Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANGAN PERKEBUNAN DI ACEH P (ABAD KE XIII-XIX)

Dewi Setyawati
Universitas Sebelas Maret

Abstract: Aceh has a geographical expanse that strategy because it has Bandar port frequented by
traders from other nations before the advent of Islam until the arrival of the colonial. Aceh conduct
relations with other nations for having some commodities demand by traders from outside Aceh,
Aceh society Commodities during the pre-Islamic and Islamic kingdom era (precolonial) is the
result of the plantation. One of the main commodities are Lada.

Keywords: Plantations, Aceh

Abstrak:Aceh memiliki hamparan geografis yang strategi karena memiliki Bandar pelabuhan yang
sering dikunjungi para pedagang dari bangsa lain sebelum masuknya islam sampai kedatangan
kolonial. Aceh melakukan relasi dengan bangsa lain karena mempunyai beberapa komoditas yang
diminati oleh para pedagang dari luar wilayah Aceh, Komoditas masyarakat Aceh pada masa pra
islam dan masa kerajaan Islam (prakolonial ) adalah hasil dari perkebunan. Salah satu komoditas
utamanya adalah Lada.

Kata Kunci: Perkebunan, Aceh

PENDAHULUAN Lada menjadi komoditas ekspor utama


Letak geografis Aceh sangat strategis, pada abad ke-XVII dari kepulauan nusantara,
sehingga merupakan pintu gerbang sebelah terutama di Sumatera. Pada awal abad ke XVI
barat kepulauan Nusantara dan arena letaknya di dikatakan oleh Pires bahwa Aceh tidak banyak
tepi Selat Malaka, maka daerah ini penting pula menghasilkan lada. Hingga awal abad ke-XVII
dilihat dari sudut pandang lalu lintas pun kondisi tersebut tidak berubah, menurut
internasional. Berkembangnya Aceh sebagai Beaulieu (pada tahun 1621), ”Sekarang ini
kawasan pelabuhan regional dan internasional belum mencapai 500 bahar setiap tahun, lagi
menjadikan Aceh sebagai sebuah kota yang pula kecil-kecil ladanya”, lebih lanjut
kosmopolit yang dikunjungi oleh pedagang dari dikatakannya bahwa karena keperluan akan
berbagai penjuru di dunia, baik Muslim atau beras, salah seorang raja terdahulu telah
bukan. Para Muslim umumnya berasal dari menyuruh cabut pohon-pohon lada .
Arab, Turki, Persia, Pegu dan India. Pedagang Pada dasarnya orang Aceh lebih aktif dan
dan utusan dagang dari kawasan lain juga rajin bekerja daripada beberapa tetangga mereka
berdatangan, seperti Cina, Belanda, Inggris, dan lain. Mereka memiliki lebih banyak kecerdasan
Perancis. Mereka datang untuk dan pengetahuan dibanding dengan penduduk
berdagang,menyebarkan agama islam, maupun Sumatra yang lainnya.Sebagai pedagang,
menetap di Aceh. Aceh pada masa pra Islam mereka memiliki jangkauan yang lebih bebas
dan Kerajaan Islam memiliki komoditas dagang dan lebih luas. Namun, hal ini hanya berlaku
hasil dari perkebunan seperti lada. pada para pedagang Aceh yang ada jauh dari
Ibukota dan melakukan transaksi jauh,

102
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati103

bukanpedagang yang bekerja di dalam Kebun bertanaman campuran sudah


kota.Sebagai pusat perdagangan, kehidupan berkembang di Sumatra, termasuk Aceh pada
orang Aceh tergantung dari hasil perdagangan masa yang tua pula sebelum abad ke X.
dari dan daerah pedalaman. Barang-barang Sebaliknya, berbeda dengan kebun campuran
yang berasal dari pedalaman diangkat dengan yang lebih di tujukan untuk tujuan subsistan,
perahu-perahu ke daerah pesisir dan dari sana sejumlah daerah di luar Jawa pada masa
baru diangkut ke Luar Negeri atau sebelum abad ke-XIX, telah mengembangkan
diperdagangkan kepada pedagang-pedagang kebun tananaman perdagangan (garden of
asing yang datang ke sana. commercial crops), misalnya, yaitu kopi, lada,
Sebelum mengenal sistem perkebunan kapur barus, dan rempah-rempah.
dari Barat, masyarakat di negara-negara Penanaman lada sebagai tanaman
berkembang mengenal sistem kebun sebagai perdagangan dunia, seperti telah diketahui,
bagian dari sistem perekonomian pertanian sudah dikenal di Aceh sejak abad ke IX,
tradisional.Dalam struktur ekonomi pertanian terutama di daerah-daerah Nampoli, Lamuri,
tradisional, usaha kebun sering merupakan Perlak, dan Samudra.Namun karena kedudukan
usaha tambahan atau pelengkap dari kegiatan politik Aceh, yakni sebagai bawahan Pidie,
pertanian pokok, terutama pertanian pangan perdagangan lada itu belum memungkinkan
secara keseluruhan. Sistem kebun biasanya dapat mengembangkan negeri dan penduduk
diwujudkan dalam bentuk usaha kecil, tidak Aceh sendiri.Mula-mula lada diekspor melalui
padat modal, penggunaan lahan terbatas, Perlak (Peurlak), kemudian pada masa kejayaan
sumber tenaga kerja berpusat pada anggota Samudra Pasai, Bandar Pasailah yang
keluarga, kurang berorientasi pada dasar, dan memperoleh keuntungan dari perdagangan lada
lebih berorientasi pada kebutuhan subsistem. itu. Demikian pula ketika Malaka
Ciri pokok sistem kebun semacam itu sekaligus menggantikan kedudukan Samudra Pasai
menjelaskan ciri umum dari usaha pertanian sebagai Bandar internasional Indonesia bagian
masyarakat agraris yang masih “subsistem” dan barat tak dapat tidak perdagangan lada pun
pra-kapilalistik atau pra-industrial. harus di pusatkan di Malaka.
Berbeda dengan sistem kebun, sistem Tanaman lada sudah tua. Ada yang
perkebunan merupakan bagian dari sistem menduga bahwa tanaman lada tersebar ke
perekonomian pertanian komersial atau daerah Jawa dan Malaysia antara 100 sebelum
kapitaslistik. Sistem perkebunan diwujudkan Masehi (SM) dan 600 Masehi (M), melalui
dalam bentuk usaha pertanian skala besar dan orang-orang Hindu. Lada yang ditanam di
kompleks, bersifat padat modal (capital kebun-kebun daerah Sumatra Utara dan Jawa
intensive),penggunaan areal pertahanan luas, sangat mantap dalam pasaran perdagangan laut
organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja yang terpusat di Malaka pada sekitar 1500.
rinci, penggunaan tenaga upahan (wage labour), Marsden, penulis sejarah Sumatra, menguatkan
struktur hubungan kerja yang rapih, dan bahwa kebun banyak dilakukan di Sumatera
penggunaan teknologi modern, spesialisasi, pada abad ke-XVIII.
sistem administrasi dan birokrasi, serta Kapur Barus, juga merupakan komoditi
penanaman tanaman komersial (commercial yang paling tua. Ibn Battuta, pelancong Arab
crops) yang ditujukan untuk komoditin ekspor yang mengunjungi Sumatera pada abad ke-
di pasaran dunia. XIV, mengatakan bahwa kapur barus
104JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

merupakan bahan ekspor penting dari pulau PEMBAHASAN


tersebut. Ada petunjuk bahwa proses Pola Pertanian Di Aceh Sebelum Mengenal
komersialisasi yang terjadi pada periode awal Lada
telah mendorong pertumbuhan kebun-kebun Pada dasarnya masyarakat Aceh adalah
tanaman komersial di daerah Indonesia. masyarakat agraris.Sebagian besar penduduknya
Pertumbuhan kebun produksi tanaman hutan membudidayakan padi.Mereka juga menanam
komersial terjadi ketika perdagangan padi dan budidaya lada sangat penting artinya
internasional berkembang di Asia Tenggara dan sejumlah di sejumlah daerah di Aceh. Pohon
kepulauan Indonesia, yang menempatkan orang- yang banyak di tanam adalah pohon buah,
orang Indonesia, India, dan Cina menjadi meskipun kelapa dan pinang juga masuk
pemegang terkemuka di daerah kawasan Asia hitungan. Padi yang di tanam adalah padi kering
tenggara. Aktivitas perdagangan internasional dan basah.Sawah, jika tidak terletak di rawa,
di Asia bagian barat dan Eropa, pada abad ke- memperoleh pengairannya dari air hujan yang
XVI meningkat pesat sebagai akibat mengalir dari bendungan-
meningkatnya permintaan komoditi rempah- bendungan.Perempuan menanam padi, namun
rempah dari kepulauan Nusantara (Indonesia) sawah di garap oleh laki-laki.
dalam dunia perdagangan internasional. Dari zaman Pra Islam dan kerajaan
Peningkatan permintaan rempah-rempah di Islam, Pertanian padi sudah sejak lama mereka
pasaran internasional di Eropa, diantaranya, lakukan sebelum masuknya Kolonil di daerah
yang ikut mendorong peningkatan pembukaan Aceh.Bertani adalah mata pencaharian yang
kebun-kebun rempah-rempah di daerah Aceh, paling penting bagi orang Aceh. Hal ini sesuai
dan daerah lain. dengan peribahasa Aceh yang berbunyi
Proses komersialiasi di daerah Indonesia ,“Seumayang pangulee ibadat, meugoe
sendiri diawali dari proses pertumbuhan pangulee hareukat”. Artinya Shalat adalah
hubungan simbiotik antar-daerah. Hubungan bagian terpenting dari ibadah, sedangkan bertani
simbiotik, yang diwujudkan dalam bentuk padi adalah sumber mata pencaharian utama.
hubungan perdagangan, antara lain terjadi Peribahasa lain berbunyi, “Kaya meuh hana
hubungan simbiotik antara daerah persawahan meusampe, kaya pade meusampurna” Artinya
penghasil padi dan daerah ladang penghasil Kaya emas tidaklah cukup, kaya padi barulah
tanaman perdagangan, dan antara daerah sempurna.
kepulauan satu dengan daerah kepulauan yang Sebagian besar mata pencaharian rakyat
lain. Sebagai contoh, Hubungan simbiotik Aceh pada periode 1500-1800 M. adalah
dalam organisasi perdagangan maritime antara berdagang dan berocok tanam. Selain itu ada
Aceh dan daerah lain awal abad ke XVI dan juga rakyat yang bekerja sebagai ahli
XVII dapat dilihat dari corak pertukaran pertukangan seperti tukang emas, tukang periok,
komoditi perdagangan dari kedua belah pihak, tukang meriam, tukang besi,tukang kapal,
seperti : Aceh-Malaka : Beras dan bahan pangan tukang tenun, dan pembuat berbagai minuman
lainnya, lada, buah asam (tamarind) btu keras dari beras.
permata, emas, “tenaga kerja” (slave) ditukar Pada puncak kejayaan Aceh dalam
dengan tekstil dari India, dan barang-barang masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
dari Cina. hegemoni politik dan ekonominya mencakup
daerah-daerah Pedir, Pasai, Deli, Aru, Daya,
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati105

