Anda di halaman 1dari 12

TUGAS I

PENGANTAR TEKNOLOGI PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS TERBUKA

DISUSUN OLEH
TANIA APRILIANA
NIM : 043916933
UPBJJ-UT BOGOR
1. Tempe merupakan salah satu makanan favorit di Indonesia. Sebutkan bahan
baku tempe selain kedelai yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara
luas? Dalam proses fermentasi peranan mikroba sangat menentukan dalam
keberhasilan proses fermentasi. Jelaskan tahapan dalam proses fermentasi
tempe? Serta jelaskan mikroba yang berperan selama proses fermentasi?

Selain menggunakan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe,masyarakat sering


juga menggunakan Kacang Hijau sebagai bahan baku pembuatan tempe. Tempe
merupakan salah satu produk makanan tradisional Indonesia dan dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat. Makanan tersebut dibuat melalui proses fermentasi dari
kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya dalam waktu tertentu menggunakan
jamur Rhizopus sp/Rhizopus Oryzae.

Rhizopus Oryzae termasuk jamur yang merupakan filamen heterolik microfungus


yang terjadi sebagai saprotroph yang banyak kita jumpai di tanah, kotoran dan
membusuk vegetasi. Spesies ini bisa dikatakan sangat mirip dengan Rhizopus
Stolonifer tetapi yang membedakan antara keduanya ialah terletak pada sporangia
yang lebih kecil dan sporangiospores yang lebih besar. Rhizopus Oryzae termasuk
jamur yang pertumbuhannya cepat dimana dalam pertumbuhannya dibawah suhu
optimal cepat pada 1,6 mm/jam. Pertumbuhan Rhizopus Oryzae dapat tumbuh pada
suhu 7°C hingga 44°C dan suhu paling optimal adalah 37°C.

Adapun pertumbuhan Rhizopus Oryzae yang sangat buruk ialah pada suhu 10°C
hingga 15°C dan tidak ada pertumbuhan pada suhu 45°C. Rhizopus Oryzae bisa
tumbuh lurus atau melengkung, bengkak atau bercabang, dindingnya halus atau
sedikit kasar itu karena Rhizopus Oryzae memiliki sporangiosphores variabel.

Rhizopus bereproduksi dengan dua cara diantaranya secara aseksual dan seksual.
Reproduksi secara aseksual ialah dimana tumbuhnya spora nonmotif yang dihasilkan
dari sporangium. Sedangkan reproduksi seksualnya ialah dengan konjugasi.

Fermentasi merupakan proses biokimia yaitu perombakan senyawa kompleks menjadi


senyawa sederhana dengan bantuan enzim dari mikroorganisme.Fermentasi pada
pengolahan tempe bertujuan untuk menghidrolisis komponen makromolekul seperti
karbohidrat,lemak dan protein yang ada pada kacang menjadi monomernya dalam
bentuk glukosa,asam lemak dan asam amino.

Tahap pembuatan Tempe Kacang Hijau

a) Pemilihan dan Pencucian Kacang Hijau

Kacang hijau yang digunakan sebagai bahan utama tempe dipilih yang bagus.
Apabila terdapat kotoran seperti pasir dapat dibersihkandengan cara sebagai
berikut.Kacang hijau dimasukkan dalam ember berisi air segar. Setelah semua
terendam air, ember diangkat dan mulutnya dimiringkan sedikit demi sedikit
di atas bak. Cara ini berguna untuk menuang kacanghijau agar tidak terbawa
aliran air.Apabila airnya habis, segera diisi air lagi, lalu dituang lagi perlahan-
lahan. Pekerjaan itu dilakukan berulang-ulang sampaikacang hijau yang
terendam di ember habis.Dengan cara ini, pasir dan kotoran yang tidak
terbawa aliran airtetap tertinggal di ember.
b) Perendaman Awal
Rendam kacang hijau dengan air asam cuka PH 5 selama 12 jam.Perendaman
ini dimaksud untuk mencapai tingkat keasaman PH yangsesuai untuk
pertumbuhan kapang pada kacang hijau. Kapang akantumbuh baik jika PH
kacang hijau di antara 3,5 dan 5,2. Nilai PH yangrendah ini penting karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri.c.

c) Perendaman Lanjutan
Setelah proses perendaman awal menggunakan air
cuka, bersihkan dan rendam dalam air selama 12 jam. Proses perendamanini
bertujuan untuk melunakkan kacang hijau agar
memudahkan penetrasi asam untuk mengubah PH kacang hijau cocok untuk
pertumbuhan kapang.Air yang masuk ke dalam kacang hijau merupakan syarat
dapattumbuhnya kapang karena pertumbuhan kapang mutlak
qmembutuhkanair.

d) Perendaman pada Air Mendidih


Proses ini sebagai proses sterilisasi untuk mematikan mikro-organisme yang
tumbuh selama perendaman. Rendam dalam air men-didih selama 15 menit.

e) Penirisan dan Pendinginan


Setelah sterilisasi, kacang hijau diangkat dari tempat perendaman.Kacang
hijau ditebarkan di atas tampah besar yang lebar, kemudiandiserakkan tipis-
tipis agar cepat tiris dan dingin.Proses penirisan bertujuan untuk
menghilangkan air yangmenempel pada kacang hijau. Air yang menempel
akan
memicu pertumbuhan bakteri dan akan menghambat pertumbuhan kapang.Pen
irisan secara tuntas merupakan faktor yang sangat penting bagikeberhasilan
pembuatan tempe. Penyebab utama kegagalan umumnyaadalah kurang
tuntasnya penirisan karena bahan tempe masih basah.Proses penirisan yang
baik dapat dilakukan dengan menyebar bahan dan meratakan secara tipis ke
tempat yang diberi kain penyerap.Selain itu, juga dapat menggunakan wadah
berlubang atau anyaman bambu.Proses pendinginan, selain untuk
menghilangkan air yangmenempel pada kacang hijau, juga untuk
mengondisikan suhu agarsesuai untuk pertumbuhan kapang. Jika suhu masih
panas,kemungkinan akan terjadi inaktivasi ragi karena ragi tidak tahan panas
f) FermentasiSetelah tiris, siap untuk difermentasi dengan inokulum
tradisional(daun waru) dan inokulum serbuk (raprima). Fermentasi
berlangsungselama 48 jam. Fermentasi pada kacang hijau dilakukan pada
suhusekitar 37⁰C. Suhu itu merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan kapang.Proses
ini sering dianggap paling sulit. Apabila
salah perlakuannya, dapat mengakibatkan tempe tidak dapat di-tumbuhi
kapang.Pertumbuhan kapang tempe dipengaruhi suhu lingkungan dan cuaca.
Apabila cuaca berbeda dari biasanya, banyaknya ragi yang diberikan dapat
berbeda dari hari-hari biasanya. Pada cuaca tertentu,misalnya pada musim
pancaroba, pemberian ragi dapat dua kali lipatdari takaran biasa.
g) Pembungkusan

Agar tempe yang dibuat tidak mengalami kegagalan, substratkacang hijau


yang telah diberi inokulum tradisional (daun waru) daninokulum serbuk
(raprima) harus dibungkus dan diperam di tempattertutup dan hangat. Apabila
dibiarkan dalam keadaan terbuka, bahantersebut tidak akan menjadi tempe
Pengemasan atau pembungkusan diperlukan bahan tempe karenafermentasi
hanya memerlukan sedikit oksigen untuk
memacu pertumbuhan kapang. Oleh karena itu, kemasan dilubangi agaroksige
n dapat masuk. Kemasan juga berguna untuk mengondisikansuhu agar selalu
sesuai untuk pertumbuhan kapang bahan pengemas bisa dipergunakan bahan
alami maupun bahan buatan.
Peran Rhizopus Oryzae pada pembuatan Tempe Kacang Hijau
Pada tempe terdapat jamur Rhizopus oryzae yang mengalami fermentasi. Fermentasi
adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara
umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi
yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai
berikut:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat
menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat
merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai
bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak
antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena
setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat
tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman,
suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu
pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam
pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk membeuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada
daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara
menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang
akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung,
atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas:
inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam
laru tersebut.
Mikroba yang sering dijumpai pada larut tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus,
atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang
Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella.
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya.
Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam
amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya
peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH
untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi
menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein
akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan
ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang.
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama
proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi,
kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam
fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64%.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya
kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung
sampai fermentasi 72 jam.
Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya
akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jamKandungan serat kasar dan
vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal
dengan thiamin.
2. Berapa panas yang dikeluarkan (dibutuhkan) untuk membekukan air seberat
2.000 gram dengan suhu 80oF akan dibekukan menjadi es dengan suhu 0oF.
3. Kerusakan-kerusakan terpenting pada bahan pangan adalah kerusakan
mikrobiologi maka perlu pemahaman tentang pertumbuhan mikroba. Jelaskan
grafik pertumbuhan mikroba? Serta jelaskan bakteri yang berbahaya pada
makanan kaleng dan cara pengawetan apa yang dapat digunakan untuk
membunuh bakteri tersebut?

Pertumbuhan mikroba dapat dibedakan antara pertumbuhan masing-masing individu


sel dan pertumbuhan kelompok sel atau pertumbuhan populasi. Pertumbuhan tersebut
dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung akan
diperoleh jumlah keseluruhan mikrobia, baik yang hidup maupun yang mati,
sedangkan pengukuran tidak langsung hanya menghitung mikrobia yang hidup.
Pengukuran langsung dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah
bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil

Kurva pertumbuhan ialah suatu informasi mengenai fase hidup suatu bakteri, fase-
fase hidup bateri pada umumnya meliputi, adaptasi, log (pertumbuhan eksponensial),
stationer, kematian. Kurva pertumbuhan digunakan untuk mengetahui kecepatan
pertumbuhan sel dan pengaruh lingkungan terhadap kecepatan pertumbuhan. Langkah
awal untuk mengetahui kurva pertumbuhan bakteri ialah dengan isolasi bakteri.
Pembuatan kurva pertumbuhan merupakan bagian yang penting dari suatu penelitian
karena dapat menggambarkan karakteristik kolonisasi bakteri. Selain itu, perhitungan
waktu generasi juga diperlukanuntuk mengetahui prediksi populasi setiap
mikroorganisme dalam jangka waktu yang sama dengan keaktifannya dalam proses
metabolisme.Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan untuk menggambarkan sifat-
sifat pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikroba dapat digambarkan
dalam bentuk kurva pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam batch
culture atau continuous culture.

Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture merupakan sistem kultur tertutup
(menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa adanya penambahan medium baru ke
dalam kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup mengalami 4 fase pertumbuhan, secara
berurutan meliputi fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian.
Pertumbuhan mikrobia dalam sistem tertutup menyebabkan fase eksponensial
mikrobia sangat terbatas
a) Fase Lag

Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia untuk tumbuh


beradaptasi di dalam medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan untuk
mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut.
Pada fase lag terjadi pertambahan massa dan volume sel mikrobia. Panjang
atau pendeknya interval fase lag tergantung pada jenis inokulum mikrobia,
medium yang sedikit nutrisi dan kondisi pertumbuhan mikrobia saat
diinokulasikan.

Ada 3 alasan mikrobia kembali ke fase lag, yaitu:

• Inokulum hidup yang digunakan berasal dari kultur medium lama (saat
mikrobia dalam fase stasioner) dipindahkan ke dalam komposisi
medium baru yang sama. Keadaan mikrobia kembali ke fase lag karena
mikrobia sudah tidak memiliki metabolit penting untuk menunjang
kehidupannya. Oleh karena itu, mikrobia membutuhkan rentang waktu
untuk melakukan biosintesis kembali. Mikrobia yang diinokulasikan
mengalami kerusakan sel (tidak mati) akibat perubahan suhu, radiasi
atau bahan kimia toxic. Fase lag dibutuhkan mikrobia untuk
memperbaiki kerusakan sel nya.
• Populasi mikrobia yang diinokulasikan berasal dari medium kaya
nutrisi dipindahkan ke dalam medium yang sedikit nutrisinya.
Mikrobia membutuhkan waktu untuk menghasilkan enzim baru yang
digunakan untuk mensintesis metabolit essensial.
• Populasi mikrobia tidak akan mengalami fase lag jika inokulum yang
digunakan berasal dari populasi mikrobia yang mengalami
pertumbuhan fase eksponensial dan ditumbuhakan pada kondisi
medium yang sama.

b) Fase Eksponensial

Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami pembelahan paling


tinggi dan konstan dalam waktu generasi yang pendek. Waktu generasi
mikrobia merupakan waktu yang dibutuhkan sel mikrobia untuk membelah
menjadi 2 sel. Setiap sel mikrobia akan membelah 2x lipat sehingga
peningkatan jumlah populasi selalu 2n, n adalah jumlah generasi. Pertambahan
jumlah sel dalam populasi disebut sebagai pertumbuhan mikrobia.

Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase eksponensial sangat dipengaruhi


oleh kondisi lingkungan (seperti nutrisi, kondisi inkubasi), seperti halnya
karakteristik genetik suatu mikrobia. Pada umumnya, prokariot lebih cepat
tumbuh daripada eukariot dan eukariot yang berukuran kecil lebih cepat
tumbuh daripada yang ukurannya lebih besar. Hal ini karena sel yang
berukuran kecil memiliki kapasitas penyerapan nutrisi dan pembuangan sisa
metabolisme lebih besar daripada sel yang berukuran besar. Kondisi tersebut
mempercepat proses metabolisme yang akan mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan mikrobia. Pertumbuhan yang lebih cepat pada prokariot (bakteri)
menyebabkan waktu generasinya lebih pendek dibandingkan eukariot
c) Fase Stasioner

Mikrobia mengalami pertumbuhan yang terbatas dan konstan selama fase


stasioner. Pada fase stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat lambat.
Jumlah pembelahan sel dengan sel yang mati seimbang, sehingga jumlah sel
relatif konstan (pertumbuhan 0). Pertambahan jumlah sel yang sebanding
dengan kematian sel disebut dengan fenomena pertumbuhan kriptik.

Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan
proses biosintesis lainnya. Metabolit sekunder banyak dihasilkan mikrobia
pada fase ini. Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan yaitu:

• Terbatasnya nutrisi essensial dalam kultur yang mulai berkurang,


• Bagi organisme aerobik, ketersediaan O2 dalam medium mulai
berkurang,
• Banyaknya sisa metabolisme yang tertimbun dalam medium kultur
sehingga pertumbuhan mikroba terhambat.

d) Fase Kematian

Fase kematian terjadi jika terjadi perubahan lingkungan menjadi tidak


menguntungkan, seperti berkurangnya nutrisi essensial dalam medium dan
meningkatnya akumulasi zat toksik dalam medium. Grafik fase kematian
seperti grafik fase eksponensial yaitu logaritmik (kematian sel tiap jam adalah
konstan). Sel mikrobia yang mati akan mengalami lisis.

Bakteri yang berbahaya pada makanan kaleng yaitu bakteri Clostiridium botulinum

Bakteri Clostridium botulinum adalah bacilus aerobik Grampositif yang menghasilkan spora
tahan panas. Proses sterilisasi makanan kaleng yang tidak sempurna serta kondisi kaleng
yang rusak dapat dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat
menyebabkan botulisme Bakteri ini hidup pada tingkat keasaman di atas 4,6.

