Anda di halaman 1dari 14

SISTEM PENERIMAAN DAN PENGELUARAN NEGARA

 Pengelolaan dan Keuangan Negara berpedoman pada beberapa ketentuan yang menjad
i landasan hukum antara lain UUD Negara RI Tahun 1945, UU No.17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan ketentuan lainnya.
 Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan ua
ng, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
 Pendapatan Negara terdiri dari penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan paja
k(PNBP), dan penerimaan hibah.
 Belanja Negara terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja utan
g, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
 Dalam rangka mendukung terwujudnya good govemance, pengelolaan keuangan Negar
a perlu diselenggarakan berdasarkan asas-asas umum pengelolaan keuangan Negara yai
tu asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan dan asas spesialitas. Selain itu juga ter
dapat asas-asas baru yaitu akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, propors
ionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, dan pemeriksaan keuangan
oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
 Untuk melaksanakan pengelolaan keuangan pada satuan kerja pada kementerian Negar
a/ Lembaga maka ditunjuk pejabat pengelolaan keuangan satker meliputi : KPA, PPK, PP
SPM, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Pejabat lainnya.
 Pembayaran tagihan kepada Negara dilakukan dengan memilih dari dua metode yaitu P
embayaran Langsung (LS) dan Mekanisme Uang Persediaan (UP).
 Pengeluaran Negara harus didukung oleh dokumen-dokumen yang dapat mendukung ke
lengkapan dan keabsahan pengeluaran.
 Pengeluaran Negara melibatkan beberapa pihak diantaranya pegawai, penyedia barang/
jasa, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran/ BPP, KPA, KPPN, Bank Operasional dan Pos P
engeluaran.
 Penerima hak mengajukan tagihan kepada negara atas komitmen berdasarkan bukti-buk
ti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Atas dasar tagihan, PPK melakukan penguji
an.
PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN

 Uang Persediaan dapat diartikan sebagai uang muka kerja yang diberikan oleh KPPN sela
ku kuasa BUN di daerah, kepada satuan kerja K/L melalui bendahara pengeluaran, yang
diperuntukkan untuk membiayai belanja satker dengan nilai sampai dengan Rp 50 juta.
UP ini diberikan setelah satker K/L tersebut menerima DIPA.
 Besaran UP Normal yang diajukan oleh satuan kerja K/L untuk pertama kali setelah men
erima DIPA adalah :
 Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayark
an melalui UP sampai dengan Rp 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupi
ah)
 Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibaya
rkan melalui UP diatas Rp 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sa
mpai dengan Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah)
 Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibaya
rkan melalui UP diatas Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).
 Untuk mendapatkan pembayaran UP dari KPPN, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) satuan
kerja K/L harus menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP). A
kun yang digunakan untuk permintaan UP RM adalah 825111.
 Penggantian (GUP) isi, merupakan dana UP yang diisi Kembali (revo;ving) dari KPPN sela
ku kuasa BUN, kepada rekening bendahara pengeluaran, secara otomatis dari pertanggu
ngjawaban yang diajukan. Jumlah total SPP atau GSPM-GUP Tunai merupakan akumulasi
dari jumlah bukti pembayaran/ kuitansi yang dihasilkan dari UP Normal atau Perubahan
UP. Jumlah total SPP atau SPM-GUP Tunai, minimal harus 50% dari UP Normal atau Peru
bahan UP.
 Tambahan Uang Persediaan, merupakan uang muka kerja yang diberikan oleh KPPN kep
ada satuan kerja K/L, sebagai tambahan dari UP Normal yang sudah diterima oleh satker
tersebut. Tambahan UP bersifat mendesak atau habis dalam waktu satu bulan (30 hari),
sejak tanggal SP2D TUP sampai dengan SPM-GUP diterima oleh loket KPPN.
 Untuk perpanjangan pertanggungjawaban Tambahan UP melampaui 1 (satu) bulan, KPA
mengajukan permohonan persetujuan kepada kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan p
ersetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan
 KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan
 KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan
sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya.
PENGUJIAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN

1. Landasan Pelaksanaan Pengujian Tagihan Atas Beban APBN


 Lingkup pengujian tagihan atas beban APBN tercantum dalam UU Keuangan Neg
ara UU No.1 Tahun 2004
 Berdasarkan UU No.1 Tahun 2004 pelaksanaan pengujian dan pembayaran tagih
an harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaku pengujian dan pembayaran tagihan
2. Dokumen dasar pengujian
3. Materi atau obyek pengujian dan pembayaran tagihan
4. Sistema tau tata cara pengujian dan pembayaran tagihan
2. Peran Bendahara Dalam Pengujian Dan Pembayaran Tagihan
Pelaksanaan tugas kebendaharaan Bendahara Pengeluaran meliputi :
 Menerima, menyimpan, menatausahakan dan membukukan uang/ surat berharg
a dalam pengelolaannya
 Melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK
 Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibay
arkan
 Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang
dilakukannya
 Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara
 Mengelola rekening tempat penyimpanan UP
 Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Badan Pemeriksa Keu
angan (BPK) dan KPPN selaku kuasa BUN
Terhadap tagihan kepada Negara semua pihak terkait harus melakukan pengujian terha
dap tagihan kepada Negara. Secara umum pengujian tersebut meliputi 3 hal pokok yaitu
:
1. Pengujian terhadap kesesuaian tagihan dengan UU atau pengujian (Wetmatigheid)
2. Pengujian terhadap kesesuaian tagihan dengan aturan pelaksanaan UU atau penguji
an (Rechmatigheid)
3. Pengujian terhadap kesesuaian tagihan dengan output/materi/hasil atau tagihan (Do
elmatigheid)
 Bendahara wajib memastikan UP yang dibayarkan untuk melakukan pembayaran denga
n batas-batas akun sebagai berikut :
a. Belanja Barang (Akun Belanja : 52)
b. Belanja Modal (Akun Belanja : 53)
c. Belanja Lain-lain (Akun Belanja : 54)
d. Diluar ketentuan pada butir diatas, dapat diberikan pengecualian untuk DIPA pusat o
leh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan untuk DIPA Pusat yang kegiatannya berlo
kasi di daerah serta DIPA yang ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan
setempat.
 Klasifikasi Anggaran
a. Klasifikasi Berdasarkan Organisasi
b. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi
c. Klasifikasi Berdasarkan Sub Fungsi
d. Klasifikasi Berdasarkan Program
e. Klasifikasi Berdasarkan Kegiatan
f. Klasifikasi Berdasarkan Jenis Belanja (Ekonomi)
 Belanja Barang (52)
Didalam melaksanakan anggaran dikenal istilah belanja barang operasional dan belanja
barang non operasional.
a. Akun 5211 : Belanja barang operassional akun belanja meliputi :
 Keperluan sehari-hari perkantoran
 Pengadaan/penggantian inventaris kator yang nilainya dibawah kapitalisasi
 Pengadaan bahan makanan
 Penambah daya tahan tubuh
 Belanja barang lainnya yang secara langsung menunjang operasional Kement
rian Negara/ Lembaga
 Mengadaan pakaian seragan dinas
 Honorarium yang terkait dengan operasional satker
b. Akun 5212 (Belanja Barang Operasional) pengeluaran yang digunakan untuk membia
yai kegiatan non-operasional dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan satker. Peng
eluaran yang termasukn dalam kriteria ini, antara lain :
 Belanja Bahan
 Belanja Barang Transito
 Vakasi
 Honor yang terkait dengan output
 Belanja Barang lainnya
 Belanja Jasa
 Belanja Pemeliharaan
 Belanja Perjalanan Dinas
c. Belanja Jasa (5221)
d. Belanjan Pemeliharaan (5231)
e. Belanja Perjalanan (5241)
 Belanja Modal (53)
Belanja Modal terdiri dari kelompok :
a. Belanja Modal tanah (5311)
b. Peralatan dan Mesin (5321)
c. Gedung dan Bangunan (5331)
d. Irigasi dan Jaringan (5341)
 Perbedaan Belanja Barang dan Belanja Modal
Dalam istilah akuntansi suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila :
a. Untuk peralatan dan mesin
 Nilai barang per unit Rp 1.000.000 atau lebih untuk peralatan dan mesin
 Berumur lebih dari satu tahun
 Memerlukan biaya perawatan
b. Untuk bangunan dan Gedung
Pengeluaran untuk perawatan/perbaikan bangunan dan Gedung dikelompokkan dal
am belanja modal apabila
 Nilai Pengeluaran Rp 25.000.000 atau lebih
 Menambah masa manfaat
 Menambah kapasitas, kualitas, peningkatan standar kinerja atau volume asse
t
 Secara garis besar terdapat dua mekanisme pembayaran dalam rangka pembayaran ata
s beban APBN yaitu Mekanisme UP dan Mekanisme LS
 Mekanisme UP dilakukan dengan cara pembayaran kepada rekanan/pihak yang berhak
dibayar dengan cara pembebanan dari rekaning kas Negara melalui rekening Bendahara.
Sedangkan dalam Mekanisme LS pembayaran kepada rekanan dibayarkan langsung dari
rekening kas Negara kepada rekening rekanan tanpa melalui rekening Bendahara
 Dalam melaksanakan pembayaran dengan Mekanisme Uang Persediaan Bendaharan har
us memperhatikan dokumen dasar yang dipergunakan untuk melaksanakan pembayara
n antara lain : DIPA, POK dan dokumen terkait pengadaan barang dan jasa serta dokume
n penetapan keputusan.
PERPAJAKAN BENDAHARA PENGELUARAN

