DISUSUN OLEH
TANIA APRILIANA
NIM : 043916933
UPBJJ-UT BOGOR
1. Tempe merupakan salah satu makanan favorit di Indonesia. Sebutkan bahan
baku tempe selain kedelai yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara
luas? Dalam proses fermentasi peranan mikroba sangat menentukan dalam
keberhasilan proses fermentasi. Jelaskan tahapan dalam proses fermentasi
tempe? Serta jelaskan mikroba yang berperan selama proses fermentasi?
Adapun pertumbuhan Rhizopus Oryzae yang sangat buruk ialah pada suhu 10°C
hingga 15°C dan tidak ada pertumbuhan pada suhu 45°C. Rhizopus Oryzae bisa
tumbuh lurus atau melengkung, bengkak atau bercabang, dindingnya halus atau
sedikit kasar itu karena Rhizopus Oryzae memiliki sporangiosphores variabel.
Rhizopus bereproduksi dengan dua cara diantaranya secara aseksual dan seksual.
Reproduksi secara aseksual ialah dimana tumbuhnya spora nonmotif yang dihasilkan
dari sporangium. Sedangkan reproduksi seksualnya ialah dengan konjugasi.
Kacang hijau yang digunakan sebagai bahan utama tempe dipilih yang bagus.
Apabila terdapat kotoran seperti pasir dapat dibersihkandengan cara sebagai
berikut.Kacang hijau dimasukkan dalam ember berisi air segar. Setelah semua
terendam air, ember diangkat dan mulutnya dimiringkan sedikit demi sedikit
di atas bak. Cara ini berguna untuk menuang kacanghijau agar tidak terbawa
aliran air.Apabila airnya habis, segera diisi air lagi, lalu dituang lagi perlahan-
lahan. Pekerjaan itu dilakukan berulang-ulang sampaikacang hijau yang
terendam di ember habis.Dengan cara ini, pasir dan kotoran yang tidak
terbawa aliran airtetap tertinggal di ember.
b) Perendaman Awal
Rendam kacang hijau dengan air asam cuka PH 5 selama 12 jam.Perendaman
ini dimaksud untuk mencapai tingkat keasaman PH yangsesuai untuk
pertumbuhan kapang pada kacang hijau. Kapang akantumbuh baik jika PH
kacang hijau di antara 3,5 dan 5,2. Nilai PH yangrendah ini penting karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri.c.
c) Perendaman Lanjutan
Setelah proses perendaman awal menggunakan air
cuka, bersihkan dan rendam dalam air selama 12 jam. Proses perendamanini
bertujuan untuk melunakkan kacang hijau agar
memudahkan penetrasi asam untuk mengubah PH kacang hijau cocok untuk
pertumbuhan kapang.Air yang masuk ke dalam kacang hijau merupakan syarat
dapattumbuhnya kapang karena pertumbuhan kapang mutlak
qmembutuhkanair.
Kurva pertumbuhan ialah suatu informasi mengenai fase hidup suatu bakteri, fase-
fase hidup bateri pada umumnya meliputi, adaptasi, log (pertumbuhan eksponensial),
stationer, kematian. Kurva pertumbuhan digunakan untuk mengetahui kecepatan
pertumbuhan sel dan pengaruh lingkungan terhadap kecepatan pertumbuhan. Langkah
awal untuk mengetahui kurva pertumbuhan bakteri ialah dengan isolasi bakteri.
Pembuatan kurva pertumbuhan merupakan bagian yang penting dari suatu penelitian
karena dapat menggambarkan karakteristik kolonisasi bakteri. Selain itu, perhitungan
waktu generasi juga diperlukanuntuk mengetahui prediksi populasi setiap
mikroorganisme dalam jangka waktu yang sama dengan keaktifannya dalam proses
metabolisme.Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan untuk menggambarkan sifat-
sifat pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikroba dapat digambarkan
dalam bentuk kurva pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam batch
culture atau continuous culture.
Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture merupakan sistem kultur tertutup
(menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa adanya penambahan medium baru ke
dalam kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup mengalami 4 fase pertumbuhan, secara
berurutan meliputi fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian.
Pertumbuhan mikrobia dalam sistem tertutup menyebabkan fase eksponensial
mikrobia sangat terbatas
a) Fase Lag
• Inokulum hidup yang digunakan berasal dari kultur medium lama (saat
mikrobia dalam fase stasioner) dipindahkan ke dalam komposisi
medium baru yang sama. Keadaan mikrobia kembali ke fase lag karena
mikrobia sudah tidak memiliki metabolit penting untuk menunjang
kehidupannya. Oleh karena itu, mikrobia membutuhkan rentang waktu
untuk melakukan biosintesis kembali. Mikrobia yang diinokulasikan
mengalami kerusakan sel (tidak mati) akibat perubahan suhu, radiasi
atau bahan kimia toxic. Fase lag dibutuhkan mikrobia untuk
memperbaiki kerusakan sel nya.
• Populasi mikrobia yang diinokulasikan berasal dari medium kaya
nutrisi dipindahkan ke dalam medium yang sedikit nutrisinya.
Mikrobia membutuhkan waktu untuk menghasilkan enzim baru yang
digunakan untuk mensintesis metabolit essensial.
• Populasi mikrobia tidak akan mengalami fase lag jika inokulum yang
digunakan berasal dari populasi mikrobia yang mengalami
pertumbuhan fase eksponensial dan ditumbuhakan pada kondisi
medium yang sama.
b) Fase Eksponensial
Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan
proses biosintesis lainnya. Metabolit sekunder banyak dihasilkan mikrobia
pada fase ini. Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan yaitu:
d) Fase Kematian
Bakteri yang berbahaya pada makanan kaleng yaitu bakteri Clostiridium botulinum
Bakteri Clostridium botulinum adalah bacilus aerobik Grampositif yang menghasilkan spora
tahan panas. Proses sterilisasi makanan kaleng yang tidak sempurna serta kondisi kaleng
yang rusak dapat dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat
menyebabkan botulisme Bakteri ini hidup pada tingkat keasaman di atas 4,6.
Clostridium Botullinum banyak ditemukan pada makanan yang kurang diproses, sosis,
produk daging, sayuran kaleng, produk makanan laut, makanan kaleng. C. botulinum dapat
membentuk spora, dimana spora ini dapat ditemukan di tanah, tanaman, isi usus hewan
mamalia, unggas, dan ikan,sehingga dapat dikatakan penyebarannya ini sangat luas.
Botulismus atau penyakit yang diakibatkan oleh C.botulinum ini merupakan kejadian yang
cepat mematikan, sehingga diagnosis yang cepat perlu dilakukan untuk keberhasilan
pengobatan atau penyelesaian masalah penyakit. Untuk mendeteksi C. botulinum dapat
diambil pada sampel seperti feses, isi lambung, isi usus, swab luka dan jaringan akan
membantu penegakkan diagnosis. Terkadang adanya beberapa galur C. botulinum penghasil
beberapa macam toksin cukup menyulitkan.
Faktor utama yang mengontrol pertumbuhan C. Botullinum dalam makanan adalah suhu, pH
dan keasaman, Aw, potensi redoks, kecukupan nutrisi, adanya antimikroba dan mikrobiota
kompetitif. Pencegahan dari toksin C. Botullinum ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
mulai dari proses pengolahannya sampai adanya vaksinasi, sebagai berikut :
1. Kadar Aw
Untuk menghambat pertumbuhan organisme dapat dilakukan dengan penurunan aw seperti
penggunaan garam diatas 10% untuk menghambat strain grup I dan garam diatas 5% untuk
strain grup II. Selain itu, dapat pula digunakan konsentrasi gula yang tinggi yaitu sukrose
30%.
2. pH
Untuk kelompok 1 C. Botulinum ph yang dianggap aman adalah pH <4,6 sehingga
C.botulinum tidak akan berkecambah, tumbuh lebih besar, dan membentuk toksin
botulismus. Makanan dengan keamanan botulisme yang sangat baik adalah makanan atau
produk makanan dengan pH <4,6 atau makanan asam tinggi. Sedangkan untuk kelompok 2,
pH kritis adalah 5,0 untuk pencegahan perkecambahan spora dan pembentukan toksin
botulisme.
3. Suhu penyimpanan
Pertumbuhan yang baik untuk C. Botulinum terjadi pada suhu 20o sampai 45oC sehingga
untuk menghambat pertumbuhannya dapat dilakukan dengan memperhatikan suhu
penyimpanan yaitu 10oC untuk grup I dan 4o sampai 6oC.
4. Pengolahan atau penyimpanan
Semua makanan yang dikalengkan dan diawetkan secara komersial umumnya aman untuk
dikonsumsi karena makanan telah disterilkan/ menggunakan ph yang tinggi/terlalu asam atau
juga dengan diawetkan dengan cara lain. Untuk produk segar tidak berbahaya. Racun dapat
dihancurkan pada suhu 75°-80°C, sehingga makanan yang telah dimasak dan dipanaskan
aman dikonsumsi. Selain itu, dapat juga dilakukan pengasapan untuk mengurangi
toksinnya.Menemukan bahwa pengasapan cukup efektif untuk menurunkan jumlah kuman,
dimana tidak ada C. Botullinum yang ditemukan pada produk ikan yang diasapkan selama
lima tahun penelitiannya. Ini dikarenakan adanya penghambatan yang diakibatkan oleh hasil
dari kombinasi garam dan nitrat, asap serta suhu penyimpanan yang rendah (3,3oC).
Disarankan juga untuk memanaskan makanan dengan temperatur yang tinggi (makanan
kaleng) dengan tujuan untuk mematikan spora; mendinginkan makanan yang tidak dimasak
(suhu lebih rendah dari 3,3 oC); dan segera mengkonsumsi makanan yang telah dimasak
karena apabila dibiarkan terlalu lama (suhu makanan 20 o sampai 45 oC) adalah suhu optimal
untuk pertumbuhan C. Botulinum.
5. Vaksin
Vaksin untuk pencegahan botulismus pada manusia dapat berupa pentavalent botulinum
toxoid (PBT) yang telah digunakan sejak tahun 1959 dan masih dipergunakan sampai saat ini
dengan berbagai. PBT adalah toksoid (toksin yang telah diinaktifasi), yang dibuat dari toksin
serotipe A, B, C, D dan E yang diinaktifasi dengan formalin, dan mengalami pemurnian.
Vaksin botulismus biasanya diberikan secara subcutaneous secara berseri (0,2 dan 12
minggu), dan berikutnya dapat diberikan booster pada 12 bulan dan setiap tahun berikutnya.
6. Mikrobiota yang kompetitif
Mikrobiota kompetitif adalah mikroba yang dapat menghambat kerja dari C.botullinum ini,
misalnya bakteri asam laktat atau ragi. Bakteri asam laktat atau ragi ini yang memfermentasi
gula dan substrat lain dalam makanan dengan cara memproduksi tingat penghambatan asam
organik, alkohol. Contoh lain yaitu pengawet seperti nitrit.
Menurut salah satu sumber, ada beberapa faktor lain yang dapat mengendalikan tumbuh
C.botulinum ini seperti kriteria proses pemanasan pada 121oC selama minimal 3 menit,
proses dengan bantuan rendah asam ataupun melakukan sterilisasi termal dengan bantuan
tekanan.
Cara mematikan Bakteri Closetiridium Botullinum yaitu dengan menggunakan
pengawetan Sterilisasi
Proses sterilisasi yang optimal umumnya dilakukan dengan memastikan C. botulinum dapat
mati. Dengan demikian, mikroba lain yang kurang tahan panas akan otomatis mati apabila C.
botulinum berhasil dibunuh. C. botulinum dapat hidup di dalam makanan kaleng karena
kondisi makanan di dalam kaleng yang an-aerobik, dan bakteri ini hidup secara an-aerobik
(tidak membutuhkan oksigen). Bakteri ini termasuk bakteri gram positif berbentuk batang,
mempunyai dinding sel yang sebagian besar tersusun dari peptidoglikan (murein). Proses
sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang
menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses ini dilakukan
setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar
yang digunakan adalah 121,1o C (250o F).
Suhu proses untuk membunuh spora mikroba patogen yang dapat membentuk toksin dan
dapat meracuni manusia umumnya dilakukan pada 110⁰C-130⁰C selama waktu tertentu,
tergantung pada kondisi dari produknya. Sedangkan suhu untuk mereduksi jumlah C.
botulinum dalam makanan kaleng adalah 121,1⁰C selama 3 menit. Semakin tinggi suhu maka
akan semakin pendek waktu yag diperlukan untuk dapat membunuh mikroba tersebut.
Bakteri mesofilik seperti C. botulinum memiliki nilai D sebesar 0,25 menit pada suhu
121,1⁰C (250⁰F),Artinya, untuk menurunkan jumlah C.botulinum sebesar 90% memerlukan
waktu 0,25 menit. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suhu tertentu, maka semakin
tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu pula. Sensitivitas nilai D terhadap
perubahan suhu yang dinyatakan dengan nilai Z juga tidak sama untuk setiap jenis mikroba.
Bakteri C. botulinum memiliki nilai Z sebesar 10⁰C artinya untuk mengubah nilai D mikroba
tersebut dari 0,25 menit pada suhu 121,1⁰C menjadi 0,025 menit (menurun sebesar 90% atau
satu siklus logaritma), suhu pemanasan harus dinaikkan sebesar 10⁰C, yaitu menjadi 131⁰C.
Dengan kata lain, untuk menurunkan C. botulinum sebesar 90% pada suhu 121o C adalah
0,25 menit. Sedangkan pada suhu 131⁰C adalah 0,025 menit (10 kali lebih cepat).
Jadi, untuk menurunkan C. botulinum sebesar 90% digunakan proses pemanasan sterilisasi
pada suhu 121°C adalah 0,25 menit atau pada suhu 131°C adalah 0,025 menit (10 kali lebih
cepat).
C. botulinum yang ada pada produk pangan terutama makanan kaleng harus dibunuh, karena
bakteri ini dapat menyebabkan keracunan tipe intoksikasi pada manusia. Keracunan tipe
intoksikasi ini disebabkan oleh terkonsumsinya toksin (racun) ekstraseluler yang dihasilkan
oleh mikroba yang mencemari pangan. Intoksikasi tidak memerlukan adanya mikroba hidup
pada pangan yang dikonsumsi karena umumnya toksin mikroba telah dieksresikan ke
medium sekitarnya (ke dalam pangan) pada saat mikroba tumbuh dan mencemari pangan.
Dampak yang ditimbulkan relatif cepat karena toksin telah tersedia.
SUMBER
BMP/PANG4212
https://id.wikipedia.org/wiki/Clostridium_botulinum
Elia Yuswita. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium botulinum. Jurnal
Aplikasi
Teknologi Pangan 3; Institut Pertanian Bogor