Anda di halaman 1dari 2

Teks 1

Iwan menghabiskan masa kecil dan remajanya dalam hidup yang serba muram : lantai rumahnya
hanyalah tanah tanpa tembok, ia harus berjualan makanan saat remaja demi menyambung biaya
sekolahnya; dan ibu-nya berkali-kali menggadaikan apa yang ia punya hingga tandas. Semua demi
menyambung hidup, demi membiayai pendidikan anak-anaknya.
Ia lalu menebus lelakon hidup yang muram itu dengan ketekunan belajar yang luar biasa : tak
kenal letih ia belajar ditemani lampu petromaks yang kian redup. Ia meretas prestasi yang mengesankan
saat SMA, hingga ia mendapat PMDK untuk kuliah di jurusan Statistik, IPB Bogor. Dari sinilah, pelan-
pelan tirai hidup yang lebih terang disibak.
Selulus dari IPB, ia diterima bekerja di Nielsen Company, Jakarta: sebuah perusahaan riset
pemasaran global yang ternama. Lantaran prestasi kerjanya yang mencorong, ia kemudian di-tugaskan
untuk bekerja di kantor pusat Nielsen di New York. Selama 10 tahun ia berkelana di Manhattan, hingga
mendudukup posisi Director, Client Management Nielsen Global Co.

Teks 2
Di sebuah taman, terdapat taman bunga mawar yang sedang berbunga. Mawar-mawar itu
mengeluarkan aroma yang sangat harum. Dengan warna-warni yang cantik, banyak orang yang berhenti
untuk memuji sang mawar. Tidak sedikit pengunjung taman meluangkan waktu untuk berfoto di depan
atau di samping taman mawar. Bunga mawar memang memiliki daya tarik yang menawan, semua orang
suka mawar, itulah salah lambang cinta.
Sementara itu, di sisi lain taman, ada sekelompok pohon bambu yang tampak membosankan. Dari
hari ke hari, bentuk pohon bambu yang begitu saja, tidak ada bunga yang mekar atau aroma wangi yang
disukai banyak orang. Tidak ada orang yang memuji pohon bambu. Tidak ada orang yang mau berfoto di
samping pohon bambu. Maka tak heran jika pohon bambu selalu cemburu saat melihat taman mawar
dikerumuni banyak orang.
“Hai bunga mawar,” ujar sang bambu pada suatu hari. “Tahukah kau, aku selalu ingin sepertimu.
Berbunga dengan indah, memiliki aroma yang harum, selalu dipuji cantik dan menjadi saksi cinta
manusia yang indah,” lanjut sang bambu dengan nada sedih.
Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, “Terima kasih atas pujian dan kejujuranmu, bambu,”
ujarnya. “Tapi tahukah kau, aku sebenarnya iri denganmu,”
Sang bambu keheranan, dia tidak tahu apa yang membuat mawar iri dengannya. Tidak ada
satupun bagian dari bambu yang lebih indah dari mawar. “Aneh sekali, mengapa kau iri denganku?”
“Tentu saja aku iri denganmu. Coba lihat, kau punya batang yang sangat kuat, saat badai datang,
kau tetap bertahan, tidak goyah sedikitpun,” ujar sang mawar. “Sedangkan aku dan teman-temanku, kami
sangat rapuh, kena angin sedikit saja, kelopak kami akan lepas, hidup kami sangat singkat,” tambah sang
mawar dengan nada sedih.
Bambu baru sadar bahwa dia punya kekuatan. Kekuatan yang dia anggap biasa saja ternyata bisa
mengagumkan di mata sang mawar. “Tapi mawar, kamu selalu dicari orang. Kamu selalu menjadi hiasan
rumah yang cantik, atau menjadi hiasan rambut para gadis,”
Sang mawar kembali tersenyum, “Kamu benar bambu, aku sering dipakai sebagai hiasan dan
dicari orang, tapi tahukah kamu, aku akan layu beberapa hari kemudian, tidak seperti kamu,”
Bambu kembali bingung, “Aku tidak mengerti,”
“Ah bambu..” ujar mawar sambil menggeleng, “Kamu tahu, manusia sering menggunakan dirimu
sebagai alat untuk mengalirkan air. Kamu sangat berguna bagi tumbuhan yang lain. Dengan air yang
mengalir pada tubuhmu, kamu menghidupkan banyak tanaman,” lanjut sang mawar. “Aku jadi heran,
dengan manfaat sebesar itu, seharusnya kamu bahagia, bukan iri padaku,”
Bambu mengangguk, dia baru sadar bahwa selama ini, dia telah bermanfaat untuk tanaman lain.
Walaupun pujian itu lebih sering ditujukan untuk mawar, sesungguhnya bambu juga memiliki manfaat
yang tidak kalah dengan bunga cantik itu. Sejak percakapan dengan mawar, sang bambu tidak lagi
merenungi nasibnya, dia senang mengetahui kekuatan dan manfaat yang bisa diberikan untuk makhluk
lain.
Daripada menghabiskan tenaga dengan iri pada orang lain, lebih baik bersyukur atas kemampuan
diri sendiri, apalagi jika berguna untuk orang lain.

Teks 3
Tinggallah sekelompok lebah di sebuah pohon tua. Lebah terkenal sebagai makhluk yang giat
bekerja. Mereka membentuk koloni-koloni untuk mengumpulkan serbuk bunga dan menjadikannya jelly
dan madu untuk menghidupi sang ratu dan cadangan makanan bagi bayi-bayi lebah.
Lebah mengenal sistem, ratu, pejantan dan pekerja dengan tugas yang berbeda. Para lebah pekerja
menjadi pasukan pencari serbuk bunga tidak pernah lelah bekerja. Mereka mencari bunga-bunga di
berbagai pelosok hutan. Hingga pada suatu waktu, seekor lebah pekerja bertemu dengan seekor burung
elang yang sedang mencari makan untuk anak-anaknya yang baru menetas.
“Hai lebah kecil, sedang apa kau di pinggir hutan?” tanya sang elang.
“Aku sedang mencari serbuk bunga dan menghisap madu, persediaan madu kami hampir habis,” ujar
sang lebah pekerja.
Sang elang terbahak-bahak dengan suara sombong, “Sudahlah, kenapa harus capek-capek bekerja
dengan tubuhmu yang kecil itu. Apa kau tidak sayang dengan tubuhmu? Kalian para lebah tidak seperti
kami. Elang adalah makhluk yang kuat dan tangguh walaupun hidup seorang diri,”
Mendengar hal itu, sang lebah pekerja tersenyum, “Justru karena tubuh kami kecil, kami harus
hidup bersama lebah yang lain untuk saling bekerja sama. Kami jadi mengerti arti sebuah kerja sama, dan
kami bersyukur,”
Sang elang tidak mau kalah, “Lalu kenapa kamu mau menjadi lebah pekerja? Kenapa kamu tidak
hidup sendiri saja. Ratumu pasti malas dan hanya diam di sarang, disuapi setiap saat oleh lebah pekerja,
bukankah itu tidak adil? Kami para elang selalu mandiri dan mencari makan untuk diri kami sendiri, tidak
pernah menyusahkan elang lain,”
Sang lebah kembali tersenyum, “Kami para lebah pekerja tidak pernah merasa kesusahan atau
dimanfaatkan. Kami ikhlas bekerja untuk ratu kami dan para pejantan. Mungkin mereka terlihat malas,
tetapi tanggung jawab untuk meneruskan keturunan para lebah ada di tangan mereka, itu adalah tanggung
jawab yang berat,” ujar sang lebah bijaksana. “Kami percaya bahwa Tuhan itu adil, dia menciptakan kami
dengan sistem seperti ini pasti ada manfaatnya. Dan Tuhan menciptakan elang yang mandiri juga pasti
ada manfaatnya. Benar kan?”
Sang elang hanya mengangguk dan menyadari betapa bijak sang lebah. Karena matahari sudah
makin tinggi, sang lebah berpamitan agar bisa kembali bekerja dan mendapatkan serbuk bunga untuk di
bawa ke sarangnya. Elang pun mengangguk hormat.

1. Jelaskan perbedaan ketiga jenis teks inspiratif tersebut beserta alasan dan buktinya dalam tabel berikut!

Teks 1 Teks 2 Teks 3


Jenis Cerita

Alasan

Bukti

2. Ungkapkan perasaanmu setelah membaca teks-teks berikut!

Anda mungkin juga menyukai