inkontinensia urin dan keluhan sembelit. Pasien jatuh 6 bulan yang lalu. Sejak saat itu,
ia mengalami gangguan mobilitas dan lebih memilih berbaring di tempat tidur.
Inanition atau malnutrisi adalah masalah kesehatan yang sering ditemukan pada
lansia. Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40- 70 tahun. Hal ini
disebabkan karena faktor fisiologis yaitu (perubahan rasa kecap, pembauan, sulit
mengunyah, gangguan motilitas usus), psikologis (depresi dan demensia) dan sosial
(hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan
pada lansia. Adapun faktor risiko lainnya yaitu kondisi patologis seperti penyakit
kronis dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi pencernaan pada lansia.
Konstipasi atau yang juga dikenal dengan sebutan sembelit adalah kondisi sulit buang
air besar. Bisa jadi tidak dapat buang air besar sama sekali atau tidak sampai tuntas.
Walaupun frekuensi buang air besar setiap orang bisa berbeda-beda, kamu dapat
dinyatakan mengalami konstipasi jika buang air besar kurang dari 3 kali dalam
seminggu.
Konstipasi paling sering terjadi ketika kotoran atau tinja bergerak terlalu lambat
melalui saluran pencernaan atau tidak dapat dikeluarkan secara efektif dari rektum. Ini
dapat menyebabkan tinja menjadi keras dan kering. Konstipasi kronis memiliki
banyak kemungkinan penyebab.
Penyumbatan di usus besar atau rektum dapat memperlambat atau menghentikan
gerakan tinja. Kemungkinan penyebabnya adalah:
• Robekan kecil di kulit sekitar anus (fisura anus).
• Penyumbatan di usus (obstruksi usus).
• Kanker usus besar.
• Penyempitan usus besar (striktur usus).
• Kanker perut lainnya yang menekan usus besar.
• Kanker rektal.
• Rektum menonjol melalui dinding belakang vagina (rektokel).
Konstipasi juga bisa terjadi karena masalah pada saraf di sekitar usus besar dan
rektum. Masalah ini dapat memengaruhi saraf yang menyebabkan otot-otot di usus
besar dan rektum berkontraksi dan memindahkan tinja melalui usus. Penyebabnya
antara lain:
• Kerusakan pada saraf yang mengontrol fungsi tubuh (neuropati otonom).
• Penyakit Parkinson.
• Cedera saraf tulang belakang.
• Cedera atau trauma.
Selain itu, masalah pada otot panggul yang terlibat dalam buang air besar juga dapat
menyebabkan sembelit kronis, seperti:
• Ketidakmampuan untuk mengendurkan otot panggul untuk memungkinkan buang
air besar (anismus).
• Otot panggul yang tidak mengoordinasikan relaksasi dan kontraksi dengan benar
(dissinergia).
• Otot panggul melemah.
Selain berbagai penyebab tadi, konstipasi juga bisa terjadi karena faktor hormonal.
Hormon dapat membantu menyeimbangkan cairan dalam tubuh. Penyakit dan kondisi
yang mengganggu keseimbangan hormon dapat menyebabkan konstipasi, termasuk:
• Diabetes.
• Kelenjar paratiroid yang terlalu aktif (hiperparatiroidisme).
• Kehamilan.
Mobilitas merupakan prediktor terkuat terhadap risiko jatuh pada lansia. Namun
dalam penelitian lain menyatakan riwayat jatuh yang pernah dialami menyebabkan
lansia menurunkan tingkat aktifitas fisiknya secara optimal, sehingga lansia
cenderung pasif. Dampak fisiologis dari imobilisasi dan perilaku tidak aktif lansia
yaitu lansia akan mengalami penurunan massa otot sebanyak 3% perhari, yang akan
berpengaruh pada kekuatan otot dan keseimbangan postural.
Immobilisasi adalah keadaan di mana seseorang mengalami keterbatasan gerak
sebagai akibat adanya gangguan pada organ tubuh. Imobilisasi didefinisikan sebagai
keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi
tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik,
psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab
utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa informasi penting meliputi
lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang
mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk
mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
Beberapa etiologi hambatan mobilitas fisik
1. Intoleransi aktifitas
Intoleransi aktifitas merupakan penurunan energi akibat kehilangan masa otot dan
tonus otot atau karena gangguan aktifitas sel. Lansia mengalami kehilangan tonus otot
atau masa otot akibat penuaan normal, tetapi juga dapat beresiko terhadap kelemahan
lebih lanjut akibat sindrom disuse, yang berhubungan dengan penyakit kronis,
penurunan pada aktivitas dan pergerakan. Otot pernafasan juga melemah, dan paru
cenderung menjadi elastis. Oleh karena itu lansia memiliki volume tidal yang lebih
sedikit dan mengalami penurunan vital.
