disusun oleh:
Vitta Oktavina Abdilah 192151041
Nela Novia 192151056
Putri Dwi Anggraeni 192151086
Nur Saidah 192151127
Lola Lutfia 202151084
Zalfa Kamila 202151090
Nadya Annisa Hayat 202151092
Anne Putri Noviana 202151110
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Dalam Pencegahan
Korupsi Serta Gerakan, Kerja Sama, Dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang senantiasa memberikan doa dan motivasi kepada penulis selama
penyusunan makalah ini;
2. Prof. Dr. H. Deden Mulyana, S.E., M.Si. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anti
Korupsi;
3. Kerabat-kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan Universitas Siliwangi yang
senantiasa memberikan dorongan dan motivasi selama penyusunan makalah ini;
4. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal sistematika penulisan, maupun isi. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.
Tim Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................... 3
1.3.Tujuan Makalah....................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2. 1. Pendekatan dalam Pencegahan Korupsi ............................................... 4
2. 2. Gerakan, Kerja Sama, dan Instrumen Internasioanal Pencegahan
Korupsi ........................................................................................................... 9
BAB III ANALISIS KOMPARASI ..................................................................... 22
3.1. Strategi Pencegahan Korupsi di Provinsi Kepulauan Riau ................. 22
3.2. Aspek Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menurut
Instrumen Hukum Internasional ................................................................ 25
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .............................................. 28
4.1. Kesimpulan ............................................................................................ 28
4.1. Rekomendasi ......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti busuk; palsu; suap.
Korupsi merupakan tindakan yang dapat menyebabkan sebuah negara menjadi
bangkrut dengan efek yang luar biasa seperti hancurnya perekonomian, rusaknya
sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Berdasarkan
pemahaman yang lebih mendalam, makna korupsi dapat menjadi lebih komplek.
Seperti berbohong, menyontek di sekolah, mark up, memberi hadiah sebagai pelicin
dan lain sebagainya. Tindakan korupsi merupakan sekumpulan kegiatan yang
menyimpang dan dapat merugikan orang lain. Di Indonesia kasus korupsi masih
banyak dijumpai. Dari lembaga pendidikan sampai lembaga keagamaan sekalipun. Di
lingkungan sekolah dapat ditemukan praktek-praktek korupsi, mulai dari yang paling
sederhana seperti mencontek, berbohong, melanggar aturan sekolah, terlambat datang
sampai pada penggelapan uang sekolah, penyelewengan uang pembangunan sekolah
yang bernilai puluhan juta rupiah.
Masyarakat harus sadar bahwa uang yang dikorupsi oleh para koruptor
merupakan uang rakyat. Uang rakyat tersebut seharusnya mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat, membiayai pendidikan, kesehatan, membuka lapangan pekerjaan
dan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, air dan lain-lain.
Masyarakat harus mengetahui besarnya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi
tersebut, seperti pendidikan menjadi mahal, pelayanan kesehatan menjadi mahal,
transportasi menjadi tidak aman, rusaknya infrastruktur dan yang paling berbahaya
adalah meningkatnya angka pengangguran sehingga berkorelasi kepada angka
kriminalitas.
Korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi pula di berbagai negara
dan masyarakat di belahan bumi ini. Gerakan (movement) dan kerjasama (cooperation)
pemberantasan korupsi pun tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga oleh
masyarakat internasional. Tidak hanya negara lewat aparat hukumnya yang bergerak
memberantas korupsi, beberapa Non-Governmental Organizations (NGOs)
Internasional maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nasional sangat aktif
melakukan gerakan dan kerjasama untuk memberantas korupsi. Tanpa melibatkan
masyarakat sipil, upaya untuk memberantas korupsi tidak dapat dilakukan dengan baik.
Selain itu, masyarakat internasional, melalui lembaga seperti PBB, World Bank,
OECD, atau Masyarakat Uni Eropa misalnya secara aktif membuat instrumen
instrumen kebijakan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Salah satu dokumen
penting yang dihasilkan dan merupakan kesepakatan masyarakat internasional untuk
mencegah korupsi adalah United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)
yang telah ditandatangani oleh 140 negara di dunia, termasuk Indonesia.
1
2
Walau belum pada tataran ideal, saat ini KPK sudah menunjukan prestasi dalam
usaha pemberantasan korupsi bangsa ini. KPK membuat gebrakan dengan menjadikan
beberapa kepala daerah sebagai tersangka, begitu juga anggota DPR, Menteri, Dirjen
dan berbagai pejabat negara lainnya yang dijadikan tersangka dalam kasus korupsi.
