Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI PEMBELAJARAN DARING MASA COVID 19

DAN RANCANGAN PEMBELAJARAN DALAM RPP

DISUSUN OLEH

NAMA PESERTA : ASMAWATI AMINUDDIN

NPK : 2914340042095

PEG ID : 40308914191002

NIM : 2008220029

BIDANG STUDI PPG : MATEMATIKA

MADRASAH ASAL : MAN SIDENRENG RAPPANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2022

1
REFLEKSI PEMBELAJARAN DARING MASA COVID 19 DAN RANCANGAN
PEMBELAJARAN DALAM RPP

A. Pembelajaran Daring Masa Pandemi Covid 19


Sekilas, penulis dalam menjalani profesi sebagai guru honorer di sebuah lembaga
madrasah negeri, khususnya di MAN Sidenreng Rappang Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan. Terkait kondisi pandemi
covid 19 mulai tahun pelajaran 2020/2021 ini, kami selaku guru honorer yang
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia melaksanakan proses pembelajaran
selama masa pandemi covid 19 dengan model pembelajaran daring full atau sering
disebut dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Di sini, kami selaku penulis khususnya guru bidang studi bahasa Indonesia
mencoba merefleksikan bagaimana kondisi pembelajaran jarak jauh pada jenjang
Madrasah Aliyah (MA) Khusunya di MAN Sidenreng Rappang, mungkin kalau
teman-teman melihat atau sedikit melirik sekilas pada timeline di media sosial, kurang
lebihnya sama seperti kerja dari rumah. Dimana hal-hal yang selama ini dapat
dirasakan dalam proses pembelajaran yang bersifat baru adalah rasa kaget bercampur
dengan rasa khawatir, merupakan rasa yang menggambarkan minggu pertama
pembelajaran jarak jauh dimulai. Ketika pemerintah mengumumkan masa pandemi di
Indonesia, khususunya di daerah kami di Sulawesi Selatan pun secara ‘dadakan’
memindahkan kegiatannya melalui dalam jaringan. Mana pula minggu berikutnya,
memasuki masa Penilaian Akhir Semester (PAS) bagi peserta didik. Terkait pada
persolan perangkat yang digunakan tidak siap, bahan ajar yang semestinya di harus
direalisasikan di madrasah secara tatap muka hanya dibaca saja melalui situs online
WA Group, yang proses pembelajaran digantikan dengan membuat banyaknya tugas
yang melalui aplikasi elearning madrasah (e.mansidrap.com) belum lagi rasa cemas
yang datang, menjadikan kami selaku pendidik ini berjalan cukup dramatis.
Beban yang berat itu pun harus dipikul oleh semua stakeholder yang ada di
lembaga madarasah kami. Apalagi yang berlatar belakang ilmu sosial, yang biasanya
lebih nyaman beraktivitas pada lingkungan yang banyak orangnya. Alhasil, ada rasa
kehilangan ketika harus membiasakan diri untuk bertemu dan bekerja hanya melalui
menatap layar laptop. Bosan seolah menjadi teman sejati dalam mengisi hari-hari
selama pembelajaran jarak jauh ini. Rasa kewalahan ini memang terasa amat wajar

2
karena biasanya intensitas menggunakan teknologi pun lebih rendah ketika sebelum
masanya pandemi. Sempat merasakan ‘kekosongan’ beberapa fungsi yang biasanya
berperan sebagai reminder dan kemudian diisi oleh guru selaku wali kelas dari satuan
pendidikan itu sendiri yang masuk pada WhatsApp Group (WAG).
Berikut adalah beberapa gambaran yang perlu kita refleksikan ulang mengenai
hal-hal yang didapatkan selama pembelajaran jarak jauh. Gambaran ini diambil dari
refleksi penulis sendiri dan hasil riset kecil-kecilan yang dilakukan oleh beberpa teman
seprofesi, kurangnya lebihnya adalah:
1. Masalah Disorientasi Waktu
Bagaimana rasanya jika tidak pernah keluar rumah, tidak lagi mengenal
jam, bahkan hari? Itulah gambaran beberapa cerita yang kami selaku penulis
dengar dari beberapa teman seprofesi yang melaksanakan proses pembelajaran
secara daring penuh. Biasanya, jika kita berkegiatan di luar rumah, batasan
mengenai waktu ini terasa sangat jelas. Kapan waktunya bekerja, kapan
waktunya belajar, dan kapan bagaimana bentuk dan cara meyampaikan materi
ajar, cara menyampaikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) harus
menggunaka aplikasi apa dalam menyampaiakna materi ajar, bentuk LKPD yang
harus dibuat dan disampaikan ada tidaknya sinyal internet, kuota kemudian
sampai waktunya beristirahat. Namun, semua berubah ketika semua dilakukan
dari rumah. Batasan-batasan ini menjadi cukup blur.
Entah apa yang membuat batasan ini blur, sebenarnya pada prinsipnya
bekerja dari rumah tak ubahnya sama seperti bekerja di kantor, begitu pula
dengan belajar. Namun, apakah karena semua mentang-mentang dilakukan dari
rumah, jadi bisa dikerjakan kapan saja? Apakah pola pikir seperti ini yang
menjadikan batasan waktu pun menjadi blur? Dan semuanya itu kami rasa iya.
Jika kita yang telah terbiasa bekerja secara remote, kita pun akan memahami
betul diri kita yang tidak enakan ini akan terus-terusan menerima pekerjaan
karena yang apa semua kan dikerjakan di rumah. Belum lagi, distraksi yang ada
di rumah sebenarnya jauh lebih besar, misalnya keinginan untuk rebahan karena
bekerja berdekatan dengan kasur.
Kemudian, jiwa main bergejolak untuk bisa mengerjakan tugas selaku
profesi di luar rumah karena menghindari distraksi ini. Lalu, siapa yang menjadi
dalang dibalik terjadinya kejadian seperti ini? Kalau bukan diri kita sendiri

3
selaku pendidik. Sesederhana begini, misalnya kita sudah punya pengalaman
bekerja selain di kantor, atau belajar. Biasanya kita sudah terbiasa menetapkan
batasan waktu atau deadline bagi kita sendiri. Berapa alokasi waktu untuk
belajar, waktu untuk bercengkrama, waktu untuk istirahat, dan waktu-waktu
lainnya. Coba bayangkan kalau kita tidak mempunyai manajemen waktu yang
baik seperti itu? Itu akan terbawa ketika kita berada dalam masa pandemi seperti
ini. Bisakah kita melepaskan diri dari belenggu seperti ini?
Masalah lainnya pun Fleksibilitas waktu juga menjadi aspek penting pada
masalah disorientasi ini. Sekarang, dapatkah kita mendefinisikan ulang waktu
sama seperti kegiatan yang biasanya. Menentukan batasan akan fleksibilitas ini
menjadi penting untuk mengatasi masalah disorientasi waktu ini. Kemudian,
masalah manajemen waktu secara personal pun juga dapat dilakukan agar bisa
tetap produktif, meskipun kita tahu tidak akan semaksimal seperti sebelum
pandemimuncul ketika kita merasa terjebak dengan rutinitas yang membosankan
di rumah, kebiasaan bodoh amat karena sudah terbiasa dijadwalkan kegiatannya
oleh wakakurikulum, juga menambah daftar panjang disorientasi waktu itu
sendiri.
Persoalan bisa menerima jadwal yang jelas, kemudian pihak-pihak yang
mengatur tersebut mempunyai prioritas lain, semuanya berubah jadi kacau.
Apakah masalah kita pada menghargai waktu yang menjadi penyebabnya.
Jawabannya, bisa jadi. Selama ini kita, sebelum pandemi, coba saja, pernah tidak
datang tepat waktu. Coba kebiasaan ini dibawa ke rumah, makanya jadwal
berubah jadi kacau dan ngaret tidak jelas. Alhasil, dampak dari ngaret ini
membuat kita pun terlena dan pekerjaan yang harusnya dilakukan tepat pada
waktunya berubah mundur semua.
Makanya, awalnya kita belajarnya pada malam hari, terus karena satu dan
lain hal, entah apa masalahnya, jadi mundur menuju ke tengah malam. Belum
utang-utang pekerjaan lain yang tertunda, karena pengaturan waktu kita yang
kurang baik, maka kita kerjakan pada larut malam juga. Sehingga hal lainnya jadi
masalah adalah waktu istirahat pun tersita, maka kita menggunakan waktu siang
sebagai penggantinya. Nah, bayangkan jika polanya berulang, kamu pun tidak
lagi bisa membedakan mana siang, mana malam. Hal itu bermula dari kamu yang

4
ngaret, kurang menghargai dan mengatur waktu. Jadi, kendalinya ada pada diri
kita sendiri sebenarnya.
2. Komunikasi Daring
Dalam sebuah intraksi terkait prihal komunikasi di luar jaringan, bukankah
biasanya kita memberikan gambaran kepada peserta didik untuk lebih
mengutamakan etika-etika tertentu, lalu, mengapa itu jauh berbeda ketika
berpindah ke dalam jaringan, apakah dengan kesemunanya itu kita merasa
terlindungi dari anonimitas?
Dengan adanya perpindahan yang terasa mendadak bagai tahu bulat,
komunikasi pada awal masa perpindahan terasa cukup terhambat. Kita pun
seolah ingin lari dari kestresan menggunakan media maya, memilih nyaman
berkomunikasi langsung. Sejatinya, memang tidak bisa digantikan makna
komunikasi langsungnya sih, cuman plis, ini pandemi. Diharuskan berada di
dalam rumah, bisakah kamu menurunkan egonya sedikit?
Karena pada dasarnya komunikasi merupakan cara kita manusia untuk
memenuhi kebutuhan kita akan kehadiran orang lain. Mungkin iya, bosan
menatap layar terus, namun kita tetap butuh orang lain. Hanya saja sulit untuk
ketemunya dan kadang masih ada juga yang memilih menghilang. Iya, boleh
sebenarnya, kita pun memberikan batasan antara dunia maya dan dunia nyata.
Lalu, kalau begini terus kita pun nggak bisa membangun aturan komunikasi
dalam jaringan yang ajeg kan? Karena kesepakatan kita aja terkait hal ini masih
beda-beda.
Kalau kita bandingkan kerelevanannya, bahwasanya tidak ada aturan yang
se-konkret dunia nyata, menjadikan komunikasi dalam jaringan sering menuai
hambatan. Memang kita tidak boleh dibutakan oleh keterbatasan komunikasi
dalam jaringan, misalnya via teks. Bukankah kita dulu pernah berkomunikasi via
surat, bagaimana cara orang dahulu berkomunikasi jarak jauh dan terasa dekat.
Apa bedanya dengan layar laptop sekarang. Iya, beda bentuknya saja. Sekali lagi,
bedanya bentuknya. Namun, kurang jelasnya bentuk komunikasi kita dalam
jaringan, membuat segalanya terhambat, yang dampaknya keburuknya
koordinasi dan berantem nggak jelas. Pesan yang ingin disampaikan hanya
sebait-bait, terputus, dan kadang belum jelas maksud pesannya untuk siapa. Bisa

5
dibilang pesan yang diterima terlalu banyak, kitanya nggak bisa memilah dengan
baik, sampai tidak tahu apa makna pesan yang disampaikan.
Persoalan yang sama dengan masalah-masalah komunikasi lainnya, seperti
menetapkan batasan waktu, keinginan untuk quality time, keharusan untuk
koordinasi pekerjaan, dan seterusnya. Hal inilah yang kurang lebihnya terjadi
pada awal masa pergeseran. Bisa jadi dimaklumi karena perubahan tersebut
membutuhkan waktu, tapi mau nunggu sampai kapan. Dari gambaran fenomena
tersebut di atas, mungkin dengan berjalannya waktu, sudah berapa bulan berlalu,
bentuk komunikasi daring pun juga perlu kita definisikan ulang maknanya sesuai
dengan keadaan kita yang sekarang.
3. Kesenjangan Digital Cukup Terasa
Persoalan digital ini tidak bisa dihindarkan selama pembelajaran jarak jauh.
Jangankan itu, sebelumnya juga masalah ini belum rampung, bahkan menambah-
nambah masalah baru. Persoalan mengenai kecakapan kita yang rendah, jaringan
yang tidak selamanya stabil, pemahaman kita akan informasi masih jauh dari
kata siap, perangkat yang kurang maksimal dimiliki untuk kebutuhan-kebutuhan
tertentu, website yang dipakai dipertanyakan privasi keamanannya, atau kadang
kesulitan untuk mengakses, lantas selaku pendidik dan juga pihak peserta didik
akan selalu mengatakan “terus apalagi”?
Selaku pendidik, tentunya persoalan perhatian kita tidak pernah selesai,
atau mungkin sengaja dibiarkan saja. Isu ini pernah kami selaku pendidik (guru)
membahas juga di ruangan. Kesenjangan digital seakan berubah menjadi musuh
nyata bagi kita sekarang ini, semuanya terhambat karena masalah ini. Memang
tidak bisa dipungkiri lagi. Lalu, pada siapa yang bisa mengatasi masalah ini.
Siapa yang punya kuasa atas hal ini. Lantas jawabannya tidakkan pernah muncul
dan terurai dalam sebuah konsep kalimat yang nyata dan jelas. Seharusnya dari
kemarin, kita yang udah hidup dalam era digital sudah hampir satu dekade atau
bahkan lebih tidak menyia-nyiakan isu ini sesepele itu. Karena masalah ini, jadi
musuh nyata.

6
4. Membangun Kembali Makna Pertemuan.
Masa pandemi ini adalah masa perenungan kembali untuk kita bisa
menghargai tiap pertemuan dalam proses pembelajaran secara tatap muka
(luring). Karena prihal bertemu orang lain adalah kemewahan yang bisa kita
dapatkan di masa-masa pandemi ini. Tunggu, seberapa rindunya kamu bertemu
dengan temanmu seprofesimu atau duduk di ruangan khusus atau ruang guru
menunggu jam tayang dalam kegiatan pembelajaran di setiap kelas
Sadarkah kita selama ini selalu menganggap enteng, entah apa alasannya.
Bisa jadi beda dengan penulis alasannya. Namun, pertemuan kembali dan kita
pun dituntut untuk menghargai kondisi orang lain yang selama ini sering kita
abaikan dengan mudahnya. Seanadainya dapat kita refleksiakandalam sebuak
alur narasi yang terurai rapi dalam sebuah cerita, itu bagaimanakah rasanya
berjauhan. Bukankah kita pernah meminta untuk berdiam diri di rumah saja.
Karena lelah dan mengeluh untuk bertemu berjam-jam di kelas, atau berdiskusi
di ruang guru. Sekarang, ironinya, keadaan tersebut yang kita rindukan. Semoga
setelah ini, kita bisa mendefinisikan ulang artinya pertemuan, dan juga berempati
dengan orang lain. Sesimpel itu, jika kita mau menurunkan ego kita., sehingga
tanpa kita sadari dalam benk kita selaku pendidik akan bertanya pada diri sendiri
bahkan sesame pendidik mengenai apakah efektif atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan ini, balik lagi dengan perspektif apa yang
kamu gunakan dalam menghadapi permasalahan ini. Karena sejatinya, kita bisa
melihat sisi positif dan negatif dalam hidup kita, apalagi saat pandemi ini. Dan
bisa jadi jawaban ini tergantung pada konteks apa yang dihadapi, karena gue
percaya pasti tiap tempat punya konteksnya yang beda-beda. Bisa dibilang ada
rasa efektifnya karena kita bisa mendefinisikan ulang hal-hal yang pernah terlupa
dalam hidup kita. Ini waktunya kita memberikan ruang dan tantangan bagi diri
sendiri untuk berkembang jauh dari yang sebelum-sebelumnya. Sudah dapat ilmu
apa saja selama pembelajaran jarak jauh. Lalu, jawaban dari pertanyaan ini bisa
jadi dibilang tidak efektif karena adanya beberapa kendala yang belum
terselesaikan sebelum pandemi dan ketidaksiapan serta kewalahan ini yang
belum bertemu pada solusi terbaiknya. Entah itu bermasalah dari strukturnya,
birokrasinya yang ribet, inkonsistensi peran aktornya, dan masalah-masalah
lainnya bisa jadi penyebab dari ketidak efektifan ini.

7
Terlepas dari efektif atau tidaknya, kita sebenarnya belajar untuk
menghadapi kondisi ketidaksempurnaan yang selama ini terjerembab pada
pikiran kita yang terlalu ideal. Termasuk kondisi pembelajaran jarak jauh ini.
Adanya pandemi ini, seperti yang banyak dibahas oleh banyak orang, ujung-
ujungnya akan membawa kondisi yang new normal.
5. Efektif atau tidak
Untuk menjawab pertanyaan ini, balik lagi dengan perspektif apa yang
kamu gunakan dalam menghadapi permasalahan ini. Karena sejatinya, kita bisa
melihat sisi positif dan negatif dalam hidup kita, apalagi saat pandemi ini. Dan
bisa jadi jawaban ini tergantung pada konteks apa yang dihadapi, karena penulis
sekaligus sebagai pendidik pada lembaga pendidikan negeri yang bersangkutan,
khusnya di MAN Sidenreng Rappang Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang Provinsi Sulawesi Selatan percaya pasti tiap tempat punya konteksnya
yang beda-beda.
Multi persepsi yang muncul dianatara kaum pendidik, dibilang ada rasa
efektifnya karena kita bisa mendefinisikan ulang hal-hal yang pernah terlupa
dalam hidup kita. Ini waktunya kita memberikan ruang dan tantangan bagi diri
sendiri untuk berkembang jauh dari yang sebelum-sebelumnya. Sudah dapat ilmu
apa saja selama pembelajaran jarak jauh? Lalu, jawaban dari pertanyaan ini bisa
jadi dibilang tidak efektif karena adanya beberapa kendala yang belum
terselesaikan sebelum pandemi dan ketidaksiapan serta kewalahan ini yang
belum bertemu pada solusi terbaiknya. Entah itu bermasalah dari strukturnya,
birokrasinya yang ribet, inkonsistensi peran aktornya, dan masalah-masalah
lainnya bisa jadi penyebab dari ketidak efektifan ini.
Terlepas dari efektif atau tidaknya, kita sebenarnya belajar untuk
menghadapi kondisi ketidaksempurnaan yang selama ini terjerembab pada
pikiran kita yang terlalu ideal. Termasuk kondisi pembelajaran jarak jauh ini.
Adanya pandemi ini, seperti yang banyak dibahas oleh banyak orang, ujungnya
akan membawa kondisi yang new normal. Sekarang, gimana caranya kita
bertaha. Jangan –jangan hal itu semua adalah semata-mata sebagai latihan
menerima kondisi tanpa menyalahkan mungkin akan membantu kita bertahan.

8
B. Perangkat Pembelajaran (RPP)
1. Identifikasi masalah-masalah pembelajaran yang saya hadapi.
Identifikasi masalah-masalah pembelajaran
Perencanaan  Merumuskan Indikator yang relevan dengan Kompetensi
Dasar (KD) khsusnya dalam pembelajaran Matematika
jenjang Madrasah Aliyah (MA) khsusnya MAN Sidenreng
Rappang Kec. Baranti Kab. Sidenreng Rappang Prov.
Sulawesi Selatan.
 Pengorganisasian materi, media, sumber
 Perencanaan skenario/langkah pembelajaran
 Melengkapi uraian materi dari berbagai sumber rujukan
 Merencanakan alat evaluasi dalam bentuk Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD)
Pelaksanaan  Mengelola tugas rutin, fasilitas belajar, dan pengalokasian
waktu pembelajaran baik pada bagian pendahuluan, inti dan
penutup
 Menerapkan strategi pembelajaran (Model dan Pendekatan
Pembelajaran)
 Berkomunikasi dengan peserta didik
 Mendemontrasikan variasi metode mengajar
 Mendorong dan menggalakkan keterlibatan peserta didik
dalam proses pembelajaran
 Melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar
 Menutup pelajaran
Hasil  Peserta didik Aktif dalam proses KBM
Pembelajaran  Peserta didik dapat bekerja sama dengan teman lainnya
 Peserta didik memiliki keberanian untuk bertanya dan
mengemukakan pendapatnya sendiri
 Peserta didik memahami konsep dengan baik
 Peserta didik memuliki keterampilan tertentu

9
2. Refleksi aktifitas pembelajaran
Pokok-Pokok Hasil Refleksi
Perencanaan  Penulis sekaligus sebagai Pendidik berusaha merumuskan
berdasarkan kompetensi dasar dan berpedoman pada buku paket
yang digunakan peserta didik. selanjutnya saya juga diskusi
dengan pendidik lain (teman sejawat) dalam kegiatan MGMP
maupun yang namnya AKG
 Materi yang saya ajarkan berdasarkan kurikulum yang telah
ditetapkan dan juga bersumber dari buku paket yang digunakan
oleh pendidik. Media yang saya gunakan adalah alat peraga
pembelajaran yang diberikan oleh sekolah baik yang bersifat
alamiah atau yang mengacu pada persoalan IT
Setiap kegiatan pembelajaran akan membutuhkan beberapa
perangkat pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh seorang
guru. Perangkat pembelajaran itu antara lain: Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Bahan Ajar, LKPD (Lembar
Kerja peserta didik), Media pembelajaran dan perangkat evaluasi
pembelajaran. Dalam hal ini saya akan membahas tentang media
pembelajaran. Menurut saya media pembelajaran dalam kegiatan
atau proses belajar mengajar sangat penting, karena tanpa ada
media kegiatan belajar terutama dalam penyampaian materi tidak
bisa berlangsung dengan baik.
Media pembelajaran sangat dibutuhkan oleh seorang guru
sebagai alat meyampaikan materi kepada peserta didik agar
materi itu bisa dengan mudah di pahami oleh peserta didik.
Menurut saya dengan adanya media pembelajaran ini sangat
mempermudah guru dalam mengajar, peserta didik juga terlihat
lebih senang mengikuti pembelajaran yang disampaikan dengan
media yang menarik, media yang saya buat ini dengan media
Power point. Rasanya berbeda sekali mengajar dengan
menggunakan media yang menarik untuk peserta didik

10
dibandingkan dengan kegiatan mengajar yang hanya ceramah
dan mengandalkan buku paket. Pengalaman mengajar yang saya
rasakan ketika kita mengajar dengan menggunakan media yang
menarik perhatian peserta didik dan media yang sesuai dengan
materi yang diajarkan tentunya proses pembelajaran akan lebih
bermakna.
Di dalam media pembelajaran itu sudah memuat semua materi
yang akan di ajarkan, video yang akan ditayangkan untuk
memperjelas materi kepada peserta didik dan juga sudah ada
kegiatan evaluasi apa saja yang akan dikerjakan oleh peserta
didik. Jadi ketika seorang guru sudah siap dengan media
pembelajaranyang telah di susun pasti kegiatan pembelajaran
bisa berjalan dengan baik.
 Untuk melengkapi uraian materi saya mengambil materi dari
buku paket yang peserta didik gunakan, dan saya juga
mengambil dari beberapa buku lainnya terkait materi ajar yang
akan direalisasikan pada saat proses belajar mengajar secara
formal di dalam kelas baik yang bersifat faktual, konseptual,
prinsif, prosedural dan metakognitif.
 Pembelajaran yang paling umum dilakukan yaitu dengan cara
mengulas kembali materi belajar sebelumnya. Biasanya dapat
dilakukan secara mandiri, Yaitu membaca dari awal semua
catatan yang berkaitan kemudian memahaminya dan mencatat
poin-poin penting. Setelah selesai mencatat baru kemudian
menutup catatan tersebut. Lalu menjelaskan sendiri di depan
kamera perekam atau orang lain untuk membantu menyimak
tanpa melihat buku. Cara satu ini dinilai mampu membuat
peserta didik memahami materi dan bisa menjelaskan, tidak
hanya sekedar menghafal.
 Setelah proses belajar mengajar selesai, saya menyuruh peserta
didik menyimpulkan pelajaran yang baru selesai saya berikan
secara individu untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap materi yang baru saja telah mereka

11
belajar.

Pelaksanaan  Pada setiap pertemuan saya memberikan pekerjaaan rumah,


apabila ada beberapa peserta didik yang tidak mengerti saya
akan menjelaskannya lagi, Saya juga memperhatikan buku
catatan yang mereka punya pada saat belajar di ruangan.
 Dalam berkomunikasi dengan peserta didik, saya menggunakan
bahasa Indonesia yang umum digunakan, namun ada juga
sesekali saya gunakan bahasa daerah sendiri (Penendem
Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur) agar lebih
mudah dipahami oleh peserta didik dan supaya lebih dekat
dengan peserta didik juga
 Dalam menyampaikan materi pelajaran saya tidak menggunakan
satu metode, akan tetapi saya menggunakan beberpa metode
supaya lebih bervariasi. Adapun metode yang saya gunakan
adalah, Diskusi, Tanya jawab, Ceramah, dan penugasan.
Selanjutnya terkait masalah model pembelajaran yang digunakan
tertumpu pada model PBL dan PJBL
 Sebelum saya melaksanakan pembelajaran, saya belajar untuk
lebih mengetahui materi pelajaran yang akan saya ajarkan
dengan sebaik-baiknya supaya pada saat menyampaikan materi
pada peserta didik tidak ada kesalahan konsep.
 Untuk mendorong keterlibatan peserta didik dalam proses
pembelajaran, saya memotivasi peserta didik untuk lebih
bersikap disiplin menjaga kerapian dan kebersihan.
 Setelah semua pembahasan materi selesai, maka saya akan
evaluasi dengan memberikan pertanyaan secara individu untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik pada materi
yan telah saya ajarkan.
  Setelah proses belajar mengajar selesai maka saya mereview
kembali terkait hasil belajar peserta didik dan langkah terakhir
adalah memberikan tindak lanjut berupa pengayaan maupun
berupa remdial dalam bentuk pemberian soal essay atau yang

12
sejenis dengan tujuan semata-mata untuk mencapai target
penilaian atau hasil evaluasi yang sesuai dengan KKM.
Hasil  Ranah Domain Afektif (Nilai dan Sikap) yang disertai jurnal dan
Pembelajaran rubric penilaian
 Ranah Domain Kognitif (Pengetahuan) yang disertai jurnal dan
rubric penilaain
 Ranah Domain Psikomotor (Keterampilan) yang diserta dengan
jurnal dan rubrik penilaian

3. Identifikasi masalah pembelajaran saya yang penyelesaiannya dapat


dilakukan melalui PTK
a. Pendekatan dan metode pembelajaran yang telah direncanakan tidak saya
kembangkan dengan maksimal. Setiap peserta didik memiliki tingkap
pemahaman yang berbeda-beda satu dengan lainnya. wajar saja karena
diciptakan dengan kepala dan pikiran tidak serupa. Itulah sebabnya seringkali
satu metode yang diterapkan di sekolah atau tempat belajar lalu digunakan
banyak murid dinilai kurang efektif.
b. Akibatnya ada peserta didik yang tertinggal karena tidak mampu mengikuti.
Juga terdapat pula anak dengan kategori cepat menangkap materi sehingga
tergolong pandai. Inilah pentingnya melakukan refleksi setiap murid untuk
mengatakan kesulitan menggunakan metode belajar yang sudah disepakai
a. Penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang tidak maksimal
b. Peserta didik tidak antusias dan bersemangat dalam proses pembelajaran
c. Rendahnya hasil tes formatif peserta didik.

4. Tindakan pemecahan untuk mengatasi masalah yang saya pilih:


Dari indentifikasi masalah diatas dan utuk mengatasi masalah tersebut,
akhirnya saya memutuskan untuk merubah pendekatan pembelajaran dan

13
memaksimalkan penggunaanya dengan pendekatan pembelajaran tipe Saintifik
(scientific approach) yang menerapkan model pembelajaran yang menggunakan
kaidah-kaidah keilmuan yang memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data
melalui observasi, menanya, eksperimen, mengolah informasi atau data, kemudian
mengkomunikasikan.
Rencana tindak lanjut dalam proses pembelajaran berikutnya yaitu
merencanakan perilaku di hari-hari kedepan guna memperbaiki kebiasaan buruk
dalam belajar. Sebelum memutuskannya, maka terlebih dahulu harus mengetahui
kesalahan-kesalahan seperti apa yang bisa menghambat kegiatan belajar. Setelah
memahaminya itu pertanda bahwa Anda sadar akan hal-hal buruk yang sering
dilakukan. Untuk merubahnya membutuhkan kemauan dan niat. Caranya
mengurangi intensitas perilaku buruk yang akan berdampak pada kualitas belajar
dan menggantinya dengan cara positif, berbanding terbalik dengan sebelumnya.
Selanjutnya untuk menambah wawasan sebagai pendidik, saya aktif pada
kegiatan MGMP sebagai wadah untuk saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan sesama pendidik. Terkhusus masalah yang dihadapi pada masa
pandemi covid 19, merancang Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP) dan lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD) sehingga terlaksananya pembelajaran inovatif.
Sebagai lampiran dalam refleksi diri kami lampirkan RPP yang kami
rancang sebelum dan pada masa pendemi:

14

Anda mungkin juga menyukai