2. Nyeri
Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan berat umum atau setempat. Lansia rentang
terhadap nyeri kronis ataupun akut, baik somatopatik maupun psikogenik, karena
memiliki insiden penyakit kronis dan terapi yang lebih tinggi mengalami peningkatan
trauma yang diakibatkan jatuh dan fraktur, dan rentang terhadap infeksi.
3. Gangguan neuromuskular
4. Gangguan Muskuloskeletal
Merupakan penurunan atau kehilangan fungsi otot sistem penyongkong skeletal yang
di sebabkan oleh faktor struktural atau mekanis. Sumber struktural adalah hambatan
pada fisiologik pergerakan. Sedangkan penyebab mekanis adalah peralatan eksternal
seperti restrain atau gips yang bias menghambat pergerakan. Kondisi kronis, seperti
osteoporosis, fraktur, arthritis, tumor, dan edema. Mengganggu stabilitas atau
fleksibilitas struktural.
5. Gangguan Psikologis
Merupakan respon yang terjadi saat emosi yang terjadi saat stres melebihi
kemampuan individu untuk dapat berbicara secara efektif. Rasa takut atau duka cita
yang berlarut-larut akibat kehilangan yang menyertai penuaan dapat membuat lansia
yang sering kali harus menyesuaikan diri dengan perubahan gaya hidup dan
lingkungan. Tanpa di dukung oleh kondisi kesehatan yang baik dan sistem dukungan
keluarga yang memadahi.
9. Faktor latrogenik
Faktor iatrogenik yang berkaitan dengan hambatan mobilitas adalah regimen terapi
yang mempengaruhi pergerakan lansi, termasuk tirah baring, agens farmaseutika
(sedatif, obat penenang, analgesik, anestetik) lingungan layanan kesehatan yang
restritif dan asing serta pembedahan dan terapi lain yang membatasi aktivitas, seperti
pemberian cairan iv, pengisapan dan pemasangan kateter. Kondisi ini penting untuk
mengatasi cidera atau penyakit, tetapi juga bias menyebabkan masalah yang serius,
terutama pada lansia yang memiliki banyak faktor predisposisi terhadap imobilisasi
dan dampaknya.
Immobilisasi sebagai salah satu tindakan perawatan trauma dan penyakit kronik,
meskipun memberikan banyak manfaat, jika terjadi terlalu lama akan menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti atrofi otot, hipotensi ortostatik, kontraktur dan lain –
lain. Salah satu komplikasi yang terbanyak adalah ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus
adalah area jaringan nekrosis yang muncul ketika jaringan lunak tertekan antara
tulang yang menonjol dan permukaan eksternal (tempat berbaring) dalam waktu yang
lama. Luka tekan atau pressure ulcer mengganggu proses pemulihan pasien, mungkin
juga diikuti dengan nyeri dan infeksi sehingga menambah panjang lama perawatan,
bahkan adanya luka tekan dapat menjadi penanda prognosis yang buruk untuk pasien.
Ulkus dekubitus adalah luka akibat tekanan di kulit karena posisi tubuh tidak berganti
dalam waktu yang lama. Ulkus dekubitus disebabkan oleh tekanan dan gesekan pada
kulit yang dapat menghambat aliran darah ke kulit dan merusak permukaan kulit.
Berdasarkan tingkatan keparahannya, berikut ini merupakan karakteristik luka yang
muncul pada penderita ulkus dekubitus:
Tingkat 1
Ulkus dekubitus tingkat 1 ditandai dengan perubahan warna pada area kulit
tertentu, misalnya menjadi kemerahan atau kebiruan, disertai dengan rasa sakit
atau gatal di area tersebut.
Tingkat 2
Ulkus dekubitus tingkat 2 ditandai dengan luka lecet atau luka terbuka di area
yang terdampak.
Tingkat 3
Pada ulkus dekubitus tingkat 3, terjadi luka terbuka hingga beberapa lapisan
kulit yang lebih dalam (ulkus kulit).
Tingkat 4
Ulkus dekubitus tingkat 4 ditandai dengan luka terbuka yang sangat dalam
hingga mencapai otot dan tulang