatu batas yang dicapai oleh seorang yang berusaha gigih, tidak
semua manusia dapat mencapainya. Kadang-kadang tengkorak kepala itu begitu kerasnya
sehingga manusia yang seperti itu tidak bisa mengerti sedikit pun.
Seorang yang baik, masuk ke dalam perkumpulan orang bejad, dia tidak akan merasakan
suatu kenikmatan sedikit pun. Demikian pula seorang yang bejad, tidak akan mendapatkan
kelezatan dalam perkumpulan orang baik -- seakan-akan seperti samudra yang dibatasi oleh
sebuah penghalang, sehingga orang yang berada di sebelah sini tidak dapat pergi ke seberang,
dan orang yang di seberang tidak dapat datang ke sini.
Ada satu pihak yang adalah Jemaat saya, yang sudah percaya dan siap sedia setiap saat serta
mengerti sepenuhnya; dan ada satu pihak lagi, selama mereka belum menyebut saya Dajjal,
kafir dan sebagainya, mereka tidak bisa bersabar. Apakah mereka tidak punya mata, atau tidak
punya telinga, atau tidak punya otak? Semuanya ada, akan tetapi "Kulluy-ya'malu 'alas
syaakilatihii (setiap orang berbuat menurut keadaannya -- Bani Israil, 85). (Malfuzat, jld. IV,
hlm. 302-303).

(303-306)

NIAT SUATU PERJALANAN HENDAKNYA UNTUK AGAMA

Pada tariggal 26 Desember 1902, setelah Ashar, ada seseorang yang melalui Khawaja
Kamaluddin mengajukan pertanyaan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.., yakni: "Saya punya
keinginan yang besar untuk mengunjungi Islam Delhi. Jika diizinkan, maka saya akan pergi.
Saya sudah menahan hati saya, tetapi tetap saja pikiran mendesak untuk pergi." Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. menanggapi:
―Pergilah, tidak mengapa. Di dalam sebuah buku tertulis, suatu kali terpikir oleh Junaid

67
Baghdadi untuk melakukan suatu perjalanan. Kemudian beliau berpikir, untuk apa beliau pergi?
Namun tidak dapat dimengerti, dengan maksud dan niat apa perjalanan itu dilakukan? Oleh
karena itu beliau membatalkan keinginannya itu. Sampai pada kondisi bahwa pikiran untuk
melakukan perjalanan itu terus saja muncul, dan beliau tidak dapat lagi mengalahkannya, maka
barulah beliau menganggapnya sebagai suatu gerakan dari Allah dan beliau pun berangkat.
Di perjalanan, beliau menemukan seseorang yang tidak beraaya di bawah sebuah pohon.
Begitu melihat beliau orang itu langsung berkata: "Hai Junaid, lama sekali saya menunggu-
nunggu engkau. Mengapa engkau datang terlambat?" Beliau pun mengatakan, "Sebenarnya,
tarikan engkau inilah yang berkali-kali memaksa saya untuk datang.‖ Jadi, begitulah bahwa
di dalam setiap perkara terdapat suatu daya tarik yang telah ditetapkan dalam takdir. Jika hal itu
tidak terpenuhi, maka tidak akan tenteram.
Jika anda melakukan perjalanan maka lakukanlah dengan niat untuk agama. Suatu
perjalanan yang dilakukan dengan niat dunia, adalah dosa, dan manusia baru bisa menjadi benar
apabila di dalam setiap persoalan dia merujuknya untuk agama. Pergilah ke setiap pertemuan
dengan niat supaya ada saja aspek agama yang dapat diraih di situ.
Di dalam hadits tertera ada seseorang yang membangun rumah. Dia memohon kepada
Rasulullah saw. agar berkunjung ke situ, supaya memperoleh berkat dari kedatangan beliau.
Ketika Rasulullah saw. pergi ke sana, beliau melihat sebuah jendela kecil. Ketika ditanya, orang
itu mengatakan, ―Supaya angin sejuk bisa masuk ke dalam‖. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jika engkau berniat supaya bisa terdengar suara azan, maka angin sejuk pun bisa masuk, dan
pahala juga akan engkau dapat." (Malfuzat, jld. IV, hlm. 306-307).

SHALAT ISTIKHARAH SEBELUM MELAKUKAN PERJALANAN

Masih mengenai orang yang bertanya dan minta izin pergi ke Delhi, Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
―Lakukanlah istikharah oleh anda. Istikharah dilakukan oleh orang-orang Islam, bukannya
memegang (melakukan) takhayul. Dikarenakan orang-orang Hindu terjerat dalam syirik dan
sebagainya lalu mereka mengambil langkah sesuai syagun (melihat pertanda baik secara
takhayul untuk mencari waktu yang tepat - pent.), oleh sebab itu warga Islam melarang hal-hal
tersebut dan menetapkan penggunaan istikharah.
Caranya adalah, dengan mengerjakan dua raka'at [shalat] nafal. Di raka'at pertama bacalah
"Qul yaa-ayyuhal kaafiruun... " (Al-Kaafirun,2)., pada raka'at kedua bacalah "Qul huwallaahu
Ahad..." (Al-Ikhlash, 2). Lalu bacalah doa ini di dalam tahyat:
"Ya Allah, saya memohon kebaikan melalui pengetahuan Engkau, dan saya memohon
kekuatan dari qudrat (kekuasaan) Engkau. sebab hanya bagi Engkau-lah segala qudrat
(kekuasaan), sedangkan saya tidak kuasa. Hanya bagi Engkau-lah segala pengetahuan,
sedangkan saya tidak tahu sedikit pun. Hanya Engkau-lah yang mengetahui hal-hal
terselubung. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa hal ini baik bagi saya dari segi ruhani
mau pun dunia, maka tetapkanlah hal ini bagi saya dan mudahkanlah serta berikanlah berkat
di dalamnya. Dan seandainya Engkau mengetahui bahwa hal ini buruk bagi ruhani dan
keduniaan saya maka hindarilah saya darinya."
Seandainya hal itu baik baginya, maka Allah Ta‘ala akan membukakan hatinya. Jika tidak
baik, maka ada perasaan berat di dalam hati.
Hati ini juga suatu benda yang menakjubkan. Tidak seperti halnya tangan, manusia dapat
mengendalikan tangan. Kapan saja dia mau, dia dapat menggerakkan tangan itu. Sedangkan hati

68
tidak berada di dalam kendalinya seperti itu. Allah Ta‘ala-lah yang memiliki kendali atas hati.
Pada satu masa hati itu menghendaki satu hal, kemudian, tidak lama sesudah itu dia tidak
menghendakinya lagi. Angin [yang bertiup menimbulkan kemauan hati] itu digerakkan oleh
Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 307-308).

DUNIA ADALAH DAARUL HIJAB

―Allah telah menjadikan dunia ini sebagai daarul hijaab (rumah/tempat yang bertabir), yakni
beberapa hal Dia tutupi dan beberapa lainnya Dia tampakkan. Dia Pengutus nabi dan rasul-
Nya, tetapi Wajah-Nya sendiri Dia sembunyikan. Dia telah menurunkan Kitab-kitab dan syariat-
syariat, akan tetapi tidak seorang pun yang melihat bagaimana Kitab-kitab itu turun. Allah Ta‘ala
telah memberikan kabar-kabar gaib melalui para nabi, sebagian telah terbukti sempurna,
sebagian lagi masih belum terpenuhi.
Orang-orang yang penglihatannya hanya sebatas lapisan dunia saja, dengan menyaksikan
hal-hal demikian maka mereka melontarkan kritikan, dan mereka mengatakan, "Ada hal-hal
tertentu yang belum terpenuhi." Namun mereka tidak tahu menahu tentang sunnah Allah Ta‘ala
ini. Mengapa Allah Ta‘ala berbuat demikian? Adalah supaya timbul perbedaan antara orang-
orang beriman dan orang-orang yang terburu nafsu.
Saya percaya bahwa Allah Ta‘ala berkuasa untuk memperlihatkan di dunia ini juga apa-apa
yang akan Dia lakukan saat kiamat, sebab Dia itu "'Alaa kulli syai-in qadiir – (Dia berkuasa atas
segala sesuatu -- Al-Ahqaf, 34). Namun jika demikian maka iman itu tidak lagi berupa iman
dan tidak pula buah-buahnya akan muncul, adalah penting sebab, Allah Ta‘ala berfirman,
"Minhum syaqiyyuw wa sa'iid (di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia – Hud,
106).
Dari inilah timbul dua golongan. Orang-orang sa'iid (yang bahagia), tidak terburu nafsu,
melainkan mereka beriman (percaya) dengan menerapkan prasangka baik dan berlaku sabar.
Sedangkan orang-orang syaqiy (yang celaka), mereka itu berlaku terburu nafsu lalu melontarkan
kritikan-kritikan. Orang-orang yang tidak meninggalkan minhaajun nubuwwat (tata-cara para
nabi), mereka tidak akan tergelincir serta tidak akan melontarkan kritikan demikian.
Saya mengatakan ini dengan pendakwaan, bahwa tidak ada suatu kritikan yang dapat
mengena pada saya yang tidak mengena sebelumnya. Siapa saja yang keberatan (protes)
terhadap saya, berarti dia lakukan itu dengan keluar dari diin (agama).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.
309).

HAKIKAT DOSA & PERMASALAHANNYA

Pada tanggal 26 Desember 1902, terjadi perbincangan antara Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
dengan seorang pandit (pendeta) Hindu dari kota Lahore. Pembicaraan berkisar pada masalah
dosa.
Dosa: adalah penyakit ruhani sebenamya, seperti halnya seseorang yang pergi kepada tabib
(dokter), dia tidak akan dapat diobati sebelum diperiksa apa penyakitnya yang sebenarnya.
Apabila penyakit yang sebenarnya telah diketahui, barulah dia diobati. Akan tetapi selama
penyakit tersebut belum diperiksa sepenuhnya maka pengobatannya pun tidak dapat dilakukan

69
dengan baik.
Persis seperti inilah keadaan dosa, sebab dosa merupakan suatu penyakit ruhani. Selama
hakikatnya belum diketahui, selama itu pula manusia tidak dapat menghindarkan diri dari dosa.
Mengenainya dapat timbul pertanyaan: Mengapa manusia tunduk kepada dosa dan mengapa
timbul pemikiran [untuk melakukan] dosa? Jawabannya adalah sebagai berikut. Secara umum
tampak bahwa manusia melakukan dosa selama dia tidak (belum) mengenal Tuhan. Apakah
seseorang yang melakukan pencurian, melakukannya pada waktu pemilik rumah sedang
terbangun dan lampu masih hidup? Ataukah dia melakukannya ketika pemilik rumah sudah
tertidur dan sudah gelap sedemikian rupa, sehingga tidak kelihatan sedikit pun?
Jelaslah bahwa dia melakukan pencurian ketika dia yakin bahwa pemilik rumah sedang
tidak tahu-menahu dan tidak ada cahaya lampu. Seperti itulah seseorang yang melakukan dosa.
Dia melakukannya ketika dia tidak tahu-menahu tentang Tuhan dan sedikit pun tidak yakin
terhadap-Nya. Dan tidak pula hal itu dia lakukan ketika dia yakin bahwa Tuhan itu ada; Tuhan
menyaksikan amal perbuatannya dan dapat menjatuhkan hukuman kepadanya. Dan tidak pula dia
lakukan [dosa] itu, apabila dia mengetahui bahwa jika dia melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan Tuhan maka Tuhan akan menghukumnya. Apabila pengetahuan dan keyakinan tentang
Tuhan itu ada, maka barulah tidak akan timbul kecondongan serta perhatian ke arah dosa.
Apabila manusia meyakini bahwa dirinya senantiasa berada di bawah [pengawasan] Tuhan.
dan Tuhan dapat menjatuhkan hukuman terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang dia lakukan,
serta Tuhan menyaksikan amal perbuatannya, maka dia tidak akan berani. Seperti halnya seekor
domba yang diikat di hadapan srigala, jangankan untuk pergi [mencari makanan] ke ladang
tertentu, berapa banyak pun diletakkan rerumputan di hadapannya untuk dimakan, maka domba
itu tidak akan dapat melepaskan pandangan matanya dari srigala tersebut, sebab suatu rasa khauf
(takut) menguasai jiwa domba itu.
Nah, tatkala binatang buas saja dapat memberikan pengaruh (dampak) sedemikian rupa,
sampai-sampai sang domba mengabaikan makanannya, maka manusia yang di hadapan Allah
Ta‘ala yakin bahwa Dia menyaksikan dan menjatuhkan hukuman terhadap dosa, bagaimana
mungkin manusia tersebut dapat mengarahkan perhatian kepada dosa setelah yakin seperti itu?
Justru orang itu yakin bahwa [hukuman] Allah Taala akan jatuh menimpanya seperti halilintar
dan akan menghancurkannya.
Jadi, rasa takut yang timbul -- karena mengakui Allah Ta‘ala sebagai Dzat Yang Maha
Agung, Maha Unggul dan Maha Kuasa -- itu akan menyelamatkan manusia dari dosa, .............
akan keimanan (kepercayaan) maka ini pun hendaknya diingat, bahwa dosa terdiri dari dua
jenis. Yang pertama, disebut dosa besar, misalnya mencuri, berzina, merampok dan sebagainya,
dinamakan dosa besar. Yang kedua, dosa kecil, yang terjadi pada diri insan dalam kapasitasnya
sebagai manusia. Walau pun manusia berusaha keras menghindarkan diri dan berhati-hati,
namun berdasarkan kondisinya sebagai manusia, beberapa perkara (kelemahan) yang tidak
terkena hukuman terjadi pada dirinya, dan itu merupakan jenis dosa yang kedua.
Seperti itu pula terdapat dua sarana untuk menjauhkan dosa. Sarana pertama adalah, banyak
sekali dosa yang dapat dijauhkan karena takut kepada Allah Ta‘ala, yakni dominasi
(berkuasanya) rasa takut akan Allah pun merupakan suatu hal yang menjauhkan dosa dan
menghindarkan [manusia] dari. Sarana ini sama seperti rasa takut terhadap polisi yang
menghindarkan manusia dari perbuatan melanggar hukum.
Sarana kedua untuk menghindarkan dosa adalah, setelah mengenal (menyadari) rahmat
Allah Ta‘ala maka kecintaan terhadap-Nya akan meningkat, dan kemudian akibat kecintaan
tersebut dosa pun menjadi jauh. Dosa dapat dijauhi melalui kedua sarana itu.

70
Ada satu golongan lain lagi di antara manusia, yang menghendaki agar mereka tidak
melakukan dosa namun mereka terjerumus dalam kelalaian serta kelupaan sedemikian rupa,
sehingga dosa pun terjadi juga. Akan tetapi telah tertanam di dalam fitrat dan jiwa manusia,
bahwa rasa takut yang mendalam akan menyelamatkannya.
Seperti yang telah saya katakan, jika domba diikat di depan singa, maka domba itu tidak bisa
(tidak berani) makan rumput. Atau, seseorang tidak sanggup berdiri dengan angkuh di hadapan
penguasa, melainkan dia akan tampil dengan penuh kerendahan diri, dengan hati-hati dan tidak
ribut. Sikap hati-hati dan takut ini merupakan dampak daripada wibawa sang penguasa dan
kekuasaan.
Namun dampak ini juga dapat timbul dari kecintaan. Apabila seseorang pergi kepada orang
yang telah berbuat baik padanya, dia akan mengenang kebaikan orang itu lalu dengan sendirinya
hatinya akan menjadi luluh dan hati-hati, serta di matanya akan timbul suatu rasa malu.
Kecintaan terhadap orang yang telah berbuat baik itu akan semakin meningkat. Misalnya,
jika ada seseorang yang membayarkan utang orang lain, maka betapa orang [yang berhutang] itu
akan mencintai orang tersebut, dan gejolak kecintaan itu mendorongnya untuk tidak ingin
melawan serta menentang kehendak orang tersebut. Jadi, sikap menurut dan taat ini timbul dari
kecintaan pribadi.
Seperti itu pulalah, apabila manusia mengetahui ihsan (kebaikan-kebaikan) Allah Ta‘ala
yang Dia berlakukan terhadap dirinya, maka akibat kecintaan pribadinya itu manusia tersebut
terhindar dari dosa, dan tidak ada dorongan lain yang dapat mengarahkannya kepada [dosa] itu.
Tamsilnya adalah sama seperti seorang raja yang memerintahkan kepada seorang ibu: "Jika
engkau menyakiti bayi engkau ini dan tidak menyusuinya -- sampai-sampai jika bayi ini mati
sekali pun -- engkau tidak akan dihukum, bahkan kami akan memberikan hadiah." Maka sang
ibu itu sama-sekali tidak akan melakukannya, sebabnya adalah di dalam fitrat sang ibu terdapat
suatu gejolak kecintaan terhadap bayi tersebut, dan itu merupakan gejolak kecintaan pribadi.
Jadi, apabila manusia mulai menjalin kecintaan semacam itu dengan Allah Ta‘ala, maka
kebaikan-kebaikan yang timbul dari orang itu serta terhindarnya dia dari dosa-dosa, itu bukanlah
karena dia mengejar sesuatu atau karena rasa takut, melainkan itu merupakan dorongan (gejolak)
kecintaan pribadi tersebut.
Tanda kecintaan pribadi adalah, jika orang yang memiliki kecintaan pribadi ini sekali pun
mengetahui bahwa akibat amal perbuatannya itu bukannya dia akan memperoleh surga
melainkan neraka; atau dia tahu bahwa tidak akan ada suatu hasil apa pun, dan surga serta
neraka itu tidak ada artinya -- yakni yang karena takut [neraka] dan karena ingin mendapatkan
surga itulah dia mengamalkan perintah-perintah -- maka tetap saja tidak ada perubahan di
dalam kecintaannya, sebab [kecintaan] ini menghapuskan sisi-sisi takut dan optimis lalu
menimbulkan suatu corak fitrat.
Ciri khas kecintaan pribadi adalah, tatkala dia tumbuh kembang di dalam diri manusia, maka
dia menimbulkan suatu api yang akan menghanguskan segenap kekotoran yang ada di dalam
lalu membersihkannya. Inilah api yang membakari kotoran-kotoran yang tidak sanggup
dihanguskan oleh rasa takut dan optimis. Jadi, ini adalah derajat kesempurnaan bagi manusia,
dan penting baginya untuk mencapai derajat tersebut.‖
Dalam pembicaraan tersebut, pandit (pendeta Hindu) itu mengatakan kepada Hadhrat
Masih Mau'ud a.s.: "Saya tidak mengingkari Tuhan, dan tidak pula saya mengingkari keberadaan
hamba-NYa.‖ Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Masalahnya adalah, ada dua macam keimanan terhadap Allah Ta‘ala. Pertama adalah
keimanan yang hanya sebatas lidah saja, dan darnpaknya tidak mengena pada amal perbuatan.

71
Jenis kedua iman terhadap Allah ialah, bukti-bukti pengamalan turut menyertainya.
Jadi, selama jenis iman yang kedua ini belum timbul, maka tidak dapat dikatakan bahwa
seseorang telah percaya (mengimani) Tuhan. Saya tidak mengerti, mengapa seseorang percaya
(iman) kepada Allah juga, tetapi tetap saja dia melakukan dosa? Sebagian besar [penduduk]
dunia merupakan orang-orang yang memiliki jenis iman pertama. Saya tahu, mereka
mengikrarkan bahwa mereka percaya kepada Tuhan, namun saya menyaksikan bahwa beriringan
dengan ikrar itu juga mereka tenggelam di dalam kotoran-kotoran dunia serta bergelimang
dengan lumpur-lumpur dosa. Lalu mengapa ciri khas keimanan terhadap Allah itu tetap tidak
tampil walau pun mereka mengakui bahwa Tuhan itu ada dan nyata?
Lihat, seorang manusia yang menyaksikan seorang [warga Hindu] berkasta rendah, maka dia
tidak mau menyentuh barang orang itu. Lalu mengapa manusia sanggup dan berani melawan
Tuhan serta menentang perintah-perintah-Nya, padahal manusia itu menyatakan bahwa dia
mengakui-Nya? Saya percaya akan hal ini, bahwa di dunia kebanyakan orang mengikrarkan
melalui lidah mereka, bahwa mereka mempercayai Tuhan -- ada yang menyebut-Nya
Parmesywar, ada yang menyebut-Nya God, ada yang menyebut-Nya dengan nama lain --
namun tatkala keimanan serta ikrar mereka itu diuji dari segi amalan (penerapan) serta diteliti,
maka akan terpaksa dikatakan bahwa itu [semua] hanyalah pengakuan belaka, yang tidak diiringi
dengan bukti-bukti terapan (amalan).
Di dalam fitrat manusia terdapat hal ini, yakni sesuatu yang dia yakini, dia ingin
menghindarkan kerugian yang dapat timbul darinya, serta ingin mengambil manfaat darinya.
Lihatlah, sankhiya adalah racun, dan apabila manusia mengetahui bahwa satu takaran kecil pun
cukup untuk membuatnya mati, maka sekali-kali dia tidak akan berani memakannya. Sebabnya
adalah, dia tahu bahwa memakannya berarti mati. Lalu mengapa manusia mempercayai Allah
Ta‘ala tetapi tidak melahirkan dampak-dampak [yang sewajamya timbul dari] keimanan terhadap
Allah?
Seandainya pun di dalam dirinya terdapat keimanan (kepercayaan) terhadap Allah sebesar
kepercayaannya terhadap racun sankhiya, maka seharusnya dorongan-dorongan dan gejolak-
gejolak [nafsu]nya mengalami kematian, namun ternyata tidak. Maka terpaksa dikatakan bahwa
pernyataan imannya itu semua hanyalah ucapan lidah saja, kepada keimanan itu tidak dikenakan
corak yakin. Dia membohongi dirinya sendiri. Dan tertipulah orang yang mengatakan bahwa
[dalam kondisi demikian] dia mempercayai Tuhan.
Jadi, kewajiban pertama manusia adalah: membenahi keimanannya terhadap Allah, yakni
membuktikannya di dalam amal perbuatannya, bahwa tidak ada satu pun tingkah lakunya yang
bertentangan dengan kemuliaan serta perintah-perintah Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld.IV,
hlm.308-313).

(313-316)

MIMPI HUJAN

―Malam hari saya melihat hujan dalam mimpi. Serta merta mulai hujan dan butir-butir air
berjatuhan, namun dengan sangat tenang dan tenteram.‖ ( Malfuzat, j1d. IV hlm. 316).

(316-317)

DOSA DAN TOBAT

72
Pada tanggal 10 April 1903, setelah shalat Jum'ah beberapa orang telah baiat, dan Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. memberikan nasihat sbb.:
―Bai'at yang kalian lakukan pada waktu ini merupakan baiat taubah. Allah Ta‘ala berjanji
barangsiapa bertaubat maka dosanya akan Dia ampuni. Arti dosa adalah, manusia dengan
sengaja tidak mentaati Allah Ta‘ala, menentang perintah-perintah yang telah diturunkan oleh
Allah Ta‘ala, serta melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh-Nya. Dosa adalah sesuatu yang
mengakibatkan di dunia ini juga seseorang memperoleh keburukan dan juga di akhirat.
Tatkala manuisa bertaubat maka Allah Ta‘ala akan mengampuni dosa-dosanya, dan Dia
menganggap orang yang bertaubat itu sebagai orang yang tak berdosa. Namun syaratnya adalah
orang yang bertaubat itu harus teguh dalam pertaubatannya. Banyak sekali orang yang
melakukan taubat lalu melupakannya. Misalnya, orang-orang menunaikan ibadah haji, dan
beberapa hari setelah pulang mereka kembali terjerat dalam keburukan-keburukan semula, maka
apalah arti ibadah haji mereka itu?
Allah Ta‘ala selamanya tidak suka terhadap dosa-dosa, karena itu hendaknya selalulah
menghindarkan diri dari dosa. Seseorang yang berkemampuan meninggalkan dosa lalu dia tidak
meninggalkan dosa itu maka Allah Ta‘ala pasti akan merenggut orang seperti itu. Jika kalian
menginginkan supaya kalian dapat memakan buah pohon taubat ini dan kalian terhindar dari
wabah-wabah maka hendaknya kalian melakukan taubat sejati.
Allah Ta‘ala tidak mengubah sunnah-Nya, sebagaimana tertera di dalam Al-Quran Syarif
falantajida lisunnaatullaahi tabdiiila (kalian tidak akan pernah mendapatkan perubahan dalam
sunnah Allah -- Al-Fathir, 44). Manusia yang melakukan kebaikan sekecil apa pun tidak akan
Dia sia-siakan, demikian pula manusia yang melakukan keburukan sekecil apa pun Allah Ta‘ala
akan mempersoalkannya. Jadi, jika demikian keadaannya hendaknya benar-benar
menghindaarkan diri dari dosa.
Sebagian orang melakukan dosa lalu tidak mempedulikannya, seolah-olah dosa itu mereka
anggap seperti sirup dan mengatakan bahwa tidak ada kerugian yang dapat ditimbulkannya.
Namun ingatlah, sebagaimana Allah Ta‘ala itu Maha Pengampun dan Maha Pengasih, demikian
pula Dia Maha Mandiri. Jika Dia murka maka Dia tidak mempedulikan siapa pun. Dia
berfirman, ―Wa laa yakhaafu ‘uqbaaha – (dan Dia tidak takut akibat pembinasaan yang
dilakukan-Nya – Asy-Syams, 16). Yakni anak keturunan seseorang pun tidak Dia pedulikan.
Misalnya jika seseorang dibinasakan maka bagaimana nasib anak-anak yatimnya.
Lihatlah zaman sekarang, inilah kondisi yang sedang berlaku. Akhirnya anak-anak seperti
itu jatuh ke tangan para pendeta. Oleh karena itu janganlah tidak peduli apabila melakukan suatu
dosa dan berraubatlah selalu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 317-318).

PERAN NAMA DALAM MIMPI &


MIMPI MELARIKAN DIRI

Antara Maghrib dan Isya, beberapa orang menceritakan tentang mimpi-mimpi mereka.
Berkenaan dengan nama, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Di dalam mimpi, kata-kata nama adalah sangat berpengaruh. Untuk menjabarkan suatu
harkat (ta‘bir mimpi) hendaknya selalu diperhatikan makna nama. Jangan lihat silsilah (adegan
mimpi) melainkan lihatlah nama.‖
Berkenaan dengan mimpi melarikan diri dari musuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:

73
―Artinya adalah akan memperoleh kemenangan atas musuh. Sebagai contoh, para ahli ta'bir
memaparkan kisah Musa a.s. yang melarikan diri dari Firaun, sedangkan Firaun itu musuh.
Akhirnya beliau sendiri yang menang atas Firaun.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 318).

(318-320)

KELEZATAN DALAM SHALAT


TIMBUL KARENA MAKRIFAT ILAHI

Seseorang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa dia mengerjakan
shalat tetapi hatinya tidak tertuju pada shalat. Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda:
Apabila anda mengenal Allah, maka anda akan takut........... Shalat yang hakiki adalah shalat
yang di dalamnya manusia menyaksikan Allah. Kenikmatan hidup ini baru dapat dirasakan
ketika segenap kelezatan dan kenikmatan yang dapat ditemukan di dalam sarana-sarana
kebahagiaan itu semuanya dirasakan di dalam doa semata. Ingatlah, tidak ada seorang manusia
pun yang dapat mengendalikan kematian dan hidup. Tidak peduli apakah kematian itu datang
di malam hari maupun di siang hari.
Orang-orang yang menghubungkan hati mereka kepada dunia sedemikian rupa -- yakni
seolah-olah dia tidak akan pernah mati -- dia akan pergi meninggalkan dunia ini dalam keadaan
gagal. Di sana nanti dia tidak akan memperoleh khazanah yang darinya dia dapat meraih
kelezatan serta kebahagiaan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. hlm. 320).

HAKIKAT NERAKA DAN SURGA

Tatkala manusia telah terbiasa dengan suatu kelezatan, maka apabila kelezatan itu
dihentikan dia akan merasakan suatu penderitaan dan keperihan, dan inilah yang merupakan
neraka.
Jadi, ketika seseorang merasakan seluruh kelezatan di dalam bend-bend dunia, dan suatu hari
dia terpaksa melepaskan seluruh kelezatan itu, maka dia akan langsung masuk neraka. Namun
seseorang yang segenap kebahagiaan dan kelezatannya terletak pada Allah, dia tidak akan dapat
merasakan kesusahan dan penderitaan apa pun. Apila dia meninggalkan dunia ini maka dia
langsung berada di dalam surga.
Hal yang sebenarnya adalah kalbu ini berada di dalam ikhtiar (kendali) Allah. Kapan saja
Dia menghendaki, Dia dapat memasukkan hal ini ke dalamnya, dan orang itu pun jadi mengerti,
bahwa kegembiraan dan kebahagiaan sejati terletak dalam hal ini, yaitu mengenali Tuhan.
Lihat, saat ini saya sedang menjelaskan hal ini. Namun, saya tidak punya ikhtiar untuk dapat
memasukkan hal ini ke dalam kalbu-kalbu manusia. Ini merupakan pekerjaan Allah, yakni
menghidupkan dan membangunkan kalbu-kalbu, sedangkan segenap anggota tubuh lainnya --
mata, tangan, dan sebagainya - berada dalam ikhtiar (kendali) manusia. Akan tetapi kalbu tidak
berada dalam ikhtiar manusia.
Hendaknya janganlah kalian menganggap diri kalian sebagai Muslim selama kalbu belum
menjadi Muslim. Dan kalbu tidak dapat menjadi Muslim selama dia masih meraih kelezatan dari
kesenangan-kesenangan duniawi. Kalbu itu baru menjadi Muslim tatkala kalbu tersebut

74
melepaskan diri dari kondisi (kedudukan-kedudukan) duniawi, dan ketika kelezatan-kelezatan
serta kebahagiaan-kebahagiaan duniawi tampak sebagai sesuatu yang menjijikkan.
Ketika sudah begitu keadaannya, maka manusia akan menyaksikan dirinya sendiri bahwa
dia sudah tidak lagi seperti sebelumnya, melainkan telah berubah. Kemudian dia mendapatkan
suatu daya tarik di dalam kalbunya. Dia akan merasakan suatu kelezatan dalam mengingat Allah,
dan kecintaan seperti ini dia raih dalam shalat. Seperti halnya seseorang yang berjumpa dengan
sanak-keluarganya begitu gembira. Inilah akar sejati keimanan.
Namun ini tidak berada di dalam ikhtiar manusia. Saya tidak dapat memberikan contoh hal
ini, dan tidak pula saya dapat menjelaskannya dalam kata-kata., sebab kata-kata tidak dapat
mewakili hakikat yang sebenarnya. Oleh karena itu ketika kondisi ini timbul maka manusia
menyesali kehidupannya yang lampau, yakni bahwa, "Kehidupan itu telah berlalu begitu saja
dengan sia-sia. Mengapa kondisi ini tidak timbul sebelumnya pad diriku?" (Malfuzat, jld.4,
h.320-321).

Apa Yang Dimaksud Dengan Shalat

Apa yang dimaksud dengan shalat? Shalat sebenarnya adalah memanjatkan doa kepada
Tuhan Yang Maha Mulia, dan tanpa itu manusia tidak dapat hidup, serta tidak dapat meraih
sarana kesehatan dan kebahagiaan. Tatkala Allah melimpahkan karunia-Nya, maka pada saat itu
manusia akan memperoleh kenikmatan dan ketenteraman hakiki.
Sejak saat itu manusia akan mulai merasakan kelezatan dan kenikmatan dalam shalat. Seperti
halnya kenikmatan yang diperoleh ketika menyantap makanan, demikianlah kelezatan yang
dirasakan dalam merintih dan menangis, dan kondisi shalat ini pun akan timbul.
Sebelum [tinibulnya kondisi kelezatan] itu, sama halnya seperti memakan obat yang pahit
supaya sehat kembali. Demikian pulalah, tetap mengerjakan shalat dan tetap memanjatkan doa
walau tanpa diiringi kelezatan adalah sangat penting. Dalam kondisi hampa dari kelezatan itu,
kalian harus berasumsi bahwa dengan itu akan timbul kelezatan dan kenikmatan.‖ (Malfuzat,
jld.4, h.321-322).

Doa Untuk Meraih Kelezatan dan


Kenikmatan Dalam Shalat

Untuk meraih kelezatan dan kenikmatan dalam shalat, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Panjatkanlah doa ini "Ya Allah, Engkau melihatku, yakni betapa saya ini buta dan tidak
bisa melihat. Saat ini saya benar-benar dalam keadaan mati. Saya tahu, dalam waktu dekat ini
akan datang suara kepada saya, dan saya akan datang kepada Engkau. Saat itu tidak ada yang
akan dapat menghalangi saya. Namun nati saya buta dan tidak dapat mengenali. Oleh karenanya
turunkanlah suatu pancaran cahaya di dalamnya supaya timbul kecintaan dan kenikmatan
terhadap Engkau di dalamnya. Limpahkanlah karunia supaya saya tidak dibangkitkan dalam
keadaan buta, dan masuk ke dalam golongan orang-orang buta."
Apabila seseorang memanjatkan doa semacam ini, dan dia terus-menerus memanjatkannya
maka dia akan menyaksikan bahwa suatu masa akan datang dimana sesuatu dari Langit akan
menerpanya dalam shalat, yang tanpa kelezatan itu tidak akan menimbulkan kekhusyukan.‖
(Malfuzat, jld. IV, h.322).

75
TUHAN ADA DI ATAS

Ada orang yang bertanya: "Apakah Tuhan itu berada di lmgit?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
―Allah Ta‘ala merupakan Pemilik segala sesuatu. "Lahul asmaa-ul husnaa (milik-Nya
nama-nama yang terindah - Al-Hasyr, 25). Dia telah menisbatkan Dzat-Nya dengan ketinggian,
kita tidak dapat menisbatkan-Nya dengan kerendahan, "Subhaanahuu wa ta'aala – (Maha Suci
Dia dan Maha Tinggi - Al-An’aam: 101).
Ketinggian itu kita saksikan, dan dalam bentuk-bentuk kasyaf kita telah menyaksikan nur
turun dari Langit. Jajaran dan kondisi-Nya tidak dapat kita terangkan, namun memang benar
bahwa Dia hanya terkait dengan ketinggian (kemuliaan). Beberapa hal tampak dengan mata,
sedangkan beberapa lainnya tidak. Tidak dalam semua kondisi falsafah (/ilmu pengetahuan) itu
berfungsi.
Jadi, hal yang sebenarnya adalah manusia mengalami suatu masa sedemikian rupa dimana
dia merasakan bahwa ada sesuatu yang jatuh dari Langit pada kalbunya, yang membuat kalbunya
itu menjadi lembut. Pada saat itu benih kebaikan akan disemaikan di dalamnya.‖ (Malfuzat,
jld.IV, hlm. 322-323).

PERJALANAN RUHANI

Abu Sa'id Arab Sahib sangat ingin untuk melihat kesemarakan acara besar yang diadakan di
Delhi. Dikarenakan beliau meminta izin, maka Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. telah member! izin,
tetapi juga menganjurkan agar mclakukan istikharah. Ternyata setelah istikharah, _ Arab Sahib
membatalkan maksudnya pergi ke Delhi. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda kepadanya:
Bagaimana? Apakah masih ada kemauan untuk pergi Delhi atau.tidak? Arab Sahib
mengatakan: "Sekarang saya same-sekall tidak punya kemauan untuk pergi ke Delhi." Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Tinggalkanlah perjalanan-perjalanan lain, dan pusatkanlah perhatian pads perjalanan-
perjalanan ruhani. Ini merupakan tanda kebaikan anda, yakni anda telah datang dari tempat yang
sangat jauh untuk pertemuan ini, lalu anda menetap di sini dan telah bergumul dengan dorongan
nafs (jiwa) seperti ini. Tidak semua orang memiliki kekuatan untuk bergumul dengan dorongan
nafsnya (jiwanya).
Adapun yang ingin anda lihat di sana, bentuk mereka memang merupakan manusia, namun
hati mereka siapa yang tahu, apakah hati manusia atau yang lainnya? Walau demikian, orang-
orang terperangkap dalam cobaan-cobaan, namun ketakaburan belum juga lepas dari otak
mereka.
Begitulah, mengapa mereka memperolok-olokan saya, dan orang-orang Delhi menyebut
orang-orang Punjab sebagai kerbau (dalam bahasa Punjabi disebut dhaga, yang juga bermakna
bodoh –pent.). Yang ada dalam pikiran-pikiran mereka hanyalah kehidupan dunia. Namun
orang-orang yang berbicara dalam corak licik, mereka tidak memperoleh akal-pikiran yang
suci.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 324-325).

UNTUK SHALAT JUM’AT

76
SEKURANG-KURANGNYA TIGA ORANG

Pada tanggal 31 Desember 1902, setelah Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. seperti biasa
duduk-duduk bersama para sahabah. Ada seseorang yang bertanya melalui surat, bahwa dia
seorang diri sebagai Ahmadi di tempatnya. Apakah dia boleh shalat Jum'ah sendirian atau tidak
usah? Hadhrat .Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Untuk shalat Jum'ah diperlukan jemaah. Jika ada dua orang makmum dan yang ketiga
adalah imam dari kalangan Jemaat maka adakanlah shalat Jum'ah. Jika tidak, tidak usah
diadakan. Kecuali dengan warga Ahmadi, tidak dibenarkan shalat berjamaah dan shalat Jum'ah
dengan yang lainnya.‖ (Malfuzat., jld. IV, hlm. 325).

HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.


TIDAK SUKA PADA KEMASYHURAN

Ada seseorang yang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Hudhur akan
berangkat ke Jhelum. Jika diizinkan, maka dapat diedarkan selebaran, supaya orang-orang datang
untuk bertemu di setiap stasiun." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Orang-orang yang berjumpa dengan saya, kebanyakan mereka itu selalu datang dan pergi.
Sedangkan orang-orang yang tidak masuk ke dalam Jemaat, apa gunanya menimbulkan sakit
kepada karena mereka?
Hal ini bertentangan dengan keinginan saya. Jika mereka memang pantas mereka akan
datang dengan sendirinya. Berjumpa dengan mereka seperti itu, sama saja dengan membuang-
buang waktu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 325).

(325-328)

ATHEISME DI EROPA

―Mimpi-mimpi terdiri dari tiga macam. Pertama adalah nafsaani, satu lagi adalah syaitaani,
dan ketiga rahmaani. [Mimpi] nafsaani adalah seperti kucing yang mimpi melihat sekerat
daging. [Mimpi] syetaani adalah yang di dalamnya terkandung kabar takut atau mengerikan.
Mimpi rahmaani adalah pesan dari Allah Taala, dan buktinya hanyalah pengalaman, dan itu
adalah perkataan-perkataan Tuhan yang sangat jauh dari dunia ini.
Jika kita memberikan penjelasan mengenai itu dengan menggunakan dalil-dalil akal (logika),
bukannya orang lain dapat memahaminya dan tidak pula kita dapat memberikan pemahaman
kepadanya. Itu adalah tanda keberadaan Wujud Allah Ta‘ala yang Dia masukkan ke dalam kalbu
dari [alam] gaib.
Jika disaksikan bahwa suatu perkara [gaib] telah diberitahukan dan telah pula sempurna,
maka timbul keyakinan akan hal itu. Sarana perkara-perkara di alam ini tidak dapat
mengenalinya. Ini adalah perkara-perkara ruhani. Jika hal-hal itu dikenali melalui unsur-unsur
hal itu sendiri maka barulah akan dapat dipahami.
Mimpi-mimpi itu memberikan kesaksian tentang kebenarannya sendiri. Demikian jugalah

77
perkara-perkara [tentang] Tuhan sering tidak dipahami, dan kalau dipahami maka Tuhan pun
dimengerti.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 328-329).

(329-331)

TAFSIR MIMPI ORANG SALIH

Mimpi mengerjakan halat dan memakan syirini (manisan), Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan ta'birnya:
"Suatu waktu tertentu, jika Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia akan anugerahkan
kenikmatan di dalam shalat."
Mengenai mimpi membaca ayat 'Tabbat yadaa abi lahabi watab'‖ (Binasalah kedua tangan
Abu Lahab - Al-Lahab, 2), Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: "Akan meraih kemenangan
atas suatu musuh." Selanjutnya Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Ta'bir mimpi-mimpi, sesuai keadaan masing-masing [orang yang mimpi] adalah berbeda.
Suatu kali seseorang datang kepada Ibnu Sirin, dan menjelaskan bahwa dia melihat dalam mimpi
berdiri telanjang di atas tumpukan kotoran (sampah). Ibnu Sinin berkata, "Jika orang lain, orang
kafir atau dan orang fasiq yang menceritakan mimpi ii, maka saya tentu memberikan ta'bir yang
lain. Namun engkau tidak layak untuk ta'bir itu. Oleh karenanya dengarlah. Sampah dan kotoran
itu artinya dunia, yang di dalamnya engkau hidup. Sedangkan telanjang artinya sifat-sifat baik
engkau terbuka nyata di hadapan orang-orang. Sebab dengan telanjang, semua kenyataan
manusia menjadi tampak. Seperti itulah orang-orang menyaksikan kebaikan-kebaikan engkau.‖
Jadi, artinya adalah, ta'bir mimpi orang salih adalah lain, dan [ta'bir mimpi] orang bejat lain.‖
(Malfuzat, jld.IV, hlm. 331).

PROSES PENCIPTAAN MANUSIA

Berlangsung perbincangan mengenai ruh. Ada seseorang yang bertanya mengenai itu.
Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan:
Sesuatu yang akan terbentuk (lahir), potensi ruh tumbuh secara beriringan. Tahap demi
tahap perkembangan terjadi, dan ketika sudah siap maka Allah melimpahkan fadhl-Nya
(karunia-Nya), "Tsumma ansyanaahu khalqan aakhar (kemudian Kami menjadikannya satu
bentuk yang lain – Al-Mu'minun, 15).
Suatu kali saya meletakkan sebutir telur ke dalam mangkuk. Tampak putih dan kuningnya
seperti sudah mencair, dan di tengah-tengahnya terdapat sebutir gumpalan darah. Terdapat
berbagai ranting pembuluh yang menyebar ke sana ke mari, dan selain gumpalan itu tidak ada
yang bergerak.
Dari itu saya menyimpulkan, bahwa proses penciptaan makhluk ini bukanlah bagian
kepalanya terlebih dahulu yang jadi, kemudian tangan serta kaki dan sebagainya, melainkan
prosesnya berlangsung bersamaan. Semua unsur berproses sejak awal, hanya saja terjadi
perkembangan dan pertumbuhan.
Saya mintakan kepada para dal (perempuan yang membantu proses kelahiran anak –pent.)
bahwa janin-janin yang keguguran harap diperlihatkan kepada saya, maka sebagian janin saya

78
lihat semua anggota tubuhnya sudah jadi.
Proses penciptaan dari Allah ini tidaklah seperti pembangunan rumah, yakni pertama-tama
dindingnya dibangun, kemudian dibuat kamar atas, lalu dibuat lagi di atasnya, melainkan setelah
empat bulan -- ketika ruh sudah sempurna -- maka pada waktu itu terjadi apa yang disebut
"Tsumma ansya'naahu khalqan aakhar – (kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain
-- A1-Mu’minuun, 15), dan janin itu pun mulai bergerak.‖ (Malfuzat, , jld. IV, hlm. 331-332).

ENAM TAHAP BAGI SEMPURNANYA SEGALA SESUATU

―Seperti halnya di dunia ini ada tujuh hari, juga mengisyaratkan bahwa umur dunia juga
enam ribu tahun. Dan penjelasan bahwa Allah telah menjadikan dunia ini dalam enam hari dan
pada hari ketujuh beristirahat, dari itu disimpulkan bahwa segala sesuatu mencapai
kesempurnaannya setelah melewati enam tahap.
Nutfah juga mengalami tahap-tahap demikian., yakni manusia itu pada tahap awal
merupakan thiin (sari tanah liat), lalu menjadi nuthfah (air mani), kemudian 'alaqah (segumpal
darah), selanjutnya menjadi mudhghah (segumpal daging), lalu 'izhaamah (tulang), kemudian
lahmaa (tulang yang berbalut daging), dan yang terakhir, "Tsumma ansya'naahu khalqan
aakhar – (kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain -- Al-Mu’minun, 15).
Dari ini juga diketahui, bahwa tidak ada unsur yang berasal dari luar, melainkan dari dalam
semuanya tumbuh dan berkembang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 332).

(332-333)

PENOLAKAN TERHADAP AKIDAH ARYA (HINDU)


MENGENAI RUH

―Orang-orang [Hindu] Arya menganut akidah, bahwa ketika manusia mati maka ruh-nya
keluar dari dalam [tubuh] lalu menetap di atmosfir. Pada malam hari ruh itu bercampur dengan
embun lalu jatuh ke dedaunan atau rumput. Daun atau rumput itu dimakan oleh sesuatu maka ruh
tersebutpun ikut termakan, lalu ruh itu muncul di dalam makhluk hidup lainnya.
Ada kritikan terhadap hal itu. Yakni anak menyerap unsur dari ibu dan ayah dalam hal fisik
maupun sifat. Sebagaimana [anak] menyerap unsur jasmani, demikian pula ia menyerap unsur
ruhani. Dengan terjadinya perbedaan yang sangat nyata, maka mempercayai perlunya
reinkarnasi adalah suatu kesalahan. Hal ini terdapat di mana-mana. Di kalangan tumbuh-
tumbuhan juga kita menyaksikan adanya perbedaan, demikian juga di kalangan manusia.
Sekian banyak sultan dan raja, jika mereka tidak mencampurkan kesenangan [yang mereka
peroleh] itu dengan peribadatan yang susah-payah, maka mereka akan memperoleh azab besar.
Sebagian orang telah diberikan kesusah-payahan oleh Allah Ta‘ala, sedangkan sebagian lagi
tidak. Orang-orang yang memiliki harta kekayaan di dunia dan tenggelam dalam kesenangan,
keburukan serta dosa, hisab (perhitungan) akan dilakukan atas mereka. Misalnya seorang
manusia yang minum air sejuk tetapi tidak dia berikan kepada saudaranya maka dia akan
memperoleh hukuman.
Dalam kondisi dimana berikutnya seluruh kekurangan dan ketimpangan akan menjadi
sempurna, maka apa lagi yang perlu dikecam? Pada mereka tidak ada dalil yang membuktikan

79
bahwa Tuhan itu ada. Mereka mengingkari kasyaf dan keruhanian. Mereka meyakini ruh serta
wujud sudah ada sejak dahulu, dan mereka mengatakan bahwa Parmesyer (Tuhan) hanya sekedar
menyambung-nyambungkan (merakit komponen tubuh) saja.
Saya katakan, tatkala ruh pada sifat-sifatnya tidak membutuhkan Parmesyer (Tuhan), dan
tidak pula wujud membutuhkan Parmesyer, maka mengapa pula ia harus membutuhkan
Parmesyer untuk menyambungnya? Yakni, sebagaimana benda-benda itu terjadi dengan
sendirinya dalam hal wujud dan sifat-sifat, maka apa sebabnya mereka tidak dapat saling
menyambungkan diri di antara mereka? Tatkala tubuh itu dimiliki sendiri oleh seorang manusia,
dan pakaian dimiliki olehnya, maka apa perlunya dia membutuhkan orang lain untuk
mengenakan pakaian tersebut?
Seperti orang-orang Kristen, di tangan mereka (orang-orang Arya) yang ada hanyalah hal-hal
yang patut dikecam. Mereka mengecam Islam dalam hal poligami, padahal Krishna memiliki
ribuan istri.‖ ( Malfuzat, j1d. IV, hlm. 333).

(333-334)

RU’YA & ILHAM HADIAH IDUL FITRI


HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.

Pada tgl. 1 Januari 1903, pada waktu shalat Subuh, tepat pagi hari ‗Id, Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. melihat mimpi (kasyaf) dan menerima ilham dari Allah Ta‘ala sebagai hadiah ‗Id,
dan beliau menerbitkan hal itu:
―Pertama-tama kepada saya diperlihatkan suatu gambaran kasyaf dalam kondisi sedikit
mimpi. Di situ saya mengenakan pakaian yang berhaga (mahal) dan wajah berseri-seri.
Kemudian gambaran kasyaf itu beralih ke dalam bentuk wahyu Ilahi. Kata-kata wahyu Ilahi itu --
yang sebagian tampil sebelum kasyaf, dan sebagian lagi setelah kasyaf -- saya tuliskan di bawah
ini yaitu: "Yubdii lakar-rahmaanu syai-an. Ataa amrullaahi falaa tasta’jiluuhu basyaaratun
lalaqqaahan- nabiyyun. " Artinya: "Tuhan yang Rahmaan, akan menzahirkan sesuatu untuk
membuktikan kebenaran engkau. Perintah Allah sedang datang. Janganlah engkau tergesa-gesa.
Ini adalah kabar suka yang diberikan kepada para nabi."
Jam lima pagi Tuhan saya telah mengabarkan hal itu kepada saya pada tanggal 1 Januari
1903 M / 1 Syawal 1320 H, Hari Raya ‗Idul [Fitri]. Sebelumnya tanggal 25 Desember 1906 telah
datang sebuah wahyu lagi dari Allah Ta‘ala, yang berisi kata-kata dari saya yaitu, "Innii
shaadiqun shaadiqun wa sayasyhadullaahu ‘alayya.... " Artinya: "Aku orang yang benar, aku
orang yang benar, dan segera Allah Taala bakal memberikan kesaksian untukku."
Nubuatan ini dengan suara nyaring mengumandangkan bahwa ada suatu perkara dari Allah
Ta‘ala yang bakal zahir untuk mendukung saya, dan dari itu akan terbukti kebenaran saya, serta
akan tampil suatu kemuliaan serta keterkabulan. Dan itu akan merupakan nisyaan (tanda-tanda)
dari Allah Ta‘ala, supaya mempermalukan para musuh. Dan hal itu akan menyebarluaskan bukti-
bukti kemuliaan serta kehormatan dan kebenaran saya di dunia.
Catatan: dikarenakan di negeri kita terdapat tradisi untuk saling mengirim bingkisan
(hadiah) pada pagi hari raya Id, maka Tuhan saya paling pertama -- yakni sebelum pagi pukul
lima -- telah mengirimkan hadiah nubuatan agung ini kepada saya. Atas hadiah tersebut, kami
bersyukur kepada-Nya, dan juga menyampaikan kabar suka ini kepada para pemerhati, bahwa
dalam waktu dekat [kami] akan menerbitkan sebuah selebaran lagi berkenaan dengan nisyaan

80
(tanda-tanda) yang telah tampil pada akhir Desember 1906 tahun lalu.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm.
334-335).

(335-336)

JEMAAT DAN SEMANGAT TINGGI

―Semangat hendaknya harus tinggi. Manusia jika patah semangat dalam perkara-perkara
dunia, maka dalam perkara-perkara agama (ruhani) juga dia akan patah semangat. Ini suatu hal
yang menakjubkan, sebab hal ini memberi kesaksian bahwa potensi itu baik. Orang-orang yang
memiliki semangat tipis, pikiran mereka jadi buntu.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 336-337).

(337-338)

MIMPI CINCIN & RUPA TAMSIL ALLAH TA’ALA

Setelah Maghrib seseorang menceritakan mimpinya. Di dalam mimpi itu dia melihat cincin.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Cincin maknanya adalah manusia akan masuk ke dalam kawasan itu.‖
Dalam mimpi, seseorang melihat tamsil Allah Ta‘ala dalam bentuk Hadhrat Masih Mau'ud a.s..
Beliau menjelaskan bahwa memang ada tamsil-tamsil Allah Ta‘ala. Beliau bersabda:
―Sayyid Abdul Qadir bersabda bahwa beliau suatu kali melihat Allah Ta‘ala dalam rupa ibu
beliau. Namun saya suatu kali melihat Allah Taala dalam rupa ayah saya. Ini semua adalah
tamsil-tamsil Allah Ta‘ala, sebab jika tidak, Dia itu adalah suci dari bentuk tubuh. Suatu kali
Rasulullah saw. melihat Tangan Allah Ta‘ala pada sisir beliau.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 338)

JEMAAT DAN TANDA-TANDA ILAHI

―Saya katakan, Jemaat saya tidak akan menjadi benar [hanya] melalui nasihat-nasihat saja,
melainkan akan menjadi benar melalui Tanda-tanda. Tatkala akar ketidak-bertuhanan terdapat
di dalam diri, maka sudah merupakan ketentuan bahwa nasihat tidak akan memberi pengaruh.
Tuhan itu hanya dapat dikenali melalui Tuhan semata. Di dunia ini, pengetahuan yang diraih
oleh manusia mengenai suatu benda, maka keagungan benda itupun akan terbuka atas manusia.
Saat itu manusia akan terpengaruh olehnya. Misalnya, kalian tidak akan menceburkan diri kalian
dengan sengaja ke dalam laut. Kalian tidak akan menyodorkan diri kalian di hadapan singa.
Tempat yang ada ularnya, kalian tidak akan masuk ke situ. Petir menyambar di suatu tempat,
maka kalian akan lari dari situ.
Di satu sisi orang-orang ini menda'wakan diri sebagai pengikut, tetapi di sisi lain perbuatan
mereka sedemikian rupa, sehingga [saya] memohon-mohon perlindungan perlindungan dari
Allah. Maka, apa artinya hal itu?― (Malfuzat, jld IV, hlm. 338-339).

KELEZATAN TIMBUL DALAM


MENGERJAKAN SHALAT SECARA HAKIKI

81
Seseorang menyampaikan bahwa dia tidak merasakan kelezatan sedikit pun dalam shalat.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Shalat -- apa pun shalat itu -- tetap bahwa sebelum shalat, yang menjadi syarat adalah iman.
Seorang Hindu, jika dia mengerjakan shalat, apa gunanya baginya. Seseorang yang imannya
kuat, dia akan menyaksikan (mengalami) betapa lezatnya shalat itu, dan ia memperoleh makrifat
pertama yang timbul berkat karunia Allah Ta‘ala. Dan sebagian ada yang timbul karena potensi
dirinya yaitu fitrat yang terpuji, yang sangat cocok dan berkelayakan bagi karunia Ilahi. Kepada
wujud-wujud seperti itulah turun fadhl (karunia).
Ya, hal ini juga mutlak, sebagaimana di jalan dunia orang berusaha maka demikian pula
hendaknya berusahalah di jalan Allah. Ada pepatah: "Kalau memohon, teruslah memohon walau
berkali-kali mati, mohonlah terus.
Di dalam bahasa Punjabi terdapat sebuah ibarat: ..............(Punjabi).............
Orang-orang mengatakan, "Berdoalah, berdoa itu artinya mati". Arti ungkapan Punjabi ini adalah
bahwa melakukan suatu keluh-kesah yang amat mendalam berarti memanjatkan suatu doa. Di
dalam doa terdapat maut (kematian), dan dampaknya yang paling besar adalah bahwa manusia
itu dari suatu segi akan menjadi mati.
Misalnya seorang manusia meneguk setetes air lalu menyatakan, "Rasa hausku telah hilang";
atau dia menyatakan bahwa sebelumnya dia sangat haus sekali, maka orang itu dusta. Ya,
seandainya dia meneguk satu cawan penuh, maka hal itu dapat membenarkan pernyataannya.
Ketika doa dipanjatkan dengan penuh rasa perih dan pedih, sampai-sampai ruh menjatuhkan,
dirinya di hadapan Singgasana Ilahi, itulah yang dinamakan doa. Dan Sunnah Ilahi adalah, kalau
ada doa yang seperti itu, maka Allah Ta'ala akan mengabulkannya, atau memberikan
jawabannya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 339-340).

CARA ALLAH BERKATA-KATA

Ada yang bertanya: "Bagaimana Allah berkata-kata?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
―Para malaikat Allah berkata-kata. Kebanyakan, para malaikat Allah itulah yang berkata-
kata dengan saya. Dalam mukaalamaat Ilahiah (bercakap-cakap dengan Allah), terasa bahwa
Allah Ta‘ala mengalirkan kalaam (kata-kata) pada lidah hamba-Nya, dan hal itu begitu kuat dan
kerasnya, seperti paku baja yang dipalu berkali-kali. Terdapat kedalaman sedemikian rupa, yang
menyatakan hal itu merupakan kalaam Allah.
Dirikanlah shalat, dan kerjakan shalat dengan penuh penghayatan. Setelah doa-doa sunnah,
sama-sekali tidak diharamkan memohon dalam bahasa masing-masing. Apabila timbul kondisi
kalbu yang mengalir lembut, maka pahamilah bahwa kalian telah diberi peluang. Pada saat itu
mintalah sebanyak-banyaknya. Mintalah sedemikian banyak sehingga sampai pada tahap dimana
timbul keharuan.
Kondisi demikian itu tidak ada dalam ikhtiar kita. Hal ini timbul dari Allah Ta‘ala. Di arena
itu manusia pertama-tama merasa susah, namun satu kali telah mencicipi rasanya maka barulah
akan mengerti. Ketika rasa keterasingan mulai hilang, dan pandangan mulai menyaksikan qudrat
Ilahi, maka tidak akan mau melepaskannya.
Ini merupakan suatu ketentuan, bahwa dalam pengalaman (percobaan), ketika baru sedikit
saja hal yang dialami (diketahui), maka hati manusia akan condong pada penelitiaan yang lebih

82
mendalam.
Sebenarnya, semua kelezatan terdapat di dalam kecintaan pada Allah Ta‘ala. Orang-orang
terkutuk, yakni yang jauh dari Tuhan, kehidupan yang mereka jalani itu adalah kehidupan yang
tidak ada artinya. Apalah arti kehidupan yang dijalani oleh raja dan sultan-sultan? Mereka itu
sama saja seperti binatang-binatang. Namun tatkala manusia menjadi mukmin, maka manusia
dengan sendirinya akan membenci hal itu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 340-341).

(341-342)

RUKYA MELIHAT MALAIKAT & WABAH KOLERA

Ada seorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., "Apakah kita dapat melihat
malaikat?" Beliau menjelaskan:
―Kami melihatnya setiap hari, kadang dalam kasyaf, kadang di dalam mimpi. Ada sebuah
kondisi rukya berlangsung di dalam tidur. Di dalamnya terdapat unsur indera gaib. Yakni
manusia tidur lalu menerawang sampai kemana mana, dan tempatnya bertukar-tukar. Namun di
dalam kasyaf tempat tidak bertukar. Kadang terjadi dalam keadaan mengantuk, dan kadang
dalam keadaan sadar. Dan walau pun dalam keadaan mengantuk, suara tetap terdengar. Orang itu
sadar bahwa dia berada di suatu tempat.
Suatu kali saya melihat malaikat-malaikat dalam rupa manusia. Tidak ingat apakah mereka
itu dua atau tiga. Mereka saling berbicara satu sama lain, dan mereka mengatakan kepada saya,
"Mengapa engkau terlalu bersusah payah seperti ini? Jangan-jangan engkau akan jatuh sakit."
Saya menangkap pemahaman bahwa ini mengisyaratkan pada puasa yang saya lakukan selama 6
bulan....
Puasa-puasa itu saya lakukan secara makhfi (terselubung/diam-diam). Kadang-kadang jika
dilakukan secara izhhar (terang-terangan), dirisaukan bahwa rahmat akan terhapus. Oleh karena
itu lebih bagus melakukannya secara makhfi. Dikarenakan saya ma'mur (orang yang
diperintahkan/diutus), karena itu saya tidak sakit dan sebagainya. Jika tidak, seandainya ada
orang lain yang bersusah payah seperti itu, maka pasti dia akan sakit dan gila.
Kemudian suatu kali saya melihat satu malaikat dalam rupa anak laki-laki berusia delapan
atau sepuluh tahun. Dengan kata-kata yang fasih dan sempurna dia mengatakan: "Khuda
tumhaari saari muraadey purl karega – (Tuhan akan memenuhi seluruh cita-cita engkau). "
Seperti itu pula suatu kali saya melihat ru'ya, ada sebuah parit yang digali sangat panjang
sampai ratusan mil dari timur ke barat. Di atasnya ratusan domba digeletakkan, pada masing-
masing kepala domba itu berdiri dan siap tukang jagal yang memegang pisau. Mereka
menengadah ke Langit, seolah-olah menunggu perintah.
Pada waktu itu saya sedang berjalan-jalan disana, dan saya menyaksikan mereka. Di dekat
mereka saya berkata: "Qul maa ya'ba-u bikum rabbii lau laa du'aa-ukum – (katakanlah,
'Tuhanku tidak akan memperhatikan kamu kalau tidak karena doa kamu -- Al-Furqaan, 25:78).
Seketika itu juga mereka menyayatkan pisau-pisau mereka, yakni melaksanakan perintah.
Tampaknya dikarenakan khalifah berasal dari Langit, oleh sebab itu ucapan yang saya
lontarkan tersebut mereka anggap sebagai perintah, dan suara yang ditunggu-tunggu datang dari
Langit ternyata telah saya ucapkan. Tatkala domba-domba itu menggelepar, mereka mengatakan,
"Tum ciz kiya ho, mayla khaane waah bherey hi ho – (apalah kalian ini, kalian hanyalah domba-
domba pemakan kotoran)‖. Pada masa-masa itu 75.000 orang mati akibat kolera. Itu adalah

83
tahun 1886.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 342-343).

(343-346)

KEDUDUKAN AL-QURAN DAN HADITS

―Hal yang sebenarnya adalah, apabila hanya hadits yang dijadikan landasan syariat,
sedangkan Al-Quran ditinggalkan, maka itu merupakan tanda suatu kehancuran. Hadits-hadits
yang bersesuaian dengan Al-Quran, hormatilah dan junjunglah, sedangkan yang lainnya,
tinggalkan.‖ (Malfuzhat, , jld. IV, hlm.346-347).

KEBANGKITAN PADA HARI KIAMAT

Abu Sa'id Arab Sahib bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Pada hari kiamat,
sebagaimana urutan orang-orang yang telah mati, apakah yang pertama hadir adalah orang-orang
yang terlebih dahulu mati, ataukah semuanya sekaligus akan dibangkitkan?" Hadhrat Masih
Nfau'ud a.s. menjelaskan:
―Tidak terbukti akan dibangkitkan secara terpisah-pisah, melainkan semuanya akan
dibangkitkan bersamaan. Harus diakui bahwa Tuhan kita adalah Maha Kuasa. Lihat, apalah
artinya sebuah nuthfah (mani), lalu bagaimana seorang manusia. sempurna terbentuk dari itu.
Setiap orang yang percaya pada Tuhan, dengan melihat matahari, bulan dan benda-benda
angkasa lainnya, apakah dia dapat memberitahukan jalur-jalur rotasi bagaimana yang ditempuh
oleh benda-benda itu, dan kebijakan siapa yang menentukannya? Maka, terpaksa harus diakui
bahwa: "Innamaa amruhuu idzaa araada syai-an an- yaquula lahuu kun fa yakuun –
(sesungguh-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu Dia berfirman kepadanya, ―Jadilah‖ maka
jadilah ia -- Yaa Siin, 83).
Jadi, demikian jugalah yang harus kita percayai, bahwa di hari kiamat semuanya akan
dibangkitkan bersamaan. Dan orang-orang mukmin yang telah mati dalam kondisi-kondisi
tertentu dimana mereka tidak tahu bagaimana nasib para penentang setelah itu, kepada mereka
akan diperlihatkan, "Lihat, wahai hamba-hamba Allah yang salih, beginilah nasib orang-orang
yang ingkar." Saat itu orang-orang salih itu akan merasakan suatu kelezatan.
Jadi, kita tidak dapat mempercayai Tuhan selama kita belum mengakui-Nya sebagai Wujud
yang memiliki kuasa penuh. Pertama-tama, lihatlah pekerjaan-pekerjaan-Nya maka kita terpaksa
mengakui bahwa pasti ada pelaku bagi semua pekerjaan itu. Lalu, apa sebabnya, di satu bagian
Dia itu diakui, sedangkan di bagian lain diingkari dan diragukan? Seharusnya sejak pertama
sudah diingkari, atau percayailah sepenuh-Nya. Sifat dan pekerjaan Allah tidaklah terbatas.
Tidakkah ribuan makhluk di dunia ini merupakan dalil bahwa Tuhan itu merupakan Tuhan Yang
Maha Kuat?
Allah tidak akan pernah pensiun. Selamanya Dia itu merupakan Pencipta. Selamanya Dia itu
merupakan Pemberi Rezeki. Selamanya Dia itu merupakan Rabb. Selamanya Dia merupakan
Rahmaan. Selamanya Dia merupakan Rahiim, dan akan terus begitu.
Menurut saya, berdebat mengenai Wujud yang memiliki Kekuasaan Maha Agung ini,
merupakan dosa. Allah tidak ingin memaksakan agar mempercayai suatu benda yang contohnya
tidak ada di sini.
Di masa kanak-kanak, kami sering melakukan hal ini, dan kami ering melihat bahwa apabila

84
tupai dipukul maka ia tidak bergerak lagi. Namun, bila kemudian kepalanya dibenamkan ke
dalam kotoran sapi, maka tupai itu hidup kembali. Begitu juga halnya lalat. Itu bukanlah maut
(kematian) hakiki. Tidur dan pingsan pun merupakan maut.‖ (Malfuzhat, 1984, j1d. IV, hlm.
347-348).

PERTANYAAN-PERTANYAAN TENTANG MALAIKAT

Abu Sa'id Arab Sahib bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Sesudah kita mati,
malaikat akan berbicara dalam bahasa apa?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Saya memperoleh ilham-ilham dalam bahasa Inggris, Farsi, Urdu, Arab dan sebagainya.
Malaikat dapat berbicara dalam semua bahasa.‖
Kemudian Abu Sa'id Arab Sahib kembali bertanya: "Apakah malaikat memang akan
bertanya ―Man rabbuka – siapa Tuhan engkau?‖ dan ―Man nabiyyuka – siapa nabi engkau?‖
Jika memang itu yang akan ditanyakan, dengan menghafalkannya maka nanti di sana kita bisa
lulus." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Tidak, itu merupakan suatu kepercayaaan. Dengan menghafal kedua jawaban ini seperti
dalam ujian-ujian duniawi, tidak akan pernah dapat membuat lulus, melainkan corak yang
meliputi diri seseorang, itulah jawaban yang akan keluar dari mulutnya. Kemudian tertulis ..........
di alam qubur akan disediakan sarana ketenteraman dan kedukaan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.
348).

KEBANGKITAN SESUDAH MATI

Kemudian Abu Sa'id Arab Sahib bertanya tentang kebangkitan sesudah mati. Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Sesudah mati, orang yang mati tentu masih tetap memiliki hubungan dengan bumi (dunia).
Orang mukmin memiliki satu hubungan dengan Langit dan satu hubungan dengan bumi (dunia).
Hisaab (perhitungan) yang sebenamya akan diadakan di alam barzakh, namun demikian belum
ditampilkan berhadap-hadapan, karena hal itu akan berlangsung di yaumul hasyr (hari
kebangkitan).
Ribuan nabi, dajjal, pendusta, orang-orang kafir, orang-orang terkutuk dan sebagainya akan
dipanggil. Pada waktu kiamat akan berlangsung kebangkitan, adalah supaya mereka didudukkan
di atas kursi kehormatan, sedangkan para pendusta akan diperlihatkan memperoleh azab
kehinaan, yakni: ―Lihatlah, siapa yang benar, dan siapa yang dusta.‖
Kembali ditanyakan: "Apakah pada saat kebangkitan itu akan ada tubuh atau tidak? Apakah
masih tubuh ini juga, ataukah ada tubuh lain?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Di hari kebangkitan itu akan diberikan tubuh. Masalahnya adalah bukan tubuh ini atau pun
ada tubuh lain. Sudah diakui bahwa tubuh pertama (tubuh jasmani) manusia akan hancur setelah
tiga tahun, dan sebagai penggantinya akan ada yang lain.
Jadi, kita percaya bahwa di suatu hari tubuh akan diperoleh, tetapi sesuai pengetahuan yang
ada pada Wujud Yang Maha Mengetahui itu. Kita percaya bahwa Dia itu Maha Kuasa untuk
memberi sebagian unsur dari tubuh ini juga, serta menganugerahkan tubuh selain dari itu.
Kecuali Dzat Allah Ta‘ala, tidak ada satu pun memiliki sifat abadi, dan hanya Allah sajlah yang
menganugerahkan potensi ini kepada manusia, supaya ia menjadi abadi.‖

85
Kemudian ditanyakan, "Mengapa hanya manusia yang memperoleh derajat demikian,
sedangkan hewan tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Mengenai hal itu kita tidak dapat menggugat. Misalnya seperti seseorang yang berbuat baik,
ada fakir miskin yang dia beri satu sen, sedangkan fakir miskin yang lain dia beri satu rupees.
Fakir miskin yang dapat satu sen itu tidak berhak menggugat. Penghuni surga akan menetap
selamanya, dan di dalam hadits juga tertera bahwa penghuni neraka tidak selamanya berada
dalam neraka. Seperti disabdakan: "Ya-ti 'alaa jahannami zamanun laysa fihaa shad ― (akan tiba
suatu masa di neraka, ketika sudah tidak ada lagi seorang pun di dalamnya), sebab neraka itu
juga dibuat oleh Tangan Allah. Penghuni neraka itu akan mengalami suatu masa tatkala azab
buat mereka akan dikurangi.
Ini adalah hal-hal yang menyangkut makrifat. Orang-orang itu akan keluar dari neraka.
Namun tidak ada tertulis bahwa di dalam surga mereka akan memperoleh bagian yang sama
seperti orang-orang mukmin. Ya, di kening mereka akan terdapat tanda bekas neraka.‖
Kembali ditanyakan: "Apakah penghuni surga juga akan mengalami suka-duka sehari-hari?"
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Di dalam surga pun setiap hari akan terjadi suatu pembaharuan, begitu juga yang tertulis
mengenai penghuni, "Baddalnaahum juluudan ghairahaa – (Kami gantikan kulitnya dengan
kulit yang lain - An-Nisa, 57). Namun pembaharuan dari Allah tidak pernah berakhir, dan tidak
ada habis-habisnya. Tidak ada batas dalam pekerjaan-pekerjaan Allah. Difirmankan: "Wa
ladainaa maziid — (dan pada Kami masih ada tambahannya – Qaaf, 36), yakni akan terus ada
tambahannya.‖
Kemudian ditanyakan: "Sampai saat ini saya tidak berpuasa. Apakah saya harus memberi
fidiyah untuk itu?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Allah tidak memberi beban kepada seseorang diluar batas kemampuannya. Berikanlah
fidiyah sesuai kemampuan, dan berjanjilah untuk berpuasa teruss di masa mendatang.‖
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 348-350).

PERBANDINGAN MUSA DAN MATSIL MUSA

Yang dimaksud dengan matsil (yang seperti) Musa adalah Rasulullah saw.. Sebagaimana
Musa merupakan seorang nabi pembawa syariat, demikian pula Rasulullah saw. adalah nabi
pembawa syariat. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Rasulullah saw. mengatakan: "Innallaah ma'anaa — (sesungguhnya Allah bersama kita]" =
At-Taubah, 40). Di dalam kebersamaan itu juga termasuk Hadhrat Abubakar Shiddiq r.a. dan
juga termasuk seluruh jemaah beliau. Musa a.s. tidak mengatakan demikian, melainkan beliau
mengatakan: "Inna ma'iya rabbii -- [sesungguhnya Tuhanku ada bersamaku -- Asy-Syu’ara, 3).
Apa rahasia yang terkandung di balik itu? Yakni, beliau hanya memasukkan diri beliau
seorang dalam kebersamaan itu. Rahasianya adalah, Allah merupakan Himpunan Segenap Sifat
clan merupakan Isni Izham (nama ang paling agung). Kebersamaan dengan Rasulullah saw.
serta jemaah beliau mengandung kebersamaan dengan Ism Azham dan segenap sifat-sifatNya.
Sedangkan kaum Musa a.s. adalah kaum yang bejad, fasiq dan jahat. Mereka tidak bersedia
untuk bertempur clan menyerang. Oleh karena itu kebersamaan itu tidak melibatkan mereka,
melainkan kebersamaan itu hanya dipertuntukkan bagi Musa seorang diri.
Yang dimaksud di situ adalah penzahiran keagungan dan ketinggian derajat Rasulullah s.aw..
― (Malfuzat, jld, IV, hlm. 351)

86
IMAN MENINGKAT MENJADI IRFAN

Nubuatan-nubuatan yang ada, membuat iman menjadi kuat lalu mengubahnya menjadi irfan.
Dengan kata-kata saja iman tidak akan bisa kuat, selama belum diterpa oleh pancaran sinar-sinar
kekuatan. Dan hal itu timbul melalui Tanda-tanda/mukjizat ini.
Jadi,, hendaknya dengarkanlah baik-baik nubuatan-nubuatan ini. Padas seat lain, ketika
nubuatan-nubuatan ini telah sempurna, maka ia menjadi penyebab timbulnya kekuatan pada
iman, yang merubah iman itu menjadi irfan.
Oleh karena itu, hal-hal yang mengandung nubuatan, make pasti saya beritahukan. Dan
tujuan saya begitu adalah, hal itu memberikan suatu nur. Dan selama nur beltim turun dari Allah
Taala, make manusia akan tetap bemda dalam kesalahan. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 351-352).
MIMPI TEMYAMH ANJING

Abu Said Arab Sahib menceritakan mimpinya, yakni seekor anjing dengan sayang
menggigit, kemudian- anjing itu bertelur, dan telur tersebut beliau pecahkan, sedangkan anjing
itu melarikan diri. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Anjing adalah suatu barzakh (pembatas) antara kebuasan dan jinak. Apabila dia menggigit
dengan sayang, itu adalah rasa sayang (kecintaan), sedangkan anjing artinya adalah musuh yang
takut. Yang dimaksud dengan telurnya adalah anakanak keturunannya, Memecahkan telur itu
berarti menghancurkan anak-anak keturunan musuh yang takut dan lemah.‖ (Malfuzat, jld.IV,
hlm. 352)

(352-354)

PENDUSTA TIDAK KEKAL

Tidak pernah ada pendusta yang dapat bertahan selama ini. Akhirnya kita saksikan di dunia
ini bahwa pendusta yang berbuat keburukan dan penipu, tidak akan mampu bertahan lama. Lalu,
apakah ada pendusta yang dapat bertahan hidup selama 25 tahun terus menerus dengan tetap
mengadakan dusta terhadap Allah Ta‘ala? Dan dia tidak pent? dan Allah Ta‘ala juga tidak
tergerak gejolak wibawa-Nya, melainkan justru menzahirkan Tanda-tanda (mukjizat) dalam
mendukung si pendusta itu?
Itu aneh sekali. Sama-sekali tidak ada pendusta yang dapat berbuat demikian. Hanya para
shadiq-lah yang senantiwa ditolong dan didukung oleh Allah Talala.
Lihat, saya memperoleh nubuatan bahwa umur saya akan mendekati 80 tahun. Apakah ada
pendusta yang mampu membuat nubuatan semacam itu? Dan khususnya sekarang ini telah pula
berlalu 30 tahun [sejak Pendakwaan]. Demikian pula saat itu ketika tidak ada seorang pun yang
mengenal saya, dan dan ada orang yang datang kepada saya, maka turun ilham: "Ya-tuuna min
kulli fallin 'amiiq — (akan berdatangan dari tempat-tempat yang jauh), dan -ya-tika min kulli
fazing 'amiiq — (akan berdatangan kepada engkau dari tempat-tempat yang jauh).
Apakah seorang pendusta dapat mengatakan hal seperti itu? Lalu Tuhan pun membiarkan
pendusta tersebut? Bahkan justru untuk memenuhi nubuatan itu orang-orang berdatangan dari
tempat-tempat jauh, dan berbagai macam hadiah serta sumbangan juga mulai berdatangan.

87
Jika memang dapat terjadi demikian, maka berarti begitulah perlakuan yang terjadi pada diri
orang-orang yang ......., lalu keimanan terhadap nubuat pun menjadi punah.
Inilah Tanda-tanda (mukjizat) yang menyebabkan terjadinya kemajuan dalam hal kecintaan
dan keikhlasan di Jemaat saya ini. Pendusta dan penipu dapat dikenal melalui wajah mereka....
Ini juga merupakan sebuah tanda kebenaran, yakni kecintaan terhadap yang benar itu
tertanam di dalam akal orang-orang yang berfitrat baik, sedangkan orang-orang bodoh tidak
akan mendapatkan jalan untuk memperoleh nur. Orang bodoh selalu menerapkan sikap
prasangka buruk dalam setiap hal....
Saya tidak perlu bersikap mengada-ada dan dibuat-buat. Tidak peduli apakah ada yang tidak
suka dan tidak senang terhadap tingkah laku saya. Saya tidak punya urusan pribadi di sini. Yang
ada ialah urusan Allah Ta‘ala, dan Dia sendiri yang menjalankannya....
Tatkala manusia meninggalkan Tuhan, maka dia akan bertumpu sepenuhnya pada tipuan dan
kedustaan.― (Malfuzat, jld. IV, hlm. 354-355).

UTUSAN ILAHI AKAN SENANTIASA DITOLONG ALLAH TA’ALA

―Allah Ta‘ala tidak akan meninggalkan saya dalam keadaan terpendam tanpa diketahui. Dia
akan memenuhi hujjah atas semua pihak. Ingat, ada perbedaan antara orang-orang ardhi (bumi)
dan Samawi (Langit). Orang-orang yang berasal dari Allah Ta‘ala, Dia sendiri yang akan
menzahirkan kehormatan mereka, dan memperlihatkan kebenaran mereka dengan terang
benderang. Sedangkan orang-orang yang bukan berasal dari-Nya, dan mereka merupakan para
pendusta, akhirnya akan terhina dan hancur....
Pada dasarnya, janji-janji Allah Ta‘ala dan Kalaam-Nya adalah benar. Memang kadang-
kadang hal itu terpenuhi dalam bentuk jasmani, dan kadang-kadang dalam bentuk ruhani, dan
contoh-contohnya terdapat di dalam kehidupan para nabi.
Rasulullah saw. melihat [kasyaf] bahwa kerbau-kerbau (sapi-sapi?) disembelih, dan
ternyata para sahabah yang bakal disembelih. Kemudian beliau saw. melihat ada gelang-gelang
emas yang dipakai dan terbang lenyap ketika ditiup. Temyata artinya adalah nabi-nabi palsu.
Jadi, Kalaam [firman] Tuhan pasti terbukti benar, dalam bentuk (corak) tertentu.‖ (Malfuzat,
jld. IV, hlm. 355).

KEBERUNTUNGAN JEMAAT

―Allah Ta'ala tidak menghendaki keimanan Jemaat kita lemah. Walau tamu tidak mau, tetap
merupakan kewajiban tuan rumah untuk menghidangkan makanan di hadapan tamu itu.
Demikian pula, walau Tanda-tanda (mukjizat) dianggap tidak diperlukan, tetap saja Allah Taala
melalui karunia-Nya memperlihatkan Tanda-tanda untuk meningkatkan keimanan Jemaat.
Ini juga merupakan hal yang benar, bahwa orang-orang yang mempersyaratkan makrifat
kamil diraih, maka manusia itu dibawa mengarungi tempat-tempat yang menakjubkan. Dan ini
adalah orang-orang yang menyelubungi keinginan mereka dengan cara sopan. Segala tata-cara
kenabian membuktikan hal itu, yakni pertama-tama Tanda (mukjizat) itu tidak tampil, justru
yang datang adalah cobaan-cobaan.
Oleh karena itu raihlah fitrat shiddiqi (seperti Hadhrat Abubakar Shiddiq r.a. –pent.). Beliau

88
r.a. tidak menuntut apa pun. Beliau r.a. sedang dalam perjalanan dari negeri Syam menuju
Mekkah. Di perjalanan itulah beliau mendapat berita [pendakwaan Rasulullah] dan beliau
langsung percaya. Sebabnya adalah makrifat yang telah beliau miliki saat itu.
Makrifat adalah sesuatu yang sangat berharga. Tatkala manusia benar-benar mengenal
kondisi dan tingkah laku seseorang, maka dia tidak akan mengalami kesulitan besar [dalam
mempercayai]. Orang-orang seperti ini tidak membutuhkan mukjizat dan Tanda. Hadhrat
Abubakar Shiddiq r.a. benar-benar mengenal keadaan Rasulullah saw. saat itu, karena itu ketika
mendengarnya maka beliau r.a. langsung percaya.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 356 ).

TAKWA SANGAT DIPERLUKAN

―Saya telah diutus karena arena (medan) takwa sedang kosong. Takwa itu harus ada. [Saya
datang] bukannya supaya kalian mengnakat pedang. Itu haram. Jika kalian orang-orang yang
menerapkan takwa, maka seluruh dunia akan bersama kalian. Jadi, ciptakanlah ketakwaan.
Orang-orang yang meminum minuman keras, atau mereka yang salah satu unsur pokok
[kegiatan] agama mereka adalah minuman keras, mereka sama-sekali tidak dapat memiliki
hubungan dengan ketakwaan. Mereka tengah berperang dengan kebaikan.
Jadi, jika Allah Ta‘ala memberikan keberuntungan demikian kepada Jemaat kita......
........................ orang-orang yang mensyaratkan keimanan mereka dengan. Tanda-tanda
(mukjizat), mereka sangat keliru. Murid-murid Almasih a.s. telah meminta mukjizat berupa
maidah (hidangan inakanan), maka jawaban yang diperoleh adalah: "Sesudah itu jika ada yang
ingkar, dia akan memperoleh azab tiada taranya." (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 356).

(356-357)

TATAKRAMA BAGI PENCARI KEBENARAN

―Jadi, inilah tata-krama bagi pencari kebenaran, yakni jangan terlalu banyak meminta
(menuntut), dan jangan terlalu memaksa meminta Tanda (mukjizat). Barangsiapa
memperhatikan tata-krama ini, maka Allah pun tidak akan membiarkannya tanpa Tanda
(mukjizat), dan Allah akan memenuhi dirinya dengan keyakinan.
Lihatlah kondisi para sahabah. Mereka tidak menuntut Tanda (mukjizat), namun apakah
Allah telah membiarkan mereka tanpa Tanda (mukjizat)? Sama-sekali tidak. Mereka
menanggung penderitaan demi penderitaan dan merelakan nyawa-nyawa mereka. Para musuh
sampai membunuhi kaum perempuan melalui penyiksaan-penyiksaan yang fatal. namun
demikian hingga saat itu pertolongan masih juga belum datang. Akhirnya tibalah saat bagi janji
Allah, dan mereka pun dimenangkan, sedangkan para musuh dibinasakan.
Ini memang benar, bahwa Allah itu beserta orang-orang bersabar. Jika Dia memperlihatkan
Tanda (mukjizat) langsung di saat-saat pertama, maka tidak akan ada lagi pahala serta buah hasil
keimanan. Dengan datangnya irfan maka orang itu dipenuhi oleh keyakinan. Namun tidak
diragukan lagi bahwa akar semua kemajuan ini adalah iman. Melalui itulah menusia dapat
menempuh tahap-tahap yang besar serta membawa manusia mengarungi semua itu.
Hal ini jugalah yang didapat dari [ayat] "Subhaanal ladii asraa bi 'abdihii (Maha Suci Allah
yang memperjalankan hamba-Nya - Bani Israil, 2). Yakni, tatkala ...........
.............. dan memberi karunia kepada mereka untuk menjadi orang yang memerangi

89
keburukan, serta untuk meraih kemajuan-kemajuan di arena ketakwaan dan kesucian, berarti itu
suatu keberhasilan yang besar. Dan tidak ada yang lebih berpengaruh dari itu.
Lihatlah segenap agama di dunia yang ada saat ini. Takwa yang merupakan tujuan
sebenarnya telah lenyap, dan tujuan-tujuan duniawi telah dijadikan sebagai tuhan. Tuhan Sejati
telah hilang, dan Tuhan Sejati itu dihinakan. Namun sekarang Allah menghendaki agar Dia itu
dipercayai (diimani) dan dunia memperoleh makrifat tentang-Nya.
Orang-orang yang menganggap dunia ini sebagai tuhan, mereka sama-sekali tidak dapat
menjadi orang yang bertawakal.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 357-358).

PENENTANGAN JUGA MERUPAKAN


SARANA TABLIGH

―Sedemikian rupa penderitaan-penderitaan yang telah diberikan kepada kita, dan


sedemikian banyak keaniayaan yang telah dilakukan, ini telah menjadi sarana bagi pertablighan
kita. Sebagaimana semakin terik timbulnya panas, maka semakin hebat turunnya hujan......
Rahasia yang terkandung di dalamnya adalah bahwa Allah Ta'ala menginginkan penyebaran
Jemaat ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 359)

(359-360)

PENTINGYA TAKWA

―Selama manusia belum menerapkan takwa seperti unta yang dicocok hidungnya, selama itu
pula belum ada artinya sedikit pun. Seberapa banyak manusia menerapkan ketakwaan, sebanyak
itu pulalah Allah Taala memberi perhatian. Jika manusia rnemberikan perhatian sedikit saja,
maka Allah Taala juga memberi perhatian sedikit.
Allah Ta‘ala telah berfirman [dalam ilham]: "Ghadhabtu ghadhban syadiidan (Aku sangat
murka/Kemurkaan-Ku sangat keras]." Ini mengenai wabah pes. Kemudian Dia berfirman, "Aku
akan berdiri tegak bersama rasul-Ku. Dan Aku akan mencerca orang yang mencerca. Aku akan
berbuka puasa. Dan Aku akan berpuasa."
Semua ilham ini berkaitan dengan wabah pes. Pencercaan itu, di satu sisi dilakukan melalui
hati, dan di satu sisi melalui lidah. Pencercaan yang dilakukan melalui lidah, adalah seperti yang
dilakukan cleh para penentang, sedangkan pencercaan melalui hati adalah, mereka tidak
memberikan perhatian kepada hal-hal yang saya paparkan, dan mereka tidak man
mengamalkannya. "Aku akan berbuka puasa, dan Aku akan berpuasa" artinya adalah: di satu
masa seakan-akan wabah pes itu akan terhenti, dan itu adalah hari berpuasa; dan ada satu masa
lagi ketika wabah ini menyebar banyak sekali.
Sekarang telah kita saksikan, bahwa pada saat terjadi puncak-puncak musim dingin dan
musim panas, wabah itu tidak memuncak. Namun, di musim bunga [dan musim gugur], pada
bulan Februari dan Maret, serta bulan September dan Oktober, wabah ini memuncak.
Namun, hendaknya diingat, siklus ini tidak akan berhenti. Dari Kalaam Allah Ta‘ala
diketahui, bahwa siklus serangan wabah ini sangat keras. Kemalasan dan kelalaian terhadap
Allah Ta‘ala telah menyebar di bumi ini. Tidak ada lagi perhatian ke area kebaikan. Dalam

90
kondisi seperti ini, selama belum ada kehendak Allah Ta‘ala, apakah pengobatannya dapat
dilakukan melalui kaidah-kaidah kedokteran, ataukah ada cara pengobatan mujarab lainnya?
Jangan beranggapan bahwa negeri kalian, atau kota atau kampung kalian masih terhindar
hingga saat ini. [Wabah] ini datang untuk seluruh dunia. Pada waktunya, dia akan merebak ke
seluruh tempat. Siklus serangannya sangat panjang. Sebagian orang tidak dapat mengerti tentang
penyebabnya. Namun, ingatlah, segala sesuatu yang sedang berlangsung adalah berdasarkan
perintah dan isyarah Allah Ta‘ala. Sekarang penyebab-penyebabnya sudah sangat jelas.
Dua puluh dua tahun yang lalu, di dalam [buku] Barahiin Ahmadiyah, Allah telah
mengabarkan kepada saya, dan kemudian dari waktu ke waktu terus memberitahukan kepada
saya. Sampai-sampai, ketika wabah ini masih berada di dua kabupaten di Punjab, maka Dia telah
memberitahukan kepada saya bahwa seluruh Punjab akan terkena pengaruhnya. Saat itu orang-
orang menertawakan saya, namun sekarang katakanlah, apa jawaban sikap mereka yang
menertawakan itu?
Orang-orang luar, jika tidak percaya, biarlah, namun warga Jemaat saya -- yang siang malam
menyaksikan Tanda-tanda -- mereka hendaknya mengadakan perubahan pada diri mereka.
Seseorang yang takut kepada Allah di masa aman, maka dia akan diselamatkan di masa yang
menakutkan, dan memang semua orang menjadi takut. Apabila tongkat diayun-ayunkan ke atas
maka domba, kambing, anjing, dan kucing semuanya menjadi takut. Tidak ada hebatnya manusia
dalam hal itu (yakni, takut pada masa yang menakutkan – pent.). Dalam kondisi [takut] seperti
itu, manusia sama saja seperti hewan-hewan tersebut.
Kebijakan dan jauhnya pandangan manusia hendaknya menuntut manusia untuk takut jauh
sebelumnya. Di beberapa kampung, terjadi kebinasaan besar, sampai-sampai banyak rumah
yang kosong ditinggal mati para penghuninya. Tatkala wabah ini memuncak, maka ia tampil
seperti api yang melahap apa saja. Suatu kali wabah ini melanda negeri Syam (Palestine dan
Syiria saat ini – pent.), sampai binatang-binatang pun mati. Ini merupakan bencana yang sangat
berbahaya. Tidak takut terhadap wabah ini merupakan suatu kebodohan.
Keimanan hakiki merupakan suatu maut (kematian). Selama manusia belum memberlakukan
maut itu atas dirinya, maka dia tidak akan dapat memperoleh kehidupan berikutnya.
Orang-orang yang bai'at sekedar untuk menghindarkan diri diri dari cengkernman Allah,
mereka itu keliru. Nafsu telah inengecoh mereka. Lihat, tabib menghendaki agar seorang pasien
meminum obat dengan takaran tertentu. Jika si pasien tidak meminum obat itu sesuai takaran
tersebut, maka sia-sia saja apabila dia berharap dapat sembuh. Misalnya, tabib menghendaki agar
dia meminum sepuluh tetes, sedangkan dia merasa cukup dengan hanya meminum satu tetes
saja. Dia tidak bisa sembuh.
Jadi, lakukanlah pembersihan sampai sebatas itu, dan terapkanlah ketakwaan, yaitu yang
menghindarkan [manusia] dari kemurkaan Allah. Allah Ta‘ala berlaku kasih sayang terhadap
orang yang ruju (kembali/bertobat), sebab jika tidak demikian, maka kegelapan akan meliputi
dunia. Ketika manusia menjadi muttaki (orang bertakwa), maka Allah Ta‘ala menampakkan
perbedaan antara dirinya dengan orang-orang lain. Kemudian, Dia melepaskan orang bertakwa
itu dari setiap kesempitan (kesusahan). Tidak hanya melepaskannya, bahkan, "Yarzuqhu min
haitsu laa yahtasib (memberikan rezeki kepadanya dari tempat-tempat yang tidak dia
perhitungkan -- Ath-Thalaq, 4).
Jadi, ingatlah, barangsiapa takut kepada Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan
melepaskannya dari kesulitan-kesulitan, dan Dia memberikan nikmat-nikmat serta anugerah-
anugerah kepada orang itu. Kemudian, orang bertakwa itu merupakan sahabat Allah.
Ketakwaan itulah yang menimbulkan kewalian.

91
Tidak peduli betapa pun seseorang itu terpelajar, hal itu tidak dapat menimbulkan
kehormatan dan kemuliaan bagi dirinya jika dia tidak bertakwa. Namun seorang dari lapisan
yang rendah dan sama sekali tidak terpelajar tetapi dia seorang bertakwa, maka dia merupakan
orang yang mulia.
Saat ini merupakan saat Allah Ta‘ala "berpuasa." Pahamilah hal ini sebagai suatu peluang
emas. Berdamailah dengan-Nya scbelum Dia "berbuka puasa." Dan lakukanlah perubahan suci.
Sekarang hanya tinggal bulan Januari saja, di bulan Februari wabah itu kembali akan mulai
memuncak.
Penyebab timbulnya bala-bencana seperti ini adalah pendustaan terhadap orang yang benar
(shadiq). Oleh karena itu tidak ada lagi resep mujarab lainnya. Memang sebagian sahabah r.a.
juga meninggal dunia karena penyakit ini, namun mereka itu mati syahid. Sama seperti
peperangan, yang mengakibatkan kematian para musuh, sahabah-sahabah yang turut mati di
peperangan itu adalah mati syahid.
Orang baik yang mati, dia memperoleh kabar suka kesyahidan, sedangkan orang bejad yang
mati, akibat akhirnya adalah neraka. Orang yang maju dalam kebaikan-kebaikan, dan dia
senantiasa memohon perlindungan dari Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan
menyelamatkannya.
Lihat, lebih dari 124 ribu nabi, atau lebih kurang dari itu, telah berlalu, namun apakah ada
yang dapat mengatakan bahwa ada di antara mereka yang telah mati karena wabah pes? Sama-
sekali tidak. Bala ini juga merupakan sesuatu yang diutus, dan ia turun atas perintah Allah
Ta‘ala. Tidak mungkin ada sesuatu yang berlaku tanpa perintah-Nya.‖
Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan tentang rukya beliau melihat gajah,
yang telah dicetak berkali-kali. Kemudian beliau a.s. bersabda:
―Walau dalam kadar tertentu saat ini dalam keadaan aman, tetapi saya takut, sebab waktu
bagi wabah itu untuk memuncak dengan sangat berbahaya sudah dekat. Oleh karena itu Jemaat
kita hendaknya takut. Jika ada ketakwaan pada diri seseorang seperti yang diingini oleh Allah
Ta‘ala, maka dia akan diselamatkan. Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini untuk
ketakwaan, sebab arena ketakwaan sama-sekali kosong. Jadi, orang-orang yang menjadi muttaqi,
mereka akan diselamatkan sebagai bentuk mukjizat.‖
Abu Sa'id Arab Sahib bertanya: "Orangorang yang tidak memburuk-burukan Hudhur (yang
mulia), dan yang tidak mendengar pendakwaan Hudhur, apakah mereka akan selamat dari wabah
pes, ataukah tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Kalau tidak mendengar imbauan saya, tentu mereka telah mendengar imbauan Tuhan
agar menerapkan ketakwaan. Jadi, siapa saja yang menerapkan ketakwaan, dia
bersama kita juga adanya. Tidak peduli apakah dia telah mendengar dakwa (imbauan) saya atau
tidak, sebab inilah tujuan pengutusan saya.
Saat ini takwa sudah seperti burung langka saja [yang sangat sulit, ditemukan]. Sudah tidak
ada lagi keikhlasan dalam suatu pekerjaan. Justru telah bercampur-aduk dengan [tujuan-tujuan]
lainnya. Allah Ta‘ala ingin membakar hangus campuran lalu menciptakan keikhlasan. Saat
sekarang ini merupakan perwujudan dari "Zhaharal fasaadu fil- barri wal bahri (telah tampil
kerusakan di darat dan lautan – Ar-Ruum, 42).
Di masa Rasulullah saw. belum ada informasi mengenai kondisi-kondisi yang hancur di
Eropa dan negara-negara lainnya. Yang ada saat itu ialah pentingnya] keimanan terhadap wahyu
Allah Ta‘ala. Sedangkan sekarang ini telah tercipta kondisi irfan (pengetahuan). Siapa yang mau
boleh saksikan dengan pergi ke negara itu. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 360-363).

92
(363-366)

JIHAD

Pada tanggal 5 Januari 1903, pads waktu Zuhur berlangsung perbincangan mengenai
kesalahpahaman orang-orang dari Sarhad (perbatasan dengan Afghanistan – pent.) tentang jihad.
Hadhrat Masih'Mauud a.s. bersabda:
―Dalam perkara-perkara agama harus ada kebebasan, ―Laa ikrahaa fid-diin (tidak ada
paksaan apa pun dalam agama -- Al-Baqarah, 257). Kalimat semacam ini tidak ditemukan
dimana pun dalam Injil.
Apa yang merupakan dasar hakiki dari peperangan saat itu? Orang-orang ini telah keliru
dalam memahaminya. Jika memang ada perintah untuk berperang saat itu, maka masa 13 tahun
yang dijalani Rasulullah saw. [di Mekkah] telah sia-sia, yakni beliau saw. tidak langsung
mengangkat pedang ketika diutus.
Yang diperintahkan adalah hanya memerangi orang-orang yang melakukan perang. Tidak
pernah ada ajaran Islam untuk memulai suatu perang dengan sendirinya. Apa yang menjadi
penyebab timbulnya perang? Allah sendiri telah memberitahukan: "zhulimuu -- mereka
teraniaya."
Ketika Allah Ta‘ala melihat bahwa orang-orang [Islam] dalam kondisi teraniaya, maka
diberikan izin kepada mereka untuk melawan dengan perang. Yang diperintahkan bukanlah
bahwa, "Sekarang merupakaan waktu bagi pedang. Buatlah orang-orang menjadi Muslim dengan
perantaraan kekerasan pedang!" melainkan yang dikatakan adalah, "Kalian dalam keadaan
teraniaya, sekarang lawanlah!" Bagi orang yang teraniaya, setiap hukum mengizinkan kepadanya
untuk melakukan perlawanan guna membela diri.
Kecaman atas tersebarnya pemikiran-pemikiran seperti itu bukanlah tertuju pada para
pendeta [Kristen], melainkan hal itu justru dimantapkan sendiri oleh para mullah. Sama-sekali
bukan maksud Allah Ta‘ala agar setiap orang lalai yang tidak tahu menahu tentang hakikat
agama dijadikan Muslim secara paksa. Jika ada seorang penjaga warung yang berumur 60 atau
65 tahun, dan dia tidak tahu menahu sedikit pun tentang agama, lalu dengan meletakkan pedang
di lehernya supaya membuatnya mengucapkan "Laa ilaha illallaah," apa gunanya?
Maksud Allah Ta‘ala, adalah dikarenakan kelalaian telah merajalela, maka kini harus
diberikan penjelasan (pemahaman) melalui dalil-dalil. Jika harus melakukan jihad, terhadap
siapa harus dilakukan? Yang paling pertama adalah terhadap orang-orang Islam sendiri yang
telah menghancurkan agama ini.
Para sahabah r.a. dahulu itu merupakan malaikat-malaikat Allah. Dan ketika orang-orang
[kafir] yang tidak mengerti akibat yang bakal terjadi itu mengangkat pedang, maka Allah telah
memberi hukuman kepada orang-orang itu melalui perantaraan para sahabah. Namun orang-
orang [Sarhad] sekarang ini, yang mirip seperti para perampok, apakah mereka dapat mewakili
Allah Taala?
Dari Al-Quran terbukti, bahwa sebelum menghukum orang kafir, maka orang-orang fasiq
(durhaka) yang terlebih dahulu harus dihukum. Oleh karena itu Allah Ta‘ala telah membuat
Jhengis Khan menguasai mereka, supaya persamaan itu terpenuhi. Yakni sebagaimana
Nebukadnezar telah ditetapkan untuk [menghancurkan] orang-orang Yahudi, demikian pula
Jhengis Khan buat mereka.

93
Di masa itu terdapat seorang suci, dan orang-orang pergi kepadanya supaya dia berdoa.
Orang suci itu menjawab, "Akibat perbuatan-perbuatan haram kalianlah maka Jhengis Khan
telah berkuasa." Setelah berlangsung pembantaian, ada terdengar bahwa Jhengis Khan
memanggil para ulama Islam dan bertanya kepada mereka, "Apa Islam itu?" Mereka menjawab:
"Shalat lima waktu." Jhengis Khan berkata: "Itu bagus sekali. Yakni, dalam kesibukan urusan-
urusan sendiri, lima waktu dalam sehari mengingat Tuhan." Kemudian para ulama itu
memberitahukan tentang zakat. Hal itupun dipuji olehnya. Lalu mereka memberitahukan tentang
haji, hal itu tidak dia pahami. Putranya memiliki kecenderungan terhadap Islam, tetapi
cucunyalah yang benar-benar telah masuk Islam.
Seperti itu jugalah Nebukadnezar telah dibuat berkuasa atas orang-orang Yahudi. Ini
merupakan kebiasaan Allah Ta‘ala, yakni ketika suatu kaum menjadi fasiq dan jahat, maka Dia
menjadikan kaum lain berkuasa atas kaum itu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 366-367).

MAKNA MAUT (KEMATIAN) & SUNGAI

Sebelum Isya, seseorang menceritakan sebuah mimpinya. Di dalam mimpi itu dia melihat
seorang mayat memberitahukan kabar kematiannya, dan mimpi itu dia lihat sebelum dia baiat.
Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda:
―Seseorang yang bai'at, itu pun merupakan suatu maut (kematian) yang datang
[menimpanya]. Dalam mimpi-mimpi, maut tidak selalu berarti kematian. Banyak lagi arti maut.
Seseorang tidak dapat menemukan Allah selama kehidupan pertamanya tidak mengalami maut
(kematian)‖.
Mengenai sungai, ta'birnya beliau jelaskan:
―Seseorang yang memiliki ilmu dan makrifat-makrifat, dia digambarkan sebagai sungai.
Sedangkan yang dimaksud dengan Ababil (burung layang-layang) adalah golongan dan orang-
orang yang mengambil manfaat (berkat) darinya.‖
Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud as. kembali menjelaskan tentang maut:
―Maut (kematian) itu juga berarti kenaikan derajat. Dan para sufi mengatakan bahwa
manusia tidak dapat meraih najat (keselamatan) selama padanya tidak timbul maut (kematian)
dan meraih berbagai kehidupan. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 368).

RUKYA & PERCIKAN TINTA MERAH

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan tentang sebuah mimpi beliau dimana beliau melihat
Allah Ta‘ala dalam rupa seorang hakim. Dan beliau menuliskan beberapa perintah (ketentuan)
lalu meminta tandatangan. Untuk mendapatkan tandatangan pada kertas-kertas tersebut beliau
menyodorkannya ke hadapan Allah Ta‘ala.
Pada waktu itu Allah Ta‘ala duduk di sebuah kursi, dan terdapat sebuah botol tinta yang
berisi tinta merah. Allah Ta‘ala mengambil pena lalu mencelupkannya ke tempat tinta tersebut.
Tetapi tinta terlalu banyak menempel pada pena itu, dan seperti biasanya, dalam kondisi seperti
itu pena dihentakan. Allah Ta‘ala pun menghentakkan pena tersebut, dan tanpa memandang
telah membubuhkan tanda-tangan pada kertas-kertas tersebut. Beliau menjelaskan:
―Saat itu Abdullah Sanauri dan Hamid Ali ada di dekat saya. Dan saya tidur. Tiba-tiba
mereka bangunkan saya, [heran] dari mana bercak-bercak merah itu timbul. Bercak merah kena
pada baju saya, lalu pada sorban saya, dan pada celana saya. Pada waktu itu hati saya sangat

94
terharu [penuh suka cita] bahwa betapa besar ihsan yang Allah Ta‘ala lakukan pada saya. Dan
merupakan karunia-[Nya] bahwa tanpa memandang dan tanpa tanya lagi Dia telah
membubuhkan tandatangan-Nya pada kertas-kertas itu. Bukankah itu suatu hal yang
menakjubkan, bahwa saya menyaksikan suatu perkara di dalam mimpi, dan percikan-
percikannya tampil secara zahiriah pada pakaian. [Dan pakaian itu] sampai sekarang masih ada,
dan dua orang saksi pun ada.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 369-370).

MIMPI KEBUN ALLAH TA’ALA

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:


―Tatkala Allah Ta‘ala menanam sebuah kebun dan ada yang ingin memotongnya, maka
kapan pun Allah Ta‘ala tidak akan senang (ridha) kepadanya. [Suatu kali] cukup lama telah
berlalu, saya melihat sebuah mimpi. Saya menunggang seekor kuda dan pergi menuju kebun, dan
saya sendirian. Dari arah depan muncul lasykar yang bermaksud memotong (menghancurkan)
kebun kami.
Saya sedikit pun tidak takut terhadap mereka, dan di dalam hati saya yakin bahwa saya
seorang diri cukup untuk [melawan] mereka semua. Orang-orang itu masuk ke bagian dalam
kebun, dan saya pun mengejar mereka dari belakang. Ketika saya masuk ke bagian dalam maka
tampak oleh saya bahwa mereka semua telah mati bergelimpangan. Kepala, tangan dan kaki-
kaki mereka terpotong-potong, kulit-kulit mereka dikupas (dikuliti). Saat itu saya sangat terharu
menyaksikan pemandangan kudrat (kekuasaan-kekuasaan) Allah Ta‘ala. Saya saya menangis,
betapa kuasanya [Dzat] itu ang dapat melakukan hal demikian.
Yang dimaksud dengan lasykar disini adalah orang-orang yang ingin memurtadkan Jemaat
dan ingin menghancurkan akidah-akidah kita. Dan mereka ingin menebang pohon-pohon kebun
Jemaat kita. Allah Ta‘ala menggagalkan mereka dengan memperlihatkan kekuasaan-Nya, dan
menghancurkan seluruh usaha mereka.
Yang diperlihatkan bahwa kepala mereka terpotong-potong, artinya adalah seluruh
keangkuhan (kesombongan) mereka terpenggal. Ketakaburan dan ketinggian hati mereka akan
dihancurkan. Dan tangan adalah sebuah senjata (sarana) yang melaluinya manusia melawan
musuh. Yang dimaksud dengan terpotongnya tangan adalah, pada mereka tidak akan ada lagi
sarana untuk melawan. Sedangkan kaki, clapat digunakan oleh manusia untuk melarikan diri
pada saat ia mengalami kekalahan. Akan tetapi kaki-kaki mereka pun terpotong. Artinya, bagi
mereka tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Dan yang telah diperlihatkan bahwa kulit
mereka dikupas (dikuliti), artinya adalah seluruh tabir penutup kedok mereka akan hancur, dan
aib-aib (kebobrokan) mereka akan menjadi tampak.
Jika kami berdusta, maka Allah Taala sendiri yang menjadi musuh kami, dan tidak mungkin
kami dapat menyelamatkan diri lagi. Akan tetapi jika segala sesuatunya ini berasal dari Allah
Ta‘ala, dan Allah Ta‘ala sendiri telah menciptakan sarana-sarana untuk menimbulkan bencana
(cobaan) pada Islam, maka bagaimana mungkin Allah Ta‘ala akan dapat menyukai sikap yang
menentang hal itu. Sungguh malanglah orang yang ingin menghancurkannya.
Orang-orang ini dengan sangat tidak sopan menyebutkan nama Rasulullah saw., dan mereka
mengatakan,

PERKEMBANGAN JEMAAT

95
MERUPAKAN SUATU TANDA

―Kemudian pernah ada suatu masa ketika yang menyertai saya hanya satu atau dua orang
saja, dan tidak ada yang lain. Sedangkan sekarang kita menyaksikan orang datang berduyun-
duyun, "Ya-tuuna min kulli fajjin `amiiq (orang-orang berdatangan dari tempat-tempat yang
jauh)"
Kemudian tidak sekedar itu saja, melainkan telah dibubuhkan sebuah catatan kaki pada
[ilham] itu, yakni para penentang juga telah melakukan upaya sekuat tenaga untuk menghalangi
orang-orang agar tidak datang kepada saya. Namun, kalimat [ilham] itu tetap terpenuhi.
Sekarang, orang baru yang datang kepada saya, dia merupakan sebuah Tanda bagi ilham
tersebut.
Dalam kondisi tidak kenal-mengenal, manusia tidak mengerti pekerjaan-pekerjaan Tuhan.
Sekarang misalnya, kereta api. Orang-orang di sini menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa
saja, dan tidak perlu takjub atau heran. Namun penduduk-penduduk di tempat yang belum
pernah didatangi oleh kereta api, dan mereka belum pernah melihatnya, jika dijelaskan kepada
mereka maka kapan mereka akan mengerti bahwa ada sebuah kendaraan yang betjalan dengan
sendirinya? Di kendaraan itu tidak ada kuda, tidak ada sapi dan tidak ada hewan lain [yang
menariknya]. Jadi, orang-orang yang tidak punya pengalaman tentang hal-hal yang berkaitan
dengan Allah, mereka tidak akan mengerti.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 370).

PENYEBAB TIMBULNYA KELEZATAN DALAM SHALAT

Manusia yang melihat dirinya dalam suasana aman, maka dia tidak merasa penting untuk
kembali kepada Allah Ta‘ala. Dalam kondisi berkecukupan manusia tidak ingat ingat akan
Allah. Allah Taala berfirman, "Yang memberi perhatian ke arah-Ku hanyalah mereka yang
tangan-tangannya terputus (tidak berdaya)." Jadi, seseorang yang menjalani hidup dengan lalai,
kapan pula dia dapat memberikan perhatian ke arah Allah? Pertalian antara manusia dengan
Allah Ta‘ala timbul karena kerendahan hati dan perasaan yang, gelisah.
Namun, seorang yang bijak, akan tetap memelihara hubungan itu dengan wawasan
pemikiran bahwa, "Sekarang ada di mana kakek-kakek leluhur saya?" Yakni, dia menyaksikan
sedemikian banyak makhluk yang mati setiap hari, lalu dia mencermati kondisi manusia yang
tidak kekal. Maka melalui berkat pengamatan itulah dia akan mengetahui bahwa dia juga tidak
kekal, dan dia memahami bahwa dunia ini akan ditinggalkannya.
Jika dia lebih banyak terikat dengannya, maka pada saat harus meninggalkannya akan
banyak sekali rasa perih yang timbul karena hasrat. Dan hasrat ini tidak peduli walau pun tidak
percaya pada akhirat tetap saja pasti akan berpengaruh, dan baru akan aman terhindar dari hal
tersebut pada saat kebahagiaan itu abadi, yakni kebahagiaan yang hakiki.
Sebagian orang diingatkan kembali kepada Allah Ta‘ala melalui penyakit-penyakit, dan
sebagian lagi ada yang melalui kesusahan-kesusahan.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 370-371).

MENANGKAL DOSA & MELIBATKAN


ALLAH

Di dalam hadits disebutkan, bahwa kalian semua adalah orang mati, kecuali mereka yang
dihidupkan oleh Allah; kalian semua adalah orang lapar, kecuali mereka yang diberi makan oleh

96
Allah. Seseorang yang datang kepada tabib (dokter) dalam keadaan yang memang sebelumnya
pun sudah bersih dan sehat dari penyakit, maka pengobatan apa lagi yang perlu dilakukan oleh
tabib itu? Kemudian, bagaimana pula sifat Ghafuur (Maha Pengampun) Allah Ta‘ala akan
berfungsi?
Manusia memang akan melakukan dosa juga, untuk itulah Dia akan memaafkannya. Ya, ada
satu hal, yakni janganlah manusia melakukan dosa yang membuatnya melawan (durhaka), sebab
dosa-dosa lain yang memang timbul dari diri manusia, jika manusia berkali-kali memohon
pensucian melalui doa, maka dia akan memperoleh kekuatan (taufik). Tanpa kekuatan dari Allah
Ta‘ala, sama-sekali tidaklah mungkin dapat meraih tazkiyah-nafs (kesucian jiwa). Dan apabila
terbiasa melakukan hal ini, yakni begitu hati menghendaki [suatu keburukan] saat itu juga
dikerjakan, maka dia tidak akan memperoleh kekuatan. Lawanlah dorongan-dorongan itu, dan
walau pun memiliki kemampuan untuk melakukan dosa, janganlah lakukan dosa itu, sebab
apabila dia berhenti dari dosa ketika Allah Ta‘ala telah mencabut kekuatan-kekuatan tersebut,
maka tidak ada pahala yang akan dapat dia peroleh. Misalnya, kedua mata sudah tidak dapat
melihat lagi. Maka pada waktu seperti itu mengatakan bahwa, "Aku sekarang tidak memandang
perempuan-perempuan lain lagi," itu bukanlah suatu kesucian. Kesucian justru terletak sebelum
Allah Ta‘ala mencabut amanat-amanat yang telah Dia berikan, dan tidak menggunakannya pada
hal-hal yang bukan pada tempatnya.
Sebenarnya, tanpa keterlibatan Allah Ta‘ala, tidak ada suatu apa pun dapat terjadi. Apabila
Allah Ta‘ala dilibatkan, barulah akan terjadi perubahan. Barulah keinginankeinginannya akan
beralih pada hal-hal lain. Dan keingkaran terhadap Allah akan terasa seperti suatu maut
(kematian) baginya. Dia akan tampil persis seperti seorang anak bagi yang tak berdosa.
Oleh karena itu, sejauh yang memungkinkan, berusahalah untuk menjaga (menghindarkan)
diri dari perkara-perkara [buruk] yang kecil sekali pun. Jika timbul suatu ancaman bahaya
(kemerosotan) dalam shalat, mulailah memanjatkan doa secara berkesinambungan pada saat itu.
Kesulitan seperti itu tetap akan tampil sampai [seorang manusia] menyaksikan contoh kekuasaan
Allah.
Kadang-kadang [manusia] menjadi atheis, kadang menjadi ini dan itu. Berkali-kali ia
tergelincir. Selama belum ada makrifat (pengetahuan) tentang Allah, selama itu pula tidak akan
dapat terlepas dari dosa. Lihatlah orang-orang yang jahat, mereka merampok dan mencuri.
Tetapi jika mereka tabu bahwa hal itu menimbulkan kehinaan dan kenistaan [bagi mereka], maka
mereka akan merasa malu melakukan hal-hal seperti itu, sebab hal itu mengurangi kebesarannya.
Itulah sebabnya, cara penyembuhan bagi orang-orang yang merampok adalah, hormatilah
mereka dan jadikan mereka orang besar, supaya mereka malu melakukan perampokan.‖ (
Malfuzhat, jld.IV, hlm.3 72-373).

WAJIB MEMBACA KALAM ALLAH TA’ALA


DAN DOA-DOA SUNNAH DALAM SHALAT

Ada pertanyaan: "Apakah dibenarkan untuk mengerjakan seluruh shalat dalam bahasa
sendiri?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Kalaam Allah Ta‘ala hendaknya dibaca dalam bahasa aslinya. Di situ pun terdapat sebuah
berkat, tidak peduli apakah dimengerti atau tidak. Dan doa-dou sunnah pun hendaknya dibaca
sesuai dengan yang muncul dari lidah Rasulullah saw.. Itu merupakan suatu tanda kecintaan dan

97
sikap yang memuliakan. Selebihnya, terserah, untuk memanjatkan doa di dalam bahasa masing-
masing walau sampai sepanjang malam.
Manusia, pertama-tama hendaknya merasakan, "Betapa aku berada dalam suatu musibah.
Di dalam diriku banyak sekali terdapat kelemahan. Aku menjadi sasaran berbagai macam
penyakit, dan maut (kematian) tidak dapat diduga."
Ada beberapa penyakit yang hanya dalam tempo setengah menit saja nyawa manusia bisa
melayang. Selain Tuhan, tidak ada tempat berlindung darinya. Bagi satu mata saja terdapat 300
penyakit. Dengan memikirkan hal-hal demikian dapat dilakukan ishlah (perbaikan) terhadap
kehidupan manusia.
Kemudian, permisalan bagi kehidupan yang telah menjalani ishlah (perbaikan) adalah bagai
sebuah samudera yang dilanda badai tetapi orang itu berada di dalam sebuah kapal besi yang
kuat dan melaju sesuai arah angin. Tidak ada ancaman bahaya tenggelam. Namun, orang yang
tidak memiliki kehidupan demikian, kapalnya rapuh. Pasti dia akan tenggelam dalam badai itu.
Orang-orang umumnya shalat untuk mencari nama. Shalat mereka lakukan cepat-cepat, dan bila
sudah selesai shalat mereka mulai memanjatkan doa sampai berjam-jam lamanya. (Mafuzhaf,
jld. IV, hlm. 371-372).

(372-374)

AKAR KEBAIKAN DAN KESEIMBANGAN


DALAM MENIKMATI ANUGERAH

Ini juga merupakan akar kebaikan, yakni kelezatan dan keinginan duniawi yang dibenarkan,
digunakan tidak melebihi batas keseimbangan. Misalnya, makan dan minum memang tidak
diharamkan oleh Allah Ta‘ala, namun seseorang yang telah menjadikan makan dan minum itu
sebagai kesibukannya siang dan malam, maka itu namanya melampaui batas diin (agama), sebab
pada hakikatnya kelezatan duniawi itu kegunaannya adalah supaya kuda nafs (jiwa) tidak
menjadi lemah di jalan dunia ini.
Permisalannya seperti delman yang menempuh perjalanan jauh. Setelah beberapa kilometer
tukang delman itu merasakan bahwa kudanya sudah letih dan dia pun menghentikan kudanya
untuk istirahat. Dia memberi makan kuda itu dengan naharl (sejenis makanan kuda, bcrupa
campuran dedak dan jerami –pent.) dan sebagainya. supaya rasa letih yang dialami kuda itu bisa
hilang.
Jadi, kelezatan dunia yang dinikmati oleh para nabi adalah seperti itu, sebab kepada mereka
diberikan tugas besar untuk mengadakan ishlah (perbaikan) di dunia. Jika karunia Allah tidak
menyertai mereka maka tentu mereka akan binasa. Oleh karena itulah suatu kali Rasulullah saw.
dengan menepuk lutut Hadhrat Aisyah r.a. beliau bersabda: "Wahai Aisyah, berikan saya
kenyamanan."
Namun, bukanlah kebiasaan para nabi untuk tenggelam dalam hal itu saja. Tidak diragukan
lagi bahwa tenggelam [dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi] adalah suatu racun. Seseorang
yang memiliki kebiasaan buruk, apa saja yang dia ingini, dia lakukan. Apa saja yang dia mau,
dia makan. Demikian pula, jika seorang salih melakukan hal seperti itu juga, maka Allah tidak
akan terbuka baginya. Seseorang yang melangkahkan kaki untuki Allah, pasti Allah
menyertainya.
Allah Taala berfirman: "’Idiluu huwa aqrabu lit- taqwaa – (lakukanlah dengan,

98
keseimbangan, karena hal itu lebih dekat kepada takwa - Al-Maidah, 9). Yakni, menerapkan
keseimbangan dalam hal makan dan minum pun merupakan takwa. Yang dimaksud dengan dosa
itu tidak hanya agar manusia jangan melakukan zina, jangan mencuri, melainkan jangan
melewati batas kesimbangan dalam hal-hal yang dihalalkan (dibenarkan)‖. (Malfuzat, jId.jld.
374-375).

Mimpi: Berkhitan & Kabar


Kiamat

Pada tanggal 6 Januari 1903, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:


―Di dalam mimpi, berkhitan maknanya mengarungi jalan ketakwaan, pemotongan nafsu
berahi. Makna mendengar berita tentang kiamat adalah, orang-orang beragama akan mengalami
kemenangan, sedangkan para musuh memperoleh kehinaan, sebab demikianlah yang bakal
terjadi pada hari kiamat. Di dalam Al-Quran Syarif tertera bahwa, ―Fariqun fil-jannati wa
fariqun fis-sa'iir. (sebagian di dalam surga dan sebagian di dalam api yang menyala-nyala), hal
ini berlaku pada hari itu. Berbagai macam wabah di dunia pun merupakan kiamat juga.‖
(Malfuzat, jld.IV, hlm. 375).

TAULADAN GAYA HIDUP RASULULLAH SAW. &


TIDAK CONDONG KEPADA DUNIA

―Suatu kali Hadhrat Umar r.a. datang ke tempat Rasulullah saw.. Beliau saat itu sedang
berada di dalam kamar beliau. Hadhrat Umar r.a. minta izin masuk, maka beliau
izinkan. Hadhrat Umar r.a. pun masuk dan melihat ada tikar terbentang yang terbuat dari
daun kurma. Dan karena berbaring di atasnya, pada punggung Rasulullah saw. tampak bekas-
bekas daun itu. Hadhrat Umar r.a memandang ke tempat lain, dan melihat pedang yang
tergantung di salah satu sudut ruangan. Melihat hal itu Hadhrat Umar r.a. menangis.
Rasulullah saw. bertanya, "Wahai Umar, mengapa engkau menangis?"
Hadhrat Umar r.a. menjawab, "Terpikir oleh saya bahwa Kaisar [Roma] dan Kisra
[Iran] dia adalah orang-orang kafir, bagi mereka banyak sekali kenikmatan-kenikmatan,
sedangkan bagi Tuan tidak ada sedikit pun." Rasulullah saw. bersabda, "Bagi saya unsur
duniawi sebanyak ini sudah mencukupi, yaitu sebanyak yang darinya saya dapat bergerak. Saya
ini hanyalah seperti seorang musafir yang sedang menunggangi unta di bawah terik matahari.
Ketika panas matahari sudah sangat menyengat, maka musafir itu melihat sebatang pohon kurma
dan dia pun istirahat sebentar di bawahnya. Dan ketika keringat sudah kering maka musafir itu
berangkat lagi."
Jadi, itu adalah uswatun hasanah (suri teladan baik) yang telah diberikan kepada Islam.
Memilih tenggelam dalam dunia juga merupakan dosa, dan kehidupan orang mukmin memang
berjalan dengan ketidak-nyamanan. Misalnya, kita memiliki dua mata. Dan apalah yang
disaksikan oleh kedua mata ini. Mata itu tidak terbuat dari logam dan sebagainya. Sedikit saja
penglihatan berkurang, maka dapat dirasakan bagaimana nilai mata ini. Dan ketika terjadi
kebutaan, berarti itu suatu maut. Jadi, begitu jugalah hitungan kehidupan dunia. (Malfuzat, jld.
IV, hlm. 375-376).

99
ORANG MUKMIN DAN KEHIDUPAN DUNIAWI

―Orang mukmin hendaknya jangan sekali-kali merasa tentram (puas) atas kehidupan ini.
Begitu banyaknya balabencana dalam kehidupan ini, sehingga tidak dapat dihitung. Ada sebuah
penyakit yang membuat saluran pembuangan kotoran manusia jadi tertutup, dan kotoran keluar
melalui mulut, namanya iyladas.
Demikian pula penyakit-penyakit seputar ginjal dan kandung kemih, yakni terbentuk batu
yang berwarna-warni, merah, hijau, dan hitam. Dan belum dapat dijelaskan apa penyebabnya
yang spesifik. Bahkan orang-orang kaya yang memakan makanan-makanan bagus dan
menggunakan air yang bersih, mereka pun terkena penyakit-penyakit seperti itu.
Jika ada dua orang yang tinggal di satu tempat yang sama, dan mereka makan serta minum
dari jenis yang sama, ternyata satu orang terkena penyakit-penyakit demikian, sedangkan yang
satu lagi tidak. Oleh karena itu mengenai ilmu kedokteran, disebut sebagai ilmu yang bersifat
perkiraan. Orang-orang ini mengadakan penelitian tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu secara
fisik.
Namun, coba mereka beritahukan, apa yang menjadi faktor (penyebab), sehingga ketika
mulai terjadi ilham atau kasyaf maka saat itu mulai timbul kondisi seperti kantuk (tidur). Apa
yang menjadi penyebabnya? Kebiasaan orang-orang ini adalah, jika mereka tidak mengetahui
sebab-sebab suatu hal, maka mereka langsung saja mengingkarinya. Oleh karena itu mereka
mengingkari wahyu dan ilham.
Ilmu-ilmu ini tidak terbatas, dan selama unsur yang mengandung ketidakseimbangan belum
lenyap maka tidak akan dapat mengenalinya, "Wa ammaa man khaafa maqaama rabbihii wa
nahan-'nafsa 'anil- hawaa fainnal jannata hiyal- ma'waa —(dan adapun orang yang takut akan
maqam/kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga
itulah tempat tinggalnya -- An-Naazi'at, 41). Yakni, suatu keinginan yang halal dibenarkan,
tetapi telah melampaui batas keseimbangan, itulah yang disebut hawaa (hawa nafsu)‖.
(Malfuzhat, jld.4, h.376-377).

