Berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Sektor Kesehatan,
Izin Apotek merupakan salah satu perizinan sektor kesehatan yang menjadi kewenangan
bupati yang diterbitkan melalui lembaga OSS. Terdapat perubahan mekanisme berikut
permasalahannya pasca perubahan kebijakan perizinan berusaha yang sebelumnya proses
dan penerbitannya secara manual berubah melalui aplikasi Online Single Submission.
Namun demikian, pada implementasinya kebijakan tersebut belum sepenuhnya bisa
dilaksanakan, terdapat beberapa permasalahan dalam implementasinya. Izin Apotek yang
semula merupakan izin usaha berubah menjadi izin komersial/operasional yang dalam
aplikasi OSS masih terdapat kendala dalam penerbitannya. Mensikapi hal tersebut, selain
diproses melalui OSS, Izin Apotek masih diterbitkan secara manual oleh Kepala Dinas
Kesehatan. Pelaku usaha sebelum memperoleh Izin Apotek wajib memperoleh izin usaha.
Dalam memperoleh Izin Usaha, pelaku usaha harus memenuhi komitmen dasar. Bukti
notifikasi pemenuhan komitmen dasar tersebut menjadi syarat dalam penerbitan Izin Apotek.
Hingga saat ini belum tersedia vaksin atau terapi spesifik untuk pengobatan COVID-19.
Namun demikian, beberapa obat yang potensial telah dipergunakan untuk penderita COVID-
19 dengan status obat uji. Beberapa obat tersebut menunjukkan efektivitas yang baik dan
berpotensi menjadi obat COVID-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini juga telah
menetapkan beberapa kandidat obat COVID-19 pada Global Research Roadmap for
COVID-19 untuk kemudian dilakukan uji klinik skala besar. “Indonesia menjadi bagian WHO
Global Solidarity Trial yang melibatkan 23 RS di Indonesia. Monitoring evaluasi pengobatan
di masa pandemi harus dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan terapi yang
diberikan tepat sasaran. Jika ada perkembangan pengobatan saat ini, maka informatorium
ini dapat diperbarui sesuai dengan kemajuan pengembangan obat dan penatalaksanaan
COVID-19. "Informatorium Obat COVID-19 ini disusun berdasarkan manajemen terapi yang
dipublikasikan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan beberapa negara lain,
seperti China, Jepang, Amerika, dan Singapura, beberapa pedoman global, seperti yang
disarankan WHO, serta publikasi ilmiah. Dalam rangka menjaga kehati-hatian pemberian
obat COVID-19, perlu sosialisasi dan edukasi informatorium tersebut khususnya informasi
teknis mengenai Obat COVID-19 seperti efek samping, perhatian dan kontra indikasi dan
sejenisnya kepada tenaga medis dan kesehatan, serta sosialisasi aplikasi BPOM Mobile
untuk pelaporan obat substandar dan obat ilegal termasuk obat palsu. Pada 9 April 2020
lalu, WHO mengumumkan adanya peredaran kloroquin palsu di Afrika dan meminta semua
negara waspada. Di Indonesia, hasil pengawasan daring juga ditemukan peredaran
kloroquin ilegal yang diklaim sebagai obat COVID-19. Dengan sosialisasi dan edukasi ini
diharapkan peserta webinar mendapatkan penjelasan tentang kebijakan pemerintah terkait
ketersediaan dan tata kelola penggunaan obat COVID-19 termasuk penegakan diagnosis
sebelum menggunakannya. Para tenaga kesehatan baik dokter, apoteker, maupun
akademisi yang belum mengetahui informatorium ini, diharapkan bisa memperoleh
penjelasan rinci dari Tim Ahli, kehati-hatian penggunaannya, dan agar tetap memperhatikan
penggunaan obat yang rasional.
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu upaya kesehatan yang dilakukan di rumah sakit.
Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi klinik. Pandemi
Covid-19 merupakan ujian bagi seluruh bangsa di dunia, pun Indonesia. Skenario pelayanan
beradaptasi secara dinamis dengan kondisi pandemi melalui digitalisasi beberapa lini pelayanan.
Kesehatan dan kesigapan menjadi modal utama bagi seluruh tenaga kesehatan di Instalasi
Farmasi. Petugas di gudang farmasi selalu siap menerima, mengatur penyimpanan dan
memantau kondisi penyimpanan obat dan alat kesehatan hibah, donasi dan pengadaan rutin
rumah sakit. Berbagai modifikasi pengelolaan dilakukan agar kapasitas penyimpanan mencukupi
dan tetap memenuhi syarat. Keterbatasan obat dan alat kesehatan di distributor karena
terdampak pembatasan, baik distribusi dalam negeri maupun impor, terkadang menjadi kendala
ketersediaan di rumah sakit. Kecermatan perencanaan sangat diperhatikan oleh instalasi farmasi
agar tidak ada stok persediaan yang kedaluwarsa. Optimalisasi teknologi informasi menjadi
pilihan utama mekanisme koordinasi antarunit pada masa pandemi. Instalasi Farmasi bisa
menggunakan pengisian pranala melalui google form untuk pendataan desk kebutuhan Alat
Pelindung Diri (APD) dari tiap unit. Selain itu, metode ini digunakan dalam pengumpulan data
persediaan obat terapi Covid-19, APD dan alat kesehatan utama yang digunakan dalam
penanganan pasien Covid-19. Kemudahan akses, ketepatan dan ketersediaan data setiap saat
sangatlah vital bagi pihak manajemen rumah sakit dan pemerintah. Setiap perubahan skenario
pelayanan pasien Covid-19, unit rawat melakukan isian pranala untuk memperbarui data. Oleh
karena itu, data online ini menjadi rujukan bagi penentu kebijakan di rumah sakit dalam rangka
pelaporan, evaluasi penggunaan dan evaluasi pengadaan obat, alat kesehatan dan BMHP
pelayanan pasien Covid-19. Keberadaan Covid-19 merupakan pengalaman yang menakutkan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, tidak ada pilihan selain melawan ketakutan tersebut demi
mengutamakan pelayanan pasien. Apoteker sebagai Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah
ujung tombak pelayanan farmasi klinik. Sebaiknya menggunakan Electronic Medical
Record (EMR) sebagai sistem dokumentasi pelayanan pasien. Keberadaan sistem rekam medis
dan peresepan elektronik sangat dirasakan manfaatnya oleh seluruh PPA, terlebih pada kondisi
pandemi. Pelayanan poliklinik online dan jasa antar obat turut menjadi solusi pelayanan pasien
rawat jalan semasa pandemi. Digitalisasi sistem pelayanan adalah salah satu strategi terbaik
yang dilakukan di masa pandemi ini. Apoteker berperan aktif melakukan pemantauan terapi
pasien Covid-19 yang dicatat dalam isian Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
dalam EMR. Verifikasi daftar instruksi dan pemberian obat juga tidak luput dari pemantauan
apoteker. Ketepatan pasien, obat, dosis, rute dan waktu (5 Tepat/ 5 Benar) menjadi fokus
apoteker saat mengkaji instruksi dan pemberian obat. Pelayanan pencampuran sediaan steril
antibiotik juga dilakukan bagi pasien di ruang isolasi. Ketika pasien Covid-19 rencana
dipulangkan, dilakukan konseling oleh apoteker kepada keluarga pasien di ruang edukasi
khusus. Rekonsiliasi pasien pulang harus konsisten dilakukan dengan cara membandingkan
terapi pada aplikasi resep pulang, resume pulang dan instruksi obat terakhir pasien saat dirawat.
Kegiatan rekonsiliasi mungkin dilakukan secara manual. Namun, hal ini tidak menyurutkan tekad
sejawat apoteker untuk tetap memberikan pelayanan yang handal.