MAKALAH
DOSEN PENGAJAR
OLEH
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan meyelesaikan makalah Kesehatan
Lingkungan dalam Konteks Global daalam mata kuliah Kesehatan Global.
Kami menyampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Kesehatan Global
Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado, kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan, kepada teman-
teman yang selalu memberikan motivasi dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini tentunya mempunyai
kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritik, saran atau pun usulan mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan dapat berguna bagi semua yang
membacanya.
Penyusun
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4
3.1 Kesimpulan...............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan lingkungan merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyaakat yang lebih
menitikberatkan perhatiannya pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengawasan pengkordinasian dan penilaian dari semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan
perkembangan fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian
rupa sehingga derajat kesehatan dapat lebih ditingkatkan.
Kesehatan lingkungan memegang peran penting dalam penyebaran agen
penyebab penyakit, baik yang diakibatkan oleh agen biologi, kimia, maupun fisika.
Hal ini senada dengan teori Hendrik L. Blum, yang menyatakan bahwa faktor
lingkungan memiliki peran 40% dalam pencapaian status kesehatan masyarakat,
diikuti dengan 30% faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan, dan 10% faktor
hereditas (keturunan).
Kesehatan lingkungan merupakan factor penting dalam kehidupan social
masyarakat bahkan merupakan salah satu unsur penentu dalam kesejahteraan
penduduk. Di mana lingkungan yang sehat dibutuhkan bukan hanya untuk
meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup
dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Sebagai anggota elemen masyarakat,
diharapkan setiap kita dapat memiliki pemahaman dan pemikiran kritis mengenai
isu-isu Kesehatan lingkungan terhadap perspektif global.
1
adalah Tingkat Perubahan iklim yang signifikan yang disebabkan oleh pemanasan
global pada saat ini, hal ini secara tidak langsung di picu oleh tingginya tingkat
pertumbuhan populasi manusia.
Kondisi iklim global, penipisan ozon, efek polusi zat-zat toksik terhadap
ekosistem global, mengakibatkan limbah semakin banyak. Hal ini merupakan akibat
dari perubahan iklim termasuk degradasi lingkungan perairan dan laut serta
peningkatan populasi manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena yang mulai
dirasakan oleh masyarakat global, termasuk Indonesia. Menurut WHO, perubahan
iklim mempengaruhi determinan sosial dan kesehatan. Suhu yang semakin
meningkat menyebabkan semakin meluasnya tempat perindukan vektor dan hewan
pembawa penyakit, yang pada akhirnya semakin meluasnya masyarakat yang rentan
terhadap penyakit akibat vektor dan hewan pembawa penyakit.
Masalah kesehatan global telah dilihat sebagai salah satu masalah yang serius.
Pada awalnya, kesehatan hanya dianggap sebagai domain kebijakan nasional di mana
negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesehatan rakyatnya.
Namun demikian, pada era terkini dunia yang ditandai dengan semakin
meningkatnya interkoneksi antarsektor dan antaraktor, permasalahan kesehatan
semakin menjadi fokus kerja sama internasional. Hal tersebut ditambah dengan
munculnya perubahan lingkungan global yang cepat dalam berbagai bidang
(misalnya lingkungan hidup, demografi, teknologi, ekonomi, dan lain-lain) yang
menjadikan isu ini semakin kompleks dan sulit dikelola.
Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak
dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan,
kelembaban, tekanan udara dll. Belakangan orang mulai menyadari bahwa aktifitas
manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Menjadi
masalah global yang mempengaruhi lingkungan juga misalnya pertumbuhan
penduduk dunia yang amat pesat. Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan
kawasan urban dan juga kebutuhan tambahan produksi pangan. Belum lagi ada
peningkatan kebutuhan energi. Pada masing-masing kebutuhan ini ada implikasi
pada lingkungan.
2
Perubahan lingkungan global telah merusak ekosistem. Tantangan seperti
perubahan iklim, penipisan sumber daya (dengan implikasi besar bagi kesehatan dan
kesejahteraan manusia), dan ketidaksetaraan sosial yang terus-menerus dalam
kesehatan telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan masyarakat global dengan
implikasi untuk penyakit menular dan tidak menular. Ini berkontribusi pada tekanan
pada sistem perawatan kesehatan, serta sistem sosial yangf esehatan. Strategi baru
untuk mengatasi berbagai penggerak perubahan yang saling berinteraksi dan saling
bergantung ini diperlukan untuk melindungi kesehatan populasi. Profesional
kesehatan masyarakat telah menemukan bahwa membangun kemitraan interdisipliner
yang kuat dan bertahan lama lintas disiplin dapat mengatasi kompleksitas lingkungan
dan kesehatan, dan bahwa mengembangkan sistem Pelacakan Lingkungan dan
Kesehatan Masyarakat (Lauriola, dkk 2020).
Pengelolaan lingkungan secara bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang
cukup tentang lingkungan dan akibat yang dapat timbul karena gangguan manusia.
Oleh karena itu, konsep pemahaman isu-isi kritis lingkungan harus dipahami secara
mendalam (Zulfa, dkk. 2016).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
5
a Pertumbuhan dan persebaran penduduk
Masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul pada daerah padat, misalnya
daerah perkotaan. Pertumbuhan penduduk dalam satu wilayah dengan
kecenderungan peningkatan penggunaan energi dan kegiatan dapat
memperburuk kondisi kesehatan lingkungan. Jumlah penduduk yang besar
tentunya dibarengi oleh kebutuhan hidup yang besar pula. Pertumbuhan
penduduk ini juga akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan produksi
pangan. Peningkatan kebutuhan hidup karena pertambahan jumlah penduduk
tersebut berupa peningkatan kebutuhan ruang dan juga peningkatan
kebutuhan makanan.
b Mentalitas dan perilaku masyarakat
Kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku masyarakat, baik perilaku
sebagai penentu kebijakan maupun sebagai kelompok akibat. Contohnya
perilaku membuang sampah atau limbah di sungai-sungai.
6
Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat.
a. Dampak Perubahan Iklim Akibat Dari Pemanasan Global
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan panas dan kematian. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan
dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrim dapat menyebabkan penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan bencana alam. Timbulnya bencana alam
biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti diare, malnutrisi, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Dengan adanya perubahan iklim ini
maka ada beberapa spesies vektor penyakit, virus, dan bakteri.
b. Pengendalian Pemanasan Global
Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil
melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada
masa depan. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas
ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di
tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon).
Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca. Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Adanya pemanasan global menyebabkan banyak pengaruh pada kehidupan yang ada
di bumi. Beberapa akibat dari pemanasan global adalah sebagai berikut.
7
lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin
sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa
area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang
menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca. Sehingga, keberadaannya
akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, akibatnya akan memantulkan
cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan. Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-
rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di
seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir
ini. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya, beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan
badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi
lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang
sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.
8
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan
bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir
akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan
dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem
pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa
pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida Everglades.
9
akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub
mungkin juga akan musnah.
10
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-
lain.
11
seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para
ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk
membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang diukur
oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran
tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan. Suhu laut dunia pada
tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu
rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit
pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus,
pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan
Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk
oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa
pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran
troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
12
2. Perpindahan B3 (Bahan Berbahaya Dan Beracun) Melintasi Batas Negara
a. Polusi tidak mengenal batas negara
b. Negara Industri mengekspor limbah ke negara berkembang
c. AS merupakan negara pengekspor limbah B3 terbesar di dunia yi
mencapai 264 juta ton setiap tahunnya, terdiri atas residu logam berat
dan senyawa organik. Untuk membersihkan sekitar 2000 – 10.000
tempat limbah, AS mengeluarkan dana 20 sd 100 milyar dolar US.
d. PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No 85 Tahun 1999, Limbah B3 adalah
suatu sisa usaha dan/ atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan atau beracun karena sifat atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung dan tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, kesehatan,kelangsungan hidup manusia
dan makhluk lain.
3. Jasa Ekosistem
a. Ekosistem menyediakan beragam jasa ekosistem yang penting untuk
manusia dan makhluk hidup lainnya
b. Jasa ekosistem yang dihasilkan memiliki nilai penting kehidupan
makhluk hidup dan lingkungannya
c. Kerusakan ekosistem akan mempengaruhi kualitas jasa ekosistem yang
dihasilkannya
D. Isu-Isu Lingkungan Global Pada Forum Internasional
1. Masalah Lingkungan Global : Komitmen & Kerjasama Multilateral
a. Aktifitas Manusia dan Ekosistem
1) Ekosistem banyak berubah dan mengalami degradasi terkait
aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan :
pangan, air, kayu, sandang, dan energi yang makin meningkat
menyebabkan ekosistem dieksploitasi;
2) Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak sustainable menyebabkan
degradasi ekosistem jasa ekosistem terdegradasi kesejahteraan
manusia terganggu
13
2. Temuan Millenium Assessment (2005)
a. 60% jasa ekosistem dunia mengalami degradasi;
b. 15 dari 24 ekosistem yang dikaji dalam kondisi rusak;
c. Sejak tahun 1980, 35% ekosistem mangrove dunia hilang;
d. Sekitar 20% terumbu karang hilang, dan 20% mengalami degradasi;
e. Polusi hara (nutrient poluttion) menyebabkan eutrofikasi badan-badan
air;
f. Laju kepunahan spesies 100-1000 kali lebih tinggi dari kondisi
sebelumnya;
3. ‘Bumi Yang Satu Dan Sedang “Sakit” (Terdegradasi)”: Harus Dijaga Dan
Diselamatkan Dari Faktor-Faktor Perusaknya
a. Perlu Komitmen Global Untuk Lingkungan
b. Dibangunnya : MEAs (Multilateral Environmental Agreements):
perjanjian multilateral tentang lingkungan merupakan instrumen legal
(hukum)
1) Bertujuan untuk perlindungan lingkungan
2) Disepakati diantara sejumlah besar negara atau organisasi
internasioanl sebagai pesertanya (parties) dan dalam bentuk tertulis;
3) Diatur oleh hukum internasional (Sayyidati, A 2017).
Dapat diwujudkan dalam satu atau lebih instrumen yang berkaitan (dalam
bentuk perjanjian kerangkakerja/framework agreements)
14
2020). Hal ini juga berimplikasi terhadap kenaikan permukaan laut akibat
mencairnya es di kutub sehingga memicu berbagai bencana
hidrometeorologis di dunia. Berbagai kebijakan maupun komitmen iklim
yang dibuat dalam skala global untuk memerangi krisis iklim banyak
mengalami kegagalan (climate action failure). Salah satu buktinya
konferensi tingkat tinggi PBB yang membahas perubahan iklim yakni the
25th Session of the Conference of the Partie (COP25) yang
diselenggarakan di Madrid Desember 2019 berakhir mengecewakan.
Konferensi tersebut tidak menghasilkan komitmen yang kuat dari berbagai
negara dalam rangka menghambat krisis iklim (Ferdian, 2020). Tantangan
dan permasalahan Indonesia terkait perubahan iklim dan degradasi
lingkungan juga tidak sedikit. Di daratan, masalah deforestasi masih kerap
terjadi. Pada 2019 Indonesia mengalami bencana kebakaran hutan yang
cukup besar. Dari hasil analisis Greenpeace, 3.403.000 ha lahan terbakar
antara tahun 2015 sampai dengan 2018 di Indonesia. Di perairan, 35,15%
terumbu karang Indonesia masuk dalam kategori buruk, padahal terumbu
karang bisa membantu mengurangi pemanasan global karena mampu
menyerap CO2. Sedangkan di udara, polusi udara kerap menjadi
permasalahan terutama di kota-kota besar. Penyebabnya adalah masifnya
penggunaan kendaraan pribadi dan industri (Suryani, A. S. 2020)).
Sementara itu pengelolaan sampah, khususnya isu sampah plastik, masih
menjadi pekerjaan rumah besar bagi beberapa kota besar dan metropolitan
di Indonesia.
2. Kondisi Lingkungan Global Saat Pandemi
Pembatasan aktivitas manusia selama masa pandemi Covid-19 dan
berhentinya berbagai kegiatan ekonomi, termasuk beberapa sektor industri,
telah berkontribusi pada penurunan emisi global. Pusat Penelitian Energi
dan Udara Bersih (CREA) merilis bahwa emisi CO2 dunia tercatat
mengalami penurunan hingga 17% akibat karantina Covid-19 yang
diterapkan di berbagai negara. Hampir setengah (43%) dari penurunan
15
emisi global selama puncak lockdown berasal dari sektor transportasi dan
industri, terutama kendaraan bermotor dan pabrik manufaktur komersial
(Suryani, A. S. 2020)). Selama masa pandemi, terjadi peningkatan kualitas
udara perkotaan. Citra dari satelit NASA Earth Observatory menunjukkan
polusi NO2 di Wuhan China menurun tajam. Tingkat polusi udara di New
York berkurang 50%, kualitas udara di China naik 11,4%, dan emisi NO2
juga menurun di Italia, Spanyol, dan Inggris (Rudiyanto, 2020). Untuk
kondisi Indonesia, CREA menyampaikan bahwa penurunan emisi
maksimum mencapai 18,2%. Tingkat gas NO2 di Jakarta turun sekitar 40%
dari level gas tersebut pada tahun lalu (Suryani, A. S. 2020)). Langit yang
lebih bersih menjadi perhatian beberapa warga ibu kota dan sekitarnya
selama PSBB. Meskipun emisi mengalami penurunan selama pandemi,
namun belum terjadi perubahan secara luas dan berjangka panjang secara
terukur. Menurut Carbon Brief perubahan ini hanya bersifat sementara.
Efek pandemi ini belum dapat dikatakan bakal mendorong emisi CO2
global ke jalur menurun (Kurniawan, 2020). Dengan kondisi tersebut,ketika
beberapa negara sudah melonggarkan pemberlakuan lockdown, kualitas
udara berbahaya, baik pada tingkat lokal maupun global, kemungkinan
akan kembali. Berikutnya dilihat dari kualitas air. Kegiatan pariwisata
bahari terhenti. Dampaknya lautan juga mengalami penurunan polusi suara,
sehingga menurunkan tingkat stres makhluk laut seperti ikan paus dan
membuat biota laut dapat bermigrasi lebih tenang. Fenomena lainnya
terlihat di kawasan Venesia, Italia. Tempat wisata air tersebut menjadi lebih
bersih, kanal yang biasanya berwarna keruh terlihat jernih selama
Pemerintah Italia menerapkan peraturan lockdown. Adanya kebijakan
pembatasan sosial dan lockdown di beberapa negara juga berdampak positif
bagi keanekaragaman hayati flora dan fauna. Berdasarkan laporan
organisasi nirlaba Plantlife, berbagai jenis tanaman dan bunga terlihat
tumbuh lebih banyak daripada biasanya. Efeknya, kehadiran hewan seperti
burung, kupu-kupu, dan lebah di taman pun kian marak. Selain itu satwa
16
yang terancam 15 punah seperti penyu jenis Olive Ridley di India dan
penyu Belimbing di Florida dapat bertelur dengan bebas (Rudiyanto, 2020).
Pandemi Covid-19 memberikan kesempatan untuk tumbuh lebih baik bagi
flora dan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi satwa. Namun,
kondisi pandemi ini berdampak pada meningkatnya timbulan sampah,
terutama sampah plastik dan sampah medis. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia menyebutkan bahwa sampah plastik domestik meningkat dari 1-5
menjadi 5-10 gram per hari per individu karena pandemi Covid-19. Selain
itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat kenaikan
produksi limbah medis saat ini sebanyak 290 ton limbah medis per hari
(Suryani, A. S. 2020)). Sampah plastik tersebut sebagian besar berasal dari
penggunaan plastik sekali pakai dari makanan yang dikemas, sedangkan
sampah medis berasal dari peralatan medis dan Alat Pelindung Diri (APD),
termasuk sarung tangan dan masker. Saat lingkungan perkotaan cenderung
membaik, lain halnya dengan kawasan hutan tropis. Organisasi lingkungan
melaporkan peningkatan deforestasi di tengah lockdown, seiring dengan
meningkatnya perburuan dan penyelundupan binatang liar hingga
pertambangan liar di seluruh dunia. Hutan Amazon di Brasil, serta beberapa
hutan tropis di Kolombia, Kenya, dan Kamboja adalah beberapa negara
yang mengalami hal tersebut. Menurut National Space Research Institute
Brasil, area deforestasi yang hancur di Amazon pada April 2020 64% lebih
tinggi daripada April 2019. Penyebabnya adalah adanya kelompok kriminal
dan oportunis yang mengambil keuntungan dari karantina wilayah dan
menurunnya pengawasan hutan. Selain itu, orang yang tinggal di daerah
pedesaan mengalami peningkatan tekanan ekonomi dan dipaksa untuk
bergantung pada alam (Suryani, A. S. 2020). Kekhawatiran serupa terjadi
di Malaysia dan Indonesia yang memiliki tingkat deforestasi tertinggi di
Asia Tenggara. Di lain pihak, beberapa organisasi lingkungan juga
berpandangan bahwa dampak positif adanya pandemi terhadap lingkungan
global hanya bersifat sementara. Penurunan pertumbuhan ekonomi dari
17
berbagai sektor seperti industri dan perdagangan selama pandemi akan
diikuti upaya recovery untuk memulihkannya. Berbagai usaha difokuskan
pada sektor ekonomi, sehingga sektor lingkungan akan lebih terpinggirkan.
Terlebih lagi jika ketertinggalan ekonomi ini mendorong kebijakan
industrialisasi besar-besaran yang mengakibatkan adanya polusi yang tentu
akan membuat kondisi lingkungan global semakin rusak (Suryani, A. S.
2020). Mengacu pada kedua sudut pandang tersebut, sisi positif adanya
pandemi pada lingkungan global hendaknya diiringi kebijakan berupa
mitigasi, adaptasi, serta program yang memberikan sumbangan dalam
rangka menghambat krisis iklim. Penanganan sampah hendaknya dilakukan
secara menyeluruh dari sumber sampah hingga pembuangan akhir dan
penambahan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis. Demikian
juga penegakan hukum perlu terus dijalankan untuk meminimalisasi
perusakan atau pembakaran hutan. Hal penting lainnya adalah perlunya
peran 16 serta masyarakat, misalnya dalam pengurangan sampah plastik
dan penggunaan energi karbon yang lebih bijak, termasuk beralih ke alat
tranportasi umum untuk mengurangi emisi. Pembangunan ekonomi harus
diiringi dengan tindakan dekarbonisasi. Pembangunan baik dari sektor
ekonomi maupun sosial harus diarahkan pada paradigma bagaimana
seharusnya dunia merespons Covid-19 ini sebagai sebuah momentum
perubahan bersama dalam berlaku bijak terhadap lingkungan. Muncul dan
mudahnya penyebaran pandemi telah mengingatkan kita bersama terhadap
bahaya degradasi lingkungan yang berakibat buruk pada umat manusia,
sehingga membutuhkan solusi jangka panjang serta perlunya koreksi
kebijakan pembangunan global, dengan mendorong implementasi SDGs
yang lebih serius. Penutup Pandemi Covid-19 telah menimbulkan berbagai
dampak bagi lingkungan global. Dampak positif ditandai dengan penurunan
emisi gas rumah kaca, membaiknya kualitas perairan dan udara perkotaan,
serta peningkatan keanekaragaman hayati. Namun di lain pihak, dampak
negatif dirasakan terutama pada sektor persampahan dan kehutanan. Jumlah
18
sampah plastik dan medis yang dihasilkan kian bertambah dan deforestasi
juga makin meningkat. Penurunan emisi selama pandemi Covid-19 hanya
efek jeda dan tak terencana, yang belum tentu bermakna pada perubahan
kualitas lingkungan global jangka panjang. Jika pembangunan pilar
ekonomi dan sosial tidak disertai pembangungan pilar lingkungan/ekologi
maka tujuan pembangunan berkelanjutan sulit tercapai. DPR berperan
dalam membumikan politik hijau. Revisi UU Persampahan dan Kehutanan
perlu dilakukan untuk menghasilkan payung hukum yang lebih baik bagi
kelestarian lingkungan. Pengawasan kepada pemerintah terkait aksi
pengendalian perubahan iklim perlu terus dilakukan, sekaligus memastikan
SDGs berjalan sesuai target yang diharapkan.
F. Upaya Pencegahan Lingkungan Global
Dengan situasi lingkungan seperti ini, maka harus ada upaya nyata untuk
mengurangi pemanasan global, antara lain:
1. Menanam pohon, karena pohon berperan besar dalam mengurangi
pemanasan global karena pohon dalam foto sintesis pada siang hari
menyerap dan menghasilkan oksigen. Sehingga dapat megurangi
kandungan karbondioksida di udara yang dapat memicu menipisnya ozon
dan terjadi pemanasan global.
2. Menghijaukan hutan yang telah gundul, karena sekarang ini banyak
pembalakan liar yang menyebabkan penggundulan hutan.
3. Melakukan efisiensi pada penggunaann bahan bakar fosil. Selain dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global, eksploitasi yang berlebihan
pada bahan bakar fosil juga akan menyebabkan kelangkaan pada bahan
bakar fosil tersebut, kerena bahan bakar fosil tidak dapat diperbarui.
Mencari alternatif energi lain yang lebih ramah lingkungan dan harganya terjangkau
oleh masyarakat luas. Misalnya Titanium sebagai sumber energy baru rama
lingkungan, penggunaan energy pasang surat, biosolar dan lain sebagainya (Marzuki,
2017)
19
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Anih Sri Suryani. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Lingkungan Global.
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Jakarta.
Budiman. 2015. Buku Ajar Isu Tataran Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Refika
Aditama.
Ferdian, (2020). “Ekonomi Global Dan Krisis Iklim,” 28 Januari, 2020.
Https://Madaniberkelanjutan. Id/2020/01/28/Ekonomi-Globaldan-Krisis-
Iklim, Diakses 16 Agustus 2021
Herry Laksono P. Maryadi, Elizabeth Diana Dewi, Tri Aryadi, Awidya Santikajaya,
Widya Fitri, Robertus Aji Putro. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi
Diplomasi Kesehatan Global Indonesia. Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Jakarta.
22
Kesehatan Lingkungan Potekkes Makasar (2016), Pengertian Kesehatan Lingkungan
Dan Menurut Para Ahli Diakses pada 15 Agustus 2021, dari
https://Kesling.poltekkes-mks.ac.id/pengertian-kesehatan-lingkungan-
dan-menurut-para-ahli/
Kurniawan, (2020). “Covid 19 Isolasi Warga Dan Emisi Global,” 4 April 2020,
Https://Www.Mongabay. Co.Id/2020/04/04/Covid-19- Isolasi-Warga-
Dan-Emisi-Global/, Diakses 16 Agustus 2021.
Ismail Marzuki. 2017. Isu-Isu Nasional dan Global Terkini Tentang Lingkungan.
Naskah Orasi Ilmiah, Pada Wisuda Sarjana Sekolah Tinggi Teknologi
Nusantara, (STITEK Nusindo).
https://www.researchgate.net/publication/325118714. Makassar
Lauriola, P., Crabbe, H., Behbod, B., Yip, F., Medina, S., Semenza, J. C., ... &
Leonardi, G. S. (2020). Advancing Global Health Through
Environmental And Public Health Tracking. International Journal Of
Environmental Research And Public Health, 17(6), 1976.
Marzuki, (2017). Isu-Isu Nasional Dan Global Terkini Tentang Lingkungan. Naskah
Orasi Ilmiah, Pada Wisuda Sarjana Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara,
(Stitek Nusindo), Tanggal 29 Oktober 2017, Di Lasharan Garden, Daeng
Sirua Makassar
Milne, Antony. 2006. Dunia Di Ambang Kepunahan. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.
Pruss-Ustun, A., Wolf, J., Corvalan, C,. Bos, R., & Neira, M (2016). Preventing
Disease Through Healthy Environments: A Global Assessment of the
23
Burden of Disease from Environmental Risks. Retrivied from
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/204585/9789241565196
_eng.pdf;jsessionid=09B50968F412E8B2DFD3E8FFDA7C200E?
sequence=1
Soedjiran, M.A., & Aprilani. (1984). Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya
Offse
Zulfa, Dkk (2016). Isu-Isu Kritis Lingkungan Dan Perspektif Global. Jurnal Green
Growth Dan Manajemen Lingkungan, 5(1), 29-40.
24
25