Walaupun inti dari pemberantasan korupsi sebenarnya bukan siapa yang telah diproses
secara hukum, melainkan kesungguhan hati untuk terus berupaya menciptakan
semangat anti korupsi di setiap elemen kehidupan.
Jika tugas memberantas korupsi dibebankan kepada KPK saja tentu sangat
berat, maka diperlukan suatu sistem yang mampu menyadarkan semua elemen bangsa
untuk sama-sama bergerak mengikis budaya korupsi yang telah merajalela. Cara yang
paling efektif adalah melalui pendidikan.
Sebagai agent of change', mahasiswa juga dapat ikut berjuang dan terlibat.
secara aktif dalam gerakan dan kerjasama pemberantasan korupsi. Gerakan ini dapat
dilakukan dari lingkup yang terkecil yakni dalam keluarga di kampus, di kampung
bahkan dalam skala yang lebih besar seperti di kota/kabupaten atau provinsi di daerah
dimana mereka bertempat tinggal.
3
KAJIAN PUSTAKA
4
5
Lain lagi dengan Klitgaard (1998), strategi pemberantasan korupsi dapat ditempuh
dengan beberapa cara, yakni:
1. Punish some major offenders
Strategi ini dengan cara menghukum para pelaku korupsi. Ketika ada indikasi
bahwa ada pejabat yang melakukan penyelewengan, maka hukum harus
ditegakkan. Pelaku harus dihukum dengan tegas untuk menghindari penularan
budaya korup di lingkungannya.
2. Involve the people in diagnosing corrupt systems
Strategi ini melibatkan banyak pihak agar mampu untuk mendiagnosis sistem
yang korup. Pihak-pihak yang dipilih ini nantinya bertugas mencari fakta dan
penyebab bagaimana terjadinya sistem yang tidak sesuai dengan prosedur.
Dengan cara melibatkan badan pengawas, organisasi, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Dengan cara ini, sistem yang
terindikasi korup dapat segera diketahui dan dicarikan jalan untuk
memperbaikinya.
3. Focus on prevention by repairing corrupt systems
Strategi ini memfokuskan pada pencegahan dengan memperbaiki sistem yang
korup. Persamaan sederhana untuk menjelaskan pengertian korupsi adalah
sebagai berikut:
C=M+D–A
Keterangan:
C = Corruption/korupsi
M = Monopoly/monopoli
D = Discretion/diskresi/keleluasaan
A = Accountability/akuntabilitas
Persamaan di atas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila
seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta
ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan kekuasaannya,
sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah dalam hal
pertanggungjawaban kepada publik (akuntabilitas).
4. Reform incentives
Strategi ini dilakukan dengan cara meningkatkan penghasilan para pegawai.
Alasan yang sering digunakan ketika terjadinya praktik korupsi adalah rendahnya
penghargaan yang diterima oleh pegawai. Dengan ditingkatkan penghasilan,
diharapkan para pegawai dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya.
jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Sayangnya, pendekatan represif ini
masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-
masif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai
Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator
yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of
doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks
yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.
2. Penegakan hukum
Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak
transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust)
masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang
lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai
sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan
konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap
kali berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang
memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri,
keadaaan bisa makin runyam.
3. Harmonisasi peraturan perundang-undangan
Meratifikasi UNCAC (United Nations Convention Against Corruption),
disinyalir merupakan bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia
untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya,
klausulklausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai
ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru,
sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait
pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang
masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan
strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi
Indonesia dengan klausul UNCAC.
Dalam analisa yang dilakukan oleh Masyarakat Transparansi Indonesia, terdapat
beberapa substansi istilah yang memerlukan klarifikasi dalam perundangan
Indonesia, untuk menyesuaikan dengan klausul yang berlaku dalam UNCAC.
Beberapa contoh kesenjangan istilah dapat dilihat dalam tabel berikut:
No. Istilah Hukum positif Indonesia UNCAC
samping itu ke depan dapat juga dilakukan secara serentak kerjasama antara
Kejaksaan dengan Pemerintah Daerah dalam membuat/merancang Raperda
Pencegahan Korupsi/ Wilayah AntiKorupsi di seluruh Daerah, yang berkaitan
dengan kemudahan pelayanan dan syarat-syarat perizinan investasi.