Clostridium Botullinum banyak ditemukan pada makanan yang kurang diproses, sosis,
produk daging, sayuran kaleng, produk makanan laut, makanan kaleng. C. botulinum dapat
membentuk spora, dimana spora ini dapat ditemukan di tanah, tanaman, isi usus hewan
mamalia, unggas, dan ikan,sehingga dapat dikatakan penyebarannya ini sangat luas.
Botulismus atau penyakit yang diakibatkan oleh C.botulinum ini merupakan kejadian yang
cepat mematikan, sehingga diagnosis yang cepat perlu dilakukan untuk keberhasilan
pengobatan atau penyelesaian masalah penyakit. Untuk mendeteksi C. botulinum dapat
diambil pada sampel seperti feses, isi lambung, isi usus, swab luka dan jaringan akan
membantu penegakkan diagnosis. Terkadang adanya beberapa galur C. botulinum penghasil
beberapa macam toksin cukup menyulitkan.
Faktor utama yang mengontrol pertumbuhan C. Botullinum dalam makanan adalah suhu, pH
dan keasaman, Aw, potensi redoks, kecukupan nutrisi, adanya antimikroba dan mikrobiota
kompetitif. Pencegahan dari toksin C. Botullinum ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
mulai dari proses pengolahannya sampai adanya vaksinasi, sebagai berikut :
1. Kadar Aw
Untuk menghambat pertumbuhan organisme dapat dilakukan dengan penurunan aw seperti
penggunaan garam diatas 10% untuk menghambat strain grup I dan garam diatas 5% untuk
strain grup II. Selain itu, dapat pula digunakan konsentrasi gula yang tinggi yaitu sukrose
30%.
2. pH
Untuk kelompok 1 C. Botulinum ph yang dianggap aman adalah pH <4,6 sehingga
C.botulinum tidak akan berkecambah, tumbuh lebih besar, dan membentuk toksin
botulismus. Makanan dengan keamanan botulisme yang sangat baik adalah makanan atau
produk makanan dengan pH <4,6 atau makanan asam tinggi. Sedangkan untuk kelompok 2,
pH kritis adalah 5,0 untuk pencegahan perkecambahan spora dan pembentukan toksin
botulisme.
3. Suhu penyimpanan
Pertumbuhan yang baik untuk C. Botulinum terjadi pada suhu 20o sampai 45oC sehingga
untuk menghambat pertumbuhannya dapat dilakukan dengan memperhatikan suhu
penyimpanan yaitu 10oC untuk grup I dan 4o sampai 6oC.
4. Pengolahan atau penyimpanan
Semua makanan yang dikalengkan dan diawetkan secara komersial umumnya aman untuk
dikonsumsi karena makanan telah disterilkan/ menggunakan ph yang tinggi/terlalu asam atau
juga dengan diawetkan dengan cara lain. Untuk produk segar tidak berbahaya. Racun dapat
dihancurkan pada suhu 75°-80°C, sehingga makanan yang telah dimasak dan dipanaskan
aman dikonsumsi. Selain itu, dapat juga dilakukan pengasapan untuk mengurangi
toksinnya.Menemukan bahwa pengasapan cukup efektif untuk menurunkan jumlah kuman,
dimana tidak ada C. Botullinum yang ditemukan pada produk ikan yang diasapkan selama
lima tahun penelitiannya. Ini dikarenakan adanya penghambatan yang diakibatkan oleh hasil
dari kombinasi garam dan nitrat, asap serta suhu penyimpanan yang rendah (3,3oC).
Disarankan juga untuk memanaskan makanan dengan temperatur yang tinggi (makanan
kaleng) dengan tujuan untuk mematikan spora; mendinginkan makanan yang tidak dimasak
(suhu lebih rendah dari 3,3 oC); dan segera mengkonsumsi makanan yang telah dimasak
karena apabila dibiarkan terlalu lama (suhu makanan 20 o sampai 45 oC) adalah suhu optimal
untuk pertumbuhan C. Botulinum.
5. Vaksin
Vaksin untuk pencegahan botulismus pada manusia dapat berupa pentavalent botulinum
toxoid (PBT) yang telah digunakan sejak tahun 1959 dan masih dipergunakan sampai saat ini
dengan berbagai. PBT adalah toksoid (toksin yang telah diinaktifasi), yang dibuat dari toksin
serotipe A, B, C, D dan E yang diinaktifasi dengan formalin, dan mengalami pemurnian.
Vaksin botulismus biasanya diberikan secara subcutaneous secara berseri (0,2 dan 12
minggu), dan berikutnya dapat diberikan booster pada 12 bulan dan setiap tahun berikutnya.
6. Mikrobiota yang kompetitif
Mikrobiota kompetitif adalah mikroba yang dapat menghambat kerja dari C.botullinum ini,
misalnya bakteri asam laktat atau ragi. