Anda di halaman 1dari 12

PAPER

“ONE HEALTH : THE INTERFACE OF HUMAN AND ANIMAL HEALTH”


(Disusun guna memenuhi tugas Kajian Strategis Kesehatan Masyarakat Global Kelas
C)

Dosen Pengampu:
Globila Nurika, S.KM., M. KL.

Disusun Oleh :
Kelompok 1

Sayyidatina Alfu Nuriyah 182110101005


Yustanti Aminu Maulida 182110101008
Rizka Rahmannita Islami 182110101012
Karina Novia Widyani   182110101013
Ulfiatul Azizah 182110101015
Ovika Maulida artharini   182110101017
Masrifatul Husna 182110101021
Karina Dwi Febriyanti 182110101022
Naurah Salsabila 182110101028
Amirah Putri Nur A 182110101055
Rafika Tanjung B. 182110101084
Elvira Rasyatul Kh 182110101085
Yunita Permata Sari 182110101098
Edgar Donigno Mustafa 182110101109
Zulfa Mazida   182110101114
Prisilia Celyn Zalsabillaa   182110101142
Stefani Asda Putri S.K 182110101156
Sarita Faradila Faqih 182110101159

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I PENDAHULUAN

Selama masa pandemi COVID-19, perilaku konsumen dan gaya hidup sosial
berubah. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa globalisasi menciptakan
kondisi lingkungan baru, di mana penyakit dapat muncul dan menyebar lebih mudah
secara geografis dan lintas spesies, telah menyebabkan untuk mendukung apa yang
disebut pendekatan One Health. One Health merupakan pendekatan yang membahas
keterkaitan antara kesehatan manusia, hewan dan lingkungan. Jika terdapat satu aspek
yang terganggu, maka akan mengganggu aspek lainnya. Kesehatan manusia sangat erat
kaitannya dengan kesehatan hewan dan lingkungan sekitar, sehingga kerjasama semua
sektor sangat diperlukan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa konsep One Health (satu
kesehatan) adalah suatu upaya kolaboratif dari berbagai sektor, utamanya kesehatan
manusia, hewan, dan lingkungan, baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun
global untuk mencapai kesehatan yang optimal.
COVID-19 merupakan salah satu contoh penyakit yang menyebabkan masalah
kesehatan yang harus diselesaikan dengan pendekatan One Health. Kesehatan dan
kebersihan lingkungan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuh
seseorang. Telah diketahui bahwa, COVID-19 disebabkan oleh salah satu jenis virus
dari keluarga besar Coronavirus, yang umumnya ditemukan pada hewan. Meski saat ini
belum ditemukan bukti bahwa hewan peliharaan dapat menularkan COVID-19, namun
protokol kesehatan menganjurkan agar selalu mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir setelah berkontak dengan hewan peliharaan menjadi penting untuk dilakukan.
Kebiasaan ini juga dapat melindungi kita semua terhadap berbagai bakteri umum seperti
E. coli dan Salmonella yang dapat berpindah antara hewan peliharaan dan manusia
(Haven et al., 2016)
Selain COVID-19, pendekatan One Health juga dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan kesehatan, misalnya penyakit zoonosis (penyakit bersumber dari hewan,
misalnya rabies), resistensi antibiotik, penyakit vector-borne (misalnya malaria, demam
berdarah dengue), isu keamanan pangan, isu kesehatan mental, penyakit kronis dan lain-
lain. Penyakit zoonosis, atau penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia,
saat ini menjadi isu kesehatan global. Beberapa yang muncul belakangan ini adalah
Ebola, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Zika dan COVID-19. Namun
kesadaran masyarakat terhadap penyakit menular ini masih rendah (Hartwell, 2014)
Upaya komunitas kesehatan masyarakat dalam mengoreksi, mengontrol, dan
mencegah risiko kesehatan lingkungan yang dapat dipengaruhi oleh globalisasi.
Misalnya, globalisasi menimbulkan tantangan tambahan untuk mengidentifikasi bahaya
dan hubungan sebab akibat. Tugas yang terkait dengan mengidentifikasi bahaya harus
memperhitungkan faktor-faktor yang meluas dan jauh melampaui batas negara, lebih
banyak pemangku kepentingan, dan yurisdiksi yang berada di luar jangkauan kesehatan
masyarakat pihak berwajib. Contoh yang baik adalah adanya pelaporan peningkatan
wabah yang penyakit bawaan makanan yang melibatkan lebih dari satu negara yang
telah dikaitkan, sebagian, dengan globalisasi industri makanan.
WHO (World Health Organization) menjelaskan bahwa Ekonomi Sirkulasi
merupakan sebuah konsep yang berfokus pada perputaran alur penutupan material dan
pengurangan konsumsi sumber daya oleh model konsumsi untuk mempertahankan nilai
tertinggi dari bahas dan produk perubahan pola pemanfaatan untuk memperpanjang usia
produk. Ekonomi Sirkulasi telah diidentifikasikan sebagai peluang untuk maju menuju
pembangunan berkelanjutan, efisiensi sumber daya, dan ekonomi rendah karbon.
Ekonomi Sirkulasi sering menjadi ekonomi default dalam pengaturan berpenghasilan
rendah karena tingkat konsumsi yang lebih rendah dan ketersediaan barang material
yang lebih sedikit (Wright et al., 2019). Kesehatan lingkungan bertujuan untuk
mencegah dampak buruk terhadap kesehatan manusia dari semua faktor yang berasal
dari lingkungan (seperti limbah, air, dan polusi udara) dan menciptakan lingkungan
yang mendukung kesehatan (Wright et al., 2019).
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Definisi One Health : interface of human and animal health
One health merupakan strategi dunia untuk mencapai kesehatan optimal manusia,
hewan dan lingkungan dengan melakukan upaya kolaborasi interdidipliner dan
komunikasi dlaam semua aspek pelayanan kesehatan bagi manusia, hewan, dan
lingkungan. Strategi ini bertujuan untuk mempromosikan, meningkatkan, dan
melindungi kesehatan serta kesejahteraan dari seluruh spesies dengan memperluas
kolaborasi antara dokter, dokter hewan, serta ahli kesehatan di bidang lingkungan.
Terdapat 8 pendekatan one health yakni
1. Menyadari interdependensi, dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan manusia,
hewan, dan lingkungan
2. Menyadari bahwa komunikasi, kolaborasi, dan kepercayaan antara praktisi
kesehatan manusia dan hewan merupakan jantung dari konsep One Health
3. Memiliki visi yang luas dan mencangkup disiplin lain seperti ekonomi dan perilaku
social yang esensial untuk keberhasilannya
4. Mempromosikan doable seperti peningkatan surveilens dan response untuk
kemunculan penyakit infeksius sembari mengembangkan pendekatan yang lebih
luas
5. Menekankan partisipasi komunitas dan pengembangan kapasitas komunitas, serta
secara khusus membuka dialog yang transparan
6. Membutuhkan aksi ‘ground up’ maupun ‘top down’
7. Menyadari bahwa pemahaman akan ekosistem, termasuk ekobiologi molekuler
adalah hal yang penting untuk one health
8. Menyadari bahwa One Health adalah komponen utama dari ketahanan dan
keamanan pangan