3. Pemulihan dan penyelamatan aset pemerintah daerah/BUMN/BUMD. Salah satu
success story Kejaksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,
Kejari Surabaya dan Kejari Tanjung Perak) dalam melakukan pengamanan dan
penyelamatan aset pemerintah daerah di Jawa Timur senilai Rp.5 triliun dan 370
miliar yang meliputi Aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan beberapa asset
tanah di enam lokasi dengan total luasan 140.507 m2. Selain Kejaksaan Tinggi
Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah juga berhasil melakukan
penyelamatan aset atas lahan PRPP dari PT. Indo Perkasa Usahatama seluas lebih
dari 248 hektare, dan senilai 24 triliun. Keberhasilan ini selain patut diapresiasi
juga dapat membantu Program Cipta Lapangan Kerja yang berhubungan dengan
tindak lanjut pembangunan atau investasi yang masuk ke daerah dan memerlukan
aset berupa lahan. Adanya Program Pemulihan dan penyelamatan aset pemerintah
daerah/BUMN/BUMD, maka diharapkan ke depan asset-aset pemerintah daerah
dan pusat akan tertata dan terdata dengan baik, sehingga tidak terbengkalai
ataupun dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak beritikad baik. Oleh karenanya ke
depan, dalam hal terdapatnya investasi yang melibatkan pengelolaan aset negara,
maka data kepemilikan menjadi jelas dan terdapat kepastian hukum, sehingga
menghindari penyalahgunaan dari oknum-oknum tertentu, yang dapat merugikan
investor dan pemerintah selaku pemilik asset.
4. Pengembangan paradigma Corruption Impact Assesment (CIA). Pertanyaan
paling mendasar yang acapkali muncul adalah mengapa praktik korupsi seakan
tidak pernah hilang meskipun penindakan gencar dilakukan. Misalnya dalam
penegakan hukum melalui OTT yang dilakukan oleh KPK dalam beberapa kasus
suap pengurusan kuota impor bahan pangan. Akan tetapi praktik suap terus
berulang, baik yang melibatkan pihak swasta maupun anggota legislatif. Oleh
karenanya, ke depan perlu diterapkan strategi baru salah satunya melalui CIA.
Salah satu negara yang telah menerapkan CIA adalah lembaga Anti Corruption
and Civil Rights Commisions(ACRC) Republic of Korea. ACRC menganalisis
faktor penyebab korupsi dan meningkatkan kualitas suatu undang-undang serta
tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga dapat terhindar dari pengulangan
terjadinya tindak pidana korupsi.
proyek yang dilakukan dengan dana dari donor internasional. Akibat korupsi,
standar hidup masyarakat di negara-negara berkembang juga sangat rendah.
2. Bank Dunia
Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan
atau prakondisi dari bank dunia (baik World Bank maupun IMF) memberikan
pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank
Institute mengembangkan Anti-Corruption Core Program yang bertujuan untuk
menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk
pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara
berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas
korupsi. Program yang dikembangkan oleh Bank Dunia didasarkan pada premis
bahwa untuk memberantas korupsi secara efektif, perlu dibangun tanggung
jawab bersama berbagai lembaga dalam masyarakat. Lembaga-lembaga yang
harus dilibatkan diantaranya pemerintah, parlemen, lembaga hukum, lembaga
pelayanan umum, watchdog institution seperti public-auditor dan lembaga atau
komisi pemberantasan korupsi, masyarakat sipil, media dan lembaga
internasional (Haarhuis : 2005).
Oleh Bank Dunia, pendekatan untuk melaksanakan program anti
korupsi dibedakan menjadi 2 (dua) yakni (Haarhuis : 2005), pendekatan dari
bawah (bottom-up) dan pendekatan dari atas (top-down).
Pendekatan dari bawah berangkat dari 5 (lima) asumsi yakni
a) semakin luas pemahaman atau pandangan mengenai permasalahan yang
ada, semakin mudah untuk meningkatkan awareness untuk
memberantas korupis;
b) network atau jejaring yang baik yang dibuat oleh World Bank akan lebih
membantu pemerintah dan masyarakat sipil (civil society). Untuk itu
perlu dikembangkan rasa saling percaya serta memberdayakan modal
sosial (social capital) dari masyarakat;
c) perlu penyediaan data mengenai efesiensi dan efektifitas pelayanan
pemerintah melalui corruption diagnostics. Dengan penyediaan data dan
pengetahuan yang luas mengenai problem korupsi, reformasi
administratif-politis dapat disusun secara lebih baik. Penyediaan data ini
juga dapat membantu masyarakat mengerti bahaya serta akibat buruk
dari korupsi;
d) pelatihan-pelatihan yang diberikan, yang diambil dari toolbox yang
disediakan oleh World Bank dapat membantu mempercepat
pemberantasan korupsi. Bahan-bahan yang ada dalam toolbox harus
dipilih sendiri oleh negara di mana diadakan pelatihan, karena harus
menyesuaikan dengan kondisi masingmasing negara; dan
e) rencana aksi pendahuluan yang dipilih atau dikonstruksi sendiri oleh
negara peserta, diharapkan akan memiliki trickle-down effect dalam arti
masyarakat mengetahui pentingnya pemberantasan korupsi.
12
kebutuhan, maka salah satu cara adalah dengan menaikkan gaji atau pendapatan
pegawai pemerintah. Namun cara demikian juga tidak terlalu efektif, karena
menurutnya keserakahan sudah diterima sebagai bagian dari kebiasaan
masyarakat. Menurutnya greed is a part of prevailing cultural norms, and it
becomes a habit when no stigma is attached. Mengutip dari the Santhanam
Committee ia menyatakan bahwa : in the long run, the fight against corruption
will succeed only to the extent to which a favourable social climate is created.
Dengan demikian iklim sosial untuk memberantas korupsi harus terus
dikembangkan dengan memberi stigma yang buruk pada korupsi atau perilaku
koruptif.
Materi hukum, peraturan perundang-undangan, regulasi atau kebijakan negara
cenderung berpotensi koruptif, sering tidak dijalankan atau dijalankan dengan
tebang pilih, dan dalam beberapa kasus hanya digunakan untuk tujuan balas
dendam. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati
yang tidak memiliki roh sama sekali.
Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan
kurangnya political will dari pemerintah untuk memerangi korupsi.
Kurangnya langkah-langkah konkret pemberantasan korupsi.
Lambatnya mekanisme investigasi dan pemeriksaan pengadilan sehingga
diperlukan lembaga netral yang independen untuk memberantas korupsi.
Salah satu unsur yang krusial dalam pemberantasan korupsi adalah perilaku
sosial yang toleran terhadap korupsi. Sulit memang untuk memformulasi
perilaku seperti kejujuran dalam peraturan perundang-undangan. Kesulitan ini
bertambah karena sebanyak apapun berbagai perilaku diatur dalam undang-
undang, tidak akan banyak menolong selama masyarakat masih bersikap lunak
dan toleran terhadap korupsi.
Kiranya kita dapat belajar dari pemaparan tersebut, karena kondisi Indonesia
dan India yang sama-sama negara berkembang. Sulitnya, India telah berhasil
menaikkan peringkat negaranya sampai pada posisi yang cukup baik, sedangkan
Indonesia, walaupun berangsur-angsur membaik, namun peringkatnya masih terus
berada pada urut-urutan yang terbawah. Untuk selanjutnya Tummala menyatakan
bahwa dengan melakukan pemberdayaan segenap komponen masyarakat, India
terus optimis untuk memberantas korupsi.
Selain India, salah satu lembaga pemberantasan korupsi yang cukup sukses
memberantas korupsi adalah Independent Commission Against Corruption (ICAC)
di Hongkong. Tony Kwok, mantan komisaris ICAC (semacam KPK di Hongkong),
menyatakan bahwa salah satu kunci sukses pemberantasan korupsi adalah adanya
lembaga antikorupsi yang berdedikasi, independen, dan bebas dari politisasi.
Sebagaimana awal kelahiran KPK, lembaga ICAC juga mendapat kecaman luas
dari masyarakat di Hong Kong. Namun dengan dedikasi luar biasa dan dengan
melakukan kemitraan bersama masyarakat akhirnya ICAC mampu melawan
kejahatan korupsi secara signifikan. Faktor-faktor keberhasilan yang dicapai oleh
19
ICAC dalam melaksanakan misinya adalah sebagai lembaga yang independen dia
bertanggung jawab langsung pada kepala pemerintahan. Hal ini menyebabkan
ICAC bebas dari segala campur tangan pihak manapun pada saat melakukan
penyelidikan suatu kasus. Prinsipnya pada saat lembaga ini mencurigai adanya
dugaan korupsi maka langsung melaksanakan tugasnya tanpa ragu atau takut
(Nugroho : 2011).
ICAC memiliki kewenangan investigasi luas, meliputi investigasi di sektor
pemerintahan dan swasta, memeriksa rekening bank, menyita dan menahan properti
yang diduga hasil dari korupsi, memeriksa saksi, menahan dokumen perjalanan
tersangka melakukan cegah tangkal agar tersangka tidak melarikan diri keluar
negeri. ICAC merupakan lembaga pertama di dunia yang merekam menggunakan
video terhadap investigasi semua tersangka korupsi. Strategi yang ditempuh ICAC
Hongkong dalam memberantas korupsi dijalankan melalui tiga cabang kegiatan,
yaitu penyelidikan, pencegahan, dan pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan
masyarakat semakin paham peran mereka bahwa keikutsertaan mereka dalam
memerangi korupsi merupakan kunci utama keberhasilan pemberantasan korupsi
(Nugroho : 2011).
Salah satu negara yang juga cukup menarik untuk dipelajari adalah Cina.
Walaupun diperintah dengan tangan besi oleh partai komunis, Cina dapat dikatakan
sukses memberantas korupsi. Negara lain di Asia yang bisa dikatakan sukses
memerangi korupsi adalah Singapura dan Hongkong. Kedua pemerintah negara ini
selama kurun waktu kurang lebih 50 tahun telah dapat membuktikan pemberantasan
korupsi dengan cara menghukum pelaku korupsi dengan efektif tanpa
memperhatikan status atau posisi seseorang.
membentuk pemerintah dengn komitment yang tinggi dari pemimpin negara untuk
memerangi korupsi.
ANALISIS KOMPARASI
22
23
Dari data di atas bahwasanya provinsi kepulauan riau berpengaruh besar atas
kerawanan korupsi. Pada tanggal 4 april 2018 di kutip dari pemberitaan bahwasanya
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia dan POLDA Kepulauan Riau
mengadakan pertemuan membahas 70 kasus yang ada di provinsi Kepulauan Riau dari
tahu 2010 hingga 2018.
B. Strategi Pencegahan Korupsi yang dilakukan Pemerintah Kepulauan Riau
a. Pendekatan Sistemik-struktural;
Strategi yang dilakukan ialah dengan meningkatkan dalam pengawasan dan
menyempurnakan adanya sistem manajemen publik, hal ini perlu dilakukan
adanya kebijakan dari pemerintah provinsi kepulauan riau melalui inspektorat
agar memperkuat lembaga pengawasan. Yang mana selama ini tingkat
pengawasan yang kurang di karenakan lemahnya profesionalitas Sumber Daya
manusia yang harusnya di memperkuat pengawasan yang di sebabkan kurangnya
intergitas, perlu dilakukan sistem manajeman yang mengawasi atau menjadi
kontroling dalam upaya pencegahan korupsi.
b. Pendekatan Abolisionistik;
Strategi yang dilakukan ialah dengan penegakan hukum dan memberi sanksi
kepada koruptor seberat- beratnya. Kasus ini seharusnya sangat sedikit
kemungkinan terjadi dalam pencegahan korupsi, kenyataannya masih ada
peningkatan yang signifikan sebanyak 200%. Akan tetapi pendekatan ini harus di
buat kajian melalui perudang-undangan tentang sangki korupsi supaya efek
jeranya sangat berat. Pada saat ini penegakan hokum hanya memberikan seperti
upaya hukuman “penjara” atau “mati” saja. belum ada sanksi berat yang membuat
gangguan fisikisnya agar tmasyarakat lain jangan berani coba melakukan korupsi.
Lalu pendekatan moralitas yang memerlukan partisipasi masyarakat akan
pedulinya pemberantasan korupsi Strategi yang dilakukan ialah memperhatikan
faktor moral manusia kemudian yang perlu diingat ialah bahwa semua cara ini
memerlukan dukungan publik yang besar dan berkelanjutan.
Selain itu perlu adanya pendekatan melalui perspektif yang meliputi
1) Perspektif Ekonomi; perlu adanya upaya standarisasi berupa Kenaikan gaji,
tampaknya memang telah membuat korupsi birokratis dapat sedikit
dikendalikan, tetapi untuk jenjang birokrasi tertentu pemberian kenaikan gaji
tidak selalu efektif untuk meredam nafsu birokrat untuk melakukan korupsi.
Meskipun demikian hubungan antara gaji pegawai negeri dengan tingkat
korupsi birokratis masih bersifat mendua (ambiguous)
2) Perspektif Budaya; Kemudian dengan pendekatan budaya, yang dimana
kepulauan riau mayoritas kesukuannya adalah suku melayu yang kuat akan
budaya. Hal ini perlu adanya pendidikan anti korupsi serta bimbingan teknis
untuk generasi muda sebagai upaya menciptakan generasi yang anti korupsi.
Meskipun menyelamatkan generasi muda, pencegahan ini perlu di lakukan
dalam upaya menyelamatkan kesejahteraan masyarakat ketika
mengurangnya tindakan korupsi di kepulauan riau.
3) Perspektif Etika dan Moral; Korupsi biasanya dimulai dari hal- hal kecil dan
suap tersembunyi. Jika pejabat tidak mampu mengendalikan diri dan
imannya lemah maka dia akan cenderung menerima berbabagi macam
25
bentuk suap, dan secara tidak sadar terperangkap dalam perilaku yang
bertentangan dengan nilai-nilai moral. Perspektif pengendalian diri bukanlah
perspektif yang absurd dan utopis, karena konsep ini didasari oleh kenyataan
bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk hidup berkelompok. Untuk
memenuhi kebutuhannya manusia harus melakukan interaksi dengan
manusia lain, harus mau dan bisa bekerja sama dengan manusia lain. Agar
interaksi dan kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik maka
pengendalian diri sangat dibutuhkan.
Konvensi ini mengikat secara hukum pada 14 Desember 2005, setelah negara
Ekuador, sebagai negara ke-30, meratifikasinya.
4.2. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan rekomendasi terkait:
1. Perlu adanya pendekatan reformasi birokrasi. Dengan diharuskan adanya
pendekatan situasi dan bertahap untuk mereformasikan dalam pencegahan korupsi
maka, langkah-angkah korupsi bisa dihindari konteks politik dan sosial masyarakat
untuk upaya mendorong warga mengutamakan kepentingan umum agar
terciptanya negara yang transparan kemudian dapat di pertanggungjawabkan.
2. Perlu adanya sistem manajeman kontroling. Hal ini perlu dilakukan dengan
meningkatkan pengawasan dan menyempurnakan sistem manajemen publik.
Adanya kebijakan dari pemerintah provinsi melalui inspektorat agar memperkuat
lembaga pengawasan.
3. Perlu adanya Pendidikan anti korupsi serta bimbingan teknis untuk menyelamatkan
generasi muda sebagai upaya menciptakan generasi yang anti korupsi.
4. Perlu adanya kekompakan masyarakat dalam menegakan hukum. Mencari dan
memperbanyak dukungan publik agar pemberian sanksi moral dapat dilaksanakan
secara optimal kepada koruptor seberat-beratnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Herlambang (2012). Belajar menanggulangi Korupsi dari Negara Lain. Supremasi Hukum,
2(23), 1-25. ISSN 1693 – 766X.
Mukodi. Afid Burhanuddin. (2014). Pendidikan Anti Korupsi. Pacitan: LPPM Press
Nanang T. Puspito Marcella Elwina S. dkk. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian
Setiawan, R. (2019). Strategi Pencegahan Korupsi di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal
Masyarakat Maritim, 3(1), 31-40. [online]. Tersedia:
https://scholar.archive.org/work/g23kisyfrfc37pmuja7cipqm44/access/wayback/https://
ojs.umrah.ac.id/index.php/jmm/article/download/1699/815/
Tompodung, SM. (2019). Aspek Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menurut
Instrumen Hukum Internasional. Jurnal Lex Crimen, 8(3), 39-46. [online]. Tersedia:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/viewFile/25629/25282
Zuber, Ahmad (2018). Strategi Anti Korupsi Melalui Pendekatan Pendidikan Formal dan KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi). Journal of Development and Social Change, 1(2),
178–190. [online]. Tersedia:
https://scholar.archive.org/work/asrlctrc7fedtlgn4uabbfql6u/access/wayback/https://jurn
al.uns.ac.id/jodasc/article/download/23058/pdf
29