Anda di halaman 1dari 28

KESEHATAN GLOBAL

MAKALAH

Kesehatan Lingkungan dalam Konteks Global

DOSEN PENGAJAR

Dr. dr. Aaltje E. Manampiring, M.Kes

OLEH

Ns. Franny F. Wagania, S.Kep 212021110072


Reanita J. Markus, S.K.M 212021110074
dr. Bill T. Sumampouw 212021110076
Imelda L. Lesar. S.Tr.Gz 212021110078
Greita M. S. Timpal, S.K.M 212021110080
Nina Nurhasanah, S.K.M 212021110082
drg. Wandha C. Mandalika 212021110084
drg. Intan I. S. Slarmanat 212021110086

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO


PROGRAM STUDI PASCASARJANA
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan meyelesaikan makalah Kesehatan
Lingkungan dalam Konteks Global daalam mata kuliah Kesehatan Global.
Kami menyampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Kesehatan Global
Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado, kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan, kepada teman-
teman yang selalu memberikan motivasi dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini tentunya mempunyai
kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritik, saran atau pun usulan mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan dapat berguna bagi semua yang
membacanya.

Manado, 15 Agustus 2021

Penyusun
Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3

1.3 Tujuan.........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4

2.1 Kesehatan Lingkungan................................................................................4

2.2 Kesehatan Lingkungan dalam Konteks Global...........................................6

BAB III PENUTUP.........................................................................................21

3.1 Kesimpulan...............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan lingkungan merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyaakat yang lebih
menitikberatkan perhatiannya pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengawasan pengkordinasian dan penilaian dari semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan
perkembangan fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian
rupa sehingga derajat kesehatan dapat lebih ditingkatkan.
Kesehatan lingkungan memegang peran penting dalam penyebaran agen
penyebab penyakit, baik yang diakibatkan oleh agen biologi, kimia, maupun fisika.
Hal ini senada dengan teori Hendrik L. Blum, yang menyatakan bahwa faktor
lingkungan memiliki peran 40% dalam pencapaian status kesehatan masyarakat,
diikuti dengan 30% faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan, dan 10% faktor
hereditas (keturunan).
Kesehatan lingkungan merupakan factor penting dalam kehidupan social
masyarakat bahkan merupakan salah satu unsur penentu dalam kesejahteraan
penduduk. Di mana lingkungan yang sehat dibutuhkan bukan hanya untuk
meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup
dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Sebagai anggota elemen masyarakat,
diharapkan setiap kita dapat memiliki pemahaman dan pemikiran kritis mengenai
isu-isu Kesehatan lingkungan terhadap perspektif global.

Kesehatan lingkungan menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Banyak


masalah Kesehatan lingkungan yang timbul dan menjadi perhatian secara global dan
dibutuhkan solusi dan kesadaran dari setiap elemen masyarakat untuk menyelesaikan
setiap masalah lingkungan pada saat ini, salah satu topik yang sering
diperbincangkan mengenai masalah Kesehatan lingkungan dalam konteks global

1
adalah Tingkat Perubahan iklim yang signifikan yang disebabkan oleh pemanasan
global pada saat ini, hal ini secara tidak langsung di picu oleh tingginya tingkat
pertumbuhan populasi manusia.
Kondisi iklim global, penipisan ozon, efek polusi zat-zat toksik terhadap
ekosistem global, mengakibatkan limbah semakin banyak. Hal ini merupakan akibat
dari perubahan iklim termasuk degradasi lingkungan perairan dan laut serta
peningkatan populasi manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena yang mulai
dirasakan oleh masyarakat global, termasuk Indonesia. Menurut WHO, perubahan
iklim mempengaruhi determinan sosial dan kesehatan. Suhu yang semakin
meningkat menyebabkan semakin meluasnya tempat perindukan vektor dan hewan
pembawa penyakit, yang pada akhirnya semakin meluasnya masyarakat yang rentan
terhadap penyakit akibat vektor dan hewan pembawa penyakit.
Masalah kesehatan global telah dilihat sebagai salah satu masalah yang serius.
Pada awalnya, kesehatan hanya dianggap sebagai domain kebijakan nasional di mana
negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesehatan rakyatnya.
Namun demikian, pada era terkini dunia yang ditandai dengan semakin
meningkatnya interkoneksi antarsektor dan antaraktor, permasalahan kesehatan
semakin menjadi fokus kerja sama internasional. Hal tersebut ditambah dengan
munculnya perubahan lingkungan global yang cepat dalam berbagai bidang
(misalnya lingkungan hidup, demografi, teknologi, ekonomi, dan lain-lain) yang
menjadikan isu ini semakin kompleks dan sulit dikelola.
Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak
dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan,
kelembaban, tekanan udara dll. Belakangan orang mulai menyadari bahwa aktifitas
manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Menjadi
masalah global yang mempengaruhi lingkungan juga misalnya pertumbuhan
penduduk dunia yang amat pesat. Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan
kawasan urban dan juga kebutuhan tambahan produksi pangan. Belum lagi ada
peningkatan kebutuhan energi. Pada masing-masing kebutuhan ini ada implikasi
pada lingkungan.

