Anda di halaman 1dari 124

PANDUAN PRAKTEK LABOLATORIUM

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM KARDIOVASKULER,


RESPIRATORI, DAN HEMATOLOGI

DISUSUN OLEH:

Mustiah Yulistiani, S.Kp., M.Kep., CWCS


Ns. Tina Muzaenah, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022 -2023
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 1
Judul Buku
Panduan Praktek Labolatorium Keperawatan Dewasa Sistem
Kardiovaskuler, Respiratori, Dan Hematologi

Penyusun
Mustiah Yulistiani, S.Kp., M.Kep., CWCS
Ns. Tina Muzaenah, S.Kep., M.Kep

TIM Pengajar
1. Ns. Tina Muzaenah, S.Kep., M.Kep
2. Mustiah Yulistiani, S.Kp., M.Kep., CWCS
3. Ns. Susana Widyaningsih, S.Kep., MNS

Edisi 3
©2022 Prodi Ilmu Keperawatan
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas muhammadiyah purwokerto 2022-2023

ISBN:
Buku ini dipergunakan untuk kalangan sendiri.
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruhnya dari isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penyusun
dan Program Studi Ilu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 2


VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

VISI
Menjadi Program Studi Pendidikan Profesi Ners (PPN) yang
unggul dalam pengembangan inovasi keperawatan, modern dan
islami peringkat 10 besar nasional tahun 2031

MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, pengabdian
dalam rangka menghasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan berinovasi keperawatan dan mampu
berkompetisi di era globalisasi.
2. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru
dibidang kesehatan dan keperawatan serta menjalin kerja
sama lintas sektoral
3. Menerapkan prinsip dan nilai islami yang universal dalam
ilmu keperawatan yang bermanfaat bagi masyarakat.

TUJUAN
1. Menghasilkan perawat profesional yang memiliki
kemampuan dalam mengembangkan inovasi sesuai
masalah keperawatan dan berdasar pada evidence based
terbaru sesuai tuntutan zaman
2. Menghasilkan penelitian dan pengabdian untuk
meningkatkan ilmu keperawatan dan kualitas layanan
kepada masyarakat
3. Menghasilkan perawat yang mengaktualisasikan nilai islami
dalam kehidupan dan pelayanan kesehatan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 3


SISTEM KARDIOVASKULER

1. ANATOMI JANTUNG ( PEREDARAN DARAH SISTEMIK)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 4


2. ANATOMI JANTUNG PARU-PARU

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 5


3. ANATOMI VENA JUGULARIS

A. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari


angulus sterni) :

B. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous


Pressure/JVP)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 6


4. ANATOMI PEREDARAN DARAH VENA
(Dikutip dari Moore – Clinically Oriented Anatomy, 5th edition 2006)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 7


5. TEKNIK PENYADAPAN EKG

A. Tujuan
Mengetahui gambaran kelistrikan jantung

B. Alat
1. EKG
2. Elektroda ekstermitas
3. Elektroda isap
4. Kapas alcohol
5. Jelly

C. Dokumentasi
1. Nama dan umur klien
2. Waktu pemeriksaan ( tanggal dan jam )
3. Nama Pemeriksa

D. Prosedur kerja
1. Mengecek program terapi medik
2. Mengucapkan salam teraupetik
3. Melakukan evaluasi / validasi
4. Melakukan kontrak ( waktu, tempat dan ruang )
5. Menjelaskan langkah-langkah tindakan
6. Mencuci tangan
7. Mempersiapkan alat
8. Membersihkan permukaan kulit di kedua pergelangan
tangan dan ekstermitas dengan kapas alcohol
9. Memberi jelly secukupnya pada keempat elektroda
ekstermitas dan pasang elektroda tersebut ditempat yang
telah dibersihkan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 8
10. Menghubungkan kabel penghubung klien dengan elektroda
sebagai berikut :
a. Kabel merah dengan elektroda dipergelangan tangan
kanan
b. Kabel kuning dengan elektroda dipergelangan tangan kiri
c. Kabel hijau dengan elektroda dipergelangan kaki kiri
d. Kabel hitam dengan elektroda dipergelangan kaki kanan
11. Membersihkan permukaan kulit didada klien yang akan
dipasang elektoda dengan kapas alcohol.
12. Memberikan keenam elektroda jelly secukupnya & pasang:
a. C1 : Ruang interkostal 4 garis sternal kanan
b. C2 : Ruang interkostal 4 garis sternal kiri
c. C3 : Pertengahan garis lurus yang menghubungkan C2
dan C4
d. C4 : Ruang interkostal 5 kiri digaris midklavikula
e. C5 : Titik potong garis aksila kiri dengan garis mendatar
C4
f. C6 : Titik potong garis aksila kiri dengan garis mendatar
dari C4 dan C5
13. Menyalakan power on alat EKG dengan menghubungkan
mesin EKG dengan listrik.
14. Menuliskan identitas klien dipojok kiri atas: nama, usia,
tanggal dan jam pemeriksaan
15. Merapikan alat dan bersihkan dada dan pergelangan tangan
serta ekstermitas dari sisa-sisa jelly
16. Membentu klien ke posisi senyaman mungkin
17. Mengevaluasi respon klien
18. Merencanakan tindak lanjut
19. Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 9
6. PEMERIKSAAN JANTUNG

Inspeksi jantung (prekordial) diinspeksi dan simultan untuk


mengetahui adanya ketidaknormlan denyutan atau dorongan. Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung, mulai
dari area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis. Area apical, dan area
epigastrik (mitral)

Auskultasi dilakukan pada Lima area auskultasi utama dengan


menggunakan stetoskop bagian diafragma kemudian bagian sungkup.
Gunakan tekanan yang lembut sewaktu menggunakan bagian
diafragma dan tekanan yang mantap sewaktu menggunakan bagian
bell. Lima area utama yang digunakan untuk mendengarkan bunyi
jantung adalah; katup aorta, pulmonalis, trikuspidalis, apical, dan
episgastik. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal dan
kemudian. Dengarkan bunyi SI seirama dengan saat nadi karotis
berdenyut. Setelah itu dengarkan bunyi S2. Suara auskultasi S1 dan S2
dilukiskan sebagai lup dub.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 10


7. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN JANTUNG

NILAI
No ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Stetoskop 1
2. Bolpen dan kertas 1
3. Jam tangan 1
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verufkasi data 1
2. Mencuci tangan 1
3. Menempatkan alat di dekat pasien 1
C Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan 1
pada keluarga/klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum 1
kegiatan dilakukan
D Tahap Kerja
 Inspeksi
1. Bentuk precordium 2
(simetris/cekung/cembung atau
menonjol)
2. Denyut pada apeks (ictus cordis) 2
3. Denyut nadi pada dada (denyutan di sela 2
iga 2 kanan aorta, denyutan di sela iga 2
kiri arteri pulmonalis)
4. Denyut vena (vena jugularis)
 Palpasi 2
1. Palpasi aorta
2. Palpasi arteri pulmonalis 2
3. Palpasi ventrikel 2
4. Palpasi apeks 2
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 11
5. Kaji denyutan dan getaran saat palpasi 2
 Perkusi 2
1. Lakukan perkusi, tentukan batas jantung
(batas pekak/dullness jantung kiri yang
normal terletak pada ruang interkostal 8
III/IV pada garis parasternal kiri, batas
jantung perlu dicari untuk menentukan
gambaran besarnya jantung. Pada
kardiomegali, batas pekak jantung
melebar ke kiri dan ke kanan)
 Auskultasi
1. Dengarkan bunyi jantung 1 dan 2 (BJ 1: 5
ditimbulkan oleh penutupan katup mitral
dan tricuspid, BJ 2: ditimbulkan oleh
penutupan katup aorta dan pulmonal)
2. Dengarkan ada atau tidak bunyi jantung 3
tambahan
3. Hitung HR 3
E Tahap Terminasi
1. Merapikan pasien 1
2. Berpamitan dengan pasien 1
3. Mencuci tangan 1
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan 1
keperawatan
Total 50

Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak
tidak sesuai urutan
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 12


SISTEM PERNAPASAN

I. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI : SISTEM PERNAFASAN

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 13


1. PENGKAJIAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

a. Pengkajian yang dilakukan harus berfokus hal-hal berikut :


Bunyi napas bilateral
Prekuensi dan karakter pernapasan
Program dokter tentang pembatasan aktivitas dan posisi
Kemampuan untuk mentoleransi perubahan posisi
Toleransi terhadap fisioterapi sebelumnya
Hasil radiografi dada terbaru
Tanda-tanda vital

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
Ketidakefektivan bersihan jalan napas berhubungan dengan
sekret yang berlebihan
Risiko infeksi berhubungan dengan sekret yang menetap
Defisiensi pengetahuan berhungan dengan tujuan dan teknik
fisioterapi dada

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 14


Gambar 1. Berbagai posisi postural drainase.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 15


2. PERAWATAN / MEMBERSIHKAN KANUL DALAM
TRAKHEOSTOMI TUBE (TT)

A. Pengertian
Trakheostomi adalah prosedur operasi pada pada leher untuk
membuka jalan napas secara langsung melalui suatu insisi pada
trakea.

B. Tujuan Trakheostomi
Sebagai jalan pintas pada keadaan compromized upper airway dan
untuk memberi akses pada jalan nafas bawah sebagai dasar
pertukaran gas dan ventilasi.

C. Indikasi tindakan Trakheostomi


1. Pemakaian ventilator jangka lama
2. Gagal weaning pada ventilator
3. Obstruksi jalan nafas bagian atas
4. Sekret kental/lengket
5. Intoleransi endotrakeal
6. Trauma
7. Sleep apnoe

D. Keuntungan TT
1. Tidak ada komplikasi jalan nafas atas
- Mudah untuk suctioning
- Mudah untuk stabilisasi
- Mudah diganti atau dipasang ulang
- Kerugian TT
- Komplikasi setelah pemasangan
- Tindakan pembedahan, perdarahan
- Pneumotorak
- Emboli udara, emphysema
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 16
2. Komplikasi jangka panjang
- Infection, perdarahan, tersumbat
- Terbentuknya jaringan granulasi
- Trakeomalasia/ stenosis fistula

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 17


3. PERAWATAN TRAKHEOSTOMI (DRESSING)

A. Persiapan Peralatan
- Peralatan suction
- Sarung tangan steril 2 buah
- NaCl 0,9 %
- Tali pengikat TT atau trakheostomi tube holder
- Sterille cotton swab/ lidikapas sterill
- Spuit 10 CC
- Perlak pengalas
- Kassa steril
- Peralatan dressing trakheostomi steril
- Piala ginjal/ bengkok
- Tempat sampah medis
- Alkohol spray

B. Prosedur Tindakan
1. Tahap Pra Interaksi
a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada.
b. Mencuci tangan.
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan Salam sebagai pendekatan terapeutik.
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 18


3. Tahap kerja
a. Menjaga privasi klien
b. Meletakan pelak pengalas dibawah leher bahu dan
kepala
c. Jika terdapat banyak lendir, lakukan tindakan suction
(lihat prosedur suction), jika perlu lakukan pengempesan
cuff.
d. Lepaskan kassa kotor
e. Siapkan dan buka peralatan dressing steril dan jaga agar
tetap steril
f. Jika TT memakai inner kanul, siapkan cairan pembersih
atau H2O2 dan NaCl 1:1 (gambar A)

Gambar .A : Cairan pembersih

Gambar. B : Pengeringan Kanul

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 19


g. Angkat oksigen yang berada di TT, angkat inner kanul,
masukan pada cairan pembersih, kemudian cuci dan
bilas. Sambungkan kanul dengan sumber oksigen
h. Bersihkan daerah stoma dan outer kanul dengan kasa/
Lidi kapas steril yang dibasahi NaCl steril, kemudian
keringkan daerah tersebut (gambar B)
i. Instrusikan asisten untuk memegangi trakheostomi tube
j. Pasang Trakheostomi Tube Holder / tali pengikat TT
masukan kedalam lubang disisi tube. Satukan kedua
ujung tali kemudian bawa kearah bawah leher untuk
diikatkan pada lubang sisi lain dari trakheostomi. Agar
ikatan tidak terlalu kencang atau longgar, masukan satu
jari tangan dibawah tali baru kemudian diikat.

Gambar . C : Pengeringan Sisi Kiri & kanan Kanul

Gambar. D : Fiksasi Daerah kanul Setelah dibersihkan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 20


k. Letakan kassa steril dibawah/sisi lubang TT (gambar D)
l. Jika cuff dikempeskan, isi kembali udara ke cuff dengan
menggunakan cuff inflator dengan tekanan 20-25 mmHg.
m. Lepaskan sarung tangan dan kaji status pernafasan klien.
4. Tahap Evaluasi
a. Melakukan evaluasi tindakan.
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
c. Berpamitan dengan pasien.
d. Membereskan alat-alat.
e. Mencuci tangan.
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 21


4. SUCTIONING TRAKHEOSTOMI TUBE (STT)

A. Pengertian
Suction trakheostomi (STT) adalah melakukan tindakan
penghisapan lendir pada lubang trakheostomi (TT) dengan
menggunakan mesin pengisap (suction).

B. Tujuan
Bertujuan menjaga jalan nafas tetap bersih atau mengangkat
akumulasi sekret, prosedur suction TT TIDAK dilakukan sebagai
prosedur rutin.

C. Indikasi suction antara lain


1. Pasien yang tidak mampu mengeluarkan dahak
2. Penumpukan sekret ditube
3. Pasien memiliki maslah pernafasan
4. Bunyi suara yang berkumur-kumur, stridor atau berubahnya
suara nafas
5. Sianosis

D. Prinsip tidakan suction trakheostomi


1. Melakukan pengkajian secara komprehensif status resprasi
(auskultasi)
2. Berikan penjelasan sebelum melakukan prosedur suction
karena menakutkan dan daat menimbulkan
ketidaknyamanan.
3. Melakukan pemberian hiperoksigenasi dan hiperinflasi yaitu
pemberian oksigen melebihi prosentase yang pasien terima
sebelumnya.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 22


4. Sebaiknya tidak memberian cairan NaCl 0,9 % (2,5-8 ml/cc)
kedalam TT saat suction.
5. Menjaga teknik aseptik
6. Pemilihan ukuran kateter suction
Penentuan ukuran kateter suction yang paling tepat (rumus
yang paling sering digunakan)berdasarkan ukuran
TT/ET/OTT/NTT adalah dengan perhitungan sebagai berkut.

ii. TT/ET-2) X 2
Ukuran kateter suction: (ukuran

Contoh:
Jika ukuran TT = 8 maka diperlukan ukuran kateter suction
dengan nomor (8-2) X 2= 12

TABEL Ukuran Kateter Suction

Age Kateter Size (french)

Newborn, Infant to 18 6-8


month
18 month - 4year 8-10
4 year – 12 year 12 - 14
Adult > 12-16

7. Kedalaman masuknya kateter


Masuknya kateter yang terlalu dalam dapat mestimulus
nervus vagus yang dapat menyebabkan gangguanan heart
rate seperti bradikrdi. Direkomendasikan kateter masuk
sampai karina kemudian ditarik 1 cm, baru dilaukan suction.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 23


8. Tekanan negatif
Pemberian tekanan negatif hanya pada saat kateter ditarik
(mengangkat sekret). Tekanan negatif yang direkomendasikan
adalah 80-150 mmHg (10,6-20 kPa). Tekanan negatif yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan hipoksemia, trauma dan
atelektasis.

Tabel tekanan negatif berdasarkan usia

Tekanan Suction Tekanan Suction


Usia
dinding (mmHg) portable (H2O)
Infant < 1 tahun 60-80 3-5
Anak usia 1-8 tahun 80-120 5-10
Dewasa 120-150 5-15
>75 tahun 80-120 5-10

9. Lama suctioning, Lama tindakan tiap kali suctioning adalah 10-


15 detik
10. Jumlah suctioning, melakukal sucion maksimum 2 kali dalam
satu periode tindakan
11. Dokumentasi

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 24


5. PROSEDUR TINDAKAN SUCTION PADA TRAKHEOSTOMI

A. Persiapan alat:
1. Mesin suction(portabel atau sentral) dengan selang
konektor
2. Kateter suction dngan ukuran yng sesuai
3. NaCl 0,9% steril dan comb steril (untuk membersihkan jika
terjadi sumbatan)
4. Sarung tangan steril (untuk operator)
5. Sarung tangan tidak steril ( untuk asisten)
6. Resuscitator (ambubag) untuk pasien yang kritis dan tidak
mampu ambulasi
7. Spirometer, EKG monitor jika tersedia
8. Alkohol spray (jika tidak tersedia air dan sabun untuk cuci
tangan)
9. Tempat sampah medis
10. Stetoskop

B. Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada.
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.

C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 25


D. Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien kepala sedikit
ekstensi.
3. Mengkaji adanya sekret dan kebutuhan klien untuk suction
(lakukan auskultasi paru)
4. Nyalakan mesin suction dan cek tekanan mesin dengn cara
menutup selang mesin dengan ibu jari
5. Set tekanan pad bayi: 40-80 mmhg, 100-120 mmHg untuk
anak-anak dan 100-150 mmHg untuk dewasa.
6. Letakan handuk/perlak pengalas dibawah kepala dan leher
pasienjika pasien memaka iner kanul; angkat inner kanule dan
bersihkan inner kanul.
7. Gunakan sarung tangan steril, tangan dominan dijag tetap
steril, tangan non dominan bisa tidak steril.
8. Buka selang kateter (insruksikan asisten jika ada) dan
sambungkan dengan selang dari mesin, jaga tetap steril.
9. Pegang kateter steril dengan tangan yang dominan. Pegang
pangkal kateter dengan tangan yang tidak dominan.
10. Berikan oksigenasi (instrusikan asisten) untuk memberikan
ekstra oksigen dengan ambubag 10-15 l/m (dewasa sebelum
dan sesudah suction sebanyak 3 kali dengan interval 10-15
detik , tekanan tidak lebih dari 500 ml (memompa dengan
tekanan setengah) gambar A.
11. Tindakan suction. Masukan kateter secara perlahan dengan
tanpa menutup katup pengontrol ibu jari (posisi tidak
menyedot) sampai karina dan secepatnya tarik 1 cm
kemudian tutup katup pengontrol ibu jari dengan jari tangan
yang tidak dominan, suction dengan teknik ditarik sambil
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 26
memutar. Lakukan tindakan dalam waktu 10-15 detik
(dewasa), bayi < dari 5 detik (gambar B)

Gambar. A : Pasang Ambubag ke Tabung Oksigen

Gambar. B : Kepala Pasien Saat Suction

Beri waktu pasien untuk pemulihan selama 10 detik sebelum


melakukan ulang suction. Jika pasien tidak stabil/kritis beri
hiperoksigenasi dengan resuscitator dengan FiO2 100%
diantara tindakan suction.
12. Jika belum bersih ulangi tindakan no 13 dan no 14
13. Observasi respon pasien dan lakukan engkajian dan
monitoring post suctioning.
14. Cuci kateter dengan NaCl, jika trakheostomi memakai inner
kanul, masukkan inner kanul kembali
15. Lepas kateter dari selang penghubung. Buang kateter pada
tempat yang disediakan dan lepas sarung tangan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 27


E. Tahap Evaluasi
1. Melakukan evaluasi tindakan.
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
3. Berpamitan dengan pasien.
4. Membereskan alat-alat.
5. Mencuci tangan dan catat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 28


6. PROSEDUR TINDAKAN SUCTION PADA HIDUNG DAN MULUT

A. Persiapan alat:
1. Mesin suction(portabel atau sentral) dengan selang konektor,
2. Kateter suction dngan ukuran yang sesuai
3. NaCl 0,9% steril atau air matang
4. Sarung tangan steril
5. Bak instrumen :berisi pinset anatomi 2, kasa secukupnya, kom
6. Alkohol spray (jika tidak tersedia air dan sabun untuk cuci
tangan)
7. Tempat sampah medis
8. Oksigen set
9. perlak pengalas, Kertas tissue
10. Stetoskop

B. Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada.
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.

C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 29


D. Tahap kerja
2. Menjaga privasi klien
3. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien, kepala sedikit
ekstensi/semi fowler 30˚.
4. Memberikan oksigen 2-5 menit.
5. Meletakan perlak pengalas dibawah dagu klien.
6. Memakai sarung tangan
7. Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol
penampung
8. Memasukkan kanul saction dengan hati-hati (hidung : ± 5
cm, mulut : ± 10 cm) hisap lendir
9. Menghisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik
keluar perlahan sambil memutar (± 5 detik untuk anak, ± 10
untuk dewasa)
10. Mengulangi prosdur tersebut 3-5 kali suctioning
11. Bersihkan kateter suction dengan NaCl atau air matang.
12. Lepas kateter dari selang penghubung. Buang kateter pada
tempat yang disediakan dan lepas sarung tangan.
13. Mengobservasi keadaan umum pasien dan status pasien dan
status pernafasannya.
14. Mengobservasi sekret tentang warna, bau dan volumenya.

E. Tahap Evaluasi
1. Melakukan evaluasi tindakan.
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
3. Berpamitan dengan pasien.
4. Membereskan alat-alat, dan mencuci tangan.
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 30


7. FISIOTERAPI DADA & LATIHAN BATUK EFEKTIF

A. Fisioterapi Dada
1. Pengertian
Fisioterapi dada yaitu suatu rangkaian tindakan keperawatan
yang terdiri dari perkusi, vibrasi, dan postural drainase.
a. Perkusi/
Perkusi atau disebut clapping adalah pukulan kuat pada
kulit dengan tangan dibentuk seperti mangkuk. Secara
mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada
dinding bronkhus.

b. Vibrasi
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan
oleh tangan yang diletakan datar pada dinding dada klien

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 31


c. Postural drainase
Postural drainase adalah pengaliran sekret dari berbagai
segmen paru dengan gravitasi.

Posisi postural drainage pada lobus tengah dan bagian


bawah paru

Posisi postural drainase pada segmen atas paru paru

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 32


2. Tujuan
 Menurunkan frekuensi pernafasan dan meningkatkan
pertukaran oksigen
 Mengurangi nafas pendek
 Membantu klien/ pasien batuk lebih produktif
 Meningkatkan aerasi dari paru-paru yang bermasalah
serta meningkatkan pertukaran gas
 Menurunkan suara tambahan pada paru-paru
 Meminimalkan kemungkinan komplikasi (infeksi karena
kondisi yang statis)

3. Kontaindikasi
Fraktur atau patah tulang costae

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 33


4. Peralatan
 Bantal utuk pengaturan posisi/ tempat tidur yang bisa
untuk merubah posisi
 Tissu
 Pot sputum
 Handuk/ kain untuk area perkusi

5. Prosedur tindakan fisioterapi dada


a. Pra interaksi
- Memvalidasi adanya program medic fisioterapi dan
memastikan area paru yang akan dilakukan
fisioterapi.
- Cuci tangan
- Mempersiapkan alat
b. Orientasi
- Memberi salam kepada pasien
- Menanyakan apakah klien sudah makan. Tindakan
minimal dilakukan 1 jam setelah klien makan
- Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur
- Menanyakan persetujuan atau kesiapan
c. Kerja
- Mengatur posisi sesuai daerah paru yang terganggu
denga posisi postural drainase
- Memasang alas/ handuk pada area yang akan di
perkusi dan tempatkan pot sputum di dekat mulut
pasien
- Melakukan clapping/ perkusi dengan cara telapak
tangan dibentuk seperti mangkuk lalu pukulkan pada
punggung klien perlahan-lahan selama kurang lebih
1-2 menit
- Meminta klien untuk batuk dan mengeluarkan sekret
segera setelah perkusi selesai
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 34
-Mengintruksikan klien untuk menghirup (inspirasi
dalam) secara perlahan tahan sebentar
- Bersamaan dengan itu ratakan tangan pada area
paru yang mengalami penumpukan sekret
- Instruksikan klien mengeluarkan nafas/ ekspirasi
melalui mulut
- Dan lakukan vibrasi
- Lakukan tindakan ini 3- 4 kali pada area yang terkena
- Anjurkan klien menarik nafas dalam dan batuk.
- Melakukan auskultasi paru
d. Terminasi
- Mengevaluasi tindakan
- Berpamitan dengan klien
- Membereskan alat
- Mencuci tangan
- Mendokumentasikan tindakan meliputi : frekuensi
dan durasi fisioterapi, status pernafan, jumlah,
warna, konsistensi sputum, respon klien.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 35


B. Latihan Nafas dalam dan Batuk efektif
1. Pengertian
Latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan
menganggu di saluran nafas dengan cara dibatukkan.

2. Tujuan
a. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret
b. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik
laborat
c. Mengurangi sesak nafas akibat akulumulasi sekret

3. Indikasi/ dilakukan pada


a. Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi
sekret
b. Pemeriksaan diagnostik sputum di laboratorium

4. Peralatan
 Kertas tisu
 Bengkok
 Perlak/ pengalas
 Sputum pot berisi disinfektan
 Air minum hangat

5. Prosedur pelaksanaan
a. Tahap pra interaksi
1. Menverifikasi data akan kebutuhan latihan nafas
dalam dan batuk efektif sebelumnya
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
b. Tahap Orientasi
1. Memberi salam kepada pasien dan menyapa nama
pasien

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 36


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/ kesiapan klien
c. Tahap kerja
1. Menjaga privaci pasien
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakan satu tangan di dada dan
satu tangan di perut
4. Meminta pasien melakukan nafas perut (menarik
nafas dalam melalui hidung dalam 3 hitungan, jaga
mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya
abdomen (cegah lengkung pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3
hitungan (lewat mulut bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya
abdomen dan kontraksi dari otot.
9. Memasang alas/ perlak dan bengkok (dipangkuan
pasien bila duduk atau di dekat mulut bila tidur
miring)
10. Meminta pasien untuk melakukan nafas 2 kali, yang
ketiga : inspirasi, tahan nafas, dan batukan dengan
kuat.
11. Menampung lendir dalam pot
12. Merapikan pasien
d. Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 37


8. PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI BINASAL

a. Pengertian
Pemberian oksigen melalui hidung dengan kanal nasal ganda

b. Tujuan
Mempertahankan dan memenuhi kebutuhan oksigen

c. Dilakukan pada
Pasien yang mengalami gangguan oksigenasi dan mendapatkan
terapi oksigen dengan konsentrasi rendah (24-45 %) dengan
kecepatan aliran 2-6 liter/ menit

d. Peralatan
1. Tabung O 2 lengkap dengan manometer
2. Pengukur aliran flow meter dan humidifier
3. Selang kanula hidung ganda
4. Plester/ hepavix

e. Langkah-langkah Prosedur
Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi pemasangan 02 sebelumnya.
2. Mencuci tangan
3. Membawa alat ke dekat pasien
Fase Orientasi
1. Memberi salam
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/
pasien
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 38
Fase Kerja
1. Menjaga privaci
2. Memastikan tabung masih berisi oksigen
3. Mengisi botol pelembab dengan aqua sesuai batas
4. Menyambungkan selang binasal O2 dengan humidifier
5. Mengatur posisi semi fowler
6. Membuka flowmeter dengan ukuran yang sesuai dengan
kebutuhan dan memastikan ada aliran udara dengan cara
merasakan aliran udara di punggung tangan kita.
7. Memasang kanula pada hidung pasien dengan hati-hati
8. Memperhatikan reaksi dan menanyakan respon pasien
9. Merapikan pasien
10. Memfiksasi selang kanal oksigen
11. Merapikan pasien
12. Berpamitan dengan pasien
13. Membereskan alat-alat
14. Mencuci tangan
15. Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 39


II. CEKLIST KETERAMPILAN SKILLAB

1. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN


PERAWATAN KANUL BAGIAN DALAM TRAKHEOSTOMI TUBE (TT)

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya.
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
B Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
C Tahap Kerja
4. Menjaga privasi klien
5. Meletakan pelak pengalas dibawah leher bahu dan
kepala
6. Jika terdapat banyak lendir , lakukan tindakan suction
(lihat prosedur suction), jika perlu lakukan
pengempesan cuff.
7. Lepaskan kassa kotor
8. Siapkan dan buka peralatan dressing steril dan jaga
agar tetap steril
9. Jika TT memakai inner kanul, siapkan cairan pembersih
atau H2O2 dan NaC
10. Angkat oksigen yang berada di TT, angkat inner kanul,
masukan pada cairan pembersih, kemudian cuci dan
bilas. Sambungkan kanul dengan sumber oksigen
11. Bersihkan daerah stoma dan outer kanul dengan kasa/
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 40
Lidi kapas steril yang dibasahi NaCl steril, kemudian
keringkan daerah tersebut (gambar B)
12. Instrusikan asisten untuk memegangi trakheostomi
tube
13. Pasang Trakheostomi Tube Holder / tali pengikat TT
masukan kedalam lubang disisi tube. satukan kedua
ujung tali kemudian bawa kearah bawah leher untuk
diikatkan pada lubang sisi lain dari trakheostomi. Agar
ikatan tidak terlalu kencang atau longgar, masukan
satu jari tangan dibawah tali baru kemudian diikat
14. Letakan kassa steril dibawah/sisi lubang TT (gambar D)
15. Jika cuff dikempeskan, isi kembali udara ke cuff
dengan menggunakan cuff inflator dengan tekanan 20-
25 mmHg.
16. Lepaskan sarung tangan dan kaji status pernafasan
klien.
D Tahap Evaluasi
17. Melakukan evaluasi tindakan.
18. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
19. Berpamitan dengan pasien.
20. Membereskan alat-alat.
21. Mencuci tangan.
22. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 46 x 100 = ...............
Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 41


2. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
PERAWATAN LUKA TRAKHEOSTOMI (DRESSING)

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
B Tahap Orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
C Tahap Kerja
7. Menjaga privasi klien
8. Meletakan pelak pengalas dibawah leher bahu dan
kepala
9. Jika terdapat banyak lendir , lakukan tindakan suction
(lihat prosedur suction), jika perlu lakukan
pengempesan cuff.
10. Lepaskan kassa kotor
11. Siapkan dan buka peralatan dressing steril dan jaga
agar tetap steril
12. Jika TT memakai inner kanul, siapkan cairan pembersih
atau H2O2 dan NaC
13. Angkat oksigen yang berada di TT, angkat inner kanul,
masukan pada cairan pembersih, kemudian cuci dan
bilas. Sambungkan kanul dengan sumber oksigen
14. Bersihkan daerah stoma dan outer kanul dengan kasa/
Lidi kapas steril yang dibasahi NaCl steril, kemudian
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 42
keringkan daerah tersebut (gambar B)
15. Instrusikan asisten untuk memegangi trakheostomi
tube
16. Pasang Trakheostomi Tube Holder / tali pengikat TT
masukan kedalam lubang disisi tube. satukan kedua
ujung tali kemudian bawa kearah bawah leher untuk
diikatkan pada lubang sisi lain dari trakheostomi. Agar
ikatan tidak terlalu kencang atau longgar, masukan
satu jari tangan dibawah tali baru kemudian diikat
17. Letakan kassa steril dibawah/sisi lubang TT (gambar D)
18. Jika cuff dikempeskan, isi kembali udara ke cuff
dengan menggunakan cuff inflator dengan tekanan 20-
25 mmHg.
19. Lepaskan sarung tangan dan kaji status pernafasan
klien.
D Tahap Evaluasi
20. Melakukan evaluasi tindakan.
21. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
22. Berpamitan dengan pasien.
23. Membereskan alat-alat.
24. Mencuci tangan.
25. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 23 x 100 = ...............
Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 43


3. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
SUCTIONING PADA TRAKHEOSTOMI

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila
ada
2. Mencuci
tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
B Tahap Orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga/klien.
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan.
C Tahap Kerja
7. Menjaga privasi klien
8. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
kepala sedikit ekstensi.
9. Mengkaji adanya sekret dan kebutuhan
klien untuk suction (lakukan auskultasi
paru)
10. Nyalakan mesin suction dan cek tekanan
mesin dengn cara menutup selang mesin
dengan ibu jari
11. Set tekanan pad bayi: 40-80 mmhg, 100-120
mmHg untuk anak-anak dan 100-150 mmHg
untuk dewasa.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 44


12. Letakan handuk/perlak pengalas dibawah
kepala dan leher pasienjika pasien memaka
iner kanul; angkat inner kanule dan
bersihkan inner kanul.
13. Gunakan sarung tangan steril, tangan
dominan dijag tetap steril, tangan non
dominan bisa tidak steril.
14. Buka selang kateter (insruksikan asisten jika
ada) dan sambungkan dengan selang dari
mesin, jaga tetap steril.
15. Pegang kateter steril dengan tangan yang
dominan. Pegang pangkal kateter dengan
tangan yang tidak dominan.
16. Berikan oksigenasi (instrusikan asisten)
untuk memberikan ekstra oksigen dengan
ambubag 10-15 l/m (dewasa sebelum dan
sesudah suction sebanyak 3 kali dengan
interval 10-15 detik , tekanan tidak lebih
dari 500 ml (memompa dengan tekanan
setengah).
17. Tindakan suction. masukan kateter secara
perlahan dengan tanpa menutup katup
pengontrol ibu jari (posisi tidak menyedot)
sampai karina dan secepatnya tarik 1 cm
kemudian tutup katup pengontrol ibu jari
dengan jari tangan yang tidak dominan,
suction dengan teknik ditarik sambil
memutar. Lakukan tindakan dalam waktu
10-15 detik (dewasa), bayi < dari 5 detik.
18. Beri waktu pasien untuk pemulihan selama
10 detik sebelum melakukan ulang suction.
Jika pasien tidak stabil/kritis beri
hiperoksigenasi dengan resuscitator dengan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 45
FiO2 100% diantara tindakan suction.
19. Jika belum bersih ulangi tindakan no 13 dan
no 14
20. Observasi respon pasien dan lakukan
engkajian dan monitoring post suctioning.
21. Cuci kateter dengan NaCl, jika trakheostomi
memakai inner kanul , masukkan inner
kanul kembali
22. Cuci kateter dengan NaCl, jika trakheostomi
memakai inner kanul , masukkan inner
kanul kembali
D Tahap Evaluasi
23. Melakukan evaluasi tindakan.
24. Melakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya.
25. Berpamitan dengan pasien.
26. Membereskan alat-alat.
27. Mencuci tangan.
28. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.

Keterangan : Purwokerto, ……………………………..


Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 46


4. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
TINDAKAN SUCTION PADA HIDUNG & MULUT

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
B Tahap Orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga/klien.
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
C Tahap Kerja
7. Menjaga privasi klien
8. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien,
kepala sedikit ekstensi/semi fowler 30˚.
9. Memberikan oksigen 2-5 menit.
10. Meletakan perlak pengalas dibawah dagu klien.
11. Memakai sarung tangan
12. Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan
botol penampung
13. Memasukkan kanul suction dengan hati-hati
(hidung : ± 5 cm, mulut : ± 10 cm)hisap lendir
14. Menghisap lendir dengan menutup lubang
kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (± 5 detik untuk anak, ± 10 untuk
dewasa)
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 47
15. Mengulangi prosdur tersebut 3-5 kali
suctioning
16. Bersihkan kateter suction dengan NaCl atau air
matang.
17. Lepas kateter dari selang penghubung. Buang
kateter pada tempat yang disediakan dan
lepas sarung tangan.
18. Mengobservasi keadaan umum pasien dan
status pasien dan status pernafasannya.
19. Mengobservasi sekret tentang warna, bau dan
volumenya.
D Tahap Evaluasi
20. Melakukan evaluasi tindakan.
21. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
22. Berpamitan dengan pasien.
23. Membereskan alat-alat.
24. Mencuci tangan.
1. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 23 x 100 = ...............
Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(……………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 48


5. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
PERAWATAN WSD

TGL:
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila
ada.
2. Mencuci tangan.
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
4. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga/klien.
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan.
7. Menyiapkan lingkungan yang nyaman.
8. Mencuci tangan.
9. Mendekatkan peralatan.
10. Memberikan posisi semi-Fowler.
11. Mencuci tangan.
12. Memakai sarung tangan.
13. Menyambungkan slang WSD di dada pasien
dengan benar dari pasien ke botol WSD.
14. Memasang instalasi botol WSD dengan
benar (1, 2, atau 3 botol).
15. Melakukan klem pada selang dada sebelum
mengganti cairan disenfektan pada botol
atau sebelum membersihkan keluaran dari
selang WSD.
16. Mengisi botol WSD dengan cairan
disenfektan.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 49
17. Membuka klem selang dada.
Memperhatikan undulasi (turun/naiknya)
cairan pada selang dan botol WSD.
Membereskan peralatan dan mencuci
tangan.
18. Berikan pasien posisi yang nyaman.
19. Kaji respon pasien terhadap rasa tidak
nyaman setelah terpasang WSD.
20. Melakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya.
21. Berpamitan dengan klien.
22. Membereskan alat-alat.
23. Mencuci tangan.
24. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 48 x 100 = ...............

Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 50


6. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
INHALASI NEBULIZER *

TGL :
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
A. Alat
1 Set nebulizer.
2 Obat bronkodilator.
3 Bengkok 1 buah.
4 Spuit 5 cc
5 Aquades.
6 Tissue.
B. Tahap Pra Interaksi
7 Melakukan verifikasi program pengobatan
pasien.
8 Mencuci tangan.
8 Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
C. Tahap Orientasi
10 Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
11 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
12 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
D. Tahap Kerja
13 Menjaga privasi pasien.
14 Mengatur pasien dalam posisi duduk.
15 Menempatkan meja / troley yang berisi set
nebulizer di depan pasien.
16 Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai
takaran.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 51
17 Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik.
18 Memasukkan obat sesuai dosis.
19 Memasang masker pada pasien.
20 Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien
bernapas dapalam sampai obat habis.
21 Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue.
E. Tahap Terminasi
22 Melakukan evaluasi tindakan.
23 Berpamitan dengan pasien.
24 Membereskan alat-alat.
25 Mencuci tangan.
26 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 52 x 100 = ...............

Keterangan : Purwokerto, ……………………………..


Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 52


7. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
INHALASI MANUAL *

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A. Alat
1 Baskom berisi air mendidih.
2 Vaseline / krim.
3 Obat: mentol, inhaler.
4 Handuk 1 buah.
5 Bengkok 1 buah.
6 Peniti 2 buah.
7 Tissue.
8 Kain pengalas untuk baskom air panas.
B. Tahap Pra Interaksi
9 Melakukan verifikasi program pengobatan
pasien.
10 Mencuci tangan.
11 Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
C. Tahap Orientasi
12 Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
13 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
14 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
D. Tahap Kerja
15 Menjaga privasi pasien.
16 Mengatur pasien dalam posisi duduk.
17 Menempatkan meja / troley di sepan pasien.
18 Meletakkan baskom berisi air panas (dan obat) di
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 53
atas meja pasien yang diberi pengalas.
19 Mengoleskan vaseline / krim di sekitar mulut dan
hidung.
20 Menutup baskom dengan handuk menyerupai
corong.
21 Meminta pasien menghirup uap dari corong
melalui hidung, mengeluarkan lewat mulut.
Lakukan berulang-ulang selama 5 – 10 menit.
22 Membersihkan mulut dan hidung dengan tissue.
23 Merapikan pasien.
E. Tahap Terminasi
24 Melakukan evaluasi tindakan.
25 Berpamitan dengan pasien.
26 Membereskan alat-alat.
27 Mencuci tangan.
28 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 56 x 100 = ...............

Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 54


8. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
FISIOTERAPI DADA (PER SEGMEN)

TGL :
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
A. Alat
1 Pot sputum berisi desinfektan
2 Kertas tissue
3 Dua tempat tidur papan/balok (Untuk perubahan
posisi drainase postural)
4 Satu bantal (Untuk drainase postural)
5 Stetoskop
B. Tahap Pra Interaksi
6 Melakukan verifikasi program tindakan pasien.
7 Mencuci tangan.
8 Menempatkan alat spirometer di meja samping
tempat tidur pasien dengan benar.
C. Tahap Orientasi
9 Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
10 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
11 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
D. Tahap Kerja
12 Menjaga privasi pasien.
13* Atur posisi pasien sesuai kebutuhan/Lokasi
penumpukan secret hasil pengkajian :
A Semi fowler bersandar kekanan, kekiri, lalu
kedepan apabila daerah yang akan didrainase
pada lobus atas bronkus apical
B Tegak dengan sudut 450 membungkuk ke depan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 55
pada bantal dengan sudut 450 ke kiri dsan ke
kanan apabila daerah yang akan di drainase
bronkus posterior.
C Berbaring dengan bantal di bawah lutut apabila
yang akan di drainase bronkus anterior
D Posisi trandelenburg dengan sudut 300 atau
dengan menaikkan kaki tempat tidur 35 - 40 cm,
sedikit miring kekiri apabila yang akan di drainase
pada lobus tengah (Bronkhus lateral dan medial)
E Posisi trandelenburg dengan sudut 300 atau
dengan menaikkan kaki tempat tidur 35 - 40 cm,
sedikit miring ke kanan apabila daerah yang akan
di drainase bronkhus superior dan inferior.
F Condong dengan bantal di bawah panggul
apabila yang di drainase bronkus apical
G Posisi trandelenburg dengan sudut 450 atau
dengan menaikkan kaki tempat tidur 45 - 50 cm
ke samping kanan, apabila yang akan di drainase
bronkhus medial
H Posisi trandelenburg dengan sudut 450 atau
dengan menaikkan kaki tempat tidur 45 - 50 cm
ke samping kiri, apabila yang akan di drainase
bronkhus lateral
I Posisi trandelenburg condong dengan sudut
450 dengan bantal di bawah panggul, apabila
yang akan di drainase bronkhus posterior.
14 Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10
menit, kemudian periode selanjutnya kurang
lebih 15 - 30 menit
15 Lakukan observasi tanda vital selama prosedur
16 Setelah pelaksanaan drainase postural
lakukan clapping, vibrasi dan
pengisapan (suction)
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 56
17* Atur posisi klien untuk mengalirkan sekret dari
area paru tertentu (Gambar 1).
A Untuk mengalirkan sekret dari lobus/segmen
paru atas:
1. Minta klien untuk duduk tegak di tempat
tidur atau kursi; lakukan terapi pada dada
anterior kanan dan kiri (Gambar 1A).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal
anterior.
2. Dengan posisi klien agak membungkuk ke
depan pada posisi duduk, lakukan terapi ke
dada posterior (Gambar 1B).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal
posterior.
3. Dengan posisi klien berbaring datar
telentang, lakukan terapi pada dada anterior
kanan dan kiri (Gambar 1C).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal
lateral.
4. Dengan posisi klien berbaring telungkup,
agak miring ke kanan atau kiri, lakukan terapi
pada dada posterior kanan dan kiri (Gambar
1D).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal
superior.
B Untuk mengalirkan sekret dari lobus basal /
bagian Tengah :
1. Dengan klien berbaring telentang, agak
miring ke kiri pada posisis Trendelenburg,
lakukan terapi pada dada anterior kanan
(Gambar 1E).
Untuk Mengalirkan sekret dari segmen apikal
dada anterior kanan & kiri.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 57
2. Dengan klien berbaring telungkup, dan
pinggul elevasi, lakukan terapi dada
posterior kanan (Gambar 1F).
Untuk Mengalirkan sekret dari segmen apikal
dada posterior kanan dan kiri.
C Untuk mengalirkan sekret dari lobus basal /
bagian bawah :
Dengan klien berbaring telentang pada posisi
Trendelenburg, lakukan terapi pada dada
anterior kanan dan kiri (Gambar 1G).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal anterior.
Dengan klien berbaring telungkup dalam posisi
Trendelenburg, lakukan terapi pada dada
posterior kanan dan kiri (Gambar 1H).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal
posterior.
Dengan klien berbaring miring ke kanan atau kiri
dalam posisi Trendelenburg, lakukan terapi di
dada posterior (Gambar 1).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal lateral.
Dengan klien berbaring telungkup, lakukan terapi
di dada posterior kanan dan kiri (Gambar 1).
Untuk Mengalirkan sekret di lobus basal superior.
16 Pertahankan klien pada posisinya dan lakukan
perkusi dada :
A Berikan handuk untuk menutupi kulit, jika
diinginkan.
Mengurangi gesekan pada kulit.
B Rapatkan jari dan ibu jari dan fleksikan, buat
seperti bentuk mangkuk dengan telapak tangan
(Gambar 2).
Memungkinkan telapak tangan digunakan untuk
menangkap udara dan mendorong dengan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 58
hembusan udara ke dada.
C Tepuk area target menggunakan telapak tangan
yang berbentuk mangkuk, tahan pergelangan
kaku, dan tepuk bergantian dengan tangan lain
(menghasilkan bunyi seperti bergema).
Mendistribusikan dorongan udara dan mencegah
‘menepuk’ kulit dengan telapak tangan datar
atau ujung jari.
D Lakukan perkusi di seluruh area target
mennggunakan pola dan irama pergantian
tangan yang sistematis.
Untuk melepaskan sekret di semua area target.
E Lanjutkan perkusi selama 1 sampai 2 menit pada
masing-masing area target, jika dapat ditoleransi.
Memaksimalkan pelepasan sekret dari jalan
napas.
17 Lakukan vibrasi dada:
A Instruksikan klien mengambil napas dalam dan
mengeluarkannya secara perlahan (atau
menggunakan teknik pursed-lip breathing).
B Setiap kali bernapas, lakukan teknik vibrasi
sebagai berikut:
1.1 Letakkan satu tangan di atas tangan lainnya.
(Gambar 3).
1.2 Instruksikan klien untuk mengambil napas
dalam.
1.3 Saat klien mengeluarkan napas perlahan,
alirkan getaran pelan dengan menggetarkan
lengan dan telapak tangan sehingga
menghasilkan getaran tangan.
Memberikan vibrasi halus dengan
menggerakkan sekret yang telah lepas.
1.4 Lanjutkan pengaliran getaran selama fase
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 59
ekshalasi.
Menggerakkan sekret dari lobus paru dan
bronkus ke trakea.
1.5 Relaksasikan lengan dan tangan saat klien
inhalasi.
1.6 Ulangi proses vibrasi selama 5 sampai 8 kali
napas, gerakkan tangan ke area target yang
lain.
Membersihkan sekret di semua area target.
18 Bantu klien ke posisi yang tepat untuk melakukan
batuk efektif atau pengisapan secret trakea
(suction).
Membersihkan sekret dari paru yang terkumpul
di trakea.
19 Atur posisi klien untuk mengalirkan sekret dari
area target lainnya dan ulangi tindakan perkusi
dan vibrasi.
Membersihkan sekret dari paru yang terkumpul
di trakea.
20 Lanjutkan secara berurutan, ulangi perkusi,
vibrasi, dan batuk/pengisapan sampai seluruh
area target yang teridentifikasi telah dilakukan
drainase.
Melakukan drainase secara menyeluruh di
lapangan paru yang terkongesti; membersihkan
sekret dari lapang paru yang tersumbat dan
mencegah obstruksi pada jalan napas.
21 Kaji bunyi napas di lapang paru yang menjadi
target.
Mengevaluasi efektivitas terapi dan kebutuhan
terhadap tambahan.
22 Bantu klien melakukan perawatan mulut.
Menyingkirkan sekret yang tersisa di rongga
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 60
mulut dan menyegarkan mulut.
23 Atur posisi klien di tempat tidur dengan kepala
tempat tidur dievaluasikan 45˚atau lebih.
Memfasilitasi ekspansi paru dan napas dalam.
24 Posisikan klien dengan menaruh bantal di
punggung.
Memfasilitasi gerakan sekret.
25 Pasang pagar pengaman tempat tidur dan
letakkan lampu pemanggil dalam jangkauan.
Meningkatkan keamanan; memfasilitasi
komunikasi.
26 Lakukan higienis tangan dan dokumentasikan
prosedur.
Mengurangi transfer mikroorganisme;
memfasilitasi perawatan klien.
E. Tahap Terminasi
27 Melakukan evaluasi tindakan.
28 Berpamitan dengan pasien.
29 Membereskan alat-alat.
30 Mencuci tangan.
31 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = ....... / 26 x 100 = ...............
Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
(………………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 61


9. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
FISIOTERAPI DADA

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Pra interaksi
1 Memvalidasi adanya program medik fisioterapi
dan memastikan area paru yang akan dilakukan
fisioterapi
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat
B. Orientasi
4. Memberi salam kepada pasien
5. Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur
6. Menanyakan persetujuan atau kesiapan
C. Kerja
7. Mengatur posisi sesuai daerah paru yang terganggu
denga posisi postural drainase
8. Memasang alas/ handuk pada area yang akan di
perkusi dan tempatkan pot sputum di dekat mulut
pasien
9. Melakukan clapping/ perkusi dengan cara telapak
tangan dibentuk seperti mangkuk lalu pukulkan
pada punggung klien perlahan-lahan selama
kurang lebih 1-2 menit
10. Meminta klien untuk batuk dan mengeluarkan
sekret segera setelah perkusi selesai
11. Mengintruksikan klien untuk menghirup (inspirasi
dalam) secara perlahan tahan sebentar
12. Bersamaan dengan itu ratakan tangan pada area
paru yang mengalami penumpukan sekret
13. Instruksikan klien mengeluarkan nafas/ ekspirasi
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 62
TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
melalui mulut
14. Dan lakukan vibrasi
15. Lakukan tindakan ini 3- 4 kali pada area yang
terkena
16. Anjurkan klien menarik nafas dalam dan batuk
17. Melakukan auskultasi paru
D Terminasi
18. Mengevaluasi tindakan
19. Berpamitan dengan klien
20. Membereskan alat
21. Mencuci tangan
22. Mendokumentasikan tindakan meliputi : frekuensi
dan durasi fisioterapi, status pernafan, jumlah,
warna, konsistensi sputum, respon klien.
Keterangan : Purwokerto,
……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 63


10. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
LATIHAN NAFAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
Pra interaksi
1 Menverifikasi data akan kebutuhan latihan nafas
dalam dan batuk efektif sebelumnya
2 Mencuci tangan
3 Menyiapkan alat
Orientasi
4 Memberi salam kepada pasien dan menyapa nama
pasien
5 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6 Menanyakan persetujuan/ kesiapan klien
Kerja
7 Menjaga privaci pasien
8 Mempersiapkan pasien
9 Meminta pasien meletakan satu tangan di dada
dan satu tangan di perut
10 Meminta pasien melakukan nafas perut (menarik
nafas dalam melalui hidung dalam 3 hitungan, jaga
mulut tetap tertutup
11 Meminta pasien merasakan mengembangnya
abdomen (cegah lengkung pada punggung)
12 Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
13 Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3
hitungan (lewat mulut bibir seperti meniup)
14 Meminta pasien merasakan mengempisnya
abdomen dan kontraksi dari otot.
15 Memasang alas/ perlak dan bengkok (dipangkuan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 64


TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
pasien bila duduk atau di dekat mulut bila tidur
miring)
16 Meminta pasien untuk melakukan nafas 2 kali, yang
ketiga : inspirasi, tahan nafas, dan batukan dengan
kuat.
17 Menampung lendir dalam pot
18 Merapikan pasien
Terminasi
19 Melakukan evaluasi tindakan
Keterangan : Purwokerto, ……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 65


11. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
PEMASANGAN OKSIGEN NASAL KANUL

TGL :
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
Pra Interaksi
1 Melakukan verifikasi pemasangan O2 sebelumnya
2 Mencuci tangan
3 Membawa alat ke dekat pasien
Tahap Orientasi
4 Memberi salam
5 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/ pasien
6 Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
7 Menjaga privacy
8 Memastikan tabung masih berisi oksigen
9 Mengisi botol pelembab dengan aqua sesuai batas
10 Menyambungkan selang binasal O2 dengan humidifier
11 Mengatur posisi semi fowler
12 Membuka flowmeter dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan
dan memastikan ada aliran udara dengan cara merasakan aliran
udara di punggung tangan kita.
13 Memasang kanula pada hidung pasien dengan hati-hati
14 Memperhatikan reaksi dan menanyakan respon pasien
15 Merapikan pasien
16 Memfiksasi selang kanal oksigen
17 Merapikan pasien
Tahap Terminasi
18 Berpamitan dengan pasien
19 Membereskan alat-alat
20 Mencuci tangan
21 Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 66


SISTEM HEMATOLOGI

ANATOMI PEREDARAN DARAH

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 67


MEKANISME PENGUKURAN TEKANAN DARAH

A. Pendahuluan

Darah adalah cairan yang sangat kompleks, terdiri dari kedua


elemen terbentuk (sel darah merah, sel darah putih, platelet) dan
plasma. Sel-sel darah merah (eritrosit) adalah unsur terbentuk
paling umum, membawa oksigen ke sel tubuh melalui komponen
utama mereka, hemoglobin. Sel darah putih pada umumnya hadir
di sekitar 1/700th jumlah eritrosit dan berfungsi sebagai mediator
dari respon imun terhadap infeksi atau rangsangan lain
peradangan.
Platelet adalah unsur terbentuk yang berpartisipasi dalam
koagulasi. Plasma sebagian besar air, elektrolit, dan protein
plasma, yang dengan sendirinya sangat kompleks. Protein plasma
yang paling penting dalam pembekuan darah adalah faktor
koagulasi. Karena darah beredar ke seluruh tubuh, perubahan
pada elemen darah normal fisiologi-baik dibentuk atau plasma
protein-mungkin memiliki konsekuensi yang merugikan luas. (1)
Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah
pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung
ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan
mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut - 120
/80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas
pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan
sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung
beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole.
Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat
Anda istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 68


B. Pengertian

Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah


terhadap satuan daearah dinding pembuluh tersebut. Bila
seseorang menagatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah
50 mmHg, hal itu berarti bahwa daya yang di hasilkan cukup
untuk memdorong kolom air raksa melawan gravitasi sampai
setinggi 50 mm. Bila tekanan adalah 100 mmHg, kolom air raksa
akan didorong setinggi 100 milimeter.
Tekanan darah adalah kekuatan tekanan darah dinding
pembuluh darah tersebut. Selama sistol, pada dinding pembuluh
darah adalah yang terbesar selama sistol, jatuh ke titik terendah.
Aliran darah masuk dan keluar dari jantung dikendalikan
oleh katup pada inlet dan outlet ventrikel masing-masing. Katup
ini mengalir darah jantung memastikan bahwa hanya pada satu
arah. Suara yang kita dengar saat mendengarkan jantung adalah
suara dari catup penutupan. Ini membuat jantung mungkin untuk
waktu siklus jantung untuk menentukan seberapa cepat atau
lambat darah sedang dipompa masuk dan keluar dari jantung.

C. Kelainan & Jenis Komponen Darah

Kelainan darah yang lazim terjadi


1. Anemia
Anemia berarti kekurangan hemoglobin dalam darah,
yang dapat disebabkan oleh salah satu sel darah merah
terlalu sedikit atau terlalu sedikit hemoglobin dalam sel.
Beberapa jenis anemia dan penyebab fisiologis mereka
adalah sebagai berikut:
a. Anemia akibat kehilangan darah

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 69


b. Anemia aplastik
c. Anemia megaloblastik
d. Anemia hemofilik
2. Polisitemia
Polisitemia sekunder. Setiap kali jaringan menjadi
hipoksia karena terlalu sedikit oksigen di udara bernapas,
seperti pada ketinggian tinggi, atau karena kegagalan
pengiriman oksigen ke jaringan, seperti gagal jantung, organ
pembentuk darah secara otomatis menghasilkan jumlah
besar merah ekstra sel darah. Kondisi ini disebut polisitemia
sekunder, dan jumlah sel darah merah yang biasa naik ke 6-
7 million/mm3, sekitar 30 persen di atas normal.
Jenis umum dari polisitemia sekunder, disebut
polisitemia fisiologis, terjadi pada pribumi yang tinggal di
ketinggian 14.000 kaki ke 17.000, di mana oksigen atmosfer
sangat rendah.The jumlah darah biasanya 6-7 million/mm3;
ini memungkinkan orang-orang untuk melakukan cukup
tinggi tingkat bekerja terus menerus bahkan dalam suasana
jernih.

D. Kompenen darah yaitu :

1. Eritrosit
Mature sel darah merah berbentuk cakram cekung dua
diisi dengan hemoglobin, yang berfungsi sebagai komponen
pengangkut oksigen dalam darah. Berbeda dengan sel yang
paling lain, mereka tidak memiliki inti pada saat jatuh
tempo; inti mereka diekstrusi selama tahap akhir
pembangunan eritrosit. Adanya eritrosit dengan inti di

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 70


hapusan darah perifer menunjukkan suatu keadaan penyakit
yang mendasarinya.Sel-sel normal merah sekitar 8 m
dengan diameter, ukuran yang lebih besar dari kapiler
terkecil.
Namun, bentuk cekung ganda mereka memberikan
fleksibilitas yang cukup untuk menyelinap melalui kapiler
kecil dan mengantarkan oksigen ke jaringan. Setelah
diekstrusi dari sumsum tulang, eritrosit individu fungsi
selama sekitar 120 hari sebelum mereka dikeluarkan dari
sirkulasi oleh limpa.

2. Granulosit-Neutrofil, Eosinofil, dan Basofil


Para granulosit adalah sel-sel darah putih yang paling
umum; ini, neutrofil yang paling banyak, diikuti oleh
eosinofil dan Basofil. Perkembangannya, ketiga jenis mirip:
Ketika mereka dewasa, inti mereka menjadi lebih rumit dan
multilobed, dan masing-masing mengembangkan sitoplasma
penuh dengan butiran.
Butir ini mengandung berbagai enzim, prostaglandin,
dan mediator peradangan, dengan faktor-faktor tertentu
tergantung pada jenis sel basofil berisi butiran biru atau
ungu yang sangat gelap ketika diwarnai dengan baik Giemsa
atau Wright noda. Basophil butiran yang besar dan biasanya
mengaburkan inti karena kepadatan mereka.
Eosinofil mengandung besar, mencolok "inti sel" butir
(pewarnaan merah dengan Wright atau Giemsa's stain). Inti
eosinofil biasanya bilobed. Biasanya, eosinofil berfungsi
sebagai bagian dari respon inflamasi untuk parasit terlalu

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 71


besar untuk ditelan oleh sel kekebalan tubuh individu.
Mereka juga terlibat dalam beberapa reaksi alergi.
Neutrofil mengandung butiran yang "neutrophilic"
(yaitu, tidak eosinofilik atau basophilic). Meskipun mereka
mendominasi dalam darah, fungsi utama mereka
sebenarnya pada jaringan, mereka harus meninggalkan
darah dengan memasukkan sendiri antara sel endotel dari
vaskular untuk mencapai situs dari cedera atau infeksi.
Butiran mereka mengandung enzim yang sangat aktif seperti
myeloperoxidase, yang, bersama dengan ion oksigen radikal
bebas yang dihasilkan oleh enzim membran seperti fosfat
dinukleotida nicotinamide adenin (NADPH) oksidase,
membunuh bakteri yang menelan neutrofil melalui
endositosis atau fagositosis.

E. Tekanan Darah Arteri

Tekanan darah arteri adalah kekuataan tekanan darah ke


dinding pembuluh darah yang memompanya. Tekanan ini
berubah – ubah pada setiap tahap siklus jantung. Selama sistole
ventrikel kiri memaksa darah masuk aorta, tekanan naik sampai
puncak, yang disebut tekanan sistolik. Selama diastole tekanan
turun, nilai terendah yang dicapai disebut tekanan diastolik.
Tekanan di dalam aorta dan dalam arteri brakhialis dan
arteri besar lain pada orang dewasa muda meningkat mencapai
nilai puncak atau tekanan sistolik kira – kira 120 mmHg selama
tiap siklus jantung dan turun ke nilai minimal atau tekanan
diastolik sekitar 70 mmHg. Tekanan nadi adalah perbedaan
antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik, secara normal

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 72


sekitar 50 mmHg. Tekanan rata – rata adalah tekanan rata – rata
selama siklus jantung.
Tekanan darah arteri adalah satu kesatuan yang memelihara
perfusi jaringan, atau suplai darah ke kapiler, dalam berbagai
kondisi fisiologis, termasuk perubahan posisi tubuh, aktivitas otot
dan sirkulasi volume darah. Tekanan darah arteri di tentukan oleh
curah jantung (volume darah yang dipompa jantung selama 1
menit) dan resistensi perifer. Kenaikkan satu atau keduanya akan
meningkatkan tekanan arteri. Tekanan arteri rata – rata (MAP),
yang merupakan tekanan arteri rata –rata di sepanjang siklus
jantung, tergantung pada sifat drastis dari dinding arteri dan
volume rata – rata darah dalam sistem arteri.

F. Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom,


ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak
adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut
saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat
dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak
perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus
semua organ. Semua informasi ini diproses oleh otak dan
keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh
termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan
mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf
ini dapat berfungsi secara otomatis.
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida
(campuran cairan dan gas) di dalam tubuh. Ginjal juga
memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 73


merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan
pembuluh darah kontriksi sehingga tekanan darah meningkat.
Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat
mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada
ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin
dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang
dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau hormon
tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan tekanan
darah.
Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses
fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah
yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan
jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik.
Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat
terjadi tekanan darah tingggi.
Tekanan darah sangat penting dalam sistem sirkulasi darah
dan selalu diperlukan sebagai daya dorong untuk mengalirkan
darah dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga
terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja sebagai
pemompa darah yang dapat memindahkan darah dari pembuluh
vena ke pembuluh arteri pada sistem sirkulasi tertutup. Aktivitas
pompa jantung berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi
dan relaksasi sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah
dalam sisitem sirkulasi.
Pada perekaman tekanan nadi dalam sistem arteri saat itu
tampak kenaikan tekanan arteri sampai pada puncaknya sekitar
120 mmHg. Tekanan ini disebut tekanan sistole, kenaikkan ini
menyebabkan serta mengalami distensi sehingga tekana
dalamnya turun sedikit. Pada saat diastole ventrikel, tekanan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 74
aorta cenderung menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan ini
dalam pemeriksaan disebut dengan tekanan diastolik. Dengan
adanya perubahan ini maka pada siklus jantung. Inilah yang
menyebabkan terjadinya aliran darah di dalam sistem sirkulasi
tertutup pada tubuh manusia.

G. Pengukuran Tekanan Darah

Mengukur tekanan darah dapat dilakukan dengan


menggunakan alat yang disebut Sfigmanometer dan steteskop
yang dilakukan pada arteri brikialis diletakkan siku yang bisa
teraba secara jelas. Bunyi jantung dapat di dengar pada arteri
briakialis, tempat bunyi pertama sebagai tekanan sistol dan
diastol.
Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah:
1. Kekuataan jantung memompa darah, membuat tekanan yang
dilakukan jantung sehingga darah bisa beredar keseluruh
tubuh dan di arah dapat kembali ke jantung.
2. Viskisitas (kekntalan) darah, disebabkan oleh protein plasma
dan jumlah darah yang beredar dalam aliran tubuh.
3. Tahanan tepi yaitu tahanan yang dikeluarkan oleh darah
mengalir dalam pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar
yang berada dalam arterial.(9)
Metode tidak langsung untuk mengukur aliran darah berbagai
organ daklam manusia termasuk adaptasi dari teknik Fick dan
pengenceran indikator.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 75


Tekanan darah dapat di ukur dengan dua metode:
1. Metode Langsung (Direct Method)
Metode ini menggunakan jarum atau kanula yang dimasukkan
ke dalam pembuluh darah dan dihubungkan dengan
manometer. Metode ini merupakan cara yang sangat tepat
untuk pengukuran tekanan darah tapi butuh peralatan yang
lengkap dan ketrampilan khusus.

2. Metode tidak langsung (Inderct Method)


Metode ini menggunakan Sphygmomanometer (tensi meter).
Tekanan darah dapat diukur dengan tiga cara yaitu:
1) Cara Palpasi
Dengan cara ini hanya dapat diukur tekanan sistolik.
Metode palpasi harus di lakukan sebelum melakukan
auskultasi untuk menentukan tinggi tekanan yang
diharapkan. Palpasi juga dilakukan bila tekanan darah
sulit di dengarkan. Tetapi, dengan Palpasi tekanan
diastolic tidak dapat ditentukan dengan akurat.
2) Cara Auskultasi
Cara ini dapat diukur tekanan darah sistolik maupun
tekanan distolik, cara ini memerlukan alat
‘Stethoscope”.
Dengan Metode ini pertama kali di perkenalkan oleh
seorang dokter Rusia yaitu Korotkoff pada tahun 1905.
Kedua tekanan sistolik dan diastolis dapat diukur dengan
metode ini, dengan cara mendengar (auskultasi) bunyi
yang timbul akibat aliran turbulen dalam arteri yang
disebabkan oleh penekanaan manset pada arteri
tersebut. Dalam cara auskultasi ini harus di perhatikan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 76
bahwa terdapat suatu jarak yang paling sedikit 5 cm,
antar amanset dan tempat meletakkan stetoskop. Bunyi
yang terdengar disebut Bunyi Korotkoff.
Sejalan dengan pengenduran manset, turbulensi
aliran darah melalui arteri brakialis menimbulkan
rangkaina suara. Hal ini dikelompokkan menjadi 5 (Lima)
fase suara. Fase 1 ditandai oleh suara yang jelas, suara
menghentak dan berulang, bersamaan dengan
pemunculan kembali denyut nadi yang teraba.
Pemunculan awal suara fase 1 ini sama dengan tekanan
darah sistolik. Selama fase 2, suara murmur terdengar.
Pada fase 3 dan 4, perubahan mulai terjadi dimana suara
nadi mulai melemah (biasanya 10 mmHg diatas tekanan
darah diastolik yang sebenarnya). Pada fase 5, suara
mulai hilang, dan menunjukkan tekanan darah diastolik.
Bunyi korotkoff dihasilkan oleh arus turbulen dalam
arteri briakialis. Arus laminar dalam arteri yang tidak
berkontraksi adalah tidak bersuara, tetapi bila arus
menyempit kecepatan aliran melalui konstruksi
melampaui kecepatan kritis dan terjadilah arus turbulen.
Penentuan tekanan darah dengan cara auskultrasi,
tekanan dalam manset mula- mula dinaikkan sampai
diatas tekanan sistolilk arteri. Selama tekanan manset
lebih tinggi daripada tekanan sistolik, arteri brikiali akan
tetapi akan tetap kolaps dan tidak akan ada darah yang
mengalir kedalam arteri yang distal selama siklus
penekanan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 77


3) Cara Osilasi
Dalam metode ini kita hanya melihat osilasi pada
manometer. Saat timbulnya pada manometer
menunjukkan tekanan sistolik. Tekanan manset terus di
turunkan sampai osilasi menghilang yang menunjukkan
tekanan diastolik.

H. Klasifikasi Nilai Tekanan Darah

Berikut ini klasifikasi tekanan darah berlaku bagi orang


dewasa berusia 18 tahun atau lebih. Ini didasarkan pada rata-rata
pembacaan tekanan darah yang diukur dengan baik selama 2
atau lebih kunjungan kantor.
Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa
Kategori systolic, mmHg diastolic, mmHg
Hypotensi < 90 atau < 60
Normal 90 – 119 Dan 60 – 79
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Tahap 1 hipertensi 140 – 159 Atau 90 – 99
Tahap 2 hipertensi ≥ 160 or ≥ 100

Klasifikasi tekanan Darah Normal Sesuai Kelompok Usia


Kategori Diastolic Sistolik
Pada masa bayi 50 70 sampai 90
Pada masa anak-anak 60 80 sampai 100
Selama masa remaja 60 90 sampai 110
Dewas muda 60 sampai 70 110 sampai 125
Umur lebih tua 80 sampai 90 130 sampai 150
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 78
TES REMPE LEED (TES PEMBENDUNGAN)

A. DEFENISI
Pemeriksaan penunjang untuk klien dengan DHF (Dengue
Hemoragic Fever) dengan cara menetapkan TD klien sebelumnya.

B. TUJUAN
1. Membantu memberikan pedoman untuk diagnosis DHF
secara dini
2. Mengetahui tanda-tanda perdarahan yang sering terjadi
(petekie).

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Tensimeter dan mansetnya
2. Alat tulis

D. PERSIAPAN KLIEN
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

E. PELAKSANAAN TINDAKAN
1. Mencuci tangan
2. Klien dalam posisi baring terlentang
3. Mengukur tekanan darah klien
4. Menghitung batas tekanan yang akan dipertahankan
(MAP/MABP)
1 sistole + 2 diastole = ........ ( X) mmHg
3 (tiga)
5. Memompa kembali mansetnya pada batas (X) mmHg dan
mempertahankan selama 5 menit.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 79
6. Perhatikan timbulnya petekie pada kulit di bawah lengan
bawah bagian medial pada sepertiga proximal.
7. Membaca hasil tes apakah positif (Muncul Petekie) / negative
(tidak terdapat petekie) didaerah sekitar kulit yang kita
lakukan pembendungan.
8. Uji Rempe Leed ini dinyatakan positif apabila pada 1 inci
persegi (2.8 x 2.8 cm) didapat lebih dari 20 petekie.
9. Merapihkan klien, Merapihkan alat dan Mencuci tangan.

F. EVALUASI
1. Perhatikan adanya petekie setelah dilakukan tes
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Kaji tanda-tanda perdarahan

G. DOKUMENTASI
1. Tanggal dan waktu tes dilakukan
2. Hasil tes (positif atau negative)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 80


FORMAT EVALUASI SKILLAB

1. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN


TEST RUMPLE LEED (TES PEMBENDUNGAN)

Tgl :
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
A. Alat
1 Tensimeter dan mansetnya
2 Alat tulis
B. Tahap Pra Interaksi
3 Melakukan verifikasi program pengobatan pasien.
4 Mencuci tangan.
5 Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
6 Menyiapkan darah (cek silang label darah, suhu
sesuai suhu tubuh).
C. Tahap Orientasi
7 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
8 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
9 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
D. Tahap Kerja
10 Klien dalam posisi baring terlentang
11 Mengukur tekanan darah klien
12 Menghitung batas tekanan yang akan dipertahankan
(MAP/MABP)
1 sistole + 2 diastole = ........ ( X) mmHg
3 (tiga)
13 Memompa kembali mansetnya pada batas (X) mmHg
dan mempertahankan selama 5 menit
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 81
14 Perhatikan timbulnya petekie pada kulit di bawah
lengan bawah bagian medial pada sepertiga
proximal
15 Membaca hasil tes apakah positif (Muncul Petekie) /
negative (tidak terdapat petekie) didaerah sekitar
kulit yang kita lakukan pembendungan
16 Uji Rempe Leed ini dinyatakan positif apabila pada 1
inci persegi (2.8 x 2.8 cm) didapat lebih dari 20
petekie
17 Merapihkan klien
E. Tahap Terminasi
18 Melakukan evaluasi tindakan
a. Respon pasien
b. Perhatikan adanya petekie setelah dilakukan tes
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Kaji tanda-tanda perdarahan
19 Berpamitan dengan pasien.
20 Membereskan alat-alat.
21 Mencuci tangan.
22 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan
a. Tanggal dan waktu tes dilakukan
b. Hasil tes (positif atau negative)
Skor total = …….. /19 x 100 = ……………
Keterangan : Purwokerto, ……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1: Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 82


2. PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
MELAKSANAKAN PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH

Tgl :
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
A. Alat
1 Sarung tangan 1 pasang.
2 Kantong darah yang sesuai.
3 Perlak dan pengalas.
4 Penunjuk waktu.
B. Tahap Pra Interaksi
5 Melakukan verifikasi program pengobatan
pasien.
6 Mencuci tangan.
7 Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar.
8 Menyiapkan darah (cek silang label darah,
suhu sesuai suhu tubuh).
C. Tahap Orientasi
9 Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik.
10 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga/klien.
11 Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan.
D. Tahap Kerja
12 Melepaskan selang infus dari flabottle dan
memindahkan ke kantog darah.
13 Menghitung jumlah tetesan sesuai program.
14 Memperhatikan reaksi pasien.
E. Tahap Terminasi
15 Melakukan evaluasi tindakan.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 83
16 Berpamitan dengan pasien.
17 Membereskan alat-alat.
18 Mencuci tangan.
19 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
Skor total = …….. /19 x 100 = ……………
Keterangan : Purwokerto, ……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1: Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 84


TERAPI INTRA VENA

A. PEMASANGAN INFUS

Pemasangan Infus merupakan salah satu tindakan dasar


dan pertama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan – khususnya
perawat – sebagai awal dari rangkaian kegiatan pengobatan dan
perawatan terhadap hampir semua jenis kasus baik itu gawat,
darurat, kritis, ataupun sebagai tindakan profilaksis.
Karenanya, sebagai tenaga kesehatan – khususnya
perawat – adalah sebuah keharusan untuk bisa
melakukan tindakan pemasangan infus yang baik dan
benar sesuai standar operasional prosedur yang berlaku agar hal-
hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.
Untuk SOP pemasangan infus, setiap instansi pelayanan
kesehatan pasti mempunyai SOP yang berbeda-beda, tergantung
referensi mana yang digunakan. Namun secara garis besar, terapi
intravena semuanya sama.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 85


Pengertian Pemasangan Infus
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh
pasien (Darmawan, 2008).
Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah
memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk
dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan
atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka
waktu tertentu.

Tujuan Pemasangan Infus


Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan
cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa,
memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian
obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parenteral.
Indikasi Pemasangan Infus
Secara garis besar, indikasi pemasangan infus terdiri dari 4
situasi yaitu ; Kebutuhan pemberian obat intravena, hidrasi intravena,
transfusi darah atau komponen darah dan situasi lain di mana akses
langsung ke aliran darah diperlukan. Sebagai contoh :
1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg
memungkinkan untuk pemberian obat secara langsung ke dalam
pembuluh darah Intra Vena
2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian
obat (seperti furosemid, digoxin)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 86


3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara
terus-menerus melalui pembuluh darah Intra vena
4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan &
elektrolit
5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi
kepentingan dgn injeksi intramuskuler.
6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah
7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur
(contohnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan,
dipasang jalur infus intravena untuk persiapan seandainya
berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya
syok (meneror nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan) ,
sebelum pembuluh darah kolaps (tak teraba), maka tak mampu
dipasang pemasangan infus.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 87


MACAM -MACAM JENIS & BENTUK CAIRAN INFUS

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 88


Kontraindikasi Pemasangan Infus
Kontraindikasi relatif pada pemasangan infus, karena ada
berbagai situasi dan keadaan yang mempengaruhinya. Namun secara
umum, pemasangan infus tidak boleh dilakukan jika ;
1. Terdapat inflamasi (bengkak, nyeri, demam), flebitis, sklerosis
vena, luka bakar dan infeksi di area yang hendak di pasang infus.
2. Pemasangan infus di daaerah lengan bawah pada pasien gagal
ginjal, terutama pada pasien-pasien yang mempunyai penyakit
ginjal karena lokasi ini dapat digunakan untuk pemasangan fistula
arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg
aliran darahnya lambat (contohnya pembuluh vena di tungkai &
kaki).

Keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus


Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian
terapi intravena adalah :
1. Keuntungan Pemasangan Infus – Keuntungan terapi intravena
antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena
penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi
total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat
diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek
terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit
dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau
subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat
diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi
atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
2. Kerugian Pemasangan Infus – Kerugian terapi intravena adalah :
tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat
tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 89
pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock” dan
komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba
melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi
vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan
interaksi dari berbagai obat tambahan.

Lokasi Pemasangan Infus


Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena
perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena
supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan
merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena.
Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan
dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika),
lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital
median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan
dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis). Gbr. Dougherty, dkk (2010)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 90


Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan
terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah
sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena
terakhir
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima
jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti
pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak,
perubahan tingkat kesadaran
4. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan
diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum
(misalnya hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena
perifer)
5. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan
pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan
baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke
proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada,
pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting
; jika sedikit vena pengganti
7. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena
menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat
vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis)
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang
terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat
(misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter
9. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada
pasien dengan stroke
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 91
10. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami
pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi

Jenis Cairan Pemasangan Infus


Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005)
cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Cairan bersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat
pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
2. Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 92


3. Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate.
Alat dan Bahan Pemasangan Infus
Sebelum melaksanakan pemasangan infus, berikut adalah alat
dan bahan yang harus dipersiapkan ketika hendak melakukan tindakan
pemasangan infus. Pastikan bahwa ke 12 alat dan bahan ini sudah
tersedia.
1. Standar infus
2. Cairan infus sesuai kebutuhan
3. IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan
4. Perlak
5. Tourniquet
6. Plester
7. Guntung
8. Bengkok
9. Sarung tangan bersih
10. Kassa steril
11. Kapal alkohol / Alkohol swab
12. Betadine

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 93


SOP Pemasangan Infus
Standar Operasional Prosedur (SOP) memasang selang infus
yang digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut:
1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat
3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan
dirasakan selama pemasangan infus
4. Atur posisi pasien / berbaring
5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang
infus dan gantungkan pada standar infus
6. Menentukan area vena yang akan ditusuk
7. Pasang alas
8. Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan
ditusuk
9. Pakai sarung tangan
10. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
11. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke
jantung
12. Pastikan jarum IV masuk ke vena
13. Sambungkan jarum IV dengan selang infus
14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
16. Atur tetesan infus sesuai program medis
17. Lepas sarung tangan
18. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana,
tanggal dan jam pelaksanaan
19. Bereskan alat
20. Cuci tangan
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 94
21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi
keperawatan

Komplikasi Pemasangan Infus


Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis,
hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).
1. Phlebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah
dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang
vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena,
dan pembengkakan.
2. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan
adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan),
palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area
insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara
nyata.
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar
daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan.
Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi
adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah
proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan
torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 95


Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti
terjadi infiltrasi.
3. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada
kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan
dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal:
phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).
4. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding
vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar
vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat
penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan
gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada
tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat
penusukan.
5. Trombophlebitis
Trombophlebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah
peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah
adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan
pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena,
imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan
pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam,
malaise, dan leukositosis.
6. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada
vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri
sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 96
7. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran
ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak
nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan
oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan,
dan selang diklem terlalu lama.
8. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka
maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah
atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang
mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
9. Reaksi vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan
tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau
kecemasan.
10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis,
mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik
pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di
sekitar syaraf, tendon dan ligament.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 97


Pencegahan pada Komplikasi Pemasangan Infus
Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu
memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :
1. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
2. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi
tanda infeksi
3. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
4. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
5. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
6. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut
jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya
embolus
7. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas
plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika
perlu)
8. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan
tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus
9. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi,
vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang
tidak stabil
10. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.
11. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan
millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 98


CARA MENGHITUNG TETESAN INFUS
UNTUK KEBUTUHAN CAIRAN

Faktor yang mempengaruhi peningkatan kebutuhan cairan yakni

1. Demam (kebutuhan menignkat 12% setiap 10C, jika suhu > 370C
2. Hiperventilasi
3. Suhu lingkungan yang tinggi
4. Aktivitas yang ekstrim/berlebihan
5. Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Faktor yang mempengrauhi penurunan terhadap kebutuhan cairan


yakni
1. Hipotermi (kebutuhan menurun 12% setiap 10C, jika suhu <370C)
2. Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi
3. Oliguria atau anuria
4. Hampir tidak ada aktivitas
5. Retensi cairan misal gagal jantung.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 99


Gangguan / masalah pemenuhan kebutuhan cairan
Dehidrasi adalah kekurangan cairan eksternal dapat terjadi
karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan.
Dehidrasi dapat menyebabkan pengeluaran cairan 4-6 L (Dehidrasi
Berat) atau kehilangan 2-4 L (dehidrasi sedang), mata cekung, turgor
kulit buruk, serum natrium 159-166 mEq/L (dehidrasi berat) dan serum
natrium 152-158 mEq/L (untuk dehidrasi sedang).
Ada 2 factor drop atau faktor tetesan yang biasa kita gunakan
dalam pemenuhan kebutuhan cairan yaitu faktor tetesan makro
(macro drip) dan faktor tetesan mikro (mikro drip).
Ada beberapa istilah yang akan mempermudah kita dalam
pemberian cairan menggunakan factor drop seperti dibawah ini:

Rumus / Cara menghitung tetesan infus.


Salah satu cara pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
menggunakan IVFD (Intravenoes Fluid Drops). Pemberian IVFD
disesuiakan dengan kebutuhan cairan pasien. Berikut cara menghitus
tetesan infus.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 100
Tetesan / menit = £ kebutuhan cairan X factor tetesan
Lama infuse (jam) X 60 menit

Tetesan / menit = 500 ml X 20 . = 10.000 = 27,7 (28


tetes/menit)
6 (jam) X 60 menit 360

Contoh soal:
Tn A (30 tahun) masuk rumah sakit dengan keadaan sangat muntah-
muntah sudah 7x sejak pagi hari. Mendapat resep cairan RL (500 ml)
dan dihabiskan dalam 6 jam dengan faktor tetes makro. Berapa jumlah
tetsan per menit yang diberikan?
JAWAB :
Tetesan / menit = £ kebutuhan cairan X factor tetesan
Lama infuse (jam) X 60 menit

Tetesan / menit = 500 ml X 20 . = 10.000 = 27,7 (28


tetes/menit)
6 (jam) X 60 menit 360

Rumus Hitungan dalam Menit

Rumus Hitungan dalam Jam

 Faktor tetesan dewasa 20


 Faktor tetesan anak 60
 Khusus untuk transfusi set faktor tetesan 15 dan ada juga
yang 20
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 101
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMASANGAN INFUS

SKORE
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1 Melakukan verifikasi program rencana tindakan
pada dokumentasi.
2 Mencuci tangan dan menyiapkan peralatan yang
dibutuhkan
3 Menyiapkan pasien dengan posisi yang tepat dan
nyaman.
4 Menempatkan alat-alat di dekat pasien dengan
benar
B Tahap Orientasi
1 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
3 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
C Tahap Kerja
1 Memakai sarung tangan dan kelengkapan APD
2 Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan
dengan selang
infus dan gantungkan pada standar infus.*
3 Mengatur posisi pasien dan pilih lokasi pemasangan
infus dengan tepat, mencari lokasi vena yang akan
ditusuk.
4 Memasang perlak dan alasnya
5 Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena
yang akan ditusuk
6 Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 102
5-10 cm dengan kapas alkohol (melingkar dari arah
dalam ke arah ke luar)
7 Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum
menghadap ke jantung
8 Pastikan jarum IV masuk ke vena
9 Sambungkan jarum IV dengan selang infus
10 Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
11 Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian
plester (plester infus)
12 Atur tetesan infus sesuai program medis
13 Lepas sarung tangan
14 Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi :
nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksanaan
15 Bereskan alat dan Cuci tangan
16 Prosedur tindakan perawat menerapkan teknik
Aseptik dan Anti septik secara tepat.
D Tahap terminasi
1 Melakukan evaluasi tindakan
2 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3 Mencatat kegiatan dilembar dokumentasi.
4 Berpamitan dengan klien
5 Membereskan alat-alat & Mencuci tangan
Skore : 28x2= 56
Keterangan : Purwokerto, ……………………………..
Evaluator
0 : Tidak Dilakukan
1: Dilakukan tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna (…………………………………….)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 103


B. INJEKSI INTRAVENA
Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang
dirawat di rumah sakit. Injeksi intravena dapat dilakukan secara:
1. Bolus: sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam
pembuluh darah menggunak an spuit perlahan-lahan.
2. Infus intermiten: sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam
vena melalui cairan infus dalam waktu tertentu, misalnya
Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang diberikan
secara intermiten).
3. Infus kontinyu: memasukkan cairan infus atau obat dalam
jumlah cukup besar yang dilarutkan dalam cairan infus dan
diberikan dengan tetesan kontinyu.
Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah
antibiotik, cairan intravena, diuretik, antihistamin, antiemetik,
kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk injeksi bolus, vena
yang dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi
superficial, terfiksir dan mudah dimunculkan. Untuk infus
intermiten dan kontinyu dipilih dipilih vena yang lurus
(menetap) dan paling distal atau dimasukkan melalui jalur
intravena yang sudah terpasang

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 104


Gambar 21. Pemasangan torniket

Prosedur injeksi intravena


 Tidak boleh ada gelembung udara di dalam spuit.
Partikel obat benar-benar harus terlarutsempurna.
 Melakukan pemasangan torniket 2 – 3 inchi di atas
vena tempat injeksi akan dilakukan
(gambar 25).
 Melakukan desinfeksi lokasi pungsi secara sirkuler, dari
dalam ke arah luar dengan alkohol 70%, biarkan
mengering.
 Cara melakukan injeksi intravena :
 Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum
menghadap ke atas.
 Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300
terhadap permukaan kulit ke arah proksimal
sehingga obat yang disuntikkan tidak akan
mengakibatkan turbulensi ataupun
pengkristalan di lokasi suntikan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 105


 Lakukan aspirasi percobaan.
1) Bila tidak ada darah, berarti ujung jarum tidak
masuk ke dalam pembuluh darah. Anda boleh
melakukan probing dan mencari venanya,
selama tidak terjadi hematom. Pendapat
yang lain menganjurkan untuk mencabut
jarum dan mengulang prosedur.
2) Bila darah mengalir masuk ke dalam spuit,
berwarna merah terang, sedikit berbuih, dan
memiliki tekanan, berarti tusukan terlalu dalam
dan ujung jarum masuk ke dalam lumen arteri.
Segera tarik jarum dan langsung lakukan
penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.
3) Bila darah yang mengalir masuk ke dalam spuit
berwarna merah gelap, tidak berbuih dan tidak
memiliki tekanan, berarti ujung jarum benar
telah berada di dalam vena. Lanjutkan
dengan langkah berikutnya.
 Setelah terlihat darah memasuki spuit, lepaskan
torniket dengan hati-hati (supaya tidak menggeser
ujung jarum dalam vena) dan tekan plunger dengan
sangat perlahan sehingga isi spuit memasuki
pembuluh darah.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 106
 Setelah semua obat masuk ke dalam pembuluh darah
pasien, tarik jarum keluar sesuai dengan arah
masuknya.
 Tekan lokasi tusukan dengan kapas kering sampai
tidak lagi mengeluarkan darah, kemudian pasang
plester.

Gambar 26. Injeksi Intravena

 Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah


terpasang :
 Tidak perlu memasang torniket.
 Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas
alkohol 70%, tunggu mengering.
 Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 107


perlahan.
 Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum
keluar. Lihat apakah terjadi kebocoran pada karet
jalur intravena.
 Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur
tetesan infus selama 30-60 detik untuk
membilas selang jalur intravena dari obat.
 Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat
perlahan, yaitu minimal dalam 50-70detik, supaya
kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat
 Karena pada teknik injeksi intravena obat demikian
cepat tersebar ke se luruh tubuh, harusdilakukan
observasi pasca injeksi terhadap pasien.

OBSERVASI SETELAH INJEKSI


Setelah injeksi harus selalu dilakukan observasi terhadap
pasien. Lama observasi bervariasi tergantung kondisi pasien dan
jenis obat yang diberikan. Observasi dilakukan terhadap :
- Munculnya efek yang diharapkan, misalnya hilangnya nyeri
setelah suntikan analgetik.
- Reaksi spesifik, misalnya timbulnya indurasi kulit dan
hiperemia setelah skin test.
- Komplikasi dari obat yang disuntikkan, misalnya terjadinya
diare setelah injeksi ampicillin.
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 108
MENGHITUNG KEBUTUHAN BALANCE CAIRAN

Rumus Balance Cairan:

Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL


(IWL: Insensible Water Loss)

Intake / Cairan Masuk: mulai dari cairan infus, minum, kandungan


cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat
suntik, obat yang di drip, albumin dll.

Output / Cairan keluar: urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang


kateter maka hitung dalam ukuran di urine bag, jka tidak terpasang
maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung
di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.

IWL ( Insensible water loss) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari


dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas.

RUMUS IWL

IWL = (15 x BB )
24 jam
CONTOH : Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal)

Maka IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam

Sehingga IWL dalam 24 jam —-> 37,5 x 24 = 900cc/24 jam


Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 109
*Rumus IWL berdasarkan Kenaikan Suhu
[(10% x Cairan Masuk)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam

Contoh : Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, CM= 200cc

IWL = [(10%x200)x(39⁰C-37⁰C)] + 37,5cc


24 jam
= (20×2) + 37,5cc
24
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 110


MENGHITUNG BALANCE CAIRAN

Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai


faktor, diantaranya Berat Badan dan Umur, karena penghitungannya
antara usia anak dengan dewasa berbeda. Menghitung balance
cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake
cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa
M. Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia)
penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.

A. PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA


1. Berdasarkan Intake & Output
a. Input cairan :
Air (makan+Minum) = ……cc
Cairan Infus = ……cc
Therapi injeksi = ……cc
Air Metabolisme = ……cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)

b. Output cairan :
Urine = …… cc
Feses = …… cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan, cairan drainage luka/cairan NGT terbuka= …..cc
IWL = ….. cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)

Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op
Laparatomi hari kedua..akibat appendix perforasi, Keadaan
umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign TD:
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 111
110/70 mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 °C: masih
dipuasakan, saat ini terpasang NGT terbuka cairan berwarna
kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah luka incici
operasi terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc,
Infus terpasang Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul /kolf : 2000
cc/24 jam., terpasang catheter urine dengan jumlah urine
1700 cc, dan mendapat tranfusi WB 300 cc; mendapat
antibiotik Cefat 2 x 1 gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc
setiap kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!

Pembahasan Contoh kasus :


Input Cairan: Infus = 2000 cc
Tranfusi WB = 300 cc
Obat injeksi = 100 cc
AM = 300 cc (5 cc x 60 kg) +
———————————————
2700 cc

Output cairan: Drainage = 100 cc


NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 900 cc (15 cc x 60 kg) +
———————————————-
2900 cc

Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam:


BC = Intake cairan – output cairan
= 2700 cc – 2900 cc
= – 200 cc. (negatif)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 112


2. Balance Cairan Berdasarkan Kenaikan Suhu Tubuh
Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung
output terutama IWL gunakan rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah
konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance
cairannya?

berarti nilai IWl Tn Y = 900 + 200 (38,5 °C – 36,8 .°C)


= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc

Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan


kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +
————————–
3240 cc

Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y


adalah : BL = 2700 cc – 3240 cc = -540 cc (negatif)

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 113


B. PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN PADA ANAK-ANAK
Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur,
untuk menentukan Air Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi
S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari PT. Otsuka
Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 – 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 – 7 tahun : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 – 11 tahun : 6 – 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 – 14 tahun : 5 – 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 – usia anak
dalam tahun) x cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari

CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD,
keluhan pasien menurut ibunya: “rewel, tidak nafsu makan;
malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi malam
berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan
umum terlihat lemah, kesadaran composmentis, TTV: HR 100
x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua tungkai kaki, Makan /24
jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam :
1000 cc, mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil
pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000. Hitunglah balance cairan
anak ini!
a. Berdasarkan Intake & Output
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 114
Input cairan: Minum : 1000 cc
Infus : 1000 cc
Makan : 90 cc + (6 sdkm x 15 cc)
AM : 112 cc + (8 cc x 14 kg)
—————————–
2202 cc

Out put cairan: Muntah : 100 cc


Urine : 1000 cc
IWL : 378 cc + (30-3 tahun) x 14 kg
—————————–
1478 cc

Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam


= 2202 cc – 1478 cc
= + 724 cc (Positif)

b. Balance Cairan Berdasarkan Kenaikan Suhu Tubuh


Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 °C !
yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada
kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 (Suhu Tinggi – 36,8 °C) 36,8 °C adalah konstanta.
IWL An X = 378 + 200 (39,8 °C – 36,8 °C)
378 + 200 (3)
378 + 600
978 cc
Maka output cairan An X = Muntah : 100 cc
Urin : 1000 cc
IWL : 978 cc +
————————-
2078 cc
Jadi Balance cairannya = 2112 cc – 2078 cc
= + 34 cc. (positif)
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 115
FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KESEIMBANGAN CAIRAN
DAN ELEKTROLIT

Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan


elektrolit tubuh antara lain:
a. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena
usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh,
metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih
mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia
dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan
cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan
seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat
kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
c. Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit.
Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar
protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan
protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan
menyebabkan edema.
d. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 116


natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
e. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
o Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air
melalui IWL
o Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi
proses regulator.
o Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan
mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena
kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara
mandiri.
f. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan
lain-lain.
g. Pengobatgan
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat
berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,
dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 117


MASALAH GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT TUBUH

1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan eletrolit tubuh


a. Dehidrasi
b. Syok hipovolemik

2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit


a. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (<>)
Penyebab :
CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik, hipotiroid,
penyakit Addison
Tanda dan Gejala :
 Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam,
pasien mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram
otot.
 Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa
terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi
dan koma.
 Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar
(seperti gagal jantung, penyakit Addison).
 Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan
cairan, mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi
dan takikardi.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 118


b. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Penyebab :
Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada
terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes insipidus,
sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi,
nefropati hiperkalsemik;atau karena hiperalimentasi
dan pemberian cairan hipertonik lainnya.
Tanda dan Gejala:
Iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma
yang sekunder terhadap hiperntremia.
c. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (<>
Etiologi :
o Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada
muntah-muntah, sedot nasogastrik, diare, sindrom
malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
o Diuretik
o Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
o Ekskresi berlebihan melalui ginjal
o Maldistribusi K+
o Hiperaldosteron
Tanda dan Gejala :
Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia,
hipotensi ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang
menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada
hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik
ventrikel, reentry phenomena, dan kelainan konduksi. EKG

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 119


sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U,
dan depresi segmen ST.
d. Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
 Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal
akut atau kronik, diuretik hemat kalium, penghambat
ACE.
 Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang
disebabkan trauma (crush injuries), pembedahan mayor,
luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan
saluran cerna atau rhabdomyolisis. Sumber eksogen
meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam,
transfusi darah dan penisilin dosis tinggi juga harus
dipikirkan.
 Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada
asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin atau peningkatan
cepat dari osmolalitas darah.
 Insufisiensi adrenal
 Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis
sampel darah atau pemasangan torniket terlalu lama.
e. Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala :
Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG
memperlihatkan perubahan-perubahan sekuensial seiring
dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat
gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan
interval PR memanjang, amplitudo gelombang P mengecil,
kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 120
interval QT memanjang dan menjurus ke pola sine-wave.
Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada K+ >
10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi,
kelemahan, arefleksia dan paralisis ascenden.

PENANGANAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN


ELEKTROLIT DENGAN TERAPI CAIRAN

Definis Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara,


mengganti milieu interiur dalam batas-batas fisiologis.
Indikasi, antara lain:
1. Kehilangan cairan tubuh akut
2. Kehilangan darah
3. Anoreksia
4. Kelainan saluran cerna

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 121


DAFTAR PUSTAKA

AIP D III Keperawatan Jawa Tengah. (2006). Standar operasional


prosedur keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi
Pendidikan D III Keperawatan Jawa Tengah.

Altman, B. G, Bushsel, P, Coxon, V. (2000). Delmar’s Fundamental and


Advance Nursing Skill. Library of Congres.

Altman, Patricia Buschel, and Valerie Coxon. (1999). Delmar’s


fundamental and advanced nursing skills book / Gaylene.
Canada .. Library of Congress

Black, J. M., & Matassarin-Jacob, E. (1997). Medical surgical nursing:


Clinical management for continuty of care. Philadephia : J.B.
Lippincott Company.

Bullock & Barbara. (2000). Focus in phatophysiology. Philadephia : J.B.


Lippincott Company.

Cannobio, M. (1990). Cardiovascular disorder (1st ed.). St. Louis : C. V.


Mosby Company.

Colmer, M. R. (1995). Morony’s surgery in nurses. Livingstone :


Educational Low-priced Book Share.

Departemen kesehatan RI. Dirjenyanmed. (1991). Prosedur Perawatan


Dasar, Direktorat RS dan Pendidikan.

Dochterman & Bulechek, (2004). Nursing Intervension Classification


(NIC), 4th edition. Missouri : Mosby.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 122


Dongoes, M. E. (1993). Nursing care plan : Guidance for planning and
documenting patient care. Philadelphia: FA. Davis.

Gibson John. (2003). Fisiologi & Anatomi Modern untuk perawat Edisi
2. Jakarta. EGC.

Guyton Arthur. C & Hall, J. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Editor dr. Ken Ariata Tengadi, dkk. Jakarta EGC.

Ignatavicius, D. D. (1996). Medical surgical nursing : a nursing process


approach. The C.V. Mosby Company.

Jacqueline, Mills, Elizabeth. (2004). Nursing Procedures, 4th Edition.


Lippincott Williams & Wilkins

Kozier, B., & Erb, G. (1995). Techniques in clinical nursing: A


comprehensive approach. Menlo Park, California: Addison
Wesley Publishing Company.

Luckman & Sorensen. (1990). Medical surgical nursing. London : W.B.


Saunder Company.

LeMone, P., & Burke, K. M. (1996). Medical surgical nursing. New York
: Addison Wesley.

Moorhead & Jhonson. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC),


3rd edition. Missouri : Mosby.

NANDA. 2012-2014. edisi bahasa Indonesia. NANDA- 1 Diagnosis


Keperawatan 2012-2014. Philadelphia : EGC. Jakarta.

Potter and Perry. (1996). Fundamental of Nursing . st. Louis. Mosby.


Company
Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 123
Pearce Evelyn C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic
cetakan ke-3, Jakarta PT.Gramedia.

Rhoads, Jacqueline and Meeker, J. B. (2008). Davis’s Guide to Clinical


Nursing Skills. F. A. Davis Company. Philadhelpia.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of


medical-surgical nursing (9th ed.). Philadelphia/New
York/Baltimore: Lippincott.

Williams, Linda, S .and Hopper ,Paula D. (2007) Understanding Medical


Surgical Nursing. Third Edition. Davis Company.
Philadelpia.

Modul Praktik Laboratorium KD SKRH 124

Anda mungkin juga menyukai