PERSPEKT IF MEDIA MASSA DARING (ONLINE) T ERHADAP LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN T RA…
Umi Farida
T HE SPEECH ACT EXPRESSIVE FUNCT IONS WIT HIN T HE INT ERACT IONS OF T OURISM ACT ORS WIT H …
Lingua Idea
Jascha Dewangga, Lea Santiar/ CHIE: Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang Vol.9 (2) (2021)
Abstract
___________________________________________________________________
Greetings are one of the keys to striking a conversation. The relationship between the speakers could be measured
through the greetings used. Therefore understanding greeting usage is necessary for maintaining an interpersonal
relationship. Nevertheless, there is a difference between greetings thought within Japanese textbooks and greetings
in daily usage. Thus, this study discusses the usage of 'otsukare' in Japan, especially among Japanese university
students, collected through a questionnaire regarding 'otsukare' usage. The questionnaire was designed based on
sociolinguistics concepts, asking when to whom and how 'otsukare' is used. The textbook "Minna no Nihongo"
will be used to comprehend how Daihatsu is taught to Japanese language learners. Forty university students of
native Japanese participated, and as a result, it was discovered regarding the usage of 'otsukare' First, 'otsukare' is
used to greet seniors, juniors, and friends. Second, native Japanese speakers prefer to use 'otsukare' on departing.
Third, nevertheless, some people also use 'otsukare' to greet people as an opening greeting. Native Japanese speakers
consider the usage of 'otsukare' in the morning as opening greetings is not against the rule of greetings. Finally, the
gap between Japanese teaching abroad is that 'otsukare' is not used correctly as an opening greeting.
surel. Di sisi lain, sedikit responden perempuan selesai bekerja. ‘Otsukare’ hanya boleh digunakan
yang mendukung penggunaan “otsukare” sebagai kepada orang dengan posisi yang lebih rendah dan
aisatsu di awal percakapan langsung, namun tidak boleh digunakan kepada orang dengan posisi
mendukung penggunaan “otsukare” sebagai kata di atas dirinya.
sapaan yang mengawali surel (Shioda, 2012). Sebaliknya, ada juga siswa yang menjawab,
Dari penelitian penggunaan ucapan salam bahwa ‘otsukare’ boleh di pakai terhadap orang
pada surel telepon genggam diketahui bahwa juga yang memiliki posisi lebih tinggi atau lebih rendah
terjadi perubahan bunyi dari kata ‘konbanwa’ dari dirinya (Kageyama,2015). Kedekatan dan
menjadi ‘konbanmi’, ‘konnnichiwa’ menjadi status yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur
‘konchya’ (Sakai, 2018). memiliki peranan yang penting dalam
Selanjutnya, sebagaimana dilakukan oleh mengucapkan kata sapaan. Ketika penutur dan
Shioda (2012), Liang Yu dkk (2015) meneliti mitra tutur memiliki hubungan yang dekat, serta
penggunaan aisatsu ‘otsukare’ dalam media status sosial yang tidak berbeda, penutur
hiburan Jepang, dan ditemukan ‘otsukare' cenderung menyambut mitra tutur dengan
digunakan (1) ketika berpisah dengan seseorang, ‘otsukare’ atau kata sapaan informal (Noma dan
(2) ketika berjumpa dengan seseorang di tempat Iida, 2018).
kerja, (3) untuk mengawali pembicaraan di Untuk menganalisis ucapan salam,
telepon, (4) sebagai ekspresi rasa terima kasih atas digunakan teori sosiopragmatik yang
kerja keras seseorang, (5) sebagai ekspresi mempertimbangkan faktor-faktor identitas mitra
menghargai kelelahan bekerja terhadap orang tutur, waktu, tempat dan situasi peristiwa tutur
yang kembali dari dinas luar, mitra kerja yang (Sulistyaningrum, 2018).
tetap bekerja di kantor, (6) ketika selesai Dari hasil penelusuran penelitian ucapan
mengerjakan pekerjaan, suatu acara, bimbingan, salam dan ‘otsukare’, diketahui bahwa telah terjadi
dan lain-lain (Liang Yu dkk, 2015). pergeseran penggunaannya, dari ujaran terhadap
Perubahan bukan saja terjadi pada situasi mitra tutur superior ke rekan dan inferior, serta
penggunaannya, namun juga pada bentuk (form). waktu pengucapan dari salam perpisahan menjadi
Misalnya bentuk ucapan selamat pagi, ‘osu’ salam pembuka.
menggantikan ‘ohayogozaimasu’, dan ucapan Berlandaskan pengetahuan ini, penelitian
selamat tinggal dari ‘sayonaraba’ telah berubah ini akan mengidentifikasi penggunaan salam
menjadi ‘sayonara’, kemudian bervariasi menjadi ‘otsukare’ di kalangan mahasiswa Jepang, dan
‘sainara’. Bersamaan dengan perubahan bentuk, perbedaannya apa yang diajarkan melalui buku
terjadi juga pergeseran fungsi, khususnya ajar Bahasa Jepang. Dengan demikian, penelitian
kesantunan (Kuramochi, 2013). ini berupaya mengidentifikasi rumpang yang
Ketika membandingkan penggunaan terdapat antara materi ajar dengan realita
‘konnichiwa’ dengan ‘otsukare’ di kalangan penutur penggunaan aisatsu ‘otsukare’ di kalangan
asing di universitas Jepang, diketahui bahwa mahasiswa Jepang. Hasil penelitian ini dapat
pengguna aisatsu ‘otsukare’ memposisikan dirinya dijadikan referensi untuk memperkaya materi ajar
sebagai orang yang berempati terhadap mitra tutur maupun penjelasan tambahan oleh pengajar pada
yang telah bekerja keras. Rasa empati ini waktu mengajarkan berbagai ucapan salam.
membuat posisi penutur dan mitra tutur menjadi Analisis aisatsu ‘otsukare’ dilakukan
sama, dan membuat keduanya berada pada posisi menggunakan teori sosiolinguistik yang oleh G,E.
yang sama (uchi), dan memunculkan rasa Booij, J.G. Kersten, dan H.J. Verkuyl (1975),
keakraban. Karena itu, penggunaan ‘konnichiwa’ dimana dinyatakan bahwa sosiolinguistik
terasa kaku dan membuat keduanya tetap berada merupakan subdisiplin ilmu bahasa yang
di kutub yang berseberangan, dengan hubungan mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan
berseberangan (soto) yang formal. Dari responden dalam penggunaan bahasa dan pergaulan sosial.
penutur asing, diketahui pula bahwa mereka Faktor sosial antara lain ialah status sosial, tingkat
hanya mempelajari ‘otsukare’ diucapkan telah pendidikan, ekonomi, usia, agama, jenis kelamin
dan lain lain. (Chaer dan Agustina, 2010). Selain adalah penutur jati Jepang. Penelusuran buku ajar
sosiolinguistik, analisis juga dilakukan mengacu Minna no Nihongo dilakukan untuk memastikan
pada kajian sosiopragmatik, yaitu telaah fungsi aisatsu ‘otsukare’ yang telah dipelajari dan
mengenai kondisi-kondisi setempat atau kondisi- tidak dipelajari, namun berterima dalam
kondisi lokal yang lebih khusus mengenai masyarakat Jepang.
penggunaan bahasa (Tarigan, 2015). Dalam pembuatan kuesioner, penulis juga
Sosiopragmatik didasarkan pada kenyataan mempertanyakan cara penggunaan aisatsu yang
bahwa prinsip kerja sama dan prinsip sopan digunakan pada umumnya. Pada penelitian ini
santun beroperasi secara berbeda dalam aisatsu yang dikategorikan sebagai aisatsu umum
kebudayaan dan masyarakat bahasa yang adalah 'ohayougozaimasu’, ‘konnichiwa’,
berbeda, dalam situasi-situasi yang berbeda dan ‘konbanwa’, ‘sayounara’, dan ‘mata’. Akan tetapi,
dalam kelas-kelas sosial yang berbeda (Leech, dalam kuesioner ‘sayounara’ dan ‘mata’ tidak
2011). Penutur ujaran salam perlu memahami dibedakan, karena dalam penelitian ini penulis
budaya masyarakat bahasa tersebut, karena hanya ingin mengetahui perbedaan cara
bahasa merupakan manifestasi budaya (Gunter penggunaan aisatsu umum dan ‘otsukare’.
dkk, 2009). Sayounara dan mata digunakan untuk
Fokus permasalahan dalam penelitian ini merepresentasikan kata sapaan yang digunakan
adalah adanya penggunaan ucapan salam ketika berpisah dalam bentuk formal (sayounara)
‘otsukare’ yang berbeda antara realitas penggunaan dan bentuk informal (mata).
oleh penutur jati, dalam hal ini khususnya Selanjutnya, dalam penelitian ini aisatsu
mahasiswa Jepang dengan konsep penggunaan yang menjadi pusat perhatian adalah ‘otsukare’,
ucapan salam ‘otsukare’ yang diajarkan selama dalam penelitian ini penulis akan hanya
proses pembelajaran Bahasa Jepang. Tujuan memaparkan data seputar ‘otsukare’. Jika dalam
penelitian ini adalah mengidentifikasi rumpang menganalisis ‘otsukare’ perlunya pemaparan data
penggunaan aisatsu ‘otsukare’ di kalangan aisatsu lainnya, maka penulis akan memaparkan
mahasiswa Jepang dengan penggunaan yang data aisatsu tersebut sebelum menganalisis cara
diajarkan. penggunaan ‘otsukare’. Berikutnya, dalam
Penelitian ini merupakan penelitian kuesioner penulis tidak membedakan ‘otsukare’
deskriptif kualitatif yang menggunakan metode yang digunakan sebagai salam formal dan
penelitian kuantitatif sebatas penghitungan hasil informal, sehingga ‘otsukaresamadesu’ dan
jawaban kuesioner yang disebarkan kepada ‘otsukare’ akan disebut sebagai ‘otsukare’.
mahasiswa Jepang. Kuesioner digunakan untuk Responden berjumlah 40 orang mahasiswa
mengumpulkan data realitas penggunaan aisatsu penutur jati berkuliah di universitas Jepang.
‘otsukare’. Pertanyaan disusun dan dianalisis Variabel analisis penggunaan ‘otsukare’ adalah
mengacu pada teori sosiolinguistik dan waktu, tempat tutur, dan mitra tutur. Waktu
sosiopragmatik. Penelusuran bahan ajar Bahasa penggunaan ‘otsukare’ dibedakan pagi, siang, sore,
Jepang dilakukan untuk melihat materi dan malam. Ini dilakukan dengan pertimbangan
pembelajaran aisatsu tingkat dasar, yang setara bahwa dari makna dasarnya, ‘otsukare’ merupakan
JLPT N4 atau CEFR A2. ucapan menghargai kerja mitra tutur, sehingga
Penelitian ini merupakan penelitian awal diduga akan sering digunakan di sore atau malam
yang diharapkan dapat memberikan gambaran hari.
mengenai penggunaan salam ‘otsukare’ dalam Selain waktu, diamati juga
praktik sesungguhnya. penggunaan’otsukare’ pada situasi pertemuan atau
perpisahan. Tempat tutur adalah universitas yang
METODE
dibagi menjadi lingkungan kampus pada kegiatan
Penelitian ini dilakukan dengan formal dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)
pengumpulan data melalui kuesioner yang disebar yang kegiatannya non formal. Sebagaimana
ke 40 mahasiswa perguruan tinggi Jepang, yang dikemukakan oleh Booij dkk dalam Chaer dkk
(2010) bahwa faktor-faktor sosial berperan dalam latihan menyimak, penutur asing diminta untuk
penggunaan bahasa dan pergaulan sosial. memilih gambar yang menunjukkan percakapan
Selanjutnya, Sebagai mitra dalam berlangsung pada pagi hari untuk menjawab
kuesioner adalah guru, kakak kelas, adik kelas, pertanyaan yang diberikan.
teman, orang yang dikenal, dan pilihan ‘tidak Selanjutnya adalah ucapan salam
menggunakan’, yang disusun berdasarkan strata ‘konnichiwa’ diterjemahkan ke dalam bahasa
status sosial tertinggi ke terendah. Variasi pilihan inggris sebagai ‘Hello’, jika diterjemahkan ke
mitra tutur disediakan untuk mengetahui apakah dalam bahasa Indonesia kata tersebut bermakna
status sosial menjadi penentu penggunaan aisatsu ‘Halo’. ‘Konnichiwa’ muncul pada bab 2, bab 30,
‘otsukare’. Responden boleh memilih lebih dari dan bab 36. Pada bagian percakapan, keterangan
satu mitra tutur. Jika merasa tidak menggunakan mengenai jam berapa percakapan berlangsung
‘otsukare’, maka responden memilih ‘tidak tidak diberikan.
menggunakan’. Dengan demikian, penutur asing yang
melihat gambar tersebut hanya dapat berasumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN kalau fungsi ‘konnichiwa’ sama dengan ‘Halo’,
a. Pembelajaran Aisatsu dalam Buku Ajar sesuai dengan apa yang tertera pada buku
Pada bagian ini penulis mengidentifikasi terjemahan. Kata sapaan ‘konnbanwa’
bagaimana aisatsu ‘otsukare’ diajarkan kepada diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai
penutur asing melalui buku ajar Bahasa Jepang. ‘Good Evening’. Ketika ‘konbanwa’ diterjemahkan
Dalam hal ini mengacu pada ”Minna no Nihongo ke dalam bahasa Indonesia, makna kata tersebut
Elementary I Second Edition Main Text” dan adalah ‘Selamat Sore’ atau ‘Selamat Malam’.
“Minna no Nihongo Elementary II Second ‘Konbannwa’ dapat dilihat pada bab 9 di bagian
Edition Main Text”, masing-masing terdiri dari 25 percakapan. Pada bagian percakapan, keterangan
pelajaran. mengenai jam berapa percakapan berlangsung
Ucapan salam yang diajarkan melalui buku tidak diberikan, penutur asing hanya dapat
ajar tersebut adalah ohayougozaimasu, berasumsi penutur sedang menelepon mitra tutur
konnichiwa, konnbanwa, oyasuminasai, pada sore atau malam hari.
sayounara, matane, arigatougozaimasu, Untuk aisatsu yang digunakan ketika
sumimasen, otsukaresamadeshita dan berpisah, yaitu ‘sayounara’ diterjemahkan dalam
onegaishimasu. Cara penggunaan dan pengertian bahasa Inggris sebagai ‘Goodbye’. Ketika
aisatsu tidak rinci jelaskan, hanya terjemahannya ‘sayounara’ diterjemahkan ke dalam bahasa
saja. Sehingga pembelajar asing tidak sepenuhnya Indonesia, makna kata tersebut adalah ‘Selamat
memahami konteks penggunaannya. Dalam buku Tinggal. ‘Sayounara’ dapat dilihat pada bab 9
pendamping Minna no Nihongo Elementary bagian percakapan. Pada bagian contoh kalimat,
Japanese I Second Edition Translation & seseorang bertanya mengenai sebutan kata sapaan
Grammar Notes – English aisatsu ‘Goodbye’ dalam bahasa Jepang, lalu dibalas
‘ohayougozaimasu’ diartikan sebagai ‘Good dengan ‘sayounara’. Aisatsu ‘mata’ atau ‘ja, mata’
Morning’, jika kata tersebut diterjemahkan ke diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘See
dalam bahasa Indonesia, makna kata tersebut you’, yang diterjemahkan ke dalam bahasa
adalah ‘Selamat pagi’. ‘Ohayougozaimasu’ Indonesia, menjadi ‘Selamat Tinggal. ‘Ja, mata’
muncul pada bab 1 di bagian percakapan, latihan dapat dilihat pada bab 6 bagian percakapan. Pada
soal C, dan pada soal latihan pendengaran, lalu bagian percakapan, ‘ja mata’ digunakan ketika
pada bab 38, dan bab 49 di bagian percakapan. penutur berpisah dengan mitra tutur.
Pada bagian percakapan dan bagian latihan soal Ucapan salam ‘otsukare’, hanya muncul
C, keterangan mengenai jam berapa percakapan pada buku ajar jilid II. Pada buku terjemahan
berlangsung tidak diberikan, penutur asing hanya pendamping, ‘otsukare’ atau yang ditulis dalam
dapat berasumsi kalau percakapan tersebut buku ini sebagai “otsukaresamadeshita”
berlangsung pada pagi hari. Akan tetapi pada soal diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai
“Thank you for your hard work”, dan dalam Bahasa (1) Penggunaan ‘Otsukare’ pada Pagi Hari
Indonesia menjadi “Terima kasih atas kerja Penggunaannya pada saat bertemu dengan
kerasnya”. Sebagai keterangan tambahan, tertulis tempat berbeda, dapat dilihat pada Grafik 1 dan
“used to express appreciation for a colleague’s or Grafik 3. Hampir setengah dari responden
subordinate work”. Dengan demikian dapat menyatakan tidak menggunakan ‘otsukare’ untuk
dimengerti, bahwa ‘otsukaresamadeshita’ menyapa pada pagi hari ketika mereka berada di
digunakan untuk mengucapkan rasa terima kasih lingkungan kampus maupun di UKM.
atas kerja keras yang telah dilakukan oleh rekan
kerja atau bawahan.
‘Otsukaresamadeshita’ dapat dijumpai pada
bab 39 dalam bentuk contoh kalimat dan pada bab
44 di bagian percakapan. Pada bab 39, situasinya
adalah penutur mengajak mitra tutur pergi minum
bersama, tetapi karena mitra tutur berhalangan,
mitra tutur terpaksa menolak dan mohon diri
untuk pulang terlebih dahulu. Setelah itu, penutur
mengucapkan “otsukaresamadeshita” kepada mitra
tutur. Dalam contoh kalimat tersebut, keterangan
atau konteks mengenai di mana pembicaraan
tersebut dilakukan tidak dijelaskan. Namun, dari
penjelasan dan arti dari ‘otsukaresamadeshita’ pada
buku pendamping terjemahan pembelajar dapat
berasumsi bahwa percakapan tersebut
berlangsung di tempat kerja.
Selanjutnya pada bab 44 bagian
percakapan, ‘otsukaresamadeshita’ digunakan oleh
seorang penata rambut terhadap pelanggannya Pada Grafik 2. dan Grafik 4., yaitu
yang telah menerima jasanya. Pada percakapan penggunaan sebagai salam perpisahan,
tersebut penggunaan kata ‘otsukaresama’ berbeda kebanyakan responden (75%) menggunakan
dengan penggunaan pada bab 39. Dalam buku ‘otsukare’ terhadap kakak kelas, baik pada situasi
pendamping terjemahan, ”otsukaresamadeshita” UKM maupun di kampus. Meskipun hanya
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai berbeda sedikit, pengguna pada situasi UKM
“Thank you for being patient”. Ketika melebihi 30 orang. Kalau dibandingkan
‘otsukaresamadeshita’ diterjemahkan ke dalam berdasarkan waktu penggunaan, baik di UKM
bahasa Indonesia, makna dari kata tersebut adalah maupun di kampus, penggunaan ‘otsukare’ lebih
“Terima kasih atas kesabarannya”. Dapat sering digunakan pada waktu berpisah. Apabila
disimpulkan, ‘otsukaresama deshita’ memiliki dua dilihat berdasarkan mitra tuturnya, maka mitra
fungsi, yaitu ‘mengapresiasi orang yang selesai tutur guru dan sebarang orang yang dikenal
bekerja’ dan ‘mengapresiasi kesabaran menempati tempat terendah, tidak mencapai 10
pelanggan’. orang pengguna, kecuali sebagai salam
perpisahan.
b. Penggunaan ‘Otsukare’ oleh Penutur Jati
Bagian ini memaparkan hasil pengisian
kuesionar dan analisis penggunaan ‘otsukare’
sesuai waktu, lokasi, mitra tutur, serta diucapkan
sebagai salam perjumpaan atau perpisahan.
(4) Penggunaan ‘Otsukare’pada Malam Hari Pada Grafik 14 dan 16 dapat dilihat
jawaban responden terhadap penggunaan
Dari analisis data jawaban para responden, ‘otsukare’ sebagai salam perpisahan di malam
ucapan salam ‘otsukare’ dari waktu ke waktu, hari. banyak dari responden yang mengucapkan
diperkirakan bahwa semakin larut, salam “otsukare” sebagai kata perpisahan kepada
‘otsukare’ semakin banyak digunakan. seseorang pada malam hari di kampus. Ternyata
jumlah penggunaannya pada sore hari dan malam
hari tidak terlalu berbeda, yaitu sekitar 87,5% atau
sekitar 35 responden. Sebagaimana
kecenderungan yang terlihat pada penggunaan
pada pagi, siang dan malam hari, salam
perpisahan ‘otsukare’ banyak digunakan kepada
kakak kelas.
penggunaan ‘sayounara’ atau ‘mata ne’ ketika maksud ‘mengakhiri pertemuan dan
berpisah pada siang hari di kampus. mengharapkan perjumpaan berikutnya (sampai
jumpa)’.
Dibandingkan dengan makna yang
terkandung di dalam salam ‘otsukare’.
Penggunaan salam ‘otsukare’ meletakkan penutur
pada posisi sepenanggungan karena telah bekerja
keras bersama mitra tutur atau penutur merasakan
rasa lelah yang dialami oleh mitra tutur. Dengan
menggunakan salam ‘otsukare’ penutur dan mitra
tutur merasa lebih akrab (Kageyama, 2015).
‘Otsukare’ merupakan salah satu ujaran salam
yang mengandung ekspresi simpati. Dengan
menggunakan “otsukare” penutur dapat menjaga
Pada data tersebut dapat dilihat, bahwa hubungannya dengan mitra tutur, (Shioda 2012).
mayoritas responden menggunakan ‘konnichiwa’ Penutur merasa ‘konnichiwa’ lebih kaku
terhadap guru sebagai sosok dengan status sosial dibanding ‘otsukare’,. Kageyama (2015). Dalam
tertinggi di lingkungan universitas, dan juga penelitian ini, hasil penilitian Kageyama (2015)
terhadap kakak kelas. Ini diduga karena terbukti belum mengalami perubahan, yaitu,
‘konnichiwa’ merupakan salam formal, sehingga mayoritas dari responden mengucapkan
penggunaannya membuat jarak sosial penutur ‘otsukare’ terhadap kakak kelas, adik kelas, dan
dengan mitra tutur terjaga. Hubungan formal teman.
dengan guru perlu terjaga, sedangkan hubungan Sebagai referensi, peneliti menerima
dengan kakak kelas, meskipun berawal dari komentar dari salah satu responden mengenai
hubungan formal, diharapkan bisa bergeser pengaruh status sosial terhadap penggunaan kata
menjadi hubungan yang lebih akrab atau dekat, ‘otsukare’. Responden menyatakan, bahwa
meskipun masih berjarak. dibandingkan masa SMA, setelah masuk
universitas, interaksi dirinya dengan kakak kelas
dan adik kelas meningkat tajam. Akibatnya
frekuensi penggunaan salam ‘otsukare’ juga
mengalami peningkatan. Responden berpendapat,
bahwa ‘otsukare’ berguna untuk menjaga
hubungan di antara dirinya dengan banyak mitra
tutur. Pernyataan ini dikaitkan dengan hasil yang
terlihat pada Grafik 18, bahwa mayoritas
responden merasa, bahwa ‘otsukare’ dapat
digunakan terlepas status sosial. Dengan
Selanjutnya, sebagai salam perpisahan, menggunakan salam ‘otsukare’ penutur
mayoritas dari responden mengucapkan mengurangi jarak sosialnya dengan mitra tutur.
‘sayounara’ atau ‘mata’ kepada teman. Urutan Oleh karena itu, melalui komentar
berikutnya adalah kakak kelas disusul guru. responden dan Grafik 18 dapat diasumsikan,
Respon ini muncul karena salam ‘mata’ termasuk bahwa pada kalangan mahasiswa Jepang
salam informal, sehingga tidak lazim diucapkan ‘otsukare’ digunakan sebagai aisatsu yang berguna
terhadap guru, kecuali ada hubungan kedekatan untuk menjaga hubungan atau kedekatan dengan
khusus dengan guru, sedangkan ‘sayounara’ banyak orang dari segala rentang umur. Dengan
merupakan salam perpisahan bersifat formal- demikian, selain banyaknya penggunaan
netral. Baik ‘sayounara’ maupun ‘mata’ tidak ‘otsukare’ terhadap kakak kelas, tidak sedikit juga
mengandung makna lain, selain salam dengan responden yang mengucapkan ‘otsukare’ terhadap
teman dan adik kelas. Sejalan dengan ini, adalah 10 orang. Berikutnya, angka terendah
jawaban responden mengenai penggunaannya dapat dilihat pada grafik 10 dengan jumlah 2
terhadap guru tidak tinggi, she ingga dapat orang. Dengan melihat grafik tersebut,
diasumsikan bahwa mayoritas mahasiswa tidak kesimpulan yang di dapat adalah mayoritas dari
menggunakan salam ‘otsukare’ terhadap guru, responden menggunakan “otsukare” sebagai kata
karena tidak ada upaya untuk mendekatkan perpisahan.
hubungan sosial dengan guru.
Selanjutnya, melalui hasil yang diperoleh
pada grafik 1 sampai 16 dapat diketahui, bahwa
walaupun ada beberapa dari responden yang
menggunakan ‘otsukare’ ketika bertemu dengan
seseorang, kebanyakan dari responden
menggunakan ‘otsukare’ sebagai kata perpisahan,
dan bukan salam perjumpaan. Hal tersebut dapat
dilihat melalui grafik berikut.
Grafik 25 merupakan rangkuman grafik
yang menampilkan jumlah responden yang tidak
menggunakan ‘otsukare’ untuk menyapa Selain itu, melalui grafik 25 dan 26 hal yang
seseorang, yaitu grafik 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15. ditemukan adalah seiring waktu berjalan penutur
Selanjutnya, Grafik 26 menampilkan rangkuman jati bahasa Jepang frekuensi penggunaan
grafik yang mewakili responden yang tidak “otsukare” meningkat. Sebab pada kedua grafik,
menggunakan ‘otsukare’ sebagai salam data yang mengawali grafik tersebut adalah grafik
perpisahan, yaitu grafik 2, 4 , 6, 8, 10, 12, 14, dan yang menunjukkan penggunaan ‘otsukare’ pada
16. pagi hari, sedangkan pada akhir grafik
Melalui kedua grafik tersebut, kesimpulan menunjukkan penggunaan ‘otsukare’ pada malam
yang di dapat adalah mayoritas dari penutur jati hari. Pada awal grafik 25, jumlah responden yang
bahasa Jepang menggunakan ‘otsukare’ sebagai tidak mengucapkan ‘otsukare’ ketika bertemu
kata perpisahan. Hal tersebut dapat dilihat pada dengan orang lain adalah 17 orang, tetapi pada
angka yang didapat ketika menyatukan grafik. akhir grafik 25 jumlah responden yang berkurang
Pada grafik 25, jumlah tertinggi diraih pada grafik menjadi 8 orang. Sama dengan Grafik 26, pada
3, responden yang merasa tidak menyapa dengan awalnya terlihat jumlah responden yang tidak
‘otsukare’ adalah 18 orang. Selanjutnya, angka mengucapkan ‘otsukare’ adalah 10 orang.
terendah diraih pada grafik 13 dengan jumlah 5 Namun, pada akhir grafik tersebut jumlah
orang. responden yang tidak mengucapkan ‘otsukare’
adalah 5 orang. Selain itu, dalam grafik 25 dapat
diketahui kalau mayoritas dari responden
menyapa dengan ‘otsukare’ pada malam hari.
Selanjutnya, pada grafik 26 dapat diketahui kalau
mayoritas dari responden menggunakan
‘otsukare’ sebagai kata perpisahan pada sore hari.
Temuan terakhir yang dapat dilihat adalah
bagaimana mayoritas dari responden tidak merasa
aneh menggunakan ‘otsukare’ pada pagi hari dan
ketika baru keluar dari rumah. Grafik 27
merupakan hasil penggabungan data perasaan
Akan tetapi pada grafik 26, angka tertinggi
yang dimiliki oleh responden pada Grafik 19,
diraih pada grafik 2, responden yang merasa tidak
sedangkan Grafik 28 merupakan hasil
menggunakan “otsukare” sebagai kata perpisahan
penggabungan data perasan responden pada
yang menggunakannya terhadap guru, perlu penutur asing bahasa Jepang dalam memahami
mendapat perhatian lebih, agar pemelajar Bahasa penggunaan “otsukare”. Selain itu, peneliti juga
Jepang non penutur jati, dapat menggunakannya berharap dengan penelitian ini, dapat berguna
dengan tepat, dan tidak terasa janggal di telinga
penutur jati sebagai acuan dalam pembuatan uku pelajaran
bahasa Jepang.
SIMPULAN Pada penelitian ini, penulis tidak dapat
Melalui hasil penelitian yang dilakukan menjelaskan fenomena penggunaan ‘otsukare’
mengenai “otsukare”, penulis menemukan empat yang terjadi di asrama ketika penulis berada di
hal mengenai “otsukare”. Pertama, mayoritas dari Jepang. Selain itu dalam penelitian ini,
penutur jati bahasa Jepang menggunakan penggunaan ‘otsukare’ berdasarkan gender dan
“otsukare” terhadap kakak kelas, tetapi fenomena penggunaan ‘otsukare’ terhadap guru
“otsukare” juga dapat diucapkan terhadap adik tidak dibahas secara rinci. Dengan demikian,
kelas dan teman. Kedua, walaupun beberapa dari penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk
penutur jati bahasa Jepang juga menyapa dengan penelitian berikutnya mengenai penggunaan
“otsukare”, mayoritas dari penutur jati bahasa ‘otsukare’ di asrama Jepang, penggunaan
Jepang lebih sering mengucapkan “otsukare” ‘otsukare’” berdasarkan gender, dan penggunaan
sebagai kata perpisahan. Ketiga, semakin larut ‘otsukare’” terhadap guru.
waktu (dari pagi hari ke malam hari), frekuensi
penggunaan “otsukare” meningkat. Terakhir, DAFTAR PUSTAKA
mayoritas dari penutur jati bahasa Jepang tidak Abe, Hiroshi. (1999). Jendaa wo Meguru Gengo to
merasa aneh akan pengucapan “otsukare” pada Bunka. Tohoku Daigaku Gengo Bunkabu.
pagi hari dan ketika baru keluar dari rumah. Chaer, Abdul & Leonie, Agustina. (2010).
Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi).
Hasil penemuan ini, dapat digunakan
Jakarta: PT Rineka Cipta.
ketika penutur asing ingin mempelajari bahasa
3A Corporation. (2012). Minna no Nihongo
Jepang. Sebab dalam buku pelajaran “Minna no Elementary I Second Edition Main Text.
Nihonggo” yang digunakan sebagai salah satu Tokyo: 3A Corporation
buku acuan dalam pengertian “otsukare”, hanya 3A Corporation. (2012). Minna no Nihongo
memberikan dua cara penggunaan “otsukare”. Elementary Japanese I Second Edition
Pertama, digunakan di tempat kerja ketika ingin Translation & Grammar Notes – English.
pamit pulang. Kedua, ketika ingin mengucapkan Tokyo: 3A Corporation
rasa terima kasih atas kesabaran pelanggan. Akan 3A Corporation. (2013). Minna no Nihongo
Elementary II Second Edition Main Text.
tetapi, buku “Minna no Nihonggo” juga tidak
Tokyo: 3A Corporation
dapat disalahkan dalam menyajikan materi
3A Corporation. (2013). Minna no Nihongo
pembelajaran bahasa Jepang. Jika diperhatikan, Elementary Japanese II Second Edition
karakter yang ada dalam buku tersebut adalah Translation & Grammar Notes – English.
orang dewasa yang sudah bekerja. Selain itu, Tokyo: 3A Corporation
dalam contoh percakapan yang diberikan dalam Leech, G. (2011). Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta:
buku tersebut, dilakukan oleh kedua orang dewasa Universitas Indonesia. UI Press.
di dalam atau di luar lingkungan kerja. Dapat Tarigan, H. G. (2015). Pengajaran Pragmatik.
dikatakan bahwa buku “Minna no Nihonggo” Bandung: Angkasa.
Suzuki, T. (1981). Aisatsu to kotoba. Kotoba shiriizu
lebih memfokuskan bahasa Jepang yang dipakai
14. Tokyo: Henshuu Bunkachou
dalam lingkungan kerja. Namun pada
Kageyama, Kayoko. (2015). Favoring “Otsukaresama”
kenyataannya, buku “Minna no Nihonggo” tidak over “Konnichiwa”: Reflecting a tendency of
hanya digunakan oleh orang dewasa yang sudah contemporary native speakers in Japanese
memiliki profesi saja, beberapa dari konsumen language education. Hachioji: Tokyo
buku tersebut adalah mahasiswa atau murid yang Metropolitan University.
masih bersekolah. Oleh karena itu, dengan Liang, Yu, dkk. (2015). Bideo Koopasu ni Okeru
penelitian ini penulis berharap dapat membantu [Otsukarekei] Hyougen no Jisshoteki Kenkyuu.
Publikasi Elektronik
Ide, Risako. (2009). Aisatsu in G.Senft, J.O Ostman, J.
Verschueren (eds.) Culture and Language Use.
(pp.18-28). Amsterdam: John Benjamins
Publishing Company.Retrieved from ProQuest:
https://search.proquest.com/docview
/2130926943/D865152E6D4B4F67PQ/3?acco
untid=17242
Kuramochi, Masuko. (2008). “Deformalized and
expanded meanings of the Japanese greeting
expression
"Otsukaresama": mainly focusing on current usage in
workplaces. Meikai Nihongo; Vol.13.
Kuramochi, Masuko. (2011). 「御苦労」系労い言葉
の変遷 (“Gokuro” kei negirai kotoba no
hensen).Meikai Nihongo; Vol 16.
http://dl.ndl.go.jp/info:ndljp/pid/3860289
Kuramochi, Masuko. (2013). Transformation of
Aisatsu Words. Meikai Nihongo; Vol.18.
http://dl.ndl.go.jp/info:ndljp/pid/10305401
Nakanishi, Taro. (2008). The Cognition of Social
Relationships Observed Through Colloquial
Greeting Expressions (<Special Issue>The
Frontiers of Honorific Research) [in Japanese].
The Japanese Journal of Language in Society;
Vol. 11, No. 1. August 2008, pp.76-90.
https://www.jstage.jst.go.jp/article/jajls/11/1
/11_KJ00008440350/_pdf/-char/ja
Sakai, Noboru. (2018). The Pattern of Unique Use of
Language: A Case Study in the Greeting
Messages ‘Konnichiwa’ and Sakai, ‘Konbanwa’
on Japanese Mobile Phone E-mail. Asian
Culture and History; Vol.10, No.2; 2018, ISSN
1916-9655 E-ISSN 1916-9663. Canadian Center
of Science and Education. Retrieved from The
Pattern of Unique Use of Language: A Case
Study in the Greeting Messages ‘Konnichiwa’