Anda di halaman 1dari 27

Nama : Iin Faradhina Humaira

Npm : 2106104030004
MK : Landasan Pendidikan 02

Jawaban:
1 (a)
Makna pendidikan sebagai suatu aktifitas manajemen
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait
antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses
manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi
antara berbagai fungsi manajemen. Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan
di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan
memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem
yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola
secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya
akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan
pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan
yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya,
dan pengawasan secara berkelanjutan.
a. Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga
pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan
masa depan yang meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy
dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa
yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan
amat penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena
aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian tergantung
pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk menyusun kegiatan lembaga pendidikan,
diperlukan data yang banyak dan valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang
yang berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan
sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan.
b. Organizing
Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas
manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang
diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki berbagai unsur yang
terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan tepat, baik tujuan,
personil, manajemen, teknologi, siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan
faktor luar seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
c. Actuating
Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada
pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu
pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga
pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan
ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan
pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana
dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian
wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan
organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
d. Controlling
Pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja
dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi, untuk
membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan itu,
menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut,
dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna
tercapainya tujuan perusahaan.
Sumber : http://mpiuika.files.wordpress.com/2009/11/makalah-mpdi.doc

1 (b)
Guru merupakan unsur yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses
belajar mengajar, sebab guru dapat menetukan berhasil atau tidaknya sebuah proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan dan pengajaran perlu tersedianya guru
yang qualified, artinya ialah disamping menguasai materi pelajaran, metode mengajar, juga
mengerti tentang dasardasar pendidikan. Dasar-dasar pendidikan amat sangat penting
diketahui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya yang mulia sebagai pengajar atau
pendidik, hal ini merupakan sebagai sarana untuk membangkitkan dan memotivasi siswa
dalam proses belajar mereka. Walaupun penguasaan materinya sangat baik, akan tetapi tidak
didukung oleh pengetahuan akan faktor-faktor didaktis, maka akan menimbulkan dampak
sebuah hambatan dalam penguasaan materi bagi siswa terhadap apa-apa yang disampaikan
oleh guru tersebut. Meskipun terhadap pengalaman belajar justru menjadikan guru lebih
mudah dalam menyampaikan pelajaran disertai dengan penggunaan metode yang baik dan
tepat.
Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/300413-tugas-peran-dan-fungsi-guru-
dalam-pendid-4e6b20f0.pdf

1 (c)
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan
masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara
lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama
dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung
jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang
dengan baik.
Pendidikan keluarga berfungsi:
 Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
 Menjamin kehidupan emosional anak
 Menanamkan dasar pendidikan moral
 Memberikan dasar pendidikan sosial
 Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

2. Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama
dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan
anak ke sekolah.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan
kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan,
diantaranya sebagai berikut:
 Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
menanamkan budi pekerti yang baik.
 Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak
dapat diberikan di rumah.
 Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis,
berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan
pengetahuan.
 Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah,
dan sebagainya.

3. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk
beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.
Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini
meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-
pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan.
Pengaruh Timbal Balik antara Tripusat Pedidikan Terhadap Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh-kembang anak pada umumnya,
dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan, dan
anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan itulah yang paling
menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama.
Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga
kegiatan pendidikan, yakni:
1. pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
2. pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
3. pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Kontribusi itu akan berada bukan hanya antar individu, tetapi juga faktor pusat pendidikan
itu sendiri yang bervariasi di seluruh wilayah Nusantara. Namun kecenderungan umum,
utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga pada aspek penguasaan pengetahuan
dan pemahiran keterampilan makin mengecil dibandingkan dengan kontribusi sekolah dan
masyarakat.
Sumber:http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/tripusat-pendidikan-dan-
pengaruhnya.html

1 (d)
Pendidikan Pendidikan
Kajian Pendidikan formal
nonformal informal
Tujuan Kegiatan studi yang Meliputi berbagai Lebih difokuskan
berorientasi akademis usaha khusus yang pada pemberian
dan umum, program di selenggarakan keahlian atau skill
spesialisasi, dan secara terorganisasi guna terjun ke
latihan profesional. agar terutama masyarakat.
generasi muda dan Menentukan
juga orang kepribadian anak,
dewasa,yang tidak apakah anak akan
dapat sepenuhnya menjadi anak yang
atau sama sekali bertanggung
tidak berkrsempatan jawab,berbudi
mengikuti luhur, patuh akan
pendidikan sekolah. peraturan,
Pendidikan Non berpegang teguh
Formal meliputi pada janjinya atau
kegiatan sebaliknya.
pengetahuan praktis
dan ketrampilan
dasar yang di
perlukan
masyarakat.
Waktu  Kegiatan yang Relatif singkat Berlangsung
pembelajaran sistematis, sepanjang usia
berstruktur, sehingga setiap
bertingkat, orang memperoleh
berjenjang, dimulai nilai, sikap,
dari sekolah dasar ketrampilan dan
sampai dengan pengetahuan yang
perguruan tinggi dan bersumber dari
yang setaraf pengalaman hidup
dengannya yang sehari-hari,
dilakukan terus pengaruh
menerus. lingkungan
 Waktu panjang termasuk
didalamnya adalah
pengaruh
kehidupan
keluarga, hubungan
dengan tetanga,
lingkungan
pekerjaan, dan
permainan, pasar,
perpustakaan, dan
media masa.
Proses Kegiatan studi yang Di luar dan di dalam Kegiatan
pembelajaran berorientasi akademis gedung sekolah. terorganisasi dan
dan umum, program sistematis, di luar
spesialisasi, dan sistem
latihan profesional, persekolahan yang
yang dilaksanakan mapan, dilakukan
dalam waktu yang secara mandiri atau
terus menerus. merupakan bagian
penting dari
kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja
dilakukan untuk
melayani peserta
didik tertentu
didalam mencapai
tujuan belajarnya.
isi program/  Kurikulumnya Terdapat program Programnya
kurikulum jelas, materi tertentu bersifat informal,
pembelajaran bersifat tidak diarahkan
akademis. untuk melayani
 Ditentukan secara kebutuhan belajar
teliti untuk tiap yang diorganisasi.
jenjang secara tertulis Kegiatan
 Ada ujian formal , pendidikan ini
dengan pemberian lebih
ijazah umum,berjalan
dengan sendirinya,
berlagsung
terutama dalam
ligkungan
keluarga, serta
melalui media
masa, tempat
bermain, dan lain
sebagainya.
Tidak ada
programyang
direncanakan
secara formal, tidak
ada materi tertentu
yang harus tersaji
secara formal, tidak
ada ujian.
Sumber: http://benramt.wordpress.com/ruang-pails/iv-pendidikan-formal-non-formal-dan
informal/
2 (a)
Filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya dalam suatu kegiatan atau
aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya.
Demikian juga pada filsafat pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat yang digunakan dalam
dunia pendidikan.
1. Aliran Filsafat Idealisme
Idealisme merupakan filsafat tertua dengan tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM)
yang dianggap sebagai Bapak Idealisme di dunia Barat. Sejarah idealisme berawal dari
pemikiran Plato tentang kebenaran empiris yang dilihat dan dirasakan dalam alam ideal
(esensi) atau ide. Aliran filsafat Idealisme menekankan moral dan realitas spiritual sebagai
sumber-sumber utama di alam ini.
Idealis adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami
dalam ketergantungan pada jiwa dan roh. Idealis diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Idealis mempunyai argumen efistimologis tersendiri dan aliran ini memandang
dan menganggap yang nyata hanya idea. Idea tersebut selalu tetap atau tidak mengalami
perubahan dan pergeseran.
2. Aliran Filsafat Perenialisme.
Perennialisme berasal dari kata perennial yang dapat diartikan abadi, kekal atau fana (tiada
akhir). Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah. Aliran filsafat
Perennial berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi, dengan
demikian perenialisme dianggap suatu aliran yang ingin kembali atau mundur kepada nilai-
nilai masa lampau dengan maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia
masa silam untuk menghadapi problem kehidupan manusia saat sekarang dan bahkan sampai
kapanpun dan dimanapun
3. Aliran Filsafat Esensialisme.
Filsafat Esensialisme didasari oleh pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme
Aristoteles. Aliran filsafat Esensialisme muncul pada zaman renaissance merupakan
perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi lainnya.
Perbedaan utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan
doktrin tertentu.
Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan
dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada
kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia,
termasuk dalam pendidikan yang harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang
jelas.
4. Aliran Filsafat Progresivisme.
Aliran Progresivisme dapat diartikan secara umum sebagai aliran yang menginginkan
kemajuan-kemajuan secara cepat. Progresivisme disebut juga instrumentalisme, karena
aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelejensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk mengembangkan kepribadian manusia.
Filsafat progrevisme dalam pendidikan adalah suatu aliran yang menekankan, bahwa
pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan kepada subjek didik tetapi
hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir
mereka. Dengan demikian mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah
seperti memberikan analisis, pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan
alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi.
Ciri-ciri filsafat progresivisme adalah :
1. Progresivisme berakar pada pragmatisme.
2. Sasaran pendidikan ialah meningkatkan kecerdasan praktis (kompetensi) dalam rangka
efektivitas pemecahan masalah yang disajikan melalui pengalaman.
3. Nilai bersifat relative, terutama nilai duniawi, menjelajah aktif, evolusioner dan konsekuensi
perilaku.
5. Aliran Filsafat Pragmatisme
Pragmatisme adalah suatu aliran modern yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Aliran ini bersedia menerima apa saja, asalkan praktis. Pengalaman-
pengalaman pribadi, mistik semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asal
membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian dasar pragmatis adalah
manfaat bagi hidup praktis.
Aliran ini memandang realitas sebagai Sesuatu yang secara tetap mengalami perubahan terus
menerus. Pragmatis adalah satu aliran yang lebih mementingkan orientasi kepada pandangan
anti posentris (berpusat kepada manusia) kemampuan kreativitas dan pertumbuhan manusia
kearah hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individual serta perbuatan
dalam masyarakat.
Di Amerika Serikat tokoh aliran pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Di
Inggris ada F.c Schiller. James mengatakan bahwa kebenaran tiada yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal.
Referensi
 Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia
University-Teachers College Press
 Hartono, Rodi (2009) LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI PENDIDIKAN.
Universitas Padang. Makalah
Sumber : https://www.padamu.net/aliran-filsafat-pendidikan

2 (b)
alasannya karena menurut Aliran ini pendidikan menjadi suatu usaha yang tidak berdaya
menghadapi perkembangan manusia. Manfaat pendidikan hanya sekedar memoles
permukaan peradaban dan tingkah laku sosial, sedangkan lapis kepribadian yang lebih dalam
tidak perlu ditentukan. Aliran ini menganggap kepribadian harus diterima apa adanya tanpa
mempercayai adanya nilai-nilai pendidikan untuk mengubah kepribadian. Menurut paham
ini kalau kita menginginkan manusia menjadi baik, maka yang perlu dilakukan adalah
memperbaiki kedua orang tuanya karena merekalah yang mewariskan faktor-faktor bawaan
kepada anak-anaknya manusia.
Sumber: http://ceritabaru2012.blogspot.com/2014/06/jawaban-uts-landasan-
pendidikan.html

2 (c)
Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut emvironmentalisme) pendidik memegang
peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan
kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-
pengalaman itu tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sumber: https://www.tendikpedia.com/pendidikan/mengapa-aliran-empirisme-
menganggap-penting

2 (d)
Aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor
yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan,
tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam
menentukan masa depan seseorang.
Sumber: https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/14/penerapan-aliran-konvergensi-
dalam-pembelajaran-2/

2 (e)
Nativisme berpendapat bahwa pembawaan itu tergantung pada orang tuanya dan tidak
percaya bahwa lingkungan membawa pengaruh sedangkan naturalisme berpendapat bahwa
pembawaan manusia semuanya dilahirkan baik dan percaya bahwa lingkungan sangat
berpengaruh membawa perkembangan anak menjadi buruk atau jelek.
Sumber: http://ceritabaru2012.blogspot.com/2014/06/jawaban-uts-landasan-
pendidikan.html

2 (f)
1. Metode Diskusi/kerja kelompok
Metode belajar pertama yang bisa anda coba dalam proses belajar guna meningkatkan
motivasi dan keaktifan belajar siswa adalah metode diskusi. Metode diskusi memberi
kesempatan pada siswa untuk saling bertukar pikiran dengan teman kelompoknya,
mengajarkan siswa untuk bekerjasama dan bertanggungjawab dengan tugas yang diberikan.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah
Selanjutnya model pembelajaran yang cukup efektif dalam meransang anak untuk terlibat
aktif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran berbasis masalah. Konsep dari model
pembelajaran berbasis masalah yakni dengan mengemukakan suatu masalah kepada siswa
untuk diselesaikan proses penyelesain masalahnya dilakukan baik dalam bentuk team
maupun perorangan.
3. Metode Kompetisi
Metode pembelajaran yang mengadopsi bentuk perlombaan/kompetisi dalam proses belajar
juga baik dalam memicu siswa untuk terlibat dalam pembelajaran, hal tersebut tak lepas dari
kecendrungan sebagian siswa untuk bisa menjadi seorang pemenang, sehingga jika ada
kompetisi mereka akan berusaha mengeluarkan kemampuan terbaiknya guna menjadi siswa
pemenang.
4. Pertanyaan Terbuka
Selanjutnya tips yang juga bisa anda coba untuk terapkan dalam proses belajar mengajar guna
membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran yakni dengan memancing siswa dengan
mengajukan pertanyaan yang bersifat eksploratif.
5. Model Pembelajaran Eksperimen/Percobaan
orsi materi dan praktik dalam suatu proses belajar sebaiknya berimbang atau 50:50, hal
tersebut tak lepas dari kecendrungan sebagian siswa yang lebih menyukai praktik/eksperimen
ketimbang hanya disuguhi teori atau konsep semata.
Sumber: https://www.rijal09.com/2017/10/model-dan-metode-belajar-yang-dapat-
mengaktifkan-siswa-dalam-mengikuti-pembelajaran.html

3 (a)
Pendidikan pada dasarnya membentuk manausia Pancasila yang berkualitas dan mandiri.
Disamping itu, pendidikan juga diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bangsa untuk
maju. Dalam pendidikan perlu adanya landasan yang digunakan sebagai pijakan dalam
pembentukan manusia yang berkualitas tinggai dan mandiri ser bangsa yang lebih maju.
Landasan pendidikan tersebut diantaranya landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan
kultural, landasan psikologis, serta landasan ilmiah dan teknologi.
Sumber : https://osf.io/y9xb3/download/?format=pdf

3 (b)
1. Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani merupakan asas pendidikan Indonesia yang bersumber dari asas
Pendidikan Taman Siswa yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu seorang perintis
kemerdekaan dan pendidikan nasional.
Makna Tut Wuri Handayani adalah:

1. Tut Wuri: Mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta
kasih dan tanpa pamrih.
2. Handayani: Mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, dan
menggairahkan anak agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui
disiplin pribadi (Arga, 2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Asas Tut Wuri Handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar tersebut mendapat tanggapan
positif dari Drs. RMP Sosrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua
semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun
Karsa. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yaitu:

1. Ing Ngarso Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh).


2. Ing Madya Mangun Karsa (jika di tengah-tengah membangkitkan kehendak, hasrat atau
motivasi).
3. Tut wuri Handayani (jika di belakang mengikuti dengan awas).
Asas Tut Wuri Handayani ini bermakna bahwa setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri
dengan berpedoman kepada tata tertib kehidupan yang umum. Menurut asas ini, dalam
penyelenggaraan pendidikan, seorang guru merupakan pemimpin yang berdiri di belakang
dengan bersemboyan “tut wuri handayani”, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi
kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri dan tidak terus-menerus dicampuri,
diperintah atau dipaksa. Guru hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi
jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku atau perbuatan anak
apabila anak didik tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan. Dapat dikatakan
bahwa asas Tut Wuri Handayani ini merupakan cikal bakal dari pendekatan atau cara belajar
siswa aktif (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).

2. Asas Belajar Sepanjang Hayat


Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah sempurna, dia selalu berkembang
mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan kehidupannya. Dewasa ini, akibat
kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat, terjadi perubahan yang amat pesat dalam
berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang dipelajari oleh seseorang pada beberapa
tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau tidak bermanfaat lagi. Hal ini disebabkan
karena apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai masalah
kehidupan yang dihadapinya. Jadi, implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat
pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat (Tim
Pembina MK Pengantar Pendidikan, 2008, dalam Bahan Ajar Pengantar Pendidikan).
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan
seumur hidup. Ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang sudah tidak asing lagi
ditelinga, beliau bersabda yang artinya: ”Tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal
dunia”. Jadi, Islam telah lama mengenal konsep belajar sepanjang ayat ini jauh sebelum
orang-orang Barat mengangkatnya (Rangga, 2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:

1. Meliputi seluruh hidup setiap individu.


2. Mengarahkan kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara
sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu.
4. Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri
5. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasik yang
formal, non formal dan informal (La Sulo, 1990: 25-26).
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar-mengajar di sekolah seharusnya
mengemban sekurang-kurangnya dua misi, yaitu:

1. Memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan efesien dan efektif.


2. Meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai dasar dari belajar sepanjang
hayat.
Kurikulum yang dapat dirancang dan diimplementasikan yaitu kurikulum yang
memperhatikan dua dimensi, yaitu sebagai berikut:

1. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah, meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar
tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
2. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan
mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya.
Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber belajar yang tersedia itu akan memberi
peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. Masyarakat yang mempunyai warga yang
belajar sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning
society). Dengan kata lain, akan terwujudlah gagasan pendidikan seumur hidup seperti yang
tercermin di dalam sistem pendidikan nasional Indonesia (Umar Tirtarahardja dan La
Sulo, 1994: 123).

3. Kemandirian dalam Belajar


Asas Tut Wuri Handayani dan asas belajar sepanjang hayat secara langsung sangat erat
kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas Tut Wuri Handayani didasarkan pada
asumsi bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar peserta didik mampu untuk mandiri dalam
belajar. Kemandirian dalam belajar itu dapat dikembangkan dengan menghindari campur
tangan guru, namun guru selalu siap untuk membantu apabila diperlukan. Selanjutnya, asas
belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada pendapat bahwa
peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, tidak mungkin
seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru atau pun
orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama
sebagai fasilitator, informator dan motivator. Sebagai fasilitator, guru diharapkan dapat
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar dengan sedemikian rupa, sehingga
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sebagai informator,
guru harus menyadari bahwa dirinya hanya merupakan bagian kecil dari sumber-sumber
informasi yang ada. Oleh karena itu, guru perlu memberikan dan bahkan merangsang peserta
didik untuk mencari informasi selain dari dirinya sendiri. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk dapat memanfaatkan sumber belajar
secara maksimal (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar yang dapat mengembangkan kemandirian dalam
belajar, yaitu:

1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).


2. Belajar dari modul, paket belajar, dan sebagainya.
3. Belajar dengan didukung oleh suatu pusat sumber belajar (PSB) yang memadai. PSB
memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, di samping bahan di
perpustakaan. Dengan dukungan PSB itu asas kemandirian dalam belajar akan lebih
dimantapkan dan dikembangkan (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).
Sumber:https://muhmdirpan.wordpress.com/2017/11/22/asas-asas-pendidikan-dan-
penerapannya/

3 (c)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu:

 Meningkatkan pengembangan kemampuan profesionalisme pembelajar.


 Mengembangkan pengelolaan lingkungan, prasarana, dan sarana pendidikan.
 Mengembangkan pengelolaan sekolah.
 Mengembangkan monitoring dan evaluasi.
 Mengembangkan hubungan sekolah dan masyarakat.
Sumber : https://brainly.co.id/tugas/.
3 (d)
Tujuan pendidikan untuk mengembangkan dimensi-dimensi kemanusiaan yaitu pendidikan
membantu mengembangkan dan mengarahkan potensi manusia (peserta didik) yang
bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang
lebih baik. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat mewujudkan kemanusiaannya
yang berbeda dengan dunia binatang karena manusia adalah makhluk yang memerlukan
pendidikan. Pendidikan disini untuk menjadikan manusia menjadi makhluk yang mulia. Oleh
karena itu, dalam mempertahankan kedudukan yang mulia dan membentuk pribadi yang
bagus, Allah melengkapi manusia dengan akal dan perasaan yang memungkinkannya
menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membudayakan ilmu yang
dimilikinya.
Sumber: https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214111410050.pdf

3 (e)
Implementasi pendidikan sesuai dengan pengembangan dimensi- dimensi kemanusiaan

1. Dimensi keindividual
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari
yang lain atau menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik dimuka
bumi, setiap orang memiliki individualitas. Bahkan dua anak kembar yang berasal dari satu
telurpun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu
dari yang lain, hanya serupa tapi tidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada sifat-
sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya (kerohaniannya).
Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya). Secara fisik
mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya. Secara kerohanian
mungkin kapasitas intelegensinya sama tetapi kecenderungan dan perhatiannya terhadap
sesuatu berbeda. Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan,
cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.

2. Dimensi kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Pernyataan tersebut diartikan bahwa
setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya terkandung unsure saling member dan
menerima. Bahkan menurut langeveld, adanya kesediaan untuk saling member dan menerima
itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan. Adanya dorongan untuk menerima dan
memberi itu sudah menggejala pada masa bayi.
Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima belaian ibunya dengan rasa senang.
Kemudian sebagai balasan ia dapat memberikan senyuman pada lingkungannya, khususnya
pada ibunya. Kelak jika sudah dewasa, dan menduduki status atau pekerjaan tertentu,
dorongan menerima dan memberi itu berubah menjadi kesadaran akan hak yang harus
diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk kepentingan pihak lain sebagai
realisasi dari memberi.

3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su + sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalam
yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka
pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.
Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga
dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai,
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan
sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, karena mengandung makna kebaikan, keluhuran,
kemuliaan, dst, sehingga oleh karena itu Penjenja diyakini dan dijadikan pedoman dalam
hidup.

4. Dimensi keberagaman
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk religious. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan alat inderanya diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai
hidup di alam semesta ini.
Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi untuk
keselamatan hidupnya. Agama menjadi sandaran vertical manusia, manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Ph. Kohnstamm berpendapat bahwa
pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orang tua, dalam lingkungan keluarga, karena
pendidikan agama adalah persoalan efektif dan kata hati. Pesan-pesan agama harus tersalur
dari hati ke hati. Terpencar dari ketulusan dan kesungguhan hati orang tua dan menembus
kata anak. Dalam hal ini orang tualah yang paling cocok sebagai pendidik, karena ada
hubungan darah dengan anak. Pendidikan agama yang diberikan secara massal kurang sesuai.
Pendapat kohnstamm ini mengandung kebenaran dilihat dari segi kualitas hubungan antara
pendidik dengan peserta didik.
Disamping itu juga penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama harus dimulai sedini
mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habitat formation). Tetapi untuk
pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada orang
tua. Untuk itu pengkajian agama secara massal dapat dimanfaatkan misalnya pendidikan
agama di sekolah.
Sumber: http://kopite-geografi.blogspot.com/2013/05/pendidikan-mengembangkan-
dimensi.html?m=1

4 (a)
Maksud dari pendidikan sebagai suatu sistem adalah pendidikan sendiri terdiri dari elemen-
elemen atau unsur- unsur pendididkan yang dalam kegiatannya saling terkait secara
fungsional, sehingga merupakan satu kesatuan yang terpadu dan diharapkan dapay mencapai
tujuan.
Sumber:
https://osf.io/preprints/inarxiv/59e8y/download#:~:text=Maksud%20dari%20pendidikan%2
0sebagai%20suatu,dan%20diharapkan%20dapay%20mencapai%20tujuan.

4 (b)
Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu system tidak lain dan tidak bukan adalah karena
pendidikan terdiri dari sejumlah komponen yang saling berkaitan dan mempengaruhi, dan
komponen-komponen tersebut tertuju pada satu tujuan yaitu tujuan pendidikan.Secara
umum, sama halnya dengan sistem lainnya, komponen-komponen pendidikan dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian utama, yaitu komponen INPUT, PROSES dan OUTPUT.
Contoh:
Komponen input adalah peserta didik baru
Komponen proses adalah proses pembelajaran yang terjadi di sekolah
Sedangkan komponen output adalah lulusan
Sumber: http://www.pendidikanekonomi.com/2014/09/pendidikan-sebagai-sebuah-
sistem.html
4 (c)
Delapan standar pendidikan yang mempengarui mutu pendidikan
1. standar isi;
2. standar proses;
3. standar kompetensi lulusan;
4. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5. standar sarana dan prasarana;
6. standar pengelolaan;
7. standar pembiayaan;
8. standar penilaian pendidikan.
Sumber: https://kepegawaian.uma.ac.id/8-standar-nasional-pendidikan/

5. Menurut pendapat saya, pendidikan moral yang dilakukan disekolah harus lebih
dioptimalkan lagi agar nilai-nilai moral yang diberikan kepada peserta didik benar-benar
dapat dipahami dan diterapkan oleh peserta didik. Selain itu, tugas untuk menanamkan
nilai-nilai moral kepada peserta didik bukan hanya tugas dari guru mata pelajaran khusus
pendidikan moral melainkan semua guru mata pelajaran harus mampu berperan untuk
mengembangkan moral peserta didik menuju tingkat yang lebih tinggi (sempurna).

Berdasarkan beberapa permasalahan moral dan problematika yang dialami dalam


pendidikan moral di sekolah, sebenarnya penanaman nilai moral terhadap anak tidak hanya
dari sekolah saja. Penanaman nilai-nilai moral bisa dilakukan oleh siapapun seperti dari
lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai pendidik yang ampuh bagi anak karena orang
tua merupakan orang yang paling sering bertemu dengan anak dan perilaku-perilaku atau
kebiasaan orang tualah yang dijadikan panutan yang ditiru oleh anak.

Sumber:
https://www.kompasiana.com/alfi43844/5dbbb9cc097f365aa831dc82/rendahnya-moral-
peserta-didik-akibat-problematika-pendidikan-moral-di-sekolah?page=all#section2

6. Menurut saya pendidikan memang perlu di kembangkan di era global ini mengingat
semakin banyak situ situ online yang memberikan kita informasi untuk menambah
wawasan serta ilmu kepada kita dan berikut merupakan upaya yang perlu di kembangkan
dunia pendidikan untuk menghadapi dunia global

1. Meningkatkan Kualitas Pendidik

Mengingat bahwa dalam era global, pendidikan nasional harus pula memperhatikan
perkembangan yang terjadi secara internasional, maka kajian kompetensi guru sebagai
unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan formal, perlu pula mempertimbangkan
bagaimana kompetensi guru dibina dan dikembangkan pada beberapa negara lain.
Proposisi inti tentang kompetensi guru meliputi:

Guru mempunyai komitmen terhadap siswa dan belajar mereka;

Guru menguasai materi yang pelajaran dan cara mengajarnya;

Guru bertanggung jawab dalam mengelola dan memonitor belajar siswa;

Guru berpikir secara sistematik mengenai tugasnya danbelajar dari pengalamannya; dan

Guru menjadi anggota dari masyarakat belajar.

Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran,guru perlu memperhatikan bahwa siswa


memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Di antaranya rasa ingin tahu dan berimajinasi,dua
hal inia dalah potensi yang harus dikembangkan atau distimulasi melalui kegiatan
pembelajaran. Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi berkembangnya sikap
berpikir kritis dan kreatif.

