Anda di halaman 1dari 29

Lingkungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

Di Susun Oleh :
Muhammad Yashif Fadillah ( ketua )
Nabila Kirana Putri
Nabila Putri Asyifa

UNIVERSITAS TERBUKA JAKARTA – 2022.2


Kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah sering disingkat sebagai UMKM
memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha atau perusahaan besar.

A. LINGKUNGAN UMKM
1. Pengertian UMKM
Menurut UU no. 20 tahun 2008 UMKM bisa didefinisikan dengan
kriteria berikut ini.
1) Kriteria usaha mikro
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 tidak
termasuk tanah dan bangunan, atau memiliki hasil penjualan
paling banyak Rp. 300.000.000
2) Kreteria usaha kecil
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 – Rp.
500.000.000 termasuk tanah dan bangunan
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
300.000.000 – Rp. 2.500.000.000
3) Kriteria usaha menengah
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 – Rp.
10.000.000.000 termasuk tanah dan bangunan
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
2.500.000.000 – Rp. 50.000.000.000
2. Peranan UMKM
Berikut ini beberapa peranan UMKM dalam perekonomian :
a. Membantu penyerapan tenaga kerja dan mengentaskan
kemiskinan.
Data dari kementrian koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa
ada 55,2 juta unit UMKM di Indonesia dan menyerap sekitar 101,7
juta orang (tahun 2011)
b. Membantu meratakan perekonomian Indonesia
UMKM tersebar di 34 Provinsi di Indonesia, dengan penyebaran
semacam itu maka UMKM bisa membantu meratakan
perekonomian Indonesia karena UMKM tidak berkonsentrasi
diwilayah atau sector tertentu.
c. Mendorong ekspor negara
UMKM bisa membantu memberi pemasukan dalam bentuk
devisa. Pada tahun 2016, devisi yang dihasilkan oleh UMKM
mencapai Rp. 88,45 miliar dollar AS.
d. Membantu ketahanan ekonomi nasional
Kegiatan UMKM memiliki ciri, yaitu cakupan geografis yang kecil
sehingga UMKM cenderung melayani konsumen di sekitar.
Ekonomi Indonesia saat ini masih di topang oleh konsumsi dalam
negeri yang mencapai sekitar 60%.
3. Beberapa Karakteristik UMKM
Berikut ini beberapa karakteristik UMKM :
a. Pendapatan dan asset yang rendah
Pendapatan dan asset UMKM lebih rendah di bandingkan
perusahaan besar, rendahnya aset tersebut akan menurunkan
skala ekonomi (economies of scale) sehingga akan menurunkan
daya saing UMKM dibandingkan perusahaan besar untuk hal-hal
tertentu.
Aspek lain yang berkaitan dengan skala ekonomi adalah skope
ekonomi (economie of scope). Scope ekonomi adalah penggunaan
input secara Bersama (resource sharing).
Pendapatan yang rendah tidak akan otmatis berakibat tingkat
keuntungan yang rendah (return on equity atau return on asset
yang rendah). Meskipun dalam tingkat keuntungan dalam rupiah
rendah, tetapi karena aset atau modal yang digunakan juga
rendah maka REO atau ROA bisa tinggi atau lebih tinggi
dibandingkan ROE dan ROA perusahaan besar. ROE adalah
keuntungan setelah pajak dibagi modal saham, sementara ROA
adalah keuntungan setelah pajak dibagi dengan total aset.
b. Tim kerja yang kecil
UMKM mempekerjakan tenaga kerja beberapa orang sampai
dengan dibawah 100 orang.
Jumlah karyawan yang kecil tersebut membuat UMKM bisa
menjalin komunikasi personal (tatap muka), memangkas birokrasi,
dan memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat. Sebagai
hasilnya, UMKM bisa bergerak lebih lincah dibanding dengan
perusahaan besar.
c. Wilayah pemasaran yang kecil
UMKM melayani segmen pasar secara geografis lebih sempit.
Wilayah pemasaran yang kecil mempunyai beberapa implikasi
baik positif maupun negative.
Dari sisi negative, wilayah pemasaran yang kecil mempunyai
tingkat kerentanan yang tinggi. Maka cakupan yang sempit
tersebutbisa menghambat perkembangan konsumen UMKM.
4. Tipe Badan Hukum
UMKM biasanya mempunyai bentuk perusahaan perseorangan, CV,
PT (Perseroan Terbatas), ataupun koperasi.
Badan usaha sendiri sering sebagai Lembaga atau kesatuan yuridis
(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan.
a. Usaha Dagang (UD)
Usaha dagang merupakan perusahaan persorangan, dimana satu
orang pengusaha memiliki dan menjalankan usahanya.
b. CV (Commanditaire Vennontschap)
CV didirikan oleh salah satu atau lebih orang, yang merupakan
bentuk usaha yang menjalankan kemitraan. Mitra yang pertama
biasanya menjadi pengurus atau direktur dan menjadi mitra aktif
yaitu bertanggung jawab sampai harta pribadi, sedangkan mitra
kedua mitra pasif, yaitu mitra yang menyerahkan dana sebagai
modal perusahaan (uang yang di setorkan).
c. Firma
Firma adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan
suatu usaha antara dua orang atau lebih, dengan memakai nama
Bersama.
Setiap anggota memiliki kewenangan untuk mewakili perusahaan
dalam melaksanakan kegiatan usaha, dan juga ikut menanggung
resiko secara bersama-sama. Kewajiban masing-masing mitra
sampai dengan harta pribadi (unlimited liability).
d. Perseoran Terbatas (PT)
PT ditandat dengan kata terbatas (limited liability), yang mempunyai
arti bahwa kewajiban pemegang saham terbatas sampai dengan
modal saham yang diserahkan ke PT.
PT mempunyai paying hukum yang tinggi, yaitu Undang-Undang no.
40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (UU PT).
Hak pemegang saham dalam PT adalah :
- Memilih dan mengangkat komisaris dan direksi
- Klaim residual, yaitu keuntungan yang tersisa setelah semua
kewajiban telah terpenuhi (misalnya membayar hutang dan
bunganya).

Berdasarkan UU no. 40 tahun 2007 modal dasar perseroan ditentukan


minimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Dari modal dasar
tersebut, minimal 25% atau sebesar Rp. 12.500.000 harus sudah
ditempatkan dan disetor oleh para pendiri perseroan selaku
pemegang saham perseroan.

e. Koperasi
Koperasi merupakan badan usaha yang memiliki status sebagai
Badan Hukum dan dipayungi oleh Undang-undang di Indonesia,
yaitu UU no. 17 tahun 2012 mengenai perkoperasian. Menurut
UU tersebut, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh
orang perseorangan atau badan hukum koperasi yang pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha.
Koperasi terdiri dari dua tipe, yaitu koperasi primer dan sekunder.
Koperasi primer bisa didirikan oleh individu dengan anggota
nimimal 20 orang (perseorangan), dengan memisahkan Sebagian
kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi.
Koperasi sekunder bisa didirikan oleh minimal tiga koperasi
primer. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
B. KEPUTUSAN AWAL : STUDI KELAYAKAN BISNIS
1. Identifikasi Ide Bisnis
Untuk mengambil ide tersebut, diperlukan kepekaan wirausaha.
Kepekaan wirausaha membuat seseorang mellihat peluang bisnis dan
memanfaatkannya. Ide bisnis juga bisa dikaitkan dengan manfaat
yang diberikan seperti konsumen baru, teknologi baru, dan manfaat
baru.
a. Sumber Internal
Suatu studi menemukan bahwa lebih dari 55% ide produk baru
datang dari dalam perusahaan. Perusahaan bisa mencari ide
tersebut dari riset dan pengembangan resmi dari ilmuwannya,
insinyur, bagian produksi, salesman (karena kontak langsung
dengan konsumen).
Survey lain menunjukkan bahwa sekitar 14% inovasi datangnya
dari riset dan pengembangan, 41% dari karyawan, 36% lainnya
datang dari konsumen.
b. konsumen
Sekitar 28% ide produk baru dari melihat dan mendengarkan
keluhan konsumen. Keluhan atau harapan konsumen bisa
memunculkan ide bisnis baru.
c. Distributor dan suppliers
d. Pesaing dan sumber lainnya
Sekitar 27% ide produk baru datangnya dari pesaing. Perusahaan
bisa membeli produk pesaing, dan menguraikannya.
Masih banyak sumber ide produk atau bisnis lainnya. Beberapa
sumber yang bisa disebutkan antara lain : pemeran perdagangan,
minat dan hobi, masukan dari distributor, diskusi dengan teman,
informasi dari internet, paten dan inovasi, dan sumber lainnya.
Yang diperlukan adalah membuka mata dan telinga agar bisa
menangkap informasi mengenai ide bisnis atau produk baru.
2. Ide Bisnis UMKM : Kemitraan dengan Usaha Besar
a. Kemitraan
Menurut pasal 26 UU no. 20 tahun 2008 tentang UMKM kerja
sama / kemitraan usaha kecil, menengah, dengan usaha besar
dapat dilakukan dengan pola berikut :
1) Inti-plasma
2) Subkontrak
3) Waralaba
4) Perdagangan umum
5) Distribusi dan keagenan
6) Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti : bagi hasil, Kerjasama
operasional, usaha patungan (joint venture), dan
penyumberluaran (outsourching).
b. Inti-plasma
Dengan konsep ini, perusahaan besar akan bertindak sebagai inti,
sementara UMKM akan bertindak sebagai plasma. Perusahaan inti
memiliki kewajiban seperti melaksanakan pembinaan mulai dari
penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan
pemasaran hasil produksi.
c. Subkontrak
Pola subkontrak antara UMKM dengan perusahaan besar adalah
hubungan kemitraan dimana UMKM memproduksi Sebagian
komponen yang diperlukan untuk membuat produk tertentu,
dengan standar yang sudah ditetapkan oleh perusahaan besar.
Pola semacam itu mempunyai keuntunngan seperti keuntungan
(profit) , memperoleh bimbingan, kemampuan teknis, dan
teknologi dari perusahaan besar. Kelemahannya yaitu
ketergantungan UMKM pada perusahaan besar.
d. waralaba
konsep waralaba atau franchise adalah kerja sama dimana
franchisor (pewaralaba) memberikan hak kepada franchisee
(terwaralaba) untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan tertentu, dengan imbalan tertentu, berdasarkan
kesepakatan yang telah ditentukan.
e. Perdagangan Umum
Perdagangan umum adalah hubungan kemitraan antara UMKM
dengan perusahaan besar, dimana perusahaan besar memasarkan
hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan
yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.
Contoh kegiatan bisnis hortikultura yang dijalankan oleh kelompok
tani hortikultura yang tergabung dengan koperasi. Kelompok
tersebuut kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok
supermarket. Petani memiliki kewajiban untuk memasok barang-
barang sesuai dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah
disepakati Bersama.
f. Keagenan
Yaitu usaha kecil (UMKM) diberikan hak khusus untuk
memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar
perusahaan mitranya.
g. Bentuk-bentuk Lain
Beberapa contoh pola alternatif lainnya adalah : bagi hasil,
Kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan
penyebarluaran (outsourching).
Dalam pola kemitraan Kerjasama operasional, kemitraan
ditujukan untuk menjalankan usaha yang sifatnya sementara.
UMKM dan usaha besar bisa menjalankan usaha yang sifatnya
sementara sampai dengan pekerjaan tersebut selesai. Sementara
untuk pola kemitraan usaha patungan (joint venture), UMKM bisa
melakukan kemitraan dengan usaha besar / menengah melalui
usaha patungan (joint venture).
Untuk Kerjasama outsourcing, perusahaan besar memberikan
kesempatan kepada UMKM untuk mengerjakan sebagian
pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan sendiri oleh usaha besar.
3. Manfaat CSR (Corporate Social Responbility)
CSR di Indonesia diatur melalui sejumlah peraturan Perundangan
antaralain seperti :
a) Undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
(UU PT), keputusan Menteri Keungan no. 232/KMK.013/1989
tanggal 11 November 1989 tentang Pedoman Pembinaan
Pengusaha Konomi Lemah dan Koperasi memalui Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)
b) Undang-undang no. 19 tahun 2003 tentang BUMN
c) Undang-undang no. 20 tahun 2008 tentang usaha makro, kecil,
dan menengah.

Beberapa contoh kegian CSR :

- perusahaan mendanai kegiatan membaca untuk anak-anak


dilingkungan luar (outdoor activities).
- Borneo Orang Utan Survival (BOS) Foundation dari BCA
mensponsori kegiatan melestarikan orang utan.
- Bank BNI mempunyai program CSR yang Bernama program “Ayo
Membaca Ayo Menabung” kegiatan ini ditujukan untuk anak
Sekolah Dasar untuk memdorong mereka membaca dan belajar
literasi keuangan sejak dini.

Erat kaitannya dengan CSR adalah PBL (Program Bina Lingkungan).


Keduanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama bantuan dari
perusahaan. Namun keduanya mempunya perbedaan prinsip.

CSR merupakan bagian dari upaya meningkatkan citra perusahaan,


sementara PBL merupakan murnin aktivitas perusahaan untuk
memberikan manfaat sosial kepada masyarakat.

Kegiatan studi kelayakan bisnis yang lebih formal akan melibatkan banyak
aspek, seperti aspek pemasaran, keuangan, operasional, sosial, legal dan
peraturan, lingkungan, dan lainnya. Di modul ini, analisis kelayakan akan
difokuskan pada kelayakan aspek aspek: (1) pemasaran, (2) keuangan, (3) teknis
operasional. berikut ini tahapan untuk analisis kelayakan bisnis.
5. Studi Kelayakan Aspek Pemasaran
Studi kelayakan aspek pemasaran mencakup dua hal, yaitu (1) evaluasi
potensi pasar, (2) strategi pemasaran dan aspek persaingan.
a. Potensi Pasar
Potensi pasar bertujuan mengevaluasi potensi pasar yang bisa dilayani
oleh produk (kebutuhan yang dilayani oleh produk), sedangkan analisis
persaingan bertujuan untuk mengevalyasi kemampuan produk memenuhi
kebutuhan, relatif (dibandingkan) dengan pesaingnya. Untuk mengestimasi total
pasar, beberapa dimensi bisa digunakan, seperti dimensi wilayah, dimensi luas
produk, dimensi jangka waktu. Untuk dimensi wilayah, manajer bisa membagi
wilayah ke dalam wilayah internasional, nasional, dan regional. Sebagai contoh,
jika suatu produk mempunyai cakupan sempit maka wilayah regional akan lebih
sesuai untuk digunakan. Perusahaan MNC yang mempunyai cakupan global,
mungkin akan lebih sesuai mengevaluasi dengan cakupan wilayah internasional.
Untuk dimensi luas produk, misalnya manajer ingin menghitung potensi pasar
untuk sepeda motor. Manajer bisa menggunakan produk sepeda motor, sepeda
motor bebek (lebih sempit), sepeda motor bebek 100cc (lebih sempit lagi). Untuk
dimensi jangka waktu, manajer bisa menggunakan cakupan waktu jangka pendek.
jangka menengah, ataupun jangka panjang. Cakupan waktu juga bisa membagi
potens ke dalam potensi saat ini (yang sudah ada) dan potensi pada masa yang
akan datang (belum ada saat ini). Tabel 11.3 berikut ini menggambarkan
bagaimana kita mengerucutkan jumlah penduduk menjadi pasar potensial.
Tabel 11.3
Merincikan Pasar Potensial

Total Penduduk, Total Potensi Pasar, Potensi Pasar yang Bisa Dilayani
Total penduduk: 100%
Potensi pasar: 10% (yang berminat beli produk)
Pasar yang tersedia: 4% (plus punya akses)
Pasar yang qualified.2% (plus qualified, misalnya 18 tahun ke atas)
Pasar yang bisa dilayani: 15% (yang ditarget, misalnya wilayah Jawa)
Pasar yang sudah dilayani: 0,5% (yang sudah beli produk)

Di samping menggunakan teknik-teknik statistik, manajer bisa


menggunakan eknik lain yang bervariasi, misalnya survei niat beli, opini pakar,
dan survei salesman. Teknik teknik tersebut melibatkan orang lain untuk
mengestimasi permintaan terhadap satu produk.
1) Menghitung Jumlah Penjualan Maksimum
Teknik lain untuk menghitung pasar potensial adalah dengan menghitung
jumlah penjualan maksimum yang mungkin tersedia untuk seluruh perusahaan
dalam industri pada periode tertentu, pada tingkat usaha pemasaran industri dan
kondisi tertentu. Rumus berikut ini bisa digunakan.

Q = nqp

dimana:
Q : total pasar potensial
n : jumlah pembeli
q : Jumlah pembelian
p : harga rata rata per unit

Seorang pengusaha ingin membangun agrotourism, dengan target adalah


anak anak dengan usia di bawah 9 tahun. Di wilayah kabupaten ada 101.768 anak
dengan a 9 tahun ke bawah. Tidak semua anak mengunjungi fasilitas tersebut.
Survei menunjukkan 68% menunjukkan minat. Harga tiket Rp25.000 per masuk.
Potensi pasar: 101,768 x 68% x 25.000 = Rp1,730,056,000
Seorang pengusaha ingin membuka konter burger di daerah wisata. Investigasinya
menunjukkan ada 500 pengunjung per-hari. Ada beberapa konter akanan di
wilayah tersebut. Pangsa pasar yang bakal diperoleh diperkirakan 10%. Harga
burger: Rp10,000. Yang makan diperkirakan 90% dari pengunjung.
 Potensi pasar: 500 x 360 x 0,9 = 162,000 orang
 Potensi pasar (Rp): 162,500 x 10,000 = 1,62 miliar
 Potensi pasar (dari sisi pengusaha): 10% x Rp1,62 miliar = Rp162 juta

2) Pasar Potensial dan Pasar Saat Ini


Pasar saat ini barangkali belum mencerminkan pasar potemial. Sebagai
contoh, misalnya konsumsi susu di suatu daerah adalah dua liter per bulan. Satu
liter susu tersebut dipasok dari impor, sedangkan satu liter lainnya dipasok oleh
usaha domestic. Pasokan dari luar negeri barangkali bisa dianggap sebagai
kesempatan pasar karena baha domestik barangkali bisa menyediakan susu
dengan harga lebih murah. Namun, konsumsi susu saat ini barangkali belum
mencerminkan total potensi konsumsi susu. Sebagai contoh, jika pemerintah
melakukan edukasi yang efektif, dan masyarakat semakin menyadari pentingnya
susu untuk kesehatan maka konsumsi susu akan meningkat. Total potensi pasar
akan kelihatan lebih besar dibandingkan konsumsi su saat ini. Ada beberapa
metode seperti berikut ini. (1) Perbandingan dengan daerah/negara lain, (2)
proyek dengan menggunakan data historis, (3) menghitung potensi pasar dengan
metode chain ratio. Kemudian, kesempatan pasar bisa dihitung sebagai berikut.
Kesempatan pasar-potensi pasar-pangsa yang sudah terlayani
Perbandingan dengan Daerah Lain. Sebagai ilustrasi, berikut ini
konsumsi susu di beberapa negara, dan konsumsi yang ideal.
Tabel 11.4
Perbandingan Konsumsi Susu per Tahun
Indonesia : 11.9 liter
Vietnam : 12.1 liter
Thailand : 31.7 liter
India : 70 liter
Idealnya : 100 liter

Sumber: (http://www.the jakartapost.com/news/2010/10/06/)


Jika menggunakan angka negara lain, maka konsumsi di Indonesia masih
bisa bertambah. Jika menggunakan angla konsumsi ideal, maka potensi konsumsi
susu di Indonesia masih bisa bertambah lebih besar lagi. Indonesia mengkonsumsi
susu seperti yang seharusnya.
Proyeksi dengan Data Historis. Misalnya kita mempunyai data h
konsumsi suatu produk A dari tahun 2004-2018 dan suplai produk tersebut Sisa
diimpor dari luar negeri.

Tabel 11.5
Konsumsi dan Suplai Produk A (2004-2018)
Tahun Konsumsi Suplai Pertumbuhan Pertumbuhan
Konsumsi Suplai
2004 30 20
2005 35 20 0,17 0,00
2006 34 20 -0,03 0,00
2007 37 20 0,09 0,00
2008 45 22 0,22 0,10
2009 44 22 -0,02 0,00
2010 47 22 0,07 0,00
2011 53 22 0,13 0,00
2012 57 25 0,08 0,14
2013 59 25 0,04 0,00
2014 59 25 0,00 0,00
2015 63 27 0,07 0,08
2016 65 27 0,03 0,00
2017 67 27 0,03 0,00
2018 70 27 0,04 0,00
Pertumbuhan rata rata 0,06 0,02

Dari tabel di atas, terlihat bahwa konsumsi produk A tumbuh rata-rata


sebesar 6%, sementara suplai tumbuh 2%, dari tahun 2004-2018. Misalnya kita
menentukan horizon waktu adalah 10 tahun, berapa total pasar potensial selama
10 tahun mendatang? Dengan mengasumsikan tangkat pertumbuhan 6% per tahun
untuk konsumsi produk A, dan 2% pertumbuhan untuk suplai produk A, total
suplai produk, dan potensi pasar bisa dirumuskan sebagai berikut.
Total Konsumsi = 70 (1-0,06)1 + ….. + 70 (1-0,06)10 = 978
Total suplai = 27 (1-0,06)1 + ….. + 27 (1-0,06)10 = 301
Kesempatan pasar (potensi pasar) = 978 – 301 = 677
Tentunya banyak variasi untuk mengukur potensi pasar dengan data
historis ilustrasi di atas hanya salah satu contoh analisis dengan menggunakan
data historis.
3) Metode Chain Ratio
Dengan menggunakan metode chain ratio, potensi pasar bisa dihitung
secara berantai Permintaan pasar untuk suatu produk adalah volume total yang
akan dibeli kelompok konsumen tertentu di area geografis yang teridentifikasi
pada waktu tertentu dengan lingkungan pasar yang teridentifikasi pada program
pemasaran tertentu.
Untuk menghitung potensi pasar dengan metode tersebut, kita perlu
melakukan langkah berikut ini:
1) Menentukan pasar target dan segmen pasar.
2) Menentukan cakupan geografis pasar
3) Menentukan rata-rata harga penjualan.
4) Menentukan rata-rata konsumsi tahunan.
5) Menentukan potensi pasar.
Sebagai ilustrasi, misalnya manajer ingin menghitung total potensi mobil
di Indonesia dengan menggunakan metode chain ratio. Jumlah penduduk di
Indonesia ada 250 juta. Satu keluarga diasumsikan terdiri dari 4 orang (Bapak,
Ibu, dan 2 anak). Satu keluarga idealnya mempunyai satu mobil (asumsi). Dengan
demikian jumlah mobil potensial di Indonesia adalah sebagai berikut..
Jumlah penduduk = 250 juta
Jumlah keluarga = 62,5 juta (250juta/4)
Jumlah mobil = 62,5 juta (satu keluarga, satu mobil)
Sebagai ilustrasi yang lain, misalnya kita ingin menentukan potensi pasar
untuk minuman kemasan yang dijual di minimarket/supermarket. Info yang
relevan sebagai berikut. Total penduduk Indonesia adalah 250juta. Pendapatan
perkapita adalah Rp56juta per tahun. Konsumsi untuk belanja di
supermarket/minimarket adalah 20% dari total pendapatan. Dari total angka
tersebut, 20% dibelanjakan untuk minuman. Cakupan yang akan dilihat adalah
nasional, karena perusahaan nasional yang akan memproduksi minuman kemasan.
Berapa potensi pasar untuk minuman kemasan di Indonesia dalam Rupiah?
Jumlah penduduk :250 juta
Pendapatan total/tahun : 250 juta x 56 juta = Rp14 trilyun
Belanja supermarket : 20% x Rp14 trilyun = Rp2,8 trilyun
Belanja minuman kemasan : 20% x Rp2,8 trilyun = Rp560 miliar
Dengan demikian, total potensi pasar minuman kemasan saat ini adalah
Rp560 miliar per tahun. Sama seperti sebelumnya, manajer perlu memperhalus
asumsi-asumsi yang digunakan sehingga perhitungan angkanya menjadi lebih
realistis.
b. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran lebih rinci akan dijelaskan di bagian Manajemen
UMKM. Di samping potensi pasar, manajer perlu merumuskan strategi pemasaran
yang efektif agar usulan bisnis berjalan seperti yang diinginkan.

6. Evaluasi Kelayakan Aspek Keuangan


Evaluasi kelayakan aspek keuangan menganalisis apakah usulan proyek atau
hisnis baru memberikan keuntungan yang memadai atau menciptakan nilai
tambah. Secara umum, langkah-langkah dalam evaluasi kelayakan aspek
keuangan adalah
a) mengidentifikasi aliran kas yang relevan
b) mengestimasi tingkat keuntungan yang disyaratkan, yang akan menjadi
factor diskonto,
c) menghitung kelayakan investasi dengan beberapa kriteria, seperti NPV
(Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan lainnya, serta
mengambil keputusan, apakah akan melakukan atau tidak.
a) Mengidentifikasi Aliran Kas
Aliran kas berbeda dengan keuntungan akuntansi. Perbedaan tersebut
dikarenakan akuntansi menggunakan pendekatan akrual. Transaksi akan diakui
sepanjang telah memenuhi syarat tertentu, meskipun belum ada kas yang keluar
atau yang masuk. Sebagai contoh, jika perusahaan menjual produk senilai Rp1
miliar, dengan kredit, jatuh tempo 1 tahun yang akan datang. Meskipun kas akan
diterima tahun depan, namun penjualan dan laba bisa diakui tahun sekarang.
Tahun depan, saat perusahaan menerima kas, perusahaan tidak lagi mencatat
penjualan dan laba, karena penjualan dan laba sudah dicatat tahun ini. Untuk
analisis kelayakan investasi, kas yang dihitung, bukan laba akuntansi.
Kas yang akan dimasukkan adalah kas yang diakibatkan oleh usulan bisnis
tersebut (incremental cash flow). Kas yang tidak diakibatkan oleh bisnis baru
tersebut. jangan dimasukkan. Sebagai contoh, gaji Direktur sebesar Rp40 juta per
bulan akan tetap dibayarkan, baik perusahaan menjalankan investasi bisnis baru
maupun tidak. Dalam contoh ini, gaji Direktur bukan incremental cash flow, dan
tidak perlu dimasukkan ke dalam analisis. Sebaliknya, misalnya untuk
menjalankan bisnis ini, diperlukan tambahan tenaga kerja dengan total biaya
sebesar Rp70 juta per bulan. Jika bisnis ini tidak dilakukan, perusahaan tidak akan
merekrut tenaga kerja baru tersebut. Biaya sebesar Rp70 juta per bulan tersebut
merupakan incremental cash flow, dan perlu dimasukkan ke dalam analisis.
Opportunity cost (biaya kesempatan) harus dimasukkan. Sebagai contoh,
misalnya perusahaan mempunyai gudang yang bisa disewakan senilai Rp100 juta
per tahun. Namun, karena proyek baru dijalankan, proyek tersebut akan
menggunakan gudang tersebut sehingga gudang tersebut tidak jadi disewakan.
Perusahaan dengan demikian kehilangan kesempatan untuk memperoleh Rp100
juta per tahun. Kas yang hilang tersebut menjadi opportunity cost, dan perlu
dimasukkan sebagai biaya. Sunk cost tidak perlu dimasukkan. Sebagai contoh,
perusahaan melakukan studi kelayakan yang menghabiskan Rp100 juta. Hasil dari
studi kelayakan tersebut adalah usulan proyek baru layak dilakukan. Kas yang
sudah keluar tersebut bukan merupakan kas yang relevan karena sudah keluar dan
tidak perlu dimasukkan ke dalam analisis. Kas dari keputusan pendanaan tidak
perlu dimasukkan ke dalam analisis kas. Hanya kas dari keputusan investasi yang
dianggap relevan. Sebagai contoh, perusahaan meminjam senilai Rp100 juta
dengan bunga 10% per tahun. Analisis kas tidak akan memasukkan Rp10 juta per
tahun (pembayaran bunga) dan juga tidak memasukkan Rp100juta (pembayaran
pokok) karena kedua kas tersebut merupakan kas hasil dari keputusan pendanaan.
Misalnya seorang wirausaha sedang mempertimbangkan bisnis baru. Nilai
investasi untuk membeli aktiva tetap mencapai Rp100 juta, dengan umur
ekonomis adalah 5 tahun, nilai sisa adalah Rp20 juta. Depresiasi yang digunakan
adalah garis lurus. Nilai sisa diperkirakan bisa dijual dengan harga Rp30 juta.
Investasi pada modal kerja sebesar Rp10juta, Rp10juta, dan Rp15 juta pada tahun
ke 0,1, dan 2. Penjualan dan biaya nondepresiasi per tahun diperkirakan Rp70 juta
dan Rp20 juta per tahun selama lima tahun, mulai tahun ke-1. Pajak adalah 30%.
Tingkat keuntungan yang disyaratkan adalah 15%. Apakah usulan investasi
tersebut layak dilakukan?
Pertama, manajer perlu mengidentifikasi aliran kas, kemudian membuat
tabel aliran kas usulan investasi tersebut. Setelah tabel aliran kas terbentuk,
langkah berikutnya adalah mengevaluasi kelayakan usulan investasi dengan
beberapa kriteria seperti NPV, IRR, dan lainnya. Tabel aliran kas bisa dilihat
berikut ini.
Tabel 11.6
Aliran Kas Usulan Proyek

0 1 2 3 4 5
Kas keluar
Investasi AT -100
Inv modal kerja -10 -10 -15
Kas keluar -110 -10 -15 0 0 0

Kas masuk
Operasional 39,8 39,8 39,8 39,8 39,8
Penjualan nilai 27
sisa
Modal kerja 35
Kembali
Kas Masuk 0 39,8 39,8 39,8 39,8 101,8

Kas Bersih -110 29,8 24,8 39,8 39,8 101,8

Kas masuk operasional dihitung sebagai berikut.


Penjualan 70
Biaya Nondepresiasi 20
Depresiasi 16
Laba Sebelum Pajak 34
Pajak (30%) 10,2
Laba Setelah Pajak 23,8
Aliran Kas 39,8

Depresiasi dihitung sebagai berikut: (100-20)/5-16juta per tahun.


Depresiasi rupakan beban non-kas. Tidak ada kas yang dikeluarkan. Sehingga,
item yang berupa las adalah penjualan (kas masuk), biaya non-depresiasi dan
pajak (kas keluar). Dengan demikian kas bersih-70-20-10.2-39,8. Cara lain untuk
menghitung kas adalah dengan rumus:
Aliran Kas = Laba setelah pajak + depresiasi
= 23,8 + 16
= 39,8
Modal kerja diasumsikan kembali 100% pada akhir periode. Modal kerja
bisa saja diasumsikan kembali tidak 100%, misalnya 70% atau lainya. Nilai sisa
bisa dijual dengan harga 30, padahal nilai bukunya 20. Dengan demikian, ada laba
sebesar 10 (30 -20). Jika perusahaan mencatatkan laba, maka akan ada pajak
sebesar 30% x 10-3, Dengan demikian, kas bersih dari penjualan aset adalah 30-3-
27. Baris paling bawah menunjukkan aliran kas bersih.
b) Evaluasi Kelayakan dengan NPV, IRR, dan Payback Period
Setelah aliran kas bersih dihitung, tugas berikut adalah mengevaluasi
kelayakan usulan investasi tersebut.
Metode Net Present Value (NPV) dihitung dengan rumus berikut ini.
NPV = PV Kas masuk - PV Kas Keluar
NPV = (29,8/(1+0,15)1 + 24,8/(1+0,15)2 + 39,8/(1+0.15)3 +
39,8/(1+0,15)4 + 101,8/(1+0,15)5 +110 = +34,2
Kriteria penerimaan untuk NPV adalah jika NPV >0 maka usulan investasi
diterima. Karena usulan di atas memberikan NPV di atas 0 (+34,2) maka usulan
investasi tersebut layak dilakukan.
IRR (Internal Rate of Return) adalah tingkat diskonto yang menyamakan
present afe Kas masuk dengan present value Kas Keluar. Dengan kata lain, tingkat
diskonto yang membuat NPV = 0. Untuk investasi di atas, IRR bisa dihitung
sebagai berikut.

29,8 24,8 39,8 39,8 101,8


110 = 1 + 2 + 3 + 4 +
(1+ IRR) (1+ IRR) (1+ IRR) (1+ IRR) (1+ IRR)5

Untuk aliran kas di atas, IRR bisa ditemukan, yaitu 0,25 atau 25%. Dengan
demikian, bisa diartikan bahwa usulan investasi tersebut memberikan rate of
return (tingkat keuntungan) sebesar 25% per tahun selama lima tahun. Kriteria
penerimaan untuk IRR adalah sebagai berikut. Jika IRR > tingkat keuntungan
yang disyaratkan, maka usulan investasi layak dilakukan, dan sebaliknya. Karena
IRR = 25% > tingkat keuntungan yang disyaratkan (15%) maka usulan investasi
tersebut layak dilakukan.
Untuk melihat seberapa cepat, modal bisa kembali, payback period bisa
dihitung. Perhatikan bahwa investasi yang dikeluarkan adalah 110 pada awal
tahun. Aliran kas tahun ke-1. sebesar 29,8, belum bisa menutup modal awal.
Tabel berikut ini menunjukkan perhitungan payback period.
Tabel 11.7
Perhitungan Payback Period
Tahun 0 1 2 3 4 5
Aliran -110 29,8 24,8 39,8 39,8 101,8
Kas
Sisa -80,2 -55,4 -15,6 24,2 126

Dari Tabel 11.7 di atas, tampak bahwa pada tahun ke-4, sisa sudah
menunjukkan angka positif, yang menunjukkan bahwa pada tahun ke-4, modal
sudah balik. Untuk menghitung lebih akurat, pada bulan berapa modal bisa balik,
manajer bisa menghitung sisa dengan aliran kas pada tahun ke-4, sebagai berikut:
(24,2/39,8 0,6). Dengan demikian, modal akan kembali dalam waktu 3,6 tahun,
atau sekitar 3 tahun enam bulan. Untuk menentukan apakah waktu tersebut sudah
memadai atau belum, manajer bisa membandingkan dengan standar payback
period untuk bisnis yang sama. Sebagai contoh, untuk industri pembuatan pesawat
terbang seperti Boeing, payback period biasanya sekitar 15 tahun. Untuk usaha
martabak di pinggir jalan atau di depan minimarket, paybac period biasanya
sekitar 3 bulan.

7. Evaluasi Kelayakan Operasional, Sosial, Legal, Lingkungan, dan


Lainnya
Aspek pemasaran dan aspek keuangan merupakan aspek penting dalam studi
kelayakan. Namun, aspek lain juga perlu diperhatikan. Aspek operasional
mengevaluasi apakah secara operasional usulan investasi layak dilakukan: apakah
pasokan bahan baku memadai, apakah teknologi memungkinkan, apakah ada
sumber daya manusia, dan lainnya. Sebagai contoh, investasi satelit canggih di
kota Yogyakarta. Dari sisi pemasaran dan keuangan, usulan tersebut
kemungkinan besar akan layak. Ada permintaan yang cukup untuk satelit
tersebut. Dari sisi keuangan, usulan tersebut tampaknya akan memberikan
keuntungan yang bagus. Namun, usulan tersebut kemungkinan besar akan
terkendala sumber daya manusia dan pembangunan pabriknya. Sulit menemukan
tenaga ahli satelit di Indonesia. Pembangunan pabrik yang canggih di Indonesia
mungkin akan terkendala.
Aspek sosial mencakup penerimaan masyarakat lokal terhadap usulan
investasi. Sebagai contoh, masyarakat biasanya akan keberatan dengan usaha
ternak hewan di wilayahnya, karena bau dan kotoran lainnya. Usaha ternak
hewan harus ditempatkan di lokasi tertentu yang jauh dari pemukiman. Aspek
legal memastikan tidak ada peraturan yang dilanggar. Sebagai contoh, bisnis
pembuatan pil narkoba akan menguntungkan. Namun, bisnis tersebut jelas
melanggar hukum yang ada. Aspek lingkungan perlu diperhatikan juga. Sebagai
contoh, usaha pembuatan produk yang melibatkan bahan kimia limbah kimia
harus bisa memastikan bahwa bahan kimia tersebut bisa dikendalikan dengan
baik. Limbah kimia harus dipastikan tidak mencemari lingkungan. Usulan
pembuatan mall besar harus menganalisis potensi terhadap peningkatan
kemacetan di jalan sekitarnya dan menganalisis pemecahannya.
Setelah semua aspek dievaluasi dan dinyatakan layak maka usulan investasi
layak dilakukan. Namun, manajer tetap harus memperhatikan semua hal yang
berpotensi menghalangi kesuksesan usulan investasi. Kadang-kadang hal kecil
yang terlewatkan bisa mengakibatkan kegagalan suatu usulan investasi. Sebagai
contoh, suatu perusahaan Bir akan meluncurkan produk baru, kemudian
melakukan tes pasur. Konsumen diminta merasakan bir baru. Hampir semuanya
mengatakan enak. Ketika diluncurkan, ternyata produk tersebut tidak laku.
Ternyata perusahaan gagal menginterpretasikan budaya Indonesia. Orang
Indonesia susah untuk berterus terang, apalagi di hadapan surveyor-nya yang
telah memberikan minuman gratis. Sebuah bangunan mall didirikan di
lingkungan universitas. Setelah berdiri, bangunan tersebut tidak bisa langsung
dioperasikan. Ternyata banyak aturan yang dilanggar. Ijin peruntukan tanah
ternyata bukan untuk pendirian mall. Bangunan berdiri di tepi jalan propinsi, di
mana persyaratannya adalah bangunan harus terletak minimal 10 meter dari
pinggir jalan. Ketentuan tersebut dilanggar oleh bangunan tersebut, yang
mengakibatkan bangunan tersebut tidak boleh beroperasi.
Kegiatan Belajar 2
MANAJEMEN UMKM

A. AKUNTANSI
Akuntansi bisa didefinisikan sebagai pengukuran, pemrosesan, dan
pengkomunikasian informasi keuangan maupun nonkeuangan mengenai entitas
ekonomi seperti perusahaan atau bisnis. Sebagai contoh, ada transaksi penjualan
yang terjadi di suatu perusahaan. Transaksi tersebut diidentifikasi (diakui sebagai
penjualan), diukur (nilainya berapa Rupiah), dan kemudian dikomunikasikan ke
pihak lain (misalnya laporan keuangan disampaikan ke pihak eksternal).
Informasi yang disampaikan diharapkan bisa menjadi basis untuk pengambilan
keputusan. Akuntansi yang dikenal saat ini menggunakan konsep double entry
(pencatatan ganda) untuk pencatatan transaksi.
Siklus akuntansi mencatat siklus yang dimulai dari pencatatan transaksi,
kemudian diringkaskan ke dalam laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut
kemudian menjadi basis untuk siklus akuntansi periode berikutnya, yaitu
transaksi yang terjadi dicatat, diringkas, dan kemudian dibuatkan laporan
keuangan untuk periode berikutnya. Sebagai ilustrasi, Pak Joko membuka bisnis
trading. Dia setor kas Rp100 juta. Kas tersebut dibelikan mobil pick-up seharga
Rp50 juta, umur lima tahun, depresiasi garis lurus, tanpa nilai sisa. Persediaan
dibeli dengan harga Rp30 juta, kas 2/3 Persediaan tersebut dijual kas dengan
harga Rp40 juta. Tahun kedua, persediaan dibeli senilai Rp30 juta, kas. 2/3
persediaan tersebut, terjual dengan harga Rp40 juta. Akhir tahun kedua, bisnis
dilikuidasi. Pak Joko menyewa bangunan senilai Rp5 juta per tahun. Buat catatan
jurnal akuntansi dan susun laporan keuangannya, meliputi neraca laporan laba-
rugi, dan laporan arus kas.
Jurnal akuntansi untuk mencatat transaksi bisa dilihat berikut ini. Akuntansi
menggunakan double-entry system, di mana setiap transaksi dicatat dua kali, di
bagian debit dan di bagian kredit.
Tabel 11.8
Jurnal Akuntansi
Debit Kredit
 Kas Rp.100 juta
Modal Saham Rp. 100 juta
 Mobil Rp. 50 Juta
Kas Rp. 50 Juta
 Persediaan Rp. 30 juta
Kas Rp. 30 juta
 HPP Rp. 20 Juta
Persediaan Rp. 20 Juta
 Kas Rp. 40 juta
Penjualan Rp. 40 juta
 Sewa Rp. 5 Juta
Kas Rp. 5 Juta
 Depresiasi Rp. 10 juta
Akum Dep Rp. 10 juta
 Penjualan Rp. 40 Juta
HPP Rp. 20 juta
Sewa Rp. 5 juta
Depresiasi Rp. 10 juta
Laba Rp. 5 juta
 Laba Rp. 5 juta
Modal saham Rp. 5 juta

Setelah jurnal akuntansi dibuat, langkah berikutnya adalah memasukkan


transaksi-transaksi di atas ke dalam akun perusahaan. Akun akuntansi tersebut
selanjutnya akan masuk ke pos-pos di laporan laba-rugi dan neraca. Berikut ini
pos (akun) akuntansi yang meringkaskan transaksi-transaksi di atas.
Gambar 11.1
Pos (Akun) Akuntansi

Setelah pos akuntansi terselesaikan, langkah berikutnya adalah membuat


laporan Inangan. Laporan keuangan meringkaskan hasil yang diperoleh
perusahaan selama periode tertentu dengan menyajikan informasi dalam bentuk
Rupiah (mata uang). Gambar 11.2 berikut ini menyajikan tiga jenis laporan
keuangan, yaitu neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus kas. Neraca
menyajikan informasi mengenai aset yang dipunyai perusahaan per tanggal
tertentu (sisi kiri), dan sumber pendanaan untuk memperoleh aset tersebut (sisi
kanan). Laporan laba-rugi menyajikan hasil yang diperoleh perusahaan selama
periode tertentu. Laporan arus kas menyajikan informasi aliran kas masuk dan
keluar selama periode tertentu.
Gambar 11.2
Aktiva, Laporan Laba-Rugi, dan Laporan Arus Kas
Dari Gambar 11.2 di atas, terlihat bahwa Pak Joko mempunyai aset
sebesar Rp105 juta yang terdiri dari kas, persediaan, dan mobil. Sumber
pendanaan untuk memperoleh aset tersebut adalah semuanya saham. Selama
periode tersebut. Pak Joko memperoleh keuntungan sebesar Rp5 juta. Laporan
arus kas perusahaan Pak Joko nunjukkan bahwa ada penggunaan kas sebesar
Rp45 juta selama periode tersebut, yang mengakibatkan kas berkurang, dari
Rp100 juta menjadi Rp55 juta.
Laporan keuangan diharapkan bisa memberikan informasi yang diperlukan
untuk pengambilan keputusan, baik bagi stakeholders internal maupun eksternal.
Sebagai contoh, setelah membaca laporan keuangan di atas, Pak Joko mungkin
akan memutuskan untuk melakukan ekspansi, misalnya dengan menambah
persediaan barang dagangan. Kemudian Pak Joko mulai memikirkan sumber dana
untuk ekspansi tersebut, apakah menambah modal sendiri atau mengambil utang.
Selama ini. perusahaan belum menggunakan utang. Pemerintah akan
menggolongkan usaha tersebut sebagai Usaha Kecil, karena mempunyai kekayaan
antara Rp50 juta - Rp509 juta, Dinas Pajak akan menggunakan tarif pajak sebesar
0,5% dari omzet unh penetapan pajak (berdasarkan PP 23 Tahun 2018).

B. MANAJEMEN KEUANGAN
1. Tugas Manajer Keuangan
Manajer keuangan akan mengambil tiga tipe keputusan, yaitu keputusan
investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan modal kerja, dengan tujuan untuk
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Pendekatan neraca bisa
digunakan untuk menggambarkan situasi tersebut (lihat Gambar 11.3 berikut ini).
Neraca terbu menjadi sisi kiri (aset) dan sisi kanan (pasiva). Aset menggambarkan
kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan pasiva menggambarkan
sumber pendanaan perusahaan. Modal kerja bersih bisa didefinisikan sebagai
Aktiva Lancar dikurangi Hutang Lancar.
Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham bisa dilihat dari harga pasar
saham. Jika harp pasar saham meningkat terus maka manajer bisa mengatakan
bahwa kemakmuran pemegang saham meningkat. Jika perusahaan sudah go-
public (menjual saham ke publik) maka harga pasar akan lebih mudah dilihat.
Untuk perusahaan yang go-pablic. harga pasar saham akan terlihat praktis setiap
hari. Pasar saham merupakan pasar ya likuid, jual beli saham mudah dilakukan.
Jika perusahaan tidak go-public, nilai saham tidak bisa diobservasi langsung.
Dalam situasi tersebut, manajer bisa menggunakan cara tidak langsung, misalnya
melihat harga jual (harga saat perusahaan atau usaha pada dijual). Jika harga jual
menunjukkan peningkatan maka manajer berhasil meningkatkan kemakmuran
pemegang saham. Cara lain adalah dengan melihat fundamental perusahaan,
seperti yang tercermin dari rasio-rasio keuangan. Secara umum ad hubungan
positif antara harga saham dengan fundamental perusahaan. Jika tingkat
keuntungan perusahaan (seperti terlihat dari ROE atau ROA) menunjukkan
peningka yang stabil maka kemungkinan besar nilai saham juga akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai