Anda di halaman 1dari 20

No Nama Peneliti dan Judul Variabel Variabel Y Hasil

Peneliti Tahun X
1 Setiawan I Nengah Arip PENGARUH MOTIVASI KERJA Motivasi Komitmen Signifikan
(2022) Riski Setiawan, TERHADAP KOMITMEN Kerja Organisasi
Anak Agung Dwi ORGANISASI DENGAN
Widyani, Ni Putu KEPUASAN KERJA SEBAGAI
Ayu Sintya VARIABEL MEDIASI
Saraswati (2022)
2 Supiati Supiati (2022) Pengaruh Motivasi dan Disiplin Motivasi Komitmen Signifikan
(2022) Kerja Terhadap Komitmen Kerja Organisasi
Organisasi pada PT Sorako Jaya Disiplin Tidak
Abadi Motor Kota Palopo Kerja Signifikan
3 Prasada Dodi Prasada, Pengaruh Etos Kerja Dan Etos Komitmen Signifikan
(2020) Denok Sunarsi, Kompensasi Terhadap Komitmen Kerja Organisasi
Arga Teriyan Organisasi Pada DHL Logistic Di
(2020) Jakarta
4 Frederica Angella Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Motivasi Komitmen Signifikan
(2020) Frederica, Komitmen Organisasi Karyawan Kerja Organisasi
Kadunci, Riza (Studi pada Karyawan PT Transito
Hadikusuma Adiman Jati)
(2020)
5 Wendra Bayu Nur HUBUNGAN ANTARA ETOS Etos Komitmen Signifikan
(2020) Wendra, KERJA DENGAN KOMITMEN Kerja Organisasi
Rooswita Santia ORGANISASI KARYAWAN
Dewi dan LAPANGAN PT.BAS
M.Syarif
Hidayatullah
(2020)
6 Nurrahmi Aulia Nurrahmi, Pengaruh Motivasi Kerja, Budaya Motivasi Komitmen Signifikan
(2020) Hairudinor, Setio Organisasi, Dan Gaya Kerja Organisasi
Utomo (2020) Kepemimpinan Transformasional
Terhadap Komitmen Organisasi
Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada
PT.Bank Pembangunan Daerah
Kalsel Cabang Rantau)
7 Buka SM Oupen , AAG KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN Disiplin Komitmen Penting
(2020) Agung, IM TRANSFORMASI, BUDAYA Kerja Organisasi
Yudana (2020) ORGANISASI, DISIPLIN KERJA, Motivasi Penting
DAN MOTIVASI KERJA, Kerja
TERHADAP KOMITMEN
ORGANISASI GURU SWASTA
8 Sempurna Retno Sempurna Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Motivasi Komitmen Signifikan
(2020) , Sofia Ulfa Eka Komitmen Kerja Karyawan di PT Kerja Organisasi
Hadiyanti (2020) Harmoni Mitra Utama Cabang
Samarinda
9 Surito Surito, A. Hadi PENGARUH DISIPLIN KERJA, Disiplin Komitmen Signifikan
(2019) Arifin, Aiyub DAN LINGKUNGAN KERJA Kerja Organisasi
(2019) TERHADAP
KOMITMEN ORGANISASI
PEGAWAI UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH DENGAN
KEPUASAN KERJA SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
10 Miftachudin Rino Miftachudin PENGARUH MOTIVASI, Motivasi Komitmen Signifikan
(2019) (2019) KOMPETENSI DAN KEPUASAN Kerja Organisasi
KERJA TERHADAP KOMITMEN
ORGANISASI
11 Mardianti Wiwin Mardianti PENGARUH ETOS KERJA Etos Komitmen Signifikan
(2019) (2019) TERHADAP KOMITMEN Kerja Organisasi
ORGANISASIONAL PEGAWAI
NEGERI SIPIL DI DINAS SOSIAL
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
12 Saputra I Dewa Nyoman PENGARUH MOTIVASI KERJA Motivasi Komitmen Signifikan
(2018) Sidan Ari DAN KEPUASAN KERJA Kerja Organisasi
Suputra, A.A. TERHADAP KOMITMEN
Ayu Sriathi ORGANISASIONAL
(2018)
13 Cahyadi Muhammad Hubungan Antara Etos Kerja Etos Komitmen Signifikan
(2018) Cahyadi (2018) Dengan Komitmen Organisasi Kerja Organisasi
Karyawan
14 Purnama Nurul PENGARUH MOTIVASI KERJA Motivasi Komitmen Signifikan
(2016) Qomarianing TERHADAP KOMITMEN Kerja Organisasi
Purnama, ORGANISASIONAL DAN
Bambang KINERJA KARYAWAN (Studi pada
Swasto Karyawan Bank BRI cabang Kawi
Sunuharyo, Arik Malang)
Prasetya (2016)
15 Manurung Nurlaely PENGARUH DISIPLIN KERJA, Disiplin Komitmen Signifikan
(2016) Manurung dan MOTIVASI KERJA, KEPUASAN Kerja Organisasi
Asri Laksmi Riani KERJA DAN KOMPETENSI Motivasi Signifikan
(2016) TERHADAP KOMITMEN Kerja
ORGANISASI

Judul

Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Etos Kerja Terhadap Komitmen Organisasi

Indikator Motivasi Kerja

Theories about needs that are widely known (Arep and Tanjung, 2003: 78), include:

a. Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, secara hierarkis dimulai, (1) kebutuhan biologi dan
fisiologi, (2) kebutuhan akan keselamatan, (3) kebutuhan akan kasih sayang, (4) kebutuhan akan
harga diri, (5) kebutuhan kebutuhan kognitif, (6) Kebutuhan Estetika, (7) Kebutuhan Aktualisasi
Diri, dan (8) Kebutuhan Transendensi.
b. Teori dua faktor Frederick Herzberg mengklasifikasikan dua faktor pendorong termasuk gaji,
upah, bonus, kebijakan dan administrasi perusahaan, keamanan kerja, kondisi kerja, hubungan
pengawasan, hubungan dengan rekan kerja. Faktor kedua meliputi kemajuan, pengakuan dan
status, pekerjaan, prestasi, kemungkinan pertumbuhan, dan tanggung jawab.
c. Teori motivasi berprestasi dari David Mc. Clelland , mengungkapkan kebutuhan akan afiliasi,
kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan untuk berprestasi. Teori ini dikenal dengan teori
motivasi berprestasi.
Teori yang dikemukakan oleh ketiga pendapat tersebut menunjukkan kesamaan dan dapat
dijelaskan bahwa teori motivasi, misalnya teori Maslow dan Herzberg, diurutkan dalam suatu hierarki,
hanya dalam istilah yang berbeda, sedangkan pendapat Mc. Clelland adalah penekanan bahwa
organisasi memberikan kesempatan untuk berprestasi bagi setiap anggota dalam rangka memenuhi
kebutuhan.

Motivasi kerja merupakan salah satu unsur utama dalam perilaku seseorang. Motivasi adalah
proses psikologis. Namun demikian, bukan berarti motivasi merupakan satu-satunya unsur yang dapat
menjelaskan perilaku seseorang. Masih banyak elemen lain yang dapat menjelaskan terjadinya perilaku,
dimana persepsi, kepribadian, dan lingkungan merupakan elemen lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya perilaku ( Thoha , 2003: 197). Motivasi kerja adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas
dan memberikan energi yang mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberikan kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa motivasi dalam pengertian ini
menekankan pada kondisi mental manusia sehingga dapat mendorong aktivitas dan juga memberikan
kekuatan agar bergerak ke arah yang diharapkan.

Motivasi kerja adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara
tertentu berdasarkan motif. Dimensi motivasi kerja meliputi: (1) Dorongan, (2) Harapan, dan (3)
Penghargaan ( Hasibuan , 2006: 67). Motivasi kerja adalah pedoman perilaku atau sistem yang terdiri
dari unsur-unsur yang ada dalam kebutuhan manusia dan lingkungannya. Motivasi kerja meliputi
dimensi (1) Kebutuhan manusia, dan (2) Lingkungan ( Mangkunegara , 2007: p. 88). Motivasi kerja
adalah karakteristik psikologis dari aktivitas manusia untuk memberikan kontribusi berupa tingkat
komitmen seseorang, termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan memelihara
perilaku manusia ke arah tertentu untuk mencapai keinginan ( As'ad , 2002: 154). Motivasi kerja terdiri
dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif yang menjadi aktif atau
berfungsi dan tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu.

Dimensi motivasi intrinsik meliputi: (1) Keinginan untuk maju, (2) Keinginan untuk menyatu
dengan tugas, (3) Aktualisasi diri, dan (4) Kesediaan untuk bertanggung jawab . Misalnya, seseorang
yang suka membaca tidak perlu lagi didorong untuk membaca, ia secara alami akan mencari buku untuk
dibaca. Motivasi ekstrinsik adalah motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar.

Dimensi motivasi ekstrinsik meliputi: (1) Upaya meningkatkan kemampuan, (2) Upaya
memperoleh umpan balik, dan (3) Upaya mencapai tujuan . Misalnya seseorang sedang belajar,
mengetahui bahwa esok paginya akan mengikuti ujian dengan harapan mendapat nilai yang baik
( Sardiman , 2011: 143).

Motivasi menurut teori Herzberg dalam Luthans (2011:210) terdiri dari 2 faktor, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut teori ini, yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah hal-
hal yang mendorong pencapaian yang bersifat intrinsik, artinya berasal dari dalam diri seseorang.
Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi atau pemeliharaan ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
bersifat ekstrinsik, artinya berasal dari luar diri yang pada gilirannya menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupannya. Menurut Herzberg, kedua faktor ini sangat penting dalam memotivasi karyawan
meskipun Herzberg menekankan motivasi intrinsik untuk meningkatkan motivasi karyawan tetapi tanpa
motivasi ekstrinsik akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan sehingga berdampak pada perilaku dan
kinerja karyawan.
Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans (2011: 160), indikator motivasi intrinsik:

1. Prestasi (Sukses ). Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang telah
dicapainya sehingga seorang pegawai dapat berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya, maka
dari itu pimpinan harus mempelajari bawahan dan pekerjaannya dengan memberikan
kesempatan kepada mereka agar pegawai dapat berusaha untuk mencapai hasil yang baik.
Ketika karyawan telah berhasil melakukan pekerjaannya, pemimpin harus menyatakan
keberhasilan itu.
2. Pengakuan . Sebagai kelanjutan dari keberhasilan implementasi, pimpinan harus memberikan
pernyataan pengakuan atas keberhasilan karyawan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti pemberian piagam penghargaan atau uang tunai.
3. Kerjakan sendiri . Pemimpin melakukan upaya nyata dan meyakinkan, agar bawahan
memahami pentingnya pekerjaan yang mereka lakukan dan berusaha menghindari kebosanan
dalam pekerjaan karyawan dan memastikan bahwa setiap karyawan benar dalam pekerjaannya.
4. Tanggung jawab . Tanggung jawab dapat menjadi faktor pendorong bagi bawahan jika pimpinan
menghindari pengawasan atau supervisi yang ketat, yaitu dengan membiarkan bawahan bekerja
sendiri selama pekerjaannya memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Prinsip
partisipasi yang diterapkan oleh pimpinan membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan
melaksanakan pekerjaannya sendiri.
5. Maju ( Perkembangan ). Pengembangan merupakan salah satu faktor pendorong bagi bawahan.
Jika faktor pengembangan ini benar-benar berfungsi sebagai motivator, maka pemimpin dapat
memulai dengan melatih bawahannya untuk bekerja lebih bertanggung jawab. Apabila hal ini
telah dilakukan, maka pimpinan memberikan rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk
dikembangkan, dinaikkan pangkatnya, dikirim untuk pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans (2011: 160), indikator motivasi ekstrinsik:

1. Kebijakan dan administrasi . Kebijakan dan administrasi yang menjadi motivasi ekstrinsik adalah
kebijakan dan administrasi yang diterapkan pada pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan.
Kebijakan dan administrasi umumnya dibuat secara tertulis oleh pimpinan. Kebijakan atau
administrasi yang dibuat dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Pimpinan masing-masing akan
menjalankan kebijakan dan administrasi agar bisa berbuat seadil-adilnya.
2. Pengawas mutu . Kualitas pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan kekecewaan bagi
karyawan. Pemimpin harus memahami bagaimana mengawasi karyawan sesuai dengan
tanggung jawabnya. Pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mengawasi karyawan dalam
bekerja agar mereka merasa nyaman. Oleh karena itu, pemimpin harus berusaha memperbaiki
diri dengan mengikuti pelatihan dan pendidikan.
3. Hubungan antar pribadi . Hubungan interpersonal menunjukkan hubungan individu antara
bawahan dengan atasannya dan antara bawahan dengan rekan kerja, dimana kemungkinan
bawahan merasa tidak mampu bergaul dengan atasan atau rekan kerjanya.
4. Kondisi kerja . Setiap pemimpin dapat berperan dalam berbagai hal sehingga situasi setiap
bawahannya menjadi lebih sesuai. Misalnya ruangan khusus untuk unit, penerangan, furnitur,
suhu udara dan kondisi fisik lainnya. Menurut Hezberg , jika kondisi lingkungan yang baik dapat
diciptakan, prestasi tinggi dapat diciptakan, prestasi tinggi dapat dihasilkan melalui konsentrasi
pada kebutuhan ego dan realisasi diri yang lebih tinggi.
5. Upah (Gaji). Pada umumnya setiap pimpinan tidak dapat menentukan sendiri besaran gaji yang
berlaku di unitnya.

Namun, setiap manajer memiliki kewajiban untuk menilai apakah posisi di bawah pengawasannya
diberi kompensasi sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Pemimpin harus mencoba mencari
tahu bagaimana posisi di kantor diklasifikasikan dan elemen apa yang menentukan klasifikasi itu.
Motivasi kerja secara hierarkis dimulai dari kebutuhan dasar manusia, dimulai dari tingkat yang paling
rendah yaitu fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri ( Arep dan Tanjung , 2003:
87).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan motivasi atau semangat kerja. Dimensi motivasi
kerja meliputi: (1) dorongan, dan (2) semangat kerja ( Martoyo , 2002: 134). Motivasi kerja adalah
dorongan energik yang datang baik dari dalam maupun dari luar karyawan, inisiasi, bisnis yang
berhubungan dengan pekerjaan dan menentukan arah, intensitas, dan ketekunannya (Colquitt, Lepine
dan Wesson, 2013:164). Berdasarkan beberapa teori di atas mengenai motivasi kerja, dapat disintesa
bahwa motivasi kerja merupakan suatu dorongan yang muncul dalam diri karyawan yang menimbulkan
semangat kerja dalam rangka mencapai tujuan. Indikator motivasi intrinsik meliputi:

a. Keinginan untuk berhasil,


b. Nilai yang dirasakan dari karya itu sendiri,
c. Tanggung jawab, dan
d. Keinginan untuk berkembang.

Menurut Ngalim Purwanto, motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu Menggerakkan,
Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku dan Untuk menjaga atau menopang tingkah laku.

Menurut Wibowo (2010:378) indikator Motivasi Kerja yaitu

1. Promosi,
2. Prestasi kerja,
3. Pekerjaan itu sendiri,
4. Penghargaan,
5. Tanggung jawab,
6. Pengakuan dan
7. Keberhasilan dalam bekerja.

Indikator motivasi kerja adalah

1. gaji yang diterima,


2. penerimaan oleh kelompok,
3. kondisi kerja, dan
4. promosi yang diperoleh.

Indikator Disiplin Kerja

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya antara lain ditentukan oleh faktor
disiplin kerja pegawai yang memiliki sikap dan perilaku yang baik dan benar dalam mentaati segala
warna kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, kedisiplinan pegawai merupakan
wujud kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum, dan pegawai akan berusaha untuk mengurangi segala
bentuk pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Siagian (2008:305) menyatakan bahwa
pembahasan disiplin pegawai dalam manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan
bahwa tidak ada manusia yang sempurna, bebas dari kesalahan dan kekeliruan. Dengan kata lain,
disiplin pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha untuk meningkatkan dan membentuk
pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai agar pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja sama
dengan pegawai lain dan meningkatkan prestasi kerja. Melihat kutipan tersebut, disiplin diarahkan
untuk memperbaiki dan membentuk sikap dan perilaku karyawan secara sukarela sehingga dapat
bekerjasama dengan karyawan lain dalam meningkatkan prestasi kerjanya. Davis dan Newston
(2006:423) mengemukakan dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu:

1. Disiplin preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mendorong pegawai agar mematuhi
standar dan peraturan agar tidak terjadi pelanggaran.
2. Disiplin korektif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran aturan, tindakan
ini dimaksudkan untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut.

Disiplin adalah suatu proses mengarahkan (pengabdian) keinginan langsung, dorongan keinginan
atau kepentingan kepada suatu cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai pengaruh yang lebih
besar. Berdasarkan penilaian tersebut, untuk menegakkan disiplin pegawai dalam suatu organisasi
diperlukan peraturan dan sanksi hukum bagi pegawai yang tidak mematuhi peraturan tersebut.
Peraturan tentang disiplin kerja diperlukan untuk memberikan pembinaan (pembinaan) bagi pegawai
dalam mewujudkan penerapan disiplin pegawai yang baik dalam suatu organisasi.

Menurut Nitisemito (2004:118) disiplin penting untuk ditegakkan bagi sebuah perusahaan,
dengan harapan sebagian besar peraturan dipatuhi oleh karyawan. Menurut Hasibuan (2006: 193),
disiplin merupakan fungsi operasional terpenting dari manajemen sumber daya manusia, karena
semakin baik kedisiplinan pegawai maka semakin tinggi prestasi kerja yang dapat mereka capai. Dengan
memperhatikan hal-hal di atas, tanpa disiplin pegawai yang baik akan sulit bagi organisasi untuk
mencapai hasil.

Sedarmayanti (2002:10) menyatakan bahwa disiplin merupakan salah satu fungsi manajemen
sumber daya manusia yang terpenting dan merupakan kunci terwujudnya tugas. Tanpa disiplin, sulit
untuk mencapai tujuan yang maksimal. Berkaitan erat dengan gaya kepemimpinan partisipatif, Yuki
(2010:157) berpendapat bahwa mengikutsertakan orang lain dalam pengambilan keputusan seringkali
menjadi kebutuhan agar keputusan tersebut diterima dan diimplementasikan dalam organisasi. Artinya
karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya mendorong karyawan untuk dapat
berpartisipasi, dalam hal ini karyawan akan lebih dekat untuk mengetahui karakter pemimpinnya dan
mendorong minat untuk membantu pimpinan dengan penuh kesadaran. Keterbukaan pimpinan akan
membantu pola pikir pegawai untuk membuka wawasannya, sehingga lebih memahami tujuan
organisasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi penegakan disiplin kerja. Tugas harus dilaksanakan
secara sadar oleh karyawan. Tidak boleh merasa ada intervensi dari atasan dalam menjalankan tugas
sehari-hari. Ia harus rela menerima dan melaksanakan bahwa tugas-tugas tersebut merupakan
kewajiban sebagai konsekuensi logis yang segala sesuatunya telah diatur dengan undang-undang.

Menurut Kartono (2002:18), pekerjaan penting untuk menunjang kehidupan sendiri, serta
menjamin rasa berguna, diinginkan, dibutuhkan dan yang tentunya memberi arti bagi kehidupan. Oleh
karena itu, penting untuk menanamkan pemahaman kepada karyawan tentang kemauan dan kesadaran
yang tinggi dalam melaksanakan.

Hasibuan (2006: 193) mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kemauan dan kesadaran seseorang
untuk mentaati segala peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Jika karyawan ini
memahami pentingnya pekerjaan, mereka dapat yakin untuk menjalankan tugas dengan penuh
kesadaran atau loyalitas, tumbuh dari dalam diri mereka sendiri dan tidak merasa dipaksa untuk bekerja.

Ada empat daftar perspektif tentang disiplin kerja, yaitu (Hani, 2002: 198):

a. Disiplin Retributif, yaitu berusaha menghukum orang yang melakukan kesalahan.


b. Disiplin korektif, yaitu berusaha membantu karyawan memperbaiki perilaku yang tidak
pantas.
c. Perspektif Hak Individu, yang berupaya melindungi hak-hak dasar individu selama
tindakan disipliner.
d. Perspektif Utilitarian, yang berfokus pada penggunaan disiplin hanya ketika konsekuensi
dari tindakan disipliner lebih besar daripada efek negatifnya.

Setiap manajer harus dapat memastikan bahwa karyawan tertib dalam tugasnya. Dalam konteks
disiplin, makna keadilan harus diperlakukan secara konsisten. Jika seorang karyawan dihadapkan pada
tantangan tindakan disipliner, pemberi kerja harus dapat membuktikan bahwa karyawan tersebut
melakukan pelanggaran yang pantas mendapatkan hukuman. Di sini, supervisor perlu berlatih
bagaimana mengelola disiplin dengan benar. Untuk mengelola disiplin, diperlukan standar disiplin yang
digunakan untuk menentukan bahwa karyawan telah diperlakukan secara adil (Hani, 2002:200).

Tindakan disipliner terhadap karyawan harus berlaku sama. Di sini tindakan disiplin berlaku untuk
semua, tidak memilih, memilah dan memihak siapapun yang melanggar akan dikenakan sanksi disiplin
yang sama termasuk untuk manajer atau pimpinan, karena pimpinan harus memberi contoh bagi
bawahannya.

Menurut Rivai (2005:444), disiplin kerja adalah alat yang digunakan pemimpin untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka mau mengubah perilaku dan sebagai upaya
meningkatkan kesadaran dan kemauan karyawan untuk mematuhi semua peraturan organisasi dan
norma sosial yang berlaku. . Indikator disiplin kerja antara lain:

1. Kehadiran . Ini merupakan indikator mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya
pegawai yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa terlambat masuk kerja,
2. Ketaatan terhadap peraturan kerja . Pegawai yang mentaati peraturan kerja tidak akan
mengabaikan tata cara kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang telah ditetapkan
oleh organisasi,
3. Ketaatan pada standar kerja . Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab pegawai
terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya,
4. tingkat kewaspadaan yang tinggi . Karyawan yang memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu
berhati-hati, penuh perhitungan dan teliti dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu
secara efektif dan efisien, dan
5. Bekerja secara etis . Beberapa karyawan mungkin bertindak tidak sopan atau terlibat dalam
perilaku yang tidak pantas. Hal ini merupakan bentuk tindakan pendisiplinan, sehingga etika
kerja merupakan wujud dari disiplin kerja pegawai.

Menurut Singodimejo dalam Sutrisno (2009:94), indikator disiplin kerja adalah sebagai berikut: a.
Patuhi aturan waktu. Dilihat dari jam masuk kerja, waktu pulang, dan jam istirahat yang tepat waktu
sesuai aturan yang berlaku di perusahaan. b. Kepatuhan dengan peraturan organisasi. Aturan dasar
tentang cara berpakaian, dan berperilaku di tempat kerja. c. Patuhi aturan perilaku di tempat kerja.
Ditunjukkan dengan cara melakukan pekerjaan sesuai dengan jabatan, tugas dan tanggung jawab serta
cara berhubungan dengan unit kerja lainnya. d. Patuhi peraturan lainnya. Aturan tentang apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh karyawan di perusahaan.

Menurut Hani (2002:208), indikator yang dapat digunakan untuk mengukur disiplin kerja adalah:
1. kehadiran ,
2. ketaatan ,
3. ketepatan waktu , dan
4. perilaku .
Menurut Siswanto (2004: 98), disiplin kerja adalah sikap menghargai, menghargai, mentaati dan
mentaati peraturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis serta mampu melaksanakannya dan
tidak menghindar dari sanksi jika melanggar tugas dan wewenang yang diberikan. untuk dia.
Menurut Flippo (2005:87), disiplin kerja adalah segala upaya untuk mengkoordinasikan perilaku
seseorang di masa depan dengan menggunakan hukum dan imbalan. Menurut Atmosudirjo (2007: 148),
disiplin kerja merupakan bentuk ketaatan dan pengendalian diri yang erat kaitannya dengan
rasionalisme, kesadaran, bukan emosional. Pendapat tersebut menggambarkan bahwa kedisiplinan
merupakan bentuk ketaatan terhadap aturan melalui pengendalian diri yang dilakukan melalui
pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
Menurut Fathoni (2006: 245), disiplin kerja adalah ketika pegawai selalu datang dan pulang tepat
waktu yang ditentukan oleh kepala manajer, pimpinan masing-masing instansi. Menurut Hasibuan
(2017: 193-198), disiplin adalah kesadaran dan kemauan seseorang untuk mentaati segala peraturan
perusahaan dan norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela
mentaati segala aturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah sikap, perilaku
dan tindakan seseorang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik tertulis maupun tidak.
Indikator disiplin meliputi:
a. Tujuan dan kemampuan,
b. panutan,
c. remunerasi,
d. Keadilan,
e. Waskat,
f. Hukuman,
g. Ketegasan, dan
h. Hubungan manusia .
Menurut James Drever (2004:112), disiplin kerja adalah kemampuan untuk mengendalikan
perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang menurut hal-hal yang telah diatur dari luar atau norma
yang ada. Dengan kata lain, disiplin dari perspektif psikologis adalah perilaku seseorang yang muncul
dan mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditentukan.

Menurut Pratt Fairshild (2005: 110), disiplin kerja terdiri dari dua bagian, yaitu disiplin batin dan
disiplin sosial. Keduanya saling berkaitan satu sama lain, sehingga seseorang yang memiliki sikap disiplin
adalah orang yang dapat mengarahkan perilaku dan tindakannya berdasarkan standar atau batasan
perilaku tertentu yang diterima dalam kelompok atau lingkungan sosialnya masing-masing. Pengaturan
perilaku ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan pembelajaran. Menurut Greenberg (2007:131),
disiplin kerja adalah kesediaan dan tindakan seseorang untuk mematuhi semua aturan yang telah
disusun dengan tujuan tertentu.

Menurut Alfred R. Lateiner (2002:72) bahwa disiplin kerja adalah suatu kekuatan yang selalu
berkembang dalam tubuh pekerja yang membuat mereka mampu untuk mematuhi keputusan dan
peraturan yang telah ditetapkan. Indikator disiplin kerja meliputi:

a. Ketepatan waktu . Jika pegawai datang ke kantor tepat waktu, pulang tepat waktu, dan
pegawai dapat berperilaku tertib maka dapat dikatakan pegawai tersebut memiliki disiplin
kerja yang baik.
b. Pemanfaatan dari Fasilitas . Karyawan yang berhati-hati dalam menggunakan peralatan
kantor untuk menghindari kerusakan peralatan kantor merupakan cerminan karyawan
yang memiliki disiplin kerja yang baik.
c. Tanggung Jawab Tinggi . Karyawan yang selalu menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai
prosedur dan bertanggung jawab atas pekerjaannya juga dapat dikatakan memiliki disiplin
kerja yang tinggi.
d. Kepatuhan dengan Aturan Kantor . Karyawan yang memakai seragam sesuai aturan,
memakai kartu identitas, izin saat tidak masuk kantor juga merupakan cerminan dari
kedisiplinan yang tinggi.
Menurut Robinns (2005), ada tiga indikator disiplin kerja, yaitu:
a. Disiplin waktu . Disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau perilaku yang
menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi: kehadiran dan kepatuhan
pegawai selama jam kerja, pegawai melaksanakan tugasnya dengan tepat waktu dan
benar.
b. Disiplin regulasi . Peraturan tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan dari suatu
organisasi dapat tercapai dengan baik. Untuk itu diperlukan sikap loyal dari karyawan
terhadap komitmen yang telah ditentukan ini. Kesetiaan disini berarti ketaatan dan
ketaatan dalam menjalankan perintah dari atasan dan peraturan, aturan yang telah
ditetapkan. Serta kepatuhan pegawai dalam menggunakan seragam lengkap yang telah
ditentukan oleh organisasi atau perusahaan.
c. Disiplin tanggung jawab . Salah satu wujud tanggung jawab pegawai adalah penggunaan
dan pemeliharaan peralatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang
kelancaran kegiatan kantor. Serta kemampuan menghadapi pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya sebagai karyawan.
Menurut Veithzal Fauzi Rivai dan Basri (2005:44), bahwa indikator disiplin kerja adalah sebagai
berikut:

a. Kehadiran . Kehadiran merupakan indikator yang sangat mendasar untuk mengukur


kedisiplinan karyawan. Karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa datang
terlambat dalam melaksanakan tugasnya.
b. Ketaatan ke kerja peraturan . Pegawai yang mentaati peraturan kerja akan mematuhi
pedoman/aturan kerja dan tidak akan mengabaikan tata cara kerja yang telah diatur
dalam peraturan organisasi.
c. Ketaatan ke kerja standar . Ketaatan ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab
pegawai terhadap tugas yang telah dipercayakan kepadanya.
d. Kerja secara etis . Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan kondisi sosial. Sehingga dengan meningkatkan etos kerja karyawan tentunya
diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerjanya.

Menurut Jim Collins dan Morten T. Hansen (2011: 34) bahwa disiplin pada hakikatnya adalah
konsistensi tindakan, konsistensi dengan nilai-nilai, konsistensi dengan tujuan jangka panjang,
konsistensi dengan kinerja standar, konsistensi metode, konsistensi sepanjang waktu. Disiplin tidak
sama dengan disiplin. Disiplin tidak sama dengan pengukuran. Disiplin tidak sama dengan ketaatan atau
ketaatan hierarkis pada aturan birokrasi. Disiplin sejati membutuhkan kemandirian pikiran. Berdasarkan
beberapa teori mengenai disiplin kerja, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu tindakan
yang menunjukkan ketaatan, ketaatan pada peraturan yang berlaku, kesetiaan, ketenangan, ketertiban
dan ketertiban. Indikator disiplin kerja meliputi : (a) Kepatuhan terhadap peraturan (b) Kepatuhan
terhadap standar kerja, dan (c) Pemanfaatan fasilitas .

Menurut Mangkunegara dan Octorent (2015) disiplin kerja dapat diukur dengan indikator sebagai
berikut:

1) Ketepatan waktu datang ke tempat kerja.

2) Waktu pengembalian tepat waktu ke rumah .

3) Kepatuhan melawan aturan yang berlaku _

4) Penggunaan seragam pekerjaan yang telah ditentukan .

5) Beruang menjawab di kerja tugas _

6) Melaksanakan tugas-tugas kerja sampai selesai setiap setiap hari .

Indikator Etos Kerja

Miller dkk. (2002) baru-baru ini menyajikan tinjauan historis dan konseptual dari konstruksi etos
kerja. Menggambar pada tubuh besar literatur yang berasal dari karya asli Weber (1904-1905/1958),
mereka mengemukakan bahwa etos kerja bukanlah konstruksi kesatuan tunggal tetapi konstelasi sikap
dan keyakinan yang berkaitan dengan perilaku kerja.

Mereka menyarankan bahwa konstruksi etos kerja


1. adalah multidimensi;
2. berkaitan dengan pekerjaan dan aktivitas terkait pekerjaan secara umum, tidak spesifik
untuk pekerjaan tertentu (namun dapat digeneralisasi ke domain selain pekerjaan,
seperti sekolah, hobi, dll.);
3. dipelajari
4. mengacu pada sikap dan keyakinan (belum tentu perilaku);
5. adalah konstruksi motivasi yang tercermin dalam perilaku; dan
6. sekuler, tidak harus terikat pada satu set keyakinan agama.

Atas dasar literatur sebelumnya serta penelitian empiris asli, Miller et al. mengidentifikasi tujuh
komponen atau dimensi yang mereka anggap membentuk konstruksi etos kerja. Dimensi yang diajukan
adalah sentralitas pekerjaan, kemandirian, kerja keras, waktu luang, moralitas/etika, penundaan
kepuasan, dan waktu yang terbuang (lihat Tabel 1 untuk definisi lengkap setiap dimensi).

Miller dkk. (2002) juga berargumen bahwa ukuran etos kerja sebelumnya kurang memadai sejauh
mereka tidak cukup menilai dan/atau membedakan di antara berbagai aspek etos kerja. Akibatnya,
mereka mengembangkan dan memberikan dukungan awal untuk inventarisasi etos kerja multidimensi:
MWEP. MWEP dimaksudkan untuk mengukur tujuh aspek etika kerja yang berbeda secara konseptual
(yaitu, divergen).

(Masing-masing dari tujuh aspek, atau dimensi, disadap oleh MWEP, bersama dengan definisi dan
item skala sampel, disajikan pada Tabel 1.) Meskipun Miller et al. memberikan banyak bukti yang
berkaitan dengan evaluasi psikometrik MWEP, mereka memberikan sedikit atau tidak ada bukti
sehubungan dengan kesesuaian MWEP sebagai alat pengukuran lintas budaya (yaitu, invarian
pengukuran lintas budaya). Pertanyaan tentang invariansi pengukuran ini sangat penting.

Beberapa penulis (Furnham, 1990a; Jones, 1997; Miller et al., 2002; Niles, 1999) berpendapat
bahwa ukuran etos kerja sebelumnya tidak memadai baik secara konseptual maupun psikometri. Selain
itu, meskipun banyak penelitian telah meneliti perbedaan budaya sehubungan dengan etos kerja, sedikit
jika ada penelitian yang meneliti sejauh mana perbedaan dalam etos kerja merupakan hasil dari
perbedaan yang sebenarnya atau hanya hasil dari kurangnya pengukuran. kesetaraan tindakan yang
digunakan. Jika ini masalahnya, penelitian yang mencoba membuat interpretasi substantif berdasarkan
ukuran-ukuran ini paling-paling cacat serius. Dalam tinjauan baru-baru ini dan integrasi literatur tentang
kesetaraan pengukuran dalam penelitian organisasi, Vandenberg dan Lance (2000) menyatakan,
“Pelanggaran asumsi kesetaraan pengukuran mengancam interpretasi substantif seperti halnya
ketidakmampuan untuk menunjukkan keandalan dan validitas” (hal. 6 ). Secara khusus, kurangnya
kesetaraan antara kelompok menunjukkan bahwa ukuran tidak berfungsi sama di seluruh kelompok,
dan setiap interpretasi substantif dari persamaan atau perbedaan dicurigai paling baik. Jadi, meskipun
kesetaraan pengukuran sangat penting untuk setiap instrumen pengukuran, terlebih lagi untuk MWEP,
karena disajikan sebagai pengukuran etos kerja yang mengatasi masalah yang terkait dengan ukuran
konstruk sebelumnya.

Etos kerja memiliki beberapa karakter yang menjadi identitas dari etos kerja itu

sendiri. Tiga karakter utama dari etos kerja, menurut Priansa (2018:283-284) dalam

A Rahman (2019), adalah:

1) Keahlian interpersonal.

Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk menjalin
hubungan kerja dengan orang lain atau bagaimana pegawai berhubungan dengan pegawai lain
yang ada di dalam organisasi maupun pegawai yang ada diluar organisasi. Keahlian interpersonal
meliputi kebiasaan, sikap, cara, penampilan dan perilaku yang digunakan pegawai pada saaat
disekitar orang lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal pegawai meliputi karakteristik
pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya hubungan interpersonal yang baik dan dapat
memberikan konstribusi dalam kinerja pegawai, dimana kerjasama merupakan unsur sangat
penting. Terdapat tujuh belas sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal pegawai,
yaitu: sopan; bersahabat; gembira; perhatian; menyenangkan; kerjasama;menolong; disenangi;
tekun; loyal; rapi; sabar; apresiatifkerja keras; rendah hati;emosi yang stabil dan keras dalam
kemauan.

2) Inisiatif .
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi pegawai agar terdorong untuk lebih
meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas dengan kinerja yang biasa. Aspek ini
sering dihbungkan dengan iklim kerja yang terbentuk di dalam lingkungan pekerjaan yang ada di
dalam organisasi. Terdapat enam belas sifat yang dapatmenggambarkan inisiatif yang berkenan
dengan pegawai, yaitu: cerdik; produktif; banyak ide; berinisiatif; ambisius; efisien; efektif;
antusias; dedikasi; daya tahan kerja; akurat; teliti; mandiri maupun beradaptasi; gigih; dan teratur.

3) Dapat diandalkan.

Dapat diandalakan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan terhadap kinerja
pegawai dan merupakan suatu perjanjian implisit pegawai untuk melakukan beberapa fungsi
pekerjaan. Pegawai diharapkan dapat memuasakan harapan minimum organisasi, tanpa perlu
terlalu berlebihan sehingga melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan
salah satu hal yang sangat diingat oleh pihak organisasi terhadap pegawainya. Terdapat tujuh sifat
yang dapat menggambarkanseorang pegawai yang dapat diandalkan, yaitu: petunjuk; mematuhi
peraturan; dapat diandalkan; dapat dipercaya; berhati hati; jujur dan tepat waktu. (Priansa,
2018;283-284) dalam A Rahman (2019)

Indikator Komitmen Organisasi

Komitmen Organisasional

Setiap karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi pasti ingin sukses dalam karirnya, dan salah
satu langkah yang dapat dilakukan jika ingin berhasil diperlukan komitmen yang tinggi terhadap
organisasi. Komitmen berarti karyawan berkeinginan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi dan bersedia melakukan bisnis untuk pencapaian tujuan organisasi yang tinggi. Jika
fenomena tersebut terlihat pada sikap dan perilaku pegawai, maka dapat dikatakan pegawai tersebut
telah memiliki komitmen organisasional. Komitmen organisasi berarti keinginan karyawan untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha untuk pencapaian
tujuan organisasi yang tinggi ( Darmawan , 2013: 171).

Sedangkan Luthans (1992) dalam Uha (2011:292) menyatakan bahwa, (a) komitmen organisasi
adalah keinginan yang kuat untuk menjadi anggota suatu kelompok; (b) kemauan usaha yang tinggi
untuk organisasi; (c) keyakinan dan penerimaan tertentu terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan pandangan tersebut maka yang menjadi komitmen organisasi dalam penelitian ini
yaitu: keinginan dan kesediaan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi, dan tetap bersedia
mengabdikan diri untuk keberhasilan organisasi. Komitmen organisasi memiliki tiga indikator, yaitu:

1. kesediaan pegawai merupakan upaya itikad baik kepada pegawainya untuk berinisiatif
dalam bidang pekerjaannya;
2. karyawan loyalitas adalah bentuk loyalitas karyawan untuk menunjukkan identitasnya
dalam upaya mengembangkan organisasi tempat karyawan bekerja;
3. itu kebanggaan dari itu karyawan merupakan suatu bentuk totalitas kerja atau
pencapaian maksimal dalam upaya menunjukkan bahwa, pekerjaannya telah mencapai
kualitas yang baik atau optimal (Neale & Noetherraft , 1990).
Sedangkan konsep pembentuk komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah,
konsep yang pernah dikemukakan oleh Mayer dan Allen (1990), yaitu:
1. kelanjutan Komitmen , yaitu keterikatan psikologis anggota terhadap organisasi karena
biaya tanggung jawabnya sebagai konsekuensi keluar dari organisasi.
2. normatif komitmen , yaitu keterikatan fisiologis anggota dengan organisasi sebagai
kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan organisasi;
3. Afektif Komitmen , yaitu: tingkat keterikatan psikologis terhadap organisasi berdasarkan
seberapa baik perasaan terhadap organisasi.

Jika karyawan telah memiliki keterikatan yang tinggi dan merasa memiliki organisasi yang ingin
tetap berada di organisasi tersebut, berarti karyawan tersebut telah memiliki komitmen organisasional.
Hackett, Bycio , dan Hausdorf (1994) menyatakan bahwa, kesediaan karyawan untuk menyumbangkan
tenaganya untuk pencapaian tujuan organisasi dipengaruhi secara signifikan oleh bentuk komitmennya
terhadap organisasi. Komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan
( Thamrin , 2012). Keterkaitan antara konsep komitmen organisasi dengan kinerja karyawan telah diteliti
secara ekstensif dan menemukan bahwa komitmen organisasi memiliki kontribusi positif dan signifikan
dalam meningkatkan kinerja organisasi ( Jeck , et al., 2012; Negin , Mahdieh dan Mamani, 2013;
Rebecca, 2013). ; Naveed, Nadeen dan Naqvi, 2014).

Menurut Stephen P.Robbins dan Timothy A. Judge (2008:100) terdapat tiga indikator komitmen
organisasi karyawan yaitu

1. Affective Comitment (Komitmen afektif),


2. Continuance Commitment (Komitmen berkelanjutan) dan
3. Normative Commitment (Komitmen normatif).
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner

Kepada
Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Suratno
NIM : 18.05.71.0001
Fakultas : Ekonomika dan Bisnis
Progdi : S1 Manajemen
Universitas : Universitas Stikubank Semarang
Meminta kesediaan Bapak, Ibu, Saudara/i untuk berpartisipasi dalam mengisi dan menjawab
seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini. Penelitian ini digunakan untuk menyususn
skripsi dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Etos Kerja Terhadap
Komitmen Organisasi (Studi Pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah)” untuk itu
diharapkan para responden dapat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya demi membantu
penelitian ini. Atas waktu dan kesediaannya saya ucapkan terimakasih. Semoga penelitian ini
bermafaat bagi kita semua.
Dosem Pembimbing Penulis

Dr. Drs. Mohammad Fauzan, S.H.,M.S Suratno


NIDN. 0007016001 NIM. 18.05.71.0001

I. Identitas Responden

Petunjuk
a. Isi titik – titik dibawah ini, sesuai dengan kondisi saudara/i
b. Berilah Tanda Checklist (√) sesuai dengan kondisi saudara/i
1. Nama Responden : ………………………………………………………….
2. Jabatan : ………………………………………………………….
3. Lama Bekerja :
 < 1 tahun

 1-5 tahun

 6-10 tahun

 < 10 tahun
4. Usia
 < 26 tahun 46-55 tahun

 26-35 tahun > 55 tahun

 36-45 tahun

5. Jenis Kelamin

 Pria Wanita

6. Pendidikan Terakhir
 SMA Sederajat

 D3

 S1

 S2

 S3

PETUNJUK PENGISIAN
Silahkan anda pilih jawaban yang menurut anda paling sesuai dengan kondisi yang ada dengan
jalan memberikan tanda (√) pada pilihan jawaban yang tersedia.
Keterangan :
a. Sangat Tidak Setuju = punya nilai skor 1 (STS)
b. Tidak Setuju = punya nilai skor 2 (TS)
c. Netral = memiliki nilai skor 3 (N)
d. Setuju = punya nilai skor 4 (S)
e. Sangat Setuju = mempunyai nilai skor 5 (SS)

Indikator
Pernyataan STS TS N S SS
No
Motivasi Kerja (X1) 1 2 3 4 5
1 Saya merasa ada kepuasan tersendiri
apabila mampu menyelesaikan pekerjaan
yang sulit dan mecapai target kerja.
2 Saya mampu menggunakan potensi diri dan
bekerja
secara mandiri.
3 Saya mampu bekerja dengan penuh rasa
tanggung
jawab.
4 Saya siap lembur apabila pekerjaan saya
belum selesai
tepat waktu.
5 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
pimpinan
sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
saya.
6 Saya suka bekerja pada perusahaan yang
memberikan
kenaikan jenjang karir bagi pegawai yang
memiliki
kemampuan.
7 Saya merasa senang menerima tantangan
kerja yang
diberikan oleh atasan.
8 Saya merasa termotivasi untuk melakukan
pekerjaan
secara tepat dan cepat sesuai target instansi
9 Saya merasa puas menerima bonus sesuai
dengan
penilaian hasil kinerja pribadi.

ST
Pernyataan TS N S SS
No S
Disiplin Kerja (X2) 2 3 4 5
1
1 Saya tiba di Kantor sebelum jam kerja akan dimulai.
2 Saya mentaati aturan jam masuk kerja Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
3 Saya pulang sesuai jam pulang kerja yang di
tentukan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
4 Saya istirahat,sholat dan makan sesuai dengan
aturan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
5 Saya menggunakan seragam kerja dengan rapi dan
sesuai dengan peraturan Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Tengah saat bekerja
6 Saya taat dalam bertingkah laku sesuai dengan
norma yang berlaku bagi setiap pegawai
7 Saya melakukan pekerjaan sesuai dengan uraian
pekerjaan dan tanggung jawab saya
8 Saya taat dan patuh terhadap aturan dan tata tertib
di area Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah pada
jam kerja
9 Saya tidak pernah melanggar kode etik pegawai Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

ST
Pernyataan TS N S SS
No S
Etos Kerja (X3) 2 3 4 5
1
1 Saya bekerja dengan bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan pekerjaan saya.
2 Saya selalu disiplin dengan peraturan-peraturan yang
ditetapkan perusahaan
3 Saya selalu melakukan pekerjaan dengan penuh
tanggung jawab
4 Saya selalu melakukan pekerjaan dengan penuh
semangat
5 Saya selalu melakukan pekerjaan dengan penuh
kejujuran.
6 Saya selalu berusaha untuk bekerja keras dalam
menyelesaikan pekerjaan
7 Saya menganggap bahwa bekerja keras itu sangat
memuaskan

ST
Pernyataan TS N S SS
No S
Komitmen Organisasi (Y) 2 3 4 5
1
Affective Commitment
1 Saya Merasa nyaman didalam organisasi ini.
2 Saya Memiliki keluarga baru didalam organisasi
Ini.
3 Saya Merasa bangga menjadi bagian organisasi
4 Saya Merasa masalah yang terjadi di organisasi
menjadi permasalahan saya juga
5 Saya Berkeinginan menghabiskan sepanjang hidup
di organisasi ini
6 Saya Memiliki rasa suka duka terhadap organisasi
ini
Continuance Commitment
7 Saya Berkeingin tetap tinggal karena kebutuhan
gaji
8 Saya Berkeingin tetap tinggal karena keuntungan
yang didapat
9 Saya Sangat sulit mendapatkan pekerjaan jika saya
keluar
10 Saya Merasa berat jika meninggalkan organisasi
meskipun sangat ingin sekali
Normative Commitment
11 Saya Sadar bahwa komitmen adalah hal yang
harus saya lakukan
12 Saya Masih ada tanggung jawab jika saya ingin
keluar
13 Saya Berkeinginan menghabiskan sisa karir saya di
organisasi ini
14 Saya Yakin terhadap organisasi ini

Anda mungkin juga menyukai