Anda di halaman 1dari 12

BAB III

PEMBAHASAN

1.1. SEJARAH PASAR MODAL INDONESIA


Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi
dimulai pada abad ke-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh
Verreninging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah
berlangsung sejak 1880. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman
kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial
atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.

Pada tanggal Desember 1912, Amserdamse Effectenbeurs mendirikan cabang


bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang
tertua keempat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo. Aktivitas yang sekarang
diidentikkan sebagai aktivitas pasar midal sudah sejak tahun 1912 di Jakarta.
Aktivitas ini pada waktu itu dilakukan oleh orang-orang Belanda di Batavia yang
dikenal sebagai Jakarta saat ini. Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial
Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia.
Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan
sebaik-baiknya. Para penabung terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa
lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk
pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan
pasar modal. Setelah mengadakan persiapan akhirnya berdiri secara resmi pasar
modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada 14 Desember 1912 dan
bernama Verreninging voor den Effectenhandel dan langsung memulai
perdagangan. Efek yang dperdagangkan pada saat itu adalah saham dan obligasi
perusahaan milik perusahaan Belanda serta obligasi pemerintah Hindia Belanda.
Bursa Batavia dihentikan pada perang dunia yang I dan dibuka kembali pada
tahun 1925 dan menambah jangkauan aktivitasnya dengan membuka bursa paralel
di Surabaya dan Semarang. Aktivitas ini terhenti pada perang dunia II.

Pada masa orde lama- Setahun setelah pemerintah Belanda mengakui


kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan
oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal
Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13
tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkan senagai Undang-undang No. 15
tahun 1952, setelah terhenti 12 tahun. Adapun penyelenggarannya diserahkan
kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3
bangk negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai
penasihat. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara
mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956.
Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun
badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan
luar negeri terutama dengan Amsterdam.

Menjelang akhir era 50-an, terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di


bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI
terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan
mengakibatkan banyak warga begara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebyut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan
Republik Indonesia denan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan
memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia,
sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Kemudian
disusul dengan instruksi dari Badan Nasonialisasi Perusahaan Belanda (BANAS)
pada tahun 1960, yaitu larangan Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan
semua efek dari perusahaan Belanda yangberoperasi di Indonesia, termasuk
semua efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah
perdagangan efek di Indonesia.

Pada tahun 1977, (masa orde baru) bursa saham kembali dibuka dan ditangani
oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru di bawah
Departemen Keuangan. Unuk merangsang perusahan melakukan emisi,
pemerintah memberikan keringanan atas pajak persetoan sebesar 10%-20%
selama 5 tahun sejak perusahaan yang bersangkutan go public. Selain itu, untuk
investor WNI yang membeli saham melalui pasar midal tidak dikenakan pajar
pendapatan atas capital gain, pajak atas bunga, dividen, royalti, dan pajak
kekayaan atas nilai saham/bukti penyertaan modal.

Pada tahun 1988, pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan dan


perbankan termasuk pasar midal. Deregulasi yang memengaruhi perkembangan
pasar midal antara lain Pakto 27 tahun 1988 dan Pakses 20 tahun 1988. Sebelum
itu telah dikeluarkan Paker 24 Desember 1987 yang berkaitan dengan usaha
pengembangan pasar modal meliputi pokok-pokok:

1. Kemudahan syarat go public antar lain laba tidak harus mencapai 10%.
2. Diperkenalkan Bursa Paralel.
3. Penghapusan pungutan seperti fee pendaftaran dan pencatatan di bursa yang
sebelumya dipungut oleh Bapepam.
4. Investor asing boleh membeli saham di perusahaan yang go public.
5. Saham boleeh diterbitkan atas unjuk.
6. Batas fluktuasi harga saham di bursa efek sebesar 4% dari kurs sebelum
ditiadakan.
7. Proses emisi sudah diselesaikan Bapepem dalam waktu selambat-lambatnya
30 hari sejak dilengkapinya persyaratan.
Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham dswastanisasi menjadi PT Bursa Efek
Jakarta. Swastanisasi bursa saham menjadi PT BEJ ini mengakibatkan beralihnya
fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Pada tahun 2007 bursa
efek Jakarta digabungkan dengan bursa efek Surabaya menjadi bursa efek
Indonesia (BEI) hingga sekarang.

1.2. INDUSTRI PASAR MODAL DI INDONESIA


- Sejarah Perkembangan Pasar Modal Indonesia
 Era sebelum Tahun 1976
Kegiatan jual-beli saham dan Obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai
pada Abad ke-19, yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor
de Effectenhandel di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Kegiatan usaha
bursa pada saat itu adalah memperdagangkan saham dan obligasi perusahaan-
perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, Obligasi
Pemerintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika
yang diterbitkan oleh Kantor Administrasi di Belanda. Selain cabang di
Batavia, selanjutnya diikuti dengan pembukaan cabang Semarang dan
Surabaya. Sejak terjadi perang dunia ke-2, Pemerintah Hindia Belanda
menutup ketiga bursa tersebut pada tanggal 17 Mei 1940 dan mengharuskan
semua efek disimpan pada bank yang telah ditunjuk. Pasar modal di Indonesia
mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal
31 Juni 1952. Keadaan ekonomi dan politik yang sedang bergejolak pada saat
itu telah menyebabkan perkembangan bursa berjalan sangat lambat yang
diindikasikan oleh rendahnya
nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor.

 Pra-Deregulasi (1976 - 1987)


Presiden melalui Keppres RI No. 52 mengaktifkan kembali pasar modal yang
kemudian disusul dengan go publiknya beberapa perusahaan. Sampai dengan
tahun 1983, telah tercatat 26 perusahaan yang telah go publik dengan dana
yang terhimpun sebesar Rp 285,50 miliar. Aktifitas go publik dan kegiatan
perdagangan saham di pasar modal pada saat itu masih berjalan sangat lambat,
walaupun pemerintah telah memberikan beberapa upaya kemudahan antara
lain berupa fasilitas perpajakan untuk merangsang kegiatan di bursa efek.
Beberapa hal berikut ini merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya
aktifitas pasar modal:
- Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go
publik adalah sangat memberatkan emiten;
- Investor asing tidak diijinkan melakukan transaksi dan memiliki saham di
bursa efek;
- Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari;
- Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh
saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek.

 Era Deregulasi (1987 - 1990)


Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk
merangsang seluruh sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar
modal, antara lain sebagai berikut:
- Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (atau dikenal dengan PAKDES '87),
yang antara lain berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi
saham dan obligasi, penghapusan biaya pendaftaran emisi efek yang
ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli
efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi harga
saham di bursa efek dan memperkenalkan adanya bursa paralel;
- Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (atau dikenal dengan PAKTO '88), yang
antara lain berisi tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak
atas bunga deposito yang berdampak positip terhadap perkembangan pasar
modal;
- Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (atau dikenal dengan PAKDES '88) di
mana pemerintah memberikan peluang kepada swasta untuk
menyelenggarakan bursa. Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah
mampu meningkatkan aktivitas pasar modal sehingga pada akhir tahun 1990
telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan dana yang terhimpun
sebesar Rp 16,29 triliun.
 Masa Konsolidasi (1991 - sekarang)
Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat cepat. Kegiatan go publik di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek
semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari sebanyak 145 perusahaan pada
tahun 1991 menjadi sebanyak 288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan
jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun saham. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) bergerak naik hingga menembus angka 600 pada awal
tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Pebruari 1997.
Setelah swastanisasi bursa efek pada tahun 1992, pasar modal Indonesia
mengalami peningkatan kapitalisasi pasar dan jumlah transaksinya. Pada
tanggal 22 Mei 1995 diterapkan otomasi sistem perdagangan di Bursa Efek
Jakarta yang dikenal dengan JATS (The Jakarta Automated Trading System)
yang memungkinkan dilakukannya transaksi harian sebanyak 200.000 kali
dibandingkan dengan sistem lama yang hanya mencapai 3.800 transaksi per
hari. Pada bulan September 1996, Bursa Efek Surabaya memperkenalkan
sistem SMART (The Surabaya Market Information and Automated Remote
Trading) yang memungkinkan terlaksananya perdagangan jarak.

‒ Stuktur Pasar Modal Indonesia


Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995, kebijakan umum di
bidang pasar modal ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Sedangkan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari
dilakukan oleh Bapepam di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Keuangan Republik Indonesia. Selain tugas tersebut, dalam rangka
menciptakan pasar modal yang tepat, teratur dan efisien Bapepam
memiliki wewenang sebagai berikut:
- Memberi ijin usaha kepada bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek,
penasehat investasi dan Biro Administrasi Efek;
- Memberi ijin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek,
Wakil Perantara Pedagang Efek dan Wakil Manajer Investasi;
- Memberi persetujuan bagi bank kustodian;
- Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
- Menetapkan persyaratan dan tata cara, menunda atau membatalkan
pernyataan pendaftaran;
- Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap para pihak;
- Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik
- Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek
atau menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu
tertentu guna melindungi kepentingan pemodal.

STRUKTUR PASAR MODAL INDONESIA DAPAT DIGAMBARKAN


DALAM SKEMA BERIKUT INI :

DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA

BADAN PENGAWASAN
PASAR MODAL
(BAPEPAM)

LEMBAGA KLIRING DAN LEMBAGA PENYIMPANAN


BURSA EFEK
PENJAMINAN DAN PENYELESAIAN

LEMBAGA PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PROFESI
PENUNJANG PUBLIK
EFEK PENUNJANG
- Biro Adm. Efek - Emiten
- Penjamin Emisi - Akuntan Publik
- Bank Kustodian - Perusahaan
Efek - Konsultan
- Penasehat Publik Reksa
- Perantara Hukum
Investasi Dana
Pedagang Efek - Penilai
- Pemeringkat
- Manajer - Notaris
Efek
Investasi
- Kerangka Peraturan Pasar Modal
Secara garis besar, kegiatan pasar modal di Indonesia mengacu pada
peraturan-peraturan sebagai berikut:
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal
• Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal
• Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
• Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
• Keputusan Direksi Bursa Efek di Indonesia.

1.3 REGULASI PASAR MODAL DI INDONESIA


Pada pasar modal indonesia BAPEPAM-LK adalah pelaku utama sebagai
regulator karena sebagai lembaga utama yang terkait dengan pasar modal
Indonesia. Oleh karena itu BAPEPAM-LK menurut Keppres No. 53 Tahun 1990
tentang Pasar Modal memiliki tugas sebagai berikut :

A. Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat


ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur dan efisien serta melindungi
kepentingan pemodal masyarakat umum.
B. Melaksanakan pembinaan dan pengawas terhadap lembaga-lembaga berikut:
a) Bursa efek
b) Lembaga kliring, penyelesaian dan penyimpanan
c) Reksa dana
d) Perusahaan efek dan perorangan
C. Memberi pendapat kepada Menteri Keuangan mengenai pasar modal

Oleh karena itu BAPEPAM-LK selaku pengawas pada pasar modal indonesia
memiliki aturan yang telah ditetapkan baik itu Undang-undang atau keputusan
menteri keuangan dan lain sebagainya.
Berikut adalah beberapa regulasi-regulasi mengenai pasar modal Indonesia
yang terkandung pada :

a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar


Modal
b. Peraturan Pemerintah yang terdiri dari :
a) Perppu No. 4 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK)

b) PP No. 12 Tahun 2004


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal

c) PP No. 45 Tahun 1995


Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal

d) PP No. 46 Tahun 1995


Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal

c. Keputusan Menteri Keuangan yang terdiri dari :


a) Permenkeu Nomor 153/KMK.010/2010
Kepemilikan Saham dan Permodalan Perusahaan Efek

b) Kepmenkeu Nomor 455/KMK.01/1997


Pembelian Saham Oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal

c) Kepmenkeu Nomor 646/KMK.01/1995


Pemilikan Saham Atau Unit Penyertaan Reksa Dana Oleh Pemodal
Asing

d) Kepmenkeu Nomor 645/KMK.01/1995


Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990
Tentang Pasar Modal Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 284/KMK.010/1995
d. Peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam-LK terkait dengan pasar
modal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok peraturan
sebagaimana tentang Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP),
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), Reksa Dana, Perusahaan
Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi, Lembaga, Penunjang
Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal, Emiten dan Perusahaan Publik,
Dokumen Publik dan Laporan ke Bapepam, Pemeriksaan oleh Bapepam,
Sanksi, Peraturan Lainnya.
e. Regulasi Lain Terkait Pasar Modal
a) UU No. 24 Tahun 2004 tentang:
Surat Utang Negara

b) UU No. 25 Tahun 2003 tentang:

Tindak Pidana Pencucian Uang

c) PP No.15 Tahun 1999 tentang:


Bentuk Bentuk Tagihan Tertentu Yang Dapat Dikompensasikan Sebagai
Setoran Saham

d) UU No. 30 Tahun 1999 tentang:


Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Modal

e) UU No. 8 Tahun 1997 tentang:


Dokumen Perusahaan

f) Peraturan Menteri Keuangan No.49/PMK.03/2007 tentang:


Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa
Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian SPT
PPB

1.4 KELEMBAGAAN PASAR MODAL DI INDONESIA


Pihak-pihak atau institusi yang terlibat di pasar modal Indonesia tercantum
dalam UUPM. Setiap lembaga yang disebut dalam UUPM diberikan
kewenangan. Masalah regulasi, penerapan peraturan perundang-undangan
dan penegakan hukum berada di tangan Badan Pengawas Pasar Modal
Republik Indonesia (Bapepam). Bapepam secara struktural merupakan
lembaga yang berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
STRUKTUR KELEMBAGAAN PASAR MODAL
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, PP No. 45
Kep. Menkeu No. 654 Tahun 1995

Menteri Keuangan Republik Indonesia

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

LPP Bursa Efek (BEJ/BES) LKP

Perusahaan Efek

Penjamin Emisi (under Perantara/Pedagang Manajer Investasi


writer) (broker/dealer) (Investment
Manajer)

Profesi Penunjang Lembaga Penunjang


Akuntan Kustodian
Notaris Badan Administrasi Efek
Penilai Penanggung
Konsultan Pemeringkat Efek
Penasehat Investasi Wali Amanat

Emiten
Perusahaan
ReksaDana
Investor
Individu/Institusi
Domestik/Asing

Anda mungkin juga menyukai