2.2. Definisi Circular Economy


Circular economy lebih dari sekedar peluang bagi suatu negara untuk mengurangi
limbah dan memperbaiki lingkungan. Penggunaan circular ekonomi pada sektor
ekonomi dapat menjadi kunci dari pemulihan ekonomi, menciptakan lapangan kerja
baru, menurunkan biaya rumah tangga dan ikut serta dalam melestarikan lingkungan.
Circular economy bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan
mempertahankan nilai produk, bahan dan sumber daya ekonomi selama mungkin,
sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh
ekonomi linier mendekati. Ekonomi sirkular mencakup serangkaian intervensi di semua
sektor ekonomi dan kegiatan yang berfokus pada 5R : Reduce, Reuse, Recycle,
Refurbish dan Perbarui (Exhibit E1). Di Indonesia sudah banyak bisnis yang
mengadopsi elemen 5R prinsip dalam operasi mereka misalnya :
1. Danone telah membuat botol yang 100 persen dapat didaur ulang untuk minuman
kemasannya yaitu merek aqua.
2. Cup Kita, sebuah start up yang berbasis di Jakarta menyediakan layanan kontainer
yang dapat digunakan kembali dalam upaya menghilangkan penggunaan gelas
sekali pakai.
3. PT Sigin Interactive Indonesia menyediakan jasa perbaikan dan peremajaan barang
bekas elektronik dan peralatan rumah tangga, produk-produk dead on arrival
(DOA), dan papan sirkuit tercetak.
Berikut merupakan beberapa peluang apabila mengadopsi peluang circular economy
dalam sektor :
1. PDB Indonesia dapat meningkat sebesar Rp 593 menjadi 638 triliun (USD42
hingga 45 miliar) pada tahun 2030 (dibandingkan dengan pendekatan “bisnis
seperti biasa”) pada tahun 2030.
2. Mengurangi emisi CO2e dan penggunaan air sebesar 126 juta ton dan 6,3 miliar m3
pada tahun 2030, masing-masing (setara dengan 9 persen dari emisi saat ini dan 3
persen dari penggunaan air saat ini).
3. Rata-rata rumah tangga dapat menghemat Rp 4,9 juta (USD344) per tahun,
mewakili hampir sembilan persen dari pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.
Circular Economy dapat dibangun di atas kemajuan yang dibuat oleh sektor
informal. Misalnya peningkatan keterampilan pekerja informal dapat secara substansial
meningkatkan nilai ekonomi yang terkait dengan akhir masa pakai produk elektronik
dan pemulihan limbah elektronik.

2.3. Sejarah One Health : interface of human and animal health


Konsep “One Health” telah lama dikenal baik secara global. Pertama kali pada tahun
1800an seorang ilmuwan jerman telah mengemukakan kesamaan dalam kejadian
penyakit hewan dan manusia tetapi kedokteran manusia dan kedokteran hewan
dipraktikkan secara terpisah hingga abad ke-20. One Health mendapat pegakuan lebih
dan dukungan dari individuindividu maupun dari komunitas kesehatan masyarakat dan
kesehatan hewan.
Pada tahun 1821-1902, Virchow menemukan hubungan antara kesehatan manusia
dan hewan. Rudolf Virchow, MD, merupakan seorang ahli patologi asal Jerman. Dia
mengemukakan istilah “Zoonosis” untuk menggambarkan sebuah penyakit infeksius
yang dapat ditularkan dari manusia ke hewan. Menurut Dr. Steele dari devisi Kesehatan
Masyarakat Veteriner yang didirikan di CDC, hewan berperan penting dalam
epidemiologi penyakit zoonosis, dan ia mengakui bahwa kesehatan masyarakat dan
kesehatan hewan saling berpengaruh satu dengan yang lainnya. Dengan adanya Divisi
ini di CDC, prinsip kesehatan masyarakat veteriner diperkenalkan ke Amerika Serikat
dan negara - negara lain di seluruh dunia. Pada tahun 1927-2006 Calvin Schwabe
menciptakan istilah “One Medicine” dan menyerukan pendekatan terpadu untuk
mengatasi zoonosis melalui pemanfaatan kedokteran manusia dan kedokteran hewan.
Tahun 2007 American Medical Association menyampaikan resolusi One Health
untuk mempromosikan kemitraan antara kedokteran manusia dan kedokteran hewan.
Pendekatan One Health direkomendasikan untuk mencegah terjadinya penyakit yang
bersifat pandemik. Tahun 2008 FAO, OIE dan WHO berkolaborasi dengan UNICEF,
UNSIC dan Bank Dunia untuk mengembangkan kerangka kerja strategi bersama dalam
merespon munculnya risiko kemunculan dan kemunculan kembali penyakit infeksius.
One Health menjadi pendekatan yang direkomendasikan dan terealisasi secara politis.
Tahun 2009 Kantor One Health dibuka di CDC dan USAID membuat program
Emerging Pandemic Threats. Tahun 2010 Deklarasi Hanoi (yang merekomendasikan
implementasi One Health lebih luas) disepakati bersama. Para ahli mengidentifikasi aksi
yang jelas dan nyata untuk menggerakkan konsep One Health dari visi menjadi
implementasi dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia mengusulkan
adanya adopsi pendekatan One Health. Pada Agustus 2010 Uni Eropa menegaskan
kembali komitmennya untuk bekerja di bawah payung One Health.
Tahun 2011 Kongres Internasional One Health Pertama diselenggarakan di
Melbourne, Australia, Konferensi One Health Pertama diselenggarakandi Afrika, dan
Pertemuan Teknis Tingkat Tinggi untuk Mengatasi Risiko Kesehatan pada Hubungan
Manusia-Hewan-Ekosistem membangun kemauan politik untuk gerakan One Health.
Tahun 2012 : Global Risk Forum mensponsori Pertemuan Puncak One Health Pertama.
Terakhir pada tahun 2013 Kongres One Health Kedua diselenggarakan sebagai bagian
Konferensi Prince Mahidol Award.

2.4. Konsep One Health


Konsep one health mengarah kepada strategi di seluruh dunia untuk memperluas
kolaborasi interdisimpliner dan komunikasi dalam semua aspek pelayanan kesehatan
bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Dengan adanya sinergitas ini, akan memajukan
upaya kesehatan di abad 21 dan seterusnya, yang dapat diwujudkan melalui hal berikut,
yaitu mempercepat penemuan penelitian biomedis, meningkatkan upaya kesehatan
masyarakat, memperluas basis pengetahuan ilmiah dan meningkatkan Pendidikan medis
dan perawatan klinis.
Konsep one health, menekankan pada kemitraan dokter dan dokter hewan dalam
studi dan survailans yang lebih baik dalam bidang zoononis. Selain kemitraan antara
dokter dan dokter hewan, pada konsep ini juga menghendaki kolaborasi dengan ahli
kesehatan masyarakat. Pada CDC digunakan pendekatan one health dengan bekerja
bersama dokter, ahli lingkungan, dan dokter hewan untuk memonitor dan mengawasi
ancaman yang terjadi di masyarakat (kesehatan masyarakat). Penerapan one health yang
diterapkan dengan maksmimal, akan membantu melindungi dan menyelamatkan jutaan
kehidupan di generasi sekarang, dan generasi yang akan datang. Penerapan konsep one
health secara sistematik berpotensi besar untuk mengurangi ancaman terhadap
kesehatan global, karena lebih dari 60% penyakit yang baru muncul disebabkan oleh
penularan agen pathogen yang berasal dari hewan (Nurhayati, 2014). Seiring
bekembangnya waktu, terdapat berbagai macam ancaman zoonosis di dunia. Beberapa
contoh adanya anima and human interface adalah influenza A H7N pada tahun 2013
yang ditemukan di China, MERSCov pada tahun 2014 yang ditemukan di Timur
Tengah, Ebola pada tahun 2015 yang ditemukan di Afrika Barat, ZIKA pada tahun 2016
di Brazil, dsb. Adanya zoonosis tentunya menyebabkan berbagai dampak seperti
ekonomi, aktivitas, dan kecemasan pada masyarakat.

2.5. Implementasi One Health


Konsep One Health adalah strategi di seluruh dunia untuk memperluas kolaborasi
interdisipliner dan komunikasi dalam semua aspek pelayanan kesehatan bagi manusia,
hewan dan lingkungan. Bila diterapkan dengan benar, akan membantu melindungi dan
menyelamatkan jutaan nyawa di generasi sekarang dan masa depan. Banyak penyakit
yang belakangan ini berkembang akibat ketidakseimbangan ekosistem. Keragaman
ekosistem dapat menghambat munculnya zoonotic diseases yaitu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh pathogen (agen infeksi seperti bakteri, virus atau parasit) yang awalnya
berasal dari hewan seperti vertebrata masuk ke manusia. Rusaknya diversitas ekosistem
yang menggejala belakangan ini membuat fungsi penghambat zoonotic diseases
berkurang. Terjadinya perubahan tata guna lahan, perubahan iklim, mobilitas manusia
antar benua, bencana alam dan bencana yang disebabkan manusia menjadi biang
rusaknya diversivitas. Lebih lanjut, apabila keseimbangan antara manusia, hewan dan
lingkungan tidak bisa dikelola dengan baik, bencana terberat akan dirasakan oleh
manusia.
Dalam 16 tahun terakhir, muncul empat penyakit menular yang sulit ditanggulangi
yaitu Flu Babi atau A (H1N1) PDM09, Flu Burung atau H7N9, penyakit saluran
pernapasan yang disebabkan oleh coronavirus (MERS-COV), dan Covid-19. Pada
tingkat nasional, implementasi strategis konsep tersebut sudah dilakukan melalui tiga
aspek yaitu kesatuan data yang menjadi navigator, peningkatan kesehatan publik dan
komunikasi publik. Peningkatan Kesehatan publik dapat dicapai dengan perubahan
perilaku sebagai kunci dari adaptasi kesehatan publik. Perlu banyak riset dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor risiko dan intinya adalah perubahan perilaku.
Perlawanan yang dilakukan terhadap pandemi covid-19 adalah perlawanan seluruh
penduduk di bumi, tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena virus dapat menyebar
dengan sangat cepat. Mengingat pada saat awal hanya dalam waktu 70 hari virus sudah
menyebar ke 114 negara atau kurang lebih ke sekitar 58% negara di dunia. Jadi dalam
konteks penanganan pandemi covid-19, penanganan harus pada level global.
Global Verome Project, sebuah proyek dengan target memahami virus secara lebih
baik, mengetahui jenis-jenis virus yang potensial mengganggu manusia melalui
meningkatakan kapasitasitas diagnosis dan mendeteksi keberadaan virus-virus yang
mengancam. Proyek tersebut bermaksud mengumpulkan 70% dari 1,67 juta jenis virus
yang ada sehingga dapat dikembangkan sistem peringatan dini terhadap ancaman di
masa datang. Semua negara perlu mencanangkan visi untuk tidak pernah membiarkan
ada lagi virus seperti covid-19. Semua negara harus lebih siap merespon terjadinya
penyakit baru. Program lain yang dikembangkan secara global adalah One Health
Laboratory Network yang menghubungkan beragam laboratorium manusia, hewan dan
lingkungan agar dapat mengidentifikasi dan mendeteksi munculnya penyakit menular
dan zoonotic diseases.

2.6. Studi kasus


Judul : Impact of Plastic Pollution on Ecosystem Services, Sustainable
Development Goals, and Need to Focus on Circular Economy
and Policy Interventions
Penulis : Rakesh Kumar , Anurag Verma, Prakash Kumar Jha,
Prabhakar Sharma, Arkajyoti Shome, Ritesh Kumar, Pawan
Kumar, Rama Sinha, Shubham , Srishti Sinha, Shreyas Das, dan
PV Vara Prasad
Nama Jurnal : Journal Sustainability
Tahun/hlm : 2021/ 1-40
Plastik mikro dan plastik nano di ekosistem terestrial mengurangi kemampuan
untuk menyerap karbon, yang merupakan salah satu layanan ekosistem utama yang
disediakan oleh ekosistem tanah untuk mempertahankan siklus karbon. Dampak plastic
mikro dan nano terhadap ekosistem dan perubahan iklim dalam segi Kesehatan yaitu
berdampak terhadap produksi pangan hal tersebut akan sangat melemahkan produksi
pertanian dan dapat menyebabkan krisis pangan di tingkat lokal dan global. Sebagian
besar ikan secara sengaja dan tidak sengaja menelan microplastic (MPs) yang juga pada
akhirnya mencapai tubuh manusia, yang menimbulkan masalah keamanan pangan
secara global dan akan menyebabkan kekurangan pangan dan degradasi ekosistem
perairan. Aspek penting lainnya adalah degradasi lingkungan dan perubahan iklim.
Kehadiran plastik dan partikel kecil terdegradasi di lingkungan mendorong kekeringan
yang menyebabkan pemanasan global karena emisi karbon.
Akumulasi plastik mikro dapat meningkatkan mineralisasi, nitrifikasi, dan
denitrifikasi dalam ekosistem perairan, sehingga melepaskan CO2, CH4, dan N2O.
akibatnya, pencemaran air semakin memburuk akibat dari resuspensi dan pertumbuhan
alga sehingga menambahkan lebih banyak kontaminan ke pasokan rantai makanan dan
menyebabkan adanya kontaminasi organic. Plastik mikro dan plastik nano di ekosistem
terestrial mengurangi kemampuan untuk menyerap karbon, yang merupakan salah satu
layanan ekosistem utama yang disediakan oleh ekosistem tanah untuk mempertahankan
siklus karbon. Plastik mikro juga memiliki dampak ekonomi, diperkirakan
mengakibatkan kerugian atau pengurangan sekitar 1–5% dari jasa ekosistem yang
disediakan, berjumlah sekitar US$2,5 triliun.
Pembangunan ekonomi negara membutuhkan industri pariwisata yang berkembang
di wilayah pesisir, sehingga pantai mudah tercemar oleh sampah plastik. Hal ini tidak
hanya merusak tempat pariwisata tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan.
Permasalahan ini dapat menimbulkan efek langsung dan tidak langsung pada seluruh
rantai makanan misalnya stok ikan akan berkurang. Karena plastik dan produk
olahannya telah tersebar di seluruh dunia, hal tersebut menyebabkan adanya
peningkatan paparan plastik sekali pakai di lingkungan yang memiliki komposisi kimia
yang kompleks. Meningkatnya sampah plastik menunjukkan bahwa negara gagal
mengelola sampah. Selama pandemic COVID-19 banyak plastic sekali pakai yang
menyebabkan meningkatnya sampah plastic karena pembuangan yang berlebihan serta
pengolahan limbah yang kurang baik.

2.6.1. Intervensi Kebijakan untuk Meminimalkan Polusi Plastik dan Pengelolaan


Sampah Plastik
Banyak negara telah sepenuhnya melarang penggunaan plastik atau ada pembatasan
dan biaya yang harus dibayar untuk penggunaan plastik. Sekitar 30 negara di Axfrika,
Asia, Amerika Utara, atau Eropa telah sepenuhnya melarang kantong plastik; negara-
negara ini telah melarang plastik sekali pakai. Beberapa negara telah mengenakan biaya
pengguna dari penjual, sehingga pemakaian plastik dapat dikurangi serta mengurangi
polusi plastik (Kumar, et al., 2021). Beberapa negara telah memberlakukan larangan
penggunaan microbeads dalam produk kosmetik. Hingga saat ini, 127 negara telah
mengatur penggunaan plastik, sementara 115 negara telah menerapkan berbagai
undang-undang dan kebijakan untuk memerangi sampah plastik baik secara nasional
maupun lokal. Misalnya, Amerika Serikat menerapkan Marine Debris Research,
Prevention and Reduction Act. Australia juga memberlakukan Undang-Undang
Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (EPBC).

2.6.2. Peranan Circular Economy dan Life Cycle Assessment pada Produk Plastik
LCA produk plastik dikategorikan menjadi lima tahap yaitu, bahan baku pelet
plastik, pembuatan produk plastik, penggunaan/penggunaan kembali produk plastik,
akhir hidup, dan pembuangan ke lingkungan. Tujuan keseluruhan LCA adalah untuk
menganalisis siklus hidup produk plastik dari awal hingga akhir dan dampaknya
terhadap lingkungan. Selain hal itu, Diperlukan juga undang-undang dan kebijakan yang
tegas dan fokus yang lebih besar pada penerapan pungutan, pajak, serta kebijakan dalam
meminimalkan penggunaan plastik di tingkat lokal, nasional, dan internasional (Kumar,
et al., 2021). Perubahan konsumsi masyarakat yang drastis dapat mengurangi jumlah
sampah kemasan plastik yang menjadi tantangan karena konsumerisme sangat terlihat di
seluruh dunia (Andrades, Martins, Fardim, Ferreira, & Santos, 2016). Timbulan sampah
dapat dikurangi dengan transisi menuju ekonomi sirkular, yaitu dengan pengelolaan
sampah dan pengelolaan sumberdaya semua pihak dan produk dirancang untuk
mencegah timbulan sampah (Pincelli, Junior, Matias, & Rutkowski, 2021).

