MAKALAH
Oleh:
DESI ARISANTI
NIM. 741302021001
Assalamu’alaikum wr.wb
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dalam
waktu yang telah direncanakan. Shalawat dan salam tidak lupa penulis
kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., serta segenap keluarga dan
dapat terselesaikan tidak terlepas dari berbagai dukungan dan bantuan dari
berbagi pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Hamzah, S.Sy., M.Sy, selaku dosen mata kuliah Legislasi Hukum
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, keluarga,
serta teman-teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas doa dan
dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima
dengan senang hati untuk perbaikan lebih lanjut serta mohon maaf apabila
berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
Perkawinan 3
Masyarakat Pluralisme 6
C. Aspek-Aspek Pembaruan Hukum Dalam UU No. 1 Tahun 1974 10
A. Simpulan 16
B. Saran 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merupakan usaha pemerintah yang wajib dipatuhi untuk menjamin hak dasar
maslahah.1 Perkawinan tidak hanya menjadi urusan pribadi atau privat, tetapi
mendapatkan komentar kritis dari para ahli, terutama terkait prinsip patriakat
Pertama, kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu aspek yang perlu
1
Khoiruddin Nasution, “Membangun Keluarga Bahagia (Smart)”, Al-Ahwal 1, No. 1,
2008, h. 16.
2
Khoiruddin Nasution, “Draf Undang-Undang Perkawinan Indonesia: Basis Filosofis
Dan Implikasinya Dalam Butir-Butir UU”, UNISIA 48, No. 2, 2003, h. 41.
3
Khoiruddin Nasution, “Islam Membangun Masyarakat Bilatral Dan Implikasinya
Terhadap Hukum Keluarga Islam Indonesia”, Al-Mawarid 17, No. 1, 2007, h. 100.
1
2
B. Rumusan Masalah
tentang Perkawinan?
masyarakat pluralisme?
Tahun 1974?
C. Tujuan Penulisan
1 Tahun 1974.
4
Khoiruddin Nasution, “Perlindungan Terhadap Anak Dalam Hukum Keluarga Islam
Indonesia”, Al-’Adalah 8, No. 1, 2016, h. 10.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkawinan
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Substansi konflik juga bersifat ideologis,
karena ada beberapa pasal dari Undang-Undang Perkawinan itu yang jelas-
jelas menyimpang dari ajaran agama Islam dan karena itu Undang-Undang
Perkawinan yang saat ini masih berlaku perlu dilakukan perubahan karena
5
Abdul Latif and Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2018, h. 25.
3
4
negara Muslim lainnya, terutama Turki dan Mesir, pada masa modern,
Tahun 1974 ini. Namun, perlu juga diketahui, bahwa pada awal Indonesia
merdeka sudah ada aturan pencatatan nikah yang hanya berlaku untuk
daerah Pulau Jawa dan Madura yang dikeluarkan pada tahun 1946.
2. Membatasi poligami,
syar’iyah, dan qiyas (analogi) terhadap al-Baqarah (2): 282 dan al-Talak
dengan disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Hal yang penting untuk
Pluralisme
pasal demi pasal yang memberi kesan membuka kran selebar-lebarnya bagi
seperti telah disinggung di atas, bukan berarti tidak ada masalah dalam hal
Kantor catatan Sipil bagi diluar agama islam. Sehingga “boleh” menikah
7
Abdul Rahman. Kompendium Bidang Hukum Perkawinan Perkawinan Beda Agama dan
Implikasinya, Yogyakarta, 2011, h. 45.
7
sensitif.
Perkawinan, ada beberapa cara yang ditempuh oleh mereka yang akan
terjadi kasus seperti itu, maka status hukum perkawinan tersebut menjadi
tidak jelas.
unifikasi hukum. Dari segi Ilmu Hukum Pasal 2 ayat (1) UUP melahirkan
Indonesia.
XII bagian ketiga Perkawinan Campuran dalam UUP yang dibentuk dan
dan bernegara.
9
Ichtianto, Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum 20 Tahun Pelaksanaan UU
Perkawinan, h. 198-200.
10
tidak lagi hanya terbatas pada hukum subtantif saja yang memang
seharusnya menjadi porsi dari kompilasi, akan tetapi sudah cukup banyak
Undang-Undang Perkawinan, maka KHI tidak boleh lepas dari misi yang
terbatas bagi kepentingan umat Islam, antara lain, kompilasi mutlak harus
1. Pencatatan Perkawinan
melangsungkan perkawinan.
2. Talik Talak
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 343.
12
pria yang menghamilinya (Pasal 53 ayat (1) KHI) dan anak yang
11
Saiful Ibad dan Rasito, Respon KIAI Pesantren Terhadap Materi KHI di Indonesia
(Studi Kasus di Kota Jambi), Kontekstualiata, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 21 No. 1
Juni 2006, h. 101,
13
rangkaian hukum.
Para ulama fiqh sepakat bahwa calon mempelai pria tidak dapat
yang masih perawan dan yang sudah janda. Bagi mazhab Hanafi,
dewasa antara yang masih perawan dan yang sudah janda. Bagi
mazhab syafi’i.
tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita (Pasal 15 ayat (1)
KHI). Para ulama fiqh tidak menentukan batas usia minimal bagi
tujuan dari pernikahan dapat tercapai. Selain itu, hal yang belum
anak yang lahir dari rahim istrinya, tetapi hasil dari pembuahan di
KHI).
karena hal ini tidak dibicarakan secara khusus dalam kitab fiqh.
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 153 ayat (4)
KHI).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terlihat dari empat hal, yaitu: (1)
3. Peraturan yang ada dalam KHI untuk bidang hukum perkawinan tidak
lagi hanya terbatas pada hukum subtantif saja yang memang seharusnya
B. Saran
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini., khususnya dari Bapak dosen
16
Daftar Pustaka
Ali, Abdul Latif and Hasbi. Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2018.
Rasito Saiful Ibad. Respon KIAI Pesantren Terhadap Materi KHI di Indonesia
(Studi Kasus di Kota Jambi). Kontekstualiata. Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan.Vol. 21 No. 1 Juni 2006.