MIMPI SEORANG BERTUBUH TINGGI

―Sekitar 30 tahun lalu, suatu kali saya melihat mimpi. Di antara rumah-rumah di Batala
terdapat sebuah rumah besar (semacam istana). Saya duduk di dalamnya di atas sebuah selimut,
dan saya mengenakan pakaian seperti selimut juga. Seolah-olah saya terpisah dari dunia. Tidak
berapa lama kemudian datang seseorang yang berpostur tinggi, dan bertanya kepada saya,
"Dimana Mirza Ghulam Ahmad, putra Mirza Ghulam Murtadha?" Saya katakan, "Saya." Dia
pun berkata, "Saya mendengar sanjungan tentang diri Tuan, yakni Tuan banyak menguasal
rahasia-rahasia dan hakikat diiniyah (agama/ ruhani). Mendengar sanjungan itu saya datang
untuk bertemu."
Saya tidak ingat apa jawaban saya, namun atas [jawaban] itu dia menengadah ke langit, dan
dari matanya mengalir air mata. Air mata itu membasahi pipmiya. Satu matanya ke atas, dan satu
lagi ke bawah. Dari mulutnya keluar kata-kata penuh hasrat: "Tehiid staane 'isyrat raa."
Maknanya yang saya pahami adalah, derajat itu tidak akan diraih oleh manusia selama tidak
menyembelih dan menimpakan suatu maut (kematian) atas dirinya.‖.... (Malfuzat, jld. IV, hlm.
377).

100
erus-menerus menigerjakan shalat. Lihat, hal ini terdapat di dalam fitrat manusia, yakni tidak
pedult §etapapun kecilnya sesuatu itu, apabila i'udah disukai. maka hati dengan senddinya akan
ditarik tents ke .arch itu. Demikian pula ketika manusia mengenali Allah Taala, dan menyukai
keindahan dan kebaikan-Nya, maka hats tanpa kendali akan berlari ke arah-Nya. Dart sesuatu
yang terasa hampa akan timbul kelezatan.

(377-380)

FILSAFAT YUNANI &


FALSAFAH HAKIKI DALAM AL-QURAN

Berlangsung perbincangan bahwa sebelum kedatangan Rasulullah saw., filsafat dan ilmu-
ilmu dari Yunani dan sebagainya sudah sangat masyur. Menanggapi hal itu Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. bersabda:
―Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu bukanlah ilmu-ilmu duniawi. Tidak ada hubungannya
sedikit pun dengan ilmu-ilmu ardhi (yang berasal dari bumi –pent.). Ilmu-ilmu hakiki adalah
ilmu-ilmu yang dibawa oleh para nabi, sedangkan ilmu-ilmu ardhi dan rendah yang dipahami
oleh orang-orang dunia -- misalnya penemuan-penemuan telegram, kereta api, balon udara, seni
dan sebagainya – merupakan permainan, dan hal-hal yang bersifat ardhi (bumi). Yakni. begitu
manusia mati, maka ilmu-ilmu ini pun akan punah bersamanya.
Namun ilmu-ilmu yang dibawa oleh para nabi, sesudah mati pun ilmu-ilmu itu tetap akan
hidup dan tidak akan pernah punah. Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu di situ adalah ilmu-ilmu
Tuhan....
Itulah sebabnya ilmu-ilmu yang dibawa oleh Quran Syarif, tidak ditemukan dalam kitab
dunia mana pun. Di dalam Taurat tidak ada disinggung mengenai ilmu apa pun, demikian pula di
dalam Injil, tanda-tandanya pun tidak ada. Salah satu dari antara dalildalil besar keagungan
Quran Karim adalah, di dalamnya terkandung ilmu-ilmu agung yang tidak ditemukan dalam
Taurat dan Injil walau sudah dicari. Dan orang-orang yang berderajat tinggi mau pun yang
berderajat rendah, dapat mengambil manfaat dari ilmuilmu sesuai pemahaman mereka.
Lihatlah Taurat. Satu pun tidak ada kalimat yang menjelaskan tentang Dzat Allah Ta‘ala dan
kiamat. Sebaliknya, lihatlah Quran Syarif, betapa Kitab ini dipenuhi oleh dalil-dalil mengenai
Dzat Allah Ta‘ala dan kiamat. Kemudian, secara logika dan tekstual, keduanya terdapat bukti-
bukti. Pada kurun pertama yang ada memang tekstual. Kemudian, di dalamnya juga terdapat
penolakan terhadap golongan-golongan Yahudi, Nasrani, Ariya, Brahmu, Nechri, dan
sebagainya.
Ringkasnya, Quran Majid merupakan sebuah kitab yang paling kamil dan paling sempurna.
Allah Ta‘ala melihat bahwa di kalangan umat manusia sudah terdapat akal pikiran untuk meraih
ilmu-ilmu [sejati] itu, maka Dia pun menurunkan sebuah kitab seperti Al-Quran ini.‖ (Malfuzat,
jld. IV, hlm. 380-381).

(381-385)

MASIH MAU‘UD DALAM AL-QURAN &


DUA PERMISALAN BAGI ORANG-ORANG MUKMIN

Abu Said Arab Sahib bertanya: "Di mana saja terdapat hal-hal yang menyinggung tentang

101
Masih Mau'ud?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Di dalam Surah Al-Fatihah, Surah Nur, Surah Tahrim, dan sebagainya. Di dalam Surah Al-
Fatihah adalah "Ihdinash shiraathal mustaqiim (tunjukilah kami jalan yang lurus - Al-Fatihah,
6). Di dalam Surah Nur, "Wa'adallaahul ladziina aamanuu minkum (dan Allah telah berjanji
terhadap orang-orang mukmin dari antara kamu -- An-Nur, 56). Dan di dalam Surah Tahrim
dipaparkan permisalan-permisalan bagi orang-orang mukmin, difirmankan, "Wa maryama-
bnata 'imraanal latii ahshanat farjahaa (dan Maryam putri Imran, yang telah memelihara
kemaluannya -- At-Tahrim, 13).
Bagi orang-orang mukmin, Allah Ta‘ala telah memberi permisalan dua macam perempuan.
Pertama, istri Firaun, dan kedua, Maryam. Di dalam permisalan pertama telah diberitahukan
bahwa ada orang-orang mukmin semacam ini, yakni mereka masih terperangkap dalam
cengkeraman dorongan-dorongan hawa nafsu mereka, dan mereka punya keinginan serta
kemauan besar supaya Allah melepaskan mereka dari hal-hal itu.
Orang-orang mukmin ini seperti istri Firaun yang juga ingin terlepas dari Fir‘aun, tetapi
tidak berdaya. Namun, orang-orang mukmin yang mengupayakan diri mereka sendiri mencapai
derajat tinggi ketakwaan dan kesucian, serta memelihara kemaluan mereka, maka Allah Ta‘ala
akan meniupkan ruh Isa ke dalam diri mereka.
Inilah dua jenjang kebaikan yang dapat diraih orang-orang mukmin, namun jenjang kedua
jauh lebih tinggi, yakni memperoleh peniupan ruh, lalu menjadi Isa. Ayat ini dengan jelas
mengisyaratkan bahwa di dalam tunas (umat) ini ada seseorang yang akan bersifat Maryam,
yakni kepadanya akan ditiupkan ruh lalu dia dijadikan sebagai Isa.
Kini, tidak ada perempuan yang seperti itu, dan tidak pula ini merupakan nubuatan mengenai
seorang perempuan tertentu. Oleh karena itu dengan jelas tampak bahwa yang dimaksud di sini
adalah bahwa di dalam umat ini akan datang seorang manusia yang pertama-tama akan
menyandang sifat Maryam berdasarkan ketakwaan, kesucian, kebersihan, dan kesalihannya.
Kemudian padanya akan ditiupkan ruh kudus, lalu akan terciptalah sifat-sifat Isa di dalam.
dirinya.
Nah, kondisi dan kedalaman hal ini dapat diketahui melalui [buku] Barahiin Ahmadiyyah.
Yakni, pertama-tama saya dinamakan Maryam, kemudian ditiupkan ruh shiddiq, sehingga saya
dijadikan Isa.
Permisalan-permisalan bagi orang-orang mukmin yang telah dipaparkan itu, juga dapat
diketahui melalui ayat-ayat tersebut.... Bagi orang yang menyandang sifat Maryam, adalah
mutlak baginya untuk mengubah diri dalam warna Isa. Jika di dalam ayat itu yang tertera hanya
kata Maryam maka bisa saja yang dimaksud di situ adalah banyak orang. Namun Allah Ta‘ala
telah mempersempitnya dengan ciri-ciri ahshan faraj (pemeliharaan terhadap
kemaluan/kehormatan) dan nafakh ruh (peniupan ruh), sehingga terbukti bahwa yang dimaksud
disitu hanya tentang satu orang saja.
Ini adalah suatu tamsilan. Siapa saja yang tidak paham, sekaranglah waktu yang telah
ditetapkan untuk itu. Kemudian, hal yang paling menakjubkan adalah, ilham-ilham mengenai
penyebutan diri saya sebagai Maryam, dan mengenai nafakh ruh (peniupan ruh) serta
penyebutan sebagai Isa, hanya berjarak antara 9 hingga 10 bulan, yaitu jangka masa kehamilan.
Segenap rangkaian perkembangan ini berada di tangan Allah. Seorang pun tidak ada yang
tahu, yakni bagaimana dari sebutir benih terjadi berbagai perkembangan di dalam tanah, lalu
akhimya sampai menjadi sehelai daun.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 385-386).

KESEDERHANAAN DAN KEBERSAHAJAAN DALAM ISLAM

102
Pada tanggal 7 Januari 1903 Hadhrat Masih Mau'ud a.s. seperti biasanya pergi jalan kaki
bersama beberapa sahabah. Abu Sa'id Arab Sahib membincangkan mengenai tatacara dan etika
orang-orang Inggris. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Manusia, sebagaimana secara batin hendaknya memperlihatkan Islam, begitu pula secara
zahir pun hendaknya memperlihatkan Islam. Jangan menjadi seperti orang-orang [Islam] yang
pada masa sekarang ini memperoleh pendidikan di Aligarh lalu memakai jas serta celana dan
segala bentuk pakaian orang-orang Inggris. Sampai-sampai mereka ingin agar perempuan-
perempuan mereka juga seperti perempuan-perempuan Inggris. Dan supaya kaum perempuan
mereka mengenakan pakaian seperti kaum perempuan Inggris, dan sebagainya.
Seseorang yang menyukai pakaian suatu kaum, maka lambat-laun dia juga akan menyukai
tata-cara lainnya dari kaum itu, sampai-sampai agama kaum itu pun akan dia sukai. Islam
menyukai kesederhanaan, dan membenci hal-hal yang bersifat mengada-ada.‖
Kemudian dipertanyakan mengenai cara makan yang menggunakan pisau dan garpu. Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Syariat Islam memang tidak melarang cara makan yang menggunakan pisau. Ya, Islam
telah melarang sikap yang menekankan suatu hal atau suatu perbuatan yang bersifat mengada-
ada, supaya tidak menyerupai suatu kaum tertentu. Sebab jika tidak demikian, sebenarnya
terbukti bahwa Rasulullah saw. juga pernah makan daging dengan menyayatnya pakai pisau.
Dan perbuatan itu dilakukan supaya umat tidak merasa susah.
Makan dengan cara demikian pada saat diperlukan adalah dibenarkan, namun betul-betul
terikat dengan ketentuan cara seperti itu serta bersikap mengada-ada, dan menganggap cara
makan lainnya lebih rendah (hina) adalah dilarang. Sebab dengan demikian maka lambat-laun
manusia akan mengikuti sedemikian rupa sampai-sampai merasa tidak perlu lagi bersuci, seperti
yang dilakukan oleh orang-orang ini.
"Man tasyaabaha biqaumin fahuwa minhum – (barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia
akan menjadi salah satu dari kaum itu," artinya adalah, jangan lakukan hal itu sebagai suatu
keharusan, sebab kadang-kadang berdasarkan kebutuhan yang dibenarkan, melakukan hal itu
tidaklah dilarang.
Misalnya, kadang-kadang karena banyak pekerjaan dan sibuk menulis sambil duduk maka
saya sering meminta agar makanan dihidangkan di atas meja, dan di situlah kami makan. Kami
juga makan dengan hidangan yang disajikan di atas tikar. Di atas dipan pun saya makan. Jadi,
dalam hal-hal seperti ini, hendaknya yang diperhatikan adalah bagaimana supaya berlangsung
dengan ala kadarnya.
Yang diinaksud dengan mencontoh di dalam hadits ini adalah, mengharuskan suatu hal yang
ditiru. Sebab kesederhanaan agama kita adalah sesuatu yang membuat umat-umat lain menjadi
iri, dan mereka berangan-angan seandainya hal itu terdapat juga di dalam agama mereka. Dan
orang-orang Inggris memuji hal itu. Dan kebanyakan hal-hal mendasar mereka ambil dari Arab
lalu mereka gunakan. Namun sekarang, dengan penyembahan terhadap tradisi, mereka itu
terpaksa. Mereka tidak dapat meninggalkannya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 387-388).

MEMELIHARA JENGGOT DAN MENGGUNAKAN PISAU SILET

Ada yang bertanya tentang janggut, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Ini merupakan pemikiran yang timbul dalam kalbu manusia. Sebagian orang Inggris

103
mencukur habis janggut dan kumis semuanya, dan mereka menganggapnya sebagai keindahan.
Saya sangat tidak suka terhadap hal itu sehingga hati ini enggan untuk makan jika berada di
hadapan mereka.
Cara penanganan janggut yang dilakukan para nabi dan orang-orang salih sangatlah disukai,
yakni jika sudah terlalu panjang, maka hendaknya dipotong. Biarkan tetap tipis. Ini adalah
pembeda yang telah diberikan Tuhan antara laki-laki dan perempuan.‖
Kemudian dokter Yakub Beg mengatakan: "Hudhur (Yang Mulia), sekarang ini telah terbit
sebuah buku Plague Guide, dan telah dikirimkan kepada semua dokter. Di dalamnya terdapat
sebuah petunjuk, yakni di masa merebaknya wabah pes ini, mencukur jenggot hendaknya sama-
sekali jangan dilakukan, sebab dengan sedikit saja terluka maka kuman pes akan sangat cepat
bereaksi." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Pisan cukur (silet) juga kadang-kadang beracun, dan penyakit-penyakit seperti syphilis bisa
menyebar karenanya. Oleh karena itu wajib untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan pisau
cukur (silet), dan penggunaan pisau cukur (silet) pada wajah sangat berbahaya. Ya, untuk
rambut-rambut yang tidak pantas, misalnya seperti yang tumbuh pada bagian pipi, atau jenggot
yang terlalu panjang dan sebagainya, hendaknya dipotong. Jangan dicukur habis.‖ (Malfuzat,
jld.IV, hlm. 388-389).

HATI-HATI DALAM MEMAHAMI NUBUATAN

Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda kepada Abu Sa'id Arab Sahib:
―Apa yang anda tanyakan tadi malam, itu memang sangat penting, sebab untuk memberikan
pemahaman di negeri-negeri yang penduduknya benar-benar tidak kenal, diperlukan ilmu.‖
Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan mengenai sikap berhati-hati dalam
memahami nubuatan (kabar gaib). Beliau a.s. bersabda:
―Mengenai nubuatan (kabar ghaib), sama-sekali jangan berpikir bahwa nubuatan itu benar-
benar terbuka sedemikian rupa, sampai nama-nama pun diberitahukan secara rinci. Sebab, jika
tidak maka tuntutan ini pun dapat tertuju pada Rasulullah saw.. Dan memang dibutuhkah bukti-
bukti atas pendakwaan Rasulullah saw., sebab di dalam Taurat Allah telah menyatakan bahwa
di akhir zaman akan datang seorang nabi.
Kemudian dikatakan bahwa ―ia akan berasal dari kalangan saudara-saudara kamu‖, namun
tidak dijelaskan bahwa ia akan berasal dari keturunan Ismail, padahal orang-orang Yahudi
berpikiran bahwa nabi yang dijanjikan itu akan datang dari kalangan Bani Israil. Sebab,
bukannya Allah Ta‘ala itu tidak kuasa untuk memberitahukan semua tentang nama Rasulullah
saw., nama ayah beliau, dan nama kota beliau, sehingga tidak ada peluang untuk timbulnya
keraguan.
Namun, [nubuatan] itu dalam kata-kata sedemikian rupa sehingga orangorang Yahudi
mengambil manfaat dari itu, dan mereka sampai sekarang masih berkeyakinan bahwa yang
dimaksud dengan "dari antara saudara-saudaramu" adalah akan berasal dari Bani Israil. Hal
lainnya dimana Bani Israil telah tergelincir adalah persoalan mengenai Ilyas (Eliya), yakni
mereka tidak percaya bahwa Yahya (Yohanes) itu adalah Ilyas.
Ringkasnya, dari itu tersimpul bahwa jika semua perkara itu disimak secara bersamaan, dan
orang itu merupakan seorang yang beriman dan bertakwa, maka dia akan memperoleh bukti.
Yakni, di satu sisi Al-Quran, hadits, dan kitab-kitab terdahulu ada menyertai saya. Dan di sisi
lain, terdapat ratusan Tanda (mukjizat) yang telah zahir. Dan sebanyak 150 dari antaranya telah
dipaparkan di dalam buku Nuzulul Masih. Ringkasnya, ini merupakan sunnatullaah (kebiasaan

104
Allah), bahwa seorang yang benar itu dapat dikenali melalui Tanda-tanda (mukjizat).
Dan hal yang sebenarnya adalah, jika mereka melontarkan kritikan, maka silahkan mereka
paparkan bukti pengutusan dan kebenaran Hadhrat Isa a.s. dan kemudian Rasulullah saw.. Lalu,
berapa pun yang tertinggal dari mereka, akan saya penuhi.
Orang-orang Yahudi dua kali mengalami kejutan. Pertama, di masa Al-Masih a.s., ketika mereka
bertanya kepadanya: "Mana Ilyas yang harus datang sebelum engkau?" Maka beliau menjawab:
"Itulah Yahya (Yohanes), terserah man menerimanya atau tidak." Dan yang kedua adalah di
masa Rasulullah saw., sebab beliau berasal dari Bani Ismail.
Al-Masih itu telah disebut gila, bahkan eliau. dinamakan Baalzebul oleh para penentang.
Baal artinya kepala/pemimpin, sedangkan zebul artinya lalat-lalat yang hinggap di kotoran.
Yakni, beliau disebut sebagai ketua segenap kekotoran. Itu adalah kesalahan besar yang mereka
lakukan, dan sebutan itu mereka lontarkan karena sikap penentangan. Samas halnya dengan
Rasulullah saw. ang disebut tukang sihir dan majnun (gila).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 389-390).

(390-393)

TUDUHAN TENTANG WARISAN

Orang-orang melontarkan kritikan bahwa di kalangan kerabat Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
orang-orang yang mati tanpa ahli waris, maka harta mereka jatuh ke tangan Hadhrat Masih
Mau'ud, sehingga terkumpul banyak sekali harta kekayaan beliau. Menanggapi itu Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Ayah saya dahulu memang menugaskan saya untuk urusan-urusan duniawi seperti itu
(urusan tanah warisan dll. – pent.). Dan berdasarkan perintah beliau serta supaya beliau senang,
maka saya juga terpaksa sering pergi menghadiri persidangan-persidangan. Ketika ayah saya
wafat, apakah ada orang yang melihat saya masih ambil bagian dalam hal-hal seperti itu?
Padahal saya punya hak, yakni jika mau maka saya dapat mengambilnya.‖ (Malfuzat, jld. IV,
hlm 393) .

KESEDERHANAAN DAN KEBERSAHAJAAN


HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. setelah shalat Maghrib duduk-duduk bersama para sahabah.
Setelah membincangkan mengenai beberapa hal, Mian Ahmad Diin dari Gujranwala
menyampaikan: "Jika Hudhur sudah tahu persis kapan akan berangkat dari sini, maka mohon
singgah ke Gujranwala. Kami ingin mengundang makan dan minum." Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
―Saya ini hanya Allah-lah yang membawa saya pergi. Berdasarkan perintah-Nya-lah saya
akan pergi. Sekarang, siapa yang tahu, kapan harus berangkat? Manusia sangat lemah dan
rendah. Bersama Allah-lah dia berangkat, dan bersama Allah jugalah dia kembali.‖
Lalu ada sahabah lainnya yang menyampaikan: "Ada seseorang lagi yang akan menyiapkan
makanan dan sebagainya di perjalanan." Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Keikhlasan yang ada di dalam kalbu, andalah yang akan memperoleh pahalanya, sebab saat
ini undangan yang telah disampaikan adalah dari pihak anda.‖

105
Kemudian mengenai kondisi kesehatan beliau yang tidak begitu baik, Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
―Dalam dua atau tiga hari ini kegiatan jalan kaki kita hentikan dulu, sebab sekarang hujan
masih belum turun, karena itu banyak debu beterbangan, dan karena itulah saya jadi sakit.‖
Seorang sahabi mengatakan: "Dikarenakan orang-orang berjalan di depan Hadhur (Yang
Mulia), oleh sebab itu debu yang beterbangan mengenai Hudhur.‖ Namun Hadhrat Masih
Nlau'ud a.s. bersabda:
―Bukan, karena tidak ada hujanlah saya jadi sakit.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 393-394).

BANYAK BUKU YANG DITULIS


ATAS BANTUAN ALLAH TA’ALA

―Sungguh menakjubkan qudrat (kekuasaan) Allah Ta‘ala. Yakni, penentang saya ada ribuan
orang, dan sebagai bandingannya Jemaat saya sedikit sekali. Namun banyak buku baru yang
terbit dari pihak saya, tetapi dari mereka tidak seberapa. Dan kalau pun ada yang terbit dari pihak
mereka, di dalamnya hanya terdapat caci-makian. belaka, yaitu suatu hal yang memalukan bagi
pihak mereka.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 394).

JEMAAT DAN TAKWA

―Di zaman yang penuh kerusakan ini -- ketika di segala penjuru bertiup angin kesesatan,
kelalaian dan penyimpangan -- adalah mutlak bagi Jemaat saya untuk menerapkan
ketakwaan. Kondisi dunia sudah demikian, yakni tidak ada lagi nilai keagungan perintah-
perintah Allah Ta‘ala.
Hak-hak dan wasiat (pesan) tidak dipedulikan lagi. Orang-orang sibuk dalam dunia dan
dalam pekerjaan-pekerjaan dunia mereka melampaui batas. Sedikit saja timbul kerugian dalam
urusan dunia, manusia langsung saja meninggalkan porsi agama dan mengabaikan hak-hak Allah
Ta‘ala.
Senora hal ini tampak dalam gelar perkara-perkara pengadilan dan dalam pembagian jatah-
jatah antara sesama rekan usaha. Manusia berinteraksi (tampil) di hadapan satu sama lain dengan
niat tamak. Orang-orang sungguh tidak berdaya dalam melawan dorongan-dorongan nafsu.
Selama Tuhan membiarkan mereka dalam kondisi lemah, mereka tidak berani melakukan dosa.
Namun tatkala sedikit saja kelemahan mereka sirna, dan tersedia peluang melakukan dosa, maka
mereka langsung melakukannya.
Pada zaman sekarang ini, periksalah semua tempat, maka yang akan kalian temukan adalah
seakan-akan ketakwaan hakiki telah lenyap, dan keimanan sejati benar-benar telah tiada. Namun,
dikarenakan Allah Ta‘ala sudah menghendaki untuk tidak menyia-nyiakan benih ketakwaan dan
keimanan sejati, tatkala Dia melihat bahwa panen benar- benar sudah hancur, maka Dia
menciptakan panen yang lainnya.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 395).

(395-397)

NASIHAT PENTING BAGI JEMAAT

106
Al-Quran masih tetap ada dalam bentuk yang otentik. Sebagaimana 'Allah Taala berfirman:
"Innaa nahnu nazzalnadz- dzikra wa innaa lahuu lahaafizhuun – (sesungguhnya Kami yang
menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya – Al-Hijr, 10). Banyak sekali
bagian hadits yang masih ada. dan berkat-berkat juga ada, namun iman di dalam kalbu-kalbu
serta bentuk pengamalan sama-sekali tidak ada.
Allah Ta‘ala telah mengutus saya adalah supaya hal-hal tersebut timbul kembali. Ketika
Allah melihat. bahwa arena ini telah kosong, maka gejolak Ketuhanan-Nya sama-sekali tidak
menyukai bila arena ini tetap kosong, dan orang-orang masih saja tetap jauh seperti itu. Oleh
karenanya untuk menghadapi itu Allah Ta‘ala ingin menciptakan sebuah kaum baru yang terdiri
dari orang-orang yang hidup. Dan karena itulah tabligh saya mengimbau agar kehidupan takwa
itu diraih.
Orang ada bermacam-macam. Sebagian orang melakukan keburukan lalu mereka berbangga
diri atas hal itu. Cobalah, sifat apa namanya itu yang dapat dibanggabanggakan? Menghindari
keburukan dengan cara demikian, tidaklah termasuk dalam kebaikan. Dan tidak pula itu yang
dinamakan kebaikan hakiki, sebab binatang pun dapat mempelajarinya.
Ada seorang pedagang bernama Mian Hussein Beg. Dia memiliki seekor anjing. Dia sering
memerintahkan kepada anjing itu agar tetap menatap roti, maka anjing itu terus menjaga roti
tersebut. Demikian pula, saya dengar ada seekor kucing yang sudah diajarkan seperti itu. Ketika
orang-orang tahu, maka mereka ingin mengujinya. Dan mereka meletakkan manisan, susu serta
daging di dalam sebuah ruangan serta benda-benda yang pasti menarik selera kucing.
Kucing itu dimasukkan ke dalam ruangan tersebut, lalu pintunya ditutup, untuk menguji
apakah kucing :itu memakan makanan-makanan itu atau tidak? Setelah satu atau dua hari
ruangan dibuka, dan ternyata semua makanan itu masih tetap utuh, sedangkan kuding tersebut
sudah mati. Tidak ada satu benda pun yang disentuh oleh kucing itu.
Oleh karena itu, sekarang hendaknya manusia merasa malu, sebab kucing dan anjing itu
sebagai hewan telah menuruti perintah manusia sedemikian rupa, sedangkan orang-orang ini
sebagai manusia tidak menuruti perintah Allah Ta‘ala.
Untuk memperingatkan jiwa-jiwa manusia, banyak sekali contoh seperti itu. Banyak sekali
anjing yang setia seperti itu. Namun disayangkan bagi manusia yang tidak mencapai derajat
seperti yang dicapai anjing itu. Cobalah katakan, lalu apa saja yang diminta oleh manusia kepada
Tuhan?
Allah telah memberikan suatu potensi kepada manusia, yang tidak diberikan kepada
makhluk lainnya. Dalam hal menghindari keburukan, hewan-hewan juga sama saja seperti
manusia. Sebagian kuda saya lihat, ketika cambuk jatuh dari tangan majikannya, maka kuda-
kuda itu mengambilnya dengan mulut lalu memberikannya kembali kepada sang majikan. Dan
kuda-kuda itu berbaring, duduk, serta berdiri atas perintah majikannya, dan mereka taat
sepenuhnya.
Jadi, ini tidak bisa menjadi kebanggaan manusia, yakni menghindarkan diri dari beberapa
dosa yang timbul dari tangan, kaki, dan anggota, tubuh lainnya. Sedangkan orang-orang yang
melakukan dosa-dosa seperti itu, mereka menerapkan sifat-sifat binatang, seperti yang dilakukan
kucing dan anjing. Yakni, bila melihat mangkuk terbiarkan maka langsung dijilat. Dan jika
melihat makanan tidak terjaga, maka langsung dimakan. Manusia seperti itu jadi sama saja
seperti anjing dan kucing. Akhirnya, mereka akan tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.
Pergilah lihat, penjara-penjara dipenuhi oleh orang-orang Islam seperti itu....
Jadi, sekarang ini merupakan peluang, dan merupakan masa bagi ombak-ombak Allah
Ta‘ala. Yakni seperti halnya ada beberapa masa tertentu yang merupakan masa bagi rahmat

107
Allah, dan orang-orang memperoleh kekuatan di dalamnya. Demikian pulalah saat sekarang ini.
Saya tidak mengatakan supaya samasekali meninggalkan usaha-usaha (perniagaan) duniawi,
melainkan maksud saya adalah, berusahalah sampai batas keseimbangan, dan carilah nafkah di
dunia dengan niat supaya dengan itu dapat mengkhidmati agama. Akan tetapi sama sekali tidak
dibenarkan untuk begitu tenggelam dalam urusan-urusan duniawi itu sedemikian rupa sehingga
sisi agama terlupakan. Yakni, sampai lupa puasa, dan lupa shalat, seperti halnya kondisi orang-
orang sekarang ini yang kelihatan.
Sebagai contoh misalnya, lihatlah acara pertemuan besar di [istana kerajaan di] Delhi
sekarang ini. Dikatakan bahwa satu juta lima ratus ribu orang telah hadir di situ. Menurut
perkiraan saya, mereka ini semua adalah orang-orang yang menyembah dunia.
Di dalam hadits tertera bahwa yang paling banyak menimbulkan kebencian Allah adalah raja-
raja, sebab mereka itu seperti suatu dewi besar. Semakin dekat dengan mereka, maka kalbu
semakin menjadi keras.
Saya tidak melarang siapa pun melakukan perniagaan, yakni supaya dia meninggalkan semua
perniagaan itu. Namun saya mengatakan supaya mereka pikirkanlah sedikit, dan simaklah,
dimana sekarang bapak dan kakek mereka? Banyak orang yang sangat mulia, dan bagaimana
orang-orang itu diambil dari antara mereka, dan bagaimana maut (kematian) telah mencerai-
beraikan mereka....
Sekarang ini bencana wabah pes sedang menyerang. Dikatakan bahwa siklusnya adalah ' 70
tahunan. Dan di hadapan [wabah pes] ini tidak ada dalih (alasan) yang berlaku. Semua alasan
menjadi sia-sia. Dan [bencana] ini muncul supaya orang-orang kembali percaya akan Wujud
Tuhan. Jadi, Wujud-Nya itu benar-benar ada. Dan tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia
dari bencana yang diturunkan Tuhan, kecuali Tuhan itu sendiri.
Terapkanlah ketakwaan sejati, supaya Allah Ta‘ala menjadi ridha terhadap kalian. Tatkala
manusia seperti kuda binal maka akan dipukuli, sedangkan orang-orang yang khusus mereka itu
berjalan melalui isyarah-isyarah, seperti halnya kuda yang sudah terlatih berjalan melalui
isyarah. Kepada orang-orang ini turun wahyu dan ilham. Dan hal yang indah adalah wahyu itu
juga mengandung arti sebagai isyarah.
Namun ketika masa hukuman telah lewat, maka datanglah masa turunnya wahyu. Dan hal
yang penting adalah, tahap ini tidak dapat ditempuh dengan mudah, sebab takwa bukanlah
sesuatu yang diraih oleh manusia hanya melalui mulut (ucapan) saja, melainkan manusia ikut
ambil bagian dalam dosa-dosa setaniah. Permisalannya adalah seperti gula yang diletakkan
sedikit saja di satu tempat, maka tidak terhitung banyaknya semut yang mengerubutinya.
Begitulah halnya dosa-dosa setaniah, dan dari itulah diketahui kondisi kelemahan manusia.
Jika Allah menghendaki, maka tentu Dia tidak akan menimbulkan kelemahan demikian.
Namun, tujuan Allah Ta‘ala adalah supaya manusia menjadi tahu bahwa sumber segala kekuatan
hanyalah Dzat Allah. Tidak ada kekuatan seorang nabi atau rasul mana pun untuk dapat
memberikan kekuatan tersebut dari dirinya sendiri. Dan kekuatan ini, ketika manusia meraihnya
dari Allah, maka terjadi perubahan di dalam dirinya.
Untuk meraih kekuatan itu adalah mutlak agar manusia menggunakan doa. Dan shalat adalah
suatu kebaikan yang dengan menerapkannya maka kelemahan yang bersifat setaniah menjadi
lenyap. Dan shalat itu sendiri merupakan doa. Setan menghendaki agar manusia tetap lemah
dalam hal shalat, sebab setan tahu bahwa sekian banyak ishlah (perbaikan) yang akan dilakukan
oleh manusia, semua itu dilakukannya melalui perantaraan shalat. Jadi, oleh karena itu, yang
menjadi syarat adalah kesucian dan kebersihan. Selama kekotoran masih ada di dalam diri
manusia, selama itu pula setan akan tetap mencintainya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 395-398).

108
(398-399)

SOPAN SANTUN DALAM BERDOA

Sopan santun adalah sesuatu yang penting dalam memohon kepada Allah Ta‘ala. Dan orang-
orang ketika memohon sesuatu kepada raja, maka mereka selalu memperhatikan sopan santun.
Oleh karena itu Allah Taala telah mengajarkan di dalam Surah Al-Fatihah bagaimana cara
memohon. Di situ diajarkan: Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin , yakni, segenap pujian hanyalah
bagi Allah yang merupakan Tuhan sekalian alam. Ar-Rahmaan, yakni Yang memberi tanpa
diminta. Ar-Rahiim, yakni yang memberikan imbalan dan buah-buah atas kecintaan hakiki
manusia. Maaliki yaumid diin, yakni ganjaran pahala dan hukuman ada di tangan-Nya. Jika Dia
kehendaki, Dia lestarikan, dan jika Dia mau maka dia matikan. Dan yang ada di tangan-Nya
akan berlaku di akhirat, dan juga yang berlaku di dunia ini.
Tatkala manusia melakukan pemujian seperti itu, maka terbayang olehnya, betapa agungnya
Tuhan itu. Yakni yang merupakan Rabb, Rahmaan, Rahiim, dan manusia semakin percaya akan
sifat-Nya yang ghaib. Kemudian dengan meyakini-Nya sebagai sesuatu yang ada dan melihat,
manusia itu memanggil-Nya, "Iyyaa ka na'budu wa iyyaa ka nasta’iin, ihdinash shiraathal
mustaqiim." Yakni, tunjukilah suatu jalan yang betul-betul lurus, dan tidak ada kebengkokan apa
pun padanya.
Ada satu jalan yang merupakan jalan orang-orang buta. Yakni, mereka susah-payah
menempuhnya lalu mereka menjadi letih, dan tidak ada hasilnya sedikit pun. Dan ada satu
jalan'lagi yang dengan melakukan upaya gigih di dalamnya maka akan diperoleh hasil.
Kemudian lebih lanjut: Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim. yakni, jalan orang-orang, yang
telah Engkau beri nikmat (anugerah) kepada mereka. Dan itulah jalan lurus yang dengan
menempuhnya maka akan diperoleh nikmat (anugerah-anugerah).
Lalu: Ghairil maghdhubi 'alaihim. Yakni, bukan jalan orang-orang yang telah Engkau murkai.
Dan "Wa ladh-dhaalliin, " dan bukan pula jalan orang-orang yang terkutuk.
Yang dimaksud dalam "Ahdinash shirathal mustaqiim" adalah alas bagi pekerjaan-pekedaan
dunia dan agama. Misalnya, ketika seorang tabib mengobati seseorang, maka selama dia tidak
merniliki tangan yang bersifat sirathal mustaqiim, maka dia tidak akan dapat mengobati.
Demikian pula terdapat suatu sirathal mustaqiim bagi segenap pengacara, dan setiap profesi,
serta bagi setiap ilmu pengetahuan. Ketika tangan yang bersifat sirathal mustaqiim itu telah ia
miliki, maka pekerjaan dengan mudah akan dijalankan.
Pada tahap ini, ada seseorang y melontarkan kritikan, yakni, "Mengapa nabi masih perlu
memanjatkan doa? Mereka itu kan memang sudah berada jalan yang lurus sejak sebelumnya?"
Jawabannya adalah, mereka melakukan doa ini untuk kemajuan dalam mencapai tahap-tahap
dan derajat. Bahkan permohonan "Ihdinash shirathal mustaqiim ini pun akan tetap dipanjatkan
di akhirat nanti oleh orang-orang mukmin., sebab sebagaimana Allah Ta‘ala itu tidak terbatas,
demikian pula tahap-tahap dan derajat-derajat yang ada pada-Nya juga tidak terbatas.
Dikarenakan Allah Ta‘ala itu tidak terbatas, maka berkat-berkat dan karunia karunia-Nya juga
tidak terbatas. Untuk meraih karunia-karunia yang tak terbatas itulah para nabi tersebut
memanjatkan doa ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 399-400).

109
MENERAPKAN KETAKWAAN

Untuk menjadi orang muttaqi (bertakwa) hal ini adalah penting, yakni setelah benar-benar
mantap dalam meninggalkan hal-hal besar -- seperti zinah, mencuri, merampas hak-hak orang
lain,pamer, sombong, menganggap rendah pihak lain, kikir -- maka setelah menghindarkan diri
dari akhlaq razilah (sifat-sifat rendah) itu, adalah penting untuk meraih kemajuan dalam
menerapkan akhlaq fadhilah (sifat-sifat atau norms yang mulia).
Sikapilah orang-orang dengan baik, dengan peri-laku yang baik, dengan kepedulian.
Perlihatkanlah kesetiaan hakiki dan kejujuran terhadap Allah Ta‘ala. Carilah maqam mahmuud
(tahap-tahap/martabat yang terpuji) dalam melakukan pengkhidmatanpengkhidmatan.
Berdasarkan hal-hal inilah manusia disebut muttaqi (orang bertakwa). Dan orang-orang yang
merupakan himpunan segenap hal tersebut, mereka itulah muttaqi yang sejati. Yakni, jika akhlak
tersebut hanya ada satu-satu bagian saja pada diri seseorang, dan belum terpadu semua akhlak
fadhilah itu maka dia belum dapat disebut muttaqi. Dan bagi orang-orang muttaqi seperti itu:
"Laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanuun (tidak ada ketakutan bagi mereka, dan tidak pula
mereka berduka cita -- Al-Baqarah, 63).
Setelah itu, bagaimana mereka? Allah Ta‘ala menjadi Pelindung bagi orang-orang seperti itu,
seperti yang difirmankan: "Wa huwa yatawallash- shaalihiin (dan Dia melindungi orang-orang
yang salih] -- Al-A'raf, 197). Di dalam hadits dikatakan, bahwa Allah Ta‘ala akan menjadi
tangan mereka, yang dengan itu mereka memegang. Allah akan menjadi mata mereka, yang
dengan itu mereka melihat. Allah akan menjadi telinga mereka, yang dengan itu mereka
mendengar. Allah akan menjadi kaki mereka, yang dengan itu mereka berjalan.
Dan di dalam sebuah hadits lain tertera, "Barangsiapa memusuhi wali-Ku (sahabat-Ku) maka
Aku katakan padanya, bersiaplah untuk melawan-Ku." Di tempat lain juga dikatakan bahwa
apabila ada yang menyerang wali (sahabat) Allah, maka Allah Ta‘ala akan langsung menerkam
seperti singa betina yang menerkam dengan marahnya apabila ada yang merampas anaknya.‖
(Malfuzhat, jld. IV, hlm. 400-401).

CARA MENGAMBIL MANFAAT DARI RAHMAT ALLAH TA’ALA

Inilah ketentuan sebenarnya untuk mengambil manfaat dari sumber rahmat Allah. Sunnah
(kebiasaan) Allah Ta‘ala itu adalah, sebagaimana langkah manusia menapak maju, begitu
pulalah langkah Allah akan maju. Rahmat-rahmat khusus Allah Ta‘ala tidak turun pada setiap
orang, oleh karena itu orang-orang yang memperoleh rahmat-rahmat khusus tersebut, bagi
mereka hal itu disebut Tanda (mukjizat).
Contohnya lihatlah, betapa hebatnya upaya-upaya yang telah dilakukan para musuh untuk
menggagalkan Rasulullah saw., namun tidak satupun berhasil. Sampai-sampai mereka menyusun
rencana pembunuhan, akan tetapi akhirnya tetap tidak berhasil. Allah Ta‘ala memaparkan hal ini.
Akhlak dan sebagainya yang diraih untuk mendapatkan rahmat khusus-Nya itu, hendaknya
dipaparkan di hadapan Allah Ta‘ala, bukannya di hadapan kita. Teruslah pelihara rangkaian
kecintaan dan keagungan Allah Ta‘ala di dalam kalbu-kalbu kalian. Dan untuk itu, tidak ada
yang lebih baik daripada shalat., sebab puasa datang setahun sekali, sedangkan zakat diberikan
oleh orang-orang yang memiliki harta kekayaan. Namun hanya shalatlah yang harus dikerjakan
lima waktu sehari oleh setiap lapisan orang. Sama-sekali janganlah sia-siakan shalat itu.
Kerjakanlah shalat itu berkali-kali, dan kerjakanlah dengan pemikiran bahwa kalian berdiri

110
di hadapan Wujud yang memiliki Kekuatan sedemikian rupa, sehingga jika Dia menghendaki
maka dalam keadaan itu juga, pada saat itu juga, bahkan pada detik itu juga akan Dia kabulkan.
Sebab penguasa duniawi lainnya membutuhkan khazanah-khazanah, dan mereka risau jangan-
jangan khazanah itu sudah habis. Mereka selalu risau tidak memiliki apa-apa lagi, namun
khazanah Allah Ta‘ala selalu penuh.
Apabila berdiri di hadapan-Nya, yang diperlukan hanyalah keyakinan. Manusia hendaknya
meyakini bahwa dia berdiri di hadapan Wujud Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui dan
Maha Kuasa. Jika Dia bermurah hati maka saat itu juga Dia akan beri. Panjatkanlah doa dengan
penuh rintihan. Jangan sekali-kali putus asa dan berprasangka buruk. Jika kalian menerapkan
cara seperti ini, maka kalian akan segera menyaksikan ketenteraman itu, dan fadhl (karunia-
karunia) lainnya dari Allah pun akan menyertai kalian, dan Allah itu sendiri akan kalian
dapatkan.
Jadi, ini adalah cara yang seharusnya diterapkan. Namun doa orang yang fasik (durhaka) dan
zalim (aniaya) biasanya tidak dikabulkan, sebab dia itu bersikap tidak peduli terhadap Allah
Ta‘ala. Seorang anak jika tidak peduli terhadap bapaknya dan tidak patuh maka bapaknya pun
tidak akan peduli terhadapnya. Lalu, mengapa Allah harus peduli terhadap orang seperti itu?‖
Kemudian seseorang mengatakan, "Mengapa doa Bal'am Ba'ur telah dikabulkan?" Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Itu merupakan ibtilaa (cobaan), bukan doa. Akhirnya dia juga telah dimatikan. Doa adalah
yang dilakukan oleh orang-orang yang disayangi Tuhan. Jika tidak, [secara umum] Allah Ta‘ala
juga mendengar orang-orang Hindu, dan sebagian keinginan mereka pun telah terpenuhi. Namun
itu namanya ibtilaa, bukan doa.
Misalnya, jika ada yang memohon roti (makanan) kepada Tuhan, apakah Dia tidak akan
memberikan? Ada janji-Nya, "Maa min daabbatin fil ardhi illaa 'alallaahi rizquhaa –(tidak ada
sesuatu yang melata, di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya]" (Hud, 7). Anjing dan
kucing juga kebanyakan dapat memenuhi perutnya. Ulat-ulat dan serangga juga memperoleh
rezeki. Namun kalimat "Kami telah memilih" digunakan untuk kesempatan-kesempatan
khusus.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 401-402).

BUKTI-BUKTI KEBENARAN MASIH MAU’UD

Kepada Abu Sa'id Arab Sahib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Yang anda tanyakan mengenai bukti pendakwaan sebagai Masih, itu merupakan hal
panting. Dan hendaknya benar-benar diingat. Jika ada yang bertanya kepada anda di negera-
negara itu (Negara Burma), yakni apa bukti kebenaran saya, maka secara ringkas, hendaknya
berikan jawaban ini, yakni buktinya adalah bukti-bukti yang menyatakan kebenaran Musa a.s.,
Isa a.s., dan Rasulullah saw..
Segenap nabi hanya memiliki dua macam bukti. Pertama, kabar tentang mereka terdapat di
dalam kitab-kitab terdahulu. Namun pasti dalam bentuk kiasan, dan di dalamnya juga terdapat
peluang untuk tergelincir. Misalnya, ketergelinciran orang-orang Yahudi, bahwa Rasulullah saw.
itu seharusnya datang dari kalangan Bani Israil., tetapi mengapa beliau saw. datang dari Bani
Ismail?
Kemudian di masa Al-Masih a.s., orang-orang Yahudi menanti-nanti kedatangan Ilyas.
Mereka masih saja berselisih sampai sekarang mengenai hal itu. Semua ini merupakan sikap
mereka yang suka bersikeras. Begitulah, mengenai diri saya ada disebutkan di dalam kitab-kitab

111
terdahulu. Jika ada yang bersikeras mau bertengkar dengan saya dalam masalah ini, maka dia
pun termasuk di antara orang-orang [Yahudi] itu.
Yang kedua, bukti-bukti berupa Tanda (mukjizat-mukjizat). Dari aspek ini sangat jelas
bahwa saya juga memiliki bukti-bukti ini. Allah Ta‘ala telah memperlihatkan Tanda-tanda ini
dengan kaidah-kaidah tertentu. Dan jika dihitung seperti itu maka jumlahnya sudah lebih dari 2
juta [bukti]. Sebab di bawah ilham "Ya-tuuna min kulli fajjin 'amiiq” (akan berdatangan kepada
engkau dari tempat-tempat jauh) dan ilham "Ya-tiika min kulli fajjin 'amiq (akan berdatangan
kepada engkau dari tempat-tempat jauh). Setiap orang yang datang kepada saya, dan setiap
hadiah serta bingkisan yang sampai kepada saya, masing-masing merupakan Tanda yang
tersendiri. Namun saya hanya menuliskan sebanyak 150 Tanda (mukjizat) di dalam buku
Nuzulul Masih, yaitu Tandatanda yang disaksikan oleh ribuan orang.
Kemudian lihat, itu merupakan kabar untuk waktu kapan? Nash-nash Al-Quran, kabar-kabar
dari hadits-hadits, kasyaf-kasyaf serta mimpi dan sebagainya, semuanya layak untuk dipaparkan
sebagai bukti.
Saat ini Allah Ta‘ala berkehendak untuk mengeluarkan kesalahan orang-orang, dan
menegakkan ketakwaan. Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah Ta‘ala akan Dia panggil. Ini
merupakan imbauan dari-Nya, yang memanggil orang-orang. Para malaikat menarik-narik
mereka untuk datang ke sini.‖ (Malfuzat, jld, IV, hlm. .402-403).

(403-412)

MENGENAI ORANG-ORANG YANG MURTAD

―Adanya kemurtadan itu pun merupakan suatu Sunnah Allah. Pada masa Musa a.s. juga ada
yang murtad. Di masa Rasulullah saw. juga ada yang murtad. Dan kemurtadan yang terjadi di
masa Isa a.s. juga sangat mengherankan.
Ada janji Allah, jika satu hilang, maka sebagai gantinya Dia akan menganugerahkan satu
jemaat.‖. (Malfuzat, jld, IV, hlm. 412).

(412-414)

KERJA KERAS HINGGA LARUT MALAM

Pada tanggal 15 Januari 1903, waktu subuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
―Saya tidak tidur sampai jam tiga malam memeriksa naskah-naskah. Kesehatan Maulwi
Abdul Karim menurun, tetapi beliau tetap saja tidak tidur. Saat ini beliau tidak bisa datang. Ini
juga merupakan sebuah jihad. Manusia memang kadang-kadang secara kebetulan terbangun
pada malam hari. Namun betapa indahnya waktu itu, yaitu waktu yang digunakan untuk tugas-
tugas [keagamaan].
Ada kisah seorang sahabi (Khalid bin Walid r.a. – pent.). Ketika dia akan meninggal dunia
dia menangis. Kepadanya ditanyakan apakah dia menangis karena takut? Dia menjawab, ―Saya
tidak takut mati, namun saya sedih karena saat ini bukanlah waktu sedang berjihad. Ketika
dahulu saya melakukan jihad seandainya kewafatan ini terjadi pada waktu itu, betapa indahnya."
Tubuh saya memang penat, tetapi hati tidak pernah lelah. Hati menghendaki supaya terus

112
saja melakukan pekerjaan ini. (Malfuzat, jld, IV, hlm. 414).

DOA & TATA-CARANYA

―Doa adalah sesuatu yang sangat unik, namun disayangkan, bahwa bukannya orangorang
yang memanjatkan doa mengetahui tata-krama doa dan bukan pula orang-orang yang
memanjatkan doa pada zaman ini mengenali cara-cara yang darinya dapat diperoleh pengabulan
doa. Bahkan pada dasarnya mereka benar-benar telah jauh dari hakikat doa.
Sebagian orang ada yang mengingkari doa secara keseluruhan, dan ada yang bukan
mengingkarinya namun keadaan mereka telah lebih buruk dari keadaan para pengingkar doa.
Dikarenakan mereka tidak mengetahui tata-krama doa, maka doa mereka tidak dikabulkan, dan
juga dikarenakan doa itu pada arti yang sebenarnya bukanlah hanya sekedar doa (meminta),
sehingga keadaan amal perbuatan mereka menyeret orang lain kepada atheisme.
Untuk suatu doa hal yang pertama diperlukan adalah bahwa si pemanjat doa hendaknya
sampai kapanpun jangan merasa letih dan putus asa serta janganlah berprasangka buruk
terhadap Allah Ta'ala bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadangkadang tampak bahwa seseorang
memanjatkan doa begitu hebatnya bahwa sudah hampir tiba saatnya doa itu akan dikabulkan,
ternyata si pemanjat doa itu langsung merasa letih sehingga mengakibatkan kegagalan dan
ketidakberhasilan baginya.
Kegagalan itu membawa pengaruh buruk sedemikian rupa, sehingga orang itu mulai
mengingkari kemanjuran doa serta lambat laun dia akan sampai pada suatu tahap dimana dia pun
akan mengingkari Tuhan. Dia mulai mengatakan bahwa, "Seandainya Tuhan itu ada dan
mengabulkan doa, maka kenapa Dia tidak mengabulkan doa-doa yang telah kupanjatkan sejak
sekian lama ini?"
Namun bagi orangorang yang berpendapat demikian serta yang telah terkecoh seperti itu,
seandainya mereka merenungkan akan ketidak-teguhan dan ketidak-tetapan hatinya, maka dia
akan mengetahui bahwa seluruh kegagalan tersebut adalah karena ketergesaan dan ketidak-
sabarannya sendiri. Yaitu hal-hal yang menambah keputus-asaan orang-orang yang gagal serta
yang berprasangka buruk terhadap kekuatan dan kemampuan Tuhan. Oleh karena itu jangan
sekali-kali merasa letih.
Doa itu bagaikan seorang petani yang menanam sebuah benih di ladangnya. Pada
kenyataannya dia telah menimbun sebuah biji (benih) yang bagus (baik) ke dalam tanah. Pada
saat itu siapa yang tahu bahwa biji tersebut akan menjadi sebuah pohon yang baik dan akan
memberikan buah.
Dunia luas dan sang petani itu sendiripun tidak dapat melihat, bahwa betapa biji tersebut
ketika masih berada di dalam tanah telah berubah bentuk menjadi sebuah tumbuhan. Namun
pada hakikatnya adalah bahwa beberapa hari kemudian biji tersebut merekah dan mulai menjadi
tumbuhan di dalam tanah dan ia akan terus berkembang sampai akhirnya tunas tumbuhan
tersebut muncul, sehingga orang-orang pun dapat melihatnya.
Kini, lihatlah bahwa ketika biji tersebut dimasukkan ke dalam tanah, pada dasarnya sejak
saat itu dia mulai melakukan persiapan untuk menjadi tumbuhan. Namun orang-orang yang
hanya melihat secara zahiriah tidak mengetahui akan hal. itu. Dan ketika tunasnya sudah keluar
maka semua orang melihatnya. Akan tetapi seorang anak yang lugu pada saat itu tidak dapat
mengerti bahwasanya sang tunas tersebut akan berbuah pada pada waktunya. Dia menginginkan
bahwa kenapa tidak pada saat itu juga tunas tersebut berbuah?

113
Namun petani yang bijaksana memahami betul kapan tumbuhan itu berbuah. Dia dengan
sabar mengurusnya dan selalu menjaganya. Dengan demikian tibalah suatu saat ketika tumbuhan
tersebut mulai berbuah dan buahnya pun menjadi matang. Demikianlah halnya doa, dan tepat
seperti itulah doa menampakkan wujudnya serta memberikan buah.
Orang-orang yang selalu tergesa-gesa sejak pertama sudah mulai letih, sedangkan orang-
orang yang sabar, dengan penuh istiqlal (keteguhan) terus memanjatkan doa dan mereka
berhasil meraih maksud tujuan mereka. Ini memang benar, di dalam doa terdapat tahapan-
tahapan yang besar, yaitu tahapan-tahapan yang akan luput dari jangkauan para pemanjat doa
apabila mereka tidak mengenalinya.
Mereka akan tergesa-gesa dan tidak bersabar, padahal di dalam pekerjaan Allah Ta'ala
terdapat suatu tertib (tahap-tahap). Lihatlah, hal ini tidak pernah terjadi, bahwa seorang manusia
menikah pada hari ini dan besok anaknyapun akan lahir, padahal Dia itu Mahakuasa. Dia dapat
melakukan apa yang Dia ingini. Akan tetapi hukum dan ketentuan yang telah Dia tetapkan itu
adalah penting.
Pertama-tama seperti pertumbuhan tanaman, perkembangannya [dalam rahim] tidak
diketahui sedikitpun. Hingga umur 4 bulan tidak dapat dikatakan suatu hal yang pasti, sesudah
itu barulah mulai terasa beberapa gerakan. Dan setelah melalui masanya yang sempurnya serta
setelah menanggung rasa perih yang amat sangat, barulah sang anak lahir.
Kelahiran seorang anak merupakan kelahiran sang ibu juga adanya. Kaum pria mungkin
tidak dapat membayangkan rasa sakit dan perih yang harus ditanggung oleh perempuan tatkala
hamil. Namun memang benar bahwa itu merupakan suatu kehidupan yang baru bagi perempuan.
Jadi, perhatikanlah bahwa untuk memperoleh seorang anak, pertama-tama dia (sang ibu)
sendiri harus menghadapi suatu maut (kematian), sesudah itu barulah dia dapat menyaksikan
kebahagiaan tersebut. Demikian pula halnya bahwa sangat penting bagi orang yang berdoa
supaya dia meninggalkan sikap ketidaktetapan hati dan ketergesaan serta janganlah sekali-kali
beranggapan bahwa doa itu tidak dikabulkan. Akhirnya masa itu akan tiba, yaitu masa
munculnya buah hasil doa tersebut - dimana seolah-olah anak yang diidam-idamkan telah lahir.
Bagi suatu doa, pertama-tama adalah penting untuk mencapai tahapan dan derajat tersebut
dimana setelah mencapainya maka hasilnya pun akan terbukti baik. Seperti halnya sekerat kain
diletakkan dibawah kaca pembesar (suryakanta), lalu sinar matahari terfokuskan melalui kaca
tersebut, maka panas yang ditimbulkannya akan sedemikian rupa sehingga dapat membakar kain
itu, lalu seketika itu juga kain tersebut langsung terbakar. Demikian pula halnya bahwa adalah
sangat penting supaya kita memanjatkan doa sampai ke suatu tahap dimana akan timbul
kekuatan yang dapat membakar segala kegagalan serta terbukti dapat memenuhi maksud tujuan.
Peyda ast nade laaraa keh buland ast janaabat [Farsil
Manusia harus tetap memanjatkan doa hingga jangka waktu yang panjang, sehingga
akhirnya Allah Ta'ala mewujudkan buah doa tersebut. Saya melalui pengalaman saya sendiri
telah menyaksikan, dan pengalaman para shiddiq terdahulu pun memberikan kesaksian akan hal
ini, yaitu seandainya di dalam suatu permasalahan kita memanjatkan doa dan hingga sekian lama
tidak memperoleh jawaban, maka dalam hal ini ada harapan bahwa doa tersebut akan berhasil.
Akan tetapi suatu permasalahan yang segera memperoleh jawaban, hal itu tidak akan terwujud.
Secara umum kita melihat di dunia ini, bahwa tatkala seorang pengemis datang ke rumah
orang untuk meminta-minta dan dia memohon dengan sangat memelas serta rendah hati sampai
cukup lama, bahkan dia tidak beranjak dari tempat itu walaupun memperoleh bentakan-bentakan,
dan dia terus saja meminta, akhirnya tuan rumah tersebut menjadi malu.
Bagaimana pun kikirnya tuan rumah tersebut, dia tentu memberikan apa saja kepada si

114
pengemis itu. Jadi, apakah orang yang memanjatkan doa tidak harus teguh sebagaimana halnya
seorang pengemis yang sederhana itu? Allah Ta‘ala Yang Maha Pemurah dan memiliki rasa
malu, tatkala Dia melihat seorang hamba-Nya menjatuhkan diri sekian lama di hadapan
singgasana-Nya, maka Dia tidak pernah memberikan hasil yang buruk bagi hamba tersebut.
Sebagaimana seorang perempuan hamil, setelah melalui masa 4 atau 5 bulan ia mengatakan,
"Sekarang kenapa belum juga lahir anak ini?" dan untuk memenuhi keinginannya itu dia
memakan obat penggugur kandungan, maka apakah pada saat itu sang bayi akan lahir [tidak
sempurna], atau dia sendiri yang akan tenggelam di dalam keadaan yang tidak memberikan
harapan. Demikian pulalah halnya seseorang yang sebelum tiba saatnya telah bersikap tergesa-
gesa, dia hanya akan menanggung kerugian dan tidak sekedar menanggung kerugian, bahkan
imannya pun akan mengalami kegoncangan. Kadang-kadang dalam kondisi demikian orang
dapat menjadi tak bertuhan (atheis).
Di kampung kami ada seorang tukang kayu, istrinya jatuh sakit dan akhirnya meninggal
dunia. Si tukang kayu itu mengatakan, "Jika Tuhan memang ada, tentu segala doa yang aku
panjatkan akan dikabulkan dan istriku pun tidak akan mati". Demikianlah dia telah menjadi tak
bertuhan.
Akan tetapi seorang yang baik, jika ia memanfaatkan kejujuran dan keikhlasannya maka
keimanannya akan meningkat, dan segala sesuatunya pun akan terwujud. Apalah artinya harta-
kekayaan dunia ini di hadapan Allah Ta‘ala. Dalam sedetik saja Dia dapat melakukan segala
sesuatu. Apakah kalian tidak melihat bahwasanya Dia telah menjadikan sebuah bangsa yang
tidak dikenal sebelumnya menjadi raja, dan menjadikan kerajaan-kerajaan besar sebagai
bawahan bangsa tersebut, serta Dia telah menjadikan budak-budak menjadi raja?
Seandainya manusia menerapkan ketakwaan dan menjadi milik Tuhan, maka dia akan
memperoleh kehidupan yang mulia di dunia ini. Namun syaratnya adalah bahwa dia harus
memperlihatkan kebenaran (kebaikan) dan kejantanannya. Hati hendaknya jangan goyah dan di
dalamnya jangan sampai ada campuran unsur-unsur ria serta syirik.
Apa sebenarnya yang terdapat di dalam diri Nabi Ibrahim as. sehingga menjadikan beliau
sebagai Abul Millat (bapak agama) dan Abul Hunafa (bapak ketulus-ikhlasan), dan Allah
Ta'ala telah menganugerahkan berkat-berkat sedemikian hebat sehingga tidak terhitung lagi?
Itulah shiddiq (kejujuran, kebaikan) dan keikhlasan.
Lihatlah, Nabi Ibrahim a.s. telah memanjatkan doa supaya lahir seorang nabi dari keturunan
beliau di tanah Arab. Nah, apakah pada saat itu juga doa beliau dikabulkan? Setelah masa Nabi
Ibrahim a.s. terbentang suatu kurun waktu yang panjang dimana tidak terpikirkan oleh seorang
pun apakah pengaruh doa itu telah terwujud atau tidak. Akan tetapi doa tersebut telah sempurna
dalam bentuk kedatangan Rasulullah saw., dan kemudian betapa doa tersebut telah sempurna
dengan keagungannya.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 415-420).

HAKIKAT DI DALAM IBADAH

Shalat dan puasa secara zahiriah, jika di dalamnya tidak terkandung keikhlasan dan
ketulusan, maka tidak ada keindahan yang terdapat di dalamnya. Para jogi dan sanyasi juga
melakukan olah tubuh yang besar-besar di tempat masing-masing. Kebanyakan yang tampak
adalah, sebagian mereka sampai membuat tangan mereka menjadi kering, dan mereka
melakukan latihan-latihan berat.
Mereka memasukkan diri mereka sendiri dalam kesulitan-kesulitan dan penderitaan, namun

115
penderitaan-penderitaan itu tidak memberi nur apa pun kepada mereka. Dan tidak pula mereka
memperoleh suatu ketenangan dan ketenteraman. Bahkan kondisi batin mereka semakin rusak.
Mereka melakukan olah tubuh yang sedikit kaitannya dengan batin, namun tidak ada
pengaruhnya pada keruhanian.
Oleh karena itu di dalam Quran Syarif Allah Ta‘ala telah berfirman: "Laa yanaalallaaha
luhuumuhaa wa laa dimaauhaa walakin yanaaluhut taqwaa minkum (daging-daging dan
darahnya itu tidak sampai pada Allah tetapi yang sampai pada-Nya adalah ketakwaan dari kamu
– Al-Hajj, 38). Yakni, yang sampai kepada Allah Ta‘ala bukanlah daging dan darah dari hewan-
hewan qurban kamu, melainkan yang sampai adalah ketakwaan.
Pada hakikatuya Allah Ta‘ala tidak menyukai kulit, yang Dia sukai adalah isi. Sekarang
pertanyaannya adalah, jika daging dan darah itu tidak sampai kepada-Nya, melainkan yang
sampai adalah ketakwaan, lalu apa perlunya dilakukan penyembelihan [hewan] qurban? Dan jika
memang demikian ruh yang ada pada shalat serta puasa, maka apa perlunya melakukan
perbuatan-perbuatan zahiriah itu?
Jawabannya adalah, ini merupakan suatu hal yang sudah pasti, bahwa orang-orang yang
meninggalkan pengkhidmatan yang dilakukan melalui tubuh, maka ruh mereka juga tidak akan
mengikutinya. Dan dalam sikap seperti itu tidak dapat timbul rasa kerendahan hati serta
penghambaan, yang merupakan tujuan sebenarnya. Sedangkan orang-orang yang hanya
menggunakan tubuh dan dia tidak mengikut-sertakan ruh, maka mereka tenggelam di dalam
suatu kesalahan fatal. Dan jogi adalah orang-orang yang semacam itu.
Allah Ta‘ala telah menetapkan suatu hubungan antara ruh dan tubuh. Dan tubuh
berpengaruh pada ruh, misalnya jika seseorang dengan berpura-pura mulai menangis, maka
akhirnya dia akan menangis secara sungguh-sungguh. Demikian pula seseorang yang ketawa
dibuat-buat, maka dia pun akan ketawa dengan sungguhsungguh. Seperti itu pulalah sekian
banyak kondisi (gerak) yang dilakukan tubuh dalam shalat, misalnya berdiri atau rukuk, maka
timbul pengaruhnya pada ruh. Dan seberapa banyak kerendahan hati yang diperlihatkan para
tubuh, sebanyak itu pulalah yang timbul pada ruh.
Walau Allah tidak mengabulkan sujud [yang dilakukan secara fisik] saja, akan tetapi sujud
itu memiliki suatu hubungan dengan ruh. Oleh karena itu tahap akhir dalam shalat adalah sujud.
Ketika manusia mencapai tahap puncak dari rasa kerendahan hatinya, maka saat itu dia ingin
bersujud. Keadaan seperti ini juga disaksikan di kalangan binatang. Anjing-anjing juga, tatkala
sayang kepada majikannya maka anjing-anjing itu datang lalu meletakkan kepala mereka di kaki
sang majikan. Dan anjing-anjing itu menzahirkan hubungan kecintaan mereka dalam bentuk
sujud. Dari itu dengan jelas terbukti bahwa tubuh memiliki hubungan khusus dengan ruh.
Demikian pula kondisi-kondisi yang dialami ruh, juga berdampak pada tubuh. Apabila ruh
merasa sedih maka pengaruhnya juga tampak pada tubuh, dan air mata serta kesenduan jadi
tampak. Jika tidak ada hubungan antara ruh dan tubuh maka mengapa terjadi demikian?
Sirkulasi darah juga merupakan pekerjaan jantung, namum tidak diragukan lagi, bahwa jantung
merupakan mesin untuk pengedaran darah. Dengan lancar dan macetnya jantung maka berbagai
hal bisa terjadi.
Ringkasnya, rangkaian (tatanan) jasmani dan rangkaian (tatanan) ruhani berjalan beriringan.
Ketika kerendahan hati timbul di dalam ruh maka hal itu juga timbul pada tubuh. Oleh karena
itu, ketika penghambaan dan kerendahan hati benar-benar timbul di dalam ruh, maka
pengaruhnya juga terjadi dengan sendirinya di dalam tubuh. Begitu juga, bila terjadi suatu
dampak tersendiri pada tubuh maka ruh juga jadi terpengaruh.
Oleh karena itu adalah penting bahwa tatkala kalian berdiri di hadapan Allah T‘ala dalam

116
shalat, maka hendaknya zabirkanlah sikap penghambaan dan kerendahan hati melalui tubuh
kalian. Walau pun pada saat itu hal tersebut merupakan semacam kemunafikan (dibuat-buat),
akan tetapi lambat-laun pengaruhnya akan permanent, dan secara sungguh-sungguh
penghambaan serta kerendahan hati itu akan mulai timbul di dalam ruh.
Sebagian orang mengatakan: "Kami tidak merasakan kelezatan dalam shalat." Namun ereka
tidak tah bahwa kelezatan itu tidak berada di dalam ikhtiar (upaya) kita. Dan standar kelezatan
itu pun berbeda-beda, misalnya, seseorang tenggelam dalam suatu penderitaan yang sangat
berat, akan tetapi dia menganggap penderitaan itu sebagai suatu kelezatan.
Lihatlah, orang-orang yang bertempur di Transwall (saat itu sedang berlangsung perang
Transwall - pent.). Walau pun dalam pertempuran itu nyawa-nyawa melayang, para istri menjadi
janda, dan anak-anak menjadi yatim, akan tetapi semangat wibawa bangsa dan semangat
perjuangan, membawa mereka masuk ke mulut maut (kematian) dengan suatu kelezatan dan
kenikmatan.
Harga diri bangsa dan perjuangan, dengan senang hati membawa mereka pada kematian. Dan
bangsa pun menghargai kerja-keras serta pengorbanan-pengorbanan mereka. Tatkala yang
menjadi tujuan adalah kesatuan bangsa, lalu mengapa kerja-keras mereka itu dihargai?
Penyebabnya adalah kedukaan dan penderitaan-penderitaan mereka. Sebabnya adalah kerja
keras dan pengorbanan mereka.
Ringkasnya, segenap kelezatan dan kenikmatan timbul setelah adanya penderitaan. Oleh
karena itu kaidah ini telah diberitahukan dalam Quran Syarif.- "Inna ma'al 'usri yusraa
(sesungguhnya bersama kesusahan itu terdapat kemudahan – Al-Insyirah, 7). Jika
sebelum suatu kebahagiaan itu tidak terdapat penderitaan maka kebahagiaan itu bukanlah
merupakan suatu kebahagiaan.
Demikian pula orang-orang yang mengatakan, ― "Kami tidak merasakan kelezatan dalam
ibadah kami" adalah penting bagi mereka untuk terlebih dahulu berpikir di tempat masing-
masing, yakni berapa banyak kesusahan dan penderitaan yang mereka pikul untuk ibadah itu?
Sebab seberapa banyak manusia memikul kesusahan dan penderitaan, itulah yang berubah
menjadi kelezatan.
Yang saya, maksud bukanlah kesusahan-kesusahan yang dilakukan manusia untuk
menimbulkan penderitaan-penderitaan yang tidak ada gunanya pada diri mereka sendiri, dan
yang menyatakan bahwa mereka memikul penderitaan-penderitaan yang diluar batas
kemampuan mereka.
Di dalam Quran Syarif tertera: "Lan- yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa (Allah tiada
membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya - Al-Baqarah, 287), karena
itu rahbaniyyat (gaya hidup seperti para rahib atau, biarawan yang tidak menikah – pent.) tidak
ada di dalam Islam. Yaitu gaya hidup dimana manusia membuat tangan mereka menjadi tidak
berdaya dan meninggalkan potensi-potensi mereka lainnya tanpa guna. Atau, yang
memberlakukan berbagai macam penderitaan berat atas diri mereka sendiri.
Memikul penderitaan untuk ibadah, selalu artinya adalah manusia berhenti dari perbuatan-
perbuatan yang menghapuskan kelezatan dalam ibadah. Dan dengan berhenti dari hal-hal itu,
sudah tentu pertama-tama mereka akan merasakan penderitaan. Dan hindarilah hal-hal yang
menimbulkan ketidak-ridhaan Allah Ta‘ala.
Misalnya, seorang pencur maka wajib baginya untuk meninggalkan perbuatan mencuri.
Seorang yang biasa melakukan perbuatan buruk, maka dia harus meninggalkan perbuatan buruk
itu dan sikap memandang dengan berahi.... Demikian pula orang yang biasa mabuk-mabukan,
maka dia harus meninggalkan perbuatan itu.

117
Ketika orang itu meninggalkan hal-hal yang sangat dia sukai, maka sudah pasti bahwa
pertama-tama dia akan menanggung penderitaan besar. Namun perlahan-lahan. jika dia tetap
teguh, maka dia akan menyaksikan bahwa penderitaan yang dia rasakan dalam rangka
meninggalkan keburukan-keburukan tersebut, akan berubah satu per satu menjadi suatu
kelezatan. Sebab sebagai pengganti keburukan-keburukan itu akan terns timbul kebaikan-
kebaikan, dan dampak baiknya yang mendatangkan kebahagiaan juga akan muncul secara
beriringan.
Sampai-sampai, ketika dia akan mendahulukan keridhaan Allah Ta‘ala di dalam setiap
ucapan dan perbuatannya, dan setiap gerakan serta sikap diamnya berada di bawah perintah
Allah semata, maka dia akan melihat dengan sangat jernih dan jelas, bahwa dia sedang
merasakan ketenteraman dan ketenangan mendalam. Inilah kondisi yang mengenainya
dikatakan, "Laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanuun (tidak ada ketakutan atas mereka dan
tidak pula mereka berduka cita – Yunus, 63). Pada tahap itulah dia masuk ke dalam kawasan
wilayat (perlindungan/persahabatan) Allah Ta‘ala, dan dia keluar dari kegelapan lalu masuk ke
dalam cahaya.
Ingatlah, tatkala manusia demi Allah Ta’ala meninggalkan hal-hal yang dicintainya, yaitu
hal-hal yang pada pandangan Allah tidak disukai dan bertentangan dengan keinginan-Nya, lalu
manusia menempatkan dirinya dalam penderitaan, maka dampak fisik orang yang memikul
penderitaan seperti itu juga mengena pada ruh, dan ruh terpengaruh oleh itu, lalu secara
beriringan mulai terjadi perubahan pada ruh itu sendiri. Sampai akhirnya ruh itu dengan
penghambaan yang sempurna merebahkan dirinya di hadapan singgasana Ilahi. Inilah cara
untuk meraih kelezatan dalam ibadah.
Kalian tentu telah melihat banyak sekali orang yang menganggap cara untuk menimbulkan
kelezatan dalam ibadah mereka adalah dengan menyanyi atau dengan meniupkan terompet, dan
begitulah ibadah mereka. Jangan kalian terkecoh olehnya. Hal-hal itu memang dapat
menimbulkan kelezatan pada nafs (jiwa), tetapi tidak ada kelezatan apa pun di situ bagi ruh.
Melalui hal-hal itu di dalam ruh tidak dapat timbal permata-permata kerendahan hati dan
penghambaan, dan tujuan ibadah yang sebenarnya pun jadi hilang. Seorang laki-laki juga
mendapat kenikmatan seperti itu di tempat-tempat para perempuan penari. Apakah hal seperti itu
dianggap sebagai kelezatan dalam ibadah?
Ini adalah suatu permasalahan mendalam yang tidak dapat dipahami oleh umat lain, sebab
mereka tidak memahami maksud dan tujuan sebenarnya dari ibadah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.
420-424).

(424-427)

JALAN TENGAH YANG DIAJARKAN ISLAM

Sebelum Quran Syarif, terdapat dua kaum. Pertama, yang disebut Brahman, yang menyukai
rahbaniyyat (gaya hidup seperti para rahib dan biarawan –pent.), dan mereka menganggap hal itu
sebagai tujuan sebenarnya hidup mereka. Di kalangan umat Kristen juga terdapat orang-orang
yang menyukai gaya hidup rahib (biarawan), dan hal itu terdapat di kalangan Katolik Roma.
Sampai sekarang ada orang-orang seperti itu di dalam umat Kristen, dan mereka menerapkan
gaya hidup sebagai biarawan. Namun rahbaniyyat yang mereka terapkan itu sudah seclemikian
rupa sehingga mereka tidak kawin. Padahal mereka hidup dalam biara-biara dengan berbagai
macam kesenangan dan kemewahan. Mereka mengenakan pakaian formal dan makan makanan

118
yang enak-enak. Orang-orang awam tahu bagaimana cara hidup mereka.
Namun, yang saya maksud dengan rahbaniyyat pada saat ini adalah golongan yang
menempatkan diri mereka sendiri dalam penderitaan-penderitaan [yang dibuat-buat sendiri],
sedangkan golongan yang kedua adalah kebalikan dari itu, yakni golongan yang menjalani
kehidupan bebas yang menghalalkan segala hal.
Ketika Islam datang maka Islam meninggalkan kedua gaya hidup ini lalu menerapkan
shirathal mustaqim (jalan lurus/jalan tengah). Islam mengajarkan agar tidak menerapkan gaya
hidup rahbaniyyat yang membinasakan jiwa sendiri serta yang meninggalkan potensi-potensi
anugerah Allah Ta‘ala tanpa guna sama-sekali.
Dengan meninggalkan potensi-potensi tersebut, manusia jadi luput dari meraih akhlak-
akhlak fadhilah yang ditanamkan di dalam potensi-potensi tersebut. Sebab ini memang suatu hal
yang benar, bahwa sekian banyak potensi yang telah dianugerahkan kepada manusia,
kesemuanya itu merupakan potensi-potensi akhlak. Akibat penggunaan yang salah, maka akhlak
itu berubah bentuk menjadi akhlak-akhlak yang buruk. Oleh karena itu Islam telah melarang
rahbaniyyat, dan mengatakan bahwa tidak ada rahbaniyyat dalam Islam.
Dikarenakan Islam itu menghendaki tarbiyat sempuma bagi manusia, dan yang menjadi
tujuannya adalah tumbuh-kebangnya semua potensi yang dimiliki manusia, oleh sebab itu Islam
tidak menerapkan cara-cara yang mengakibatkan runtuhnya kemuliaan manusia, serta yang
mengakibatkan penghinaan terhadap Allah Ta‘ala.
Kemudian, tujuan Islam adalah menarik manusia dari jalan jalan yang ekstrim lalu
menuntunnya di jalan tengah yang merupakan shirathal mustaqiifm. Oleh karena itu Islam juga
telah menolak masalah kebebasan yang menghalalkan segala hal, yaitu gaya hidup golongan
kedua yang ada sebelum turunnya Quran Syarif. Mereka itu menganggap semua hal dibenarkan,
dan mereka menjalani kehidupan yang bebas tanpa kendali. Segala kesenangan dan semua
kenikmatan mereka anggap sebagai puncak segala-galanya.
Namun Islam telah menolaknya, dan Islam tidak ingin menjadikan manusia liar tanpa
kendali. Yakni manusia yang tidak memahami pentingnya shalat, yang tidak memahami
pentingnya puasa. Ringkasnya, manusia yang tidak ingin terikat dalam suatu ketentuan apa pun.
Dan persis seperti binatang liar yang hidup ke sana ke mari. Sampai sekarang orang-orang ini
masih ada.
Golongan Wujudi (Wihdatul-Wujud) -- yang malangnya telah menyebar saat ini –sebenarnya
mereka adalah suatu golongan yang menganut paham kebebasan tanpa kendali dan yang
menghalalkan segala hal. Mereka tidak menganggap perlu melakukan shalat dan puasa. Dan
mereka tidak menjaga diri dari larangan-larangan serta hal-hal yang diharamkan. Oleh karena
itu Islam tidak membenarkannya.
Rahbaniyyat dan gaya hidup yang bebas menghalalkan segala hal, menjauhkan manusia dari
ketulusan dan kesetiaan yang ingin dibentuk oleh Islam. Oleh karena itu, dengan mengenyahkan
hal-hal tersebut, telah memerintahkan ketaatan terhadap Allah, dan telah mengajarkan ketulusan
serta kesetiaan, yang merupakan penarik bagi segenap kelezatan ruhani.
Hal ini juga patut untuk diingat, bahwa seseorang yang berjalan atas sokongan sesuatu, dia
akan menjadi malas dan lamban. Misalnya anak yang terus menerus berada di bawah naungan
kedua orangtuanya, maka dia menjadi malas dan lamban untuk menyiapkan kebutuhan--
kebutuhan hidupnya. Atau, seperti orang-orang Kristen yang tidak bisa berusaha gigih, sebab
tatkala akidah pengampunan dosa telah mengajarkan kepada mereka bahwa Al-Masih telah
menanggung semua dosa mereka, maka tidak ada satu hal pun yang dapat menggerakkan mereka
agar memberi perhatian pada amal-amal perbuatan.

119
Tujuan amal-perbuatan sendiri adalah najat (keselamatan), sedangkan najat (keselamatan)
ini mereka peroleh tanpa perlu bersusah-payah lagi. Yaitu dengan sekedar beriman pada darah
(kematian) Al-Masih a.s. bahwa: "Beliau itu telah mati untuk kami. Beliau telah menjadi
terkutuk sebagai ganti dosa-dosa kami."
Jadi, sekarang, kecuali najat (keselamatan), apa lagi yang mereka butuhkan? Mereka pun
jadi tidak perlu lagi melakukan amal-amal baik. Jika dengan beriman pada penebusan dosa
ternyata masih ada juga kemungkinan dan resiko tidak mendapatkan najat (keselamatan), maka
melakukan amal-amal merupakan suatu hal lain (harus dikerjakan). Namun jika najat
(keselamatan) itu hanya bergantung pada darah (kematian) Al-Masih, maka tidak ada seorang
berakal pun yang dapat mengerti untuk apa lagi diperlukan amal-amal?
Para Rafidhi (pengikut Hadhrat Ali r.a – yang lebih dikenal dengan nama Syiah - pent.) juga
berjalan atas dasar sokongan. Seperti halnya orang-orang Kristen, mereka itu meyakini darah
(kematian) Imam Hussein r.a. sebagai sarana najat (keselamatan) mereka. Menurut mereka,
kalau pun amal-amal diperlukan, itu hanyalah berupa sikap mengenang kematian Imam Hussein
r.a. lalu menangis-nangis atau memukul-mukul dada. [Menurut mereka] darah segenap amal
baik adalah menangis-nangis dan memukulmukuli dada.
Namun, saya tidak mengerti, apa hubungannya dengan najat/ keselamatan? Oleh karena itu
saya tidak pernah ingin mengajarkan ini, dan tidak pula Islam mengajarkannya, yakni supaya
kalian mengikatkan beban dosa-dosa kalian di leher orang lain, sedangkan kalian menjalani
kehidupan yang bebas tanpa kendali. Quran Syarif dengan jelas telah menetapkan: "Laa taziru
waaziratuw wizra ukhraa” (dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain – Az-
Zumar, 8). Dan tidak pula ada contoh mengenai itu di dunia ini dalam hukum qudrat alam Allah
Ta‘ala.
Tidak pernah terlihat bahwa, misalnya Zaid menelan racun, lalu dampak racun itu justru
timbul pada diri Bakar dan Baker pun mati. Atau, ada seseorang yang sakit, lalu orang lain yang
meminum obat sehingga orang sakit itu jadi sembuh. Tidak, melainkan setiap orang itu
mengalami dampak dari apa yang diperbuatnya sendiri.
Jadi, bagaimana mungkin seseorang melakukan dosa sepanjang hidupnya dan dengan berani
melanggar perintah-perintah Allah Ta‘ala, lalu dia menuliskan bahwa, ―Beban dosa-dosa saya
berada di atas pundak orang lain‖? Orang yang berharapan demikian merupakan orang yang
pikirannya tidak waras.
Jadi, Islam tidak ingin menumpukan sesuatu itu pada dukungan (sokongan) tertentu, sebab
dengan bertumpu pada pihak lain, maka mutlak bahwa amal-amal akan runtuh. Namun, ketika
manusia menjalani hidupnya tanpa ada sokongan pada hal tertentu, dan dia menyadari bahwa
dirinya bertanggung-jawab penuh, maka pada saat itu dia merasakan pentingnya amal-amal, dan
dia terpaksa melakukan sesuatu. Oleh karena itu Quran Syarif mengatakan: "Qad aflaha man
zakkaahaa (sungguh beruntung orang-orang yang mensucikan diri mereka -- Asy-Syams, 10).
Jika manusia tidak menggerakkan tangan dan kakinya sendiri maka tidak ada yang berlaku.
Namun demikian, dari ini sekali-kali jangan beranggapan bahwa syafa'at tidak ada artinya
sedikit pun. Merupakan keimanan saya bahwa syafa'at itu adalah suatu kebenaran. Dan ada nash
yang jelas mengenai hal itu. "Wa shalli 'alaihim innash- shalaataka sakanul lahum (dan
doakanlah mereka, karena sesungguhnya doa engkau itu menjadi ketenteraman bagi mereka –
At-Taubah, 103). Inilah falsafah syafa'at, yakni gejolak nafsu yang terdapat di dalam dosa-dosa
menjadi padam.
Telah diberitahukan, bahwa dampak syafa'at ialah timbul suatu maut (kematian) pada
kehidupan dosa-dosa, dan timbul suatu kebekuan pada gejolak serta dorongan-dorongan nafsu

120
sehingga dosa-.dosa menjadi terhenti, dan sebaliknya, mulailah timbul kebaikan-kebaikan.
Jadi, masalah syafa'at tidak membuat amal-amal menjadi sesuatu yang sia-sia, melainkan
justru menggerakkan agar melakukan amal-amal baik. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 424-427).

PERBEDAAN SYAFAAT DENGAN PENEBUSAN DOSA

Karena tidak memahami falsafah syafa'at, orang-orang bodoh telah melontarkan kritikan dan
menyatakan bahwa syafa'at itu sama saja dengan penebusan dosa, padahal itu tidak sama.
Penebusan dosa membuat amal-amal baik menjadi sesuatu yang tidak diperlukan lagi,
sedangkan syafa'at justru menggerakkan timbulnya amal-amal baik...................... manfaat serta
buah dari doa itu. ................. Sesuatu yang tidak mengandung.............. menjadikan lagi
falsafah di dalamnya adalah sesuatu yang tidak berarti. Ini merupakan pendakwaan kita bahwa di
dalam asas-asas dan akidah-akidah Islam serta dalam setiap ajarannya terkandung suatu
falsafah, dan di dalamnya terdapat aspek ilmu-pengetahuan. Hal-hal ini tidak terdapat di dalam
akidah-akidah agama lainnya.
Bagaimana syafa'at itu menggerakkan amal-amal baik? Jawaban pertanyaan itu juga
terdapat di dalam Quran Syarif, dan terbukti bahwa syafa'at itu tidak sama seperti penebusan
dosa, sebab syafa'at itu tidak dijadikan sebagai tumpuan penuh yang menimbulkan kemalasan
dan keengganan [melakukan amal perbuatan). Bahkan difirmankan, "Idzaa sa-alaka 'ibaadii
'annii fa-innii qariib (apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, maka
katakan, sesungguhnya Aku dekat -- Al- Baqarah, 187). Orang yang dekat dapat melakukan apa
saja, sedangkan yang jauh, apalah yang dapat ia lakukan? Jika terjadi kebakaran, bagi orang
yang jauh, selama belum sampai berita kepadanya maka dia tidak akan datang kecuali ketika
yang terbakar itu sudah habis hangus. Oleh karena itu difirmankan, "Katakan, Aku ini dekat."
Jadi, ayat ini juga memberitahukan tentang rahasia pengabulan doa, yaitu dengan cara
menimbulkan suatu keimanan yang sempurna terhadap kekuasaan dan kekuatan Allah Ta‘ala,
serta dengan cara meyakini bahwa Dia itu setiap saat dekat. Banyak sekali doa yang ditolak, dan
penyebabnya adalah lemahnya keimanan si pemanjat doa itulah yang membuat doa tersebut
ditolak.
Oleh karena itu penting agar doa itu dibuat menjadi layak untuk dikabulkan, sebab jika doa
itu tidak memenuhi syarat- syarat Allah Taala, maka walau pun segenap nabi bersatu
memanjatkan doa tersebut tidak akan dikabulkan, itulah penyebabnya mengenai Hadhrat
Ibrahim a.s. difirmankan: "Wa ibraahiimal ladzii wafaa (dan Ibrahim yang taat memenuhi
perintah-perintah Allah -- An-Najm, 38).
Ibrahim a.s. adalah beliau yang telah memperlihatkan kesetiaan. Menunjukkan kesetiaan,
ketulusan dan keikhlasan terhadap Allah Taala, menghendaki suatu maut (kematian). Selama
manusia belum bersedia meninggalkan dunia dan menghapuskan segala kelezatan serta
kenikmatannya, dan tidak bersedia menanggung segala kehinaan, kesusahan dan penderitaan,
maka sifat itu tidak akan dapat timbul.
Penyembahan berhala tidak hanya bahwa manusia menyembah pohon atau batu tertentu,
melainkan rtinya juga mendahulukan segala sesuatu yang menghalangi proses kedekatan dengan
Allah Ta‘ala. Itulah berhala. Dan begitu banyak berhala yang ada dalam diri manusia, sehingga
dia tidak-tahu menahu lagi bahwa dia sedang melakukan penyembahan terhadap berhala-
berhala.
Jadi, selama keikhlasan itu tidak dipertimbangkan hanya untuk Allah Ta’ala, dan belum

121
bersedia untuk menanggung segala macam bencana di jalan-Nya, maka timbulnya ketulusan
dan keikhlasan adalah sesuatu yang sulit. Adapun julukan yang diperoleh Ibrahim a.s., apakah
beliau peroleh begitu saja? Tidak. Ketika beliau bersiap-siap untuk mengorbankan putra beliau,
saat itu muncul suara ―Wa ibraahiimal ladzii wafaa (dan Ibrahim yang taat memenuhi perintah-
perintah Allah -- An-Najm, 38).
Allah Ta‘ala menghendaki amal perbuatan, dan melalui amal perbuatan itulah Dia menjadi
ridha. Dan amal itu timbul dari penderitaan. Namun ketika manusia bersedia menanggung
penderitaan untuk Allah, maka Allah Ta‘ala pun tidak akan memasukkannya ke dalam
penderitaan. Lihat, ketika Ibrahim a.s. bersiap mengorbankan putra beliau guna memenuhi
perintah Allah Ta‘ala, dan semua persiapan telah dilakukan, maka Allah Taala telah
menyelamatkan putra beliau itu. Beliau dimasukkan ke dalam api tetapi api tidak dapat memberi
dampak pada diri beliau.
Jika kalian bersedia menanggung penderitaan di jalan Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan
menyelamatkan kalian dari penderitaan-penderitaan. Tubuh memang berada dalam kendali kita
tetapi ruh tidak, Namun tidak diragukan lagi, ada hubungan antara ruh dengan tubuh. Dan hal-
hal yang bersifat jasmani pasti berpengaruh pada ruh.
Oleh karena itu, jangan pernah beranggapan bahwa tubuh ini tidak memberi pengaruh pada
ruh. Sekian banyak amal perbuatan dilakukan manusia, itu merupakan bentuk perpaduan antara
keduanya. Tidak pernah tubuh secara terpisah dan ruh secara terpisah melakukan kebaikan atau
perbuatan buruk. Itulah sebabnya dalam hal pemberian ganjaran pahala dan hukuman akan
dipertimbangkan juga mengenai hubungan antara keduanya itu.
Sebagian orang karena tidak memahami rahasia ini melontarkan kritikan, bahwa surga
orang-orang- Islam itu bersifat jasmani. Padahal mereka tidak mengetahui bahwa tatkala amal
perbuatan saja timbul dengan melibatkan tubuh, maka mengapa tubuh harus dipisahkan pada
waktu pemberian ganjaran pahala dan hukuman?
Ringkasnya, Islam telah menolak kedua gaya hidup yang ekstrim itu, lalu memberitahukan
tentang jalan menengah yang seimbang. Kedua gaya hidup tersebut merupakan hal-hal yang
berbahaya. Hendaknya dijauhi. Sekedar menyiksa tubuh saja tidak menimbulkan apa-apa. Dan
mencari kesenangan dan kenyamanan saja, juga tidak menimbulkan hasil apa pun. (Malfuzat,
jld.IV, hlm. 427- 428).

(428-431)

KEABADIAN HUBUNGAN RUH DAN TUBUH

Orang atheis mengingkari ruh, dan mengatakan bahwa ruh itu tidak ada artinya sedikitpun.
Kemudian mereka mengatakan, "Kebangkitan [di akhirat] tidak ada artinya. Di sini (di dunia)
ruh memperoleh pengajaran, lalu apa yang akan dilakukannya di masa mendatang? lni semua
adalah khayalan, dan tidak ada logika di dalamnya."
Jika ruh itu tidak ada artinya sedikitpun, lalu mengapa bila terjadi sesuatu pada tubuh maka
dampaknya timbul pada potensi-potensi batin? Misalnya, jika terjadi luka pada otak, maka akibat
kerusakan itu manusia jadi gila, atau daya ingat berkurang. Ruh orang-orang gila tetap ada,
kerusakan yang terjadi adalah pada tubuh. Jika sistim tubuh tidak baik maka ruh pun menjadi
tidak berguna. Ruh tidak dapat berfungsi tanpa tubuh, oleh karena itu ruh senantiasa
membutuhkan tubuh. Suatu tubuh yang sistimnya baik maka kondisi ruhaninya pun akan baik.
Mengapa pada diri anak-anak kecil belum ada pemahaman tentang akibat-akibat berbagai hal?

122
Sebabnya adalah, di dalam diri mereka potensi itu belum tumbuh secara sempurna.‖ (Malfuzat,
jld. IV, hlm 431).

(431-433)

BAGAIMANA MENJADI WALIULLAH

―Seseorang datang kepada saya, namanya Nur Muhammad, berasal dari Bandhah. Dia
mengatakan bahwa Ghulam Mahbub Subhani memberikan sertifikat sebagai wali. Sekarang
sudah begitu saja mendapatkan wilayat (kewalian)), yakni seorang Ghulam Mahbun Subhani
atau orang lain, mengeluarkan sertifikat untuk menjadi wali, padahal kewalian tidak akan dapat
dimiliki selama manusia belum bersedia memberlakukan maut (kematian) atas dirinya demi
Allah.
Di dunia ini banyak sekali orang yang sedikit pun tidak tahu menahu mengapa mereka berada
di dunia ini, padahal itu adalah pertanyaaan pertama yang seharusnya mereka pecahkan (jawab)
terlebih dulu. Setelah mengenali diri sendiri barulah timbul pengenalan terhadap Tuhan.
Ketika manusia memahami kewajiban-kewajibannya, dan merenungkan akan tujuan-tujuan
hidup, maka dia akan mengetahui bahwa tujuan hidupnya adalah mengenali Tuhan, untuk
beriman kepada-Nya, dan untuk menyembah-Nya.
......mengapa manusia itu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan mengenali hal-hal yang
bersifat nafal (tambahan)? Keruhanian yang timbul setelah adanya iman, sekarang
carillah, apakah masih ada? Hal itu sudah tidak ada di kalangan para ulama, dan juga para sufi
yang menyanyi-nyaiyi. Ini adalah bentuk anak sapi [yang menjadi berhala].
Dalam kondisi tidak tahu menahu lagi tentang keruhanian, lalu jika sampai seribu tahun pun
diberi penjelasan mati-matian kepada mereka tetap saja tidak akan berhasil. Itu semua
merupakan "daging" dan "darah", bukan ketakwaan. Jadi, bagaimana mungkin "daging" dan
"darah" itu akan dapat sampai memberi ketenangan kepada mereka, maka mereka semakin
terbakar. Akhirnya diusulkan untuk melarikan diri dari Mesir, dan pakaian-pakaian orang Mesir
serta mangkuk dan sebagainya yang mereka ambil, mereka bawa.
Ketika Hadhrat Musa a.s. membawa kaum itu keluar, maka Firaun membawa lasykarnya
untuk mengejar mereka. Pada waktu Bani Israil melihat bahwa lasykar Firaun sudah mendekat,
maka mereka sangat panik. Di dalam Quran Syarif tertulis bahwa pada saat itu mereka menjerit:
"Innaa lamudrakuun (sesungguhnya kita pasti tersusul - Asy-Syu’ara, 62). Mereka berteriak,
"Hai Musa! Kita sudah tertangkap!" Namun Musa a.s. yang melihat hasil akhir dengan mata
nubuat, mengatakan kepada mereka: "Kallaa inna ma'iya rabbii sayahdiin (sama sekali tidak,
sesungguhnya Tuhan-ku bersamaku, segera Dia akan memberi petunjuk kepadaku -- Asy--
Syu'ara, 63).
Di dalam Taurat tertulis bahwa mereka juga mengatakan, "Tidakkah kuburn-kuburan bagi
kami ada di Mesir?" Kepanikan mereka ini timbul karena di belakang mereka ada lasykar Firaun
dan di depan mereka terbentang sungai Nil. Mereka melihat bahwa mereka tidak bisa
menyelamatkan diri dengan mundur, dan tidak pula dengan maju ke depan.
Namun, Allah Ta‘ala merupakan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Kuat. Mereka
memperoleh jalan dari tengah sungai Nil, dan seluruh Bani Israil dengan tenang telah
menyeberang, sedangkan lasykar Firaun telah tenggelam.
Sayyid Ahmad Khan menuliskan mengenai hal tersebut, bahwa itu merupakan peristiwa
pasang-surut. Namun, saya mengatakan, apa pun itu, tidak dapat diragukan lagi bahwa itu

123
merupakan mukjizat agung. Yakni pada saat-saat seperti itu Allah Taala telah menciptakan jalan
keluar bagi mereka. Dan inilah yang berlaku terhadap orang muttaqi. Yakni, dia akan terbebas
dan memperoleh jalan keluar dari setiap kesulitan. "Yaj'al lahuu makhrajaa -- [Dia menjadikan
jalan keluar baginya - Ath-Thalaq, 3). (Malfuzat, jld. IV, hlm. 433-434).

COBAAN PADA PERIODE PEMANJATAN DOA

Bagi setiap pekerjaan ada waktunya. Dan orang-orang yang cekatan, menunggu waktu-waktu
seperti itu. Sedangkan yang tidak mau menunggu dan menghendaki agar hasilnya cepat-cepat
timbul, berarti dia itu orang yang terburu nafsu, dan tidak akan bisa berhasil.
Menurut saya, ini juga mungkin, dan merupakan kenyataan bahwa pada masa pemanjatan
doa cobaan-cobaan datang sebagai ujian. Misalnya, ketika Hadhrat Musa a.s. datang untuk
membebaskan Bani Israil dari perbudakan Firaun, maka pertama-tama Firaun memberikan tugas
kepada beliau di Mesir supaya setengah hari beliau membuat batu bata, dan setengah hari beliau
mengerjakan pekerjaan beliau.
Namun ketika Hadhrat Musa a.s. berusaha untuk mereka, maka melalui kejahatan orang-
orang yang bejad itu pekerjaan Bani Israil pun ditambah berat, dan kepada beliau diperintahkan
supaya setengah hari beliau membuat batu bata dan setengah hari mencari rumput.
Ketika perintah itu diterima Hadhrat Musa a.s., dan beliau memberitahukannya kepada Bani
Israil, maka mereka marah sekali, dan mereka mengatakan, "Wahai Musa, semoga Tuhan
memberi penderitaan kepada engkau seperti yang kami alami!" Dan banyak lagi doa buruk yang
mereka panjatkan bagi Musa a.s.. Namun Musa a.s. tetap mengatakan kepada mereka supaya
mereka bersabar. Semua kisah ini tertera di dalam Taurat. Yakni semakin Musa a.s. berusaha
.............................
Pada masa diantara pemanjatan doa dengan pengabulannya kadang-kadang datang cobaan
demi cobaan. Dan muncul juga cobaan-cobaan yang dapat mematahkan semangat. Namun
seorang yang memiliki fitrat baik dan kokoh, di dalam cobaan-cobaan dan kesulitan itu pun dia
mencium aroma wangi dukungan-dukungan Tuhan, serta melihat dengan penglihatan firasat,
sehingga setelah itu barulah datang pertolongan.
Salah satu rahasia di dalam munculnya cobaan-cobaan tersebut adalah supaya semangat
untuk memanjatkan doa semakin bertambah. Sebab apabila semakin besar timbulnya rasa
ketidak-berdayaan dan keresahan maka di dalam ruh pun semakin banyak timbul kelembutan,
dan hal itu merupakan suaru unsur dari pengabulan doa.
Oleh karena itu, hendaknya janganlah sekali-kali merasa takut dan berlaku tidak sabar serta
hendaknya janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala karena kerisauan tersebut.
Hendaknya jangan sekali-kali berfikir seperti ini, yaitu "Doaku tidak akan dikabulkan, atau
tidak dikabulkan". Pemikiran yang seperti itu berarti mengingkari sifat Allah Ta‘ala
yang merupakan pengabul doa-doa.
Kadang-kadang hal ini pun terjadi bahwa untuk suatu masalah seseorang memanjatkan doa,
namun doanya itu adalah hasil dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Yakni dia menginginkan
suatu hal dari Allah Ta'ala yang di satu segi baginya tidak bermanfaat serta tidak memberikan
faedah maka memang Allah Ta'ala tidak akan mengabulkan doanya, namun Dia akan
memenuhinya dalam bentuk yang lain.
Misalnya seorang petani yang membutuhkan seekor kerbau untuk membajak sawahnya,
pergi menghadap raja dan meminta seekor unta. Dan sang raja tabu bahwa sebenarnya
memberikan seekor kerbau adalah lebih berfaedah baginya, dan beliau memerintahkan supaya

124
orang itu diberikan seekor kerbau. Seandainya petani tadi karena kebodohannya menyatakan
bahwa, ―Permohonanku tidak dikabulkan", hal itu adalah ketololan dan kebodohannya.
Tetapi kalau ia merenungkan hal itu, sebenarnya itulah yang terbaik baginya.
Demikian pula seandainya seorang anak kecil melihat sepotong bara api yang merah lalu
memintanya dari sang ibu, maka apakah seorang ibu yang pengasih dan penyayang akan
memilih untuk memberikan bara api tersebut kepadanya? Pendeknya kadang-kadang hal-hal
yang seperti ini berlaku dalam masalah pengabulan doa. Orang-orang yang tidak sabar dan
berprasangka buruk, dengan sendirinya mereka telah membuat mereka ditolak.‖ alfuzat, jld. IV,
hlm 434-435)

(435-436)

PENANGGUHAN PENGABULAN DOA

Dan kadang-kadang juga terjadi begini, yakni terjadi penangguhan yang lebih panjang bagi
masa pengabulan itu. Karena itu jugalah Bani Israil tertunda sampai 40 tahun untuk masuk ke
negeri suci yang dijanjikan, yakni akibat mereka selalu bersikap membangkang kepala dalam
setiap permasalahan.
Saya mengatakan, sebagaimana ada janji yang diberi kepada Bani Israil pada nasa-masa
perbudakan mereka, demikian pula terdapat kesamaan pada umat [Islam] ini. Umat ini juga
mengalami suatu masa perbudakan. Sekarang, begitulah kondisi perbudakan yang berlaku,
sebab dari segala aspek dan dalam segala corak kondisional Islam sedang runtuh. Berdasarkan
kesamaan inilah Allah Ta‘ala telah menetapkan masa pertablighan Masih Mau'ud sampai 40
tahun.
Sebagaimana Musa a.s. tidak berhasil memperoleh negeri itu, melainkm Yusu' bin Nun yang
telah meraihnya, demikian pula tidak diketahui bagaimana nasib "negeri suci" pengabulan bagi
para ulama ini. Yaitu ulama-ulama yang semakin gigih dalam melakukan penentangan dan
keburukan. Dan mereka sedikit pun tidak berpikir mengenai apa yang telah dikatakan kepada
mereka, pelajaran apa yang telah diberikan kepada mereka, dan sekarang sejauh mana mereka
telah mengamalkan itu semua.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 435-436).

PARA ULAMA YANG TIDAK MENGAMBIL KEPUTUSAN


DARI AL-QURAN

―Saya sangat heran dan merasa sangat aneh, orang-orang ini menyebut diri mereka Muslim,
mereka membaca Quran Syarif; mereka memberi daras hadits-hadits, mereka menjadi pemimpin
dan tokoh bagi umat Islam, mereka mengaku memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama, akan tetapi dalam persoalan mengenai diri saya, mereka meninggalkan semua hal itu.
Dan mereka sedikit pun tidak peduli untuk memikirkan tentang pendakwaan saya berdasarkan
nash-nash Quran Syarif. Dan mereka tidak mempertimbangkan bahwa apa pun yang mereka
katakan, apakah itu mereka lakukan dengan rasa takut kepada Allah Ta‘ala, ataukah dengan
mendahulukan tujuan-tujuan dan gejolak-gejolak nafsu mereka?
Jika hal itu mereka lakukan dengan rasa takut terhadap Allah dan dengan penuh ketakwaan,
maka seharusnya mereka menerapkan sikap jujur bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan

125
tentang ini. Dan tentu mereka tidak akan memberikan pendapat sebelum mereka sepenuhnya
menelaah buku-buku saya, dan sebelum mereka menetap bersama saya untuk menyaksikan
perbuatan-perbuatan saya.
Namun, belum lagi kematian itu tiba, mereka sudah mulai meratap-ratap. Dan mereka sedikit
pun tidak peduli terhadap Kalaam Allah Ta‘ala serta terhadap janji-janji Rasulullah saw..
Semuanya itu mereka abaikan. Setidak-tidaknya sikap ketakwaan itu adalah mereka hendaknya
mendengar pandakwaan saya dan memikirkannya, dan jangan langsung ditolak. Sebab saya
mengatakan kepada mereka bahwa Allah telah mengutus saya. Allah telah mengirim saya.
Mereka seharusnya melihat, seseorang yang menyatakan kedatangannya adalah atas perintah
Allah, apakah dia juga membawa serta pertolongan-pertolongan dan dukungan-dukungan dari
Allah, atau tidak? Namun mereka telah menyaksikan Tanda (mukjizat) demi Tanda, dan mereka
menyebutnya dusta. Mereka telah menyaksikan pertolongan demi pertolongan, dan dukungan
demi dukungan, tetapi mereka menyebutnya sihir.
Apalah yang dapat saya harapkan dari orang-orang yang tidak menghormati Kalaam Allah
Ta‘ala. Sikap santun terhadap Kalaam Allah menuntut agar langsung meletakkan senjata begitu
mendengar nama-Nya. Namun mereka justru semakin menjadi-jadi dalam perbuatan bejad
mereka. Sekarang, mereka sendiri akan melihat, siapa yang akan berhasil.
Saya melihat bahwa sebenarnya orang-orang inilah yang merupakan penggerak (penyebab)
yang mengakibatkan pengutusan saya. Dan mereka ini merupakan faktor besar di antara faktor-
faktor pengutusan saya. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 436-437).

PARA ULAMA PENYEBAB ORANG-ORANG ISLAM MASUK KRISTEN

Sebab sekian banyak orang yang telah menjadi Kristen dan menjadi tidak beragama, itu.
sebenamya merupakan kesalahan para ulama. Apabila seseorang bertanya kepada mereka
[tentang saya] dan menanyakan suatu permasalahan pada mereka, maka mereka langsung
memberikan fatwa: "Dia itu wajib dibunuh! Dia itu sudah kafir! Dia itu sudah tidak beragama.
Bunuh saja dia!"
Ketika para pengeritik melihat bahwa sudah begini keadaannya, maka mereka menganggap
bahwa pada hakikatnya akidah-akidah Islam ini sangat lemah dan rapuh, sehingga tidak dapat
diterima oleh akal. Jadi, mereka menganggap lebih. baik untuk meninggalkan agama ini. Ada
ribuan orang demikian, yaitu yang telah murtad karena para ulama.
Permasalahan bahwa mengapa mereka itu mengajukan pertanyaan, adalah sesuatu yang
sangat sederhana. Orang-orang ini lahir 1300 tahun kemudian. Dan karena jangka mass yang
sudah begitu jauh, seakan-akan ini dapat dikatakan sebagai zaman kegelapan, oleh sebab itu
mereka berhak untuk menanyakan apa-apa yang tidak mereka pahami.
Namun dengan bertanya begitu, para ulama ini telah membuat mereka tersesat. Seharusnya,
dengan menganggap orang-orang yang bertanya ini sebagai orang yang tidak bersalah dan wajib
dikasihani, maka para ulama itu hendaknya mensikapi mereka dengan lemah-lembut. Dan
hendaknya dijelaskan kepada mereka. Namun, justru terbalik, para ulama ini telah menjadikan
mereka tidak suka terhadap Islam.
Dalam kondisi seperti inilah Allah Ta‘ala telah mengutus saya, untuk menzahirkan kembali
keindahan ajaran-ajaran Islam, dan kemudian memperlihatkan bukti-bukti terapan dari
keindahan-keindahan itu serta memperlihatkan dampak-dampaknya.
Jadi, pada saat ini ada dua tugas saya. Pertama, melalui Tanda-tanda (mukjizat) yang
sedang diperlihatkan oleh Allah Ta‘ala, membuktikan bahwa hanya Tuhan kitalah yang

126
merupakan Tuhan Yang Memberi Jawaban dan Yang Berkatakata. Yaitu Tuhan yang
rpendengar doa-doa kita, dan menjawab doa-doa itu. Sedangkan tuhan yang dipaparkan oleh
warga agama-agama lain merupakan pemenuhan dari ayat ini "Afalaa yarjiu ilaihim qaulaa --
berhala itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka -- Thaa Haa, 90).
Penyebabnya adalah kekufuran mereka dan sikap mereka yang tidak beragama, dan doa-doa
mereka memenuhi apa yang disebut oleh ayat ini: "Maa du’aa-ul kaafiriina illa fii dhalaal (dan
tidaklah seruan/doa orang-orang kafir itu melainkan sia-sia belaka - Ar-.Ra’d, 15). Sebab jika
tidak, pada hakikatnya Tuhan semua orang adalah satu, namun orang-orang ini tidak memahami
sifat-sifat-Nya.
Oleh karena itu ingatlah, kita mempunyai Tuhan Yang Berkata-kata. Dia itu mendengar doa-
doa kita.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 437-438).

(438-439)

JEMAAT DAN HUBUNGAN SEJATI


DENGAN ALLAH TA’ALA

Jemaat saya hendaknya menjalin hubungan sejati dengan Allah Ta‘ala, dan mereka
hendaknya bersyukur bahwa Allah Ta‘ala tidak membiarkan mereka begitu saja, melainkan
untuk meningkatkan kekuatan iman mereka sampai ke derajat yakin, Dia telah memperlihatkan
ratusan Tanda qudrat-Nya (kekuasaan-Nya).
Apakah ada di antara kalian yang dapat mengatakan bahwa ia belum menyaksikan Tanda
apapun? Saya katakan dengan pendakwaan, bahwa tidak ada seorangpun yang telah memperoleh
kesempatan menetap bersama saya yang tidak menyaksikan dengan matanya sendiri Tanda yang
segar (baru) dari Allah Ta‘ala.
Yang sangat perlu bagi Jemaat saya adalah, mereka harus meningkatkan keimanan mereka.
Kalian harus menimbulkan keyakinan dan makrifat yang sejati terhadap Allah Ta‘ala. Kalian
jangan malas dan tidak semangat dalam melakukan amal baik, sebab jika kalian malas,
berwudhu sajapun akan terasa berat, maka bagaimana mungkin akan melakukan shalat
Tahajjud? Jika kalian tidak menimbulkan kemampuan untuk melakukan amal salih, dan kalian
tidak memiliki semangat untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan, maka tidak ada gunanya
kalian menjalin hubungan dengan saya.
Yang masuk ke dalam Jemaat saya adalah orang yang menyatakan ajaran saya sebagai
kaidah (peraturan-peraturan) bagi perbuatannya, dan dia mengamalkannya sesuai kemampuan
serta upaya yang dia miliki. Namun seseorang yang hanya mendaftarkan nama lalu tidak
beramal sesuai ajaran [saya], dia hendaknya ingat bahwa Allah Ta‘ala telah beriradah
(berkeinginan) untuk menjadikan Jemaat ini sebagai suatu Jemaat yang khusus, dan seseorang
yang pada hakikatnya bukan warga Jemaat ini, dia tidak dapat berada di dalam Jemaat ini dengan
sekedar menuliskan nama saja. Pasti akan tiba suatu masa padanya ketika dia akan pisah.
Oleh karena itu, sejauh yang memungkinkan, lakukanlah amal perbuatan kalian sesuai
ajaran ini. Amal-amal itu bagaikan sayap. Tanpa amal-amal maka manusia tidak dapat terbang
mencapai derajat (jenjang-jenjang) ruhani, dan dia tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mulia
yang telah diletakkan Allah Ta‘ala di bawah jenjang-jenjang tersebut.
Burung-burung memiliki pemahaman. Jika burung-burung tidak menggunakan pemahaman
itu maka tugas-tugas yang diberikan pada mereka tidak dapat terlaksana. Misalnya, jika lebah

127
madu tidak memiliki pemahaman, maka mereka tidak dapat nienghasilkan madu. Demikian pula
merpati pos. Betapa burung-burung merpati pos itu harus menggunakan pemahaman mereka.
Betapa jauhnya jarak-jarak yang mereka tempuh, dan surat-surat mereka antarkan. Begitulah,
banyak tugas menakjubkan yang diberikan pada burung-burung.
Oleh karena itu, pertama-lama adalah mutlak supaya manusia menggunakan pemahamannya
dan berpikir, "Apakah pekerjaan yang akan saya lakukan ini sesuai perintah-perintah Allah
Ta‘ala dan demi keridhaan-Nya, ataukah bukan?" Bila hal itu sudah dipertimbangkan dan
pemahaman telah digunakan, maka menggunakan tangan adalah penting. Jangan malas dan lalai.
Ya, ini perlu dipertimbangkan, yakni apakah ajaran itu benar? Kadang-kadang terjadi
demikian, yakni ajaran tersebut memang benar, tetapi manusia karena kebodohan dan
ketidaktaatannya, atau karena kejahatan pihak lain serta karena penjelasan yang salah dari pihak
lain, maka orang itu terkecoh. Oleh karena itu, hendaknya lakukan juga penelitian dengan
pikiran yang jernih.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 439-440).

FALSAFAT PERSUMPAHAN DALAM AL-QURAN

Misalnya, saya melihat, orang-orang Ariya dan Kristen melontarkan kritikan bahwa
mengapa ada sumpah-sumpah dalam Quran Syarif? Kemudian, mereka membubuhkan
tambahan-tambahan dan pihak mereka sendiri lalu melontarankan berbagai macam kritikan yang
aneh-aneh. Padahal jika mereka sedikit saja memiliki niat yang baik dan menggunaku akal,
maka kritikan-kritikan semacam itu akan tampak sebagai sesuatu yang nonsen (omong-kosong)
dan tidak berdasar. Sebab mengenai sumpah-sumpah adalah penting untuk memperhatikan apa
tujuan dan makna sebenamya dari sumpah itu. Apabila falsafahnya diperhatikan maka dengan
sendirinya persoalan itu terpecahkan, sehingga tidak perlu menjadi lebih pusing lagi.
Secara umum tampak, bahwa makna sumpah itu adalah berfungsi sebagai pengganti saksi.
Dan ini merupakan suatu hal yang telah diakui oleh semua pihak bahwa di dalam pengadilan
ketika diambil suatu keputusan berdasarkan saksi, maka apakah disitu artinya keputusan diambil
berdasarkan kedustaan? Ataukah sumpah yang dilakukan oleh orang yang bersumpah itu
dianggap sebagai suatu kesaksian yang benar? Nah, ini adalah hal yang berlaku sehari-hari.
Melontarkan kritikan dengan kebodohan atau kedengkian, adalah suatu hal yang lain.
Namun, mengucapkan sesuatu dengan memperhatikan hakikat yang sebenarnya adalah lain lagi.
Sekarang, tatkala ini sudah merupakan cara yang umum, yakni bahwa sumpah itu
merupakan saksi, lalu betapa sederhananya c ini bahwa berdasarkan prinsip-prinsip itulah
hendaknya sumpah-sumpah di dalam Quran Syarif tersebut diperhatikan. Yakni, apa yang
dimaksud dengan sumpah itu di sans.
Dimana saja Allah Ta‘ala bersumpah, maka yang dimaksud di situ adalah hal-hal yang nyata
dijadikan saksi untuk membuktikan hal-hal yang bersifat konsep (pemikiran)‖.
(Malfuzat, jld.IV, hlm. 440-441).

WAHYU AIR SAMAWI

"Wa samaa-‘i dzaatir-raj'i wal- ardhi dzaatish-shad'i, innahu laqawlun- fashl" (demi langit

128
yang berulang-ulang menurunkan hujan, dan [demi] bumi yang mengeluarkan tumbuhan,
sesungguhnya [Al-Quran] itu benar-benar perkataan yang memutuskan - At-Thaariq, 12-14). Ini
pun merupakan suatu sumpah.
Orang bodoh yang tidak tahu dan tidak mengenal hakikat-hakikat Quran Syarif, dengan
kebodohannya mengkritik, "Lihat [Tuhan] bersumpah demi bumi atau langit". Tetapi dia tidak
tahu, bagaimana hebatnya makrifat-makrifat yang ada di balik sumpah ini. Sebenarnya Allah
Ta‘ala ingin memaparkan kesaksian mengenai kebenaran Quran Syarif dan dalil-dalil wahyu
Ilahi, dan hal itu Dia paparkan dengan cara demikian.
Nah, melakukan kritikan (keberatan) atas sumpah semacam ini hanyalah pekerjaan orang
yang berfitrat kotor dan bersifat bodoh. Sebab di dalamnya terdapat shadaqat (kebenaran) yang
agung. Allah Ta‘ala ingin memberitahukan hakikat turunnya wahyu dan kalaam Ilahi melalui
kesaksian umum lembaran fitrat alam. Samaa’ juga berarti awan, yang darinya hujan turun.
Antara langit dan bumi terdapat hubungan sedemikian rupa seperti halnya antara jantan dan
betina. Di bumi pun terdapat sumur, akan tetapi bumi tetap saja membutuhkan air dari langit.
Selama tidak ada air-hujan dari langit, [selama itu pula] bumi dianggap mati, dan kehidupannya
bergantung pada air yang datang dari langit itu. Untuk itulah [Allah Ta‘ala] berfirman: "I'lamuu
annallaaha yuhyil-ardha ba'da mawtihaa – (Ketahuilah, sesungguhnya Allah menghidupkan
bumi setelah kematiannya - Al-Hadid, 18).
Dari ini pun tampak, bahwa tatkala air dari langit terlambat turun dan terjadi kemarau, maka
air sumur pun mulai mongering, dan pada hari-hari itu tampak bahwa air menyusut ke bawah.
Akan tetapi ketika hari-hari hujan dan mulai bercucuran hujan lebat, maka air sumur-sumur pun
mulai bergejolak naik, sebab pada air atas (air langit -pent.) terdapat daya tarik magnetis.
Kini, kaum Brahma pikirkanlah. Jika turunnya air langit ditiadakan, maka semua sumur
akan mengering. Seperti itu pula kami mempercayai bahwa Allah Ta‘ala telah memberikan nur
kalbu kepada setiap insan, dan telah menanamkan akal di dalam otaknya
yang dengan itu ia mampu membedakan antara yang buruk dengan yang baik. Akan tetapi jika
nur nubuwwat (cahaya kenabian) tidak turun dari langit dan silsilah itu tertutup, maka akal
pikiran pun akan sirna dan akan timbul kegelapan pada cahaya kalbu serta sama-sekali tidak
mampu lagi berfungsi. Sebab jaringan ini memperoleh cahaya dari nur nubuwwat juga adanya.
Sebagaimana akibat [turunnya] hujan maka tumbuh-tumbuhan bumi mulai bermunculan
dan benih-benih mulai lahir, seperti itu pulalah akibat turunnya nur nubuwwat akan timbul suatu
cahaya di dalam nur firasat dan suatu kejernihan di dalam akal pikiran. Walau derajat-derajat
ini bersesuaian dengan kadar [kemampuan], dan setiap orang mengambil manfaat darinya
berdasarkan kemampuan [masing-masing] -- tidak peduli apakah ia merasakan perkara ini atau
tidak -- akan tetapi semua ini merupakan berkat dari nur nubuwwat tersebut.
Pendeknya, di dalam persumpahan tersebut, pentingnya turun wahyu telah dibuktikan dari
sudut-pandang suatu kesaksian umum. Sebagaimana akibat tidak turunnya air langit maka bumi
pun menjadi mati dan air-air sumur menjadi kering, demikianlah hukum yang berlaku berkenaan
dengan wahyu.
Raj’i artinya air, padahal air ada juga di bumi. Akan tetapi langit itulah yang dikatakan
sebagai dzaatir-raj'i – (yang memiliki air). Di sini dibukakan falsafah bahwa air yang
sebenamya adalah air samawi....
Adapun kondisi pada waktu turun hujan, demikian pula [yang berlaku] pada waktu turunnya
wahyu. Ada dua jenis tabiat, yang pertama cekatan; yang kedua bodoh (dungu). Orang yang
bertabiat cekatan langsung memahaminya, dan memberikan sokongan kepada shadiq (orang
yang benar). Akan tetapi orang yang bertabiat bodoh, tidak dapat memahaminya dan bangkit

129
menentang.
Lihatlah di Mekkah ketika turun wahyu dan kalaam Allah Ta‘ala mulai turun kepada
Rasulullah saw.. Nah, Abu Bakar ra. dan Abu Jahal adalah dua orang yang berasal dari satu
tempat yang sama. Abu Bakar r.a. tidak ada menuntut suatu Tanda (mukjizat), dan begitu
mendengar pengakuan [Rasulullah saw.], langsung bergabung dengan mengatakan "Aamanna
(aku beriman)". Akan tetapi Abu Jahal telah menyaksikan Tanda demi Tanda, namun dia tidak
berhenti mendustakan. Dan akhirnya dia mati dengan penuh kehinaan di bawah murka (azab)
Allah Ta‘ala.
Pendeknya, wahyu Allah Ta‘ala akan menampakkan segala macam tabiat [yang dimiliki
manusia]. Dia akan memperlihatkan perbedaan antara yang suci dan yang kotor. Itu merupakan
musim bunga, pada saat itu tidak mungkin seseorang tidak keluar untuk menyaksikan mekarnya.
Namun apa pun adanya adalah kemekaran. Orang-orang yang berfitrat baik dan cekatan
bermunculan pada tempatnya, sedangkan orang-orang kotor tersendiri pula.
Sebelumnya mereka itu bercampur-baur seperti halnya benih gandum yang bercampur-baur
dengan benih bhagaath (sejenis ilalang - pent.). Tetapi ketika mereka muncul dari tanah, masing-
masing tampak berbeda. Si pemilik [kebun] memelihara gandumnya, sedangkan ilalang itu ia
cabut dan campakkan ke luar.
Jadi, untuk membuktikan [pentingnya] turunnya wahyu, Allah Ta‘ala telah memaparkan
kesaksian ini, yang oleh orang bodoh ditampilkan dalam warna kritik dengan ketololannya.
Padahal di dalamnya terdapat suatu falsafah agung. Oleh karena itulah setelah berfirman, ―Was-
samaa'i dzaatir-raj'i wal- ardhi dzaatish-shad'i" (demi langit yang berulang-ulang menurunkan
hujan, dan [demi] bumi yang mengeluarkan tumbuhan) Dia berfirman: "Innahu laqawun fashl"
(sesungguhnya [Al-Quran] itu benar-benar perkataan yang memutuskan), yang ditujukan pada
kalaam Ilahi. Ini adalah suatu perkara yang tidak tampak nyata, dan sebagai buktinya telah [Dia]
paparkan suatu hal yang nyata.
Sebagaimana pada waktu kemarau sangat diperlukan [datangnya] hujan, seperti itu pulalah
pada saat ini orang-orang memerlukan air ruhani. Bumi benar-benar telah mati. Zaman ini telah
memenuhi makna "Zhaharal-fasaadu fil-barri wal-bahri – (Keburukan telah bermunculan di
darat maupun di lautan -- Ar-Rum, 42). Daratan dan lautan telah porak-poranda. Yang dimaksud
dengan daratan adalah orang-orang musyrik, sedangkan lautan adalah orang-orang Ahli-Kitab.
Dapat juga diartikan sebagai orang bodoh dan orang berilmu.
Ringkasnya, telah terjadi keburukan di setiap lapisan manusia. Dari sisi dan dalam corak
apapun [kalian] melihatnya, kondisi dunia sudah berubah. Keruhanian sudah tidak tersisa lagi,
dan tidak pula pengaruh-pengaruhnya kelihatan. Yang kecil dan yang besar, semuanya
terjerumus dalam kelemahan-kelemahan akhlak dan amal. Tampak bahwa sikap menyembah dan
mengenali Tuhan sudah tidak ada lagi bekasnya.
Oleh karena itu pada saat ini sangat dibutuhkan supaya air samawi dan nur nubuwwat itu
turun, serta menganugerahkan cahaya bagi kalbu-kalbu yang cekatan. Bersyukurlah kepada
AllahTa‘ala, dengan karunia-Nya Dia telah menurunkan nur itu pada saat ini. Namun sedikit
[orang] yang mengambil manfaat dari nur tersebut.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 441-444).

(444-448)

AKAL BERKAITAN ERAT DENGAN


KEBERSIHAN RUH

130
Ingatlah, akal itu timbul dari kebersihan ruh. Seberapa banyak manusia membersihkan ruh,
sebanyak itu pula timbul ketajaman dalam akal, dan malaikat tampil berdiri di hadapan
menolongnya. Namun orang-orang yang memiliki kehidupan penuh dosa maka kecemerlangan
tidak dapat timbul pada pemikiran mereka.
Terapkanlah takwa supaya Allah menyertai kalian. Hiduplah bersama orang-orang benar,
supaya terbuka atas kalian hakikat takwa, dan supaya kalian memperoleh taufik (kekuatan).
Inilah tujuan saya, dan itulah yang ingin saya tegakkan di dunia.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 448).

Ruh, 23-12-2008

131

Anda mungkin juga menyukai