2.7. Solusi Pemecahan Permasalahan


1. Membuat kebijakan dan menegaskan tentang larangan penggunaan plastik dengan
bahan yang dapat digunakan kembali atau ramah lingkungan di seluruh wilayah
Indoensia. Timbulan sampah di indonesia adalah sebanyak 175.000 ton perhari dan
hanya 7,5% yang dapat didaur ulang, sehingga mengakibatkan pembuang sampah
pada tempat pembuangan akhir atau dibuang kesungai yang akhirnya bermuara di
laut (Sugiarti, 2021). Sehingga sampah plastik semakin mencemari lingkungan.
Diperkirakan 15% sampah plastik dari total global yang bermuara di lautan berasal
dari Indonesia (Roxxane, 2021). Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
pemberlakuan larangan penggunaan bahan plastik kepada masyarakat dengan bahan
yang lebih ramah lingkungan atau bahan yang dapat digunakan kembali. Salah satu
kota yang sudah melarang penggunaan kantong plastik adalah Kabupaten Lumajang.
Pemerintah melarang toko modern, swalayan, atau ritel dilarang untuk menyediakan
kantong plastik (Kilas Jatim, 2020)
2. Menggalakkan edukasi pada berbagai lapisan masyarakat termasuk pada siswa
sekolah mengenai prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) dan konsep ekonomi
sirkular dalam upaya pengelolaan sampah plastik sehingga dapat mewujudkan
pelestarian lingkungan dan dapat menciptakan peluang ekonomi baru.
3. Mendorong pemerintah untuk mewujudkan insentif fiskal bagi industri daur ulang
dan mengembangkan ekosistem daur ulang sebagai bentuk keberpihakan dan
dukungan pemerintah terhadap industri hijau agar tumbuh dengan baik dan
kompetitif serta sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan isu
sampah plastik.
4. Mengembangkan dan menggalakkan pembuatan dan penggunaan plastik ramah
lingkungan atau biodegradable atau bioplastik yang terbuat dari bahan polimer alami
seperti pati, selulosa, lemak. (Kamsiati dkk., 2017) Pati merupakan bahan baku yang
banyak tersedia di Indonesia. Pati diperoleh dengan cara mengekstrak bahan nabati
yang mengandung karbohidrat, seperti serealia dan aneka umbi. Di Indonesia sendiri
untuk mendapatkan pati sangat mudah karena merupakan komoditas pertanian yang
cukup melimpah. Kemudahan memperoleh bahan baku ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan lebih jauh pembuatan plastik biodegradable. Meskipun di Indonesia
pembuatan plastik biodegradebale mulai dikembangkan, namun kapasitas
produksinya belum optimal dan teknologi proses belum berkembang luas. Selain itu,
belum adanya aturan pembatasan penggunaan plastik konvensional secara ketat dan
menyeluruh juga membuat bioplastik belum banyak digunakan.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
One health merupakan strategi dunia dalam mencapai kesehatan optimal manusia,
hewan, dan lingkungan dengan upaya kolaborasi interdisipliner dan komunikasi dalam
semua aspek pelayanan kesehatan bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Sedangkan
circular economy bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan
mempertahankan nilai produk, bahan dan sumber ekonomi selama mungkin sehingga
meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Plastik dan produk olahannya telah
tersebar di seluruh dunia, hal tersebut menyebabkan adanya peningkatan paparan plastik
sekali pakai di lingkungan dan menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Timbulan
sampah plastik dapat dikurangi dengan transisi menuju ekonomi sirkular, yaitu dengan
pengelolaan sampah dan pengelolaan sumberdaya semua pihak dan produk dirancang
untuk mencegah timbulan sampah.

3.2. Saran
Masalah terkait polusi sampah plastic tidak hanya terjadi di satu negara, tapi juga
dialami oleh negara lain didunia. Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan dikeluarkannya
kebijakan dalam pelarangan penggunaan plastic dan diganti dengan bahan yang lebih
ramah lingkungan atau bahan yang dapat digunakan kembali. Selain itu, perlu dilakukan
kerjasama dari semua pihak, karena dalam menangani terkait sampah tidak hanya cukup
dari pemerintah saja, tetapi masyarakat juga harus sadar akan ancaman dampak dari
sampah plastik.
DAFTAR PUSTAKA
Andrades, R., Martins, A., Fardim, L., Ferreira, J., & Santos, R. (2016). Origin of
Marine Debris is Related to Disposable Packs of Ultraprocessed Food. 109 (1),
192-195.

Calleja, D. (2019). Mengapa “Ekonomi Plastik Baru” harus menjadi ekonomi sirkular.
Institut Veolia.
Hartwell, H. (2014). Global public health workforce. Perspectives in Public Health,
134(5), 234. https://doi.org/10.1177/1757913914545568

Haven, N., Haven, N., & Skolnik, R. (2016). Global Health 101 Lecturer in Public
Health.
Indohun. (Jakarta). Pedoman Aplikasi Hard Skill One Health : Konsep dan
Pengetahuan tentang one Health. Indohun National Coordinating Office.

Kamsiati, E., Herawati, H., & Purwani , E. Y. (2017). Potensi Pengembangan Plastik
Biodegradable Berbasis Pati Sagu dan Ubi Kayu di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian, 36(2), 67-76.Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan. 2016. Implementasi One Health di Indonesia
Kilas Jatim. 2020. Pemkab Lumajang Tegaskan Pengurangan Plastik Sekali Pakai.
Diakses pada 8 November 2021, dari https://kilasjatim.com/pemkab-lumajang-
tegaskan-pengurangan-plastik-sekali-pakai/

Kumar, R., Verma , A., Shome, A., Sinha, R., Sinha, S., Jha, P., . . . Prasad, P. (2021).
Impact of Plastic Pollution on Ecosystem Services, Sustainable Development
Goals, and Need to Focus on Circular Economy and Policy Interventions. Journal
Sustainability, 1-40.
Monoarfa, S., Larsen, L. B., & Shimomura, N. (2021). The Economic,Social, and
Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia. Jakarta: Kementerian
PPN/Bappenas, Embassy Of Denmark, UNDP.

Nurhayati, D. (2014). Konsep ecohealth dalam pengendalian zoonosis.


http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-populer/
120-konsep-ecohealth-dalam-pengendalian-zoonosis.X
Pincelli, I. P., Junior, A., Matias, M. S., & Rutkowski, E. (2021). Post-Consumer Plastic
Packaging Waste Flow Analysis for Brazil: The Challenges Moving Towards q
Circular Economy. Waste Management, 781-790.Roostita, L.B. & Hendarmawan,
Hendarmawan & Supriatna, Asep. (2019). Implementasi Konsep “One Health”
dalam Pengendalian Emerging dan Re-Emerging Zoonosis yang Diakibatkan oleh
Penyebaran Bushmeat.

Roxxane, M. (2021). Bumi di Bawah Tekanan: COVID-19 dan Polusi Plastik. Jurnal
Ilmiah Ilmu Sosial, 7(1), 49.

Sugiarti, Risa. 2021. Indonesia Hasilkan 175 Ton Sampah per Harinya, sedikit Bisa
Didaur Ulang. Diakses pada 8 November 2021, dari
https://www.liputan6.com/health/read/4490103/indonesia-hasilkan-175-ribu-ton-
sampah-per-harinya-sedikit-yang-bisa-didaur-ulangXWright, C. Y., Godfrey, L.,
Armiento, G., Haywood, L. K., Inglesi-Lotz, R., Lyne, K., & Schwerdtle, P. N.
(2019). Circular economy and environmental health in low- And middle-income
countries. Globalization and Health, 15(1), 1–5. https://doi.org/10.1186/s12992-
019-0501-y

Anda mungkin juga menyukai