Anda di halaman 1dari 8

Seorang pria berusia 76 tahun dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya dengan anisi,

inkontinensia urin dan keluhan sembelit. Pasien jatuh 6 bulan yang lalu. Sejak saat itu,
ia mengalami gangguan mobilitas dan lebih memilih berbaring di tempat tidur.

1. Kenapa pasien mengalami inanition?


JAWAB:
Inanition (malnutrisi), Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40- 70
tahun. Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis (perubahan rasa kecap, pembauan,
sulit mengunyah, gangguan usus dll), psikologis (depresi dan demensia) dan sosial
(hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan.

Kekurangan gizi dapat disebabkan ketidaktahuan untuk memilih makanan yang


bergizi. Terutama karena isolasi sosial (terasing dari masyarakat), gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri.

Inanition atau malnutrisi adalah masalah kesehatan yang sering ditemukan pada
lansia. Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40- 70 tahun. Hal ini
disebabkan karena faktor fisiologis yaitu (perubahan rasa kecap, pembauan, sulit
mengunyah, gangguan motilitas usus), psikologis (depresi dan demensia) dan sosial
(hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan
pada lansia. Adapun faktor risiko lainnya yaitu kondisi patologis seperti penyakit
kronis dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi pencernaan pada lansia.

Malnutrisi merupakan ketidakseimbangan antara asupan gizi dengan kebutuhan


energi tubuh untuk mendukung pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi kerja spesifik
tubuh yang sehat. Malnutrisi merupakan kondisi yang umum dialami lansia,
perubahan fisik yang terjadi akibat penuaan, membuat lansia lebih sulit menyerap
nutrisi dari makanan. Berdasarkan faktor yang di teliti dalam penelitian ini bahwa
faktor resiko yang sangat signifikan dengan terjadinya malnutrisi pada lansia adalah
pendapatan keluarga, dukungan keluarga, gaya hidup dan riwayat penyakit.

2. Mengapa pasien buang air kecilnya tersendat?


JAWAB:

3. Mengapa pasien mengeluh konstipasi?


JAWAB:
Konstipasi merupakan masalah umum yang terjadi pada lansia yang disebabkan oleh
penurunan pergerakan usus,kurang aktivitas,penurunan kekuatan dan tonus otot
Penurunan sekresi mucus,elastisitas,dinding rectum,peristaltic kolon yang melemah
gagal mengosongkan yang dapat menyebabkan konstipasi.
Konstipasi terjadi akibat adanya pengumpulan sensasi saraf dan tidak sempurnanya
pengosongan usus/kegagalan dalam menanggapi sinyal saraf untuk BAB.
Faktor2 yang mempengaruhi :
1. kebiasaan BAB yang tidak teratur
2. kebiasaan penggunaan laxativis (pencahar biasanya digunakan untuk
mengatasi sembelit.) berlebihan
3. meningkatnya stress psikologi
4. diet yang tidak seimbang
5. kurangnya cairan

Konstipasi atau yang juga dikenal dengan sebutan sembelit adalah kondisi sulit buang
air besar. Bisa jadi tidak dapat buang air besar sama sekali atau tidak sampai tuntas.
Walaupun frekuensi buang air besar setiap orang bisa berbeda-beda, kamu dapat
dinyatakan mengalami konstipasi jika buang air besar kurang dari 3 kali dalam
seminggu.

Konstipasi paling sering terjadi ketika kotoran atau tinja bergerak terlalu lambat
melalui saluran pencernaan atau tidak dapat dikeluarkan secara efektif dari rektum. Ini
dapat menyebabkan tinja menjadi keras dan kering. Konstipasi kronis memiliki
banyak kemungkinan penyebab.
Penyumbatan di usus besar atau rektum dapat memperlambat atau menghentikan
gerakan tinja. Kemungkinan penyebabnya adalah:
• Robekan kecil di kulit sekitar anus (fisura anus).
• Penyumbatan di usus (obstruksi usus).
• Kanker usus besar.
• Penyempitan usus besar (striktur usus).
• Kanker perut lainnya yang menekan usus besar.
• Kanker rektal.
• Rektum menonjol melalui dinding belakang vagina (rektokel).
Konstipasi juga bisa terjadi karena masalah pada saraf di sekitar usus besar dan
rektum. Masalah ini dapat memengaruhi saraf yang menyebabkan otot-otot di usus
besar dan rektum berkontraksi dan memindahkan tinja melalui usus. Penyebabnya
antara lain:
• Kerusakan pada saraf yang mengontrol fungsi tubuh (neuropati otonom).
• Penyakit Parkinson.
• Cedera saraf tulang belakang.
• Cedera atau trauma.
Selain itu, masalah pada otot panggul yang terlibat dalam buang air besar juga dapat
menyebabkan sembelit kronis, seperti:
• Ketidakmampuan untuk mengendurkan otot panggul untuk memungkinkan buang
air besar (anismus).
• Otot panggul yang tidak mengoordinasikan relaksasi dan kontraksi dengan benar
(dissinergia).
• Otot panggul melemah.
Selain berbagai penyebab tadi, konstipasi juga bisa terjadi karena faktor hormonal.
Hormon dapat membantu menyeimbangkan cairan dalam tubuh. Penyakit dan kondisi
yang mengganggu keseimbangan hormon dapat menyebabkan konstipasi, termasuk:
• Diabetes.
• Kelenjar paratiroid yang terlalu aktif (hiperparatiroidisme).
• Kehamilan.

FAKTOR USIA 76 TAHUN


• Jenis kelamin. Konstipasi lebih sering dialami oleh perempuan daripada pria,
terutama pada masa sebelum menstruasi dan masa kehamilan.
• Usia. Konstipasi juga lebih sering dialami oleh lansia.
• Pola makan. Misalnya makan makanan yang rendah serat.
• Kurang aktif secara fisik. Jarang atau tidak berolahraga sama sekali.
• Minum obat-obatan tertentu. Termasuk obat penenang, atau obat untuk tekanan
darah tinggi.
• Kesehatan mental. Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti depresi.
• Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi
(susah BAB). Konstipasi atau sembelit sering dikeluhkan oleh usia lanjut, yang dapat
disebabkan karena usia lanjut kurang aktifitas, kurang masukan air (kurang dari
delapan gelas/1.600 cc per hari) serta diet kurang serat (kurang dari 20 gram serat per
hari) cendrung mudah mengalami konstipasi (Supartondo, dkk. 2000).
• Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa.
• Namun jika tidak diatasi, konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius
seperti impaksi (feses menjadi keras dan kering) dan obstruksi. Konstipasi kronis
dapat mengakibatkan divertikulosis, kanker kolon dan terjadinya hemoroid
4. Bagaimana asupan nutrisi yang dianjurkan untuk lansia?
JAWABAN:
Ada banyak faktor yang memengaruhi perubahan kebutuhan gizi untuk lansia.
Perlu diketahui juga bahwa kebutuhan setiap orang tua juga dapat berbeda, tergantung
pada kondisi medis yang dimilikinya. Hal pertama yang memengaruhi perubahan ini
adalah metabolisme. Usia adalah salah satu faktor terpenting dalam perubahan
metabolisme energi dan tingkat metabolisme basal seseorang menurun hampir secara
linier seiring bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh penurunan massa otot yang
terjadi pada tubuh lansia.
Selain metabolisme yang melambat, sistem pencernaan pada lansia juga
melambat. Seiring bertambah usia, produksi air liur dan asam lambung juga menurun,
sehingga membuat pencernaan lebih sulit dalam memproses vitamin dan mineral
tertentu seperti vitamin B12, B6, dan asam folat.
Banyak orang tua yang juga mengalami penurunan kesehatan karena berbagai
penyakit seperti diabetes, hipertensi, gangguan ginjal, dan penyakit lainnya. Kondisi
seperti ini membuat orang tua membutuhkan asupan gizi yang harus disesuaikan
dengan kondisi kesehatannya tersebut.
 Protein
Protein adalah salah satu makronutrien yang dibutuhkan tubuh karena merupakan
komponen utama sel. Hampir semua bagian tubuh mulai dari otot, jaringan tulang,
kulit, hemoglobin, hormon, enzim, hingga antibodi tubuh tersusun dari protein.
Pada orang tua, asupan tambahan protein dibutuhkan terutama jenis protein whey
yang berfungsi untuk menjaga ketahanan otot. Hal ini disebabkan karena seiring
bertambahnya usia, tubuh akan mengalami penurunan fungsi otot yang disebabkan
oleh banyak faktor.
 Lemak baik
Lemak terbagi menjadi beberapa jenis dan tidak semuanya baik untuk kesehatan.
Asupan lemak yang disarankan adalah lemak tak jenuh ganda (ikan) dan lemak tak
jenuh tunggal (minyak zaitun alpukat. Dapat menurunkan resiko penyakit jantung
karena dapat menurunkan kadar LDL dan menaikan kadar HDL). Sedangkan untuk
lemak trans sebaiknya tidak dikonsumsi dan lemak jenuh sebaiknya dibatasi
asupannya.
Memilih jenis lemak yang tepat dapat membantu memelihara kesehatan jantung orang
tua Anda. Beberapa sumber lemak baik adalah seperti kacang-kacangan, biji-bijian,
alpukat, dan ikan.
 Cairan
Air putih juga menjadi salah satu kebutuhan yang harus diperhatikan pada orang tua.
Seseorang akan lebih rentan mengalami dehidrasi seiring dengan bertambahnya usia.
Mencukupi kebutuhan cairan harian tidak hanya mencegah dehidrasi, tapi juga
menurunkan risiko penyakit seperti sembelit dan infeksi saluran kemih.
 Kalsium dan Vit D
Vitamin D dan kalsium adalah gizi yang sangat penting untuk memelihara
kesehatan tulang. Orang tua tentunya memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah
tulang seperti osteoporosis. Memenuhi kebutuhan vitamin D dan kalsium dapat
menurunkan risiko orang tua terkena penyakit tersebut.
Salah satu sumber kalsium dan vitamin D terbaik adalah berasal dari susu yang
diperkaya dengan vitamin D dan kalsium. Anda juga dapat menambahkan asupan
vitamin D dari ikan salmon, telur, dan makanan lain yang diperkaya (fortified food)
vitamin ini, sedangkan untuk sumber kalsium lainnya dapat berasal dari sayuran
berdaun hijau, ikan sarden, dan makanan yang diperkaya.
Namun perlu diingat, agar vitamin D dapat diaktifkan fungsinya di dalam tubuh,
perlu ada sentuhan sinar matahari kepada kulit. Kulit lansia yang keriput cenderung
membuat penyerapan sinar matahari tidak optimal. Maka, lansia setidaknya
didampingi untuk berjemur di bawah sinar matahari pagi sekitar 15-30 menit setiap
hari.
 Vit B12
Umumnya pencernaan orang tua akan lebih sulit dalam menyerap cukup vitamin B12.
Maka dari itu, kebutuhan vitamin ini sebaiknya ditingkatkan untuk lansia. Beberapa
sumber vitamin B12 adalah seperti daging tanpa lemak, ikan, makanan laut, dan
makanan yang diperkaya vitamin B12.
Jika makanan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin ini, konsumsi
suplemen mungkin akan diperlukan. Anda dapat berkonsultasi dengan dokter atau ahli
gizi untuk mengetahui apakah orang tua Anda membutuhkan asupan vitamin B12
tambahan.
 Kalium
Konsumsi kalium penting, terutama pada orang tua yang memiliki tekanan darah
tinggi. Sumber kalium antara lain seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan,
dan susu rendah lemak. Jika asupan kalium harus dipenuhi, sebaliknya asupan
natrium (garam) dibatasi karena dapat meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit
lainnya. Sebagai pengganti garam berlebihan, lebih baik gunakan rempah dan bumbu
lain untuk menambah cita rasa makanan.
 Zat besi
Zat besi adalah salah satu mineral terpenting yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral ini
memiliki peran penting dalam pembentukan sel darah merah. Pada dasarnya,
kekurangan zat besi jarang dialami oleh orang tua, kecuali yang memiliki kondisi
medis tertentu. Kurang zat besi juga bisa dialami orang tua yang vegan atau baru saja
menjalani operasi.
Cara memenuhi kebutuhan zat besi dapat dengan mengonsumsi makanan seperti telur,
daging merah, kacang-kacangan, biji-bijian,sayuran berdaun hijau, hingga buah
kering. Penyerapan zat besi dapat dimaksimalkan dengan konsumsi vitamin C yang
banyak dan menghindari konsumsi teh atau kopi terlalu dekat dengan jam makan
karena keduanya dapat mengganggu penyerapan zat besi.
5. Mengapa pasien mengalami kesulitan gerak?
JAWAB:

Dalam KBBI mobilitas diartikan sebagai gerakan berpindah-pindah atau


kesigapan dalam bergerak. Sedangkan secara etimologis mobilitas berasal dari bahasa
latin yaitu ‘mobilis’ yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu
tempat ke tempat yang lain.

Mobilitas merupakan prediktor terkuat terhadap risiko jatuh pada lansia. Namun
dalam penelitian lain menyatakan riwayat jatuh yang pernah dialami menyebabkan
lansia menurunkan tingkat aktifitas fisiknya secara optimal, sehingga lansia
cenderung pasif. Dampak fisiologis dari imobilisasi dan perilaku tidak aktif lansia
yaitu lansia akan mengalami penurunan massa otot sebanyak 3% perhari, yang akan
berpengaruh pada kekuatan otot dan keseimbangan postural.
Immobilisasi adalah keadaan di mana seseorang mengalami keterbatasan gerak
sebagai akibat adanya gangguan pada organ tubuh. Imobilisasi didefinisikan sebagai
keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi
tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik,
psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab
utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa informasi penting meliputi
lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang
mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk
mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
Beberapa etiologi hambatan mobilitas fisik

1. Intoleransi aktifitas
Intoleransi aktifitas merupakan penurunan energi akibat kehilangan masa otot dan
tonus otot atau karena gangguan aktifitas sel. Lansia mengalami kehilangan tonus otot
atau masa otot akibat penuaan normal, tetapi juga dapat beresiko terhadap kelemahan
lebih lanjut akibat sindrom disuse, yang berhubungan dengan penyakit kronis,
penurunan pada aktivitas dan pergerakan. Otot pernafasan juga melemah, dan paru
cenderung menjadi elastis. Oleh karena itu lansia memiliki volume tidal yang lebih
sedikit dan mengalami penurunan vital.

2. Nyeri
Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan berat umum atau setempat. Lansia rentang
terhadap nyeri kronis ataupun akut, baik somatopatik maupun psikogenik, karena
memiliki insiden penyakit kronis dan terapi yang lebih tinggi mengalami peningkatan
trauma yang diakibatkan jatuh dan fraktur, dan rentang terhadap infeksi.
3. Gangguan neuromuskular

Merupakan penurunan gerakan otot karena penurunan system gangguan intervasi


parifer atau saraf pusat. Sistem saraf mengendalikan inervasi dan fungsi seluruh dari
bagian tubuh, dengan demikian, kontraksi dan reflek otot sangat bergantung pada
sistem neurologik.

4. Gangguan Muskuloskeletal
Merupakan penurunan atau kehilangan fungsi otot sistem penyongkong skeletal yang
di sebabkan oleh faktor struktural atau mekanis. Sumber struktural adalah hambatan
pada fisiologik pergerakan. Sedangkan penyebab mekanis adalah peralatan eksternal
seperti restrain atau gips yang bias menghambat pergerakan. Kondisi kronis, seperti
osteoporosis, fraktur, arthritis, tumor, dan edema. Mengganggu stabilitas atau
fleksibilitas struktural.

5. Gangguan Psikologis
Merupakan respon yang terjadi saat emosi yang terjadi saat stres melebihi
kemampuan individu untuk dapat berbicara secara efektif. Rasa takut atau duka cita
yang berlarut-larut akibat kehilangan yang menyertai penuaan dapat membuat lansia
yang sering kali harus menyesuaikan diri dengan perubahan gaya hidup dan
lingkungan. Tanpa di dukung oleh kondisi kesehatan yang baik dan sistem dukungan
keluarga yang memadahi.

6. Hambatan sosiokultural atau lingkungan fisik.


Hambatan sosiokultural merupakan ketidak sesuaian peran dan konflik peran, ketidak
seimbangan hubungan kekuasaan, hubungan sosial kurang baik, hubungan yang tidak
cocok, dan nilai budaya yang tidak cocok. Lansia sangat beresiko terhadap hambatan
hubungan sosial dan perubahan serta transisi peran, seperti ketergantungan pada orang
lain. Hambatan pada tipe ini biasanya muncul saat lansia dirawat dipanti.
7. Kurang pengetahuan
Induvidu sering kali tidak mampu mengelola penyakit atau cidera secara efektif
karena kurang pengetahuan tentang tindakan yang harus di lakukan. Selain itu lansia
lebih mudah mengalami defisit kognitif akibat penyakit stroke dan dimensia. Dengan
demikian lansia dapat membatasi mobilitas mereka karena tidak mengetahui
pentingnya mempertahankan pergerakan, cara memulihkan mobilitas, dan sumber
yang tersedia untuk membantu mereka untuk mencegah gangguan lebih lanjut dan
dampaknya dapat menggangu fungsi kesehatan.

8. Defisit kognitif dan perseptual


Merupakan penurunan kemampuan untuk memproses input sensori secara mental dan
atau kehilangan sensasi. Defisit ini cenderung menyertai penuaan normal dan juga
dapat terjadi sekunder akibat penyakit yang sering di alami oleh lansia. Lansia juga
sering mengalami keterbatasan lingkungan fisik dan sosial, terutama karena hambatan
mobilitas fisik. Lingkungan ini mengurangi input sensori penting mobilitas yang
optimum (misalnya untuk orientasi ruangan dan waktu, alasan bergerak dan
beraktivitas), sehingga keterbatasan lingkungan dapat mengakibatkan hambatan
mobilitas.

9. Faktor latrogenik
Faktor iatrogenik yang berkaitan dengan hambatan mobilitas adalah regimen terapi
yang mempengaruhi pergerakan lansi, termasuk tirah baring, agens farmaseutika
(sedatif, obat penenang, analgesik, anestetik) lingungan layanan kesehatan yang
restritif dan asing serta pembedahan dan terapi lain yang membatasi aktivitas, seperti
pemberian cairan iv, pengisapan dan pemasangan kateter. Kondisi ini penting untuk
mengatasi cidera atau penyakit, tetapi juga bias menyebabkan masalah yang serius,
terutama pada lansia yang memiliki banyak faktor predisposisi terhadap imobilisasi
dan dampaknya.

6. Bagaimana dampak dari pasien yg hanya tiduran saja selama 6 bulan?

Immobilisasi sebagai salah satu tindakan perawatan trauma dan penyakit kronik,
meskipun memberikan banyak manfaat, jika terjadi terlalu lama akan menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti atrofi otot, hipotensi ortostatik, kontraktur dan lain –
lain. Salah satu komplikasi yang terbanyak adalah ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus
adalah area jaringan nekrosis yang muncul ketika jaringan lunak tertekan antara
tulang yang menonjol dan permukaan eksternal (tempat berbaring) dalam waktu yang
lama. Luka tekan atau pressure ulcer mengganggu proses pemulihan pasien, mungkin
juga diikuti dengan nyeri dan infeksi sehingga menambah panjang lama perawatan,
bahkan adanya luka tekan dapat menjadi penanda prognosis yang buruk untuk pasien.
Ulkus dekubitus adalah luka akibat tekanan di kulit karena posisi tubuh tidak berganti
dalam waktu yang lama. Ulkus dekubitus disebabkan oleh tekanan dan gesekan pada
kulit yang dapat menghambat aliran darah ke kulit dan merusak permukaan kulit. 
Berdasarkan tingkatan keparahannya, berikut ini merupakan karakteristik luka yang
muncul pada penderita ulkus dekubitus:

 Tingkat 1
Ulkus dekubitus tingkat 1 ditandai dengan perubahan warna pada area kulit
tertentu, misalnya menjadi kemerahan atau kebiruan, disertai dengan rasa sakit
atau gatal di area tersebut.
 Tingkat 2
Ulkus dekubitus tingkat 2 ditandai dengan luka lecet atau luka terbuka di area
yang terdampak.
 Tingkat 3
Pada ulkus dekubitus tingkat 3, terjadi luka terbuka hingga beberapa lapisan
kulit yang lebih dalam (ulkus kulit).
 Tingkat 4
Ulkus dekubitus tingkat 4 ditandai dengan luka terbuka yang sangat dalam
hingga mencapai otot dan tulang

Dampak fisiologis dari imobilisasi dan ketidakaktifan salah satunya adalah


peningkatan katabolisme protein sehingga menyebabkan penurunan kekuatan otot.
Tubuh dapat bereaksi secara fisiologis terhadap kejadian imobilisasi dengan
timbulnya perubahan-perubahan yang tidak jauh beda dengan proses menua pada
lanjut usia, oleh karena itu dapat memperberat efek penuaan yang sedang
berlangsung.
7. Bagaimana fenomena terkait dengan skenario?

Anda mungkin juga menyukai