Anda di halaman 1dari 3

1.

1 Bioteroris

Bioterorisme adalah aksi terorisme yang dilakukan dengan menyebarkan agen biologis
seperti virus, bakteri, jamur, atau racun-racunnya secara sengaja untuk menimbulkan
penyakit atau kematian bagi manusia, atau tanaman pangan dan ternak untuk menyebarkan
ketakutan dan teror, atau untuk memanipulasi pemerintah. Setiap aksi terorisme ini memiliki
motivasi yang berbeda-beda tergantung pada kondisinya masing-masing. Tindakan terorisme
dapat didasarkan pada dua motif umum, yaitu objective driven (adanya permintaan yang
harus dipenuhi oleh pemerintah), dan terror driven act (tindakan balas dendam, tindakan
peringatan, atau ancaman), motif lain yang dewasa ini yang sering terjadi adalah didasarkan
pada isu etnis, agama, kesenjangan sosial-ekonomi, dan perbedaan ideologi yang terjadi
dalam suatu masyarakat.

Bioterorisme didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan teror dengan menggunakan


bahan-bahan biologis sebagai senjatanya. Senjata biologis secara umum ada 3 bentuk yaitu,
Pertama menggunakan racun yang dicampur pada makanan atau minuman. Kedua,
menggunakan mikroorganisme seperti virus atau bakteri, dan yang ketiga, menggunakan
struktur agen biologis yang diinokulasi. Agen biologis yang digunakan dalam bioterorisme
merupakan mikroba yang dapat direkayasa, ditingkatkan, diekstraksi racunnya, dibuat,
bahkan dapat bermutasi sehingga teror yang menggunakan agen biologis dapat menyebabkan
risiko depopulasi yang tinggi diakibatkan oleh penyebaran dan infeksi penyakit pada
makhluk hidup yang terinfeksi. Agen biologis yang digunakan dalam bioterorisme disebut
senjata biologis (bioweapon).

Botulismus adalah penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian pada hewan maupun
manusia, bersifat neuroparalitik yang disebabkan oleh toksin dari Clostridium botulinum.
Clostridium botulinum tersebar secara luas dalam tanah dan tanaman, isi usus dari hewan
mamalia, burung dan ikan. Kedelapan tipe C. botulinum (A, B, C1, C2, D, E, F, G) telah
dikenali dan masing-masing tipe toksin secara imunologik berbeda. Neurotoksin botulinum
merupakan toksin biologis terkuat yang pernah diketahui dan bahkan di beberapa negara telah
dikembangkan menjadi senjata biologis. Selain itu, aspek medik dari toksin telah
dikembangkan untuk pengobatan berbagai penyakit pada manusia. Spora C. botulinum relatif
tahan panas tetapi toksin botulinum tidak tahan panas dan dapat diinaktifasi dengan antitoksin
yang sesuai. Toksin botulinum menimbulkan manifestasi klinis jika masuk melalui
pernafasan atau mulut.
1.2 Senjata Biologis

Senjata biologis yaitu senjata yang mengandung bahan-bahan biologi atau mikroba
seperti virus, bakteri, jamur atau toksin dari makhluk hidup yang dapat menimbulkan
penyakit atau kematian pada manusia atau ternak. Beberapa jenis mikroba yang dapat
digunakan sebagai senjata biologis antara lain, Bacillus anthracis, Yersinia pestis,
Clostridium botulinum, Mycobacterium tuberculosis, virus variola, virus ebola , virus polio
dll. Mikroba-mikroba ini dapat masuk dan keluar tubuh manusia melalui berbagai organ
tubuh, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, kulit atau melalui organ
lainnya. Infeksi mikroba-mikroba ini akan menimbulkan gejala-gejala klinik yang spesifik
untuk setiap mikroba.

Senjata biologis menggunakan agen hayati seperti virus dan bakteri, jumlahnya
cenderung bertambah dengan munculnya berbagai macam penyakit infeksi fatal baru seperti
virus Ebola, virus Lassa dan lain-lain. Namun demikian, agen yang benar telah dipakai
sebagai senjata biologis adalah bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan
di alam dan tidak sulit penanganannya. Clostridium botulinium yang racunnya menyebabkan
penyakit botulism. Toksin dari C. botulinum merupakan salah satu senjata biologis pertama
yang telah dikembangkan di beberapa negara seperti Jepang, Jerman, Amerika, Rusia dan
Irak. Senjata biologis toksin botulinum biasanya disebarkan secara aerosol atau melalui
makanan.
Daftar Pustaka

erlin, e. (2018). Pandangan Aksiologi Terhadap Riset dan Aplikasi Senjata Biologis. I, 65-70.

Soeliongan, A. E. (2020). Urgensi Peraturan Bioterorisme di Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia. 169-184.

Anda mungkin juga menyukai