Anda di halaman 1dari 7

Pada tahun 1912 Bursa Efek dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda,

di tingkat bursa Asia, Bursa Batavia merupakan bursa tertua ke-empat setelah Bombay,
Hongkong, dan Tokyo. Tak berlangsung lama, pada tahun 1929 terjadi resesi ekonomi dan
Perang dunia kedua yang menyebabkan Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup, dan
disusul Bursa Efek Jakarta pada tahun 1940.
Setelah perang dunia kedua, tahun 1952 Bursa Efek Jakarta Kembali dibuka.
Dan akhirnya pada tahun 1977 Bursa Efek Jakarta diresmikan oleh Presiden
Suharto. Namun perdagangan sangat lesu pada saat itu, dan jumlah emiten sangat sedikit,
tetapi pada tahun 1988 Bursa Efek Jakarta terbuka untuk asing, yang memberikan
dampak positif seperti aktifitas bursa meningkat.
Pada tahun 1992, Bursa Efek Jakarta di swastanisasi, dan BAPEPAM berubah menjadi
Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM).
Berkembang, pada tahun 1995 Sistem perdaganagan di Bursa Efek Jakarta sudah
dilaksanakan dengan system Komputer Jakarta Automated Trading System atau JATS.
Semakin berkembang hingga tahun 2002 Bursa Efek Jakarta sudah mulai mengaplikasikan
Remote Trading.
Akhirnya pada tahun 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya digabung
menjadi Bursa Efek Indonesia, dan tahun 2009 diluncurkan perdana sistem perdagangan baru
PT. Bursa Efek Indonesia. Januari 2012, OJK atau Otoritas Jasa
Keuangan dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Untuk mengumpulkan sejumlah dana guna melindungi Pemodal yang memiliki
rekening pada Anggota Dana Perlindungan Pemodal (DPP) dari hilangnya aset Pemodal jika
Anggota DPP tidak sanggup mengembalikan aset tersebut maka pada Desember
2012, dibentuklah Indonesia SIPF (Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (PDPP)).
Di tahun 2012 lah dimulainya peluncuran prinsip Syariah dan Mekanisme
perdagangan Syariah melalui pada tahun 2011, DSN-MUI menerbitkan fatwa No. 80
tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di
Pasar Reguler Bursa Efek.
Hingga sekarang Pasar Modal Indonesia masih sangat berkembang, muncul investor-
investor baru dan perusahaan yang melakukan go public serta adanya sentiment postif di
Indonesia yang membuat Pasar Modal Indonesia selalu dilirik oleh asing. Bursa Efek
Indonesia selalu membuat inovasi dan gebrakan untuk kemajuan pasar modal Indonesia, agar
selalu bisa menjadi jembatan bagi kesejahteraan bagi perekonomian Indonesia.
Sejarah Pasar Modal Indonesia

Setelah mengetahui lebih dalam mengenai pasar modal, yuk mengenal sejarah pasar modal di
Indonesia. Jika mengacu pada data IDX, pasar modal di Indonesia sendiri sudah ada dari tahun
1012 di Batavia yang sekarang dikenal sebagai Jakarta.

Pendirian pasar modal di Batavia sendiri bukan digagas oleh masyarakat Indonesia, melainkan
didirkan pemerintah Hindia Belanda sebagai penyokong dari VOC ((Vereenigde Oostindische
Compagnie)yang merupakan kongsi dagang Belanda pada masa itu.

Jika dirunut dari masa historisnya, maka sejarah pasar modal Indonesia terbagi-bagi menjadi
seperti ini:

Masa kolonial

Ada perdebatan mengenai kapan pasar modal di Indonesia pertama kali didirkan. Meskipun IDX
melaporkan bahwa pasar modal berdiri tahun 1912, tetapi ada tulisan yang menerangkan jika
perdagangan efek di Indonesia telah berlangsung sejak 1880. Tulisan itu sendiri berasal dari
sebuah buku “Effectengids”.

Vereniging voor den Effectenhandel yang menulis dan merilis buku tersebut di tahun 1939
bersaksi bahwa telah ada perdagangan efek di Indonesia, tetapi transaksi yang dilakukannya
bukan dari organisasi resmi sehingga catatan transaksinya pun tidak lengkap.

Diketahui juga, di tahun 1878, perusahaan Dunlop & Koff yang merupakan awal dari PT
Perdanas telah memperdagangkan sekuritas pertama di Indonesia. Selang 15 tahun kemudian,
pada tahun 1892, tercatat ada perdagangan efek pertama yang tercatat.

Perdagangan efek tersebut berasal dari Cultuur Maatschappij Goalpara yang merupakan
perusahaan perkebunan di batavia yang memang mengadakan transaksi saham. Diketahui,
Cultuur Maatschappij menjual 400 saham dengan harga 500 gulden per saham yang beredar.

4 tahun kemudian, Het Centrum juga merilis prospektus penjualan saham yang memiliki nilai
hingga 105 ribu gulden. Pasa saat itu diketahui harga per lembar sahamnya adalah 100 gulden.
Setelah transaksi-transaksi tersebut, baru di awal 1900 tercatat pemerintahan Belanda mulai
mempraktikkan perdagangan efek. Awalnya, kolonial Belanda memang membangun perkebunan
secara masif dan tersebar di seluruh Indonesia.

Dari berbagai macam perusahaan perkebunan tersebut, akhirnya tercetuslah perdagangan saham
yang saat itu dibeli oleh orang-orang elit pada zamannya. Untuk meresmikan kegiatan efeknya,
pemerintah Belanda akhirnya mendirikan Bursa Efek Amsterdam atau yang lebih dikenal sebagai
Amsterdamse Effectenbeuurs.

Jika dilihat dari nilai historisnya, pasar modal Burasa Efek Amsterdam ini ternyata menjadi pasar
modal tertua nomor 4 di Asia. Pada peringkat pertama, pasar modal tertua ada di Bombay yang
berdiri tahun 1830, lalu Hong Kong pada 1847, dan diikuti Tokyo pada tahun 1878.

Masa Perang Dunia

Pada tahun 1914-1918, atau masa perang dunia pertama meletus, Bursa Efek di Batavia terpaksa
harus ditutup untuk sementara. Padahal, pada masa tersebut, pasar modal sedang mendapat
perhatian dari banyak orang.

Memanfaatkan momen tersebut, akhirnya terbentuklah dua bursa baru di Indonesia, yakni Bursa
Efek Surabaya yang diinisiasi 11 Januari 1925 dan Bursa Efek Semarang yang didirikan 1
Agustus 1925. Sayangnya, ketika perang dunia ke-2, kedua bursa efek tersebut terpaksa tutup di
tahun 1942.

Masa Orde Baru

Lahirlah masa orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Ketika itu, pereknomian Indonesia sudah
mulai bangkit. Hal ini berujung dengan dibuka kembali bursa efek pada tahun 1977. Pembukaan
pasar modal itu sendiri ditandai oleh emiten pertama, PT Semen Cibinong yang go public.

Sayangnya, perdagangan efek di pasar modal ini dinilai begitu lesu hingga pada tahun 1989,
datanglah kebijakan Paket Desember 1987. Kebijakan ini membantu perusahaan yang ingin
mengadakan penawaran umum sekaligus menjadi jalan masuk investor asing bisa menjadi
pemodal di Indonesia.
Semenjak adanya kebijakan ini, akhirnya pasar modal di Indonesia mulai bangkit. Bahkan banyak
yang menilai jika Paket Desember 1987 ini menjadi titik awal dari positifnya pertumbuhan pasar
modal di Indonesia.

Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta Dilebur


Menjadi BEI

Masuk ke era modern, pada tahun 2007 bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta akhirnya
dilebur menjadi Bursa Efek Indonesia yang kini dikenal sebagai BEI. Pada tahun 2011, Otoritas
Jasa Keuangan juga mulai diperkenalkan.

Dari adanya Bursa Efek Indonesia ini, perubahan-perubahan minor memang sering terjadi, tetapi
tidak ada kejadian yang mengharuskan pasar modal tutup hingga berpuluh-puluh tahun seperti
pada masa perang dunia, baik yang pertama maupun kedua.

Pencapaian BEI sejak tahun 1977

Jumlah Emiten Tercatat

Sampai saat ini, sebanyak 701 perusahaan telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Angka tersebut diproyeksikan masih bisa bertambah secara cepat, apabila otoritas
konsisten mendorong minat perusahaan untuk go public, termasuk memberikan berbagai macam
stimulus.

Apabila BEI konsisten bisa mengundang emiten baru sebanyak 25-35 selama satu tahun, maka
diproyeksikan jumlah emiten yang sebanyak 1.000 bisa tercapai dalam 6-7 tahun ke depan.

Bertambahnya jumlah emiten tentu akan mendorong penguatan pasar modal Indonesia secara
berkelanjutan. Dengan begitu, pasar saham Indonesia akan semakin dilirik oleh banyak investor
besar, termasuk investor baru. Bahkan tidak menutup kemungkinan perusahaan dari luar negeri
ikut mencatatkan sahamnya di BEI.

Peningkatan Jumlah Investor Pasar Modal


Jumlah investor pasar modal setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Di tahun 2019 terjadi
peningkatan jumlah investor yang sangat signifikan. Karena sebelumnya pada 2018 jumlah
investor pasar modal adalah 1,6 juta. Lalu di tahun 2019 pertumbuhan investor pasar modal
mencapai 53%. Jumlah investor yang tercatat dalam pasar modal meliputi investor saham,
reksadana, dan surat utang meningkat sebanyak 53% menjadi 2,4 juta SID pada 2019.

Lalu pada kuartal II/ 2020 jumlah investor pasar modal mengalami peningkatan lagi meskipun
pandemi COVID-19. Investor ritel diperkirakan mengalami pertumbuhan rata-rata 100.000 per
bulan. Sebanyak 22.000 per bulan dari jumlah tersebut merupakan investor saham.

Hingga Mei 2020, jumlah single investor identification (SID) mencapai 2,8 juta, atau telah
bertumbuh 13% dari akhir 2019. Sebanyak 1,19 juta SID dari total investor merupakan investor
saham yang telah meningkat 8% sejak akhir 2019.

Dominasi Milenial di Pasar Modal

Selain itu, investor di pasar modal kini juga didominasi oleh generasi milenial. Rinciannya, total
investor berusia di bawah 30 tahun hampir 45% dari total investor pasar modal. Sedangkan untuk
investor dengan rentan usia 31 tahun hingga 40 tahun sebesar 25% dari total ivenstor di pasar
modal.

Dalam empat tahun terakhir memang investor milenial terus mengalami peningakatan. Bahkan
untuk usia antara 18 hingga 25 tahun jumlahnya meningkat 338% sejak 2016 yang lalu.

E-IPO

Bursa Efek Indonesia akan memperkenalkan sistem pencatatan saham perdana secara elektronik
(electronic initial public offering/e-IPO) saat perayaan HUT Pasar Modal ke-43 yang jatuh pada
10 Agustus 2020. implementasi e-IPO akan mulai berlaku bagi penawaran umum saham 6 bulan
sejak POJK berlaku, artinya akan diwajibkan mulai Januari 2021.

OJK mencatat aturan e-IPO dikeluarkan untuk meningkatkan ketersebaran investor,


meningkatkan jumlah investor publik, dan untuk meningkatkan akuntabilitas serta transparansi
dalam penentuan harga penawaran umum.
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau
bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia.
Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar
modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar
modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang
dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah
Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat
berjalan sebagimana mestinya.Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar
modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut:

 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah
Hindia Belanda.

 1914 –1918 :Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I

1925 –1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya

 Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan
Surabaya ditutup.

1942 –1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952,
yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan
(Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah
RI (1950)

1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

1956 –1977 :Perdagangan di Bursa Efek vakum.

10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ

dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus

diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai

dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.


1977 –1987 :Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru
mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar
Modal.

1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan

kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing

menanamkan modal di Indonesia.

1988 –1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu

BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan di kelola oleh Persatuan
Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
 Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang
memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang
positif bagi pertumbuhan pasar modal.
16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan
Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem
computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar
modal Indonesia.
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Anda mungkin juga menyukai