Lauo, Singkei, Batak, Pasaman, Tiku, Pariaman, (uleebalang) pun mulai longgar san akhirnya
dan Padang. Di Semenanjung Malaka negeri- sengit bersatu sama lain. Karena kepentingan
negri yang mengakui kekuasaan Aceh adalah dagang Aceh, para sultan senantiasa berupaya
Johor, Kedah, Pahang, dan Perlak. melakukan panaklukan dan mmebuat perjanjian
Seperti yang telah disebutkan bahwa dengan negeri lain alih-laih harus tunduk pada
daerah-daerah yang takluk pada Kerajaan Aceh tuan-tuan tanah di negerinya sendiri.Penaklukan
sebagian besar terdiri atas kota-kota pelabuhan. yang berhasil dilakukan selama awal abad ke-17
Tiap-tiap kota pelabuhan ini masing-masing (hingga ke Gayo) itu pun akhirnya kebetulan
terkenal dengan hasil buminya. saja.
Daerah Pedir terkenal dengan Pekerjaan utama penduduk Gayo adalah
kesuburan tanahnya. Di sana banyak di tanam bertani, terutama budidaya beras.Mereka
padi, sehingga pedir waktu itu dikenal sebagai menggunakan sistem sawah dan pengairan di
lumbung beras bagi Kerajaan Aceh. Selain dapat dari sungai. Jika gagal panen,
hasil padi, Pedir juga terkenal dengan ulat-ulat sebagaimana yang terjadi setiap dua puluh lima
sutranya yang memberikan hasil Sutra bagi tahun, maka wabah kelaparan dan kematian pun
Kerajaan Aceh. Dari daerah Pase sampai ke menyusul. Orang gayo menkonsumsi ikan yang
Deli juga di dapatkan daerah yang amat subur dikeringkan dan daging rusa.Mereka beternak
dan cocok untuk pertanian.Deli terkenal dengan sapi, namun hanya daging kerbau, kambing dan
hasil minyaknya.Daerah Daya juga amat subur, domba saja yang di konsumsi ketika
di sini terdapat banyak beras dan amat kaya hajatan.Selain kuda berukuran kecil, hewan-
dengan binatang ternak.Kota pelabuhan singkil hewan ini dimanfaatkan tenanganya untuk
menghasilkan banyak kapur barus. Barus mendukung aktivitas pertanian.Kerbau
adalah kota yang sangat indah dan di sana digunakan untuk membajak sawah.Sawah
banyak didapatkan kapur barus dan kemenyan kering/ladang digunakan untuk menanam
yang menghasilkan uang bagi penduduknya. tembakau dan sayur mayor.Susu kerbau
Pasaman terletak di kaki sebuah gunung yang dikentalkan dikonsumsi sebagai makanan di
tinggi dan banyak menghasil lada dari kalangan orang batak dan di Tanah Tinggi
Pasaman.Pariaman berpendudukan cukup Minangkabau. Selain padi, tanaman yang
banyak.Kota pelabuhan ini letaknya lebih baik lazimnya dibudidayakan di Gayo adalah jagung,
daripada Tiku dan hawanya juga lebih sehat. Di kapas,dan tebu.
sana di dapatkan banyak bahan makanan, tetapi Kemudian sampai abad ke 18, terdapat
pohon ladanya tidak begitu subur. perkebunan lada di Aceh Timur.Penduduk ini
Di bawah kekuasaan seorang sultan sebagian besar membuat perkebunan
yang otrokratik, Aceh tidak pernah menjadi lada.Karena padi tidak berkembang di daerah
sebuah kerajaan yang bersatu padu.Bahkan di Aceh Timur.Aceh Timur dibangun oleh
zaman keemasan, Sultan Iskandar Muda yang pendatang penanam lada.Dengan demikian,
tersohor itu lebih dipandang sebagai syahbandar mata pencaharian penduduk wilayah ini sampai
ketimbang sebuah kekuatan politik.Sebagian sebelum masuknya Belanda adalah menanam
besar kejayaan dan kebesarannya bersandar lada.
pada monopoli dagang yang dilakukannya. Menurut M. Gade Ismail, terdapat tiga
Ketika monopoli pelabuhan ikatan-ikatan yang faktor yang menyebabkan usaha pertanian padi
membatasi aktivitas para bangsawan feudal kurang berkembang di daerah ini. Pertama,
106JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

Kesuburan tanah yang kurang, berdampak menyebabkan Sultan harus memikirkan impor
tanaman padi membutuhkan usaha yang sangat beras untuk mencukupi kebutuhan negara dan
intensif.Kedua, curah hujan yang kurang dan juga harus memikirkan pemanfaatan budak
tidak tersedianya irigasi ikut menghambat untuk menanam padi agar tidak terlampau
penanaman padi di sawah. Oleh karena tidak tergantung pada impor. Bahkan dalam Bustān
adanya irigasi, tanaman padi hanya dapat al-Salāṭin menyebutkan adanya kekeringan dan
ditanam di ladang.Ketergantungan pada curah kelaparan yang merupakan bencana besar pada
hujan menyebabkan tanaman padi sering masa Sultan Muda „Ali Ri‟ayat Shāh dan
mengalami kegagalan. Terakhir, faktor harga kecukupan pangan berhasil terpenuhi pada masa
yang lebih menguntungkan menanam lada Sultan Iskandar Muda.
daripada menanam padi. Hasil-hasil komoditi dari kerajaan Aceh
Dari berita-berita Cina juga dengan yang utama adalah beras, daging, ikan, buah-
jelas diceritakan kehidupan masyarakat Aceh buahan dan binatang ternak., tetapi hasil-hasil
zaman Kerajaan Samudra Pasai.Mata ini tidak menarik sama sekali perhatian para
pencaharian penduduk bertani dan menanam pedagang-pedagang asing yang datang ke sana.
padi, karena makanan utama mereka adalah Yang menarik ialah lada, timah, emas, sutra,
beras.Di pegunungan banyak dihasilkan kapur minyak, kapur barus, kemenyan, daging, pinang
barus.Pertanian lada banyak di kaki-kaki dan gajah. Selain itu di Aceh juga terdapat
pegunungan.Selain itu, terdapat pula bermacam- barang-barang yang di datangkan dari luar
macam buah-buahan seperti manggis, jeruk dan negeri seperti rempah-rempah., pakaian dari
durian. Disebutkan pula harga lada sekitar abad India dan Porselin dari Cina.Dari segala hasil
ke-15 tiap 100 koli (62 kg) 80 unag mas (80 yang telah disebutkan di atas, lada yang
dirham) atau 1 tail uang perak. merupakan barang dagangan utama Kerajaan
Semua penjelajah Eropa sama-sama Aceh. Pohon-pohon lada di Aceh tumbuh
menegaskan bahwa di Aceh beras jarang ada sedemikian banyaknya, sehingga setiap tahun
dan harganya mahal.Bahkan Lancaster sudah Kerajaan Aceh, mampu untuk memuat hasil
berkata pada tahun 1602.Menurut pendapat lada ini pada 20 buah kapal dagang menurut
umum bahwa orang Aceh itu bukan petani. ukuran masa itu.
Seperti Beaulieu yang mengatakan “orang-
orang itu angkuhnya sedemikian hingga tak Perkembangan Perkebunan lada di Aceh
sampai hati memegang bajak. Mereka tidak abad Ke XI-XIX
mau memikirkannya dan segala urusannya Seperti halnya sistem peladangan dan
diserahkan kepada budak-budak mereka” persawahan, sistem kebun juga telah
Pemanfaatan sumber daya lokal tidak tua.Menurut para ahli, sistem kebun tanaman
mampu memenuhi permintaan orang kota. tahunan pada lahan tetap, telah berlangsung di
Orang-orang di pedalaman lebih banyak hidup Indonesia berabad-abad lamanya, setidak-
secara subsistenm oleh karena itu hasil panen tidaknya sejaknya 1200 M.Selama periode ini
padi mereka lebih ditujukan untuk kepentingan terdapat berbagai ragam bentuk.Kadang-kadang
sendiri. Demikian pula dengan petani-petani kebun ditanami berbagai tipe tanaman
yang ada di sekitar kota, mereka memanfaatkan campuran, seperti tanaman tahunan (annual
sawah padi hanya untuk plant) dan tanaman ramuan masak atau jamu, di
kebutuhannya..kelangkaan sumber daya ini samping tanaman keras berumur panjang
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati107

(perennial plant), seperti yang terdapat dalam dipilih, selama daerah itu tidak terlalu
bentuk pekarangan di Jawa.Kadang-kadang rendah.Hal ini disebabkan oleh kondisi
kebun lebih diusahakan untuk satu jenis permukaan tanahnya yang kaya dengan bahan
tanaman perdangangan tertentu, seperti pala- organik dan mudah mendapatkan air yang
fuli, lada, cengkih atau kemudian kopi, karet dibutuhkan produksi.Tanah yang terlalu miring
dan lainnya.Usia kelangsungan kebun kadang- dihindari karena permukaan tanahnya lebih
kadang singkat, barangkali tidak lebih dari 10 rentah terhadap hujan deras.Bila daratannya
tahun; tetapi ada pula yang dapat berusia polos atau hanya ditumbuhi rumput panjang,
panjang, yaitu 50 tahun atau lebih. diperlukan pembajakan dan pemupukan terlebih
Berbeda dengan sawah, kebun kurang dulu karena kesuburannya telah tergerus oleh
menuntut tenaga kerja besar karena tidak sinar matahari langsung yang tidak terhalang.
memerlukan pembangunan dan pemeliharaan Mereka yang mau membuat tanaman
bangunan irigasi seperti yang diperlukan lada, menanam tunas dari pohon lada yang
persawahan.Kebun juga tidak menuntut sudah tua di salah satu semak; semua
kebutuhan lokasi yang istimewa, asal iklim dan rerumputan yang tumbuh di sekitarnya harus
pengeringan tanahnya cukup baik, dan jarak dibersihkan atau disiangi dengan tekun. Tunas
pasar tidak jauh, penanaman tanaman dapat itu tumbuh tanpa berbuah sampai tahun ketiga;
diselenggarakan secara tetap.Dapat terjadi, lalu mulailah ia pada tahun keempat keluarlah
bahwa petani peladang menanam kebun ke buahnya berlimpah-limpah dan besar-besar, dan
dalam lahan peladangan sebagai tambahan tanaman semacam itu menghasilkan enam, tujuh
produksi subsistennya, misalnya tanaman lada, pon lada, dan tak pernah buahnya sebesar dan
kopi dan karet.Tanaman itu ditanam di ladang sebanyak pada tahun panen pertama dan kedua,
mereka, kemudian ditinggalkan sampai tanaman dan juga tahun ketiga yang rata-rata boleh
itu berbuah, baru kemudian didatangi kembali dikatakan sama. Pada panen ke-4, ke-5, dan ke-
untuk memetik hasil panenannya.Sistem kebun 6 hasilnya kurang sepertiga, yaitu pada umur
yang kurang diurus semacam itu, sudah barang sembilan tahun. Tahun kesepuluh, kesebelas,
tentu hasilnya kecilnya (marginal), dibanding dan keduabelas buahnya hampir tak ada lagi dan
dengan hasil perkebunan. kecil-kecil; lalu habis sama sekali” “Pada bulan
Pembukaan perkebunan, menimbulkan Agustus lada itu besar dan hijau, dan rasanya
lingkungan baru, yaitu lingkungan, yaitu sangat pedas, tapi oleh penduduk dimakan
lingkungan perkebunan.Lingkungan perkebunan sebagai salada atau diacar, yaitu dicampur
ini biasanya dibentuk oleh kesatuan lahan dengan buah-buahan lain dalam kuah cuka yang
penanaman tanaman komoditi perdagangan, dapat disimpan satu tahun penuh. Pada bulan
pusat pengolahan produksi (pabrik), dan Oktober lada itu merah, pada bulan November
komunitas pemukiman penduduk yang terlibat warnanya menjadi hitam.”
dalam kegiatan perkebunan. Oleh karena itu, para petani Aceh
Dalam pembudidayaan lada (Piper cenderung memilih lahan baru dibersihkan
nugrum), lokasi perkebunan merupakan faktor untuk ladang padi atas dasar kualitas tanah,
yang paling penting yang harus diperhatikan karena pertimbangan agrikukultura
karena akan menentukan keberhasilannya. lainnya.Lahan tersebut tadinya dipenuhi oleh
Daerah dengan ketinggian tanah rendah dan kayu-kayu tua dan dipersubur oleh bahan
berada sisi sungai atau mata air biasanya lebih organic yang membusuk untuk kemudian
108JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

diperbarui sehingga dapat digunakan selama Kerajaan Aceh termasuk kerajaan yang
satu atau dua musim.Begitulah bagaimana memiliki basis surplus komoditi perdagangan
umumnya perkebunan lada dipersiapkan.Akan dari daerah pedesaannya, disamping memiliki
tetapi, bila tidak menggunakan bekas ladang sumber pendapatan lain dari kegiatan
padi, digunakan tanh yang dikosongkan untuk perdagangan di kota bandar emporiumnya.
lada dengan menebangi dan membakar Surplus produksi komoditi perdagangan yang
pohonnya. dimiliki kerajaan, pada umumnya didasarkan
Menurut Meilink-Roelofsz, berdasarkan atas dasar hak monopoli raja terhadap bahan
karya Tome Pires dalam buku Suma Oriental, perdagangan yang ada di wilayah
bentuk perdagangan laut di Indonesia pada abad kekuasaannya. Ada beberapa bentuk organisasi
ke-XVI adalah “perdagangan keliling” proses produksi. Pertama, raja menerima
(peddling). Pendapat ini sebenarnya produksi komoditi perdagangan dari kepala-
memperkuat pendapat J.C. Van Leur yang kepala penguasa lokal, atas dasar penyerahan
dikemukakan sebelumnya.Dalam hubungan ini wajib atau upeti. Produksi diperoleh baik dari
komoditi perdagangan dapat berasal dari dua hutan maupun dari kebun . Lada di daerah
kemungkinan, yaitu hasil “pengumpulan” dari Aceh kebanyakan dikelola oleh golongan
hutan dan atau dari hasil tanaman di penguasa lokal, Orang Kaya. Kedua, raja
kebun.Menurut Meilink-Roelofsz, bunga pala selain menerima penyerahan wajib, juga
(mace) dan pala (nutmeg) di Banda, dan cengkih memiliki kebun sendiri, seperti raja-raja di
di bagian lain daerah Maluku, lebih banyak Kerajaan Aceh atas dasar kebun-kebun lada di
ditanam di kebun daripada dikumpulkan dari daerah pedalaman.
hutan. Struktur geografi kepulauan Indonesia
Selain meningkatnya pertumbuhan yang luas, menyebabkan jarak pengangkutan
kebun komoditi komersial, meningkatnya perdagangan menjadi besar, sehingga menuntut
proses komersialisasi di daerah pantai pada abad risiko modal yang besar pula.Akibatnya tidak
ke-XVI, juga mendorong pertumbuhan semua golongan mampu partisipasi dalam
kelahiran kerajaan-kerajaan Islam, dan kegiatan perdagangan dalam skala nasional dan
pertumbuhan kota-kota emporium di sepanjang internasional.Mereka yang mampu adalah
pantai Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan golongan raja dan bangsawan, sehingga
Maluku. Pertumbuhan kerajaan dan kota-kota golongan merekalah yang banyak partispasi
emporium baru ini, sekaligus diikuti dengan dalam perdagangan, hal yang berbeda dengan
kemunduran kerajaan Majapahit dan kota-kota yang terjadi di Eropa.Selain itu, golongan
emporiumnya, yang berperan dalam pedagang di Indonesia memiliki peranan yang
perdagangan maritime periode sebelumnya. berbeda dengan rekannya yang ada di
Perkembangan ini juga diikuti oleh proses Eropa.Perbedaan yang lebih penting lagi, ialah
Islamisasi dan penyebaran kebudayaan Melayu Indonesia tidak mengenal organisasi
di kepulauan Nusantara. Kota Bandar perdagangan seperti Eropa, sehingga
emporium yang ada di daerah Indonesia bagian perdagangan di Indonesia sangat lemah,
barat yang menjadi partner perdagangannya, terutama dalam menghadapi persaingan dengan
diantaranya ialah Malaka, Aceh, dan luar.
Palembang. Hasil bumi yang ikut meramaikan
perdagangan internasional di Selat Malaka
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati109

adalah Lada. Daerah penghasil lada yang perdagangan Arab dan Persia disepanjang
utama pada waktu itu adalah Aceh. Lada ini Pantai barat Eropa dan Asia.Pedagang-
diekspormelalui Perlak (Peureulak).Lada atau pedagang Persia dan Arab yang belayar di
merica merupakan salah satu rempah yang pantai timur sumatera membawa dagangan lada
dihasilkan di kepulauan nusantara.Rempah ini dan mencoba menanam lada didaerah
tampaknya diperkenalkan sedini abad ke-14 Aceh.Perlak dijadikan Bandar utama dipantai
oleh para pedagang dari India (terutama timur Sumatra bagian utara untuk eksport lada.
Malabar) di beberapa tempat di bagian utara Oleh karena eksport lada mendatangkan banyak
Pulau Sumatera, bersamaan dengan penyebaran keuntungan, maka pedagang-pedagang dari
agama Islam. mesir, Persia, dan Gujarat yang datang
Menurut Chun, Hasil nyata dari dipelabuhan Perlak dan menetap disitu, ingin
diperkenalkannya tanaman ini dilihat langsung menguasai lada yang sejak semula dikuasai oleh
oleh Ma Huan seorang penerjemah muslim Cina Marah Perlak dan kemudian didirikan
dalam ekspedisi maritim laksamana kekaisaran kesultanan Perlak tahun 1611.
Dinasti Ming, Cheng Ho pada abad ke-XV M. Pusat-pusat penghasil utama lada di
Pelayaran armada Cheng Ho yang dimulai pada Pulau Sumatera mula-mula lebih ke selatan
tanggal 19 Januari 1431 dari pelabuhan Nanking letaknya, di pantai baratnya.Parmentier pada
akhirnya tiba di Su-menta- la (Samudera) pada tahun 1529 singgah di pelabuhan Tiku untuk
tanggal 12 September 1432 setelah singgah di mengisi palka kapalnya dengan rempah yang
beberapa tempat dalam perjalanannya. Saat tinggi nilainya itu. Kata Beaulieu, “Di Pasaman,
berada di Samudera itulah Ma Huan kebun-kebun lada mulai ditemukan, letaknya
menyaksikan kebun lada dibudidayakan di pada kaki sebuah gunung yang tinggi sekali,
lereng pegunungan.Ma Huan memerikan budi yang kelihatan dari jarak tiga puluh mil jika
daya tanaman itu sebagai berikut, langit cerah, ladanya bagus-bagus dan besar,
“tumbuhannya menjalar, menghasilkan bunga tujuh mil dari sana terletak Tiku yang lebih
yang berwarna putih dan kuning; ladanya berlimpah-limpah lagi ladanya; di tempat-
sendiri dihasilkan dari buahnya; berwarna hijau tempat tadi ada saja ladanya”
saat muda dan berwarna merah saat sudah tua; Kelompok perkebunan yang kedua
para petani menunggu untuk memanennya terdapat di Semenanjung Malaka, Pulau
hingga buahnya setengah tua.Setelah dipanen, Langkawi, dan Kedah. Oleh karena kesal
buahnya dijemur di bawah terik matahari, disuruh Iskandar membayar harga lada terlalu
setelah kering lalu dijualnya. Setiap 100 chin tinggi, Beaulieu pada suatu pagi membongkar
dihargai 80 keping uang emas, yang senilai 1 sauh dan menuju ke utara dengan harapan akan
liang perak” mendapat harga yang lebih baik dari Sultan
Menurut musyafir Arab dan Tionghoa Kedah, saingan Sultan Aceh. Ia singgah di
penanaman lada yang ada di Aceh telah dikenal Langkawai yang perkebunan ladanya, “ada di
abad ke IX, yakni di daerah Nampoli, Perlak, kaki gunung seperti juga di dataran rendah
Lamuri, dan Samudera. Lada Aceh berasal dari sepanjang 3 hingga 4 mil, tumbuhannya
Malagasi.Pada Abad ke VII dan VIII dipelihara seperti tumbuhan anggur yang tinggi
penanaman Lada telah di kenal di cabang-cabangnya...yang merawat di situ tak
Malagasi.Hasil lada di Malagasi dijadikan lebih dari 100 tawanan” Lalu Beaulieu ke
bahan perdagangan oleh perdagangan- Kedah minta izin pada sultan untuk
110JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

mengadakan pembelian; dilihatnya bahwa di telah diusir dan berpindah ke Langkat, tempat
sana pun tumbuh tanaman lada, bukan main mereka dipercayai menjadi kaya kerana
indahnya, meskipun kurang banyak jumlahnya. perdagangan lada. Menurut tradisi di kesultanan
Dalam hubungan inilah Beaulieu memerikan yang berdekatan dengan Aceh ini, penanaman
tentang tanaman lada dan pemeliharaannya: “..., lada telah dilakukan oleh penghijrah yang
tumbuhnya di tanah yang baru dibuka dan yang berasal dari pantai utara dan selatan Aceh
gemuk; di negeri ini lada ditanam pada kaki saja.Yang jelas, pada awal abad ke-XX, masih
segala macam pohon, dan pohon itu yang dililiti ramai orang Aceh yang menguruskan ladang
dan dijalarinya seperti cara tanaman hop. lada di sebelah utara Langkat, khasnya di sekitar
Di separuh utara Pulau Sumatera, Pasai Teluk Aru.Sepertinya bukan halnya di
nampaknya adalah tempat pertama yang Kesultanan Deli dan Serdang, di mana pendapat
menghasilkan lada (pada awal abad ke- langsung tentang ladang lada ini berasal dari
15).Belum ditemui pendapat untuk John Anderson yang melewati daerah tersebut
memperkirakan dengan tepat waktu munculnya pada tahun 1823.
ladang lada di pesisir timur laut Sumatera. Baik Aceh Timur merupakan salah satu
Pires mahupun Mendes Pinto tidak mencatatkan alternative yang tepat karena daerah itu
lada sebagai bahan yang dihasilkan di daerah ini berbatasan langsung dengan Sumatera
pada separuh pertama abad ke-XVI. Namun, timur.Sampai dengan akhir abad ke-18, Aceh
sebuah sumber Portugis dari akhir abad ke-XVI Timur masih kurang berarti dari segi politik dan
mengatakan bahwa lada yang dijual di Aceh itu ekonomi.Kondisi ini berubah drastic sejak paruh
sebagiannya berasal dari pergunungan Aru. pertama abad-19.Mulai saat itu daerah ini
Sampai tahun 1682, tidak ada data register yang menjadi salah satu sentra produksi lada yang
mencatat bahwa lada ditanam di pesisir timur sangat penting bagi kerajaan Aceh. Penanaman
laut Sumatera. Walaupun sudah terbukti bahwa lada ini dilakukan oleh para migran yang datang
penanaman lada sama sekali tidak merata dari dari daerah lain di Aceh. Aktivitas penanaman
waktu ke waktu, jika lada memang sudah lada tersebut berdampak pada munculnya
ditanam pada masa itu, susah menjelaskan kenegerian-kenegerian baru di wilayah ini.
kenapa hal ini tidak dicatat oleh orang Belanda Wilayah Aceh timur sendiri dialiri oleh
sepanjang empat puluh tahun pertama mereka banyak sungai, baik yang besar dan panjang,
memerintah di Melaka. Ketika tiba pada tahun maupun yang kecil dan pendek.Sungai-sungai
1860-an, pegawai-pegawai Belanda hanya besar bersumber di Pedalaman, pegunungan
mencatat bahwa suku-suku “Batak” di Sumatera Bukit barisan dan bermuara ke Selat Malaka.
bahagian utara sudah sejak bertahun-tahun Sungai-sungai tersebut adalah sungai Peurlak
hampir hanya menanam lada. (140 km) dan sungai bayeun (80 km) sedangkan
Catatan pertama yang meyakinkan itu sungai-sungai yang lebih pendek diantaranya
berasal dari abad ke-XVIII dalam sebuah adalah sungai langsa , sungai bayeun, sungai
laporan Inggris yang menyebutkan bahwa Ranto Panjang, sungai Alue nireh, sungai Idi,
Langkat, yang ada di Aceh, menghasilkan lada. dan sungai Arakundoe. Hampir semua sungai
Selain itu, menurut pendapat yang diperolehi tersebut dapat “dilayari” seningga mempunyai
seorang pegawai Belanda pada waktu yang arti ekonomi yang sangat penting dalam
sama, dua orang yang berasal dari Siak, perjalanan sejarah wilayah ini.Ia menjadi sarana
bernama Said Amat dan Said Ali, dikatakan
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati111

transportasi komoditas yang dihasilkan komoditas diimpor antara lain : beras, ikan
dipedalaman, terutama lada. asin,dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Bila dibandingkan dengan wilayah Setelah dikuasai Belanda, pelabuhan pidi yang
Aceh lainnya, kenegerian-kenegerian di Aceh sempat ditutup dibuka kembali untuk
Timur relative masih muda.Pada saat perang perdagangan umum seperti sebelumnya,
Belanda di Aceh pecah tahun 1873, sudah sedangkan perdagangan di pelabuhan Bayeun
terdapt 15 kenegerian di Aceh Timur.Sebagian nantinya dialihkan ke Pelabuhan
besar kenegerian tersebut terbentuk pada awal Langsa.Pelabuhan langsa ini dengan teluknya
abad ke-XIX dari pengembangan penananman yang dalam, dapat disinggahi oleh kapal-kapal
lada yang dilakukan oleh para pendatang.Hanya milik KPM dengan aman tanpa harus menunggu
empat kenegerian yang terbentuk sebelum abad air pasang untuk mengangkut hasil perkebunan
ke XIX yaitu Kenegerian Peurlak, Kenegerian dan hasil bumi lainnya dari Aceh Timur.
Langsa, Kenegerian Karang dan Kenegerian Sebaliknya, pelabuhan bayeun (Damar Tutong)
Kejuruan Muda. Sementara kenegerian- hanya dibuka untuk perahu-perahu tradisional
kenegrian lain terbentuk akibat perpindah berdasarkan Lembaran Negara tahun 1901
penduduk dari Aceh lain. nomor 188, tanggal 1 September 1901. Akan
Perpindahan penduduk merupakan tetapi dalam kenyataan perahu-perahu uap milik
suatu fenomena baru di Aceh berkaitan dengan perkebunan diberi izin masuk.
penanaman lada. Kegiatan ini dinamakan Penduduk yang bermigrasi ke Aceh
masyarakat Aceh dikenal dengan istilah buka Timur berasal dari tiga daerah, yaitu: Pasai,
Seunebouk (membuka kebun lada). Pemimpin Pidie dan Aceh besar. Migrasi penduduk dari
pembuka seunebok ini berasal dari golongan daerah tersebut yang terjadi pada awal abad ke-
uleebalang terutama dari Aceh besar.Mereka XIX bukan karena faktor pendorong kondisi
dengan mudah mendapatkan orang di Aceh ekonomi penduduk dari daerah asal.Tetapi
besar atau Pidie yang mau mencoba karena ada faktor penarik yang ditawarkan oleh
keberuntungan di daerah baru ini baik sebagai daerah baru.Daerah Aceh Timur yang
pekerja musiman maupun penduduk kosong.Dari segi ekonomi memberikan
permanen.Dari pusat-pusat pemukiman kemungkinann untuk memperoleh pendapatan
penanaman lada yang berhasil ini kemudian yang lebih tinggi. Besarnya permintaan lada di
menjadi sebuah negeri dengan seorang pasar internasional dengan harga yang sangat
uleebalang.Ia diakui sebagai uleebalang oleh tinggi pada tahun 1820 an menyebabkan
penduduk yang berdiam di daerah itu maupun munculnya keinginan penduduk untuk mencari
oleh uleebalang di sekitarnya apabila dia daerah baru yang belum berpenghuni yang
berhasil memperoleh surat pengangkatan resmi cocok untuk penanaman lada.
dari Sultan Aceh (Sarakata). Persoalan tenaga kerja (buruh)
Sebelum masuknya kekuasaan Belanda, merupakan masalah utama yang dihadapi
Aceh Timur telah memiliki dua pelabuhan perusahaan-perusahaan perkebunan di Aceh
ekspor-impor komoditas-komoditas penting dari Timur sejak awal pembukaannya. Hal ini
dari dan ke daerah ini, yaitu Pelabuhan Idi dan disebabkan oleh jarangnya penduduk lokal dan
Pelabuhan Bayeun. Komoditas yang diekspor keengganan buruh lokal ini didatangkan buruh
melalui kedua pelabuhan ini adalah : lada, migrant dari Jawa dan Cina. Mereka
kopra, pinang dan hasil hutan, sedangkan didatangkan melalui Semenanjung Malaya,
112JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

sedangkan buruh Jawa langsung dari pulau Setelah berhasil mengusai Pedir, Pasai,
Jawa. Dengan masuknya buruh migrant ini, Deli dan Aru di pantai timur Sumatra, maka
terbentuklah suatu komunitas baru di Aceh, Aceh mencoba mengusai Jambi yang sangat
yaitu komunitas perkebunan. Komunitas ini ramai perdagangan ladanya. Di sini ekspansi
terdiri dari staf kulit putih, mandor, dan buruh Aceh harus menghadapi perlawanan dari Johor,
migrant Indragiri, Siak, dan Palembang yang pada 1615
Kemudian selama abad XX, ekspor lada bersekutu untuk mengelakkan pengaruh Aceh
di Aceh menurun.Angka paling tinggi dicapai itu. Jambi merupakan pelabuhan pengekspor
tahun 1819 adalah 5192 ton.Angka terendah lada dari daerah pedalaman seperti
2643 ton pada tahun 1920.Penyebab minangkabau yang diangkut melalui Sungai
kemunduran ini adalah penghentian pemberian Indragiri, Kampar dan Batang Hari.Ekspansi
kredit kepada petani lada sejak 1919 karena Aceh ke daerah-daerah penghasil lada di pantai
tunggakan tidak mampu dibayar kembali akibat barat Sumatra berhasil memgusai Tiku,
dari menurunnya harga lada di pasaran. Pariaman dan Bengkulu.Sedang di
Semenanjung Malaka pengaruh Aceh mencakup
Pengaruh Lada dalam masyarakat kerajaan-kerajaan seperti Kedah, Perak, Pahang
multicultural Aceh dalam konteks dan Johor.
perdagangan, pertanian, perkebunan, dan Kemudian perdagangan lada seluruhnya
pelayaran. dipusatkan di Bandar Aceh.Lada yang berasal
Perkembangan lada yang lebih dari daerah-daerah pengaruh Aceh seperti dari
menguntungkan Aceh baru terjadi pada Aru, Kampar, Indragiri, Jambi dan Malaka
dasawarsa pertama abad ke-XVI. Jatuhnya hanya boleh diekspor melalui Bandar
Malaka ke tangan Portugis pada 1511 dan juga Aceh.Untuk memperluas perdagangan lada itu
pasai pada 1522 mengakibatkan banyaknya dibuka 4 bandar, yakni Pantai Cermin, Daya,
pedagang-pedagang Islam meninggalkan Pidie dan Pasai.Keempat bandar ini dibuka
Malaka dan mencari pangkalan-pangkalan baru selebar-lebarnya bagi lalu lintas perdagangan.
di daerah Aceh. Kemudian berdirilah di situ Daerah-daerah yang terletak di pantai
kerajaan di Aceh dengan Sultan Ali Mughayat Barat pulau Sumatra sejak jaman pemerintahan
Syah sebagai rajanya yang pertama. Sultan Iskandar Muda merupaka daerah yang
inilah yang mendirikan Kerajaan Aceh yang pontensial dalam lapangan perdagangan.Hal ini
merdeka dan berdaulat, serta melepaskan diri disebabkan mereka merupakan daerah penghasil
dari kekuasaan Pidie (Pedir). lada di Kerajaan Aceh, di samping pantai
Sultan-sultan Aceh berikutnya berusaha timur.Besarnya jumlah produksi barang-barang
untuk menarik perdagangan internasional dan setempat seperti lada danjuga minyak nilam dan
antar-kepulauan Nusantara. Usaha-usaha itu kapur barus menjadi faktor yang penting yang
diwujudkan melalui pengusaan daerah-daerah dapat menarik banyak para pedagang asing
penghasil dan pengekspor lada Sumatra berdagang dengan daerah ini.
terutama di daera Sumatra Timur dan Sumatra Pedagang-pedagang asing yang hendak
Barat, pengusaan Selat Malaka dan Upaya membeli lada datang pergi silih
untuk menentang dan meyingkirkan setiap berganti.Dengan sendirinya pembongkaran dan
bangsa yang berhajat untuk menguasai selat pemuatan lada bagi kapal-kapal asing juga
Malaka. hanya boleh berlangsung di bandar-bandar
Perkembangan Perkebunan Di Aceh P (Abad Ke Xiii-Xix), Dewi Setyawati113

Aceh. Semua orang asing yang datang disimpan baik di gudang penyimpanan atau
berdagang di bandar-bandar Aceh memperoleh kapal-kapal dari eropa yang telah
perlakukan yang sama .Kapal-kapal Arab, Parsi, menunggu.Sekitar sepertiga bagian dari lada
Pegu, Turki, Siam, India dan kemudian Inggris, hitam dikirim ke Cina. Mengenai aktivitas
Prancis dan Belanda antri di bandar-bandar perdagangan lada antara pedagang-pedagang
Aceh, menunggu muatan lada.Usaha untuk swasta (terutama Amerika) dengan orang Achin
meningkatkan bandar Aceh sebagai bandar di pelabuhan-pelabuhan utara Nalabu, Susu dan
internasional kini menjadi kenyataan.Kapal- Mukki, saya tidak banyak memiliki informasi
kapal asing yang datang di bandar Aceh akurat dan hanya mengetahui bahwa aktivitas
membawa pula barang-barang dagangan yang tersebut telah meningkat.
berasal dari negerinya. Maka kain pelikat dari Kemajuan perdagangan itu jelas
Koromandel, porselin dari Jepang dan Cina, mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan
sutera dari Siria, Malabar, Siam, Cina dan Aceh.Keuntungan yang diperoleh dari penjualan
Jepang, batu permata dari Parsi dan minyak lada dan bea-cukai ditarik dari kapal-kapal yang
wangi dari Eropa, juga diperjual-belikan di hilir-mudik di bandar Aceh, baik kapal-kapal
Aceh. Hasil-hasil dari daerah-daerah lainnya di asing maupun kapal-kapal yang datang dari
Nusantara mengalir pula ke pelabuhan Aceh. daerah-daerah lainnya di Indonesia,
Emas dan perak dari Minangkabau, timah dari meningkatkan penghasilan negara.Akibatnya
Pahang, rempah-rempah dari Maluku, semuanya kemampuan Aceh untuk membangun negerinya
ramai diperjual-belikan di Bandar Aceh. bertambah besar pula.Aceh mampu membeli
Barang-barang yang mereka angkut ke kapal-kapal buatan luar negeri untuk
luar negeri atau yang oleh para pedagang asing memperkuat armadanya. Senjata api dibeli di
sebenanrnya adalah barang-barang yang Turki. Kini Aceh tampil menjadi negara
dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman yang maritime yang kuat. Dengan armadanya yang
secara politik tidak tunduk kepada kekuasaan kuat, Aceh mampu melindungi armada
mereka.Penduduk pedalaman yang berbeda dagangnya dan mampu mengamankan laut-laut
etnis dengan mereka iti terpaksa harus wilayah kekuasaan dari perombak-perombak
mengadakan hubungan perdagangan seperti dan penyelundupan yang dapat merugikan
diatur oleh penguasa muara sungai disebabkan negaranya. Sebagai negara maritime yang kuat
karena terisolir di pedalaman.Satu-satunya jalan Aceh mampu mengimbangi Malaka.Aceh
yang dapat menghungkan mereka dengan dunia merupakan satu-satunya negara Islam di
luar adalah melalui sungai dan karena sungai Indonesia sesudah Demaka yang berani
tersebut berada dalam kontrol penguasa muara menyerang orang-orang portugis di
dalam tangan penguasa muara sungai. Malak.Sementara itu Aceh pun berusaha
memperbesar pengaruh dan kekuasaannya di
PENUTUP daerah Semenanjung Malaka.Demikianlah Aceh
Lada umumnya dibawa dengan menjadi saingan utama bagi Malaka-Portugis.
menggunakan rakit yang kadang dibuat dari Pada puncak kejayaan Aceh dalam
kayu gelondongan, tetapi sering dari bambu masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
besar.Untuk menjaga agar muatan tetap kering, hegemoni politik dan ekonominya mencakup
dibuat dudukan khusus dari potongan daerah-daerah Pedir, Pasai, Deli, Aru, Daya,
bambu.Setelah sampai ke tempat tujuan, lada Lauo, Singkei, Batak, Pasaman, Tiku, Pariaman,
114JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016

dan Padang. Di Semenanjung Malak negeri- Pires, Tome. 2014. Suma Oriental. Yogyakarta :
negri yang mengakui kekuasaan Aceh adalah Penerbit Ombak
Johor, Kedah, Pahang, dan Perlak.Hegemoni _____________.1991.Sejarah Daerah Aceh
ekonomi dicapai dengan melaksanakan sistem Istimewa Aceh. Jakarta :
monopoli.Perdagangan dipusatkan di bandar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Aceh.Kebun-kebun lada yang berlebihan yang Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
dapat mengancam monopoli lada, seperti di Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Kedah misalnya, dibinasakan.Untuk mengawasi Nasional
jalannya pelayaran dan perdagangan si seluruh Artikel dan Jurnal:
wilayah perairan Aceh disediakan suatu armada Ery Soedewo , “Artikel Lada si Emas Panas :
angkatan laut yang kuat. Dampaknya Bagi Kesultanan Aceh dan
Kesultanan Banten. Edisi No. 23/Tahun
DAFTAR PUSTAKA XI/Januari 2007 .Medan : Balai
Alfian, Teuku Ibrahim 1999.Wajah Aceh Dalam Arkeologi Medan Universitas Sumatera
Lintasan Sejarah .Banda Aceh : Pusat Utara
informasi dan Dokumentasi Aceh Daniel Perret. 2011“Sumatera Timur Laut
Daliman. 2012. Islamisasi dan Perkembangan dalam Ruang Aceh sehingga Akhir
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Perang Aceh” Jurnal terjemahan Alam
Yogyakarta : Ombak dan Tamadun Melayu 3:1 Desember
Hadi, Amirul. 2010. Aceh: sejarah, budaya dan Tesis :
tradisi. Jakarta: penerbit yayasan obor Anwar. 2005.Banda Aceh Dari kota tradisional
Ismail, Muhammad Gade.1985. Trumon dan ke Kota Kolonial.Yogyakarta: s
Barus : Dua Pusat Perdagangan di Universitas Gajah Mada
Pantai Barat Sumatera Pada awal abad
ke-19. Jakarta: Universitas Syiah Mawardi,2005. “Menyadap getah untuk
Kuala Onderneming : Dinamika sosial ekonomi
Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, buruh perkebunan karet di Aceh Timur,
Djoko.1991.Sejarah Perkebunan di 1907-1939” (Yogyakarta : Universitas
Indonesia Gajah Mada
Kajian sosial ekonomi. Jakarta: Aditya Media
Loep, Edwin M. 2013. Sumatera: sejarah dan
masyarakatnya. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Lombard,Denys. 1991. Kerajaan Aceh: Jaman
Iskandar Muda (1607-1636).
Jakarta:Balai Pustaka
Marsden, William. 2008. Sejarah Sumatera.
Yogyakarta : Penerbit Ombak
Said, Muhammad 1977.kontrak tempoe
doeloe : Dengan Derita dan
Kemarahannya Medan : waspada

Anda mungkin juga menyukai