Anda di halaman 1dari 91

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA SOPAN

DALAM SERIAL ANIMASI HYOUKA

SKRIPSI

Diajukan untuk dipertahankan dalam Ujian Sidang Sarjana Sastra

Oleh
Rachmadita Nurazijah
043115007

JURUSAN SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang disusun oleh,


Nama : Rachmadita Nurazijah
NPM : 043115007
Judul : Analisis Penggunaan Bahasa Sopan dalam Serial Animasi Hyouka

Telah berhasil dipertahankan di hadapan di Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas
Pakuan.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Rina Fitriana, M.Hum.
NIK. 1 0800 035 368 ...........................................
Pembimbing 2 : Alo Karyati, M.Pd.
NIK. 1 01130 01609 ...........................................
Pembaca : Helen Susanti, M.Si.
NIK. 1 0107 023 4709 ...........................................
Ditetapkan di : Bogor
Tanggal : Januari 2019
Oleh

Dekan, Ketua Program Studi,

Dr. Agnes Setyowati, M.Hum. Helen Susanti, M.Si.


NIK. 1 0596 008 229 NIK. 1 0107 023 4709
DAFTAR ISTILAH

Sonkei 尊敬 Kalimat hormat (dengan


cara meninggikan derajat
lawan bicara)
Kenjou 謙譲 Kalimat hormat (dengan
cara merendahkan diri)
Teinei 丁寧 Kalimat hormat (dengan
cara memperhalus
kalimat, tanpa
meninggikan lawan bicara
atau merendahkan diri)
Kawaii 可愛い Lucu, imut
Hinamasturi 雛祭り Festival boneka
Hina 雛 Boneka
Sensei 先生 Guru atau sebutan untuk
memanggil guru

ABSTRAK
Nama : Rachmadita Nurazijah
NPM : 043115007
Judul : Analisis Penggunaan Bahasa Sopan dalam Serial
Animasi Hyouka
Dibawah bimbingan : Rina Fitriana, M.Hum., dan Alo Karyati, M.Pd.

Skripsi ini membahas tentang penggunaan ragam jenis bahasa sopan atau dalam
bahasa Jepang disebut keigo, yang dianalisis berdasarkan dengan kondisi, situasi,
usia, dan juga status sosial. Objek dalam penilitian ini adalah susunan pembentuk
kalimat dan hal yang melatarbelakangi penggunaan keigo yang dihubungkan
dengan keadaan sosial masyarakat oleh karakter Chitanda Eru. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, sumber data pada pembahasan diambil dari
serial animasi Hyouka, buku-buku linguistik, dan kamus. Diantaranya: Minna no
Nihongo II, Linguistik Umum, Pengantar Linguistik Bahasa Jepang,
Sosiolinguistik, dan Kamus Linguistik. Simpulannya adalah penggunaan keigo
yang dituturkan oleh karakter Chitanda ini ada tiga jenis yaitu sonkeigo, kenjougo,
dan juga teineigo. Dan hal yang melatarbelakangi karakter Chitanda tersebut
selalu menggunakan keigo antara lain karena status kedudukan Chitanda yang
memiliki latar belakang keluarga ternama dan cukup berpengaruh di kotanya,
selain itu Chitanda juga merupakan seorang siswi berprestasi di sekolahnya, untuk
menjaga kehormatan dan martabat keluarga, lalu Chitanda ingin menunjukan jati
dirinya sebagai anak satu-satunya dari keluarga bangsawan, dan yang terakhir
adalah rasa tanggung jawab terhadap keluarganya sangat besar. Karena di Jepang,
dengan merendahkan diri dengan bahasa atau perilaku, tidak membuat pembicara
akan dipandang rendah oleh lawan bicaranya, melainkan akan dipandang sebagai
orang yang beretika dan sopan.

Kata kunci: Keigo, Sonkeigo, Kenjougo, Teineigo, bahasa sopan, Chitanda


Eru
ABSTRACT
Name : Rachmadita Nurazijah
NPM : 043115007
Tittle : Analysis of The Use of Polite Language in Animated Series
Hyouka.
Supersived By: Rina Fitriana, M.Hum. and Alo Karyati, M.Pd.

This Thesis discusses of the use of various types of polite language or in Japanese
called keigo, which is analyzed based on the condition, situation, age, and also
social status. The object of this research is the sentence-forming composition, and
the background of the used keigo and the background of the use of keigo which is
associated with the social conditions of the community by Chitanda Eru's
character. This research uses a descriptive method, the data source in the
discussion was taken from the animated series Hyouka, linguistic books and
dictionaries. Among them, Minna no Nihongo II, Linguistik Umum, Pengantar
Linguistik Bahasa Jepang, Sosiolinguistik, dan Kamus Linguistik. The use of
keigo, which is spoken by Chitanda characters, are of three types, namely
sonkeigo, kenjougo, and teineigo. And the background to the Chitanda’s
character is always used keigo is because of the social status of Chitanda’s family
is very famous and influential in her city, besides that Chitanda is also an
outstanding student in her school, to maintain the honor and dignity of the
family, and then Chitanda wanted to show her identity as an only child from a
noble family, and the last is the sense of Chitanda’s responsibility towards her
family is very large. Because in Japan, by lowering yourself with language or
behavior, it does not make the speaker be looked down on by the other person,
but will be seen as an ethical and polite person.
Keywords : Keigo, Sonkeigo, Kenjougo, Teineigo, polite language, Chitanda Eru

KATA PENGANTAR

Puji syukur hadirat Allah SWT Yang Maha Esa karena berkat rahmat, ridha,
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam
semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, dan para sahabatnya, hingga kepada umatnya. Skripsi ini berjudul
Analisis Penggunaan Bahasa Sopan dalam Serial Animasi Hyouka. Skripsi ini
disusun untu memenuhi syarat kelulusan Program Sarjana (S1) Jurusan Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan Bogor.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa proses penyusunan


skripsi ini tidak terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, serta
keterlibatan berbagai pihak yang berkenan mendukung, memotivasi dalam
memberikan pemikiran, kritik, dan juga saran-saran sehingga penulis dapat
menyelesaikannya.

Bogor, Januari 2019

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, arahan,


kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Dr. Agnes Setyowati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Budaya Universitas Pakuan.
2. Ibu Rina Fitriana, M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
sekaligus pembimbing I dan dosen pengajar yang dengan sabar
membimbing, dan menyempatkan waktu untuk memberikan memberikan
arahan dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Helen Susanti, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sastra Jepang dan selaku
pembaca yang meluangkan waktu untuk membaca skripsi ini.
4. Alo Karyati, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama proses penulisan
skripsi ini.
5. Mrs. Sanada Ayako yang telah meluangkan waktunya untuk membantu
dalam proses pembuatan skripsi ini.
6. Kepada Mamah dan Alm. Papah, juga keluarga tercinta yang telah
memberikan semangat, dan do’a sehingga menciptakan motivasi untuk
tidak mudah menyerah dalam menghadapi suatu permasalahan.
7. Kallahari Hartanto, yang telah banyak memberi semangat, dukungan,
serta do’a dalam proses penulisan skripsi ini.
8. Sahabatku tercinta, teman seperjuangan yang selalu ada, Indriyani,
Nurullubna, dan Indri. Juga pikala’s group Yulia, Syifa, Raffa, Peni,
Ghea, Trifa, Teresya, Alyssa, Bella, Saphira, Noer, dan Azzura.
9. Kakak tingkat Fauziah Anan, Bima Anugerah, dan Latifah Ashari yang
juga memberi semangat kepada penulis selama proses penulisan.
Bogor, Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... i
DAFTAR ISTILAH.......................................................................................... ii
ABSTRAK......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah.................................................................... 5
1.2.1 Batasan Masalah................................................................................. 5
1.2.2 Rumusan Masalah............................................................................... 5
1.3 Tujuan Masalah............................................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Penelitian................................................................................ 5
1.3.2 Manfaat Penelitian.............................................................................. 6
1.3.2.1 Manfaat Teoritis................................................................... 6
1.3.2.2 Manfaat Praktis..................................................................... 6
1.4 Metode Penelitian......................................................................................... 6
1.4.1 Metode Penelitian............................................................................... 6
1.4.2 Teknik Pengumpulan Data................................................................. 7
1.4.3 Instrumen Penelitian........................................................................... 7
1.4.4 Tahap Penelitian................................................................................. 8
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................... 9
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Sosiolinguistik.............................................................................................. 10
2.2 Semantik....................................................................................................... 11
2.3 Keigo............................................................................................................ 12
2.3.1 Jenis-jeis Keigo................................................................................... 13
2.3.2 Peran Keigo Dalam Bahasa Jepang.................................................... 18
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Susunan Kalimat Ragam Bahasa Sopan dalam Serial Animasi Hyouka..... 20
3.1.1 Sonkeigo.............................................................................................. 24
3.1.2 Kenjougo............................................................................................. 47
3.1.3 Teineigo.............................................................................................. 62
3.2 Hal yang Melatarbelakangi Karakter Selalu Menggunakan Keigo.............. 67
BAB 4 SIMPULAN........................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 79
SINOPSIS
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran
yang semakin lama akan semakin berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Ada banyak hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersosial, yang di
mana salah satunya adalah sebuah komunikasi. Dengan terjalinnya
komunikasi yang baik dapat mempermudah manusia dalam menjalin
hubungan antar sesama makhluk sosial. Dan diantara alat komunikasi tersebut
ialah bahasa.
Bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam berinteraksi. Dengan
bahasa, manusia dapat mengungkapkan berbagai macam hal yang ada di
pikirannya dengan mudah dan tanpa ada batasan. Seperti, ketika ingin
mengutarakan sebuah ide, atau gagasan pikirannya kepada orang lain. Atau
ketika ingin mencurahkan isi hati, atau perasaan teradap lawan bicaranya, dan
berharap lawan bicaranya mengerti dan memahami apa yang telah
disampaikan.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar pun akan mampu membantu
manusia dalam berinteraksi. Dan sebaliknya, apabila penggunaan bahasa
yang tidak baik dan tidak teratur akan menyulitkan lawan bicara untuk dapat
memahami apa yang disampaikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Online, bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasikan diri. Percakapan yang baik, tingkah laku yang baik,
sopan santun, budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat
dan tabiat seseorang (baik buruk kelakuan menunjukan tinggi rendah asal
atau keturunan).
(https://kbbi.web.id/bahasa [Jum’at, 28 Sept 2018 pukul 22.04])
Adapun bahasa menurut (Kridalaksana, 1983:17) bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1) ada dua pengertian bahasa.
Pengertian pertama menyatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Pengertian kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang
mempengaruhi simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter.
Bahasa juga menjadi objek kajian ilmu lingusitik. Secara populer,
orang sering mengatakan bahwa lingustik adalah ilmu tentang bahasa, atau
ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau seperti yang
dikatakan Martinet (1987:19), linguistik adalah telaah ilmiah mengenai
bahasa. Linguitsik adalah ilmu tentang bahasa, penyelidikan bahasa secara
ilmiah (istilah ini pertama kali muncul pada tahun 1880 dalam majalah ilmiah
yang disunting oleh Johannn Severin Vater dan Fredrich Justin Bertuch)
(Kridalaksana, 2008:144). Kata linguistik (berpadanan dengan linguistic
dalam bahasa Inggris, linguistique dalam bahasa Prancis, dan linguistiek
dalam bahasa Belanda) diturunkan dari kata bahasa Latin lingua yang berarti
‘bahasa’.
Menurut objek kajiannnya, linguistik dapat di bagi menjadi dua
cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro. Objek kajian
linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri yang mencakup
struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikan. Sedangkan objek kajian
lingustik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di
luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi.
Pada umumnya yang dibicarakan oleh buku-buku tata bahasa
tradisional dalam bab sintaksis hanyalan satuan yang kita sebut kalimat.
Menurut (Chaer, Abdul:2015) mengatakan bahwa kalimat adalah susunan
kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Kalimat juga
merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata
bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan
peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang
akan disampaikan.
Sosiolinguistik merupakan salah satu bidang linguistik, yang
mempelajari kehidupan bahasa, faktor budaya terhadap bahasa, dan sosiologi
bahasa. Menurut Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu
adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat,
mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat,
sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa
atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa, sosiolinguistik adalah bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahawa dalam kaitannya dengan
penggunaannya di dalam masyarakat.
Sosiolingusitik menurut Kridalaksana (1993:156), sosiolinguistik
adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling berpengaruh
antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Perbedaan budaya, umur, jenis
kelamin, latar belakang suku bangsa, pendidikan, kasta, dan sebagainya bisa
menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan-pilihan
berbahasa. Pandangan sosiolinguistik terhadap bahasa dapat dilihat dari
fungsi-fungsi bahasa melalui sudut pandang penutur, pendengar, topik, kode,
dan amanat pembicaraan.
Peranan sosiolinguistik terhadap bahasa pada intinya adalah menilai
bahwa bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
gagasan atau pendapat, tetapi lebih kompleks dari pada itu. Sosiolinguistik
membuat kita tahu bahwa bahasa itu dinamis, tidak terpaku pada satu ukuran,
tetapi harus melihat hal-hal lain yang berhubungan dengan bahasa itu, dalam
hal ini adalah sisi sosialnya. Melalui sosioliguistik, kita dapat memahami
bahasa tidak dengan sudut pandang yang kaku. Dengan adanya
sosiolinguistik, kita tidak bisa menghakimi bahasa dengan sesuka hati. Kita
juga tidak bisa menilai atau menetapkan suatu bahasa itu kasar atau tidak,
berestetik atau tidak, dan sebagainya (Chaer dan Agustina, 2004:2-3). Dengan
adanya sosiolinguistik membuat kita menjadi bisa lebih menghargai keunikan
tiap bahasa.
Pada umumnya setiap bahasa pasti memiliki berbagai macam ragam
bahasa. Bahasa Jepang memiliki banyak ragam bahasa yang dilatarbelakangi
oleh faktor usia yaitu ragam bahasa sopan yang dalam bahasa Jepang disebut
dengan keigo ( 敬 語 / け い ご ). Dengan keigo pembicara dapat
mengekspresikan rasa hormat kepada seseorang yang dihormati selaku
anggota masyarakat. Istilah ( 敬 語 ) keigo merupakan tingkat tutur hormat
yang terdiri atas beberapa jenis sesuai dengan penggunaan berdasarkan situasi
atau hubungan antara pembicara dengan lawan bicara atau pelaku dalam
masyarakat.
Pada dasarnya keigo dibagi menjadi tiga jenis, di mana salah satunya
adalah teineigo (丁寧語) yang biasanya digunakan untuk menyampaikan isi
pembicaraan secara halus dan sopan, tanpa meninggikan lawan bicara atau
merendahkan diri kepada lawan bicara. Dan pada dasarnya, tingkat kesopanan
teineigo ditunjukkan dengan bentuk akhir kalimat yaitu ragam “desu” dan
“masu”. Salah satu contoh bentuk kalimat sopan ini adalah sebagai berikut :
1.) 千反田 : わかりませんか? 千反田です。千反田えるです?
Chitanda : Wakarimasenka? Chitanda desu. Chitanda Eru desu.
Chitanda : Apakah kamu tidak ingat? Saya Chintanda. Chitanda Eru.
( Serial Animasi “Hyouka”- Episode 1 )
(https://wkwkjapan.com/tata-bahasa/ragam-bahasa-hormat-dan-sopan/ [Senin,
1 Oktober 2018, pukul: 14.45])
Keigo ini biasa digunakan ketika pertama kali bertemu dengan
seseorang, atau ketika sedang berbicara dengan kerabat atau rekan yang
usianya lebih tua, atau bahkan kepada tamu, atasan, atau kepada seseorang
yang status derajatnya lebih tinggi daripada kita. Hal tersebut bertujuan untuk
meninggikan derajat lawan bicara atau untuk merendahkan diri kepada lawan
bicara. Karena pada dasarnya, keigo adalah bahasa sopan, jadi sangat jarang
digunakan untuk percakapan sehari-hari, apalagi dikalangan anak muda.
Anak muda di Jepang, lebih cenderung menggunakan bahasa non-formal
ketika sedang berbicara dengan teman sebayanya, dibandingkan dengan harus
menggunakan keigo, karena dianggap lebih akrab apabila menggunakan
bahasa non-formal. Karena selain terlalu formal untuk digunakan sehari-hari,
keigo pun sangat sulit untuk dipelajari. Tapi bagaimana jadinya bila keigo
tersebut digunakan untuk percakapan sehari-hari oleh anak muda, di dalam
segala kondisi situasi, dan bahkan digunakan kepada teman seusianya.
Oleh karena itu, berdasarkan alasan yang penulis jabarkan di atas,
penulis merasa tertarik untuk meneliti ragam bahasa sopan Jepang yang
menarik yang selalu digunakan oleh salah satu karakter yang terdapat dalam
serial animasi tersebut sebagai bahan penelitian dengan judul Analisis
Penggunaan Bahasa Sopan dalam Serial Animasi Hyouka.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah


1.2.1 Batasan Masalah
Ada berbagai macam jenis ragam bahasa sopan dalam bahasa Jepang,
dan masing-masing dari ragam bahasa sopan tersebut digunakan dalam situasi
dan konsisi yang sama, yaitu kepada orang yang derajatnya lebih tinggi
daripada pembicara, dan dalam situasi yang formal. Dalam hal ini, penulis
hanya akan meneliti ragam bahasa sopan yang selalu digunakan oleh salah
satu karakter yang ada di dalam serial animasi Hyouka. Dan dalam penelitian
ini, penulis akan meneliti bagaimana susunan kalimat sopan yang digunakan,
dan apa yang melatarbelakangi karakter tersebut selalu menggunakan bahasa
sopan dalam kesehariannya.
1.2.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana susunan kalimat dari bahasa sopan yang digunakan
dalam serial animasi Hyouka ?
2. Apa yang melatarbelakangi tokoh tersebut sehingga selalu
menggunakan bahasa sopan dalam kesehariannya dalam serial
animasi Hyouka ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Mendeskripsikan susunan kalimat dari bahasa sopan yang
digunakan dalam serial animasi Hyouka.
2. Mendeskripsikan apa yang melatarbelakangi tokoh tersebut
sehingga selalu menggunakan bahasa sopan dalam kesehariannya
dalam serial animasi Hyouka.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian dalam penulisan skripsi ini, manfaat yang
diharapkan adalah dapat menambah wawasan, informasi, dan pengetahuan
bagi para pembaca, mengenai ragam bahasa sopan yang digunakan dalam
serial animasi Hyouka.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, penelitian mengenai keigo ini diharapkan dapat
menambah wawasan, informasi, dan pengetahuan, sehingga dapat
dicontoh dan diaplikasikan ke dalam dunia kerja nanti. Karena
dalam dunia kerja memungkinkan kita untuk menggunakan bahasa
sopan ketika bertemu atasan, klien, tamu, dan lain sebagainya
sangat besar.
b. Bagi pembaca, diharapkan skripsi ini dapat menambah wawasan,
informasi, dan pengetahuan tentang bahasa Jepang, terutama
bahasa sopan atau keigo. Dan agar dapat membuat kita berpikir
lebih luas dan memahami bahwa bahasa itu bersifat dinamis, dan
lebih kompleks daripada yang kita ketahui selama ini.

1.4 Metode Penelitian


1.4.1 Metode Penelitian
Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan, dan
percobaan alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-
fakta atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian
baru dan menaikkan tingkat ilmu serta teknologi (Margono dalam Hatimah,
2007:81). Sedangkan metode adalah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu dengan dikehendaki
(Alwi,, 2005:1163).
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan
(Djajasudarma, 2010:65). Dalam kamus besar bahasa Indonesia metode
adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuatu dengan dikehendaki : cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.
Metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
membicarakan / mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian
(yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan,
menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau
gejala-gejala secara ilmiah (Narbuko, 2007:2).
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan penulis
adalah metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang melukiskan
dan menafsirkan keadaan yang sekarang. Menurut (Sutedi, 2011:15) bahwa
“penelitian” deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan, menjabarkan, suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan
menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.

1.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik atau cara
pengumpulan data dengan cara kepustakaan, mengumpulkan data yang
bersumber dari berbagai macam buku, media cetak, maupun media masa.
Pengumpulan data juga dilakukan secara visual dengan cara mengumpulkan
fakta yang bersumber dari media visual berupa video.

1.4.3 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan yang dapat
mendukung proses penelitian. Dalam kajian pustaka, data yang didapat
berasal dari serial animasi Jepang dengan masalah ragam bahasa sopan atau
keigo sebagai sasaran yang diteliti. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi
ini penulis menggunakan instrumen berupa serial animasi Jepang, naskah
dalam bentuk bahasa Jepang dari serial animasi Jepang tersebut, kamus
bahasa Jepang, buku materi kuliah, dan jaringan internet sebagai instrumen
penting mendalami arti kata, memahami kalimat, maupun sebagai
pembanding dari materi penulisan skripsi ini.

1.4.4 Tahap Penelitian


Tahap penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian. Tahapan penelitian perlu dilakukan agar kegiatan
penelitian dapat berjalan secara sistematis dan terencana tanpa ada hal yang
terlewatkan, dan bisa mendapatkan hasil yang baik. Dalam Metodologi
Penelitian, Suryabrata (1983:12) menjelaskan langkah-langkah penelitian,
yaitu :
1. Identifikasi, pemilihan, dan perumusan
2. Penelaahan kepustakaan
3. Penyusunan hipotesis
4. Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional
variabel-variabel.
5. Pemilihan atau pengembangan alat pengambil data
6. Penyusunan rancangan penelitian
7. Penentuan sampel
8. Pengumpulan data
9. Pengolahan dan analis data
10. Interpretasi hasil analisis
11. Penyusunan laporan

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu bab 1
berupa pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab
2 adalah definisi dari sosiolinguistik, sintaksis, dan juga bahasa sopan atau
keigo. Bab 3 berisi analisis klasifikasi keigo berdasarkan susunan kalmat, dan
hal yang melatarbelakangi tokoh tersebut sehingga menggunakan keigo
dalam kesehariannya. Sedangkan bab 4 berisi simpulan dari hasil penelitian
keseluruhan.
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Sosiolinguistik
Menurut objek kajiannnya, linguistik dapat di bagi menjadi dua
cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro. Objek kajian
linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri yang mencakup
struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikan. Sedangkan objek kajian
lingustik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di
luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi.
Pada umumnya yang dibicarakan oleh buku-buku tata bahasa
tradisional dalam bab sintaksis hanyalan satuan yang kita sebut kalimat.
Menurut (Chaer, Abdul:2015) mengatakan bahwa kalimat adalah susunan
kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Kalimat juga
merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata
bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan
peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang
akan disampaikan.
Sosiolinguistik adalah antardisipin yang menghubungkan antara
pengguna bahasa dengan budaya yang mempengaruhinya. Pada intinya,
sosiologi adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat,
mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat,
sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa
atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan pengguna
bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 2004:2).
Sosiolingusitik menurut Kridalaksana (1993:156), sosiolinguistik
adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling berpengaruh
antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Perbedaan budaya, umur, jenis
kelamin, latar belakang suku bangsa, pendidikan, kasta, dan sebagainya bisa
menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan-pilihan
berbahasa. Pandangan sosiolinguistik terhadap bahasa dapat dilihat dari
fungsi-fungsi bahasa melalui sudut pandang penutur, pendengar, topik, kode,
dan amanat pembicaraan.

2.2 Sintaksis
Di dalam tata bahasa lingusitik morfologi dan sintaksis saling
berhubungan. Kata merupakan satuan terbesar dalam tataran morfologi,
sedangkan satuan terkecilnya adalah morfem. Berbeda dengan tataran
sintaksis yang dimana, kata merupakan satuan terkecil. Kata sebagai satuan
sintaksis, dan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar adalah
frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Morfologi dan sintaksis bersama-sama
dengan sintaksis, merupakan tataran ilmu bahasa yang disebut ilmu bahasa
atau gramatika.
Sintaksis merupakan bidang tataran linguistik yang secara tradisional
disebut dengan tata bahasa atau gramatika. Sintaksis membicarakan kata
dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu
ujaran. Hal ini sesuai dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri, yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitsu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang
berarti ‘menempatkan’. Jadi secara etimologi, istilah itu berarti, menempatkan
bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer,
2015:206). Secara umum, struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S),
predikat (P), objek (Objek), dan keterangan (K). Menurut Vehaar (1978)
fungsi-fungsi sintaksis itu yang terdiri dari unsur-unsur S, P, O, dan K itu
merupaka ‘kotak-kotak kosong’ atau ‘tempat-tempat kosong’ yang tidak
mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempat-tempat kosong itu
akan diisi oleh sesuatu yang berupa kategori dan memiliki peranan tertentu.
Menurut Kridalaksana (2008:223) sintaksis adalah pengaturan dan
hubungan antarkata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara
satuan-satuan yang lebih besar dalam baasa. Satuan terkecil dalam bidang ini
adalah kata, sedangkan menurut Sutedi (2003:61), sintaksis merupakan
cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk
kalimat. Dalam bahasa Jepang, sintaksis disebut tougoron ‘ 統 語論 ’ atau
sintakusu ‘シンタクス’.

2.3 Keigo
Pada umumnya setiap bahasa pasti memiliki berbagai macam ragam
bahasa. Bahasa Jepang memiliki banyak ragam bahasa yang dilatarbelakangi
oleh faktor usia yaitu ragam bahasa sopan yang dalam bahasa Jepang disebut
dengan keigo ( 敬 語 / け い ご ) atau ragam bahasa hormat. Dalam bahasa
Jepang terdapat ragam bahasa hormat yang terkadang harus digunakan ketika
sedang berbicara dengan lawan bicara yang usianya lebih tua atau derajatnya
lebih tinggi. Di Jepang, dengan merendahkan diri dengan bahasa atau
perilaku, tidak membuat pembicara akan dipandang rendah oleh lawan
bicaranya, melainkan akan dipandang sebagai orang yang beretika atau sopan.
Apabila dilihat dari cara penulisannya dengan huruf kanji, kata keigo
terdiri dari dua kanji, yaitu 「 敬 ‘ kei’ 」 (Nelson, 1994:495) dan 「 語
‘ go’ 」 (Nelson, 1994:832). Kedua kanji tersebut dibaca dengan cara on
yomi (cara baca Cina). 「敬 ‘ kei’」apabila dibaca dengan cara baca kun
yomi (cara baca Jepang) adalah uyamau yang memiliki arti ‘menghormati,
memuja-muja, memuliakan’. Sementara kanji 「語 ‘ go’」apabila dibaca
dengan cara kun yomi adalah kataru yang berarti ‘bicara, bercerita’.
Pemakaian keigo (ragam bahasa hormat) menjadi salah satu karakteristik
bahasa Jepang. Ungkapan kebahasaan serupa keigo tidak tampak di dalam
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang
yang berbahasa ibu bahasa Indonesia merasa sulit manakala mempelajari atau
memakai keigo (Sudjianto, 1999:146). Secara singkat, Terada Takano
menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa horma terhadap
lawan bicara atau orang ketiga (Terada, 1984:238). Sedangkan (Nomura,
1992 : 54) mengatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan
kebahasaan yang menaikkan derajat pendengar atau orang yang menjadi
pokok pembicaraan. Dan menurut (Ogawa, 1989:227), keigo adalah
ungkapan sopan yang dipakai pembicara atau penulis dengan
mempertimbangkan pihak pendengar, pembaca, atau orang yang menjadi
pokok pembicaraan (Sudjanto & Dahidi, Ahmad, 2009:189). Dan Naoko
Tashio (dalam Sudjianto, 1999:149) menjelaskan bahwa keigo ditentukan
dengan parameter sebagai berikut :
1. Usia tua atau muda, senior atau junior
2. Status atasan atau bawahan, guru atau murid
3. Jenis Kelamin pria atau wanita (wanita lebih banyak
menggunakan keigo)
4. Keakraban orang dalam atau orang luar (terhadap
orang luar memakai keigo)
5. Gaya Bahasa bahasa sehari-hari, ceramah, perkuliahan
6. Pribadi atau Umum rapat, upacara, atau kegiatan apa
7. Pendidikan berpendidikan atau tidak (yang berpendidik-
an lebih banyak menggunakan keigo)

2.3.1 Jenis-jenis Keigo


Pada umumnya keigo dibagi menjadi tiga kelompok. Sebagai contoh,
Nomura Masaaki dan Koike Seiji dalam Nihongo Jiten (1992:54) membagi
keigo menjadi sonkeigo, kenjoogo, dan teineigo. Lalu Hirai Masao dalam
Shinkokugo Handobukku (1982:131–132) membagi keigo menjadi teineigo,
sonkeigo, dan kensongo. Begitu juga Ogawa Yoshiro (1989:228) dalam
Nihongo Kyooiku Jiten membagi keigo menjadi sonkeigo, kensongo, dan
teineigo.
Pada bagian berikut akan dijelaskan semua jenis keigo tersebut sau
demi satu (Sudjianto, 1999:150–156)
1. Sonkeigo (尊敬語/そんけいご)
Sonkeigo (尊敬語/そんけいご) dipakai bagi segala sesuatu yang
berhubungan dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya, atau lebih
tinggi kedudukannya, yang berhubungan dengan tamu, atau yang
berhubungan dengan lawan bicara (termasuk aktivitas dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya). Sonkeigo merupakan cara bertutur kata yang
secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara (Hirai,
1985:132).
Sementara Oishi Shotaro (1985:25) menjelaskan bahwa sokeigo
adalah ragam membahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat terhadap
orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-
hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan derajat orang
yang dibicarakan (Sudjanto & Dahidi, Ahmad, 2009:190).
Ada beberapa cara untuk menyatakan sonkeigo yaitu :
a. Memakai verba khusus sebagai sonkeigo, seperti :
Nasaru : suru ‘melakukan’
Goran ni naru : miru ‘melihat’
Meshiagaru, agaru : taberu ‘makan’, nomu ‘minum’
Irassharu : iru ‘ada’, iku ‘pergi’, kuru ‘datang’
Ossharu : iu ‘bicara’
Kudasaru : kureru ‘memberi’

b. Memakai verba bantu reru setelah verba golongan satu dan memakai
verba bantu rareru setelah verba golongan dua, seperti :
Kakareru : kaku ‘menulis’
Ukerareru : ukeru ‘menerima’
Taberareru : taberu ‘makan’

c. Menyisipkan verba bentuk ren’yookei pada pola ‘o ... ni naru’, seperti :


Omachi ni naru : matsu ‘menuggu’
Otachi ni naru : tatsu ‘berdiri’
Osuwari ni naru : suwari ‘duduk’
Oyomi ni naru : yomu ‘membaca’
Okaki ni naru : kaku ‘menulis’

d. Memakai nomina khusus sebagai sonkeigo untuk memanggil orang. kata-


kata tersebut bisa berdiri sendiri dan ada juga yang dapat menyertai kata-
kata sebagai sufiks, seperti :
Sensei : bapak/ibu (guru, dokter)
Shachoo : direktur
Kachoo : kepala bagian
Anata : anda

e. Memakai prefiks dan/atau sufiks sebagai sonkeigo, seperti :


Tanakasama : Tn. Tanaka
Suzukisan : Sdr. Suzuki
Musumesan : anak perempuan
Goiken : pendapat
Okangae : pikiran
Otootosan : adik laki-laki
Otaku : rumah
Oishasan : dokter

f. Memakai verba asobasu, kudasaru, dan irassharu setelah verba-verba


lain, seperti :
Okaeri asobasu : kaeru ‘pulang’
Oyurushi kudasaru : yurusu ‘memaafkan’
Mite irassharu : miru ‘melihat’
Yorokonde irassharu : yorokobu ‘senang, gembar’
2. Kenjougo (謙譲語/けんじょうご)
Ada yang menyebut kenjougo ( 謙 譲 語 / け ん じ ょ う ご ) dengan
istilah kensongo. Hirai Masao menyebut kensongo sebgai cara bertutur kata
yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara
merendahkan diri sendiri (Hirai,1985:132). Di pihak lain Oishi Shotaro
(1985:27) mengartikan kensongo sebagai keigo yang menyatakan rsa hormat
terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan
cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan,
aktifitas, atau hal-hal yang berhubungan dengannya (Sudjanto & Dahidi,
Ahmad, 2009:192).
Kenjougo dapat diungkapkan dengan cara :
a. Memakai verba khusus sebagai kenjougo, seperti :
Mairu : kuru ‘datang’
Moosu : iu ‘mengatakan’
Itadaku : morau ‘menerima’
Ukagau : kiku ‘bertanya’, shitsumon suru ‘bertanya’,
houmon suru ‘berkunjung’
Omeni kakaru : au ‘bertemu’
Ageru, sashiageru : yaru ‘memberi’
Oru : iru ‘ada’
Haiken suru : miru ‘melihat’

b. Memakai pronomina persona sebagai kenjougo, seperti :


Watakushi : saya
Watashi : saya

c. Menyisipkan verba bentuk renyookei pada pola ‘o ... suru’, seperti :


Oai suru : au ‘bertemu’
Oshirase suru : shiraseru ‘memberi tahu, mengumumkan’
Okiki suru : kiku ‘mendengar’
Onarai suru : narau ‘belajar’
Oyomi suru : yomu ‘membaca’

d. Memakai verba ageru, moosu, mooshiageru, itasu, setelah verba lain :


Oshirase itasu : shiraseru ‘memberi tahu, mengumumkan’
Oshirase moosu : shiraseru
Oshirase moushiageru : shiraseru
Shirasete ageru : shiraseru
Shirasete sashiageru : shiraseru

3. Teineigo (丁寧語/ていねいご)
Teineigo ( 丁 寧 語 / て い ね い ご ) adalah cara bertutur kata
dengan sopan santun yang digunakan oleh pembicara dengan slaing
menghormati atau menghargai perasaan masing-masing (Hirai, 1985:131).
Oishi Shotaroo (dalam Bunkachoo, 1985:28) menyebut teineigo dengan
istilah teichoogo yaitu keigo yang secara langsung menyatakan rasa hormat
terhadap lawan bicara (dengan pertimbangan yang khusus terhadap lawan
bicara). Pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan
menaikkan atau menurunkan derajat seseorang yang dibicarakan (Sudjanto &
Dahidi, Ahmad, 2009:194).
Berbeda dengan sonkeigo dan kenjougo, teineigo dinyatakan
dengan cara sebagai berikut :
a. Memakai verba bantu desu dan masu, seperti pada kata :
Ikimasu : iku ‘pergi’
Tabemasu : taberu ‘makan’
Hon desu : hon da ‘buku’
Kirei desu : kirei da ‘cantik, indah, bersih’

b. Memakai prefiks o atau go pada kata-kata tertentu, seperti :


Okane : kane ‘uang’
Omizu : mizu ‘air’
Osake : sake ‘sake’
Goryooshin : ryooshin ‘orang tua’
Goiken : iken ‘pendapat’

c. Memakai kata-kata tertentu sebagai teineigo seperti kata gozaimasu


(gozaru) untuk kata arimasu (aru) ‘ada’.

2.3.2 Peran Keigo dalam Bahasa Jepang


Di antara para pembelajar bahasa Jepang pada umumnya ada yang
dapat dan senang menggunakan keigo dan ada juga yang tidak. Namun dalam
situasi-situasi tertentu ada saatnya kita dituntut untuk menggunakan keigo
sehingga walau bagaimanapun kita harus menguasainya. Hal ini dikarenakan
tidak sedikit peran pemakaian keigo bagi para penuturnya. Secara singkat
Hinata Shigeo (200:15-17) menyebutkan keefektifan dan peran konkrit
pemakaian keigo tersebut sebagai berikut :

1. Menyatakan Penghormatan
Mengenai hal ini tidak perlu dijelaskan lagi, karena peran keigo ini
dapat dikatakan merupakan dasar keefektifan keigo. Lawan bicara yang
dihormati adalah atasan atau orang yang posisinya tinggi secara sosial,
tetapi sudah tentu di dalamnya termasuk orang-orangn yang berdasarkan
pada hubungan manusia yang berada dalam bidang perdagangan dan
bisnis.

2. Menyatakan Perasaan Formal


Bukan di dalam hubungan atau situasi pribadi, di dalam hubungan atau
situasi resmi dilakukan pemakaian bahasa yang kaku dan formal.
Misalnya, di dalam sambutan upacara pernikahan, di dalam rapat atau
ceramah yang resmi, dan sebagainya dipakai bahasa halus atau bahasa
hormat sebagai etika sosial. Berbicara degan ragam akrab dalam situasi
seperti itu kadang-kadang menjadi tidak sopan.
3. Menyatakan Jarak
Di antara pembicara dan lawan bicara yang baru pertama kali bertemu
atau yang perlu berbicara dengan sopan biasanya terdapat jarak secara
psikologis. Dalam situasi seperti itu hubungan akan dijaga dengan
menggunakan bahasa halus atau bahasa hormat secara wajar. Pemakaian
bahasa tau sikap yang terlalu ramah kadang-kadang aka menjadi kasar atau
tidak sopan.

4. Menjaga Martabat
Keigo pada dasarnya mennyatakan penghormatan terhadap lawan bicara
atau orang yang dibicarakan. Tetapi dengan dapat menggunakan keigo
secara tepat dapat juga menyatakan pendidikan atau martabat
pembicaranya.

5. Menyatakan Rasa Kasih Sayang


Keigo yang digunakan para orang tua atau guru taman kanak-kanak
kepada anak-anak dapat dikatakan sebagai menyatakan perasaan kasih
sayang atau menyatakan kebaikan hati penuturnya.

6. Ada kalanya Menyatakan Sindiran, Celaan, dan Olok-olok


Hal inimerupakan ungkapan yang mengambil keefektifan keigo yang
sebaliknya, misalnya mengucapkan Hontou ni go-rippana otaku desu
‘Rumah yang benar-benar bagus’ bagi sebuah apartemen yang murah.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Susunan Kalimat Ragam Bahasa Sopan dalam Serial Animasi


Hyouka
Di dalam penelitian kali ini, penulis akan menganalisis salah satu
karakter dari serial animasi Hyouka yang bernama Chitanda Eru, yang dimana
karakter tersebut memiliki ciri khas yakni dia selalu menggunakan bahasa
sopan atau keigo dalam setiap percakapannya meskipun dia masih duduk di
bangku menengah atas. Berdasarkan data yang diperoleh dari dua puluh dua
banyaknya episode serial animasi Hyouka ini, penulis mengumpulkan data
dan memilih beberapa contoh kalimat dari bermacam jenis keigo, seperti
sonkeigo, kenjougo, dan teineigo yang ada di dalamnya. Dengan data yang
sudah diperoleh, maka penulis akan menganalisa data tersebut berdasarkan
hubungan antara penutur dan mitra tutur, kondisi, situasi, waktu kejadian,
usia dan status sosial. Dan rincian data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data Jenis Ragam Bahasa Sopan Sonkeigo dalam Animasi Hyouka :

Episod
Data Jenis Sonkeigo
e
- Tokoro de sochira wa o-tomodachi desu ka?
1
- Oreki-san, kochira wa?
2 - Dou iu go-kankei nan desu ka?
- Donata ka irasshaimasen ka?
- Kyounen, Manninbashi-san no otaku de o-sugata wo
3
mikaketeita mono desu kara.
- Dewa, dewa sono bunshuu wa gozonji desu ka?
- O-suki na tokoro ni suwatte kudasai.
- Dewa, watashi no setsumei wo ichi ji tori sageni shimasu node,
4
Mayaka-san no setsumei wo kikasete kudasai.
- Douzo meshi agatte kudasai.
- Sensei, oji ga naze koten bu no bunshuu wo “Hyouka” to
5
nadzuketa no ka, sensei wa gozonji desu ka?
6 _
- Totsuzen nan desu ga, Oreki-san no one-san wa donna kata
desu ka?
7
- Dou sareta ndesu ka?
- Kayo-san chotto ii desu ka?
- Iie, tada ano kyakuhon wo kakareta kata ga dono youna kata
8
datta no ka, kininaru dake desu.
9 _
10 _
11 _
12 _
13 - Kaho-san! Juumonji no oji-sama wa sono ba ogenki desu ka?
14 _
15 _
16 _
17 _
18 _
19 _
20 _
21 _
22 - Totsuzen desu ga, asatte nani ka go-yotei ga arimasu ka?

2. Data Jenis Ragam Bahasa Sopan Kenjougo dalam Animasi Hyouka :

Episod
Data Jenis Kenjougo
e
1 - Watashi koten bu ni haitta node, go-aisatsu ni ukagatta ndesu.
2 - Douzo, ie no itadakimono desu. Suki ni tsumande kudasai.
- Anou, Ibara-san o-kikishitai koto ga aru ndesu ga.
- O-yobitateshite, sumimasen.
3 _
4 _
5 - Jja, Itoigawa-sensei ni o-hanashi wo ukagaeba...
6 _
- Rei no kubitsuri no kage wo shirabete iru ndesu. Nana go
7
shitsu wo misete itadakitai ndesu ga...
8 _
9 _
10 _
11 _
12 _
- Sore de, Irisu-san no tokoro ni go-soudan ni ikou to shitai
13 ndesu kedo, tadoritsukenakute...
- O-tema wo torasete sumimasen deshita.
14 _
15 _
16 _
17 _
18 _
- Oreki-san moshi yokattara oji no o-senkou wo agete
19
itadakemasenka?
- Kotoshi mo, douzo yoroshiku onegai itashimasu.
20 - Chichi kara osake wo azukatte orimasu. Douzo o-same
kudasai.
21 _
- Anou, Oreki-san, ikinari go-meiwaku na no wa
22 juujuushouchi nan desu ga, douka kasa wo motte kuremasen
ka?

3. Data Jenis Ragam Bahasa Sopan Teineigo dalam Animasi Hyouka :

Episod
Data Jenis Teineigo
e
1 _
2 _
3 _
4 _
5 _
- Yamete kudasai tteba!
6
- Mou shirimasen!
- Sugoku kimochi yokatta desu.
7
- Hai, yoku nemuremashita.
8 _
9 _
10 _
11 _
- Ikemasen!! Ikemasen!! Ikemasen!! Kyoumi wo hikareru tabi
ni tachidomatte itta no dewa, chittomo yakubari ga hatasenai
12 janai desu ka?
- Mae shika mienaku naru megane ga doko ka ni ochitai mono
deshou ka?
13 _
14 _
15 _
16 _
17 _
18 _
19 _
20 - O-sake desu.
21 _
22 _

3.1.1 Sonkeigo (尊敬語/そんけいご)


Sonkeigo (尊敬語/そんけいご) merupakan cara bertutur kata yang
secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara, yang
biasanya digunakan bagi segala sesuatu yang berhubungan dengan atasan
sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya, yang
berhubungan dengan tamu atau semacamnya (Hirai, 1985:132). Pada
dasarnya sonkeigo digunakan untuk ‘meninggikan pelaku’ sebagai tanda rasa
hormat dari pembicara terhadap ‘pelaku’ tersebut.

 Episode 1
Data (1)
Percakapan berikut ini terjadi di dalam ruang kelas tak terpakai yang nantinya
akan digunakan sebagai ruangan klub sastra klasik. Saat itu Chitanda Eru
bertanya kepada Oreki Houtarou mengapa dia bisa terkunci di dalam ketika
Oreki ingin masuk ke dalam ruangan tersebut. Karena seingat Chitanda, saat
dia masuk ke dalam, ruangan tersebut tidak terkunci. Dan tak lama setelah itu,
Chitanda menyadari dibalik pintu ruangan tersebut ada seseorang yang
sedang menguping, yang tak lain adalah Fukube Satoshi, sahabat Oreki.
 千反田 : 閉まってたって そのドアがですか。
折木 : そうだが。
千反田 : ということは 私は閉じ込められていたってことですね。
折木 : お前が鍵をかけたんだろう? 内側から。
千反田 : そんなことはしていません!
折木 : だが鍵は俺が持ってる お前以外に誰がロックでき
るんだ。
千反田 : ところで そちらはお友達ですか。
折木 : 里志!

 Chitanda : Shimatteta tte sono doa ga desu ka?


Oreki : Sou da ga.
Chitanda : To iu koto wa watashi wa tojikomerareteita tte koto desu ne.
Oreki : Omae ga kagi wo kaketa ndarou? Uchigawa kara.
Chitanda : Sonna koto wa shitteimasen!
Oreki : Daga kagi wa ore ga motteru, omae igai ni dare ga rokku
dekiru nda?
Chitanda : Tokorode sochira wa o-tomodachi desu ka.
Oreki : Satoshi!

 Chitanda : Yang terkunci, maksudnya pintu itu kah?


Oreki : Iya, benar.
Chitanda : Itu artinya, aku tadi terkunci di dalam sini ‘kan?
Oreki : Kau yang menguncinya ‘kan? Mengunci dari dalam?
Chitanda : Aku tidak melakukan itu!
Oreki : Tapi aku membawa kunci itu, selain kamu lalu siapa yang bisa
mengunci pintunya?
Chitanda : Ngomong-ngomong, apakah itu teman kamu?
Oreki : Satoshi!
(Hyouka, 00:08:15)

Data (2)
Situasi ini terjadi setelah Chitanda Eru menyadari keberadaan Fukube Satoshi
yang sedang menguping pembicaraannya dengan Oreki Houtarou di belakang
pintu ruangan klub sastra klasik. Saat itu juga Oreki memanggil Fukube, dan
memperkenalkan sahabatnya tersebut kepada Chitanda.
 折木 : すまんな こいつはこういうやつなんだ。
福部 : 「ジョークは即興に限る 禍根を残せば嘘
になる」ってね。これ僕のモットー。
千反田 : 折木さん こちらは?
折木 : こいつは福部里志 似非粋人だ。
千反田 : 似非?
福部 : うまい ナイスな紹介だよ 奉太郎。

 Oreki : Suman na. Koitsu wa kou iu yatsu nanda.


Fukube : “Jooku wa sokkyou ni kagiru, kakon wo nokoseba uso ni
naru”
tte ne. Kore boku no motto.
Chitanda : Oreki-san kochira wa?
Oreki : Koitsu wa Fukube Satoshi. Esesui jin da.
Chitanda : Ese?
Fukube : Umai, naisu shoukai da yo Houtarou.

 Oreki : Maaf ya, dia memang begitu orangnya.


Fukube : “Lelucon itu menarik tapi ada batasnya. Jika menuju kesalah-
pahaman maka akan menjadi sebuah kebohongan”. Ini
motoku.
Chitanda : Oreki, dia ini?
Oreki : Dia namanya Fukube Satoshi. Manusia palsu.
Chitanda : Palsu?
Fukube : Mantap, perkenalan yang bagus Houtarou.
(Hyouka, 00:08:55)
Percakapan yang terdapat pada data (1 & 2) ini terjadi antara Chitanda
Eru, Oreki Houtarou, dan Fukube Satoshi yang merupakan siswa kelas satu di
sekolahnya. Kata ganti tunjuk seseorang ‘sochira’ dan ‘kochira’ yang
digunakan Chitanda pada data tersebut merupakan bentuk sonkei dari ‘sore’
dan ‘kore’. Sedangkan pemakaian prefiks ‘o’ di depan kata ‘tomodachi’ yang
ia tujukan kepada Fukube ini bertujuan untuk menghaluskan kalimatnya
kepada mitra tuturnya yang baru saja ditemuinya hari itu. Dan sangat berbeda
dengan Oreki yang memilih menggunakan kata ‘koitsu’ yang terkesan lebih
non-formal untuk menunjuk Fukube karena mereka berdua adalah sahabat
sejak sekolah menengah pertama.
Karena baik dengan Oreki maupun dengan Fukube, Chitanda
sebelumnya tidak mengenali mereka berdua dan tidak memiliki hubungan
apapun, atau dengan kata lain Chitanda memiliki hubungan soto dengan
Oreki dan Fukube. Dan meskipun situasi dalam kejadian tersebut merupakan
situasi yang non-formal dan santai, pemilihan bentuk sonkei yang dituturkan
oleh Chitanda merupakan pilihan yang tepat digunakan ketika pertama kali
bertemu dengan orang yang baru dikenal.

 Episode 2

Data (1)
Percakapan berikut ini terjadi antara Chitanda Eru dengan Oreki Houtarou
ketika mereka berdua melihat teman lama Oreki yaitu Ibara Mayaka dan
Fukube Satoshi, sedang berdebat mengenai Fukube yang mengangap sepele
masalah perasaan cinta Ibara terhadapnya, saat mereka semua bertemu di
perpustakaan sekolah.
 伊原 : 大体福ちゃん。私の気持ちを知っててよくそんな冗談が
言えるわね。
福部 : ああ ごめんね摩耶花 傷ついちゃった。
伊原 : またそうやって冗談めかしてごまかすんだから。ほんと
いい加減にしてよね!
千反田 : どういうご関係なんですか。
折木 : 中学の頃から里志に惚れてるんだ。

 Ibara : Daitai Fuku-chan. Watashi no kimochi wo shitte te yoku sonna


joudan ga ieru wa ne.
Fukube : Aaa gomen Mayaka, kidzutsuichatta?
Ibara : Mata sou yatte joudan mekashite gomakasu ndakara. Honto,
iikagen ni shite yo ne!
Chitanda : Dou iu go-kankei nan desu ka?
Oreki : Chuugaku no koro kara, Satoshi ni horeteru nda.

 Ibara : Terlebih lagi Fuku-chan. Walaupun kamu tahu perasaanku


bagaimana tapi kamu bisa-bisanya bercanda seperti itu, ya?
Fukube : Ah, maaf ya Mayaka. Apakah kamu tersinggung?
Ibara : Soalnya, lagi-lagi kamu membuat lelucon yang mengganggu
seperti itu. Sudahlah, tolong hentikan!
Chitanda : Ada hubungan seperti apa di antara mereka berdua?
Oreki : Dia suka sama Satoshi sejak SMP.
(Hyouka, 00:06:58)
Tuturan ‘go-kankei’ yang terdapat dalam data (1) yang diigunakan oleh
Chitanda ini merupakan tuturan sonkei, yang dibuktikan dari kata ‘kankei’
yang berarti ‘hubungan’, dengan penambahan prefiks atau awalan ‘go’ di
depan kata ‘kankei’ bermaksud untuk menambah kesan sopan di dalam
kalimatnya. Konteks yang ditunjukkan pada situasi dari data (1) ini
mendeskripsikan bahwa Chitanda sedang berbisik bertanya kepada Oreki
mengenai hubungan yang ada diantara Ibara dengan Fukube, sehingga terjadi
sedikit perselisihan diantara keduanya. Dan dilihat dari keadaan kondisi
diantara mereka berempat saat itu, dapat diketahui bahwa situasi pada data (1)
ini merupakan situasi santai, karena dilihat dari tanggapan Fukube yang
sedikit bercanda dan tidak terlalu serius menanggapi ucapan Ibara.
Meskipun Ibara juga memiliki status yang sama seperti Chitanda, yakni
sama-sama siswa kelas satu di sekolahnya, namun pemilihan kata sonkei dari
‘go-kankei' yang digunakan oleh Chitanda pada data (1) ini bertujuan untuk
menghormati orang ketiga yang sedang ia bicarakan dengan Oreki. Sebab
Chitanda sedang menanyakan hal yang bisa dikatakan privasi, karena
menyangkut hubungan antara Ibara dan Fukube, yang sebelumnya tidak
Chitanda kenal.

 Episode 3

Data (1)
Percakapan berikut ini terjadi ketika Chitanda Eru, Ibara Mayaka, dan Oreki
Houtarou sedang ingin mencari buku antologi klub sastra klasik di ruangan
yang dulu digunakan oleh anggota klub tersebut, yang saat ini ruangan itu
telah digunakan oleh klub mading. Saat itu pintu ruangan terkunci dan tidak
dapat dibuka.
 千反田 : あれ 開きませんよ。どなたかいらっしゃいませんか。
遠垣内 : いやーすまない 鍵を掛けてた。わが壁新聞部に入部希
望かな。
千反田 : いいえ 違います。

 Chitanda : Are, akemasen yo. Donata ka irasshaimasenka?


Tougaitou : Iyaa... sumanai, kagi wo kaketeta. Waga kabe shinbunbu ni
nyuubukibou kana?
Chitanda : Iie, chigaimasu.

 Chitanda : Lho? Terkunci. Apakah ada seseorang di dalam?


Tougaitou : Ah, maaf. Aku mengunci pintunya. Apa mungkin kalian ingin
bergabung di klub mading?
Chitanda : Tidak, bukan itu.
(Hyouka,00:11:59 )
Bentuk tuturan ‘irasshaimasenka’ dalam data (1) yang digunakan oleh
Chitanda ketika posisinya dia sudah mengetuk pintu ruangan klub yang
terkunci dan memastikan keadaan ruang klub tersebut, merupakan bentuk
verba khusus sonkei ‘irassharu’ yang berasal dari kata ‘iru’ yang artinya
‘ada’. Chitanda menggunakan kata ‘irassharu’ dengan diikuti nomina khusus
‘donata’ di depannya yang merupakan bentuk soneki kata ‘dare’ yang berarti
‘siapa’ untuk memanggil seseorang, membuat tuturannya tersebut memiliki
kesan yang sangat sopan.
Di dalam konteks ini, pemakaian kata ‘irassharu’ bukan ditujukkan
kepada Tougaito, kakak tingkatnya di sekolah, karena pada saat sebelum
Tougaito keluar dari ruang klub, maupun Chitanda atau yang lainnya, mereka
tidak tahu di dalam ruangan tersebut ada seseorang atau tidak. Verba khusus
sonkei ‘irassharu’ ini biasanya digunakan ketika sedang berbicara dengan
seseorang yang derajatnya lebih tinggi daripada penutur. Dan pemilihan kata
‘irassharu’ pada data (1) ini menunjukkan bahwa Chitanda ingin agar
tuturannya terlihat lebih sopan ketika dia ingin memastikan keadaan ruangan
tersebut, karena dia tidak tahu ada seseorang atau tidak di dalamnya, dan
keadaan di dalam seperti apa sehingga dapat mengganggu seseorang yang
sedang berada di dalamnya.

Data (2)
Situasi ini terjadi ketika Tougaito bertanya kepada Chitanda mengapa dia bisa
mengetahui namanya yang bahkan menurutnya, mereka sama sekali belum
pernah saling bertemu. Lalu, Chitanda menjelaskan alasannya, karena dia
pernah melihat sosok Tougaito ketika berada di kediaman Manninbashi saat
tahun lalu.
 千反田 : 去年 万人橋さんのお宅でお姿を見掛けていたものです
から。
遠垣内 : 万人橋の家で。待てよ もしかして神田の千反田さん。
千反田 : はい。父がお世話になっています。
遠垣内 : いや こちらこそ。そうか 千半田の。。。

 Chitanda :Kyonen, Manninbashi-san no otaku de o-sugata wo


mikaketeita mono desu kara.
Tougaito :Manninbashi no ie de. Matte yo, moshikashite kanda no
Chitanda-san?
Chitanda : Hai. Chichi ga osewani natteimasu.
Tougaito : Iya kochira koso. Sou ka, Chitanda no...

 Chitanda : Tahun lalu, aku melihat sosok anda di kediaman keluarga


Manninbashi.
Tougaito : Di kediaman Manninbashi? Tunggu dulu, kamu ini pemilik
perkebunan Chitanda?
Chitanda : Benar. Keluarga anda sangat membantu keluarga kami.
Tougaito : Ahh...tidak, aku juga berterimakasih. Begitu ya, keluarga
Chitanda...
(Hyouka, 00:12:44)

Data (3)
Situasi percakapan dibawah ini terjadi ketika Chitanda sedang menanyakan
kepada Tougaito mengenai buku antologi terdahulu milik klub sastra klasik
yang sedang mereka cari, dan menurut informasi yang Chitanda peroleh,
buku antologi tersebut berada di ruangan yang saat ini digunakan oleh klub
mading di sekolahnya.
 千反田 : 実はこの生物準備室に、古典部の文集のバックナンバー
が保管されていると聞いて来たんです。ここは以前古典
部の部室だったそうですね。
遠垣内 : 俺が一年の頃はそうだったかな。
千反田 : では ではその文集はご存知ですか。
遠垣内 : いや、ないね。

 Chitanda : Jitsu wa kono seibutsu junbi shitsu ni, kotenbu no bunshuu no


bakku nambaa ga hokan sarete iru to kiite kita ndesu. Koko wa
izen kotenbu no bushitsu datta sou desu ne.
Tougaito : Boku ga ichinen no koro wa sou datta kana.
Chitanda : Dewa, dewa sono bunshuu wa gozonji desu ka?
Tougaito : Iya, nai ne.

 Chitanda : Aku dengar di ruang peralatan biologi ini ada buku antologi
klub sastra klasik. Ruang ini dulunya adalah ruang klub sastra
klasik, bukan?
Tougaito : A-ah, saat aku masih kelas satu, sepertinya memang begitu.
Chitanda : Apakah kau tahu buku antologi itu?
Tougaito : Tidak, nggak tahu.
(Hyouka, 00:13:24)
Pemakaian kata sonkei ‘otaku’ yang digunakan oleh Chitanda pada data
(2) ini menunjuk kepada ‘rumah’ kediaman keluarga Manninbashi, namun
pada kata tersebut lebih terfokuskan kepada ‘keluarga Manninbashi’.
Pemilihan kata ‘otaku’ yang digunakan Chitanda ini pun diikuti dengan
penambahan afiks –san ketika dia menyebutkan nama ‘keluarga
Manninbashi’, hal tersebut dilakukannya agar memiliki kesan yang lebih
sopan terhadap pelaku yang saat itu sedang ia bicarakan dengan lawan
bicaranya, Tougaito. Chitanda juga menambahkan awalan ‘o’ didepan kata
‘sugata’ ketika menunjuk kepada sosok Tougaito, yang status merupakan
kakak tingkatnya di sekolah. Dan pada data (3), Chitanda juga memilih kata
‘gozonji’ yang merupakan bentuk khusus tuturan sonkei yang artinya ‘tahu’
ketika bertanya kepada Tougaito.
Dari percakapan tersebut, dapat dilihat bahwa keluarga Chitanda,
termasuk Chitanda Eru sendiri, memiliki hubungan uchi dengan keluarga
Manninbashi maupun dengan keluarga Tougaito. Meskipun begitu, Chitanda
tetap menggunakan tuturan sonkei pada kalimatnya, karena pada umumnya
sonkeigo digunakan untuk meninggikan lawan bicara, atau orang ketiga,
pelaku yang sedang dibicarakan dengan lawan bicaranya.

 Episode 4

Data (1)
Situasi ini terjadi ketika Oreki, Fukube, dan Ibara pergi berkunjung ke rumah
kediaman keluarga Chitanda untuk menyelidiki kasus yang terjadi pada
paman Chitanda yang dulunya juga seorang siswa di sekolah yang sama
dengan mereka berempat pada empat puluh lima tahun lalu. Yang dimana
kasus tersebut juga menyangkut tentang klub sastra klasik pada waktu itu.
Ketika itu, Oreki dan Fukube baru saja tiba di rumah Chitanda, dan Chitanda
pun langsung mengantar mereka berdua ke tempat dimana nantinya mereka
akan berdiskusi.
 千反田 : いらっしゃい。お待ちしていました。
福部 : お邪魔します。
千反田 : どうぞ こちらです。お好きな所に座ってください。
伊原 : 遅かったわね!

 Chitanda : Irasshai. Omachishite imashita.


Fukube : Ojamashimasu.
Chitanda : Douzo kochira desu. O-suki na tokoro ni suwatte kudasai.
Ibara : Osokatta wa ne!

 Chitanda : Selamat datang. Kita sudah menunggu kalian.


Fukube : Permisi, maaf mengganggu.
Chitanda : Silakan lewat sini. Silakan duduk dimana pun kalian suka.
Ibara : Kalian terlambat!
(Hyouka, 00:06:13)
Percakapan yang terdapat pada data (1) ini terjadi ketika Chitanda
sedang menyuruh Oreki dan Fukube untuk memilih tempat duduk sesuka
mereka di satu ruangan yang dimana tempat itu yag akan digunakan sebagai
tempat diskusi mereka hari ini. Saat itu posisinya Ibara telah sampai lebih
dahulu di rumah kediaman Chitanda dibanding mereka berdua. Dapat dilihat
dalam percakapan tersebut, ketika sedang menyuruh Oreki dan Fukube untuk
duduk, Chitanda menambahkan prefiks ‘o’ pada kata ‘suki’ untuk
memperhalus kalimatnya saat memberi perintah kepada mereka berdua.

Data (2)
Situasi ini terjadi ketika Chitanda, Ibara, Oreki, dan Fukube sedang
berdiskusi tentang kasus yang terjadi pada paman Chitanda empat puluh lima
tahun yang lalu. Saat itu Ibara tiba-tiba berbicara, meminta maaf kepada
Chitanda yang saat itu telah selesai menjelaskan hipotesisnya mengenai kasus
tersebut kepada ke tiga temannya, karena laporan yang dikumpulkan Ibara
tidak sesuai dengan hipotesis yang Chitanda jelaskan.
 伊原 : チ―ちゃん ごめん。
千反田 : どうしたんですか 突然。
伊原 : 私の資料だと ちーちゃんの説が成り立たないの。次が
私の番だから どこまで話したらいいか分かんなくて。
千反田 : では 私の説を一時取り下げにしますので、摩耶花 さん
の説を聞かせてください。

 Ibara : Chii-chan gomen.


Chitanda : Doushita ndesu ka? Kyuu ni?
Ibara : Watashi no shiryou da to, Chii-chan no setsumei ga
naritakanai
no. Tsugi wa watashi no ban dakara, doko made hanashitara
ii
ka wakannakute.
Chitanda : Dewa watashi no setsumei wo ichi ji tori sageni shimasu node,
Mayaka-san no setsumei wo kikasete kudasai.

 Ibara : Chii-chan maaf.


Chitanda : Ada apa, tiba-tiba?
Ibara : Data yang aku kumpulkan tidak cocok dengan data yang Chii-
chan sampaikan. Aku giliran berikutnya, jadi aku nggak tau
harus menjelaskan sampai mana...
Chitanda : Kalau begitu, kita singkirkan dulu teori ku, Mayaka-san
silakan
sampaikan laporan kamu.
(Hyouka, 00:10:34)
Konteks yang terjadi pada data (2) ini menunjukkan sedikit perbedaan
cara memanggil antara Chitanda dengan Ibara antara satu sama lain. Saat itu
diskusi mereka ber-empat tengah berlangsung, dan Ibara dengan tiba-tiba
memberi intrupsi kepada Chitanda mengenai laporannya yang tidak sinkron
dengan hipotesis milik Chitanda. Dapat dilihat diatas, saat Chitanda
memanggil Ibara dengan nama depannya yakni ‘Mayaka’, tetapi Chitanda
tetap menggunakan akhiran ‘-san’ dibelakang namanya. Dan meskipun
seharusnya dengan memanggil nama depan seseorang akan terasa lebih non-
formal dan lebih akrab, tapi dengan penggunaan akhiran ‘-san’ tersebut,
membuat cara memanggil Chitanda kepada Ibara tetap memiliki kesan sopan,
walaupun hubungan mereka berdua saat ini sudah saling mengenal dan
menjadi teman satu sama lain.
Sedangkan berbeda dengan Ibara yang lebih memilih menggunakan
akhiran ‘-chan’ ketika memanggil nama Chitanda menjadi ‘Chii-chan’.
Penggunaan akhiran panggilan tersebut biasanya digunakan kepada seseorang
yang memang dekat atau akrab dengan penuturnya, terutama penggunaan
akhiran panggilan ini lebih banyak digunakan oleh para perempuan. Dan
bukanlah merupakan sebuah kesalahan ketika Ibara memanggil Chitanda
dengan akhiran –chan, karena pada saat itu Ibara dan Chitanda sudah saling
mengenal dan menjadi teman satu sama lain, walaupun belum begitu lama.
Tapi meskipun Ibara hanya menggunakan akhiran ‘-chan’ tanpa memanggil
nama depan Chitanda yakni ‘Eru’, membuat cara panggilannya kepada
Chitanda memiliki nuansa yang terasa lebih akrab, dan membuat nama
Chitanda menjadi terlihat lebih kawaii dibandingkan dengan cara memanggil
Chitanda kepada Ibara.

Data (3)
Situasi ini terjadi ketika Chitanda menyajikan sebuah buatannya sendiri untuk
ke tiga temannya yang berkunjung ke rumahnya, untuk berdiskusi tentang
kejadian yang menimpa pamannya saat empat puluh lima tahun yang lalu.
 千反田 : お待たせしました。
伊原 : ありがとう ちーちゃん。
千反田 : いえ。梅と昆布と高菜があります。どうぞ召し上がって
ください。
福部 : いただきまーす。

 Chitanda : Omataseshimashita.
Ibara : Arigatou Chii-chan.
Chitanda : Ie. Ume to konbu to takana ga arimasu. Douzo meshi agatte
kudasai.
Fukube : Itadakumaasu.

 Chitanda : Maaf, lama menunggu.


Ibara : Terimakasih Chii-chan
Chitanda : Tidak apa. Onigirinya ada yang isi plum, rumput,, dan daun
sesawi. Silakan dinikmati.
Fukube : Selamat makan.
(Hyouka, 00:15:34)
Percakapan yang terjadi dari data (1, 2, & 3) ini berlatar di tempat yang
sama yakni di rumah kediaman keluarga Chitanda, dengan kondisi yang sama
yakni non-formal, dan tentunya dengan lawan bicara yang sama yakni ke tiga
teman satu sekolahnya Chitanda, yaitu Oreki, Ibara, dan Fukube. Dan pada
data (3) ini terjadi ketika Chitanda telah selesai membuat beberapa onigiri
untuk teman-temannya yang berkunjung ke rumahnya. Pada saat menyuruh
teman-temannya untuk memakan onigiri tersebut, Chitanda menggunakan
verba khusus sonkei ‘meshi agaru’ yang berasal dari ‘taberu’yang artinya
makan atau ‘nomu’ yang artinya minum agar terkesan lebih sopan ketika
memberi perintah kepada temannya.
Meskipun itu terhadap Oreki, Ibara, dan Fukube yang merupakan
temannya sendiri, Chitanda tetap lebih memilih menggunakan verba ‘meshi
agatte kudasai’ dibandingkan dengan menggunakan verba ‘tabete kudasai’.
Walaupun ke dua verba tersebut memiliki arti yang sama yakni ‘silakan
dinikmati’, tapi tingkat kesopanan di antara ke duanya sedikit berbeda. Verba
‘meshi agatte kudasai’ lebih sopan dibanding dengan ‘tabete kudasai’, dan
biasanya verba ‘meshi agaru’ ini lebih banyak dijumpai di restoran, atau
kantor yang dituturkan kepada para tamu.

 Episode 5

Data (1)
Percakapan ini terjadi ketika Chitanda, Oreki, Ibara, dan Fukube sedang
memastikan teori yang diperoleh Oreki dari hasil diskusi mereka saat di
rumah kediaman Chitanda sebelumnya mengenai hal apa yang terjadi kepada
paman Chitanda empat puluh lima tahun yang lalu kepada salah satu guru,
pustakawati, dan yang dahulunya juga merupakan seorang siswi sekaligus
teman dari paman Chitanda tersebut di sekolahnya.
 千反田 : 先生、伯父がなぜ古典部の文集を「氷菓」と名づけたの
か、先生はご存知ですか。
糸魚川 : いいえ、その名前は退学を予感した関谷さんが、珍しく
無理を通して決めた名前なのよ。自分にはこれくらいし
かできないって言ってね。でも、ごめんなさいね、意味
はよくわからないの。。。

 Chitanda : Sensei, oji wa naze Hkoten bu no bunshuu wo “Hyouka” to


nadzuketa no ka, sensei wa gozonji desu ka?
Itoigawa : Iie, sono namae wa taigaku wo yokanshita Sekitani-san ga,
mezurashiku muri wo tooshite kimeta namae na no yo. Jibun
ni wa kore kurai shika dekinai tte itte ne. Demo gomen nasai
ne, imi wa yoku wakaranai no...

 Chitanda : Bu guru, kenapa pamanku menamai buku antologi klub sastra


klasik dengan nama “Hyouka”, apakah bu guru mengetahui
alasannya?
Itoigawa : Tidak. Nama itu dibuat oleh Sekitani sebelum dia dikeluarkan
dari sekolah, tidak seperti biasanya dan dia memaksakan diri
memutuskan nama itu. Dia bilang, “Hanya ini yang bisa
kulakukan”. Tapi maaf ya, aku tidak begitu mengerti artinya
apa...
(Hyouka, 00:18:28)
Sama halnya dengan data (3) yang terdapat pada episode 3 sebelumnya,
Chitanda menggunakan verba khusus sonkei ‘gozonji’ yang memiliki arti
‘tahu’ ketika berbicara dengan lawan bicaranya yang memiliki status atau
kedudukan yang lebih tinggi darinya. Namun sedikit berbeda dengan lawan
bicara yang ada pada data sebelumnya yang merupakan seorang kakak
tingkatnya, kali ini Chitanda sedang berbicara dengan seorang guru sekaligus
pustakawati di sekolahnya yang bernama Itoigawa Youko-sensei. Situasi
yang saat itu terjadi bukanlah merupakan situasi yang formal, namun
penggunaan verba ‘gozonji’ yang Chitanda tuturkan kepada gurunya tersebut
bukanlah sebuah kesalahan, karena verba khusus sonkei tersebut memang
biasanya digunakan untuk menghormati mitra tutur yang statusnya lebih
tinggi atau usianya lebih tua daripada penutur.

 Episode 7

Data (1)
Situasi percakapan dibawah ini, terjadi ketika Chitanda dan Oreki sedang
dalam perjalan menuju ke pemandian air panas terdekat dari penginapan.
Saat itu Chitanda tiba-tiba bertanya kepada Oreki mengenai kakak
perempuannya.
 千反田 : 突然なんですが、折木さんのお姉さんはどんな方です
か。
折木さ : 本当に突然だな。そう言えば千反田は一人っ子だったか。
姉貴か。いろんな意味で変わり者だし、いろんな意味で
優秀だな。どうもあいつにはどの分野でも勝てる気がせ
ん。
千反田 : ああ。。。
折木さ : もっとも 勝ちたいと思ったこともないけどな。

 Chitanda : Totsuzen nan desu ga, Oreki-san no onee-san wa donna kata


desu ka?
Oreki : Hontou ni totsuzen da na. Sou ie ba Chitanda wa hitoriko
datta ka. Aneki ka. Iro na imi de kawari mono dashi, iro na imi
de yuushuu da na. Doumo aitsu ni wa dono bunya demo kateru
ki ga sen.
Chitanda : Ohh...
Oreki : Mottomo kachitai to omotta koto mo nai kedo na.

 Chitanda : Maaf tiba-tiba aku ingin bertanya, kakak perempuan Oreki,


orangnya seperti apa?
Oreki : Benar-benar tiba-tiba, ya. Oh iya, Chitanda itu anak tunggal
ya? Kakak perempuan ku ya? Dia bisa dibilang aneh dalam
banyak hal, dia juga luar biasa dalam banyak hal. Kupikir aku
gak akan bisa mengalahkannya dalam hal apa pun.
Chitanda : Ohh...
Oreki : Walaupun dari awal, aku tidak berpikir ingin menang
melawannya.
(Hyouka, 00:05:54)
Situasi pada data (1) ini terjadi ketika Chitanda dan Oreki sedang dalam
perjalanan menuju ke pemandian air panas yang tak jaraknya tak jauh dari
penginapan. Chitanda yang merupakan anak tunggal di keluarganya, tiba-tiba
saja penasaran dan bertanya kepada Oreki mengenai kakak perempuannya.
Dalam kalimat pertanyaan Chitanda di atas, dia menggunakan kata ganti
tunjuk seseorang ‘kata’ ketika menunjuk kepada ‘kakak perempuan’ Oreki,
karena ingin mengormati orang ketiga di dalam pembicaraannya tersebut
dengan Oreki. Juga hal tersebut dikarenakan orang ketiga tersebut memiliki
hubungan soto dengan Chitanda.

Data (2)
Percakapan ini terjadi ketika Chitanda, Ibara, Fukube, dan salah satu adik
sepupu Ibara yaitu Zenna Rie, sedang bercerita tentang rumor yang
mengatakan bahwa ada hal mistis yang terjadi di gedung sebelah penginapan
mereka.
 梨絵 : そんなことがあってから、七号室に泊まったお客さんが
ね、この部屋には何かいる、夜中に影が浮かんでくるっ
て。そして九人目に泊まったお客さんがね。。。
千反田 : どうされたんですか。
梨絵 : 夜のうちに急な病気で死んじゃったの!
千反田 : そんな。。。
福部 : そう来なくちゃ!!
伊原 : やめなさいって!
 Rie : Sonna koto ga atte kara, nana go shitsu ni tomatta okyaku-san
ga ne, kono heya ni nani ka iru, yo naka ni kage ga ukande
kuru tte. Soshite kyuu nin me ni tomatta okyaku-san ga ne...
Chitanda : Dou sareta ndesu ka?
Rie : Yoru no uchi ni kyuu na byouki de shinjatta no!
Chitanda : Sonna...
Fukube : Sou konakucha!!
Ibara : Yamenasai tte!

 Rie : Sejak saat itu, banyak tamu yang menginap di kamar tujuh
melaporkan bahwa mereka sering merasa aneh tiba-tiba, seolah
ada bayangan disana. Lalu pengunjung ke sembilan yang
menginap disana, dia tiba-tiba...
Chitanda : Apa yang terjadi padanya?
Rie : Pada malam hari tiba-tiba dia terserang penyakit dan
meninggal!
Chitanda : Tidak mungkin...
Fukube : Akhirnya dia datang juga!!
Ibara : Sudah kubilang, berhenti menakut-nakuti!
(Hyouka, 00:10:43)
Situasi percakapan yang terjadi pada data (2) ini menunjukkan mereka
yang sedang dalam keadaan serius, karena Chitanda, Ibara, Fukube, dan Rie
sedang bercerita tentang rumor yang menyeramkan yang terjadi pada gedung
sebelah penginapan mereka. Namun situasi tersebut bukanlah merupakan
sebuah situasi yang formal. Dalam kalimatnya, Chitanda menuturkan verba
sonkei ‘rareru’ golongan tiga pada kata ‘sareru’ yang berasal dari ‘shimasu’
yang berarti ‘terjadi’. Verba ‘sareta’ tersebut ditujukan Chitanda kepada
orang ketiga yang sedang mereka bicarakan sata itu yaitu si ‘pengunjung ke
sembilan’. Chitanda menggunakan verba sonkei tersebut untuk menghormati
orang tersebut karena dalam cerita yang disampaikan oleh Rie, orang tersebut
sudah meninggal. Selain itu, alasan yang lainnya adalah Chitanda tidak
memiliki hubungan dan tidak mengenali orang tersebut.

Data (3)
Situasi ini terjadi ketika Chitanda dan Oreki tengah menyelidiki kasus yang
terjadi saat malam kemarin, mengenai rumor hantu bayangan tergantung di
penginapan tempat mereka menginap. Di tengah penyelidikan, Chitanda dan
Oreki bertemu dengan salah satu adik sepupu Ibara yang satunya yaitu Zenna
Kayo di kamar nomor tujuh tersebut.
 折木 : なあ!
嘉代 : はい。なんですか。
折木 : 頼む。子供は苦手だ。
千反田 : はい。嘉代さん、ちょっといいですか。私たち本館に入
りたいんですけど。。。

 Oreki : Naa!
Kayo : Hai. Nan desu ka?
Oreki : Tanomu. Kodomo wa nigatte da.
Chitanda : Hai. Kayo-san chotto ii desu ka? Watashitachi honkan ni
hairitai ndesu kedo...

 Oreki : Hei!
Kayo : Iya, ada apa?
Oreki : Tolong, ya. Aku tidak mahir berurusan dengan anak kecil.
Chitanda : Baiklah. Kayo-san, boleh kesini sebentar? Kami berdua ingin
masuk ke dalam penginapan lama di sebrang.
(Hyouka, 00:15:40)
Sama seperti dengan data (2) yang terdapat pada episode 4 yang sudah
dibahas sebelumnya, pada data (3) ini pun menjelaskan tentang cara
memanggil Chitanda kepada Kayo. Zenna Rie dan Zenna Kayo merupakan
saudara kembar yang saat ini sedang duduk di bangku kelas enam sekolah
dasar. Dalam konteks ini, Chitanda tetap berusaha terasa lebih akrab dengan
Kayo yang baru saja dikenalnya dengan memanggil nama depan Kayo.
Namun Chitanda tetap menggunakan akhiran ‘–san’ saat memanggil nama
Kayo, sama persis seperti cara Chitanda memanggil nama Ibara, meskipun
usia Kayo berbeda jauh dibawah Chitanda.

 Episode 8

Data (1)
Situasi percakapan ini terjadi ketika klub sastra klasik yang beranggotakan
Chitanda, Oreki, Ibara, dan Fukube ini dimintai tolong oleh klub perfilm-an
untuk memecahkan masalah dalam pembuatan film mereka yang bergenre
misteri yang belum rampung. Saat itu Chitanda bertanya kepada Eba Kurako,
mengenai si pembuat naskah film ini yaitu Hongou.
 千反田 : 江波さんは本郷さんと親しかったんですか。
江波 : どうしてですか。
千反田 : いいえ、ただあの脚本を書かれた方がどのような方だっ
たのか、 気になるだけです。
江波 : 本郷は生真面目で注意深く、責任感が強くて、馬鹿みた
いやさしく、脆い。私の親友です。

 Chitanda : Eba-san wa Hongou-san to shitashikatta ndesu ka?


Eba : Doushite desu ka?
Chitanda : Iie, tada ano kyakuhon wo kakareta kata ga dono youna kata
datta no ka, kini naru dake desu.
Eba :Hongou wa kimajime de chuuibukaku, sekininkan ga tsuyokute,
baka mitai yasashiku, morui. Watashi no shinyuu desu.

 Chitanda : Apakah Eba-san begitu dekat dengan Hongou-san?


Eba : Kenapa kau bertanya?
Chitanda : Tidak. Aku hanya penasaran tentang seperti apa orang yang
menulis naskah ini ?
Eba : Hongou itu, rajin, cermat, punya rasa tanggung jawab yang
tinggi, terlalu baik hati jadi terlihat seperti orang bodoh, dan
mudah terpengaruh. Dia teman terbaikku.
(Hyouka, 00:23:11)
Penggunaan verba sonkei ‘rareru’ golongan tiga kembali Chitanda
tuturkan ketika mengatakan ‘kakareta’ saat bertanya kepada kakak tingkatnya
yaitu Eba Kurako. Eba dan Hongou ke duanya adalah kakak tingkat satu
tingkat di atas Chitanda. Verba sonkei ‘kakareru’ berasal dari ‘kaku’ yang
artinya ‘menulis’ ini digunakan oleh Chitanda untuk menunjuk kepada sosok
Hongou yang sedang dibicarakannya dengan Eba. Selain menggunakan verba
‘rareru’, Chitanda juga menambahkan sebuah penjelas yaitu kata ganti tunjuk
orang ‘kata’ agar membuat tuturannya ini terkesan lebih sopan, karena saat
itu kondisinya Chitanda bertanya kepada seseorang yang baru dikenalnya dan
juga membicarakan seseorang yang sama sekali tidak dikenalinya.

 Episode 13

Data (1)
Situasi percakapan ini terjadi ketika Chitanda sedang merasa kebingunan
untuk mencari solusi mengenai tempat untuk menjual buku antologi klub
sastra klasik yang sedikit mengalami kesalahan jumlah yang harusnya dijual.
Saat itu secara kebetulan Chitanda bertemu dengan temannya yakni Juumonji
Kaho.
 かほ : エル!
千反田 : は、かほさん!
かほ : 久しぶり。
千反田 : 十文字のおじ様はそのばお元気です。
かほ : もうすっかりね。
 Kaho : Eru!
Chitanda : Ah, Kaho-san!
Kaho : Hisashiburi.
Chitanda : Juumonji no oji-sama wa sono ba ogenki desu ka?
Kaho : Mou sukkari ne.

 Kaho : Eru!
Chitanda : Ah, Kaho-san!
Kaho : Lama tidak jumpa, ya.
Chitanda : Apakah ayahmu sehat ?
Kaho : Terlalu sehat.
(Hyouka, 00:08:36)
Sama seperti pada data sebelumnya yang sudah dibahas mengenai cara
memanggil dan penggunaan akhiran pada saat menyebutkan nama seseorang,
konteks yang terdapat pada data (1) ini terjadi ketika festival kebudayaan
tengah berlangsung di sekolah Chitanda. Chitanda kembali menggunakan
akhiran ‘-san’ ketika memanggil nama Kaho, sama seperti cara dia
memanggil nama Ibara dan juga Kayo pada data sebelumnya yang sudah
dibahas. Tidak seperti Kaho yang memanggil Chitanda hanya dengan
memanggil nama depannya saja yaitu ‘Eru’.
Selain itu, Chitanda juga menambahkan akhiran ‘-sama’ yang tingkat
kesopanannya lebih tinggi dibandingkan dengan ‘-san’ ketika menyebutkan
ayah Kaho yaitu ‘oji-sama’. Apabila Chitanda tidak menggunakan akhiran ‘-
san’ pada saat menyebutkan nama Kaho, hal itu memungkinkan Chitanda
untuk menambahkan akhiran ‘-san’ pada saat menyebut ayahnya Kaho.
Karena apabila Chitanda menggunakan akhiran’-san’ ketika menyebutkan ke
dua nama orang tersebut, membuat kedudukan antara Kaho dan ayahnya
terlihat sama, padahal sangat berbeda.
Keluarga Chitanda dengan keluarga Juumonji merupakan sama-sama
keluarga yang ternama di kotanya dan keluarga mereka sangat dekat satu
sama lain, yang berarti bahwa Chitanda dan Kaho memiliki hubungan uchi.
Akan tetapi meskipun begitu, tuturan Chitanda kepada Kaho sangat berbeda
dengan Kaho kepada Chitanda. Chitanda bertutur sopan seakan situasinya
sedang formal, sedangkan Kaho terlihat begitu santai saat berbicara dengan
Chitanda karena mereka memang memiliki hubungan uchi.

 Episode 22
Data (1)
Situasi yang terjadi pada percakapan di bawah ini adalah ketika Chitanda
bertanya kepada Oreki melalui via telepon, apakah besok lusa Oreki memiliki
rencana untuk pergi atau tidak, karena Chitanda ingin meminta tolong kepada
Oreki untuk membantu ikut serta dalam acara festival hinamatsuri yang akan
diadakan di kuil dekat rumah kediaman Chitanda.
 折木 : 折木です。
千反田 : もしもし 千反田です。お休みのところすみません。
折木 : おお。。。
千反田 : 突然ですが 明後日何かご予定はありますか。
折木 : いや。
千反田 : よかった。。。

 Oreki : Oreki desu.


Chitanda : Moshimoshi Chitanda desu. Oyasumi na tokoro sumimasen.
Oreki : Oo...
Chitanda : Totsuzen desu ga, asatte nani ka go-yotei ga arimasu ka?
Oreki : Iya.
Chitanda : Yokatta...

 Oreki : Kediaman Oreki.


Chitanda : Halo, ini Chitanda. Maaf mengganggu waktu istirahatmu.
Oreki : Tak apa...
Chitanda : Maaf tiba-tiba, tapi apakah besok lusa kamu ada rencana ?
Oreki : Nggak.
Chitanda : Syukurlah...
(Hyouka, 00:00:17)
Penggunakan prefiks ‘go’ di depan kata ‘yotei’ yang dituturkan oleh
Chitanda membuat kalimatnya tersebut terkesan lebih sopan. Meskipun saat
itu dia hanya sedang berbicara dengan Oreki, akan tetapi situasi yang terjadi
saat Chitanda menelepon Oreki itu menunjukkan sedikit rasa tidak enak
hatinya karena sudah mengganggu waktu Oreki di hari libur yang seharusnya
digunakan orang untuk beristirahat.

3.1.2 Kenjougo (謙譲語/けんじょうご)


Ada yang menyebut kenjougo dengan istilah kenshongo. Hirai Masao
menyebut kensongo sebagai cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat
terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri (Hirai,
1985:132). Sedangkakn di pihak lain Oishi Shotaro (1985:27) mengartikan
kensongo sebagai keigo yang menayatakan rasa hormat terhadap lawan bicara
atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang
yang dibicarakan, termasuk benda-benda, aktifitas, atau hal-hal yang
berhubungan dengannya. Begitu juga dengan diri sendiri (sebagai orang yang
dibicarakan). Jadi, pada dasarnya kenjougo ( 謙 譲 語 / け ん じ ょ う
ご ) adalah bahasa yang digunakan untuk “merendahkan aksi pembicara
sendiri” sebagai tanda rasa hormat terhadap “penerima aksi’ dari pembicara
tersebut.

 Episode 1

Data (1)
Percakapan di bawah ini terjadi saat Chitanda tak sengaja bertemu dengan
Oreki untuk pertama kalinya di ruang kelas kosong yang nantinya akan
digunakan sebagai ruang klub oleh klub sasta klasik di sekolahnya. Oreki
bertanya kepada Chitanda mengapa dia berada di dalam ruang kelas itu.
 折木 : あ それで千反田さん なぜこの部屋に。
千反田 : はい. 私古典部に入ったので ご挨拶に伺ったんです。
折木 : 古典部に。なんでまた。
千反田 : 一身上の都合がありまして 折木さんは。
折木 : いや 部員がいるなら大いに結構。

 Oreki : A, sorede Chitanda-san, naze kono heya ni?


Chitanda : Hai. Watashi koten bu ni haitta node go-aisatsu ni ukagatta
ndesu.
Oreki : Koten bu ni? Nande mata?
Chitanda : Isshinjou no tsugou ga arimashite. Oreki-san wa?
Oreki : Iya, bu in ga iru nara ooi ni kekkou.

 Oreki : Jadi, Chitanda-san kenapa kamu ada di ruang ini ?


Chitanda : Iya. Aku ikut gabung dengan klub sastra klasik, jadi aku
datang untuk menyapa anggota klub.
Oreki : Masuk klub sasta klasik ? Kenapa begitu ?
Chitanda : Aku punya alasan pribadi. Bagaimana dengan Oreki-san ?
Oreki : Ya, jika anggota klubnya tidak banyak itu sudah cukup bagiku.
(Hyouka, 00:06:53)
Pemakaian verba ‘aisatsu’ yang di depannya terdapat penambahan
prefiks ‘go’ pada data (1) ini, juga diikuti dengan verba kusus kenjou
‘ukagau’ yang berasal dari ‘houmon suru’ yang berarti ‘datang atau
mengunjungi’, digunakan Chitanda untuk merendahkan aktifitasnya sebagai
penutur untuk menyatakan rasa hormat terhadap mitra tuturnya. Kondisi yang
terjadi saat itu memang bukanlah kondisi yang formal. Namun karena saat itu
Chitanda baru saja bertemu dengan Oreki untuk pertama kali, itu mengartikan
bahwa mereka berdua memiliki hubungan soto. Dan pada umumnya,
kenjougo memang biasa diguanak untuk merendahkan diri dihadapan lawan
bicara yang usia atau statusnya lebih tinggi, atau dengan orang baru.

 Episode 2
Data (1)
Percakapan ini terjadi ketika Chitanda dan Oreki untuk pertama kalinya
berkumpul di ruang klub sastra klasik setelah sebelumnya mereka telah
bertemu di ruangan yang sama dengan Fukube. Saat itu Chitanda
menyuguhkan cemilan untuk dinikmati anggota klubnya.
 千反田 : こんにちは。
折木 : よう!
千反田 : どうぞ。家の頂き物です。 好きに摘まんでください。
折木 : サンキュー。

 Chitanda : Konnichiwa.
Oreki : You!
Chitanda : Douzo. Ie no itadakimono desu. Suki ni tsumande kudasai.
Oreki : Sankyuu.

 Chitanda : Selamat siang.


Oreki : Yo!
Chitanda : Silakan. Ini makanan yang ada di rumahku. Makanlah
sebanyak yang kamu mau.
Oreki : Makasih.
(Hyouka, 00:03:19)
Kata ‘itadakimono’ yang terdapat pada data di atas merupakan bentuk
kenjou dari ‘tabemono’. Karena pada dasarnya, kenjougo memiliki fungsi
untuk merendahkan diri terhadap mitra tutur mengenai aktifitas, keadaan,
benda maupun yang lainnya, maka dari itu pemilihan kata ‘itadakimono’
yang digunakan Chitanda saat itu bertujuan untuk menghormati Oreki sebagai
lawan bicaranya, dan merendahkan benda miliknya, yaitu cemilan yang ia
bawa, terhadap mitra tuturnya, meskipun dengan usia mereka yang sama dan
situasi yang santai.
Data (2)
Situasi percakapan ini terjadi ketika Chitanda memaksa Oreki untuk ikut
membantunya mencari sebuah buku antologi milik klub sastra klasik ke
perpustakaan. Dan ketika mereka berdua sudah sampai disana, Chitanda dan
Oreki bertemu dengan Fukube dan juga Ibara yang saat itu tengah bertugas
menjaga perpustakaan. Saat itulah Chitanda menanyakan mengenai buku
antologi tersebut kepada Ibara.
 福部 : それより 二人揃って何の用だい。
千反田 : そうでした!あの 伊原さん お聞きしたいことがあるん
ですが、
伊原 : はい。
千反田 : ここに部活の文集って置いてありますか。古典部のなん
ですけど。

 Fukube : Sore yori futari sorotte nan no you dai?


Chitanda : Sou deshita! Anou Ibara-san, o-kikishitai koto ga aru ndesu
ga,
Ibara : Hai?
Chitanda : Koko ni bukatsu no bunshuu tte oite arimasu ka? Koten bu nan
desu kedo.

 Fukube : Lalu, ada urusan apa kalian berdua berkumpul disini?


Chitanda : Oh iya! Maaf Ibara-san, ada hal yang ingin kutanyakan.
Ibara : Ya?
Chitanda : Apakah disini menyimpan buku-buku antologi klub-klub
sekolah? Terutama milik klub sastra klasik.
(Hyouka, 00:07:25)
Penggunaan prefiks ‘o’ pada verba’kiku’ yang digunakan Chitanda ini,
menunjukkan sikap rendah dirinya terhadap mitra tutur yang baru saja dia
kenal. Dapat dilihat dari situasi dalam percakapan tersebut, menunjukkan
bahwa situasi saat itu bukanlah situasi yang sedang formal. Namun karena
Chitanda saat itu memiliki hubungan soto dengan Ibara, pemilihan
penggunakan verba ‘o-kikishitai’ yang dituturkannya untuk menghormati
lawan bicaranya itu, bukanlah merupakan sebuah kesalahan.

Data (3)
Percakapan ini terjadi ketika Chitanda masuk ke dalam cafe dengan tergesa-
gesa setelah tadi pagi dia menelepon Oreki, dan memintanya untuk bertemu
karena ada hal penting yang ingin dia bicarakan.
 千反田 : お呼びたてして すみません。
折木 : それで 何か用だったか。
千反田 : はい?
折木 : 何のためにこの店まで呼び出したのかって聞いてる
んだ。

 Chitanda : Oyobitateshite sumimasen.


Oreki : Sore de nani ka you datta ka?
Chitanda : Hai?
Oreki : Nan no tame ni kono mise de yobidashita no ka tte kiiteru nda.

 Chitanda : Maaf sudah memanggilmu kesini.


Oreki : Jadi, ada hal apa yang ingin dibicarakan?
Chitanda : Ya?
Oreki : Aku bertanya untuk apa aku dipanggil ke cafe ini?
(Hyouka, 00:22:47)
Konteks percakapan dalam data (3) ini menunjukkan kondisi dimana
Chitanda sedikit terlambat datang ke cafe tempat dia akan bertemu dengan
Oreki untuk membahas hal penting dengannya. Pemakaian kata ‘o-yobi’
merupakan bentuk sonkei dari ‘yobu’ yang berarti ‘panggil’, dengan
penambahan awalan ‘o’ di depannya, bertujuan karena selain Chitanda belum
terlalu lama mengenal Oreki, hal itu juga digunakan untuk memperhalus
kalimatnya, yang dimana Chitanda merasa sedikit merepotkan Oreki karena
sudah memintanya bertemu di hari minggu yang seharusnya orang-orang
digunakan untuk beristirahat di rumah.

 Episode 5

Data (1)
Situasi percakapan dibawah ini terjadi ketika Oreki meminta kepada seluruh
anggota klub sastra klasik yakni Chitanda, Ibara, dan Fukube, untuk ikut
bersamanya bertemu dengan seseorang yang menurutnya adalah kunci dari
teka teki yang selama ini mereka selidiki mengenai hal yang terjadi pada
paman Chitanda saat empat puluh lima tahun yang lalu.
 折木 : 前にも言ったが、きらめきばかりは運が絡むからな。そ
れで千反田に解剖されてはたまらん。
千反田 : じ じゃ 糸魚川先生にお話を伺えば、
折木 : 45 年前のことは分かる。何であれが英雄譚じゃなかった
のか。何であんな表紙なのか。何で氷菓なんて奇妙なタ
イトルなのか。そして、お前の伯父のことも。

 Oreki : Mae ni itta ga, kirameki bakari wa un ga karamu kara na.


Sorede Chitanda ni kaibou sarete wa tamaran.
Chitanda : Jja Itoigawa-sensei ni ohanashi wo ukagaeba,
Oreki : Yon juu go nen mae no koto wa wakaru. Nande are ga
eiyuutan janakatta no ka. Nande anna hyoushi na no ka.
Nande Hyouka nante kimyou taitoru na no ka. Soshite, omae
no oji no koto mo.

 Oreki : Sudah kubilang sebelumnya kalau ini cuma beruntung saja.


Dengan ini, kita bisa mendapatkan apa yang Chitanda cari.
Chitanda : Kalau begitu, jika kita bertanya kepada bu Itoigawa maka,
Oreki : Kita akan tahu kejadian yang terjadi saat empat puluh lima
tahun yang lalu. Kenapa kisah itu bukan kisah heroik. Kenapa
sampulnya seperti itu, kenapa mereka memberi judul
“Hyouka”. Lalu, tentang pamanmu juga.
(Hyouka, 00:09:03)
Pemakaian verba khusus kenjougo ‘ukagau’ yang berasal dari ‘kiku’
yang memiliki arti ‘bertanya’ ini digunakannya untuk merendahkan dirinya
sebagai rasa hormat atas aktifitas dirinya, yaitu ingin ‘bertanya’ terhadap
mitra tuturnya yang juga merupakan seorang guru di sekolahnya, yang
tentunya saja kedudukan status sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan
Chitanda. Dan pemakaian verba khusus kenjou yang digunakan oleh Chitanda
tersebut bukanlah sebuah kesalahan, selain karena status mitra tuturnya lebih
tinggi, Chitanda dengan mitra tuturnya pun memiliki hubungan soto.

 Episode 7

Data (1)
Percakapan dibawah ini terjadi ketika Chitanda sedang meminta tolong
kepada saudara kembar Zenna Rie, yaitu Zenna Kayo, yang juga merupakan
sepupu dari Ibara, untuk membukakan pintu kamar nomor tujuh di
penginapan sebelah tempat dimana Chitanda dan Oreki akan menyelidiki
kasus misteri yang terjadi disana.
 千反田 : 嘉代さんちょっといいですか。私たち本館に入りたいん
ですけど、
嘉代 : 本館に、どうしてですか。
千反田 : 例の首吊りの影のことを調べているんです。七号室を見
せていただきたいんですが。。。
嘉代 : ごめんなさい、今はだめなんです。お姉ちゃんに怒られ
ちゃう。

 Chitanda : Kayo-san chotto ii desu ka? Watashitachi honkan ni hairitai


ndesu kedo,
Kayo : Honkan ni? Doushite desu ka?
Chitanda : Rei no kubitsuri no kage no koto wo shirabeteiru ndesu. Nana
go shitsu wo misete itadakitai ndesu ga...
Kayo : Gomennasai, ima wa dame nan desu. Oneechan ni
okorarechau.

 Chitanda : Kayo-san, boleh kesini sebentar? Kami ingin pergi ke


penginapan lama di seberang.
Kayo : Penginapan lama? Kenapa?
Chitanda : Kami sedang mencari tahu soal hantu bayangan orang
tergantung, jadi bisakah kamu membukakan pintu kamar
nomor tujuh untuk kami?
(Hyouka, 00:15:49)
Verba ‘itadaku’ yang berasal dari ‘morau’ ini digunakan Chitanda saat
itu untuk meminta tolong terhadap lawan bicaranya yaitu Kayo, untuk
membukakan pintu kamar nomor 7 penginapan sebelah, karena ingin
menyelidiki kasus misteri yang terjadi disana saat malam kemarin.
Sebenarnya verba ‘itadaku‘ disana memiliki arti ‘menerima’, tapi karna verba
tersebut bisa digunakan ketika ingin mengajukan permohonan, jadi dalam
bahasa Indonesia juga bisa diartikan sebagai ‘bisakah’. Dan situasi yang
terjadi disini bukanlah merupakan situasi yang formal, dan terlebih lagi lawan
bicara Chitanda saat itu adalah seorang anak perempuan yang masih sekolah
dasar kelas 6, yang kedudukan statusnya di bawah Chitanda.
Jadi seharusnya tanpa dia harus merendahkan dirinya terhadap lawan
bicaranya, dengan menggunakan verba ‘morau‘ saja kalimat permohonanya
sudah terasa sopan. Akan tetapi, Chitanda tetap memilih menggunakan verba
‘itadakuí’ saat sedang meminta tolong kepada Kayo sebagai bentuk rasa
merendahkan dirinya karena secara tidak langsung permohonanya tersebut
sedikit membuat lawan bicaranya repot untuk melakukannya. Dan mereka
berdua pun memiliki hubungan soto.

 Episode 13
Data (1)
Situasi percakapan ini terjadi ketika festival budaya di sekolah tengah
berlangsung, dan Chitanda yang saat itu sedang mencari solusi untuk menjual
buku antologi klub sastra klasik, karena ruangan klub mereka terpencil jadi
akan sangat jarang dijangkau oleh pengunjung membuat Chitanda menjadi
bingung dan kelelahan.
 千反田 : 折木さん。。。
折木 : どうだった。
千反田 : 田辺さん曰く、ほかの部の売り場においてもらうのはい
いそうです。入須さんのところにご相談に行こうとした
んですけど辿りつけなくて。。。
折木 : まあ さしはつくが。
千反田 : 困りました。。。

 Chitanda : Oreki-san...
Oreki : Dou datta?
Chitanda : Tanabe-san iwaku, hokano bu no uriba ni oite morau no wa ii
sou desu. Irisu-san no tokoro ni go-soudan ni ikou to shita
ndesu kedo, tadoritsukenakute...
Oreki : Maa sashi wa tsuku ga.
Chitanda : Komarimashita...

 Chitanda : Oreki-san...
Oreki : Bagaimana?
Chitanda : Tanabe-san bilang, kalau meminta klub lain untuk menjual di
kiosnya pun boleh. Tadinya aku ingin pergi bertemu dengan
Irisu-san untuk berdiskusi, tapi tidak bisa...
Oreki : Sepertinya aku tahu kenapa...
Chitanda : Bagaimana ini...
(Hyouka, 00:06:08)
Konteks percakapan pada data (1) ini terjadi ketika Chitanda sedang
berkeluh kesah kepada Oreki mengenai usahanya untuk mendapatkan solusi
agar buku antologi klub sastra klasik dapat terjual. Verba ‘soudan’ dengan
penambahan prefiks ‘go’ di depan yang digunakan Chitanda saat itu bertujuan
sebagai rasa merendahkan dirinya sebagai rasa hormat terhadap orang ke tiga
yang saat itu sedang dibicarakan oleh Chitanda dan Oreki yaitu Irisu, yang
juga merupakan kakak tingkat mereka berdua di sekolah. Karena, kegunaan
kenjougo selain untuk menghormati mitra tutur, tetapi juga untuk orang ke
tiga yang sedang dibicarakan dengan cara merendahkan dirinya.

Data (2)
Situasi percakapan di bawah ini terjadi kektika Chitanda sedang berdiskusi
dengan kakak tingkatnya, Tougaito, yang juga merupakan salah satu dari
anggota klub mading. Saat itu Chitanda yang sudah selesai berdiskusi dengan
Tougaito meminta maaf karena sudah menganggu waktunya.
 遠垣内 : 内容はどこの部活も真剣だよ。みんなの注目を集めるネ
タがあれば、こっちから頼んで取り上げさせてもらうけ
どね。
千反田 : ネタですか。分かりました、お手間を取らせてすみませ
んでした。
遠垣内 : なにか面白い話が持ち上がったらもう一回来てよ。力に
なれるかもしれないし。

 Tougaito : Naiyou wa doko no bukatsu mo shinken da yo. Minna no


chuumoku atsumaru neta ga areba, kocchi kara tanonde
toriage sasete morau kedo ne.
Chitanda : Neta desu ka? Wakarimashita, o-tema wo torasete sumimasen
deshita.
Tougaito : Nanika omoshiroii hanashi ga mochi agettara mou ikkai kite
yo. Chikara ni nareru kamoshirenai shi.
 Tougaito : Setiap klub yang mana saja pun membuat isi antologinya
dengan sepenuh hati mereka. Tapi kalau memang ada cerita
yang bagus, kami akan memasangnya di mading.
Chitanda : Cerita yang bagus, ya? Aku mengerti, maaf sudah
membuatmu kesuitan.
Tougaito : Kalau kamu punya cerita yang menarik, datanglah kesini sekali
lagi. Siapa tahu kita bisa membantu.
(Hyouka, 00:08:20)
Dalam percakapan pada data (2) ini terjadi ketika dimana Chitanda
sedang meminta bantuan kepada klub mading untuk memasang sedikit
informasi mengenai klub sastra klasik di mading sekolah dengan harapan
agar pengujung dapat mampir ke ruang klub mereka. Dalam kalimat
Chitanda yang mengungkapkan rasa permintaan maafnya terhadap mitra
tuturnya ini terasa lebih sopan karena penggunaan prefiks ‘o‘ pada kata
‘tema’ yang berarti ‘kesulitan atau merepotkan’. Dan dapat dilihat dari
percakapannya tersebut, Chitanda berdiskusi kepada Tougaito mengenai
masalah yang dialami oleh klubnya, dan pemilihan kata ‘o-tema’ tersebut
digunakannya untuk meredahkan aktifitas yang sudah dilakukannya
sebagai rasa hormat terhadap mitra tuturnya karena secara tidak langsung
sudah membuat Tougaito ikut terseret ke dalam masalah klubnya tersebut.

 Episode 19

Data (1)
Percakapan ini terjadi ketika Chitanda mengajak Oreki ikut dengannya
untuk berziarah ke makam pamannya dan meminta Oreki untuk membakar
dupa untuk paman Chitanda di pemakamannya nanti.
 千反田 : 折木さんもしよかったら叔父にお線香をあげていただ
けませんか。
折木 : 俺がか。
千反田 : はい。近々叔父のお墓参りに行こうと思っているんで
す。その。。。よかったらご一緒に。。。
折木 : わかった、行こう。

 Chitanda :Oreki-san moshi yokattara oji no o-senkou wo agete


itadakemasenka?
Oreki : Boku ga?
Chitanda : Hai. Chika-jika oji no ohaka mairi ikou to omotte iru
undesu. Sono...yokattara go-isshoni...
Oreki : Wakatta, ikou.

 Chitanda :Oreki-san, maukah kau membakar dupa untuk pamanku?


Oreki : Aku yang melakukannya?
Chitanda : Iya. Sebenarnya, dalam waktu dekat ini aku berencana untuk
pergi beziarah ke makam pamanku. Kalau kau tidak
keberatan...maukah kau pergi bersamaku...?
Oreki : Baiklah, aku ikut.
(Hyouka, 00:03:07)
Verba khusus kenjou pada kata ‘itadakemasenka’ yang dituturkan
oleh Chitanda pada data (1) ini terjadi ketika sedang menawarkan Oreki
apakah dia mau ikut membakar dupa untuk makam pamannya Chitanda itu
bertujuan untuk merendahkan aktifitasnya terhadap Oreki sebagai rasa
hormat terhadap mitra tuturnya merkipun bukan dalam situasi formal.

 Episode 20

Data (1 & 2)
Situasi percakapan dibawah terjadi ketika Chitanda dan Oreki sedang
berkunjung ke kuil yang berada di kotanya untuk merayakan tahun baru
bersama. Lalu Chitanda memberikan amanah dari ayahnya untuk
memberikan sake kepada keluarga Juumonji yang juga merupakan
pengurus kuil di kotanya tersebut sebagai ucapan tahun baru, karena
keluarga Chitanda memiliki hubungan dekat dengan mereka.
 千反田 : 明けましておめでとうございます。今年もどうぞよろ
しくお願いいたします。
佳穂 : 明けましておめでとうございます。
千反田 : 父からお酒を預かってきております。どうぞお納めく
ださい。
佳穂 : ありがとうございます。頂戴します。

 Chitanda : Akemashite omedetou gozaimasu. Kotoshi mo douzo


yoroshiku onegai itashimasu.
Kaho : Akemashite omedetou gozaimasu.
Chitanda : Chichi kara o-sake wo azukatte orimasu. Douzo o-same
kudasai.
Kaho : Arigatou gozaimasu. Choudai shimasu.

 Chitanda : Selamat tahun baru. Tahun ini juga mohon bantuannya.


Kaho : Selamat tahun baru.
Chitanda : Ada titipan sake dari ayahku. Silakan diterima.
Kaho : Terimakasih banyak. Kami terima dengan senang hati.
(Hyouka. 00:06:41)
Konteks percakapan pada data (1 & 2) ini terjadi ketika Chitanda dan
Oreki pergi bersama merayakan tahun baru di kotanya, dan untuk
memberikan amanah ayah Chitanda untuk memberikan sake kepada
keluarga Juumonji yang juga pengurus kuil di kotanya, karena hubungan
keluarga Chitanda dengan keluarga Juumonji tersebut merupakan
hubungan uchi. Ketika Chitanda memberikan sake titipan ayahnya tersebut
kepada temannya sekaligus salah satu anggota keluarga kuil yaitu Juumonji
Kaho, Chitanda menggunakan verba khusus kenjou ‘itashimasu’ saat
mengatakan ‘onegai itashimasu’ yang berasal dari ‘shimasu’. Selain itu,
Chitanda juga menggunakan verba khusus ‘orimasu’ ketika berkata
‘azukatte orimasu’ yang berasal dari ‘iru’ yang berarti ‘ada’, membuat
tuturan Chitanda terasa begitu sopan bagi lawan bicaranya.
Meskipun saat itu Chitanda tidak sedang berbicara dengan orang
yang status kedudukan, atau usianya lebih tinggi daripada dirinya,
melainkan teman seusianya, tapi situasi saat itu merupakan situasi formal,
sehingga penggunaan verba khusus kenjou yang digunakan oleh Chitanda
untuk merendahkan diri sebagai rasa hormat terhadap lawan bicaranya
tersebut bukanlah merupakan sebuah kesalahan.

 Episode 22

Data (1)
Situasi percakapan di bawah ini terjadi ketika Chitanda meminta tolong
kepada Oreki melalui telepon, untuk ikut serta membantu sebagai
‘pemegang payung’ untuk anak-anak perempuan yang menjadi hina saat
hinamatsuri yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat di kuil dekat
rumah Chitanda.
 千反田 : あの。。。折木さんいきなりでご迷惑なのは重々承知
なんですが、どうか傘を持ってくれませんか。
折木 : 傘を持つ。
千反田 : そうです。
折木 : よくわからんのだが。。。
千反田 : すみません、説明が下手で。ええと。。要するにです
ね、私の家の近くの神社で雛祭りをやるんです。

 Chitanda :Anou, Oreki-san, ikinari go-meiwaku na no wa


juujuushouchi nan desu ga, douka kasa wo motte kuremasen
ka?
Oreki : Kasa wo motsu?
Chitanda : Sou desu.
Oreki : Yoku wakaran no daga...
Chitanda : Sumimasen, setsumei ga heta de. Anou you suru ni desu ne,
watashi no ie no chikaku no jinja de hinamatsuri wo yaru
ndesu.

 Chitanda : Umm Oreki-san, maaf jika aku akan sangat


merepotkanmu, tapi maukah kamu membawakan payung
untukku?
Oreki : Membawa payung?
Chitanda : Iya begitu.
Oreki : Aku tidak begitu mengerti...
Chitanda : Maaf, aku tidak mahir dalam menjelaskan. Sebenarnya, kuil
di dekat rumahku akan mengadakan festival boneka.
(Hyouka, 00:00:28)
Pemakaian kata ‘go-meiwaku’ yang Chitanda tuturkan kepada Oreki
pada data (1) ini, membuat cara bertutur Chitanda terlihat lebih sopan
karena menambahkan prefiks ‘go’ di depan kata ‘meiwakuí’ sebagai rasa
hormat dan merendahkan aktifitasnya yang akan ‘merepotkan’ terhadap
Oreki, karena telah dimintai tolong untuk membantunya ikut berpartisipasi
dalam acara hinamatsuri di kuil dekat rumahnya nanti. Meskipun situasi
saat tiu bukanlah merupakan situasi yang formal.

3.1.3 Teineigo (丁寧語/ていねいご)


Teineigo ( 丁 寧語 /て いね いご ) adalah cara bertutur kata dengan
sopan santun yang digunakan oleh pembicara dengan slaing menghormati
atau menghargai perasaan masing-masing (Hirai, 1985:131). Oishi Shotaroo
(dalam Bunkachoo, 1985:28) menyebut teineigo dengan istilah teichoogo
yaitu keigo yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan
bicara (dengan pertimbangan yang khusus terhadap lawan bicara). Pemakaian
teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau
menurunkan derajat seseorang yang dibicarakan.
 Episode 6

Data (1 & 2)
Situasi dalam percakapan ini terjadi ketika Fukube dan Ibara menjahili
Chitanda karena tidak pernah terlihat marah dalam keadaan apapun.
Meskipun pada awalnya mereka berdua memuji Chitanda yang menurutnya
hampir sempurna karena tidak pernah marah, pintar, tidak banyak makan, dan
juga baik hati. Namun semakin me muji, Fukube dan Ibara menyamai
Chitanda seperti salah satu nama dewa dan membuat Chitanda menjadi
jengkel.
 福部 : 千反田エルって何か天使に異相じゃない。
伊原 : ウリエル ガブリエル チタンダエルって。ははは。
千反田 : 止めてくださいってぱ!
伊原 : 怒った。
福部 : ていうか叱られたね。
伊原 : ごめんごめん、チ―ちゃん。
千反田 : もう知りません!!

 Fukube : Chitanda Eru tte nanka tenshin ni issho janai?


Ibara : Urieru, gaburieru, Chitandaeru tte. Hahaha.
Chitanda : Yamete kudasai tteba!
Ibara : Okotta.
Fukube : Te iu ka shikarareta ne.
Ibara : Gomen, gomen Chii-chan.
Chitanda : Mou shirimasen!!

 Fukube : Nama Chitanda Eru itu memang mirip seperti nama dewa
‘kan?
Ibara : Uriel, Gabriel, Chitanda Eriel. Hahaha.
Chitanda : Aku bilang tolong hentikan!
Ibara : Dia marah.
Fukube : Dan juga, dia membentak kita.
Ibara : Maaf, maaf Chii-chan.
Chitanda : Ah, aku tidak peduli!!
(Hyouka, 00:07:30)
Konteks percakapan pada data (1 & 2) ini menjelaskan situasi bahwa
Chitanda saat itu dalam kondisi yang jengkel terhadap Fukkube dan Ibara
karena menjahilinya seperti itu. Namun dapat dilihat dari bagaimana Chitanda
bertutur kepada ke dua temannya itu, dengan menggunakan kata ‘kudasai’
sebagai kalimat permohonan, dan ‘masu-kei’ pada ‘shirimasen’, membuat
tuturannya tersebut tetap terlihat sopan meskipun dalam kondisi sedang
jengkel.
Karena pada umumnya, ketika seseorang sedang merasa jengkel
terhadap sesuatu dan ingin mengutarakannya lewat kata-kata, maka mereka
akan sangat sulit mengontrol ucapannya. Apalagi jika faktor kejengkelan
tersebut dilakukan oleh seseorang yang seusia dan sederajat dengannya.
Begitu pun dengan Chitanda, dia bisa saja memilih untuk menggunakan kata
‘kure’ atau ‘yo’ ketika ingin mengatakan ‘tolong hentikan’ dengan menjadi
‘yamete kure / yamete yo’ kepada temannya. Dan juga menggunakan ‘nai-kei’
pada kata ‘tidak peduli’ dengan menjadi ‘shiranai’ karena situasi saat itu
sedang tidak formal dan juga dalam keadaan marah.

 Episode 7

Data (1 & 2)
Situasi percakapan di bawah ini terjadi ketika Chitanda, Oreki, dan Ibara
sedang sarapan bersama dengan ke dua sepupu kembar Ibara, Zenna Rie dan
Kayo di penginapan milik keluarga Zenna. Saat itu Rie bertanya kepada
Chitanda tentang bagaimana menurutnya menginap di penginapan milik
keluarganya tersebut.
 梨絵 : 露天風呂どうだった。
千反田 : すごく気持ちよかったです。
梨絵 : よかった。。あと、お布団もふかふかだったでしょう。
千反田 : はい。よく眠れました。

 Rie : Rotenburo dou datta?


Chitanda : Sugoku kimochi yokatta desu.
Rie : Yokatta..ato, o-futon mo fuka-fuka datta deshou.
Chitanda : Hai. Yoku nemuremashita.

 Rie : Bagaimana dengan pemandiannya?


Chitanda : Sangat nyaman sekali.
Rie : Syukurlah..kasurnya juga lembut dan empuk, ‘kan?
Chitanda : Iya. Aku tidur sangat nyenyak.
(Hyouka, 00:12:25)
Tuturan dalam percakapan di atas ini terjadi antara Chitanda dengan
sepupu Ibara yang bernama Zenna Rie, yang masih duduk di bangku sekolah
dasar. Namun pada kalimat tersebut, dapat dilihat bahwa Chitanda tetap
menggunakan teineigo yakni verba bantu ‘desu’ dan ‘masu’ saat berbicara
dengan Rie, yang dimana saat itu Rie sendiri bertanya kepada Chitanda
menggunakan bahasa non-formal. Jadi apabila dilihat dari usia, maka
seharusnya yang menggunakan teineigo itu seharusnya Rie, dan bukanlah
Chitanda.
Namun saat pertanyaan Rie yang selanjutnya, dia memilih
menggunakan teineigo dengan penambahan prefiks ‘o’ pada kata ‘futon’, dan
verba bantu ‘deshou’ yang merupakan bentuk halus dari ‘darou’. Tapi dalam
konteks ini, tuturan Chitanda kepada Rie memang terlihat sopan, namun tidak
bertujuan untuk merendahkan diri ataupun meninggikan derajat Rie sebagai
mitra tutur. Jadi bukanlah sebuah kesalahan jika Chitanda menggunakan
teineigo saat berbicara dengan Rie, karena posisinya mereka baru saja saling
mengenal.
 Episode 12

Data (1 & 2)
Kalimat di bawah ini merupakan kalimat yang diucapkan oleh Chitanda
kepada dirinya sendiri ketika sedang merasa kebingungan karena harus fokus
mencari solusi untuk klub sastra klasik yang sedikit mengalami kendala,
sedangkan dirinya sendiri ingin sekali menikmati festival kebudayaan di
sekolahnya
 千反田 : いけません!!いけません!!いけません!!興味を惹
かれるたびに立ち止まっていたのでは、ちっとも役割が
果たせないじゃないですか。前しか見えなくなるメガネ
がどこかに落ちてないものでしょうか。

 Chitanda : Ikemasen!! Ikemasen!! Ikemasen!! Kyoumi wo hikareru tabi


ni tachidomatte itta no dewa, chittomo yakubari ga hatasenai
janai desu ka?Mae shika mienaku naru megane ga doko ka ni
ochitenai mono deshou ka?

 Chitanda : Tidak boleh!! Tidak boleh!! Tidak boleh!! Kalau aku


berhenti di setiap tempat yang menarik, bukankah masalah ini
tidak akan selesai? Apakah kacamata yang hanya bisa melihat
lurus ke depan saja itu jatuh di suatu tempat?
(Hyouka, 00:23:25)
Konteks kalimat pada data (1 & 2) ini diucapkan Chitanda kepada
dirinya sendiri ketika merasa kebingungan memilih antara harus fokus
untuk mencari solusi mengenai masalah klubnya, atau menikmati sejenak
festival kebudayaan di sekolahnya dengan singgah di beberapa tempat-
tempat yang menarik. Dapat dilihat dari tuturannya tersebut, meskipun
sedang berbicara kepada dirinya sendiri, Chitanda tetap menggunakan
teineigo untuk memperhalus kalimatnya.

 Episode 20
Data (1)
Seperti dengan janji yang Chitanda dan Oreki buat, situasi percakapan ini
terjadi keika mereka berdua sudah bertemu di kuil di kotanya untuk
merayakan tahun baru bersama. Ketika itu, meilhat Chitanda membawa
sesuatu yang ternyata adalah sake dengan ukuran botol yang cukup besar
untuk diberikannya kepada keluarga Juumonji sebagai ucapan selamat tahun
baru, Oreki pun menawarkan diri untuk membawakannya untuk Chitanda.
 折木 : 持とうか。
千反田 : ありがとうございます。お願いします。
折木 : これは。
千反田 : お酒です。こちらの神主さんとは少しお付き合いがあっ
て、お年始のご挨拶みたいなものです。

 Oreki : Motou ka?


Chitanda : Arigatou gozaimasu. Onegaishimamsu.
Oreki : Kore wa?
Chitanda : O-sake desu. Kochira no kanmeshisan to wa sukoshi o-tsukiai
ga atte, o-nenshi no go-aisatsu mitai na mono desu.

 Oreki : Mau kubawakan?


Chitanda : Terimakasih banyak. Mohon bantuannya.
Oreki : Ini apa?
Chitanda : Ini sake. Karena keluargaku dengan pengurus kuil mempunyai
hubungan yang sedikit dekat, ini seperti sesuatu sebagai
ucapan selamat tahun baru.
(Hyouka, 00:04:35)
Penggunaan penambahan prefiks ‘o’ pada kata ‘sake’ yang Chitanda
ucapkan tersebut bukanlah untuk merendahkan diri atau meniggikan lawan
bicaranya saat itu. Akan tetapi, penambahan prefiks tersebut untuk
menghaluskan benda yang dibawanya tersebut kepada mitra tuturnya agar
cara bertuturnya tetap masih terlihat sopan. Karena pada dasarnya, teinei
merupakan keigo yang tidak memiliki tujuan untuk meninggikan derajat atau
merendahkan diri terhadap mitra tutur dan hanya untuk menghormati dan
menghargai perasaan masing-masing.

3.2 Hal yang Melatarbelakangi Karakter Selalu Menggunakan Keigo


Segala sesuatu yang dilakukan oleh setiap makhluk sosial, pasti
memiliki tujuan dan juga hal yang menjadi alasan mereka untuk melakukan
hal tersebut. Sama halnya dengan karakter Chitanda Eru dari serial animasi
Hyouka. Dari pemabahasan yang sudah dijabarkan di atas, Chitanda
mempunyai alasan tersendiri mengapa selalu menggunakan keigo dalam
kesehariannya sebagai makhluk sosial, dalam keadaan dan situasi apapun,
juga terhadap siapapun. Ada beberapa peran keigo dalam kehidupan sosial di
Jepang selain untuk menyatakan kehormatan, menyatakan perasaan formal,
atau merendahkan diri di hadapan seseorang, terutama seseorang yang
memiliki hubungan soto dengan penutur.
Dan disini, penulis akan menjabarkan beberapa hal yang
melatarbelakangi seorang karakter Chitanda Eru selalu menggunakan keigo di
kesehariannya yang dihubungkan dengan opini orang-orang di sekitarnya
terhadap sosok Chitanda sebagai pembuktian dalam serial animasi Hyouka,
sebagai berikut :
1. Status Kedudukan Sosial
Status kedudukan sosial seseorang dapat tercerminkan melalui
pemilihan kata dan cara bertutur dari orang tersebut. Latar belakang keluarga
seseorang pun terkadang bisa menjadi salah satu alasan orang tersebut harus
selalu menggunakan keigo karena faktor dari lingkungan keluarga mereka
sendiri yang juga selalu menggunakan bahasa sopan ketika berada di
lingkungan rumahnya, dan pada akhirnya kebiasaan tersebut selalu terbawa
hingga ke lingkungan luarnya. Dan di bawah ini merupakan penjelasan
Fukube Satoshi mengenai Chitanda dan keluarganya saat pertama kali
bertemu dengannya di ruang kelas kosong bersama Oreki, yang nantinya akan
digunakan untuk klub sastra klasik.

 福部 : 神山市に旧家名家は少なくないけど、桁上がりの四名家
といえば、その筋じゃ有名だよ。荒楠神社の十文字家、
書肆百日紅家、豪農千反田家、山持ちの万人橋家さ。数
字が一桁ずつ上がっていくから 人呼んで桁上がりの四
名家。

 Fukube : Kamiyamashi ni kyuukameika wa sukunakunai kedo, keta


agari meika to ieba, sono suji ja yuumei da yo. Arekusu jinja
no Juumonji-ke, shoshi Saruberi-ke, gounou Chitanda-ke,
yamamochi no Manninbashi-ke sa. Suuji ga hitoketazutsu
agatte iku kara, hito yonde keta agari no yonmei-ka.

 Fukube : Ada banyak keluarga tua di kota Kamiyama ini, tapi keluarga
Chitanda adalah salah satu dari empat keluarga yang
mempunyai pengaruh besar disini. Keluarga Juumonji dari kuil
Areakusu, pemilik toko buku dari keluarga Sarusuberi, pemilik
lahan perkebunan dari keluarga Chitanda, dan yang ada di
lereng gunung adalah keluarga Manninbashi. Ke empat
keluarga ini punya nama yag sangat besar, jadi orang-orang
menyebutnya ‘empat kekuatan besar’.
(Hyouka - eps 1, 00:09:20)
Penjelasan di atas terjadi ketika Fukube dikenalkan oleh Oreki kepada
Chitanda yang sebenarnya saat itu, maupun Oreki dan Fukube, mereka sama-
sama baru mengenal Chitanda. Lalu kemudian, Fukube menjelaskan kepada
Oreki mengenai informasi yang dia peroleh tentang keluarga Chitanda. Dan
dapat dilihat dari penjelasan Fukube bahwasanya ternyata Chitanda Eru
memang berasal dari keluarga ternama dan cukup terkenal di kotanya
tersebut.
2. Berpendidikan
Selain faktor dari latar belakang keluarga, semakin halus, dan
sopan pemilihan kata yang digunakan oleh seseorang, maka mencerminkan
orang tersebut adalah orang yang berpendidikan. Karena berpendidikan juga
merupakan salah satu parameter atau alasan mengapa seseorang
menggunakan keigo. Dan di bawah ini juga menjabarkan tentang penjelasan
Fukube mengenai Chitanda Eru.

 福部 : しかもその千反田家の長女は、成績優秀 眉目秀麗、 深
窓の佳人として知られているんだ 。 中学時代県内模試
の成績優秀者で、よく名前を見かけたよ。

 Fukube : Shikamo sono Chitanda-ke no choujo wa, seiseki yuushuu


bimokushuurei, shinzou no kajin toshite shirareteiru nda.
Chuugaku no jidai kennaimoshi no seiseki yuushuu-sha de,
yoku namae wo mikaketa yo.

 Fukube : Dan juga, anak sulung perempuan dari keluarga Chitanda itu
juga merupakan siswi terbaik, itu karena kecantikannya, dan
juga karena darah kebangsawanannya. Dia selalu mendapatkan
nilai terbaik di tingkat daerah sejak SMP, aku juga sering
melihat namanya.
(Hyouka – eps 1, 00:09:50)
Sama seperti pada penjelasan sebelumnya, Fukube kembali
menjelaskan tentang Chitanda yang dia tahu dari informasi yang dia peroleh.
Dari penjelasan Fukube tersebut, kita mengerti bahwa, selain Chitanda
merupakan anak sulung dari keluarga ternama, dia pun memiliki prestasi
akademik yang baik sejak duduk dibangku SMP, sangat mencerminkan
bahwa Chitanda Eru ini merupakan orang yang berpendidikan.

3. Menjaga Kehormatan dan Martabat


Setelah ke dua alasan di atas yang sudah dibahas dan dijabarkan,
selain karena Chitanda memiliki latar belakang keluarga yang ternama dan
sangat berpengaruh di kotanya, dan juga merupakan orang yang
berpendidikan dan berprestasi, hal itu menjadikan Chitanda harus menjaga
kehormatan dan martabat demi nama baik keluarganya agar tetap terjaga
selalu di kotanya tersebut. Dengan selalu bertutur kata secara halus, dan
merendahkan diri, dapat membuat derajat Chitanda terlihat lebih tinggi. Dan
di bawah ini merupakan dua ucapan Chitanda yang menunjukkan bahwa dia
sangat menjaga nama baik keluarganya, sebagai berikut :

a. Situasi pertama terjadi ketika Chitanda dan Oreki terjebak di dalam


sebuah gudang saat merayakan tahun baru bersama di gudang tak
terpakai, ketika dimintai tolong oleh keluarga Juumonji untuk
seharusnya pergi ke gudang kuil.
 千反田 : あの氏子さんたちは私を知っています。もしあの氏子さ
んたちに助けられたら、きっと誤解されてしまいます。
今日 私は父の代理で来ました、ほかのときや場所なら
ともかく、今ここで折木さんと二人でいるところを見つ
かってしまったら。。。

 Chitanda : Ano ujikosan wa watashi ga shitteimasu. Moshi ano


ujikosantachi ni tasukeraretara, kitto goukai
sareteshimaimasu. Kyou watashi wa chichi no dairi de
kimashita, hokano toki ya bahso nara tomokaku, ima koko de
Oreki-san to futari de iru tokoro wo mitsukatte shimattara...

 Chitanda : Para pengurus kuil itu, mereka mengenaliku. Jika kita meminta
tolong kepada pengurus kuil itu, pasti mereka akan salah
sangka. Hari ini, aku datang untuk mewakili ayahku, ini akan
beda cerita kalau kita ada di waktu dan tempat yang lain,
sekarang kalau orang-orang menemukan aku disini berdua
dengan Oreki-san, maka...
(Hyouka – eps 20, 00:13:10)
Dapat kita lihat dari penjelasan Chitanda pada situasi pertama ini
bahwa, dia khawatir dan cemas apabila mengikuti saran Oreki untuk keluar
dari gudang tak terpakai itu dengan berteriak minta tolong keluar karena akan
menimbulkan masalah, dan kesalahpahaman. Ditambah lagi, keluarga
Juumonji, sekaligus pengurus kuil tersebut sangat mengenal baik keluarga
Chitanda. Dan Chitanda yang saat itu datang kesana untuk mewakili ayahnya,
dia tidak mau sampai kesalahpahaman itu terjadi dan merusak nama baik
keluarganya.

b. Situasi kedua terjadi ketika hari valentine, Chitanda bertemu dengan


Oreki di depan gerbang sekolah dan sedikit membahas tentang rencana
Ibara untuk memberi coklat valentine kepada Fukube.
 千反田 : 折木さん、その。。今日がバレンタインですが、私の家
では本当に親しい方にはお歳暮やお中元をお送りしない
ことにしてるんです。ですので、 バレンタインも。。
あの。。
 Chtanda : Oreki-san, sono..kyou wa barentain desu ga, watashi no ie de
wa hontou ni shitashi kata ni wa o-seiba ya o-chuugen wo
okurishinai koto ni shiteru ndesu. Desu no de, barentain
mo..ano...

 Chitanda : Oreki-san, umm..hari ‘kan hari valentine, tapi di keluargaku


kami tidak memberikan hadiah kepada orang yang benar-benar
dekat. Itulah kenapa, meskipun valentine, aku...
(Hyouka – eps 21, 00:05:38)
Pada situasi ke dua ini, bisa kita lihat bahwa Chitanda sangat menjaga
dan menaati peraturan di rumahnya sebagai anak dari keluarga Chitanda.
Yang dimana salah satu peraturannya adalah keluarga mereka tidak
memberikan hadiah kepada seseorang yang benar-benar dekat dengan
keluarganya, atau dengan kata lain memiliki hubungan soto dengan keluarga
Chitanda. Sehingga, meskipun Chitanda ingin memberikan coklat valentine
kepada Oreki sat itu, tapi karena dia menjaga nama baik keluarganya, dia
tetap memilih menaati peraturan keluarganya tersebut.

4. Menujukkan Jati Diri


Rasa ingin menunjukkan jati diri pun bisa menjadi salah satu alasan
yang melatarbelakangi Chitanda selalu menggunakan bahasa sopan di setiap
kesehariannya. Menjadi salah satu dari anggota keluarga bangsawan di
kotanya, membuatnya ingin menunjukkan bahwa jati diri Chitanda
sebenarnya kepada orang-orang di lingkungan sekitarnya dengan selalu
bertutur dengan cara halus dan ramah. Dan beberapa ucapan di bawah ini
merupakan sudut pandang dan opini Oreki terhadap Chitanda.

a. Situasi pertama ini terjadi ketika Chitanda menjelaskan kepada Ibara


mengenai hubungan anara keluarganya dengan keluarga Irisu yang
sudah berjalan lama.
 折木 : 旧家名家もなかなか大変なんだな。

 Oreki : Kyuukameika mo naka-naka taihen nan da na.

 Oreki : Pasti sulit menjadi bagian dari keluarga ternama.


(Hyouka – eps 8, 00:06:31)

b. Situasi ini terjadi ketika Oreki melihat Chitanda memberikan sake


titipan ayahnya untuk keluarga Juumoji saat perayaan tahun baru di
kuil.
 折木 : これが名家の付き合いってやつか。

 Oreki : Kore wa meika no tsukatte yatsu ka?


 Oreki : Beginikah jika keluarga kaya berinteraksi?
(Hyouka – eps 20, 00:06:54)
Dari ke dua situasi dari ucapan Oreki tersebut terjadi ketika dia sedang
berbicara kepada dirinya sendiri dalam hati. Dapat kita lihat bahwa Oreki
mengakui keberadaan status kedudukan sosial dan jati diri Chitanda sebagai
anak dari keluarga tenama di kotanya. Selain karena melihat kondsi yang
terjadi diantara Chitanda dan mitra tuturnya, maupun di situasi pertama atau
situasi ke dua, Chitanda selalu bertutur dengan menggunakan keigo untuk
meninggikan, atau merendahkan dirinya terhadap lawan bicaranya.

5. Rasa Tanggung Jawab


Karena merupakan anak tunggal perempuan dari salah satu keluarga
bangsawan di kotanya, Chitanda pasti memiliki rasa tanggung jawab yang
besar terhadap keluarganya. Karena bukanlah hal yang mudah untuk menjadi
bagian dari keluarga ternama yang memiliki pengaruh di kotanya sendiri.
Dengan selalu bertutur secara sopan terhadap siapapun tanpa mengenai
keadaan, usia, dan status sosial, berkelakukan baik, berprestasi, menjaga
nama baik dan menaati segala peraturan keluarga, merupakan bentuk rasa
tanggumg jawab yang Chitanda lakukan untuk keluarganya. Dan di bawah ini
juga merupakan salah satu tindakan rasa tanggung jawab Chitanda sebagai
anak dari keluarga besar Chitanda.

 千反田 : 私はここに戻ることを嫌だとも悲しいとも思っていませ
ん。千反田の娘として、相応の役割を果たしたいと思っ
ています。そのための方法をずっと考えていました。ふ
たつあると思います。ひとつは商品価値の高い作物を作
ることで皆で豊かになる方法。もうひとつは経営的戦略
眼で生産を効率化し、皆で貧しくならない方法。私は結
局前者を選ぶことにしました。
 Chitanda : Watashi wa koko ni modoru koto wo iya da to kanashii to mo
omotteimasen. Chitanda no musume toshite, souou no
yakuwari wo hatashitai to omotteimasu. Sono tame no houhou
wo zutto kangaete imashita. Futatsu aru to omoimasu. Hitotsu
wa shouhinkachi no takai sakumotsu wo tsukuru koto de,
minna yutaka ni naru houhou. Mou hitotsu wa keieiteki
senryakugan de seisan wo kouritsukashi, minna de
mazushikunaranai houhou. Watashi wa kekyoku zensha wo
erabu koto ni shimashita.

 Chitanda : Aku tidak merasa kesal atau pun sedih bila memang harus
kembali ke sini. Aku ingin melaksanakan kewajibanku sebagai
satu-satunya anak perempuan keluarga Chitanda. Untuk itu,
aku selalu memikirkan dengan cara apa aku harus
melakukannya. Ada dua cara yang kupikirkan. Yang pertama
adalah dengan mengoptimalkan hasil produksi sehingga warga
memiliki cukup hasil bumi yang dikonsumsi. Yang ke dua
adalah dengan bekerja di bisnis pertanian dan mengupayakan
agar ekonomi warga bisa lebih baik dari sekarang. Dan pada
akhirnya, aku memutuskan untuk memilih pilihan yang
pertama.
(Hyouka – eps 22. 00:21:10)
Ucapan di atas ini terjadi ketika Chitanda dan Oreki sedang berada di
jalan pulang bersama setelah selesai melaksanakan tugas mereka dalam
festoval budaya di kuil dekat rumah kediaman rumah Chitanda. Saat itu
Chitanda sedikit bercerita kepada Oreki mengenai dirinya yang terkadang
mengalami kesulitan karena menjadi anak dari keluarga bangsawan di
kotanya.
Dapat dilihat dari penjelasannya tersebut, Chitanda berusaha untuk
melakukan yang terbaik demi menjalankan kewajibannya untuk para warga,
sebagai penerus dari keluarga Chitanda nantinya. Meskipun dia harus pergi ke
luar kota, atau pergi ke tempat lain, dia pasti akan kembali ke kotanya di
Kamiyama. Karena tugas dan kewajiban Chitanda berada disitu.

BAB 4
SIMPULAN

Setelah melakukan analisis mengenai pemakaian ragam bahasa sopan


dalam serial animasi Hyouka, dari seorang karakter Chitanda Eru, maka
penulis membuat beberapa simpulan mengenai pemakaian ragam bahasa
sopan yang dihubungan dengan kehidupan sosial dalam masyarakat yakni
sebagai berikut :
1. Pemakaian ragam bahasa sopan atau keigo yang digunakan oleh
karakter Chitanda Eru dalam dua puluh dua banyaknya episode
serial animasi Hyouka tersebut, yakni ada tiga jenis keigo yang di
antaranya adalah sonkeigo, kenjougo, dan teineigo. Dari jenis
sonkeigo yang digunakan di antaranya adalah sochira, o-
tomodachi, go-kankei, donata, irassharu, gozonji, meshi agaru,
otaku, o-sugata, ~kata, sareta, kakareta, -sama, -san, o-suki na,
go-yotei. Sedangkan dari jenis kenjougo di antaranya adalah go-
aisatsu, ukagau, itadakimono, o-kiki suru, o-ai suru, o-hanashi
suru, o-yobu, itadaku, go-soudan, o-tema, go-meiwaku, itasu, oru.
Dan untuk jenis teineigo sendiri di antaranya penggunaan kata
bantu desu, masu.
2. Hubungan interpersonal antartokoh juga menjadi sebab yang
sangat berpengaruh terhadap pemakaian keigo. Dalam konteks ini,
dari awal hingga akhir episode sosok karakter Chitanda Eru selalu
memakai ragam jenis teineigo, yang ditunjukkan dengan
penggunaan akhiran ‘desu’ dan ‘masu’ ketika berbicara dengan
siapapun, tanpa memandang usia, status sosial, situasi, dan
keadaan. Hal itu digunakan agar tuturannya terlihat lebih halus dan
sopan terhadap mitra tuturnya. Memiliki hubungan dekat atau uchi,
dan hubungan jauh atau soto dengan Chitanda, tidak begitu
menjadikan hal tersebut sebagai faktor yang membuat cara
bertuturnya menjadi berubah. Chitanda tetap menggunakan ragam
jenis sonkeigo, kenjougo, dan teineigo terhadap siapa saja lawan
bicaranya. Namun, kepada mitra tutur yang memiliki hubungan
uchi dengannya, Chitanda lebih memilih menggunakan kenjougo
beserta verba khususnya untuk merendahkan diri, dan juga
sonkeigo beserta verba khususnya untuk meninggikan derajat
lawan bicaranya. Namun dapat dilihat dari data yang sudah
dibahasa pada data sebelumnya bahwa karakter Chitanda ini lebih
sering menggunakan penambahan prefiks ‘o’ atau ‘go’ saat
berbicara. Karena pada umumnya pemakaian penambahan prefiks
tersebut memang lebih sering digunakan oleh wanita dibandingkan
oleh pria. Hal tersebut bertujuan agar membuat tuturannya
terhadap lawan bicara selalu terlihat lebih halus dan juga sopan.
3. Tujuan atau hal yang melatarbelakangi sosok Chitanda Eru selalu
memakai keigo dalam kesehariannya ini pun merupakan point
terpenting sebagai jawaban atas masalah ini. Dan melihat dari apa
yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, ada beberapa faktor,
hal-hal yag melatarbelakangi Chitanda sehingga selalu memakai
keigo yakni antara lain :
a. Status kedudukan sosial dari latar belakang keluarga
Chitanda yang merupakan salah satu keluarga ternama dan
memiliki pengaruh besar terhadap kotanya.
b. Chitanda juga merupakan siswi yang berprestasi di
sekolahnya, artinya dia adalah orang yang berpendidikan.
c. Untuk menjaga kehormatan dan martabat demi nama baik
keluarganya pun menjadi faktor yang kuat mengapa
Chitanda selalu memakai keigo, agar membuat cara
bertuturnya selalu terdengar sopan terhadap mitra
tuturnya.
d. Ingin menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya terhadap
orang di sekitar bahwa anak perempuan satu-satunya dari
keluarga Chitanda yang sangat dipandang di kotanya
tersebut memiliki kepribadian yang ramah dengan cara
bertutur yang sopan.
e. Karena menjadi salah satu bagian dari anggota keluarga
bangsawan membuat Chitanda harus memiliki rasa
tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya.
Karena di Jepang, dengan merendahkan diri dengan bahasa atau perilaku,
tidak membuat pembicara akan dipandang rendah oleh lawan bicaranya,
melainkan akan dipandang sebagai orang yang beretika dan sopan.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Samapra. 2005. Kadhipta. Jakarta: Balai Pustaka

Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa : Pengantar. Yogyakarta: Kanisius

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik: Edisi Pertama. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama

Chaer, Abdul. 2015. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta


Ahmadi, Anas, dan Jauhar, Moh. 2015. Dasar-Dasar Psikolingustik. Jakarta:
Prestasi

Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik: Edisi Ketiga. Jakarta:


Gramedia

Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa: Pengantar Bahasa. Yogyakarta.


Kanisius

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2009. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.


Jakarta: Kesaint Blanc Indonesia

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang: Edisi Revisi.


Bandung: Humaniora

Narbuko, Kholid dan Achmadi, Abu. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta:


PT. Bumi Aksara

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode


Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama

Suryabrata, Sumadi, BA., MA., pH.D. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada

A Corporation. 2008. Minna no Nihongo II. Surabaya: IMAF Press

Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta


(https://kbbi.web.id/bahasa [Jum’at, 28 Sept 2018, pukul: 22.04])
(https://wkwkjapan.com/tata-bahasa/ragam-bahasa-hormat-dan-sopan/
[Senin, 1 Oktober 2018, pukul: 14.45])
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Biodata

Nama Lengkap : Rachmadita Nurazjiah


Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 22 Desember 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Pajajaran Kalibata RT/RW : 03/11 No. 22
Kelurahan Bantarjati Kecamatan Bogor Utara, 16153
Agama : Islam
Nama Ayah : Hadri Supriadi
Nama Ibu : Euis Rusnawaty

Pendidikan
2004 – 2009 : SDN Bantarjati 5 Bogor
2009 – 2012 : SMPN 3 Bogor
2012 – 2015 : SMAN 7 Bogor
2015 – 2019 : Universitas Pakuan Bogor, Jurusan Sastra Jepang

「氷菓」のアニメの敬語の使い方の分析
要旨

まとめ
序論
感覚と知性経験が長ければ長いほど上がって行くが人間の社会的存在
である。社会生活に必要な物がたくさんある。そのうちの一つはコミュニ
ケーションである。言語は他の人と会話をする時のコミュニケーション
ツールである。言語を使うと、人間は制限なく頭の中にある様々な事を簡
単に表現できる。言語も言語学的研究の対象である。言語学は言語科学で、
科学的に言語を調査することである。社会言語学は、言語に対する文化的要因、
言語社会学を分析する分野である。敬語と言う期間は話してと聞き手との関係の
状況や使い方によっていくつかのタイプの尊敬のレベルがある。だからこそ、著
者はアニメシリーズの一つでいつも敬語を使うキャラクターの氷菓のアニメの敬
語の使い方の分析を研究としてする。

本論
社会言語学は、言語行動と社会的行動の互いの関係に影響を与えることを分
析する言語ブランチである。
(クリダラクサナ、1993:156)
構文は、言語におけるより大きな単位間や、より大きな単位や、単語間の関
係の設定である。
(クリダラクサナ、2008:223)
構文は、文系性要素と構造について調べる言語ブランチである。
(ステディ、2003:61)
日本語で構文は統語論やシンタクスと呼ばれている。この分野の最
小単位は単語である。日本語には、時々目上の人年上の人と会話する時敬
語を使わなければならない状況がある。敬語の使用は日本語にとって一番
特徴的な物である。インドネシア語では、日本語の敬語に似た表現がない。
もし日本語を勉強しているインドネシア人は敬語を勉強する時や話す時よ
く困った。
敬語は他人や第三者に対して尊敬を表す言語である。
(テラダ、1984:238)
敬語は会話の対象になっている人や聞き手の地位を上げる言語表現で
ある。
(ノムラ、1992:54)
敬語は会話の対象になっている人や読者や聞き手を考慮に入れて話し
手や作家によって使用される丁寧な表現である。
(オガワ、1989:227)
(スジアント & ダヒディ、2009:189)

取得したデータによると、それから著者は二十二話の氷菓のアニメで
社会的地位、年齢、発生時刻状況話し手と聞き手の関係に基づく敬語を
使った千反田エルを分析する。

この状況は、四十五年前の千反田の叔父に起こった事件についてを相談し
ながら、家に訪問する三人の友達に千反田が手作りのおにぎりを作ってあ
る。
 千反田 : お待たせしました。
伊原 : ありがとう ちーちゃん。
千反田 : いえ。梅と昆布と高菜があります。どうぞ召し上がって
ください。
福部 : いただきまーす。
(氷菓, 00:15:34)
この会話をする場所は千反田の家である。 非公式の状況で、聞き手も千
反田の学校の三人の友達、折木と福部と伊原である。その時千反田は、四
十五前に起こった事件のことを相談しに来た、三人の友達におにぎりを
作ってあげる。友達に作ってあげたおにぎりを食べるようにと言った時、
千反田は「召し上がる」と言う尊敬語の表現を使う。その表現は「食べ
る」と普通形と同じ意味である。それは、友達を尊敬する目的である。例
え友達でも、「食べて下さい」より「召し上がって下さい」と言う尊敬語
のほうが、千反田が選んで使う。どちらでも意味が全く同じだが、二つの
表現の礼儀のレベルは非常に違う。「食べて下さい」より「召し上がる」
のほうがもっと尊敬あらわす。普通はこの「召し上がる」はレストランや
食堂や喫茶店でよく使われる。

結論
氷菓のアニメで誰かと話す時いつも敬語を使っている千反田エルと言
うキャラクターを分析した後、著者は社会生活に関連する様々な敬語の使
用を結論づける。
1. 二十二話の氷菓のアニメの千反田エルの使った敬語は三種類ある。
それは尊敬語と謙譲語と丁寧語である。尊敬語の中には「そちら、
お友達、ご関係、どなた、いらっしゃる、ご存知、召し上がる、お
宅、おすがた、~方、された、書かれた、‐様、‐さん、お好きな 、
ご予定」がある。謙譲語の中には「ご挨拶、伺う、いただき物、お
聞きする、お会いする、お話しする、お呼びする、いただく、ご相
談、お手間、ご迷惑、いたす、おる」で丁寧語には「~です」と
「~ます」を使っている。
2. 個人間でも敬語を使う時とても大事な事である。この状況には、年
齢や、社会的地位に関係なく、「です」と「ます」の 接尾辞を使っ
ている最初から最後のエピソードまで 千反田エルが丁寧語をいつも使
う。それは聞き手に千反田の話し方はもっと丁寧に見せるためであ
る。千反田と内関係や外関係になく、誰かに話すとが全く変わらな
い。誰とでも話す時尊敬語や謙譲語や丁寧語を使う。しかし、もし
千反田と内関係がある聞き手なら、他人に向かって謙虚になるため
や地位を上げるために千反田が尊敬語や謙譲語の特別な動詞を使う 。
しかし千反田の話し方はいつも言葉の前に「お」や「ご」を使う。
普通は男性より女性の方がその表現をよく使う。
3. 日常生活でいつも敬語を使っている千反田の目的やその背後にある
ものもこの問題に最も重要である。敬語を使っている千反田の背後
にあるものは色々な原因が分かる。
a. 千反田の社会的地位は彼女の町でとても有名な家族。
b. 千反田は学校で優秀な学生で教育を受けた人と分かる。
c. 千反田の家族に名誉と尊厳を維持するためにも対話者に話方
が丁寧に聞こえるようにいつも敬語を使う。
d. 彼女の町の社会に丁寧に親しみやすい人格を持つ千反田家の
唯一の娘の真の素性を見せるため。
e. 貴族の娘として千反田は家族に大きな責任がある。
日本では言葉や行動で自分の地位を下げることは、他の人に見下ろさ
れる事はないが、倫理的で礼儀正しい人と見なされる。

Anda mungkin juga menyukai