Pendekatan Teknis dan Metodologi yang diadaptasi dalam studi Konsep Slum Improvement Action
Plan (SIAP) dan dikaitkan dengan pendampingan perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu).
- Tercapainya peningkatan penerima manfaat di kawasan rumah tidak layak huni perkotaan.
- Meningkatnya ekonomi/taraf hidup masyarakat miskin di kawasan rumah tidak layak huni
perkotaan.
Berikut adalah tahapan metode tentang perbaikan rumah tidak layak
huni :
- Dilakukanlah proses pencarian dan pembelajaran agar peneliti lebih memahami tentang
- Pengumpulan data dilakukan dengan cara primer, data tersebut didapatkan dari Badan
dipertanggungjawabkan data-datanya.
- Tahap ini melakukan perancangan terhadap system yang akan diterapkan ketika
Dari data-data yang sudah didapat, maka dilakukan perancangan manajemen data, sebagai berikut
:
a) Alternatif
Untuk melakukan perhitungan Metode TOPSIS tersebut digunakan 50 nama pengaju perbaikan
rumah tidak layak huni yang juga dikonversi menjadi data dari A01 – A50.
b) Kriteria
Untuk melakukan perhitungan menggunakan metode TOPSIS tersebut digunakan beberapa kriteria
dari rumah tidak layak huni yang akan hitung nantinya, yaitu: Status Rumah, Dinding Rumah, Lantai
c) Bobot Preferensi
“Bobot preferensi merupakan bobot untuk setiap nilai atau hasil tes. Setiap rentang nilai
akan memiliki bobot yang berbeda, yang akan digunakan sebagai matriks keputusan dalam
dinding rumah memiliki rentang nilai 1-3 untuk batako, batu bata, dan bilik. Untuk lantai rumah
memiliki rentang nilai 1-3 untuk keramik, plesteran, tanah. Untuk Atap rumah memiliki rentang nilai
1-3 untuk usuk kayu, usuk bambu, dan welit. Untuk penghasilan keluarga memiliki rentang nilai 1-
3 untuk penghasilan yang lebih dari 2 juta, lebih dari 1 juta, dan kurang dari 1 juta.
d) Bobot Kriteria
Setiap kriteria yang digunakan akan diberikan bobot sesuai kepentingan dari kriteria-kriteria
tersebut, sehingga hal ini akan menjadi hal yang meningkatkan akurasi dan performa dari sistem.
Bobot yang diberikan kepada kriteria adalah 0,15 untuk status rumah, 0,25 untuk dinding rumah, 0,2
untuk lantai rumah, 0,25 untuk atap rumah dan 0,15 untuk penghasilan keluarga.
Gambar 5.1 Diagram Alir Sistem
Mulai
Menentukan
Bobot Kriteria
Menentukan
Bobot Preferensi
Perhitungan Metode
TOPSIS
Rekomendasi
Perbaikan Rumah
Tidak layak Huni
Selesai
5.1.1. Metode Pelaksanaan Pekerjaan
A. Persiapan Pekerjaan
Sebelum melaksanakan kegiatan pengumpulan data, sebelumnya perlu dirumuskan data apa saja
yang akan diperoleh di lapangan yang menunjang kedalaman materi rencana yang akan disusun.
Beberapa kegiatan dalam tahapan persiapan sebelum Survei adalah sebagai berikut
Kajian Studi Meja/Desk Study. Kajian ini bertujuan untuk menunjang Jasa Konsultansi
Penyusunan Dokumen. Dalam kajian ini dilakukan pertemuan tenaga ahli dan tim
penunjang yang dipimpin oleh Ketua Tim untuk menyusun strategi penyusunan dokumen.
Persiapan Teknik Survei. Persiapan ini dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan Survei
Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan untuk menyusun rona lingkungan hidup
awal pada saat studi dilakukan sebagai data basis untuk keperluan prediksi dan evaluasi dampak.
Data Primer dikumpulkan dari hasil wawancara, survai, observasi. Sedangkan untuk data
Untuk mendapatkan data mikro RTLH, diperlukan pendataan RTLH di level masyarakat. Pola dan
model pendataan secara partisipatif di level masyarakat sudah sangat banyak pola dan modelnya.
Pada prinsipnya, Pemetaan Partisipatif sama dengan pemetaan pada umumnya yang sering
dilakukan oleh instansi pemerintah. Perbedaannya adalah pelaksana dari pemetaan tersebut, pada
pemetaan partisipatif dalam pengukurannya diikuti oleh banyak anggota suatu komunitas
masyarakat, yang pada praktek pemetaan biasa dapat dilaksanakan 2 orang saja. Perbedaan
yang lain adalah tentang tema, masyarakat akan menentukan sendiri tentang tema yang
dianggap penting.
Dalam kasus dimana diperlukan Analisa mandiri untuk menentukan skala prioritas sebagai alternatif
bisa digunakan metode FAHP (Fuzzy Analytical Hierarchy Process) dan TOPSIS (Technique for
Order Preference by Similarity to Ideal Solution). FAHP digunakan untuk menentukan bobot kriteria
kandidat penerima bantuan RTLH. Penggunaan metode TOPSIS untuk melakukan perangkaian
kandidat penerima bantuan RTLH.
Bilangan triangular fuzzy (TFN) adalah teori himpunan fuzzy yang digunakan untuk pengukuran
yang berhubungan dengan peniliaan subjektif dengan manusia memakai Bahasa atau linguistic.
TFN terdiri dari tiga fungsi keanggotaan, yaitu nilai terendah (l), nilai tengah(m) dan nilai tertinggi
(u). DIbawah ini merupakan skala perbandingan fuzzy/
Metode FAHP merupakan gabungan dari AHP dengan konsep fuzzy. Metode FAHP menggunakan
rasio fuzzy yang disebut Triangular Fuzzy Number (TFN). Langkah-langkah metode FAHP adalah
sebagai berikut:
a. Membuat struktur hierarki masalah yang akan diselesaikan dengan menentukan
perbandingan matriks berpasangan antar kriteria dengan skala triangular fuzzy number
b. Menentukan nilai sistetic fuzzy (Si) dengan rumus:
Keterangan:
M = bilangan triangular fuzzy number
m = jumlah kriteria
j= kolom
I = baris
G = parameter (l,m,n)
Dimana nilai vector (V) dan nilai ordinat ditentukan dengan persamaan
C. KRITERIA BANGUNAN
Konsepsi Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) termaktub didalam Keputusan Menteri Permukiman
Dan Prasarana Wilayah No. 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Rumah sederhana Sehat .
Rumah Sederhana Sehat adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan
- Kebutuhan minimal masa dan ruang, Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan
aktivitas dasar manusia (aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak
serta ruang gerak lainnya) di dalam rumah. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang
- Kebutuhan Kesehatan dan kenyamanan. Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi
syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan,
penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Aspekaspek tersebut
pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah : pondasi, dinding (dan kerangka
bangunan), atap serta lantai. Sedangkan bagian-bagian lain seperti langit-langit, talang
Kuda-kuda. Rumah sederhana sehat menggunakan atap pelana dengan kerangka kuda-kuda dari
kayu kelas kuat dan awet II berukuran 5/10 atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran
menggunakan sistem kuda-kuda papan paku, yaitu pada setiap titik simpul menggunakan klam dari
papan 2/10 dari kayu dengan kelas yang sama dengan rangka kuda-kudanya.
Secara umum sistem pondasi yang memikul beban < dari 2 ton (beban kecil), yang biasa digunakan
untuk rumah sederhana dapat dikelompokan kedalam tiga sistem pondasi, yaitu: pondasi langsung;
Sebagaimana diketahui, bahwa perumahan dan kawasan pemukiman merupakan hak dasar
Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1), bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan
kesehatan.
Dalam Millenium Development Goals (MDGs), masalah kemiskinan menjadi salah satu tujuan yang
hendak dicapai. Atas dasar ini pemerintah menargetkan Indonesia terbebas dari kawasan
pemukiman rumah tidak layak huni di perkotaan pada tahun 2020. Namun, dengan melihat
kenyataan pemukiman rumah tidak layak huni di kota-kota besar Indonesia semakin meningkat
1,37% menjadi 57.800 Ha dari kondisi sebelumnya, yaitu 54.000 Ha pada akhir tahun 2004
(UNDP),maka untuk mewujudkan kota bebas rumah tidak layak huni sebagai salah satu
Kawasan permukiman rumah tidak layak huni merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir
semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Kajian
tentang kawasan permukiman rumah tidak layak huni (slum), pada umumnya mencakup tiga segi,
pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di
permukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara
lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah,
jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta
Penanganan kawasan permukiman rumah tidak layak huni sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja
di kawasan-kawasan permukiman rumah tidak layak huni yang menjadi bagian kota
metropolitan dan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di kawasan-kawasan permukiman
huni di kota besar, sedang, dan kota kecil menjadi cukup strategis manakala kawasan itu memiliki
kaitan langsung dengan bagian kota metropolitan seperti kawasan pusat kota metropolitan, kawasan
pusat pertumbuhan kota metropolitan, maupun kawasan lain misalnya kawasan industri,
kawasan permukiman rumah tidak layak huni di daerah penyangga memberi andil kesulitan
penanganan permukiman rumah tidak layak huni yang ada di kota metropolitan.
Keberadaan lingkungan kawasan permu-kiman rumah tidak layak huni membawa permasalahan
baru, seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek, tingkat
kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak
sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang
buruk. Permasalahan kawasan permukiman rumah tidak layak huni yang terjadi di setiap wilayah
perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan permukiman yang
Pentingnya penanganan permasalahan permukiman rumah tidak layak huni ini, sejalan dengan
apa
yang ditegaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman bahwa
proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan
4) meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan
dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan
permukiman;
7) menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat,
Munculnya permukiman rumah tidak layak huni di beberapa wilayah kota yang merupakan hal yang
tidak dapat dihindari, yaitu tidak direncanakan oleh pemerintah tetapi tumbuh sebagai proses
alamiah. Berbagai kriteria digunakan dalam menentukan kerumah tidak layak hunian atau tidaknya
suatu kawasan permukiman. Untuk menentukan kerumah tidak layak hunian suatu kawasan, dapat
1) Kondisi bangunan/rumah. Ditinjau dari keadaan kondisi rumahnya, yang antara lain dilihat
dari
stuktur rumahnya, pemisahan fungsi ruang, kepadatan hunian/rumah dan bangunan dan
tatanan bangunan.
2) Ketersediaan prasarana dasar dan lingkungan. Ditinjau dari ketersediaan prasarana dasar
lingkungan, seperti pada air bersih, sanitasi, ketersediaan fasilitas tempat ibadah, pendidikan,
kesehatan, dan sarana ekonomi, ada tidaknya ruang terbuka di luar perumahan.
4) Aspek pendudukung lain, seperti tidak tersedianya lapangan kerja yang memadai, kurangnya
tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan sosial dan tidak adanya fasilitas umum. Aspek
legalitas juga merupakan kriteria yang harus dipertimbangkan untuk menentukan kerumah tidak
layak hunian suatu wilayah selain buruknya kondisi kualitas lingkungan yang ada.
Permukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya permukiman berasal dari kata housing
dalam bahasa inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya
adalah permukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta
prasarana dan sarana lingkungan. Perumahan menitikberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu
house dan land settlement. Permukiman memberikan kesan tentang pemukiman atau kumpulan
pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga permukiman menitikberatkan
pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian
perumahan dan permukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat
Rumah tidak layak huni adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah
laku
yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, rumah
tidak layak huni dapat diartikan sebagai tanda (citra) yang diberikan golongan atas yang sudah
Pada umumnya permukiman rumah tidak layak huni memiliki ciri-ciri tingkat kepadatan
penduduk
yang sangat rendah, tidak memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar, seperti air bersih,
jalan, drainase, sanitasi, listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka/ rekreasi, fasilitas pelayanan
Tabel 5.1.
Matriks Indikator Masalah dalam Strategi Peningatan Kawasan Rumah tidak layak huni.
kependudukan
kerakyatan
Lokasi prioritas penanganan serta peningkatan kualitas permukiman rumah tidak layak
huni
berdasarkan kriteria lokasi kawasan permukiman rumah tidak layak huni yang diindikasikan memiliki
penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang prioritas ditangani
karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan. Oleh karena itu, daerah-daerah yang
memiliki kepentingan dengan daerah perkotaan lebih mendapat prioritas penanganan sedangkan
yang tidak memiliki kepentingan kurang mendapat prioritas penanganan. Peningkatan kualitas
permukiman rumah tidak layak huni berdasarkan identifikasi permasalahan dan juga lokasi prioritas
tingkat kepadatan lebih dari 100 rumah/ha dengan strategi sebagai berikut :
a. Membuat konsep rumah secara vertikal sehingga sisa lahan yang ada dapat dimanfaatkan
untuk ruang terbuka. Konsep pengembangan rumah secara vertikal ini penting
lahan.
b. Memaksimalkan ruang terbuka yang ada dengan tidak menutupi dengan perkerasan
yang dapat dipergunakan untuk penataan kawasan rumah tidak layak huni adalah dengan
b. Memaksimalkan ruang terbuka yang ada disetiap kawasan untuk aktivitas sosial
masyarakat.
sungai. Di dalam permukiman perencanaan sempadan bangunan mengikuti aturan yang telah
ditetapkan yaitu ½ dari lebar jalan. Strategi yang dapat dipergunakan untuk perencanaan
sempadan kawasan rumah tidak layak huni di permukiman dapat dilakukan dengan strategi
sebagai berikut:
a. Menetapkan batas minimal garis sempadan bangunan ½ dari lebar jalan. Untuk bangunan
samping berjarak 1,5 meter sedangkan bangunan bagian belakang berjarak 2 meter dari
dinding belakang.
c. Fungsi jalan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi seperti tempat jemuran,
Untuk bangunan yang berada di pinggiran sungai penetapan sempadan sungai yang
berjarak
100 meter dari pinggir sungai tidak bisa diterapkan karena semua bangunan yang terletak di
pinggiran sungai berjarak kurang dari 100 meter. Bahkan ada beberapa rumah yang terletak
di
pinggiran sungai. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam
c. Membuat jalur hijau di pinggiran sungai sebagai barrier terhadap terjadinya erosi.
5.1.3. Strategi Pencegahan Tumbuhnya Permukiman Rumah Tidak Layak Huni
Kata “Pencegahan” terdapat di dalam rumusan perumahan dan kawasan permukiman (lihat Pasal 1
angka (1) Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
“Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan rumah tidak layak huni dan
permukiman rumah tidak layak huni, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat.”
salah satu ruang lingkup kegiatan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Adapun keseluruhan
1) Pembinaan;
2) Penyelenggaraan perumahan;
6) Penyediaan tanah;
7) Pendanaan;
8) Sistem pembiayaan;
9) Peran masyarakat.
Pengaturan lebih lanjut mengenai pencegahan tumbuhnya permukiman rumah tidak layak huni baru
diatur di dalam BAB VIII tentang Pencegahan Dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan
Rumah tidak layak huni Dan Permukiman Rumah tidak layak huni, khususya Pasal 94 dan Pasal 95
Pasal 94:
1) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan rumah tidak layak huni dan
permukiman rumah tidak layak huni guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan
rumah tidak layak huni dan permukiman rumah tidak layak huni baru serta untuk menjaga dan
2) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan rumah tidak layak huni dan
permukiman rumah tidak layak huni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk
menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan rumah tidak layak huni dan
permukiman rumah tidak layak huni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh
1) Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan rumah tidak layak huni dan
c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan
utilitas umum;
d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah.
b. pemberdayaan masyarakat.
3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan atas
kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara
4) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan terhadap
5) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Pemerintah,
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan
rumah tidak layak huni dan permukiman rumah tidak layak huni baru sebagaimana dimaksud
Strategi pencegahan tumbuhnya permukinan rumah tidak layak huni baru di Kota Sukabumi dapat
Gambar 5.2. Strategi Pencegahan Permukiman Rumah tidak layak huni Baru
Paradigma:
STRATEGI
Partisipatif
PENCEGAHAN Transparan
Akuntabel
Efektif
Efisien
STIMULAN PEMBANGUNAN
KETERPADUAN
PERTUMBUHAN LINGKUNGAN INFRASTRUKTUR
(1) (2) (3)
Strategi 1:
Misalnya dengan membangun lapangan olah raga di tiap kelurahan, yang sekaligus diintegrasikan
dapat membangkitkan kegiatan ekonomi warga sekitarnya, dan dapat meningkatkan kualias
Keberlanjutan pembangunan, yaitu pengembangan lingkungan permukiman yang utuh-menyeluruh (holistik) dan
seimbang antara 3 (tiga) komponen atau TRIBINA, bertujuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang sehat, yaitu:
Strategi 3:
Strategi yang digunakan adalah implementasi strategi (2) berdasarkan konsep tridaya (3 komponen di dalam ekosisem)
Strategi ini sebagai keberlanjutan yang diterjemahkan pada pengembangan lingkungan permukiman yang
seimbang antara kondisi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan sosial masyarakat, yaitu dengan upaya menciptakan
Kawasan ini memiliki potensi yang besar dalam aplikasi konsep pembangunan infrastruktur yang berwawasan
lingkugan antara lain penggunaan material yang ramah lingkungan (seperti menggunaan material pada jalan dengan
grass block), pengembangan kolam atau danau buatan eksisting sebagai area absorbsi (kawasan resapan air).
Dikaitkan dengan komponen TRIBINA lainnya, yaitu Ekonomi dan Sosial, strategi pencegahan tumbuhnya
1 2 3 4 5
Penataan Penataan Sempadan Menyediakan Pusat Pengendalian Konsep Peningkatan
Sempadan REL KA Sungai: Komunitas: Perkembangan Kualitas Permukiman:
: Kawasan
Internal relokasi ke Menjaga kelestarian Sebagai Pusat Permukiman Pendekatan community
Rumah Susun sungai Pertumbuhan kawasan (prefentif): base
(RUSUN) Untuk lahan cadangan
pembangunan
Dalam rangka mencapai tujuan rehabilitasi rutilahu, strategi pelaksanaan yang ditempuh adalah
sebagai berikut :
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi rutilahu pada tingkat pemerintah daerah harus sejalan
dengan pelaksanaan kegiatan pada tingkat masyarakat. Hal ini untuk menjamin
terbangunnya harmonisasi dan sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam
daerah dalam pelaksanaan program pembangunan daerah. Dalam hal ini pemerintah
daerah
didorong untuk mampu merencanakan pembangunan perumahan dan permukiman, melalui
Daerah.
dan permukiman yang pro poor dan didukung oleh warga masyarakat dan dunia usaha
dibangun melalui sinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha.
(2) Mendorong agar best practices tersebut dapat tersosialisasikan secara optimal baik
luas;
(3) Pemerintah daerah dapat menemukan formula dari hasil best practices rehabilitasi
rutilahu yang ada di wilayahnya kemudian merumuskannya menjadi suatu draft rencana
strategi penanganan masalah perumahan yang dikenal dengan nama Strategi Perbaikan
dan Pembangunan Perumahandan Permukiman Kota (SP3P – City Shelter Strategy/ CSS);
keuangan dan kelompok swasta yang ada di daerahnya dalam rangka pembiayaan
masukan dari berbagai pihak seperti misalnya para pakar dari perguruan tinggi,
kelompok legislatif, lembaga keuangan, LSM dan kelompok peduli lainnya kemudian
(6) berdasarkan masukan strategis yang ada maka pemerintah daerah dapat
memetakan
potensi dan permasalahan serta tindakan prioritas yang akan dilakukan dalam rangka
(7) selanjutnya Pemda bersama dengan Local Coordinating Office (LCO) dan pelaku terkait
lainnya menyusun Rencana Tata Ruang Perbaikan dan Pembangunan Perumahan dan
Melalui rehabilitasi rutilahu ini masyarakat akan didorong dan difasilitasi agar mampu
mengembangkan infrastruktur yang ada agar menjadi lebih produktif dan berkelanjutan.
Untuk itu pembangunan infrastruktur perumahan dan permukiman sebagian besar akan
dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dengan mengacu pada Neighborhood Upgrading Plan
(NUP).
Gambar 5.4. Strategi Pelaksanaan Kegiatan Pemerintah Daerah
B. Mendorong agar Pemerintah Daerah lebih akuntabel dan didukung oleh Masyarakat dan
Dunia Usaha
masyarakat, perlu memperoleh fasilitasi kemitraan dari pemerintah daerah agar dapat
sumberdaya penting yang mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan
terjangkau bagi KBR. Fasilitasi kemitraan ini harus sejalan dengan meningkatnya kapasitas
dan kompetensi BKM dalam mengembangkan advokasi dan pelayanan kepada warga
Badan Pertanahan Nasional (BPN), lembaga keuangan milik pemerintah maupun swasta
serta dunia usaha lainnya. Kemitraan ini harus bersifat jangka panjang dan didukung oleh
permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi baik secara makro maupun
mikro, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang;
(2) meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah melalui kegiatan lokakarya dan
wilayahnya;
(3) Mendorong pemerintah agar dapat menyusun rencana daerah yang pro poor (pro
yang partisipatif;
(5) mendorong pemerintah daerah agar dapat membangun dialog dan kerjasama antar
rutilahu akan memberikan bantuan teknis dan fasilitasi berupa pelatihan, lokakarya dan
perumahan dan permukiman yang pro poor dan didukung oleh kemampuan pembiayaan
jangka panjang.
(tiga) faktor penting, yaitu: ketersediaan tanah untuk permukiman, adanya lembaga
umumnya karena pengadaan rumah memerlukan dana yang relatif besar maka diperlukan
permukiman yang pro poor pemerintah daerah harus berupaya untuk mendapat dukungan
lembaga pembiayaan yang mampu menyediakan skema kredit yang terjangkau bagi KBR.
pembangunan daerah.
(1) mendorong tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat untuk mengetahui dan memahami
(2) mendorong warga masyarakat agar mampu melakukan identifikasi penyebab persoalan
kapasitasnya berbasis pada potensi yang ada melalui metode dan pendekatan self help.
(5) mendorong warga masyarakat agar mampu memahami lingkungan strategis yang
dapat
Mengingat pentingnya fungsi rumah sebagai pusat kegiatan pendidikan bagi keluarga,
tempat persemaian budaya dan nilai-nilai kearifan, dan juga sebagai tempat
mengembangkan kegiatan ekonomi, terutama bagi usaha skala kecil yang dilakukan oleh
pokok perhatian bagi semua pihak. Rehabilitasi rutilahu akan dikembangkan dalam
tetapi sekaligus untuk menanamkan apresiasi dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia
berupa papan, sandang dan pangan. Masyarakat berpenghasilan rendah (KBR) agar lebih
mampu termasuk dalam memenuhi kebutuhan rumah yang lebih layak huni dan
permukiman yang lebih prospektif. Secara khusus, skala kegiatan dapat efektif menyentuh
masyarakat, maksimum hanya sampai tingkat kawasan (area wide). Oleh karena itu, melalui
Implementasi strategi pelaksanaan kegiatan pada level masyarakat dalam rehabilitasi rutilahu
Permukiman, yaitu:
a. Internalisasi nilai etika, moralitas dan norma dalam menumbuhkan pranata bermukim
yang harmonis antar warga. Internalisasi nilai etika, moralitas dan norma dimaksudkan
b. Penguatan kelembagaan masyarakat (BKM) dalam rangka membangun perilaku hidup sehat
secara kolektif dan berkelanjutan. Disadari bahwa membangun pranata sosial bermukim
kelembagaan lokal masyarakat yang mampu mendorong secara sistemik dan organik
tumbuhnya ikatan sosial dalam bermukim yang sehat dan harmoni bagi warga masyarakat.
lembaga yang memang telah ada maupun lembaga yang baru dibentuk di lingkungan
permukiman tersebut sesuai dengan nilai dan norma yang mendasari pelaksanaan
rehabilitasi rutilahu. Dalam hal lokasi yang sama dengan P2KP, maka kelembagaan lokal
yang dimaksud diharapkan dapat menggunakan kelembagaan lokal yang telah dibentuk
ebelumnya melalui P2KP (BKM beserta unit-unit pengelola dan pelaksana kegiatan), jika
masyarakat melalui serangkaian kegiatan survei dan pemetaan mengenai kondisi lingkungan
d. Mendorong warga masyarakat bersama pemerintah dan dunia usaha mewujudkan dan
e. Mendorong warga masyarakat melalui sinergi dengan pemerintah daerah dan dunia usaha
Daerah dan pelaku terkait lainnya menyusun strategi tersebut dalam Strategi Perbaikan dan
a. Fasilitasi Kredit Mikro Perumahan kepada KBR dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah.
Masyarakat mandiri adalah masyarakat yang mampu memahami permasalahan yang dihadapi
dan mampu mencari upaya pemecahannya. KBR pada dasarnya adalah warga masyarakat
yang mandiri, mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengembangan jasa
dan usaha informal. Namun demikian, pada umumnya KBR ini memiliki keterbatasan
memiliki persyaratan administratif dan kolateral yang standar. Sehingga untuk memperoleh
akses kepada lembaga keuangan dan pihak-pihak lain diperlukan dukungan dan jaminan
moral dari kelembagaan lokal masyarakat maupun dari pemerintah daerah setempat.
Untuk itu KBR ini perlu didukung oleh pihak pemerintah maupun swasta agar dapat segera
didorong kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau
yang ada agar dapat menjamin tersedianya pembiayaan jangka panjang dalam rangka
membiayai pengadaan rumah murah dan perbaikan rumah bagi KBR melalui skema kredit
mikro perumahan.
b. Membangun kemitraan antara masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha dalam
Masyarakat dalam hal ini memegang peranan yang strategis sebagai pelaku utama, sehingga
perlu dibangun kemitraan yang sinergi antara pemerintah daerah dan dunia usaha untuk
mewujudkan perumahan layak dan terjangkau pada lingkungan permukiman yang sehat.
Fakta menunjukkan bahwa sekitar 85% kebutuhan rumah mampu dipenuhi oleh masyarakat
secara mandiri, namun demikian kemampuan tersebut sangat terbatas terutama menyangkut
pembiayaan. Untuk mengatasi keterbatasan pembiayaan ini maka perlu dibangun kemitraan
dengan pihak lain agar dapat mempercepat dan menggairahkan iklim membangun perumahan
secara mandiri bagi KBR. Fasilitasi kemitraan dengan berbagai lembaga yang memiliki
sumberdaya strategis sangat penting misalnya dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
dalam rangka kemudahan pengurusan hak atas tanah (sertifikasi tanah). Selain itu juga
Membangun tatanan masyarakat madani dalam iklim Good Governance melalui Pembelajaran
Faktor kunci terwujudnya misi pengembangan perumahan dan permukiman pada dasarnya
tergantung pada kerangka kerja masyarakat/social frame work yang melibatkan partisipasi
tersedia dalam rehabilitasi rutilahu, maka fokus pemberdayaan adalah pada upaya
dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang sehat dan harmonis. Sedangkan
strategi kemitraan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah bersama LCO melalui sinergi
dalam komunitasnya akan mampu mengartikulasikan dan memberikan pelayanan yang baik
sesuai kebutuhan dan rencana masyarakat. Melalui serangkaian kegiatan pelatihan dan
pendampingan BKM didorong untuk lebih mampu menjadi representasi warga masyarakat,
kebutuhan perumahan dan permukiman bagi KBR di wilayahnya. BKM juga diharapkan
dapat mengembangkan daya kreasi daninovasi dalam memberikan advokasi dan pelayanan
terhadap warga masyarakat di bidang perumahan dan permukiman. Dalam hal ini BKM
perlu diberikan pelatihan dan penyegaran agar dapat mengemban tugas secara lebih
amanah. Sejalan dengan itu BKM perlu mengembangkan akuntabilitas sehingga semakin
Warga masyarakat yang mampu mewujudkan akuntabilitas adalah warga masyarakat yang
Dalam hal ini warga masyarakat perlu didorong agar dapat mewujudkan akuntabilitas
Masyarakat juga perlu didorong daya kritisnya agar dapat menumbuhkan kontrol sosial
perilaku kehidupan agar sesuai dengan nilai etika serta moralitas individu pelaksananya.
Huni
Dalam implementasi program rehabilitasi rutilahu dibutuhkan kelembagaan yang efisien di tingkat
1. LCO (Local Coordinating Office) yang bertugas sebagai pengeloladan penanggung jawab
2. Satker rehabilitasi rutilahu yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh administrasi
kelurahan.
pendampingan pekerjaan rehabilitasi rutilahu ini dengan membuat beberapa langkah pendampingan
pada 13 kabupaten kota yang akan menjadi sasaran program rehabilitasi rutilahu ini, dengan
membuat beberapa langkah koordinatif pada pemerintah daerah dan stakeholder, dengan membuat
Gambar 5.5. Strategi dan Rencana Aksi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
Gambar 5.6. Skema Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni
A. Langkah Pelaksanaan di Tingkat Pemerintah Daerah
Langkah pertama yang dilakukan dan kegiatan ini adalah melakukan sosialisasi dan
Pemerintah Daerah adalah terkait dengan pengembangan linkage (keterkaitan kerja) antara
Pemerintah Daerah dan Masyarakat, meliputi beberapa langkah pelaksanaan yang akan
berlangsung sejak tahapan persiapan di tingkat daerah sampai dengan tahapan penyiapan
tanggung jawab OC/KMW, umumnya difokuskan pada upaya- upaya terbatas untuk
LCO, OC/Korkot dan Tim Fasilitator membantu melakukan kajian dan verifikasi ulang
nama lokasi/kelurahan sasaran bersama-sama dengan Tim di daerah sesuai dengan hasil
konfirmasi akhir yang diberikan oleh Tim Teknis Pusat/Kementerian PU/PMU atas usulan
terkait yang termasuk dalam wilayah kerja, untuk mendapatkan penegasan nama
lokasi. Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya daftar lokasi rutilahu (Propinsi,
Kegiatan ini akan dilaksanakan secara bersama oleh LCO, OC/Korkot/Korkab, tim fasilitator
dan melibatkan peserta yang berasal dari wakil-wakil masyarakat di tingkat RT, RW maupun
lainnya dari setiap lokasi sasaran di kelurahan yang bersangkutan. Tujuan kegiatan refleksi
ini adalah untuk membangun persepsi dan apresiasi awal tentang kondisi dan persoalan-
dilakukan kajian dan pemahaman secara bersama oleh seluruh tim terhadap fenomena-
fenomena yang ada tentang lingkungan permukiman, berdasarkan persepsi dan aspirasi
permukiman kumuh secara lokal. Hasil kajian dan masukan tentang seluruh potensi yang
ada maupun permasalahan yang timbul, dapat diformulasikan dalam suatu kerangka
pemecahan masalah serta dapat digunakan sebagai dasar untuk mendukung pelaksanaan
Kegiatan ini adalah untuk melakukan verifikasi dan priorisasi terhadap usulan lokasi
hasil kajian yang telah dinilai dan berdasarkan pada hasil analisis kesesuaian teknis.
Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh Tim Verifikasi Gabungan (Pemda, masyarakat dan
OC) serta dibantu oleh aparat Kelurahan dan LCO; dinyatakan memenuhi kriteria oleh
OC/Korkot dan tim fasilitator; dengan mengacu pada KAK serta SOP Penetapan Prioritas
Kawasan/Lingkungan Permukiman Kumuh dan Buku Pedoman Teknis Pembangunan
Lingkungan Sehat yang disusun oleh NMC dan OC. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan
ini adalah daftar prioritas usulan lokasi-lokasi lingkungan permukiman kumuh yang
layak untuk diperbaiki atau ditingkatkan kualitasnya dan digunakan juga sebagai
partisipatif.
Kegiatan ini merupakan tahapan untuk mengidentifikasi dan menetapkan area perumahan
perumahan dan hunian ini, akan digunakan sebagai acuan dan arahan dalam memberikan
justifikasi serta penilaian terhadap usulan untuk sertifikasi tanah, perbaikan/renovasi dan
pembangunan rumah tinggal dari masyarakat atau calon peminat melalui pembiayaan/kredit
mikro perumahan. Plot perumahan dan hunian harus mengacu dan disesuaikan dengan
sesuai yang tercantum dalam dokumen (draft) SPPIP dan RPKPP. Kegiatan ini akan
dilakukan dan dipantau secara langsung oleh LCO, OC/Korkot dan tim fasilitator, untuk
Kegiatan ini ditujukan untuk mengembangkan perencanaan teknis rumah tinggal, sesuai
dengan kebutuhan untuk penyediaan hunian bagi komunitas berpenghasilan rendah (KBR)
dan warga miskin. Perencanaan teknis terutama difokuskan pada upaya untuk
rumah sehat bagi warga miskin/KBR dapat mengacu pada Buku Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Sehat. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah gambar-
gambar teknis dan tipikal yang dilengkapi dengan spesifikasi teknis dan perkiraan
kebutuhan biaya/RAB untuk masing-masing tipologi dan alternatif di setiap daerah. Kegiatan
perencanaan teknis rumah tinggal akan dikoordinasikan melalui LCO dan dibantu oleh OC
Kegiatan ini adalah untuk melakukan penilaian dan evaluasi akhir per tahun
konsultansi manajemen provinsi, BKM maupun masyarakat sebagai refleksi dan tolak
ukur bahwa telah terjadi transformasi proses dan pengetahuan secara bertahap,
terprogram dan berkelanjutan. Kegiatan ini akan memberikan penilaian tentang kinerja
telah ditetapkan. Evaluasi tahunan akan dilakukan dan melibatkan seluruh stakeholder
erkait, dengan pola berjenjang dari tingkat daerah, regional dan nasional.
Kegiatan ini adalah untuk melakukan verifikasi dan priorisasi terhadap seluruh usulan
kegiatan yang berasal dari masyarakat maupun KSM yang telah dinilai dan dinyatakan layak
untuk dilaksanakan oleh UPL dan Korkot/tim fasilitator, berdasarkan hasil analisis
kesesuaian teknis dan biaya. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh BKM dibantu aparat
kelurahan dan LCO, dengan mengacu pada NUP yang disusun oleh masyarakat. Hasil yang
akan diperoleh dari kegiatan ini adalah daftar prioritas usulan yang layak dan realistis untuk
dilaksanakan.
Lingkup kegiatan ini adalah melakukan pemasyarakatan kepada seluruh warga di setiap
kelurahan secara terus-menerus, dan akan dilakukan oleh OC/Tim Fasilitator/TPM dibantu
penilaian dan evaluasi tahunan terhadap implementasi perbaikan rutilahu oleh para
pelaku di tingkat nasional. Tujuan kegiatan adalah untuk melembagakan proses yang telah
contoh-contoh konkret implementasi (best practice) di berbagai wilayah sasaran. Hasil yang
diharapkan melalui kegiatan sosialisasi lanjut adalah meningkatnya fungsi kontrol sosial
masyarakat terhadap kinerja BKM, UPL maupun KSM dalam menjalankan peran dan
fungsinya.
(3) Pelaksanaan Pendampingan Menerus dan Pelatihan
Pemantapan/Penguatan
Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pendampingan kepada BKM, UP-UP dan KSM
secara terus-menerus selama perioda kegiatan, yang akan dilakukan oleh OC/tim
BKM, UP-UP dan TPM yang akan dilaksanakan oleh OC. Hasil-hasil yang diharapkan
melalui kegiatan ini adalah BKM, UP-UP dan TPM yang semakin berkapasitas dan percaya
diri untuk menjalankan visi, misi, dan nilai yang dikembangkan dan mempersiapkan diri
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka membangun database di daerah, terkait dengan
Kelurahan sasaran.
antara lain sumber daya manusia, sistem dan teknologi yang dipakai, perangkat pendukung,
Dengan penyediaan fasilitas pendukung/penunjang yang tepat dan cukup memadai, maka dicapai
hasil yang optimal, efisien, efektif, berpeluang besar dalam mencapai sasaran/tujuan proyek.
Sebagai basis dan tempat untuk memonitor seluruh aktivitas pekerjaan ini, kantor yang dapat
melayani kegiatan teknis dan administrasi proyek sangatlah besar keberadaan fungsinya.
Agar koordinasi tenaga ahli serta mobilisasi staf dapat berlangsung baik perlu disediakan saluran
sungai Semua peralatan yang diperlukan untuk Survei seperti saluran sungai peralatan
pengukuran lapangan, peralatan penyelidikan tanah, serta peralatan–peralatan lainnya harus ada
dalam rangka pengendalian dan pengawasan mutu material maupun hasil pekerjaan konsultan.
sebagai sarana komunikasi antara unsur–unsur yang terlibat dalam pekerjaan ini.
Selain peralatan–peralatan dan sarana kerja, juga harus tersedia peralatan tulis kantor,
berupa
peralatan gambar, alat menghitung dan sebagainya guna mendukung kelancaran pelaksanaan
pekerjaan.
Peralatan penunjang telah siap kami operasionalkan dan kami daya gunakan untuk mendukung
Kriteria umum dalam menentukan indikasi program pembangunan secara keseluruhan adalah :
2) Mempertimbangkan aspirasi masyarakat, potensi dan daya dukung lingkungan agar tercapai
tersebut;
3) Konsisten dengan arahan tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, untuk dapat
terjaganya fungsi kawasan tersebut sebagai salah satu sarana penataan tata ruang dan
tata kawasan
1) Susunan/bentuk program;
Secara garis besar rumah tidak layak huni di 6 Kabupaten/ota di Jawa Barat, sesuai dengan konsep
rumah tidak layak huni, terutama yang berkaitan dengan pembangunan fisik.
1. Perencanaan Partisipatif
Program rehabilitasi rutilahu bersifat perencanaan partisipatif, yang dituangkan di dalam rencana
Kelurahan/Desa.
2. Pemberdayaan Masyarakat
Kawasan yang sudah tertata perlu pemeliharaan dan pengelolaan. Hal ini sangat bergantung
terhadap kemampuan penghuni kawasan tersebut. Oleh karena itu pemberdayaan menjadi salah
satu prioritas utama dalam pencapaian ’goals’ penataan, sehingga kawasan sejahtera baik secara
1. Untuk merealisasikan semua program sesuai arahan, selain perlu dilakukan sosialisasi
kepada seluruh stake holder yang terkait dengan pembangunan ini, juga perlu dipersiapkan
Rencana kerja pelaksanaan studi ini disiapkan atas dasar Kerangka Acuan Kerja serta
sesuai dengan strategi yang disusun berdasarkan pendekatan dan metodologi pelaksanaan
pekerjaan yang telah disusun pada bab sebelumnya. Tahapan pekerjaan ini disusun sesuai
Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam melakukan kegiatan studi ini, hasil yang
diharapkan
ini adalah pendekatan kesisteman, di mana tinjauan dilakukan pada seluruh komponen yang ada
dalam sistem. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem dibatasi hanya pada lingkup kegiatan
pada Ini.
Lokasi Pekerjaan yang dijelaskan dalam KAK dilaksanakan di 227 Desa/Kelurahan yang tersebar di
13 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Banjar,
Sasaran tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran teoritis dan praktis yang lebih
jelas mengenai segala hal yang berkaitan dengan proyek ini. Dengan diperolehnya gambaran
yang jelas berkaitan dengan masalah di atas maka diharapkan hasil yang baik ditinjau dari
konteks, substansi maupun format, sesuai dengan permasalahan ataupun karakteristik proyek yang
ditinjau. Deskripsi lebih lanjut dari masing-masing aktivitas diuraikan dalam Tabel 5.3. sampai
dengan Tabel
5.8 yang menggambarkan uraian singkat dan output yang diharapkan dapat diperoleh.
Tabel 5.3.
Task 1.a Review Studi Terdahulu Review dilakukan terhadap semua Pendekatan
Sasaran yang diharapkan dari tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
langkah-langkah yang hasrus dilakukan dalam kegiatan ini. Untuk itu maka pemahaman yang
komprehensif terhadap kondisi kawasan dan deskripsi proyek diperlukan. Selain itu, komunikasi
yang sangat intens yang melibatkan berbagai stakeholders terkait juga diperlukan.
Tabel 5.4.
pelaksanaan. proyek
Ini , . lingkungan
terjadi. khusus
Isu-isu lokal
yang berasal
dari masyarakat
5.2.3. SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA
Sasaran yang diharapkan dari tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran aktual dari
sistem ataupun lokasi yang sedang dikaji. Untuk itu pengumpulan data akan dilakukan melalui
Untuk itu, ada beberapa kegiatan survei yang akan dilakukan, yaitu:
Tabel 5.5.
Segera setelah seluruh pengumpulan data dan Survei lapangan dilakukan maka proses kompilasi
dan analisis data dilakukan, di mana selanjutnya diteruskan dengan membuat laporan pendahuluan.
Sebelumnya, kompilasi dilakukan dengan cara melakukan validasi maupun cross-check, agar data
Tabel 5.6.
laporan pendahuluan
5.2.5. PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada tahapan ini dilakukan kegiatan mulai dari pemilihan proposal usulan bersama dengan Korfas
dan TFL sampai dengan kegiatan pembangunan perbaikan rumah tidak layak huni Secara garis
Tabel 5.7.
ke rekening BKM/LKM/LPM
Task 5.d Pembangunan Perbaikan Mulai dari menyusun jadwal dan Finalisasi produk-
Task Nama Kegiatan Uraian Output
Jabar