 Pajak adalah kontrubusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau bad

an yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imb

alan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kem

akmuran rakyat. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang sangat di

andalkan.

 Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketent

uan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada

kantor Ditjen pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat keduduk

an wajib pajak dan kepada wajib pajak diberikan NPWP. Nomor pokok wajib pajak adala

h nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajak

an yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam mela

ksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

 Bendahara dapat melakukan penyetoran pajak dengan system pembayaran pajak secara

elektronik. Transaksi penyetoran tersebut dilakukan melalui Bank/Pos persepsi dengan

menggunakan kode billing.

 Kewajiban akhir dari pemotong/ pemungut pajak adalah membuat SPT sebagai sarana u

ntuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebe

narnya terutang.
 Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak dalam pajak penghasilan, terdiri dari oran

g pribadi, badan dan badan usaha tetap (BUT). Yang menjadi objek pajak penghasilan ad

alah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk k

onsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama

dan dalam bentuk apapun. Cara menghitung penghasilan kena pajak dari wajib pajak ora

ng pribadi dalam negeri adalah penghasilan netto dikurangi dengan penghasilan tidak ke

na pajak (PTKP).

 Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib

pajak orang pribadi dalam negeri.

 Objek pemungutan pajak pertambahan nilai barang/jasa oleh bendahara adalah penyer

ahan barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang dilakukan oleh PKP pe

nyedia barang/jasa pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak terwujud dari luar daera

h pabean didalam daerah pabean, dan pemanfaatan jasa kena pajak (JKP) dari luar daer

ah pabean didalam daerah pabean. PPnBM hanya dipungut oleh bendahara dalam hal P

KP penyedia barang/jasa adalah pabrikan dari JKP yang tergolong mewah.

 Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP dan JKP, kecuali undang-undang men

etapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peratura

n pemerintah. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan t
arif PPn dalam ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Tarif PPnBM yang berlaku sekarang in

i paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

 Objek pemungutan bea materai adalah dokumen. Dokumen yang menjadi objek pemun

gutan adalah dokumen yang ditulis diatas kertas. Pihak yang terutang bea materai adala

h pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bers

angkutan menentukan lain. Pelunasan bea materai terhadap dokumen yang taerutang b

ea materai dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan ben

da materai/ materai tempel, menggunakan kertas materai/ kertas segel, dan mengguna

kan mesin tera bea materai (taxograph).


PEMBUKUAN, APLIKASI DAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PENGELUA
RAN

 Pembukuan merupakan wujud upaya bendahara pengeluaran untuk mengelola keuanga

n negara secara tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.

 Pembukuan adalah pencatatan penerimaan dan pengeluaran satker yang dilakukan di b

uku kas umum, buku-buku pembantu, dan pengawasan anggaran olen bendahara penge

luaran.

 Ruang lingkup pembukuan mengacu pada Batasan tanggung jawab bendahara pengelua

ran.

 Pemeriksaan kas dilakukan minimal sekali setiap bulan.

 Rekonsiliasi internal dilakukan antara bendahara pengeluaran dengan UAKPA setiap bul

an.

 Pembukuan bendahara pengeluaran menganut single entry dan basis kas.

 Input pembukuan bendahara adalah dokumen sumber yang sah.

 Proses pembukuan bendahara adalah pencatatan dokumen sumber dalam BKU, buku pe

mbantu, dan pengawasan anggaran.

 Output pembukuan bendahara adalah BKU dan buku-buku pembantu yang telah direko

nsiliasi dengan UAKPA.


 Tata cara pembukuan mengacu pada prinsip pembukuan.

 Pembukuan bendahara pengeluaran diawali dari BKU, buku pembantu, selanjutnya ke b

uku pengawasan anggaran.

 SP2D UP di bukukan di BKU, buku pembantu bank, dan buku pembantu UP.

 Berita Acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi dibuat setiap bilan. Rekonsiliasi internal m

embandingkan data UP menurut bendahara pengeluaran dengan UAKPA.

 Pemeriksaan kas meliputi pemeriksaan saldo pembukuan dan pemeriksaan saldo kas.

 Uang muka adalah uang yang dibayarkan oleh bendahara sebelum barang/jasa diterima

atau sebelum kegiatan dilaksanakan.

 Secara prinsip penyaluran dana UP dari bendahara kepada BPP dapat dikategorikan seb

agai uang muka.

 Selain kepada BPP, uang muka dapat dibayarkan kepada pelaksana perjalanan dinas dan

penerima uang muka kerja.

 Untuk membukukan uang muka, bendahara harus membuat buku pembantu BPP dan b

uku pembantu uang muka.

 Pengakuan belanja uang muka terjadi pada saat pertanggungjawaban uang muka diteri

ma oleh bendahara.

 LPJ bendahara pengeluaran merupakan laporan yang wajib di buat oleh bendahara peng

eluaran atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.

 Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan p

asti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Jen

is kerugian menurut objeknya adalah uang, surat berharga, dan barang milik negara. Ker
ugian Negara menurut subjek terdiri dari kerugian Negara oleh bendahara dan kerugian

Negara oleh pegawai negeri selain bendahara/pegawai lainnya.

 Kerugian Negara karena perbuatan bendahara diketahui dari informasi pengawasan atas

an langsung, pemeriksaan oleh yang berwenang, dan perhitungan pejabat ex officio. Ata

s kerugian negara tersebut maka aka nada tuntutan penggantian kerugian negara terhad

ap bendahara pengeluaran. Dalam penyelesaian kerugian negara karena Tindakan bend

ahara pengeluaran, terdapat beberapa pihak yang terlibat. Pihak-pihak tersebut pada da

sarnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu BPK dan selain BPK. Pihak-pihak selain BPK anta

ra lain Bendahara Pengeluaran, Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN), instansi, pim

pinan instansi, dan satuan kerja.

 Pembukuan bendahara pengeluaran BLU diatur dalam peraturan Dirjen Perbendaharaan

nomor 47 Tahun 2014 tentang petunjuk teknis pembukuan, penatausahaan, dan pertan

ggungjawaban bendahara pada badan layanan umum.

 Secara prinsip pembukuan bendahara pengeluaran BLU sama dengan pembukuan pada

bendahara pengeluaran satker non BLU.

 Berdasarkan transaksinya, pembukuan bendahara pengeluaran BLU dapat diklasifikasika

n menjadi :

 Transaksi atas UP dan LS

 Transaksi atas uang pihak ketiga, hibah, dana bergulir dan uang titipan

 Transaksi atas dana dari bendahara penerimaan

 Transaksi penyaluran dana ke BPP

 Transaksi uang lainnya

Anda mungkin juga menyukai