Sikap berpikir kritis dan kreatif adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Agar
mampu berpikir kritis dan kreatif,sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi yangsudah dimiliki
siswa perlu dikembangkan. Untuk mengembangkan kedua sifat yang dimiliki siswa
tersebut secara optimal perlu diciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Di lain pihak, perlu diperhatikan bahwa para siswa berasaldari lingkungan keluarga yang
bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda.Perbedaan individual perlu diperhatikan
dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak selalu
mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya
yang lemah(tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan siswa, guru dapat membantunya
bila mendapat kesulitan sehingga siswa tersebut belajar secara optimal.

2. Pembentukan / perubahan sikap atau nilai

Untuk mengantisipasi masa depan yang bersifat global dan arus informasi yang cepat, maka
tugas pendidik yang utama adalah pembentukan nilai dan sikap yang sesuai dengan nilai-
nilai luhur yang mendasari kepribadian Indonesia. Pembentukan nilai dan sikap dalam diri
seseorang dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pembiasaan, keteladanan dan
sebagainya. Pembentukan harus dilakuakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat secara bersama dan bertanggung jawab.

3. Pengembangan kebudayaan

Saling pengaruh dalam pengembangan kebudayaan didunia merupakan hal yang lumrah,
namun pengembangan budaya tersebut harus dapat melestarikan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia sebagai ketahanan budaya yang menjadi acuan pokok dalam memilih dan
memilah segala pengaruh yang datang dari luar agar tidak terjadi krisis identitas bangsa
Indonesia.

4. Pengembangan sarana pendidikan

Pengembangan sarana pendidikan merupakan salah satu prasyarat utama untuk


memperoleh kesempatan menghadapi tantangan masa depan. Pengembangan sarana
pendidikan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan pendidikan telah dilakukan
sejak 25 tahun yang lalu khususnya dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan dan
akan terus dilanjutkan.

Sumber: https://www.kompasiana.com/nuratikapipa/5fcb1526d541df69983e0812/upaya-
pendidikan-dalam-menghadapi-globalisasi?page=all&page_images=1

7. Cara menaggulangi peserta didik yang memiliki kecenderungan hiperaktif dalam


proses belajar mengajar:
1. Mencari faktor pemicu dari perilaku tersebut
Sebagai seorang pengajar aau guru, hendaknya kita mencari faktor-faktor yang
menjadikan anak memiliki sikap yang huperaktif seperti ini, misalnya, apakah anka saat
sulit untuk duudk karena merasa bosan atau membutuhkan perhatian yang khusu dari
orang-orang yang ada di sekelilingnya. sehingga nantinya bisa dilakukan beberapa teknik
untuk menghilangkan faktor tersebut.

2. Memberikan apa yang menjadi keinginan anak, sebelum nantinya dia menuntutnya
Cara ini juga bisa dilakukan pada anak-anak di dalam kelas yang memang memiliki sifat
hiperaktif, mislanya saja dengan memebrikan perhatian sebelum anak etrsebut menceri-
cari perhatian, dan mengalihkan berbagai kegiatan lain, apabila anak mudah sekali merasa
bosan.

3. Memindahkan anak
Cara ini juga bisa dilakukan dengan memindahkan anak dari berbagai tingkah laku yang
memang seharusnya tak terjadi

4. Memberi hukuman pada anak


Cara ini sebenarnya memang tidak baik dilakukan, namun ada beberapa hal juga yang bisa
menyebabkan cara ini perlu dilakukan, mislanya saat berbagai prosedur yang dilakukan
sudah tidak berhasil, namun jangan memberi hukuman yang dilakukan dalam keadaan
marah, sebaiknya berikan saja hukuman yang ringan dna juga efektif untuk anak-anak

5. Melakukan pengembangan dari tingkah laku yang dilakukan


Cara sperti ini bisa dilakukan dengan memeprtahankan kelakuan baik dan
mengembangkannya menjadi ke arah yang lebih baik lagi, bisa juga dilakukan dengan
penguatan pada berbagai tiap perilaku dengan berupa imbalan. misalnya saat aak
melakukan hal hal yang benar dan terpuji, anak diberikan imbalas atau hadiah agar
nantinya bisa mempertahankan sikap yang sama.

6. Memberikan pengertian pada teman dikelas agar tak menjauhinya


Anak-anak yang hiperaktif ini umumnya membutuhkan pengawasan dan juga perhatian
yang lebih, untuk itu sebagai seorang guru atau pengajar, sebaiknya beri pengertian juga
pada teman-temannya agar tidak emnjauhi anak ini, dan bersikap normal saja, dan harus
tahu juga kapan waktu yang dilakukan untuk menjaga jarak.
7. Memberikan perlakukan yang sama dengan yang lain
Sebaiknya jangan pernah memebrikan perlakukan yang berbeda apada ank hiperaktif
dnegan anak lainnya. jika diberi perhatian yang berbeda malah ini akan menjadi pemicu
pada anak-anak hiperaktif, sebiaknya lakukan sjaa kegiatan pada biasanya, sehingga
nantinya un teman-teman lain yang ada dikelasnya dapat elbih mengerti dan paham
mengenai membantu anak hiperaktif ini.

8. Bekerja sama dengan orang tua mengenai asupan makanan anak


Untuk mengurangi kelakuan hiperaktif pada anak, sbeaiknya guru juga melakukan
koordinasi pada orang tua, agar emnghindarkan anaknya pada makanan yang banyak
mengandung gula, bahan pengawet, minuman dingin dan juga pewarna makanan, karena
akan semakin membuat energi anak belebih dan memunculkan sikap hiperaktifnya di
dalam kelas.

9. Membantu anak dalam menenangkan diri saat merasa frustasi dan marah
Apabila terjadi hal-hal yang tidak dinginkan di dalam kelas, seperti ank yang tiba-tiba
merasa marah dna juga frustasi, sebaikny anda membantu anak untuk mendorong dna
mengambil nafas dalam-dalam, sheingga anak akan bisa jauh lebih tenang dan dapat
emngontrol diirnya sendiri.

10. Memberikan pengertian pada anak dengan bahasa sederhana


Apabila anak hiperaktif ini melakukan hal-hal yang tidak terpuji sbeaiknya beri pengertian
anak dengan bahasa yang mudah dimengerti olehnya, namun jangan sesekali marah pada
anak yang sepeti ini, karena dengan kemarahan tidak akan membuatnya mau mendengar
anda, malah nantinya anak semakin tidak perduli dna melakukan kesalaha dan hal-hal
yang tidak terpuji lainnya lagi.

11. Mendorong anak melakukan hal-hal positif


Pada anak hiperatif seperi ini, mera cenderung mmeiliki energi yang berlebihan, maka itu
sebaiknya beri arahan dan dorongan dengan memberikan kegiatan olahraga yang melebihi
anak lainnya, mislalkan anak tersebut tidak bisa diam saat di dalam kelas, sebaiknya
dorong anak untuk melakukan kegiatan olahraga daripada harus menganggu teman
lainnya di dalam kelas. dengan begitu anak akan mengeluarkan enrgi berlebihnya pada
berbagai kegiatan yang positif.

12. Selalu mengkomunikasikan pada orang tua


Saat terjadi perubahan -perubahan meski itu termasuk ke dalam perubahan yang kecil
seklaipun, sebaiknya and akomunikasikan dnegan orang tua, karena memang sebagai guru
kita tidak bisa membuat anak hiperaktif bisa normal seperti anak lainnya, namun dengan
mengupayakan segala hal, bukan tidak mungkin juga sikap anak yang hiperaktif seperti
ini akan jauh lebih berkurang.

13. Berikan sikap yang tegas namun jangan besikap marah


Jika berbagai hal yang sudah diupayakan masih sangat sulit untuk mengurangi sikap anak
hiperaktif, sebiaknya anda berikan sikap yang tegas namun jangan terlihat marah, carany
dengan memanggil namanya, dan menatap mata anak tersebut agar dia mau
mendengarkan segala ucapan yang anda katakan, dna jangan lupa untuk memebrikan
sugesti mengenai hal-hal yang tidak baik untuk dilakukannya.
Sumber: https://dosenpsikologi.com/cara-mengajar-anak-hiperaktif-di-sekolah

8. Untuk menanggulagi semakin maraknya berbagai perilaku menyimpang yang


dilakukan oleh peserta didik, maka saran saya yang harus dilakukan yaitu:
1. Pertama, penguatan keluarga. Setiap keluarga harus menyadari bahwa mereka
adalah sebuah lembaga yang di dalamnya ada peserta didik yakni anak-anak mereka.
Maka dari itu, kondisi keluarga menjadi sangat berpengaruh terhadap kepribadian
anak hingga masaremaja. Memberi pendidikan terbaik di dalamnya adalah tugas
utamanya. Proses pendidikan dalam keluarga tentunya berlangsung tanpa batas
waktu dan kurikulum, walau di sana harus ada tujuan untuk menjadikan keluarga
yang mawaddah wa rahmah.
Curahkan perhatian kepada anak, terutama ketika mereka mengijak usia remaja,
misalnya terkait dengan jejaring sosial dan internet. Karena kita tahu masa remaja
merupakan masa transisi dalam mencari jati diri. Maka peran sentral orang tua atau
keluarga sangat penting dalam mengarahkan remaja agar memiliki karakter dan
pribadi yang baik. Jadilah keluarga sebagai tempat yang nyaman bagi anak dan
remaja untuk mencurahkan berbagai permasalahannya.
Perhatikan juga lingkungan pergaulan, teman- teman bermain anak, termasuk di
lingkungan sekolah. Karena selain keluarga, lingkungan juga dapat menjadi tempt
untuk pembentukan karakter seorang anak. Kondisi lingkungan sekolah yang tidak
baik akan memberikan peluang besar bagi remaja untuk berperilaku menyimpang.
Maka dari itu sangat diperlukan adanya komunikasi yang bailk antara anak dan orang
tua. Dengan banyaknya korunikasi yang baik antara anak dan orang tua, diharapkan
anak akan memiliki karakter yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh dengan
lingkungan yang buruk sekalipun.

2. Kedua, pemerintah melalui berbagai lembaga bentukan selain dari BKKBN


seperti MUI, MPU, Dinas Syariat, Polisi Syariat dan Departemen Agama, harus lebih
aktif mengakrabi dunia remaja. Belum terlihat ada suatu kegiatan yang massif selain
sekolah yang sangat formal untuk tempat remaja mengakrabi dan dapat masuk kesana
untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan dari mereka. Di sisi lain pemerintah
juga harus lebih memperkuat sisi penghukuman atau penegakan hukum secara tegas
yang memberi efek jera bagi para pelaku. Bahkan jika perlu hukuman maksimal harus
diberikan kepada pelaku kejahatan seperti ini.

3. Ketiga, perlunya diarahkan para remaja pada kegiatan-kegiatan keremajaan


yang lebih positif dalam menghabiskan waktu luangnya. Karena salah satu cara yang
dapat dilakukan oleh remaja untuk dapat terus berada dalam lingkaran kebaikan
adalah dengan melakukan aktivitas atau kegiatan positif dan bermanfaat, seperti
berorganisasi.

4. Keempat, pendidikan seks, pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan


agama yang benar. Pendidikan seks (sex education) kesehatan reproduksi dan agama
juga menjadi solusi dalam penyelesaian masalah pergaulan bebas atau seks bebas di
kalangan remaja. Namun suatu ironi yang terjadi, di mana mash banyak dari kita
terutama orang tua yang tabu akan pendidikan seks, menganggap pendidikan seks hal
yang tabu untuk dibicirakan pada anak, bahkan ada yang alergi dan menghindar jika
anak bertanya seputar seksualitas dan mendengar kata pendidikan seks. Banyak di
antara mereka beraksi secara berlebihan, bahwa ini dianggap mengajarkan
pornografi. Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sejak dini bukan hal yang tabu,
dan akan lebih baik anak-anak mendapat pendidikan tersebut dari orang tua secara
bijak daripada tempat lain yang belum tentu benar. Karena ketika seorang anak
merasa tidak nyaman menanyakan hal-hal yang ingin mereka ketahul kepada orang
tua, mereka akan berusaha mencari jawaban dari tempat lain. Padahal orang tua atau
keluarga harusnya menjadi sumber pendidikan pertama dan utama yang harus dapat
dipercaya oleh anak, daripada melalui teman, televisi, gadget ataupun internet yang
mengadung situs porno.
Sumber:
https://www.kompasiana.com/ikhwanulparis/579612794df9fd7a176e95eb/melindun
gi-anak-dan-remaja-dari-perilaku-menyimpang-menyelamatkan-generasi-muda-
indonesia

9. Menurut saya, inilah paradigma dan cara pandang yang keliru tentang ajaran agama
sesungguhnya oleh peserta didik di sekolah. Mereka hanya menganggap bahwa mata
pelajaran yang diujikan secara nasional (UN) saja yang menjadi prioritas utama.
Untuk itulah dalam kurikulum 2013 sudah sangat jelas diberikan materi tentang proses
pencapaian KI-1 (sikap Spiritual) dan KI-2 (Sikap soial) melalui nilai dan norma
ajaran agama.
Jika dilihat dari sudut pandang filsafat pendidikan, saya berpandangan bahwa,
pelajaran agama akan dapat memberi dasar-dasar dan nilai-nilai moral yang sifatnya
das Sollen (yang seharusnya). Sebab setiap agama selalu mengajarkan agar
tercapainya kedamaian dan kesempurnaan hidup, khususnya dalam ajaran agama
Hindu yaitu agar tercapainya “Mokshartam jagadhita ya ca iti dharma” sehingga
melalui proses pendidikan yang dapat mengimplementasikan dasar-dasar tersebut baik
di sekolah oleh guru, di rumah oleh orang tua, dan di lingkungan oleh masyarakat
dapat bersinergi dan berjalan dengan baik, sehingga semakin cerdas siswa maka akan
semakin berbudi dan berahlak, dan bukan sebaliknya, semakin pintar sesorang
semakin tidak berbudhi dan berprilaku yang tidak seharusnya dilakukan. Proses
pendidikan juga akan memberi masukan yang sangat berarti dari realita ajaran agama
terhadap pemikiran ideal pendidikan dan kehidupan siswa (manusia) secara utuh dan
menyeluruh. Jadi, ada hubungan timbal balik di antara agama dan pendidikan.
Agama yang dipandang sebelah mata oleh siswa, hanya karena mereka belum
memahami secara mendalam tentang ajaran agama yang sesungguhnya. Jika kita ingin
mengetahui sesuatu di dalam kepercayaan dan keyakinan agama, maka tentunya kita
harus mempelajarinya. Selain belajar melalui guru di sekolah, dan keseharian di
rumah, kita juga bisa mendapatkan pemahaman agama dari para ahli agama atau
pemangku dan atau pedanda.
Dalam kajian filsafat pendidikan, menurut saya juga bahwa seorang siswa harus
mempelajari agama karena, ia akan membahas dan mempelajari berbagai jenis
pertanyaan yang berbeda mengenai agama. Pertama-tama misalnya saja ada
kemungkinan siswa akan bertanya: Apakah agama itu? Apakah yang dimaksud
dengan istilah “Sang Hyang Widhi” itu? Apakah bukti-bukti tentang adanya Tuhan itu
sehat menurut logika? Bagaimanakah cara kita mengetahui Tuhan? Apakah makna
“eksistensi” bila istilah ini dipergunakan dalam hubungannya dengan Tuhan?
Filsafat pendidikan agama tentu tidak berkepentingan dengan apa yang orang yakini
dan percayai, tetapi kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan, keruntutan di
antara kepercayaan-kepercayaan, bahan-bahan bukti bagi kepercayaan, dan hubungan
antara kepercayaan agama dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain. Yang erat
hubungannya dengan kepercayaan agama adalah kepercayaan mengenai keabadian
hidup, meskipun masalah ini tidak monopoli milik agama, tetapi merupakan masalah
terpenting bagi penganut-penganutnya. Hal inilah yang kemudian menjawab
tantangan bahwa pelajaran agama di sekolah menjadi sangat penting untuk diajarkan,
agar siswa dapat memahami jati dirinya secara utuh dan menyeluruh. Serta bagaimana
seorang siswa untuk terus mampu bersyukur, menghargai perbedaan, dan mampu
meyaikini akan keberadaan Tuhan itu sendiri.
Sumber: https://ediputra16.blogspot.com/2017/03/take-home-landasan-
pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai