Telefarmasi sebagai Mediasi Kinerja Farmasis di Era 4.
Disusun oleh: Nama : Tsalisah Rahmaniyyah Arifin NIM : 22103099 Kelas : B/2022
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER TAHUN 2022 Farmasis atau biasa disebut dengan Apoteker merupakan profesi di bidang kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan berupa terapi obat-obatan. Dalam bidang kesehatan, revolusi industri menciptakan proses digitalisasi tentang layanan kesehatan bagi masyarakat contohnya adalah telefarmasi. Tetapi, apakah peran telefamasi mampu menggantikan peran apoteker atau ahli farmasi lain dalam bidang kesehatan? Menurut WHO (World Health Organization) farmasis sendiri memiliki 7 peranan yang biasa dikenal dengan nama “Seven Stars Pharmacist”. Namun, baru-baru ini, WHO telah memperbaharui menjadi 9 Stars Of Pharmacist. Pertama yaitu care-giver, merupakan farmasis yang memberikan kepedulian terhadap pelayanan kefarmasian klinik, analitik, teknik yang ada di perundang-undangan dengan cara interkasi secara langsung kepada pasien dan khalayak umum. Kedua, decision-maker farmasis yang bisa membuat keputusan yang tepat mengenai kefektifitasan dan efisiensi terhadap penggunaan sumber daya manusia obat, bahan kimia, peralatan yang digunakan, prosedur kerja, dan pelayanan publik. Ketiga, yaitu communicator farmasis harus mampu untuk melakukan interaksi penghubung antara dokter dan pasien mengenai pemberian obat yang akan diberikan. Keempat, leader farmasis dengan memiliki tujuan yang berlandaskan kebijakan-kebijakan yang sesuai guna memajukan intansi yang dipegang. Kelima, manager farmasis yang mampu mengatur dan menata manajemen kefarmasian dengan baik. Keenam, life long leaner farmasis yang harus memiliki sikap cinta belajar dalam menempu studi kefarmasian yang relatif lama. Ketujuh, farmasis sebagai teacher yang diharapkan mampu memberikan edukasi kepada tenaga medis lain dan masyarakat umum mengenai informasi kefarmasian. Kedelapan yaitu research, dimana farmasis harus bisa mengembangkan dan menemukan produk obat-obatan yang lebih efektif dari sebelumnya. Kesembilan, entrepreneur farmasis dapat membuka usaha dan membuka lapangan pekerjaan baru di bidang kefarmasian. Dengan berkembangnya teknologi saat ini mampu memudahkan peran farmasis dalam melakukan pekerjaannya. Salah satunya adalah dengan adanya infomatika farmasi dalam bidang pengolahan data pasien, analisis, dan penyimpanan yang berkaitan dengan dokter, apoteker, staf rumah sakit dan tenaga professional medis untuk dapat memastikan rekam medis dan catatan resep pasien dapat terjaga di dalam perangkat lunak, sehingga memudahkan siapa pun untuk mencari data yang dibutuhkan. Telefarmasi yang merupakan implementasi dari farmako informatika dengan pemberian pelayanan kefarmasian oleh seorang apoteker yang dilakukan dengan jarak antara apoteker dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Telefarmasi juga digunakan apabila seorang apoteker dibutuhkan tetapi apoteker tidak dapat hadir secara langsung untuk memberikan pelayanan. Memberikan pelayanan kefarmasian yang tepat kepada pasien dan melakukan kegiatan konsultasi dengan tenaga kesehatan lainnya memainkan peran penting dalam mengurangi penggunaan obat yang tidak tepat dan kurang efektif. Hal tersebut dapat mengurangi efek dan interaksi obat yang merugikan, menghasilkan efektivitas obat serta mengurangi biaya.
Selain itu, manfaat teknologi informasi dalam pelayanan kefarmasian yaitu
meliputi perbaikan automatisasi alur dalam pekerjaan di bidang farmasi, yang kedua menyediakan informasi yang tepat dan akurat melalui data-data yang telah diberikan, yang ketiga yaitu meningkatkan kolaborasi antara tenaga kesehatan misal perawat dokter dengan apoteker dan pasiennya, yang keempat yaitu terjaminnya pemberian obat 5R yaitu pasien obat dosis rute dan waktu, keenam yaitu pengurangan human error terhadap titik-titik pelayanan melalui clinical decision support. Tak hanya itu, Pelayanan pemanfaatan teknologi informasi sendiri meliputi, pertama adalah sebagai elektronik presibiting atau cpu-e, kedua yaitu Pharmacy Information System atau biasa disebut dengan PIS, ketiga adalah CDDS atau Clinical Decision Support System yang menjelaskan tentang sistem alergi yang dimiliki oleh pasien tersebut, keempat adalah automed dispending cabinet yang terintegrasi oleh bis dan, kelima adalah data pasien yang akan dimasukkan ke dalam sistem berupa barcode.
Dari berita di atas dapat kita simpulkan, bahwasannya dengan adanya
sistem yang canggih seperti itu, tentunya akan sangat mempermudah farmasis dalam melakukan pekerjaanya. Yang dulunya dinilai kurang efisien dalam melakukan kinerja, seperti harus menunggu dokter, perawat, atau tenaga medis lain untuk mengetahui informasi kondisi yang diderita oleh pasien sangat membuang banyak waktu dalam penanganan. Namun, kini hal itu tidak akan terjadi lagi. Data-data dari pasien akan diproses secepat mungkin dan para tenaga medis akan melakukan tindakan yang cepat dan akurat. Telefarmasi ini adalah sebagai mediasi para tenaga kesehatan untuk melakukan penanganan pada pasien. Tentunya, para tenaga medis pun juga harus bisa mengimbangi teknologi tersebut dengan terus belajar meng-update perkembangannya. Dan diharapkan juga para farmasis bisa lebih unggul dari sistem yang bersifat monoton. DAFTAR PUSTAKA
Suryadi, A., dan A. Yulianto. 2020. Pengembangan Perangkat Lunak
Pengolahan Data Farmasi pada Klinik Kesehatan. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan. 10 (2): 63 – 69.
Firmansyah, M. 2020. 9 Stars of Pharmachist.
https://id.linkedin.com/pulse/9-stars-pharmacist-muhammad-firmansyah. [Diakses pada 24 September 2022].
BEM Fakultas Farmasi USD. 2020. Mengenal E-Farmasi : Bagaimana
Sistem Pelayanan Apoteker Online di Indonesia?. https://usd.ac.id/mahasiswa/bem/bemfarmasi/mengenal-e-farmasi-bagaimana- sistem-pelayanan-apotek-online-di-indonesia/. [Diakses pada 24 September 2022].
Anwar, V. R. 2022. Eksis di Era Disrupsi, Apoteker Harus Siap Gunakan
Telefarmasi. https://farmasetika.com/2022/01/03/eksis-di-era-disrupsi-apoteker- harus-siap-gunakan-telefarmasi/. [Diakses pada 24 September].