PROPOSAL PENELITIAN
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Pengaruh Barat
DISUSUN OLEH:
NIM. A1A221026
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “Perdagangan di Kabupaten Tebo di Bawah
Pemerintahan Hindia-Belanda (1906-1942) Sebagai Bahan Ajar Pada
Pembelajaran Sejarah di MAN 2 Kota Jambi” dengan baik.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Indonesia Pengaruh Barat. Dalam penulisan penelitian ini, penulis tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih terutama kepada Ibu Reka Seprina S.Pd., M.Pd selaku dosen mata kuliah
Sejarah Indonesia Pengaruh Barat serta semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Saya sendiri sebagai penulis menyadari bahwa proposal ini masih terdapat
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar penulis dapat menyajikan karya-karya yang lebih baik di waktu
yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan penulis pada khususnya.
HALAMAN SAMPUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
DAFTAR BAGAN...................................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak awal abad ke-17 M sampai awal abad ke-18 M, lada telah menjadi
komoditas ekspor penting Kesultanan Jambi. Berdasarkan laporan VOC (Vereenige
Oost Indische Compagnie), sultan Jambi mendapat keuntungan sebanyak 30-35%
dari penjualan lada Pada periode tersebut, daerah huluan Jambi juga dikenal sebagai
penyalur merica. Sejak abad ke-17, Kesultanan Jambi sudah melakukan perdagangan
atas biji emas sampai ke Eropa. Komoditi utama kabupaten Tebo pada masa itu
adalah Lada. Pola perdagangan lada di Tebo umumnya berupa petani lada yang
berlayar ke hilir menjual lada mereka (Andaya, 2016: 80). Namun, pedagang Inggris,
Belanda ataupun pihak Kesultanan Jambi yang tidak mau menunggu begitu saja
kedatangan petani lada telah membentuk pola perdagangan lain. Mereka
mengirimkan agen ke hulu untuk membeli lada langsung dari petani. Pola
perdagangan ini diikuti para pemain lada, termasuk bangsawan Jambi yang juga
pemain lada di Jambi (Lindayanti, 2013: 68). Pengiriman lada sering terganggu
karena kesulitan akses geografis antara hulu dan hilir. Penundaaan sering berbulan-
bulan karena rakit hanya bisa melewati sungai dalam kondisi air sungai tinggi. Saat
kondisi sungai dangkal, pelayaran dari hulu berhenti setelah melewati Sungai
Tembesi. Pada kondisi normal, petani lada di hulu yang membawa hasil ladanya ke
hilir Jambi. Bangsa Eropa tidak sabar dengan kondisi ini karena hasil perdagangan
yang minim. Pada abad XVI hingga abad XVIII, kebergantungan pada alam berupa
arus laut dan angin monsun sangat tinggi. Aktivitas pelayaran sangat ditentukan
kondisi alam. Hal ini disebabkan sarana transportasi masih berupa kapal dan perahu
yang masih menggunakan layar dan bentuknya masih sederhana. Beberapa sumber
menyebut bahwa ada beberapa model dan bentuk kapal dan perahu yang ada di
Sumatra, termasuk Jambi pada zaman itu. (Asnan, 2017:3).
Gusti Asnan dalam bukunya Sejarah Sumatra menjelaskan, petani lada di hulu
memilih pasar Muaro Tebo yang saat itu juga pusat perdagangan penting di daerah
hulu. Muaro Tebo memiliki akses jaringan transportasi ke Indragiri dan Kuala
Tungkal melalui Sungai Sumai dan dilanjutkan dengan jalan setapak menembus
hutan. Cara ini merupakan bentuk ketidakpatuhan dari masyarakat hulu sungai
terhadap pusat pemerintahan di bagian hilir. Ketidakpatuhan dilakukan dengan tidak
melakukan kontak langsung dengan pusat pemerintahan. Tegasnya, penghindaran
dilakukan dengan tidak melintasi perairan yang melewati ibu kota kerajaan. Tindakan
menghindar dari kontrol penguasa adalah dengan cara pindah sungai. Sebagai contoh,
penduduk atau saudagar yang berasal dari hulu sungai Batang Hari menghindari pusat
Kesultanan Jambi dengan menggunakan jalan setapak untuk pindah ke sungai lain
untuk menghindari hegemoni penguasa (Asnan, 2016: 87). Pada musim kemarau saat
perdagangan dengan Pelabuhan Jambi terhenti, Muaro Tebo berperan menjadi
pelabuhan transit bagi produk lada dari daerah Minangkabau dan dari daerah
Tanjung, Kuamang, dan Sumai. Muaro Tebo begitu ramai karena barang-barang
dagangan berupa tekstil dan garam dibawa orang Melayu dari Kuala Tungkal.
Kedekatannya dengan jaringan perdagangan Melayu di Selat Melaka maka kadang-
kadang Muaro Tebo disebut Melaka Kecil (Lindayanti, 2013: 73).
Semua hasil pertanian, perikanan, perkebunan, hasil hutan, kerajinan, dan emas
menjadi komoditas ekspor Kesultanan Jambi yang dijual sampai ke Malaka dan
Singapura dan Eropa melalui Pelabuhan Jambi. Komoditas ekspor tersebut ditukar
oleh sultan-sultan Jambi dengan beras, garam, kain tekstil, dan perkakas dari logam
dan besi. Khusus untuk kain sutera dan mori, dibeli langsung dari pedagang Belanda
dan Cina untuk membuat tenun ikat, sulam benang emas, dan kain bermotif bunga
hingga batik Jambi. Penduduk mulai mengenal dan menanam karet setelah
pemerintah Hindia Belanda mewajibkan penanaman karet di beberapa afdeeling dan
onderfdeeling di Keresidenan Jambi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat Eropa akan karet. Karet menjadi tanaman komersial penting satu-satunya
di Keresidenan Jambi sampai periode kolonial akhir. Selama dasawarsa 1920-an,
Jambi menjadi produsen karet rakyat terbesar di Hindia Belanda, dilihat dari jumlah
pohon karet yang ditanam. Kebun karet pertama dibuka tahun 1904 di dekat ibukota
keresidenan, yaitu di Afeeling Muara Tembesi. Pada periode selanjutnya tepatnya
pada tahun 1900-1914 Karet ditanam di tanah milik dusun berupa kompleks
perkebunan yang terbentang ke selatan sepanjang 6 km dan ke arah timur sepanjang
12km. Kebun karet milik pemerintah Hindia Belanda juga dibuka di Afdeeling
Sarolangun, Bangko, Bungo, Tebo, Jambi, dan Kerinci tahun 1907-1912 (Yulita,
2019:21).
Peristiwa yang menarik perhatian penulis mengenai tema yang akan dikaji di
proposal ini adalah Kabupaten Tebo yang merupakan bagian dari keresidenan
Jambi dibawah kekuasaan Kolonial Belanda Hal ini yang membuat penulis tertarik
untuk menulis tentang bagaimana Perdagangan di Kabupaten Tebo di Bawah
Pemerintahan Hindia – Belanda (1906-1942) dalam perspektif sejarah.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
konstribusi positif pada sekolah tersebut dalam rangka perbaikan
serta peningkatsn kualitas dan hasil belajar.
b. Bagi guru, sebagai alternatif sumber dan bahan ajar yang efektif
dan efisien untuk pembelajaran serta membantu dalam
penguasaan materi tentang Perdagangan di Kabupaten Tebo pada
masa colonial Hindia – Belanda (1906-1942) sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar.
c. Bagi siswa, mempermudah siswa dalam memahami materi
tentang Perdagangan di Kabupaten Tebo pada masa colonial
Hindia – Belanda (1906-1942).
d. Bagi peneliti, menambah pengetahuan, wawasan dan
pengalaman dalam melakukan penelitian. Serta menambah
pengetahuan peneliti tentang Perdagangan di Kabupaten Tebo
pada masa colonial Hindia – Belanda (1906-1942).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nurcholis. 2022. Kota Tua Muara Tebo Sebagai Tempat Bersejarah.
Jurnal Krinok. 1(2): 89-95.
Andaya, Barbara Watson. 2016. Hidup Bersaudara di Sumatra Tenggara Abad
XVII dan XVIII. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Meng, Usman. 2006. Napak Tilas Liku-liku Provinsi Jambi. Jambi: Pemerintah
Provinsi Jambi.
Lindayanti, T. Noor, Junaidi, dan Ujang Hariadi. 2013. Jambi Dalam Sejarah
1500-1942. Jambi: Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi.