Dalam Konferensi Menteri Pendidikan Negara-negar berpenduduk besar di New Delhi tahun 1996,
menyepakati bahwa pendidikan Abad XXI harus berperan aktif dalam hal; Mempersiapkan pribadi sebagai
warga negara dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab; Menanamkan dasar pembangunan
berkelanjutan bagi kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup; Menyelenggarakan pendidikan
yang berorientasi pada penguasaan, pengembangan, dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
demi kepentingan kemanusiaan.
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi sebagai kelompok MPK diharapkan dapat mengemban misi
fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Melalui pengasuhan Pendidikan Kewarganegaraan di
perguruan tinggi yang substansi kajian dan materi instruksionalnya menunjang dan relevan dengan
pembangunan masyarakat demokratik berkeadaban, diharapkan mahasiswa akan tumbuh menjadi ilmuwan
atau profesional, berdaya saing secara internasionasional, warganegara Indonesia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
b.
Dalam kurun dasa warsa terakhir ini, Indonesia mengalami percepatan perubahan yang luar
biasa. Misalnya, loncatan demokratisasi, transparansi yang hampir membuat tak ada lagi batas kerahasiaan di
negara kita, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya dirahasiakan. Liberalisasi bersamaan dengan demokratisasi
di bidang politik, melahirkan sistem multi partai yang cenderung tidak efektif, pemilihan presiden – wakil
presiden secara langsung yang belum diimbangi kesiapan infrastruktur sosial berupa kesiapan mental elit
politik dan masyarakat yang kondusif bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat. Kekuasaan DPR-DPRD
yang sangat kuat seringkali disalahgunakan sebagai ajang manuver kekuatan politik yang berdampak
timbulnya ketegangan-ketegangan suasana politik nasional, dan hubungan eksekutif dan
legeslatif. Pengembangan otonomi daerah berekses pada semakin bermunculan daerah otonomi
khusus, pemekaran wilayah yang kadang tidak dilandasi asas-asas kepentingan nasional sehingga sistem
ketatanegaraan dan sistem pemerintahan terkesan menjadi «chaos» .
Sejauh mana kekuatan setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk mengadaptasi nilai-nilai asing
tersebut. Bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sangat rentan terkooptasi nilai-nilai
asing yang cenderung berorientasi praktis dan pragmatis dapat menggeser nilai-nilai dasar
kehidupan. Kecenderungan munculnya situasi semacam ini sudah mulai menggejala di kalangan masyarakat
dan bangsa Indonesia saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan bahkan para elit yang sudah
semakin melupakan peran nilai-nilai dasar yang wujud kristalisasinya berupa Pancasila dalam perbincangan
lingkup ketatanegaraan atau bahkan kehidupan sehari-hari. Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya
dalam praktik ketatanegaraan dan produk kebijakan-kebijakan pembangunan. Segala titik kelemahan pada
Orde Baru linier dengan Pancasila. Akibat yang timbul dari kesalahan pemahaman tentang Pancasila ini
sebagian masyarakat menyalahkan Pancasila, bahkan anti Pancasila. Kenyataan semacam ini sekarang sedang
menggejala pada sebagian masyarakat Indonesia. Kesalahan pemahaman ini menjadikan masyarakat telah
kehilangan sumber dan sarana orientasi nilai.
Disorientasi nilai dan distorsi nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia dewasa ini. Disorientasi nilai
terjadi saat masyarakat menghadapi masa transisi dan transformasi. Dalam masa transisi terdapat peralihan dari
masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa, dari
tipologi masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dari mayarakat paternalistik ke arah masyarakat
demokratis, dari masyarakat feodal ke masyarakat egaliter, dari makhluk sosial ke makhluk ekonomi. Dalam
proses transisi ini menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia mengalami kegoyahan konseptual tentang
prinsip-prinsip kehidupan yang telah lama menjadi pegangan hidup, sehingga timbul kekaburan dan
ketidakpastian landasan pijak untuk mengenali dan menyikapi berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi.