Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PEMBERIAN NUTRIENT AB MIX DAN AERATOR PADA EFISIENSI

FITOREMEDIASI LOGAM Cd dan Cr AIR LINDI MENGGUNAKAN TANAMAN LEMNA


MINOR

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
AFIF ROBERT FIKRIYAN
NIM 195100907111004

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


DEPARTEMEN TEKNIK BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN NUTRIENT AB MIX DAN


AERATOR PADA EFISIENSI FITOREMEDIASI LOGAM
Cd dan Cr AIR LINDI MENGGUNAKAN TANAMAN
LEMNA MINOR
Nama Mahasiswa : Afif Robert Fikriyan
NIM : 195100907111004
Departemen : Teknik Biosistem / Teknik Lingkungan
Fakultas : Teknologi Pertanian

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Ir. Jhohanes Bambang Rahadi W, MS Prof. Dr. Ir. Ruslan Wirosoedarmo, MS


NIP. 195602051985031003 NIP. 195301121980031003

Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dari pembuatan tugas akhir ini memiliki nama lengkap Afif
Robert Fikriyan yang lahir di Situbondo pada tanggal 28 Mei 2001
dari ayah yang bernama Muhammad Samsudin dan Ibu bernama
Siti Kusuma Wati. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh
penulis diantaranya menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Besuki
dengan lulus di tahun 2013, SMP 1 Banyuglugur di tahun 2016
dan melanjutkan pendidikan di SMA 1 Situbondo dengan tahun
lulus di tahun 2019.
Semasa disekolah menengah pertama penulis aktif di organisasi Palang Merah Remaja
dan saat di sekolah menengah atas penulis juga aktif di kegiatan ekstrakurikuler olahraga
bulu tangkis dan menembak. Pada tahun 2019 penulis melanjutkan studi ke perguruan
tinggi dan diterima melalui jalur mandiri di Universitas Brawijaya pada Program Studi
Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Departemen Teknik Biosistem. Pada
semasa perkuliahan penulis banyak aktif di berbagai program kerja KMTL (Keluarga
Mahasiswa Teknik Lingkungan) dan pernah menjadi staf muda di departemen rispro
KMTL.
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama Mahasiswa : Afif Robert Fikriyan
NIM : 195100907111004
Departemen / Program Studi : Teknik Biosistem / Teknik Lingkungan
Judul Tugas Akhir : PENGARUH PEMBERIAN NUTRIENT AB MIX
DAN AERATOR PADA EFISIENSI
FITOREMEDIASI LOGAM Cd dan Cr AIR LINDI
MENGGUNAKAN TANAMAN LEMNA MINOR
Menyatakan bahwa,

Tugas akhir dengan judul di atas merupakan karya asli dari penulis diatas. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia untuk dituntut
sesuai dengan hukum yang berlaku.

Malang, 2022
Pembuat Pernyataan

Afif Robert Fikriyan


195100907111004
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang di berjudul
“Pengaruh Pemberian Nutrient Ab Mix Dan Aerator Pada Efisiensi Fitoremediasi Logam
Cd Dan Cr Air Lindi Menggunakan Tanaman Lemna minor”. Penyusunan tugas akhir ini
sebagai salah satu syarat untuk untuk bisa menyelesaikan studi program strata 1 (S-1)
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Harapannya
dari penyusunan tugas akhir ini mampu memberikan manfaat bagi pembaca dan sebagai
bentuk pengimplementasian ilmu yang sudah saya pelajari selama perkuliahan.
Penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, tidak lupa penulis ingin memberikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. J. Bambang Rahadi Widiatmono, MS selaku dosen pembimbing
pertama yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran selama
pengerjaan tugas akhir penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Ruslan Wirosoedarmo, MS selaku dosen pembimbing kedua
yang senantiasa memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama
penyusunan tugas akhir penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Alexander Tunggul Sutan Haji, MT selaku dosen penguji yang rela
meluangkan waktu dalam menguji hasil penlitian tugas akhir penulis dan memberi
masukan dan perbaikan akan hasil laporan tugas akhir penulis.
4. Kedua orang tua saya yang senantiasi memberikan dukungan moral dan materil
dalam penyusunan tugas akhir penulis.
5. Teman – teman seangkatan Teknik lingkungan 2019
Penulis sendiri sadar dalam penyusunan tugas akhir ini masih belum sempurna dan
masih banyak kekurangan dikarenakan pengalaman dan pengetahuan dari penulis dan
masih terus belajar. Penulisan dan penyusunan tugas akhir ini penulis terbuka akan segal
bentuk saran, masukan dan kritik dari berbagai pihak untuk menyepurnakan tugas akhir
dari penulis sendiri. Penulis berharap dari tugas akhir ini dapat memberikan banyak
manfaat kepada berbagai pihak khususnya dalam bidang teknik lingkungan.
Malang, Oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Arief (2013), sampah merupakan ancaman serius pada berbagai sektor
seperti sektor lingkungan, perekonomian maupun masyarakat. Peningkatan sampah
sendiri selaras dengan meingkatnya jumlah penduduk yang mana jika tidak diimbangi
dengan pengolahan sampah yang semakin tinggi akan menyebabkan pencemaran
lingkungan yang merugikan. Kota Malang sendiri merupakan salah satu kota besar di
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga sampah yang
dihasilkan juga cukup besar. Sampah sendiri bisa menyebabkan adanya kerusakan
lingkungan disaat lingkungan sendiri menyerap kadar pencemar dari sampah melebihi
kapasitas dari lingkungan tersebut. Salah satu ancaman pencemar dari adanya sampah
adalah air lindi yang dihasilkan dari tumpukan sampah itu sendiri. Menurut Saleh dan
Purnomo (2014), air lindi merupakan air limbah yang dihasilkan sebagai akibat dari
masuknya air dari luar kedalam tumpukan sampah yang mana melarutkan berbagai jenis
material pencemar pada sampah sehingga air tersebut bersifat polutan. Jika air lindi yang
dihasilkan dari penumpukan sampah tersebut tidak segera diolah atau dibiarkan maka
akan berpotensi untuk meresap ke tanah dan mencemari tanah sekitar maupun kualitas
air tanah di dalamnya. Air lindi berpotensi besar bersumber dari tumpukan sampah yang
banyak dan luas salah satunya di TPA atau tempat pembuangan akhir.
Menurut Fitri dan Sembiring (2017), dari data Kementerian Lingkungan Hidup RI
tahun 2015 sebesar 90 % TPA yang ada di Indonesia masih menerapkan sistem open
dumbing. Sistem open dumping sendiri merupakan sistem penimbunan sampah dengan
cara mengeruk tanah dan menimbun sampah di lokasi tersebut. Sistem open dumping
sendiri memiliki permasalahan dalam hal air lindi khususnya pada sistem open dumping
yang tidak memiliki pelapis dasar sehingga berpotensi menyebabkan air lindi merembes
kedasar tumpukan sampah dan mencemari tanah. Menurut Said dan Hartaja (2015), air
lindi sendiri mengandung banyak sekali polutan didalamnya baik yang tersuspensi
kandungan TSS yang tinggi maupun yang terlarut seperti amonia, nitrat, sulfida, nitrit dan
lain – lain. Selain itu, air lindi juga tinggi akan kandungan pencemar logam berat seperti
timbal, kadmium, besi, kromium dan lain – lain tergantung juga dengan berbagai jenis
sampah yang tertumpuk disana. Air lindi sendiri memiliki karakteristik yang khas yaitu
kandungan organik, asam garam yang terlarut, mikrooganisme serta logam yang tinggi.
Air lindi sendiri khusunya kandungan logam yang sering dihasilkan dari TPA perlu diolah
agar tidak mencemari tanah maupun air di sekitar contohnya dengan menggunakan
fitoremediasi dengan sistem constucted wetland (lahan basah buatan).
Menurut Wulandari et al. (2020), sistem lahan basah buatan merupakan proses
pengolahan limbah yang memiliki prinsip yang sama dengan proses pernjernihan air di
lahan basah ataupun rawa dimana tanaman, mikroba serta tanah berfungsi sebagai
pengolah air dengan melakukan penjernihan air secara mandiri. Tanaman yang
digunakan dalam constructed wetland biasanya merupakan tanaman yang memiliki
kemampuan degradasi limbah yang baik dalam kasus pengolahan logam pada air lindi
digunakan seperti tanaman hiperkumulator. Tanaman hiperkumulator merupakan
tanaman yang dapat dengan mudah menyerap logam yang cukup banyak serta dengan
waktu yang cukup cepat dibanding tanaman lain. Tumbuhan air yang dipakai pada
penelitian kali ini adalah tumbuhan air yaitu Lemna minor dengan memberikan perlakuan
pemberian nutrien AB Mix melalui variasi konsentrasi dan juga pemberian aerator.
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui seberapa besar efisiensi penyisihan
logam Cd pada lindi dengan menggunakan sistem constructed wetland menggunakan
tanaman Lemna minor dan Ceratophyllum demersum, membandingkan besar efisiensi
antara tanaman Lemna minor dan Ceratophyllum demersum dalam penyisihan logam
pada lindi serta menentukan waktu detensi yang efektif untuk menurunkan kadar logam
pada lindi dengan system Constructed Wetland. Selanjutnya, diharapkan pula dengan
hasil penelitian ini mampu memberikan rekomendasi terhadap TPA setempat dalam
penggunaan tanaman serta metode yang bisa menurunkan kandungan logam pada air
lindi khususnya logam Cd.

1.2 Perumusan Masalah

Dari hasil latar belakang tersebut rumusan masalahdari penelitian ini adalah :
1) Apakah fitoremediasi pada air lindi dengan menggunakan tanaman Lemna minor
dengan metode lahan basah buatan mampu menurunkan kadar dari pencemar
logam berat Cd dan Cr ?
2) Bagaimana pengaruh dari perlakuan pemberian nutrien dan juga aerator terdahap
kadar parameter logam Cd dan Cr pada air lindi dengan pengolahan fitoremediasi
menggunakan tanaman Lemna minor ?
3) Berapa besar perbedaan efisiensi yang diberikan dari penurunan kadar Cd dan Cr
dari perbedaan pemberian konsentrasi nutrient dan aerator dengan pengolahan
fitoremediasi menggunakan tanaman Lemna minor ?.

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut terdapat tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah :
1) Lemna minor mampu menurunkan kadar dari pencemar logam berat Cd dan Cr
pada air lindi
2) Mengetahui pengaruh dari perlakuan pemberian nutrien dan aerator terdahap kadar
parameter logam Cd dan Cr pada air lindi dengan pengolahan fitoremediasi
menggunakan tanaman Lemna minor
3) Mengetahui besar efisiensi dari penurunan kadar Cd dan Cr dari berbagai perlakuan
perbedaan konsentrasi nutrien serta aerator dengan pengolahan fitoremediasi
menggunakan tanaman Lemna minor.

1.4 Manfaat

1) Mengetahui apakah tanaman Lemna minor mampu menurunkan kadar dari


pencemar logam berat Cr dan Cd pada air lindi TPA Supiturang
2) Mampu memberikan rekomendasi atau saran solutif jenis tanaman yang cocok
untuk pengolahan serta penurunan kadar logam Cd dan Cr pada air lindi di TPA
Supiturang
3) Membantu memberikan metode pengolahan air lindi TPA Supiturang dalam
mengolah air lindi menggunakan fitoremediasi sistem lahan basah buatan
4) Mampu memberikan saran solutif untuk meningkatkan kinerja fitoremediasi untuk
menurunkan logam.

1.5 Batasan Masalah

1) Jenis logam berat yang akan dianalisa oleh penulis adalah cadmium (Cd) dan
chromium (Cr)
2) Tanaman untuk fitoremediasi yang digunakan oleh peneliti adalah Lemna minor
3) Jenis metode lahan basah buatan yang dipakai oleh peneliti adalah constructed
wetland dengan jenis floating aquatic plant system
4) Limbah yang digunakan oleh peneliti adalah air lindi dari TPA Supiturang.
5) Perlakuan konsetrasi nutrient AB mix yang diberikan adalah 10 ml, 20 ml dan 30 ml.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitoremediasi

Menurut Rondonowu (2014), fitoremediasi berasal dari bahasa Yunani Kuno phyto
yaitu nabati/tanaman, dan bahasa Latin yaitu remedium (memulihkan keseimbangan atau
perbaikan), menggambarkan pengobatan masalah lingkungan (bioremediasi) melalui
penggunaan tanaman yang mengurangi masalah lingkungan tanpa perlu menggali bahan
kontaminan dan membuangnya di tempat lain. Fitoremediasi adalah penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi.
Fitoremediasi merupakan sistem dimana tanaman tertentu bekerja sama dengan
mikroorganisme dalam media yang dapat mengubah zat berbahaya menjadi kurang atau
tidak berbahaya bagi lingkungan. Menurut Saad et al (2009), penyerapan kadar logam
oleh tanaman dilakukan dengan melalui beberapa proses tahapan yaitu sebagai berikut :
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan
dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga
hyperacumulation.
b. Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat
kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar.
c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang
tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat
(stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d. Rhyzodegradation disebut juga enhenced rhyzosphere biodegradation atau plented-
assisted bioremediation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh
aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan.
e. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan
untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks
menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih
sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini
dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan
bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan
mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.
Menurut Ratnawati dan Fatmasari (2018), fitoremediasi adalah suatu proses atau
teknologi yang digunakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang tercemar dengan
menggunakan tanaman. Tanaman yang digunakan pada proses fitoremediasi umumnya
merupakan tanaman yang mampu menyerap logam dengan baik dalam jumlah banyak
dan dalam waktu yang singkat. Fitoremediasi sendiri lebih sering digunakan dalam proses
remediasi dikarenakan memiliki harga yang lebih murah dan juga penerapannnya lebih
mudah dibandingkan dengan pengolahan limbah lainnya. Menurut Sari et al (2016),
fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, menstabilkan atau
menghancurkan kontaminan baik organik maupun anorganik dalam tanah, sedimen dan
air. Dalam hal untuk menstabilkan kontaminan leachate tanaman yang digunakan adalah
tanaman air. Tanaman air yang umumnya digunakan dalam proses fitoremediasi sendiri
merupakan tanaman hypercumulator yang memiliki kemampuan menyerap logam yang
baik dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif cepat jika dibandingkan dengan
tanaman lainnya.
Menurut Muliadi et al. (2013), Fitoremediasi merupakan teknologi alternatif yang
dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan yang tercemar logam berat dengan
memanfaatkan kemampuan tanaman untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat.
Fitoremediasi merupakan salah satu metode remediasi dengan mengandalkan pada
peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan
mengimobilisasi bahan pencemar logam berat. Tanaman mempunyai kemampuan
mengakumulasi logam berat yang bersifat essensial untuk pertumbuhan. Beberapa
tanaman telah menunjukkan pola respon terhadap kehadiran konsentrasi logam yang
tinggi dalam tanah. Kebanyakan tanaman sensitif terhadap Konsentrasi logam yang tinggi
dan sebagian lain mengalami resistensi, toleransi, dan akumulasi dalam jaringan akar
hingga ke seluruh bagian tanman seperti tunas , bunga , batang , dan daun. Menurut Paz
– Alberto et al. (2013), fitoremediasi adalah suatu proses metode untuk menyelesaikan
permasalahan lingkungan dengan menggunakan tanaman untuk menetralisir lingkungan
yang tercemar pada tanah atau air dengan degradasi polutan menggunakan tanaman.
Metode fitoremediasi umumnya sering digunakan karena biaya yang digunakan lebih
murah dan juga metode ini lebih aman secara regulasi.

2.2 Nutrient AB Mix

Menurut Hidayanti dan Kartika (2019), AB mix merupakan larutan hara yang terdiri
dari stok A yang berisi unsur hara makro dan stok B berisi unsur hara mikro. Menurut
Zurza dan Venesia (2020), nutrisi ab mix adalah nutrisi yang digunakan dengan dibagi
menjadi dua stok, yaitu stok a dan stok b. Stok a berisi senyawa yang mengandung
kalsium (Ca), sedangkan stok b berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat.
Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan karena
kalsium (Ca) jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium
sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan. Nutrisi ab mix mengandung unsur
hara yang sangat diperlukan oleh tanaman, diantaranya makro dan mikro. Unsur Makro,
yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, dan mikro, yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co.
Menurut Manullang et al. (2019), Nutrisi AB mix adalah Nutrisi yang diformulasikan
untuk budi daya pertanian hidroponik terutama sayuran daun. Nutrisi ini mengandung
unsur makro dan unsur mikro yang penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada
pertumbuhan tanaman hidroponik. Setiap 1 liter konsentrat menghasilkan 125 - 200 liter
air siap siram dengan ketentuan: EC 2.2 = A 50ml + B 50 ml + 10 Liter air. EC 2.5 = A
60ml + B 60ml + 10 Liter air. EC 2.9 = A 70ml + B 70ml + 10 Liter air. EC 3.2 = A 80ml + B
80ml + 10 Liter air. Semakin besar EC semakin baik pertumbuhan sayurannya. Menurut
Nafiat dan Titah (2021), Nutrisi AB Mix yang mengandung pekatan A dan pekatan B
kemudian diencerkan dengan perbandingan 1:1000. Penambahan Nutrisi AB Mix dapat
memengaruhi tinggi tumbuhan, jumlah daun, dan berat basah tumbuhan.

2.3 Air Lindi

Menurut Sari dan Afdal (2017), lindi (leachate) adalah cairan yang merembes
melalui tumpukan sampah dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama
hasil proses dekomposisi materi sampah. Lindi dapat meresap ke dalam tanah yang
menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah secara langsung karena dalam lindi
terdapat berbagai senyawa kimia organik dan anorganik serta sejumlah pathogen.
Biasanya lindi banyak dihasilkan di tempat dengan tumpukan sampah dalam volume yang
sangat besar seperti di TPA. Menurut Andika et al. (2017), Lindi sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu
ditangani dengan baik. Lindi akan terjadi apabila ada air eksternal yang berinfiltrasi ke
dalam timbunan sampah, misalnya dari air permukaan, air hujan, air tanah atau sumber
lain. Cairan tersebut kemudian mengisi rongga-rongga pada samapah, dan bila
kapasitasnya telah melampui kapasitas tekanan air dari sampah, maka cairan tersebut
akan keluar dan mengekstraksi bahan organik dan anorganik hasil proses fisika, kimia
dan biologis yang terjadi pada sampah.
Menurut Laili (2021), air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa
organik dan anorganik yang tinggi. Selayaknya benda cair, air lindi akan mengalir ke
tempat yang lebih rendah. Air lindi ini dapat merembes masuk ke dalam tanah dan
bercampur dengan air tanah sampai pada jarak 200 meter, ataupun mengalir di
permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Secara langsung air tanah atau
air sungai tersebut akan tercemar. Air lindi juga dapat mencemari sumber air minum pada
jarak 100 dari sumber pencemaran. Menurut Kurniawan (2011), Air lindi adalah cairan
sampah hasil campuran bahan terlarut maupun tersuspensi dengan kandungan polutan
tinggi yang terkandung di dalam sampah. Lindi merupakan cairan yang terbentuk dari
senyawa – senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk kedalam
timbunan sampah yang berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah, atau sumber
lainnya yang terdapat di sekitar TPA.
Menurut Said dan Hartaja (2015), kebanyakan TPA, air lindi terbentukoleh
rembesankadar air dalam sampah maupun olehsumber-sumber dari luar seperti pengaruh
drainase,air hujan dan lain sebagainya yang melalui tumpukansampah. Air lindi
mengandung polutan padatan tersuspensi dan terlarut, zat-zat kimia baik organikmaupun
anorganik yang terkandung dalam sampahyang konsentrasinya cukup tinggi seperti
amonia, nitrat, nitrit, sulfida, logam berat, nitrogen dan lain sebagainya. Menurut Ishak et
al. (2016), ancaman terbesar dari pencemaran air lindi adalah kandung polutan logam
didalamnya dengan komposisi yang beragam serta konsentrasi yang tinggi. Air lindi besar
kemungkinan akan mencemari tanah, air tanah dan juga tanaman sekitar dan berpotensi
besar meracuni manusia melalui konsumsi air tanah yang tercemar serta tanaman yang
sudah tercemar air lindi.

2.3.1 Karakteristik Air Lindi


Menurut Sabahi et al. (2009), karakteristik air lindi umumnya sangat tergantung
pada jenis sampah, mikroorganisme maupun lamanya air tertinggal di tumpukan sampah.
Air lindi sendiri berasal dari atmosfer seperti hujan yang jatuh ke tumpukan sampah dan
berinteraksi dengan bakteri sekitar maupun zat organik atau anorganik. Biasanya
karakteristik pada air lindi bergangtung pada jenis sampah, metode penguburan sampah,
serta kondi geologi dan klimatologi sekitar. Menurut Naveen et al. (2014), polutas pada air
lindi sendiri memiliki beberapa jenis karakteristik seperti materi organik terlarut, komponen
anorganik makro, logam berat. Polutan – polutan tersebut biasanya akan merembes ke
dalam tanah dan akan mencemari kualitas tanah dan air tanah di dalamnya.
Menurut Ali (2011), Karakter air lindi atau sangat bervariasi tergantung dari proses-
proses yang terjadi di dalam landfill, yang meliputi proses fisik, kimia dan biologis.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses yang terjadi di landfill antara lain :
jenis sampah, lokasi landfill, hidrogeologi dan sistem pengoperasian, faktor tersebut
sangat bervariasi pada suatu tempat pembuangan yang satu dengan yang lainnya, begitu
pula aktivitas biologis serta proses yang terjadi pada timbunan sampah baik secara aerob
maupun anaerob. Dengan adanya hal tersebut maka akan mempengaruhi pula produk
yang dihasilkan akibat proses dekomposisi seperti kualitas dan kuantitas air lindi serta
gas, sebagai contoh bila suatu TPS banyak menimbun sampah jenis organik maka
karakter air lindi yang dihasilkan akan mengandung zat organik tinggi, yang disertai bau.

Tabel 2.1. Karakteristik Air Lindi


Parameter Satuan Range
COD Mg/liter 150 - 100000
BOD5 Mg/liter 100 – 90000
pH - 5,3 – 8,5
Alkalinitas (mg CaCO3/liter) 300 – 11500
Hardness (mg CaCO3/liter) 500 – 8900
NH4 Mg/liter 1 – 1500
N-Organik Mg/liter 1 – 2000
N-Total Mg/liter 50 – 5000
NO3 (Nitrit) Mg/liter 0,1 – 50
NO2 (Nitrat) Mg/liter 0 – 25
P-Total Mg/liter 0,1 – 30
PO4 Mg/liter 0,3 – 25
Ca Mg/liter 10 – 2500
Mg Mg/liter 50 – 1150
Na Mg/liter 50 – 4000
K Mg/liter 10 – 2500
SO4 Mg/liter 10 – 1200
Cl Mg/liter 30 – 4000
Fe Mg/liter 0,4 – 2200
Zn Mg/liter 0,05 – 170
Mn Mg/liter 0,4 – 50
CN Mg/liter 0,04 – 90
Aoxa Mg/liter 320 – 3500
Phenol Mg/liter 0,04 – 44
As Mg/liter 5 – 1600
Cd Mg/liter 0,5 – 140
Co Mg/liter 4 – 950
Ni Mg/liter 20 -2050
Pb Mg/liter 8 – 1020
Cr Mg/liter 300 – 1600
Cu Mg/liter 4 – 1400
Hg Mg/liter 0,2 - 50
Sumber : Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya (2015)
Menurut KEMEN LHK (2016), air lindi yang dihasilkan oleh kegiatan pemrosesan
akhir sampah perlu diolah sebelum dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dengan
baku mutu air lindi yang diterapkan. Baku mutu air lindi bagi usaha dan/atau kegiatan
tempat pemrosesan akhir sampah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomer 59 Tahun 2016. Dalam peraturan tersebut diatur
berbagai baku mutu air lindi yang meliputi pH, BOD, COD, TSS N total, Merkuri, dan
Kadmium dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.2. Baku Mutu Air Lindi


Kadar Paling Tinggi
Parameter
Nilai Satuan
pH 6–9 -
BOD 150 Mg/L
COD 300 Mg/L
TSS 100 Mg/L
N Total 60 Mg/L
Merkuri 0,005 Mg/L
Kadmium 0,1 Mg/L
Sumber : Kemeterian Lingkungan Hidup (2016)

2.4 Logam Chromium (Cr)


Menurut Handayani (2015), kromium merupakan salah satu logam berat yang
berfungsi sebagai pencemar, akibat kegiatan pewarnaan kain pada industri tekstil, industri
batik, industri penyamakan kulit dan industri lapis logam. Melalui rantai makanan kromium
yang terdeposit dalam bagian tubuh makhluk hidup yang ada pada satu ukuran tertentu
dapat menyebabkan racun. Terakumulasi kromium dalam jumlah yang besar di tubuh
manusia sangat mengganggu kesehatan, karena kromium memiliki dampak negatif
terhadap organ hati, ginjal serta bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup, selain itu
berdampak karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin
dan mutagen. Menurut Fauziah (2011), logam kromium (Cr) dalam tabel periodik
merupakan unsur dengan nomor atom 24 dan nomor massa 51,996. Atom tersebut
terletak pada periode 4, golongan IVB. Logam kromium berwarna putih, kristal keras dan
sangat tahan korosi, melebur pada suhu 1093 0C sehingga sering digunakan sebagai
lapisan, pelindung atau logam paduan.
Menurut Prastyo et al. (2016), logam Cr yang terlarut di dalam air sangat berbahaya
bagi kehidupan organisme di dalamnya. Hal ini karena logam berat bersifat bioakumulatif
yaitu logam berat berkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme
hidup, walaupun kadar logam berat pada perairan rendah tetapi dapat diabsorbsi oleh
tubuh organisme. Menurut Nuraini et al. (2017), logam berat kromium dalam suatu
perairan berasal dari alam dalam jumlah yang sangat kecil seperti proses pelapukan
batuan dan run-off dari daratan, namun logam berat kromium dapat meningkat dengan
jumlah yang besar akibat oleh kegiatan manusia seperti kegiatan industri, limbah rumah
tangga dan kegiatan lainnya memalui limbah yang masuk ke dalam perairan.
Menurut Lunk (2015), kromium adalah elemen umum yang ditemukan di alam dan
umunya berasal dari aktivitas geologis alami atau unsur anthropogenik. Tanah serpentine
dianggap sebagai yang paling sumber Cr alami yang penting dan di tanah non-serpentin,
konsentrasi Cr yang tinggi adalah terutama dikaitkan dengan kegiatan antropogenik,
seperti elektroplating, baja dan mobil manufaktur, penyamakan kulit dan pengawetan
kayu. Bilangan oksidasi dari Cr berkisar dari Cr(II) divalen hingga Cr(VI) heksavalen,
tetapi bentuk umum di tanah adalah Cr(VI) dan Cr(III) trivalent.

2.5 Logam Kadmium (Cd)


Menurut Sharma et al. (2015), kadmium (Cd) merupakan logam yang berwarna
silver putih dengan tekstur halus dan elastis. Kadmium merupakan logam dengan nomor
atom 48 dan berada pada posisi ke 12 pada d blok dan pada periode ke 5 dengan
elektronik konfigurasi yaitu [Kr] 4d10 5s2. Logam kadmium sendiri ditemukan oleh ahli
kimia Jerman bernama F.Strohmeyer pada tahun 1817. Menurut Genchi et al. (2020),
kadmium (Cd) adalah logam transisi non-esensial beracun yang menimbulkan risiko
kesehatan bagi makhluk hidup seperti manusia dan hewan. Hal ini secara alami terjadi di
lingkungan dengan polutan yang berasal dari sumber pertanian dan industri. Paparan
kadmium terutama terjadi melalui konsumsi makanan dan air yang terkontaminasi dan,
pada tingkat yang signifikan melalui inhalasi ataupun kegiatan merokok. Kadmium
terakumulasi dalam tumbuhan dan hewan dengan waktu paruh yang panjang sekitar 25-
30 tahun.
Menurut Rumahlatu et al. (2012), Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang
paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki
efek toksik yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah. Kadmium diketahui
memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup dan umumnya
terakumulasi di dalam hepar dan ginjal. Pada manusia, kadmium dapat bersifat
karsinogenik, merusak kelenjar endokrin, sistem kardiovaskular dan juga terdapat pada
sistem saraf yang memicu kerusakan neurologis dan berasosiasi dengan kanker paru-
paru, prostat, pankreas dan ginjal. Hal ini menunjukan bahwa logam berat kadmium
memberikan efek terhadap proses genomic dan postgenomic pada liver, ginjal, paru-paru,
dan otak. Sifat karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan
sebagai peringkat pertama (Class 1) agen mutagenik bagi organism hidup. Menurut
Sofiana et al. (2019), Kadmium merupakan salah satu logam berat yang berada dalam
sistem tabel periodik kimia dengan nomor atom 48 dan masa atom 112,41. Kadmium
berbentuk logam putih perak dan biasanya di alam berikatan dengan ion lain. Logam ini
dikenal bersifat toksik pada lingkungan maupun Kesehatan. Sumber kontaminasi paparan
kadmium antara lain bahan bakar minyak, produksi besi dan baja,inerserasi,rokok, dan
pupuk.
Menurut Julhidah (2017), kadmium merupakan logam yang bersumber dari aktivitas
alamiah dan antropogenik.Secara alamiah Cd didapat dari letusan gunung berapi, jatuhan
atmosferik, pelapukan bebatuan, dan jasad organik yang membusuk. Logam C djuga
didapat dari kegiatan manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan
minyak, pertambangan, pengolahan logam, pembakaran bahan bakar, dan pembuatan
serta penggunaan pupuk fosfat. Menurut Noviansyah el al. (2021), logam kadmium
umumnya berasal dari industri yang berkutat di logam maupun tekstil seperti cat. Selain
itu, logam Cd juga digunakan dalam penstabil panas pada plastik sehingga pada saat
pembakaran sampah plastik, logam Cd terlepas ke udara dan dapat memasuki badan
perairan melalui presipitasi.

2.6 Tanaman Penyerap Logam Berat (Hyperaccumulator)


Menurut Hidayati (2013), tanaman hiperakumulator merupakan tanaman yang
mampu menyerap atau mengakumulasi logam dengan konsentrasi yang jauh lebih
banyak sebesar 100 kali lebih dari tanaman normal. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan serangkaian proses fisiologis dan juga biokimia serta ekspresi gen – gen yang
mengendalikan penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap logam.
Karakteristik dari tanaman hiperakumulator adalah tahan terhadap logam dalam
konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, tingkat laju penyerapan logam dari
tanah yang lebih tinggi dibanding tanaman lain, memiliki kemampuan mentranslokasi dan
mengakumulasi logam dari akar ke tajuk dengan laju yang tinggi. Menurut Darmawan
(2015), Hiperakumulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat sekitar 1%
dari berat keringnya. Selain itu, satu jenis tumbuhan dapat dikategorikan sebagai
tanaman hiperakumulator ketika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bersifat toleran terhadap kandungan logam yang tinggi sehingga pertumbuhan akar
dan pucuk tidak mengalami hambatan. Tingkat toleransi ini diduga berasal dari
kemampuan tanaman untuk menyimpan logam dalam vakuola sel. Tanaman yang
toleran tidak akan terganggu pertumbuhannya meskipun tingkat toksisitas pada
lingkungannya tinggi.
b. Mampu menyerap logam berat yang terdapat dalam media tumbuh secara cepat
dan mentranslokasikannya dari akar ke bagian pucuk tanaman dengan cepat,
sehingga logam berat menjadi tidak toksik dalam tubuhnya dan dapat tetap tumbuh.
c. Mampu menghasilkan biomassa yang tinggi dalam waktu yang cepat, dan mudah
dibudidayakan serta mudah dipanen.
Menurut Peer et al. (2005), tanaman hiperakumulator sendiri merupakan jenis
tanaman yang dapat hidup di lingkungan dengan keberadaan elemen beracun seperti di
tanah maupun di air. Tanaman hiperakumulator sendiri selain sering digunakan sebagai
indikator adanya pencemar logam di lingkungan juga sering diguakan sebagai media
remediasi lingkungan. Menurut Widyasari (2021), teknik fitoremediasi pada tanaman
Hiperkumulator secara umum dapat dikelompokkan dalam lima jenis, yaitu fitoekstraksi,
fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi. Melalui proses tersebut tanaman
mampu mendegradasi zat polutan pencemar seperti logam pada tanah maupun air
dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Fitoekstraksi yaitu proses tanaman menyerap zat kontaminan sehingga
berakumulasi di sekitar akar tumbuhan
b. Fitovolatilisasi yaitu proses menyerap dan mentranspirasikan zat kontaminan oleh
tanaman dalam bentuk larutan terurai sebagai zat yang tidak berbahaya lagi untuk
selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200
sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang
c. Fitodegradasi yaitu proses tanaman dalam menguraikan zat kontaminan menjadi
zat yang tidak berbahaya. Proses ini berlangsung pada daun, batang, akar atau di
luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tanaman itu sendiri.
Beberapa jenis tanaman mengeluarkan enzim berupa bahan kimia untuk
mempercepat proses degradasi
d. Fitostabilisasi yaitu proses menempelnya zat kontaminan pada akar yang tidak
mungkin terserap kedalam batang tanaman. Zat kontaminan hanya menempel erat
di bagian akar
e. Rhizofiltrasi yaitu proses adsorpsi atau penyerapan zat kontaminan yang terlarut
dalam air oleh akar tanaman dan terakumulasi didaerah akar tersebut.
Menurut Chamba – Eras et al. (2022), tanaman hiperakumulator dapat menyerap
logam berat hingga konsentrasi 100 kali lebih besar daripada tanaman biasa tanpa
menunjukkan adanya fototosik walaupun akan sedikt mengalami penurunan pertumbuhan
biomassa pada tanaman. Menurut Irhamni et al. penyerapan dan akumulasi logam berat
oleh tumbuhan sangat bergantung pada Faktor utama konsentrasi nutrien dalam larutan
tanah dan transpor ke akar tanaman adalah pH tanah, unsur-unsur pembentukan khelat
dan kecepatan penguapan. Akumulasi logam oleh tumbuhan bergantung pada banyak
faktor yaitu :
a. Sifat alamiah tumbuhan, seperti: spesies, kecepatan tumbuh, ukuran dan
kedalaman akar, kecepatan penguapan, serta kebutuhan nutrien untuk metabolisme
b. Faktor tanah, seperti: pH, kandungan dan sifat alamiah zat organik, status nutrien,
jumlah ion-ion logam dan anion-anion tertentu seperti fosfat, sulfat, kadar mineral
lempung, dan tipe tanah
c. Variabel-variabel lingkungan dan pengelolaan yaitu temperatur, kelembaban, sinar
matahari, curah hujan, pemupukan dan lain-lain.
Gambar 2.1 Mekanisme Fitoremediasi
Sumber : Sukono et al (2020)

2.6.1 Lemna minor


Menurut Langkap (2019), tanaman Lemna minor merupakan tanaman air makrofita
yang hidup dengan cara mengapung di atas air pada perairan dengan air yang diam atau
bergerak pelan seperti pada sungai, rawa, danau ataupun parit. Tumbuhan Lemna minor
berkembang biak dengan cara vegetatif melalui pembentukan tunas dari bagian ponggir
tumbuhan induknya. Tanaman Lemna minor hidup secara berkoloni dan terus
berkembang biak hingga area sekitar badan air tersebut dipenuhi oleh koloni tersebut
oleh karena itu, tanaman ini sering disebut sebagai gulma. Menurut Umarudin et al.
(2015), Lemna minor memiliki kemampuan yang baik untuk fitoremediasi air karena
mampu menyerap NH4 dan NO3 melalui bagian akar dan daunnya.
Menurut Prihantoro et al. (2015), Lemna minor adalah tanaman air yang tumbuh
mengapung bebas dengan tingkat penyebaran yang sangat luas dan potensial sebagai
sumber hijauan pakan bagi ternak yang berkualitas tinggi. Lemna minor lebih dikenal
sebagai gulma di perairan yang cenderung sulit untuk dikendalikan dan meskipun
demikian tanaman ini memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Kandungan protein kasar
dari Lemna minor cukup tinggi. Kandungan protein kasar dari Lemna minor adalah 37,6%
dan serat yang relatif rendah yakni 9,3%.
Menurut Tanuwiria dan Christi (2017), Lemna minor merupakan salah satu tanaman
air yang banyak tumbuh di lahan genangan seperti kolam, rawa, waduk atau danau.
Tanaman tersebut merupakan tanaman gulma air yang sulit dikendalikan karena
pertumbuhan dan perkembangannya cukup cepat. Perkembangbiaknya secara vegetatif
atau tunas dengan bentuk tanaman relatif kecil dengan daun berbentuk oval dan
perakaran menggantung. Sistem perakaran yang menggantung sangat memungkinkan
berkemampuan menyerap zat organik dan anorganik yang ada di perairan. Tanaman ini
memiliki kemampuan fitoremediasi yang efektif memfiksasi nitrogen perairan. Selain itu,
tanaman L minor efektif dalam menyerap logam atau mineral di perairan, sehingga
berpotensi menimbun mineral seperti kalsium dan phosphor dalam biomasanya.

Gambar 2.3 Lemna minor


Sumber : Langkap (2019)

2.7 Sistem Lahan Basah Buatan


Menurut Devianasari dan Laksmono (2016), Sistem Lahan Basah Buatan
(Constructed Wetlands) merupakan proses pengolahan limbah yang meniru atau aplikasi
dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah atau rawa (Wetlands), dimana
tumbuhan air (Hydrophita) yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting
dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification). Sistem
lahan basah buatan sendiri dibagi menjadi dua yaitu sistem aliran permukaan dan sistem
aliran bawah permukaan. Menurut DuPoldt et al. (2012), ada beberapa jenis lahan buatan
yaitu diantaranya surface flow wetlands, subsurface flow wetlands, hybrid systems dan
ada juga beberapa sistem lahan basah yang digabungkan dengan sistem konvensional.
Surface flow wetlands sendiri merupakan metode dimana permukaan air ada diatas
permukaan tanah sedangkan subsurface flow wetlands merupakan metode dimana aliran
dan permukaan air berada di bawah permukaan tanah dan mengalir melalui pori pori
tanah atau media tanam dari tumbuhan serta akar tanaman berada di dasar penampang.
Menurut Evasari (2012), lahan basah buatan merupakan sistem pengolahan air
limbah buatan yang terdiri atas kolam dangkal atau saluran – saluran yang telah ditanami
dengan tanaman air dan sangat bergantung pada proses mikrobiologi natural, biologi,
kimia, dan fisik dalam mengolah air limbah. Lahan basah buatan merupakan sistem yang
digunakan untuk mengolah limbah pemukiman, perkotaan, industri dan pertanian. Sistem
ini merupakan sistem pengolahan yang terkontrol dan telah didesai menggunakan proses
alami yang melibatkan banyak faktor seperti vegetasi, media, dan mikroorganisme untuk
mengolah air limbah. Sistem lahan basah buatan memiliki banyak kelebihan sehingga
sering digunakan dalam pengolahan yaitu diantaranya pengolahan yang efektif dan
bangunan yang kokoh, hemat energi, biaya lebih murah dibandingkan sistem
konvensional, memberikan nilai estetika, komersial dan dapat berfungsi sebagai habitat
kehidupan liar dengan berkembangnya flora dan fauna yang dapat beradaptasi.
Menurut Dewi (2018), sistem lahan basah buatan yang dikembangkan saat ini yaitu
Free Water System (FWS) dan Sub-surface Flow System (SSF). Free Water System
(FWS) merupakan sistem dengan aliran di atas permukaan tanah. Sub-surface Flow
System (SSF) merupakan sistem dengan aliran di bawah permukaan tanah. Air limbah
yang melewati lahan basah buatan mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media
yang berpori. secara ekonomis, konsep FWS baik untuk diterapkan pada pemukiman
skala besar dan sistem industri. Namun secara konsep SSF baik bila diterapkan pada
skala yang kecil seperti perumahan individual, komunal, taman, sekolah dan fasilitas
publik serta area komrsial. Karena pengaliran air di bawah permukaan batuan, larva dan
nyamuk tidak dapat berkembang biak. Kriteria umum untuk menentukan spesies
tumbuhan lahan basah yang cocok untuk pengolahan limbah belum ada, karena sistem
yang berbeda memiliki tujuan dan standar yang berbeda. Hal yang patut dipertimbangkan
dalam pemilihan tanaman adalah toleran terhadap limbah, mampu mengolah limbah, dan
pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap
limbah maka perlu diketahui konsentrasi nutrisi dalam limbah. Tumbuhan timbul dan
tumbuhan mengapung lebih banyak dipilih untuk digunakan dalam studi lahan basah
buatan skala laboratorium.
Gambar 2.4 Jenis Lahan Basah Buatan
Sumber : DuPoldt et al (2012)

2.8 Spektrofotometri Serapan Atom

Menurut Manuhutu (2009), spektrofotometri serapan atom merupakan alat yang


dapat menganalisis logam dalam konsentrasi yang rendah, metode serapan yang sangat
spesifik yang mengukur logam dalam panjang gelombang tertentu sehingga hasil
outputnya akurat tanpa ada serapa dari logam lain. Spektrofotometri serapan atom
digunakan untuk analisis kuantitatif unsur – unsur logam dalam jumlah kelumit (trace) dan
sangat kelumit (ultratrace). Alat ini mampu memberikan kadar total unsur ligam dalam
suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut
dengan tingkat akurasi yang tinggi. Menurut Solikha (2019), Metode SSA berprinsip pada
absorpsi cahaya oleh atom, yang berakibat suatu atom pada keadaan dasarnya,
dinaikkan ke tingkat energi eksitasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut atom-atom
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya,
dengan absorpsi energi maka akan diperoleh lebih banyak energi, kemudian suatu atom
pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ketingkat eksitasi. Logam akan
mengabsorbsi energi cahaya, cahaya yang diabsorpsi spesifik sekali untuk tiap unsur,
yaitu sesuai dengan energi emisi dari unsur tersebut. SSA tertiri dari beberapa komponen
– komponen seperti :
a. Sumber radiasi
Fungsi dari sumber sinar adalah memberikan radiasi sinar pada atom-atom
netral hingga terjadi absorpsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Sumber sinar
biasanya diperoleh dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp_HCl) yang
memberikan energi sinar yang khas untuk setiap atom. HCL dapat berupa unsur
tunggal atau kombinasi beberapa unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn)
b. Unit atomasi
Tujuan Atomisasi : untuk mendapatkan atom-atom netral Atomisasi
dapat dilakukan dengan nyala api (paling banyak digunakan) atau tanpa nyala api.
c. Sistem Optik
Fungsi sistem optik adalah memfokuskan sinar dari sumber sinar,
mengarahkannya kepada sampel dan kemudian meneruskannya ke monokromator
sampai ke detekor.
d. Monokromator
Fungsi dari monokromator adalah mengisolasi sinar yang diperlukan
(salah satu atau lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum)
yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan meniadakan λ yang lain
Peralatan yang digunakannya adalah cermin, lensa, filter, prisma atau kisi difraksi
Monokromator yang digunakan harus mampu memberikan resolusi yang terbaik,
umumnya mempunyai resolusi 0,2 nm.
e. Detektor
Fungsi dari detektor adalah menentukan intensitas radiasi foton dari
garis resonansi yang keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus
listrik. Biasanya menggunakan tabung pengganda foton (photo multiplier tube).
Syarat dari detektor adalah harus peka terhadap cahaya. Tenaga listrik yang
dihasilkan dari detektor diteruskan ke amplifier, kemudian ke sistem pembacaan,
dimana skala yang dibaca dapat dalam satuan % T atau absorbansi.
f. Amplifier
Berfungsi sebagai penguat sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor.
Menurut Djuhariningrum (2004), analisis unsur contoh batuan dengan metoda
Spektroskopi Serapan Atom (AAS) sangat dipengaruhi oleh unsur matriks. Unsur matriks
adalah unsur pengotor yang keberadaannya sangat mengganggu terhadap unsur yang
akan dianalisis, sebagai contoh unsur-unsur yang mempunyai sifat kimia dan fisika
hampir sarna (Li, Na, K, Rb, Cs), unsur yang dominan dengan konsentrasi tinggi (Fe, Cu),
unsur yang mudah terbentuk ion (logam alkali dan alkali tanah), sehingga dapat
berpengaruh terhadap hasil analisis. Keberadaan unsur matriks inilah 306 yang sering
mengakibatkan penyimpangan - penyimpangan dalam hasil analisis. Menurut Taufiq et al.
(2016), metode spektrofotometri serapan atom memiliki beberapa keunggulan antara lain
waktu destruksi lebih cepat, mengurangi polusi saat destruksi, mengurangi penguapan
analit, penggunaan asam lebih sedikit, dan mudah dilakukan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lab kualitas air dan pengolahan limbah (KAPL) Kedawung,
Ngijo, Kecamatan Karang Ploso. Pengambilan sampel air lindi dilakukan di TPA
Supiturang yang berada di wilayah Kelurahan Mulyorejo, Kecamtan Sukun, Kota Malang
yang berkoodinat di 7o58’57,975’’ LS dan 112o34’41,015’’ BT yang dapat pula dilihat pada
Gambar 3.1. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Jasa Tirta 1 Kecamatan
Lawokwaru, Kota Malang dan penelitian sendiri dilaksanakan pada bulan November 2022
– Januari 2023.

Gambar 3.1. Peta Lokasi TPA Supiturang


Sumber : Google maps

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini mencangkup alat dan bajan
yang digunakan baik selama persiapan penelitian fitoremediasi hingga saat penelitian
fitoremediasi berlangsung. Alat dan bahan yang digunakan dirancang seefisien mungkin
dengan tujuan untuk penghematan biaya serta waktu tetapi tidak mengurangi tujuan dari
hasil penelitian itu sendiri. Uraian alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dijabarkan sebagai berikut :
1) Alat Penelitian Fitoremediasi
a) Bak berukuran 5 liter sebagai reaktor proses
b) Penggaris untuk mengukur ketinggan genangan dan tanaman
c) Jirigen sebagai wadah sampel air lindi dari TPA
d) Gelas ukur sebagai alat mengukur volume limbah yang digunakan saat pengujian
e) Botol sampel sebagai wadah air lindi saat dilakukan pengujian kadar sesuai dengan
waktu pengamatan yaitu 3, 7 dan 11 hari
f) Sarung tangan sebagai APD dari logam berat
g) Aerator sebagai perlakuan
h) Termometer sebagai alat pengecek suhu air lindi
i) pH meter sebagai alat untuk mengukur pH air lindi
j) Alat tulis sebagai alat untuk mencatat hasil dari penelitian
k) Kamera sebagai alat dokumentasi

2) Bahan Penelitian Fitoremediasi

a) Tanaman Lemna minor sebagai tanaman remediasi logam


b) Limbah cair air lindi TPA Supiturang
c) Nutrient AB mix sebagai bahan perlakuan

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah menggunakan
metode penelitian eksperimental dan data dari hasil penelitian tersebut akan diolah dan
dianalisis secara deksriptif kualitatif. Eksperimen dilakukan dengan dua tahapan yaitu
dengan tahapan awal penelitian dan dilanjut dengan tahapan proses penelitian. Pada
tahapan awal penelitian akan dilakukan persiapan tanaman Lemna minor, pembuatan bak
reaktor serta proses aklimatisasi tanaman. Pada langkah proses penelitian dilanjutkan
dengan proses pemberian air limbah pada tanaman dengan volume 3 liter dari total bak 5
liter, pemberian perlakuan penelitian yaitu tanpa pemberian nutrien dan aerator,
pemberian nutrient dengan konsetrasi 10, 20 dan 30 ml dan juga perlakuan pemberian
nutrien serta aerator secara bersamaa, dilanjutkan dengan proses pengamatan dan
pencatatan hasil pengurangan kadar logam dari setiap sampel dengan waktu
pengamatan 3, 7 dan 11 hari. Hasil pengamatan data sendiri diperlohe dengan bantuan
alat spektrofotometer serapan atom (SSA) pada setiap waktu pengamatan fitoremediasi.

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian ini
menggunakan dua jenis perlakuan yaitu perlakuan pemberian nutrien ab mix dan juga
perlakuan pemberian nutrien ditambah aerator dengan jenis tanaman yang sama. Pada
variasi yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi dari nutrien yang digunakan dan
juga dengan variasi waktu pengamatan. Pada setiap perlakuan akan dilakuan 3 kali
pengulangan dengan penjabaran sebagai berikut :

a) Pada penelitian ini digunakan dua jenis perlakuan yang meliputi :


P1 : Fitoremediasi menggunakan penambahan nutrien saja
P2 : Fitoremediasi menggunakan penambahan nutrien dan juga aerator

b) Pada penelitian ini digunakan variasi konsentrasi nutrien dan juga waktu
pengamatan dengan variasi meliputi :
C1 : Konsentrasi nutrien 10 ml
C2 : Konsentrasi nutrien 20 ml
D1 : Waktu pengamatan 3 hari
D2 : Waktu pengamatan 7 hari
D3 : Waktu pengamatan 11 hari

c) Pada penelitian ini digunakan model rancangan acak lengkap dengan rincian
tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3.1 Model Rancangan
Ulangan
Ulangan Jumlah Rata - rata
Perlakuan 1 2 3
P1C1D1
P1C1D2
P1C1D3
P1C2D1
P1C2D2
P1C2D3
P2C1D1
P2C1D2
P2C1D3
P2C2D1
P2C2D2
P2C2D3
Total

Selanjutnya, setelah dilakukan perancangan model rancangan percobaan barulah


dilakukan analisi kergaman (varian) dengan tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh
perbedaan pemberian konsentrasi 10 ml dan 20 ml, adanya pengaruh perbedaan antara
pemberian nutrien dengan nutrien ditambah aerator dan juga mengetahui adanya
pengaruh waktu lama pengamatan dari hari 3, 7 dan 11 terhadap penurunan kadar logam
Cd dan Cr pada air lindi. Analisi data didapatkan dengan menggunakan nilai F hitung > F
tabel dengan keterangan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang signifikan
sedangan jika F hitung < F tabel berarti perlakuan tidak memberikan perbedaan yang
signifikan. Taraf kerpercayaan untuk pengujian yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan taraf kepercayaan 5% dan juga 1% dengan uji lanjutan beda nyata kecil
(BNT) jika terdapat pengaruh signifikan pada perlakuan dan menggunakan software
SPSS untuk memudahkan pengolahan data.

3.5 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Pada pelaksanaan pelitian terdapat dua tahapan yaitu tahapan untuk persiapan
penelitian dan dilanjut dengan tahapan proses penelitian yang pada masing – masing
proses tersebut terdapat beberapa tahapan seperti pada tahapan persiapan penelitian
dilakukan pengujian awal kandungan logam Cd dan juga Cr pada air lindi yang
didapatkan di TPA Supiturang, selanjutnya dilanjutkan dengan proses persiapan tanaman
dan juga pembuatan bak reaktor dan dilanjut proses aklimatisasi tanaman terhadap
limbah cair air lindi TPA Supiturang.
Pada tahapan proses penelitian dilakukan pemberian perlakuan dengan pemberian
nutrien sebanyak 10 ml, 20 ml dan juga 30 ml yang dilanjutkan dengan pemberian
perlakuan sama yaitu pemberian nutrien ditambah dengan pemberian aerator. Barulah
dilakukan pengamatan dan analisis kandungan logam Cd dan juga Cr dengan
menggunakan alat AAS di Laboratorium. Waktu pengamatan yang dipakai pada penelitian
kali ini adalah di hari ke 3, 7 dan juga 11 dengan mengambil air sampel pada tiap
perlakuan sebesar 100 ml pada botol sampel. Sebelumnya, pada tahapan pendahuluan
juga perlu dilakukan pengukuran kandungan awal logam air lindi sebelum dilakukan
proses fitoremediasi dengan botol sampel 100 ml dengan menggunakan alat AAS.

3.5.1 Persiapan Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah menggunakan tanaman
(Lemna minor). Karakteristik fisik untuk tanaman yang digunakan adalah tanaman
merupakan tanaman yang sudah tumbuh sebelumnya dengan memiliki kriteria yaitu
tumbuhan masih segar dengan daun yang masih hijau dan tidak menguning , Lemna
minor memiliki daun sebanyak 2 – 3 serta tanaman rencananya akan didapatkan melalui
kawasan persawan yang ada di sekitar Kabuparen Malang, Jawa Timur.. Jumlah tanaman
Lemna minor yang digunakan dalam 1 bak menggunakan satuan berat dengan rencana
penggunaan yaitu 100 gram untuk menutupi luas permukaan air sebesar 314 cm 2 tabung
reaktor.

3.5.2 Pembuatan Bak Reaktor

Bak reaktor yang digunakan pada penelitian kali menggunakan bak dengan bahan
plastik dengan ukuran bak tersebut yaitu memeiliki tinggi 19 cm dan juga memiliki
diameter 20 cm dan memiliki ketebalan bak sebesar sekitar 1 cm dengan detail seperti
pada Gambar 3.2 dibawah. Pada penetuan ukuran bak tidak memiliki kriteria khusus
akan tetapi untuk genangan air minimal yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 cm
yaitu lebih dari setengan total tinggi bak reaktor itu sendiri. Tidak ada media tanam
khusus pada bak reaktor hanya air lindi yang sudah mengalami pengenceran dengan
ratio 50 : 50 dan tanaman Lemna minor langsung ditaruh diatas bak reaktor dengan
ketentuan banyaknya menggunakan satuan massa yaitu 100 gram / 1 bak reaktor.

Gambar 3.2 Bak Reaktor


3.5.3 Aklimatisasi Tumbuhan

Menurut Nurmalinda et al. (2018), aklimatisasi adalah suatu tahapan penyesuaian


diri tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan sekitar. Aklimatisasi dapat disebut
sebagai tahapan penyesuaian diri, sebelum pada akhirnya tanaman mampu hidup di
lapangan. Aklimatisasi dapat berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung
berapa banyak perubahan faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhinya,
aklimatisasi dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Pada
penelitian ini pertama tanaman akan dilakukan proses aklimatisasi dengan dibersihkan
menggunakan air kran yang digenangi dan dibiarkan selama 7 hari untuk membersihkan
kotoran pada tanaman dan juga untuk aklimatisasi. Setelah 7 hari barulah tanaman akan
dicek kembali apakah berubah menjadi warana kekuningan atau bahkan ada yang mati
dan jika tanaman masih dalam keadaan baik menandakan tanaman siap untuk digunakan
sebagai fitoremediasi.
3.5.4 Pemberian Air Lindi

Sampel air lindi sendiri didapatkan melalui TPA Supiturang yang diambil pada bak
penampuang air lindi pada kawasan tersebut menggunakan metode grab sampling dan
diambil dengan menggunak jirigen. Air lindi yang akan digunakan pada setiap bak reaktor
fitoremediasi akan mengalami pengenceran terlebih dahulu dengan ratio 50 % air lindi :
50% air aquades dari total 4 liter. Proses pengenceran dilakukan agar tanaman secara
optimum mampu memiliki ketahanan yang baik untuk beradaptasi pada lingkungan air
lindi yang tercemar logam berat. Selain itu, proses pengenceran menggunakan aquades
bertujuan agar masih terdapat kandungan H2O pada air lindi sehingga tanaman masih
dapat melakukan proses fotosistesis.
3.5.5 Pemberian Perlakuan (Nutrien dan Aerator)

Pada penelitian ini dilakukan pemberian perlakuan dengan perlakuan pemberian


nutrien dan juga nutrien ditambah aerator. Pemberian nutrien sendiri menggunakan
nutrien AB mix dan diberi perlakuan yaitu 10 ml dan juga 20 ml. Pemberian nutrien akan
dberikan pada tanaman di bak reaktor masing – masing pada hari 0 berupa AB mix cair
dengan jumlah 10 ml pada perlakuan 1 dan juga 20 ml pada perlakuan kedua untuk
melihat pengaruh perbedaan jumlah yang diberikan pada kemampuan tanaman dalam
melakukan penyerapan logam pada air lindi. Selain itu juga, terdapat pemberian aerator
pada 18 bak lain yang telah diberikan nutrien 10 ml dan 20 ml dengan spesifikasi aerator
yang disamaratakan. Pemberian nutrien ditambah aerator bertujuan untuk melihat
perbandingan peforma antara proses fitoremediasi logam pada tanaman dengan nutrien
saja dibandingkan dengan tanaman dengan nutrien ditambah aerator. Pemberian nutrien
AB mix bertujuan agar tanaman masih memiliki sumber nutrisi untuk mampu bertahan di
lingkungan tercemar dan juga aerator bertujuan agar menjaga kandungan DO pada air
limbah supaya tetap stabil.

3.5.6 Pengukuran Parameter (Cd, Cr, Suhu dan pH)

Pengukuran parameter selain dilakukan diawal untuk mengetahui kandungan awal


logam Cd, Cr, besar suhu dan juga besar pH, juga dilakukan pengukuran rutin pada
parameter tersebut pada waktu pengamatan yang sudah ditentukan yaitu 3 hari, 7 hari
dan juga 11 hari dengan masing masing 3 pengulangan. Sampel akan diambil masing –
masing 100 ml pada tiap bak dengan disimpan menggunakan cool box supaya
kandungan unsur kimia dan juga biologis sampel tidak rusak dan masih dapat untuk diuji
yang kemudian sampel tersebut akan diuji di jasa tirta untuk parameter logam Cd dan
juga logam Cr tetapi untuk parameter suhu dan pH akan diuji sendiri di laboratorium
KAPL. Parameter logam Cd dan juga logam Cr akan diuji menggunakan alat AAS (Atomic
Adsorption Spectrofotometri) dan untuk parameter suhu dan pH akan diuji menggunakan
pH meter dan juga termometer.

3.6 Metode Analisis

Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan dalam melakukan metode analisis
terhadap data yang sudah didapatkan. Metode analisis tersebut meliputi analisis sampel,
analisis data dan juga analisa efektivitas. Pada analisa sampel dilakukan dengan
mengukur kandungan logam Cd dan juga Cr pada setiap sampel yang akan diuji, pada
analisa data dilakukan setelah sampel didapatkan maka akan dilakukan analisa untuk
mengetahui adanya hubungan yang kuat antar perlakuan dan untuk analisa efektivitas
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efisiensi removal logam Cd dan Cr pada air
lindi dengan menggunakan tanaman Lemna minor.

3.6.1 Analisis Sampel

Analisa kadar Krom (Cr) dan juga Kadmium (Cd) pada air limbah dianalisa dengan
melalui proses sebagai berikut :
a) Analisa Kadar logam Cr dan juga Cd yang dilakukan pada sampel air lindi sebelum
dan sesudah penelitian dilakukan menggunakan metode spektrofotometri dengan
langkah – langkah sebagai berikut :
 Diambil sampel dari setiap bak reaktor dengan jumlah 100 ml dengan
menggunakan sampel pada setiap waktu pengamatan yaitu 3 hari, 7 hari dan
juga 11 hari dengan disimpan pada cool box.
 Melakukan pemberian tanda pada setiap botol sampel untuk bak reaktor
dengan perlakuan yang berbeda menggunakan label agar tidak tertukar
 Sampel diantarkan ke tempat pengujian dan dilakukan pengujian dengan
menggunakan alat AAS (Atomic Adsorption Spectrofotometri)

3.6.2 Analisa Data

Analisis data merupakan proses yang dilakukan setelah data didapatkan dengan
melakukan penyusunan data dengan tujuan agar data yang didapatkan diiolah dan
mampu memberikan makna serta hubungan antara pemberian perlakuan yang sudah
dilakukan pada penelitian. Pada penelitian ini ingin dilakukan analisa data untuk mencari
tau adanya hubungan antar pemberian nutrien saja dibandingan dengan pemberian
nutrien ditambah aerator disaat bersamaan, hubungan antara pemberian jumlah nutrien
yang berbeda yaitu 10 ml dan juga 20 ml serta hubungan antara lama waktu pengamatan
yang dilakukan yaitu 3, 7 dan juga 11 terhadap jumlah pengurangan logam pada air lindi.
Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa sidik ragam untuk menguraikan
total data menjadi komponen – komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman.
Uji nilai F dilakukan juga untuk mengukur apakah semua variabel independen dalam
penelitian ini memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan
menggunakan derajat (Alpha) 5% dan apabila nilai F hitung pada tabel Anova lebih besar
dari nilai F tabel (0,05) maka adanya perlakuan memberikan perbedaan yang nyata
terhadap hasil yang diberikan begitupun sebaliknya. Analisa dilakukan menggunakan
bantuan software SPSS dengan taraf kepercayaan sebesar 5% dan juga 1% dengan
dilakukan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) jika terdapat signifikan pada perlakuan.

3.6.3 Analisa Efektivitas

Analisa efektivitas dilakukan untuk mencari tau sebesar apa tujuan yang ingin
dicapai diawal penelitian yang sudah tercapai. Nilai efektivitas disini mengacu pada
besarnya penurunan logam Cd dan juga Cr dengan adanya fitoremediasi yang dilakukan
beserta berbagai jenis perlakuan yang diberikan. Penelitian ini dalam upaya mengetahui
sebesar apa kadar penurunan konsentrasi logam yang bisa dilakukan oleh tanaman
terdapat persamaan sebagai berikut :
A−B
Efektivitas = x 100%
A
Keterangan :
A = Konsentrasi awal logam (mg.L)
B = Konsentarsi akhir logam (Mg/L)
3.7 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Saleh C, Hendro P. 2014. Analisis Efektifitas Instalasi Pengolahan Limbah Lindi di TPA
Supit Urang Kota Malang. Jurnal Teknik Pengairan 5(1): 103-109.
Arief S. 2013. Pengelolaan Sampah Malang Raya Menuju Pengelolaan Sampah Terpadu
Yang Berbasis Partisipasi Masyarakat. Jurnal Humanity 8(2): 195 – 208.
Fitri LH, Emenda S. 2017. Kajian Pencemaran Air Tanah Dangkal Akibat Lindi di Sekitar
TPA Supit Urang Malang. Jurnal Teknik Lingkungan 23(1): 41 – 50.
Said NI, Dinda RKH. 2015. Pengolahan Air Lindi dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
dan Denitrifikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia 8(1): 1- 20.
Ratnawati R, Risna DF. 2018. FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM TIMBAL
(Pb) MENGGUNAKAN TANAMAN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata) DAN
JENGGER AYAM (Celosia plumosa). Jurnal Teknik Lingkungan 3(2): 62 – 69.
Sa’ad NS, Artanti R, Dewi T. 2009. Fitoremediasi untuk Rehabilitasi Lahan Pertanian
Tercemar Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu). Jurnal Tanah dan iklim 30(1): 59 – 66.
Rondonuwu SB. 2014. Fitoremediasi Limbah Merkuri Menggunakan Tanaman dan Sistem
Reaktor. Jurnal Ilmiah Sains 14(1): 52 – 59.
Sari E, Jumiati, Martala S. 2016. Kemampuan Adaptasi Tumbuhan Air Lokal Terhadap Air
Lindi (Leachate). Jurnal Pendidikan Biologi 3(1): 77 – 89.
Rumahtalu D, Corebima AD, Amin M, Rachman F. 2012. Kadmium dan Efeknya terhadap
Ekspresi Protein Metallothionein pada Deadema setosum (Echinoidea;
Echinodermata). Jurnal Penelitian Perikanan 1(1): 26 – 35.
Sofiana KD, Provisia MYW, Khotimah Husnul, Wibowo MA. 2019. Analisis Efek Paparan
Kadmium Konsentrasi Rendah pada Morfologi dan Viabilitas Sel HUVECs (Human
Umbilical Vein Endothelial Cells). Journal of Agromedicine and Medical Sciences
5(1): 50 – 55.
Sari RN. Afdal. 2017. Karakteristik Air Lindi (Leachate) di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Air Dingin Kota Padang. Jurnal Fisika Unand 6(1): 93 – 99.
Andika DP, Titik I, Swastika P. 2017. Pemanfaatan Air Lindi Tpa Jatibarang Sebagai
Media Alternatif Kultivasi Mikroalga Untuk Perolehan Lipid. Jurnal Teknik
Lingkungan 6(1): 1 – 15.
Laili F. 2021. Analisa Kualitas Air Lindi dan Potensi Penyebarannya ke Lingkungan
Sekitar TPA Gunung Tugel Kabupaten Banyumas. Skripsi. Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Baku Mutu Air Lindi. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik indonesia Nomer 59 Tahun 2016.
Hidayati N. 2013. Mekanisme Fisiologis Tumbuhan Hiperakumulator Logam Berat. Jurnal
Teknik Lingkungan 14(2): 75 – 82.
Darmawan TS. 2015. Pengaruh Kombinasi Tanaman Hiperakumulator Bermikoriza pada
Fase Pembibitan terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glycine Max) pada Kondisi Stress
Logam Berat Mangan (Mn). Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Munandar AA, Zaenal K, Sugeng P, Rony I. 2018. Fitoremediasi Air Tercemar Timbal (Pb)
dengan Lemna minor dan Ceratophyllum demersum Serta Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Lactuca sativa. Jurnal 5(2): 867 – 874.
Suryadi, Apriani I, Kadaria U. 2017. Uji Tanaman Coontail (Ceratophyllum demersum)
Sebagai Agen Fitoremediasi Limbah Cair Kopi. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan
Basah 5(1): 1 – 10.
Langkap K .2019. Pengaruh Kepadatan Lemna sp. Sebagai Agen Fitoremediasi dalam
Meningkatkan Kualitas Air (DO, TDS, pH dan Kekeruhan). Skripsi. Program Studi
Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Umarudin, Jumriah N, Ayu W, Munifatul I. 2015. Efektivitas Tanaman Lemna (Lemna
perpusilla Torr) Sebagai Agen Fitoremediasi Pada Keramba Jaring Apung (KJA)
Disekitar Tanjungmas Semarang. Jurnal Bioma 17(1): 1 – 8.
Solikha DF. 2019. Penentuan Kadar Tembaga (II) Pada Sampel Menggunakan
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Perkin Erlmer Analyst 100 Metode Kurva
Kalibrasi. Jurnal Ilmiah Indonesia 4(2): 1 – 11.
Manuhutu O. 2009. Penetapan Kadar Lidokain HCI dalam Sediaaan Injeksi Secara
Spektrofotometri Serapan Atom Tidak langsung. Skripsi. Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Paz – Alberto AM, Gilbert CS. 2013. Phytoremediation: A Green Technology to Remove
Environmental Pollutants. American Journal of Climate Change 2(13): 71 – 86.
Muliadi, Deasy L, Yanny, Sabir S. 2013. Fitoremediasi: Akumulasi dan Distribusi Logam
Berat Nikel, Cadmium dan Chromium dalam Tanaman Ipomea reptana. Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia. HKI Sumatera Barat, 7 Desember.
Julhidah. 2017. Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Pada Hati, Ginjal dan
Daging Ikan Kembung (Rastraliger Kanagurta) di Pantai Losari Makassar. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Nasional Alauddin, Makassar.
Noviansyah E, Djamar TFLB, Isradjad S. 2021. Kandungan Logam Kadmium (Cd) pada
Air Laut, Sedimen, dan Kerang Hijau di Perairan Tambak Lorok dan Perairan
Morosari. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) 26(1): 128 – 135.
Genchi G, Maria SS, Graziantonio L, Alessia C, Alessia C. 2020. The Effects of Cadmium
Toxicity. International Journal of Environment Research and Public Health 17(11): 1
– 24.
Sharma H, Neetu R, Blessy BM. 2015. The Characteristics, Toxicity and Effects Of
Cadmium. International Journal of Nanotechnology and Nanoscience 3(1): 1 – 9.
Ali M. 2011. Rembesan Air Lindi (Leachate) Dampak Pada Tanaman Pangan dan
Kesehatan. Cetakan 1. UPN Press, Surabaya.
Naveen BP, Sivapullaih PV, Sitharam TG. 2014. Characteristics Of A Municipal Solid
Waste Landfill Leachate. Proceedings of Indian Geotechnical Conference IGC.
Kakinada India, 18 – 20 Desember.
Sabahi EA, Rahim SA, Zuhairi WYW, Fadhl AN, Fares A. 2009. The Characteristics of
Leachate and Groundwater Pollution at Municipal Solid Waste Landfill of Ibb City,
Yemen. American Journal of Environmental Sciences 5 (3): 230 – 240.
Ishak AR, Sharifah M, Tey Ks, Fauziah SH. 2016. Leachate and Surface Water
Characterization and Heavy Metal Health Risk on Cockles in Kuala Selangor.
Procedia of Social and Behavioral Sciences. AMER International Conference on
Quality of Life Jakarta Indonesia, 25 – 27 April.
Kurniawan Y. 2011. Pengolahan Air Lindi (Leachate) TPA Benowo Dengan Proses Biologi
Menggunakan Sistem Step Aeration. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“
Jatim Surabaya.
Irhamni, Setiaty P, Edison P, Wirsal H. 2017. Kajian Akumulator Beberapa Tumbuhan Air
Dalam Menyerap Logam Berat Secara Fitoremediasi. Conference Paper.
Universitas Serambi Mekah.
Widyasari NL. 2021. Kajian Tanaman Hiperakumulator Pada Teknik
Remediasi Lahan Tercemar Logam Berat. Jurnal Ekosentris 1(1): 17 – 24.
Peer WA, Ivan RB, Elizabeth LR, John LF, Angus SM. 2005. Phytoremediation and
hyperaccumulator plants. Dalam Topics in Current Genetics. College Park,
University of Maryland, Virginia.
Chamba – Eras I, Daniel MG, Carolina K, Jorge R, Manuel JG. 2022. Native
Hyperaccumulator Plants with Differential Phytoremediation Potential in an Artisanal
Gold Mine of the Ecuadorian Amazon. Journal of Plants 1(1): 1 – 14.
Sukono GAB, Farhan RH, Evitasari, Dodi S. 2020. Phytoremediation Mechanisms: A
Review. Jurnal Pengendalian Pencemaran Lingkungan 2(2): 40 – 46.
Prihantoro I, Adisty R, Panca DMHK, Setiana MA. 2015. Potensi dan Karakteristik
Produksi Lemna minor Pada Berbagai Media Tanam. Jurnal Pastura 4(2): 70 – 77.
Tanuwiria UH, Raden FC. 2017. Pengaruh Lama dan Cara Pengeringan Tanaman Lemna
minor Terhadap Kandungan Abu, Kalsium, dan Phosphor. Prosiding Seminar
Teknologi dan Agribisnis Peternakan V: Teknologi dan Agribisnis Peternakan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan. Purwokerto, 18 November.
Lupitasari D, Melina M, Valentina AK. 2020. Pengaruh Cahaya dan Suhu Berdasarkan
Karakter Fotosintesis Ceratophyllum demersum sebagai Agen Fitoremediasi. Jurnal
Kartika Kimia 3(1): 33 – 38.
Hidayat MK, Munifatul I, Nintya S. 2018. Produksi dan Konsumsi Oksigen serta
Pertumbuhan Ceratophyllum demersum L. pada Kerapatan yang Berbeda dalam
Mendukung Potensinya sebagai Bioaerator. Jurnal Biologi 3(2): 1 - 9.
Devianasari A, Rudy L. 2016. Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Lahan Basah
Buatan Menggunakan Rumput Payung (Cyperus alterniofolius). Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 3(2): 125 – 134.
Evasari J. 2012. Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Lahan Basah Buatan
Menggunakan Rumput Payung (Cyperus alterniofolius). Skripsi. Fakultas Teknik,
Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Indonesia.
Dewi NR. 2018. Teknologi Pengolahan Lahan Basah Buatan Untuk Mengolah Grey Water
dari Rumah Tangga. Jurnal Teknik Lingkungan 2(3): 1 – 6.
DuPoldt C, Robert E, Lamonte G, Barry I, Jeffrey L, Timothy M, Glenn R,Melanie S, Fred
S, Charles T, Harold W. 2012. A Handbook of Constructed Wetlands. EPA,
Pennsylvania, USA.
Taufiq M, Akhmad S, Ani M. 2016. Pengembangan dan Validasi Metode Destruksi
Gelombang Mikro untuk Penentuan Logam Berat Kadmium dan Timbal dalam
Cokelat dengan Spektoskopi Serapan Atom (SSA). Journal of Chemistry 5(2): 31 –
37.
Djuhariningrum T. 2004. Kajian Teoritis Pengaruh Unsur Matriks Terhadap Hasil Analisis
dengan Metoda Spektroskopi Serapan Atom (AAS). Prosiding Seminar Geologi
Nuklir dan Sumberdaya Tambang. Jakarta, 22 September.
Sun J, Yating L, Jien Y, Chunhui L, Jiyan S. 2021. Chromium Distribution, Leachability
and Speciation in a Chrome Plating Site. Journal of Processes 10(2): 1 – 15.
Nuraini RAT, Hadi E, Ivan RM. 2017. Analisis Kandungan Logam Berat Kromium (Cr)
Pada Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Trimulyo Semarang.
Jurnal Kelautan Tropis 20(1): 48 – 55.
Prastyo D, Titin H, Iskandar. 2016. Bioakumulasi Logam Kromium (Cr) Pada Insang, Hati,
dan Daging Ikan Yang Tertangkap di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut.
Jurnal Perikanan Kelautan 7(2): 1 – 8.
Fauziah. (2011). Efektivitas Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) dan Kadmium (Cd) oleh
Scenedesmus dimorphus. Skripsi. Program Studi Bilogi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Handayani RI. 2015. Akumulasi Logam Berat Kromium (Cr) Pada Daging Ikan Nila Merah
(Oreochromis Sp) Dalam Karamba Jaring Apung (KJA) di Sungai Winongo
Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang.
Hidayati L, Trimin K. 2019. Pengaruh Nutrisi Ab Mix Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Secara Hidroponik. Jurnal Ilmiah Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam 16(2): 166 – 175.
Nurza IS, Diliviva V. 2020. Penggunaan Ab Mix dan Media Tanam terhadap Viabilitas
Tanaman Selada (Lactuca sativa L. var. New Grand Rapids) dalam Hydroponic
Wick System. Jurnal Sains 5(1): 14 – 19.
Manullang IF, Syafrizal H, Rita MCH. 2019. Pengaruh Nutrisi Mix dan Media Tanam
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa)
Secara Hidroponik dengan Sistem Wick. Agricultural Research Journal 15(1): 82 –
90.
Nafiat N, Harmin ST. 2021. Pengolahan Air Limbah dari Kegiatan Pemeliharaan dan
Pencucian Lokomotif dengan Menggunakan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes),
Jurnal Teknik ITS 10(2): 82 – 87.
Nurmalinda, Ahmad TY, Agus P. 2018. Aklimatisasi Tanaman Lemna Minor dan Azolla
Microphylla Terhadap Lindi TPA Piyungan Pada Tahap Awal Fitoremediasi.
Prosiding Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 24 Juli.

Anda mungkin juga menyukai