Anda di halaman 1dari 2

Kegiatan Belajar 2

Nilai-nilai HAM

A. ANTARA NILAI UNIVERSAL DAN KONTEKSTUAL


Budaya merupakan suatu ungkapan yang bermakna ganda. Di satu sisi bisa diartikan sebagai
perilaku manusia dalam menanggapi suatu fenomena kehidupan kemasyarakatan, sedangkan di sisi
lain dapat diartikan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia guna mengespresikan dirinya dalam
ikatan kehidupan masyarakat, bangsa maupun negara.Kedua arti tersebut pada hakikatnya tetap
bermuara pada keberadaan manusia itu sendiri sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Dalam wacana kebudayaan, sering muncul stereotype yang mencoba melakukan dikotomi
antara kebudayaan barat dengan kebudayaan timur. Barat dianggap memiliki budaya yang bersifat
individualistik, sedangkan Timur lebih menekankan budaya komunalitas dan kebersamaan dalam
ikatan kehidupan masyarakat.Wacana kebudayaan semacam ini tentunya akan sangat berpengaruh
terhadap implementasi HAM secara kontekstual artinya penerapan HAM memiliki korelasi positif
dengan kontekstualitas budaya dari suatu masyarakat negara. Wacana mengenai kontekstualitas
budaya dalam pelaksanaan HAM pernah dimunculkan oleh Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 di
hadapan siang BPUPKI. Beliau mengemukakan bahwa dalam konsep negara integralistik, prinsip-
prinsip mendasar HAM itu tidak akan cocok untuk diterapkan karena mengambil nilai-nilai budaya
barat yang individualis.
Tuduhan bahwa HAM itu adalah konsepsi individualis menurut Frans Magnis Suseno
berdasarkan dua pertimbangan, yaitu sebagai berikut.
1. Paham HAM memfokuskan perhatian orang pada hak-haknya sendiri. Masyarakat lalu
sekedar sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja.
2. Paham HAM dilihat menempatkan individu, kelompok, dan golongan masyarakat
berhadapan dengan negara dan bukan dalam kesatuan dengannya. Warga masyarakat
bukannya manyatu dengan negara melainkan diandaikan perlu dilindungi terhadapnya.
Argumentasi semacam ini nampak sekali dalam konsep kebudayaan Jawa yang “ dianggap
sebagai cerminan budaya timur”. Dalam konsep Budaya Jawa, keselarasan, keharmonisan, dan
kesimbangan hidup antara individu dan masyarakat menjdai acuan utama dalam mengembangkan
harkat dan martabat manusia.
Argumentasi tersebut menunjukkan bahwa dalam perkembangan pemahaman ide HAM, dapat
diambil pengertian bahwa konsep HAM berdimensi ganda, yaitu sebagai berikut.
1. Dimensi Universalitas yaitu substansi HAM itu pada hakikatnya bersifat umum dan tidak
terikat oleh waktu dan tempat. HAM selalu dibutuhkan oleh siapa saja dan dalam aspek
kebudayaan di mana pun berada, entah didalam kebudayaan Barat maupun Timur. Dengan kata
lain, HAM itu ada karena memiliki hak-hak itu adalah manusia sebagai manusia, jadi sejauh
manusia itu spesies homo sapiens dan bukan karena ciri-ciri tertentu yang dimiliki.
2. Dimensi Kontekstual yaitu menyangkut penerapan HAM bila ditinjau dari tempat berlakunya
HAM tersebut. Maksudnya adalah ide-ide HAM dapat diterapkan secara efektif, sepanjang
“tempat” ide-ide HAM memberikan suasana kondusif.

Berkaitan dengan nilai-nilai HAM paling tidak ada 3 teori yang dapat dijadikan kerangka
analisis, yaitu teori realitas (realistic theory), teori relativisme (cultural relativism theory) dan teori
radikal universalisme (radical universalisme)
Teori realitas mendasari pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang menekankan
self interest dan egoisme dalam dunia seperti bertindak anarkis. Dalam situasi anarkis, setiap manusia
saling mementingkan dirinya sendiri sehingga menimbulkan chaos dan tindakan tidak manusiawi di
antara individu dalam memperjuangkan egoisme dan self interest nya.
Sementara itu teori relativitas kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya
bersifat partikular (khusus). Hal ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik
sehingga berlaku khusus pada suatu negara. Dengan kaitan dengan penerapan HAM , menurut teori
ini ada tiga model penerapan HAM, yaitu :
1. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil, hak politik dan hak pemilikan
pribadi;
2. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan hak sosial;
3. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib sendiri(self
determination) dan pembangunan ekonomi
Model pertama banyak dilakukan oleh negara-negara yang tergolong dunia maju, model
kedua banyak diterapkan di dunia berkembang dan untuk yang ketiga banyak diterapkan di dunia
terbelakang. Selanjutnya teori radikal univerlitas berpandangan bahwa semua nilai-nilai HAM adalah
bersifat universal dan dimodifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu
negara.

Anda mungkin juga menyukai