2
Perubahan lingkungan global telah merusak ekosistem. Tantangan seperti
perubahan iklim, penipisan sumber daya (dengan implikasi besar bagi kesehatan dan
kesejahteraan manusia), dan ketidaksetaraan sosial yang terus-menerus dalam
kesehatan telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan masyarakat global dengan
implikasi untuk penyakit menular dan tidak menular. Ini berkontribusi pada tekanan
pada sistem perawatan kesehatan, serta sistem sosial yangf esehatan. Strategi baru
untuk mengatasi berbagai penggerak perubahan yang saling berinteraksi dan saling
bergantung ini diperlukan untuk melindungi kesehatan populasi. Profesional
kesehatan masyarakat telah menemukan bahwa membangun kemitraan interdisipliner
yang kuat dan bertahan lama lintas disiplin dapat mengatasi kompleksitas lingkungan
dan kesehatan, dan bahwa mengembangkan sistem Pelacakan Lingkungan dan
Kesehatan Masyarakat (Lauriola, dkk 2020).
Pengelolaan lingkungan secara bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang
cukup tentang lingkungan dan akibat yang dapat timbul karena gangguan manusia.
Oleh karena itu, konsep pemahaman isu-isi kritis lingkungan harus dipahami secara
mendalam (Zulfa, dkk. 2016).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu kesehatan lingkungan?


2. Bagaimana kesehatan lingkungan dalam konteks global?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang kesehatan lingkungan


2. Mengetahui kesehatan lingkungan dalam konteks global

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kualitas


lingkungan dengan kondisi kesehatan suatu masyarakat. Ilmu kesehatan lingkungan
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan segala
macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman atau
berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu dan seni dalam mencapai keseimbangan
lingkungan dan manusia. Dalam hal ini ilmu dan seni dalam pengelolaan lingkungan
sehingga dicapai kondisi yang bersih, sehat, aman, nyaman dan terhindar dari
gangguan penyakit.
WHO (World Health Organization) menyatakan kesehatan lingkungan
merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Kesehatan lingkungan menurut PP No.60 Tahun 2014 adalah upaya pencegahan
penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial.
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Dalam pengertian ini
titik pusat pandang dari kesehatan lingkungan adalah bahwa tercapainya tujuan
kesehatan yaitu masyarakat sehat dan sejahtera dalam kondisi lingkunan sehat.

2.1.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan


Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup
kesehatan lingkungan, yaitu:
1. Penyediaan Air Minum

4
2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam


Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu
:
1. Penyehatan Air dan Udara
2. Pengamanan Limbah padat/sampah
3. Pengamanan Limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
5. Pengamanan radiasi
6. Pengamanan kebisingan
7. Pengamanan vektor penyakit
8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

2.1.2 Masalah kesehatan lingkungan juga dipengaruhi oleh:

5
a Pertumbuhan dan persebaran penduduk
Masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul pada daerah padat, misalnya
daerah perkotaan. Pertumbuhan penduduk dalam satu wilayah dengan
kecenderungan peningkatan penggunaan energi dan kegiatan dapat
memperburuk kondisi kesehatan lingkungan. Jumlah penduduk yang besar
tentunya dibarengi oleh kebutuhan hidup yang besar pula. Pertumbuhan
penduduk ini juga akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan produksi
pangan. Peningkatan kebutuhan hidup karena pertambahan jumlah penduduk
tersebut berupa peningkatan kebutuhan ruang dan juga peningkatan
kebutuhan makanan.
b Mentalitas dan perilaku masyarakat
Kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku masyarakat, baik perilaku
sebagai penentu kebijakan maupun sebagai kelompok akibat. Contohnya
perilaku membuang sampah atau limbah di sungai-sungai.

2.2 Kesehatan Lingkungan dalam Konteks Global

A. Perubahan Iklim Dan Pemanasan Global


1. Perubahan Iklim ialah perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan,
dan kelembaban sebagai akibat dari Pemanasan Global.
2. Pemanasan Global ialah meningkatnya temperatur rata-rata bumi sebagai
akibat dari akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan oleh Efek Rumah
Kaca.
3. Efek Rumah Kaca ialah fenomena menghangatnya bumi karena radiasi
sinar matahari dari permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa yang
terperangkap oleh “selimut” dari gas-gas CO2 (karbon dioksida), CH4
(metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS
(hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksafluorida)
Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat
menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya adalah
hubungan sebab-akibat (Sayyidati, A 2017).

6
Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat.
a. Dampak Perubahan Iklim Akibat Dari Pemanasan Global
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan panas dan kematian. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan
dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrim dapat menyebabkan penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan bencana alam. Timbulnya bencana alam
biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti diare, malnutrisi, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Dengan adanya perubahan iklim ini
maka ada beberapa spesies vektor penyakit, virus, dan bakteri.
b. Pengendalian Pemanasan Global
Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil
melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada
masa depan. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas
ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di
tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon).
Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca. Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.

Adanya pemanasan global menyebabkan banyak pengaruh pada kehidupan yang ada
di bumi. Beberapa akibat dari pemanasan global adalah sebagai berikut.

1.      Iklim Mulai Tidak Stabil


Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara
dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-
daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan
mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-
daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya

7
lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin
sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa
area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang
menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca. Sehingga, keberadaannya
akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, akibatnya akan memantulkan
cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan. Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-
rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di
seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir
ini. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya, beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan
badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi
lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang
sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.

2.      Peningkatan Permukaan Laut


Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang
stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga
akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di
seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para
ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada
abad ke-21.

8
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan
bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir
akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan
dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem
pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa
pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida Everglades.

3.      Suhu Global Cenderung Meningkat


Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan
dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh
dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi
sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang
lebih hebat.

4.      Gangguan ekologis


Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas
pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru
karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia

9
akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub
mungkin juga akan musnah.

5.      Dampak sosial dan politik


   Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas
juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan
dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut
akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit,
seperti diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain.

6.      Dampak Terhadap Kesehatan Manusia


Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air
(Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang
(ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubahan
iklim ini, maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes aegypti), Virus,
bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang targetnya
adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksikan bahwa ada beberapa spesies
yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perubahan ekosistem
yang ekstrem ini. Hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)
yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA
(kemarau panjang/kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak
menentu).

10
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-
lain.

7.      Perdebatan tentang Pemanasan Global


Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global.
Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar meningkat.
Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa
masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan pada masa depan.
Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi
manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat
juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan
berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan
tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global
dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung
berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20, bahkan ada masa
pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total
pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model.
Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model.
Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari
tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi
udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer.
Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar Matahari
kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini,
sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara
menjadi lebih bersih. Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak

11
seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para
ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk
membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang diukur
oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran
tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan. Suhu laut dunia pada
tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu
rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit
pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus,
pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan
Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk
oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa
pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran
troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.

B. Isu Lingkungan Global : Ozone Depletion


1. Lapisan Ozon berfungsi sebagai filter untuk menyaring ultra violet
2. NASA mengumumkan telah menemukan lubang ozon terbesar yang pernah
terjadi di antariksa mencapai 3 kali luas wilayah AS.
3. Rusaknya lapisan ozon sebagian besar disebabkan oleh CFC
(Chlorofluorocarbon) yang digunakan sejak tahun 1928 untuk aerosol, kulkas,
AC dll.
C. Isu Lingkungan Global lainnya
1. Pencemaran Wilayah Perairan
a. World Water Development Report (WWDR) melaporkan bahwa setiap
harinya sekitar 2 juta ton sampah mencemari wilayah perairan dan
produksi limbah cair mencapai 1500 kubik. Maka bila satu liter limbah
mencemari 8 liter air bersih, setidaknya 12.000 km kubik air bersih
terkena polusi di dunia.
b. Daerah perkotaan mengalami kehilangan air bersih hingga 20%

12
2. Perpindahan B3 (Bahan Berbahaya Dan Beracun) Melintasi Batas Negara
a. Polusi tidak mengenal batas negara
b. Negara Industri mengekspor limbah ke negara berkembang
c. AS merupakan negara pengekspor limbah B3 terbesar di dunia yi
mencapai 264 juta ton setiap tahunnya, terdiri atas residu logam berat
dan senyawa organik. Untuk membersihkan sekitar 2000 – 10.000
tempat limbah, AS mengeluarkan dana 20 sd 100 milyar dolar US.
d. PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No 85 Tahun 1999, Limbah B3 adalah
suatu sisa usaha dan/ atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan atau beracun karena sifat atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung dan tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, kesehatan,kelangsungan hidup manusia
dan makhluk lain.
3. Jasa Ekosistem
a. Ekosistem menyediakan beragam jasa ekosistem yang penting untuk
manusia dan makhluk hidup lainnya
b. Jasa ekosistem yang dihasilkan memiliki nilai penting kehidupan
makhluk hidup dan lingkungannya
c. Kerusakan ekosistem akan mempengaruhi kualitas jasa ekosistem yang
dihasilkannya
D. Isu-Isu Lingkungan Global Pada Forum Internasional
1. Masalah Lingkungan Global : Komitmen & Kerjasama Multilateral
a. Aktifitas Manusia dan Ekosistem
1) Ekosistem banyak berubah dan mengalami degradasi terkait
aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan :
pangan, air, kayu, sandang, dan energi yang makin meningkat
menyebabkan ekosistem dieksploitasi;
2) Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak sustainable menyebabkan
degradasi ekosistem  jasa ekosistem terdegradasi  kesejahteraan
manusia terganggu

13
2. Temuan Millenium Assessment (2005)
a. 60% jasa ekosistem dunia mengalami degradasi;
b. 15 dari 24 ekosistem yang dikaji dalam kondisi rusak;
c. Sejak tahun 1980, 35% ekosistem mangrove dunia hilang;
d. Sekitar 20% terumbu karang hilang, dan 20% mengalami degradasi;
e. Polusi hara (nutrient poluttion) menyebabkan eutrofikasi badan-badan
air;
f. Laju kepunahan spesies 100-1000 kali lebih tinggi dari kondisi
sebelumnya;
3. ‘Bumi Yang Satu Dan Sedang “Sakit” (Terdegradasi)”: Harus Dijaga Dan
Diselamatkan Dari Faktor-Faktor Perusaknya
a. Perlu Komitmen Global Untuk Lingkungan
b. Dibangunnya : MEAs (Multilateral Environmental Agreements):
perjanjian multilateral tentang lingkungan merupakan instrumen legal
(hukum)
1) Bertujuan untuk perlindungan lingkungan
2) Disepakati diantara sejumlah besar negara atau organisasi
internasioanl sebagai pesertanya (parties) dan dalam bentuk tertulis;
3) Diatur oleh hukum internasional (Sayyidati, A 2017).
Dapat diwujudkan dalam satu atau lebih instrumen yang berkaitan (dalam
bentuk perjanjian kerangkakerja/framework agreements)

E. Kondisi Lingkungan Global


1. Kondisi Lingkungan Global Sebelum Pandemi
Pada akhir 2019 World Meteorological Organization (WMO) menyatakan
bahwa bumi telah berada dalam kondisi terpanasnya dalam sejarah. Hal ini
diperkirakan akibat tingginya gas rumah kaca yang menjadi penyebab
utama adanya pemanasan global (Suryani, A. S. 2020). Pada tahun 2017
tercatat konsentrasi CO2 di atmosfer adalah 405,6 ppm. Konsentrasi CO2
ini terus meningkat yang diikuti meningkatnya suhu bumi (Suryani, A. S.

14
2020). Hal ini juga berimplikasi terhadap kenaikan permukaan laut akibat
mencairnya es di kutub sehingga memicu berbagai bencana
hidrometeorologis di dunia. Berbagai kebijakan maupun komitmen iklim
yang dibuat dalam skala global untuk memerangi krisis iklim banyak
mengalami kegagalan (climate action failure). Salah satu buktinya
konferensi tingkat tinggi PBB yang membahas perubahan iklim yakni the
25th Session of the Conference of the Partie (COP25) yang
diselenggarakan di Madrid Desember 2019 berakhir mengecewakan.
Konferensi tersebut tidak menghasilkan komitmen yang kuat dari berbagai
negara dalam rangka menghambat krisis iklim (Ferdian, 2020). Tantangan
dan permasalahan Indonesia terkait perubahan iklim dan degradasi
lingkungan juga tidak sedikit. Di daratan, masalah deforestasi masih kerap
terjadi. Pada 2019 Indonesia mengalami bencana kebakaran hutan yang
cukup besar. Dari hasil analisis Greenpeace, 3.403.000 ha lahan terbakar
antara tahun 2015 sampai dengan 2018 di Indonesia. Di perairan, 35,15%
terumbu karang Indonesia masuk dalam kategori buruk, padahal terumbu
karang bisa membantu mengurangi pemanasan global karena mampu
menyerap CO2. Sedangkan di udara, polusi udara kerap menjadi
permasalahan terutama di kota-kota besar. Penyebabnya adalah masifnya
penggunaan kendaraan pribadi dan industri (Suryani, A. S. 2020)).
Sementara itu pengelolaan sampah, khususnya isu sampah plastik, masih
menjadi pekerjaan rumah besar bagi beberapa kota besar dan metropolitan
di Indonesia.
2. Kondisi Lingkungan Global Saat Pandemi
Pembatasan aktivitas manusia selama masa pandemi Covid-19 dan
berhentinya berbagai kegiatan ekonomi, termasuk beberapa sektor industri,
telah berkontribusi pada penurunan emisi global. Pusat Penelitian Energi
dan Udara Bersih (CREA) merilis bahwa emisi CO2 dunia tercatat
mengalami penurunan hingga 17% akibat karantina Covid-19 yang
diterapkan di berbagai negara. Hampir setengah (43%) dari penurunan

15
emisi global selama puncak lockdown berasal dari sektor transportasi dan
industri, terutama kendaraan bermotor dan pabrik manufaktur komersial
(Suryani, A. S. 2020)). Selama masa pandemi, terjadi peningkatan kualitas
udara perkotaan. Citra dari satelit NASA Earth Observatory menunjukkan
polusi NO2 di Wuhan China menurun tajam. Tingkat polusi udara di New
York berkurang 50%, kualitas udara di China naik 11,4%, dan emisi NO2
juga menurun di Italia, Spanyol, dan Inggris (Rudiyanto, 2020). Untuk
kondisi Indonesia, CREA menyampaikan bahwa penurunan emisi
maksimum mencapai 18,2%. Tingkat gas NO2 di Jakarta turun sekitar 40%
dari level gas tersebut pada tahun lalu (Suryani, A. S. 2020)). Langit yang
lebih bersih menjadi perhatian beberapa warga ibu kota dan sekitarnya
selama PSBB. Meskipun emisi mengalami penurunan selama pandemi,
namun belum terjadi perubahan secara luas dan berjangka panjang secara
terukur. Menurut Carbon Brief perubahan ini hanya bersifat sementara.
Efek pandemi ini belum dapat dikatakan bakal mendorong emisi CO2
global ke jalur menurun (Kurniawan, 2020). Dengan kondisi tersebut,ketika
beberapa negara sudah melonggarkan pemberlakuan lockdown, kualitas
udara berbahaya, baik pada tingkat lokal maupun global, kemungkinan
akan kembali. Berikutnya dilihat dari kualitas air. Kegiatan pariwisata
bahari terhenti. Dampaknya lautan juga mengalami penurunan polusi suara,
sehingga menurunkan tingkat stres makhluk laut seperti ikan paus dan
membuat biota laut dapat bermigrasi lebih tenang. Fenomena lainnya
terlihat di kawasan Venesia, Italia. Tempat wisata air tersebut menjadi lebih
bersih, kanal yang biasanya berwarna keruh terlihat jernih selama
Pemerintah Italia menerapkan peraturan lockdown. Adanya kebijakan
pembatasan sosial dan lockdown di beberapa negara juga berdampak positif
bagi keanekaragaman hayati flora dan fauna. Berdasarkan laporan
organisasi nirlaba Plantlife, berbagai jenis tanaman dan bunga terlihat
tumbuh lebih banyak daripada biasanya. Efeknya, kehadiran hewan seperti
burung, kupu-kupu, dan lebah di taman pun kian marak. Selain itu satwa

16
yang terancam 15 punah seperti penyu jenis Olive Ridley di India dan
penyu Belimbing di Florida dapat bertelur dengan bebas (Rudiyanto, 2020).
Pandemi Covid-19 memberikan kesempatan untuk tumbuh lebih baik bagi
flora dan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi satwa. Namun,
kondisi pandemi ini berdampak pada meningkatnya timbulan sampah,
terutama sampah plastik dan sampah medis. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia menyebutkan bahwa sampah plastik domestik meningkat dari 1-5
menjadi 5-10 gram per hari per individu karena pandemi Covid-19. Selain
itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat kenaikan
produksi limbah medis saat ini sebanyak 290 ton limbah medis per hari
(Suryani, A. S. 2020)). Sampah plastik tersebut sebagian besar berasal dari
penggunaan plastik sekali pakai dari makanan yang dikemas, sedangkan
sampah medis berasal dari peralatan medis dan Alat Pelindung Diri (APD),
termasuk sarung tangan dan masker. Saat lingkungan perkotaan cenderung
membaik, lain halnya dengan kawasan hutan tropis. Organisasi lingkungan
melaporkan peningkatan deforestasi di tengah lockdown, seiring dengan
meningkatnya perburuan dan penyelundupan binatang liar hingga
pertambangan liar di seluruh dunia. Hutan Amazon di Brasil, serta beberapa
hutan tropis di Kolombia, Kenya, dan Kamboja adalah beberapa negara
yang mengalami hal tersebut. Menurut National Space Research Institute
Brasil, area deforestasi yang hancur di Amazon pada April 2020 64% lebih
tinggi daripada April 2019. Penyebabnya adalah adanya kelompok kriminal
dan oportunis yang mengambil keuntungan dari karantina wilayah dan
menurunnya pengawasan hutan. Selain itu, orang yang tinggal di daerah
pedesaan mengalami peningkatan tekanan ekonomi dan dipaksa untuk
bergantung pada alam (Suryani, A. S. 2020). Kekhawatiran serupa terjadi
di Malaysia dan Indonesia yang memiliki tingkat deforestasi tertinggi di
Asia Tenggara. Di lain pihak, beberapa organisasi lingkungan juga
berpandangan bahwa dampak positif adanya pandemi terhadap lingkungan
global hanya bersifat sementara. Penurunan pertumbuhan ekonomi dari

17
berbagai sektor seperti industri dan perdagangan selama pandemi akan
diikuti upaya recovery untuk memulihkannya. Berbagai usaha difokuskan
pada sektor ekonomi, sehingga sektor lingkungan akan lebih terpinggirkan.
Terlebih lagi jika ketertinggalan ekonomi ini mendorong kebijakan
industrialisasi besar-besaran yang mengakibatkan adanya polusi yang tentu
akan membuat kondisi lingkungan global semakin rusak (Suryani, A. S.
2020). Mengacu pada kedua sudut pandang tersebut, sisi positif adanya
pandemi pada lingkungan global hendaknya diiringi kebijakan berupa
mitigasi, adaptasi, serta program yang memberikan sumbangan dalam
rangka menghambat krisis iklim. Penanganan sampah hendaknya dilakukan
secara menyeluruh dari sumber sampah hingga pembuangan akhir dan
penambahan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis. Demikian
juga penegakan hukum perlu terus dijalankan untuk meminimalisasi
perusakan atau pembakaran hutan. Hal penting lainnya adalah perlunya
peran 16 serta masyarakat, misalnya dalam pengurangan sampah plastik
dan penggunaan energi karbon yang lebih bijak, termasuk beralih ke alat
tranportasi umum untuk mengurangi emisi. Pembangunan ekonomi harus
diiringi dengan tindakan dekarbonisasi. Pembangunan baik dari sektor
ekonomi maupun sosial harus diarahkan pada paradigma bagaimana
seharusnya dunia merespons Covid-19 ini sebagai sebuah momentum
perubahan bersama dalam berlaku bijak terhadap lingkungan. Muncul dan
mudahnya penyebaran pandemi telah mengingatkan kita bersama terhadap
bahaya degradasi lingkungan yang berakibat buruk pada umat manusia,
sehingga membutuhkan solusi jangka panjang serta perlunya koreksi
kebijakan pembangunan global, dengan mendorong implementasi SDGs
yang lebih serius. Penutup Pandemi Covid-19 telah menimbulkan berbagai
dampak bagi lingkungan global. Dampak positif ditandai dengan penurunan
emisi gas rumah kaca, membaiknya kualitas perairan dan udara perkotaan,
serta peningkatan keanekaragaman hayati. Namun di lain pihak, dampak
negatif dirasakan terutama pada sektor persampahan dan kehutanan. Jumlah

18
sampah plastik dan medis yang dihasilkan kian bertambah dan deforestasi
juga makin meningkat. Penurunan emisi selama pandemi Covid-19 hanya
efek jeda dan tak terencana, yang belum tentu bermakna pada perubahan
kualitas lingkungan global jangka panjang. Jika pembangunan pilar
ekonomi dan sosial tidak disertai pembangungan pilar lingkungan/ekologi
maka tujuan pembangunan berkelanjutan sulit tercapai. DPR berperan
dalam membumikan politik hijau. Revisi UU Persampahan dan Kehutanan
perlu dilakukan untuk menghasilkan payung hukum yang lebih baik bagi
kelestarian lingkungan. Pengawasan kepada pemerintah terkait aksi
pengendalian perubahan iklim perlu terus dilakukan, sekaligus memastikan
SDGs berjalan sesuai target yang diharapkan.
F. Upaya Pencegahan Lingkungan Global
Dengan situasi lingkungan seperti ini, maka harus ada upaya nyata untuk
mengurangi pemanasan global, antara lain:
1. Menanam pohon, karena pohon berperan besar dalam mengurangi
pemanasan global karena pohon dalam foto sintesis pada siang hari
menyerap dan menghasilkan oksigen. Sehingga dapat megurangi
kandungan karbondioksida di udara yang dapat memicu menipisnya ozon
dan terjadi pemanasan global.
2. Menghijaukan hutan yang telah gundul, karena sekarang ini banyak
pembalakan liar yang menyebabkan penggundulan hutan.
3. Melakukan efisiensi pada penggunaann bahan bakar fosil. Selain dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global, eksploitasi yang berlebihan
pada bahan bakar fosil juga akan menyebabkan kelangkaan pada bahan
bakar fosil tersebut, kerena bahan bakar fosil tidak dapat diperbarui.
Mencari alternatif energi lain yang lebih ramah lingkungan dan harganya terjangkau
oleh masyarakat luas. Misalnya Titanium sebagai sumber energy baru rama
lingkungan, penggunaan energy pasang surat, biosolar dan lain sebagainya (Marzuki,
2017)

19
20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kesehatan lingkungan merupakan ilmu dan seni dalam mencapai


keseimbangan lingkungan dan manusia. Kesehatan lingkungan mempunyai
17 ruang lingkup
2. Masalah Kesehatan lingkungan global lainnya yang kini menjadi isu kritis
adalah pertumbuhan penduduk yang makin meningkat secara signifikan
setiap tahunnya yang berdampak pada lingkungan sekitar . Masalah
lingkungan hidup global adalah masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di
dunia ini. Bumi saat ini mengalami kenaikan permukaan laut sedunia dengan
mecairnya es kutub. Bahaya ini timbul karena bumi semakin panas,
mengisyaratkan bahwa kenaikan permukaan gelombang pasang akan menjadi
masalah lingkungan pada abad mendatang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anih Sri Suryani. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Lingkungan Global.
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Jakarta.

Aziz, H. A. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: Al-Mawardi Prima

Bloom, B. (1971). Taxonomy Of Educational Objectives, Handbook I Cognitive


Domain. Michigan: Edward Bros.

Budiman. 2015. Buku Ajar Isu Tataran Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Refika
Aditama.
Ferdian, (2020). “Ekonomi Global Dan Krisis Iklim,” 28 Januari, 2020.
Https://Madaniberkelanjutan. Id/2020/01/28/Ekonomi-Globaldan-Krisis-
Iklim, Diakses 16 Agustus 2021

Herry Laksono P. Maryadi, Elizabeth Diana Dewi, Tri Aryadi, Awidya Santikajaya,
Widya Fitri, Robertus Aji Putro. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi
Diplomasi Kesehatan Global Indonesia. Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Jakarta.

Kahn, R. (2010). Critical Pedagogy, Ecoliteracy & Planetary Crisis: The


Ecopedagogy Movement. New York.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Tantangan Perubahan Iklim,


Saatnya Kesehatan Lingkungan Bergerak.
https://www.kemkes.go.id/article/view/19100300004/tantangan-
perubahan-iklim-saatnya-kesehatan-lingkungan-bergerak.html. Diakses
16 Agustus 2021.

22
Kesehatan Lingkungan Potekkes Makasar (2016), Pengertian Kesehatan Lingkungan
Dan Menurut Para Ahli Diakses pada 15 Agustus 2021, dari
https://Kesling.poltekkes-mks.ac.id/pengertian-kesehatan-lingkungan-
dan-menurut-para-ahli/

Kurniawan, (2020). “Covid 19 Isolasi Warga Dan Emisi Global,” 4 April 2020,
Https://Www.Mongabay. Co.Id/2020/04/04/Covid-19- Isolasi-Warga-
Dan-Emisi-Global/, Diakses 16 Agustus 2021.

Ismail Marzuki. 2017. Isu-Isu Nasional dan Global Terkini Tentang Lingkungan.
Naskah Orasi Ilmiah, Pada Wisuda Sarjana Sekolah Tinggi Teknologi
Nusantara, (STITEK Nusindo).
https://www.researchgate.net/publication/325118714. Makassar

Lauriola, P., Crabbe, H., Behbod, B., Yip, F., Medina, S., Semenza, J. C., ... &
Leonardi, G. S. (2020). Advancing Global Health Through
Environmental And Public Health Tracking. International Journal Of
Environmental Research And Public Health, 17(6), 1976.

Marzuki, (2017). Isu-Isu Nasional Dan Global Terkini Tentang Lingkungan. Naskah
Orasi Ilmiah, Pada Wisuda Sarjana Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara,
(Stitek Nusindo), Tanggal 29 Oktober 2017, Di Lasharan Garden, Daeng
Sirua Makassar
Milne, Antony. 2006. Dunia Di Ambang Kepunahan. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.

National Environmental Health Assocition (2021), The Journal Of environmental


Health, Vol. 84

Pruss-Ustun, A., Wolf, J., Corvalan, C,. Bos, R., & Neira, M (2016). Preventing
Disease Through Healthy Environments: A Global Assessment of the

23
Burden of Disease from Environmental Risks. Retrivied from
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/204585/9789241565196
_eng.pdf;jsessionid=09B50968F412E8B2DFD3E8FFDA7C200E?
sequence=1

Rudiyanto, (2020). “Pengaruh Covid-19 Terhadap Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan”. Deputi Bidang Kemaritiman Dan Sumber Daya Alam,
Kementerian Ppn/Bappenas. Disampaikan Pada Webinar Sustainability
Talk: Menjaga Momentum Pencapaian Sdgs Pasca-Corona, Jakarta 8 Mei
2020

Rossati, A. (2017). Global Warming And Its Health Impact. The International


Journal Of Occupational And Environmental Medicine, 8(1), 7.

Sayyidati, A. (2017). Isu Pemanasan Global Dalam Pergeseran Paradigma Keamanan


Pada Studi Hubungan Internasional. Jurnal Hubungan
Internasional, 6(1), 38-45.

Soedjiran, M.A., & Aprilani. (1984). Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya
Offse

Sumantri, Arif. 2017. Kesehatan Lingkungan. Depok: Kencana.


https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=cvOlDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=kesehatan+ling
kungan+global&ots=ECYovZr_E-&sig=8-3trAF-

Suryani, A. S. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Lingkungan


Global. Info Singkat, 12.

Zulfa, Dkk (2016). Isu-Isu Kritis Lingkungan Dan Perspektif Global. Jurnal Green
Growth Dan Manajemen Lingkungan, 5(1), 29-40.

Zoer’aini. (2012). Ekosistem, Lingkungan Dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.

24
25

Anda mungkin juga menyukai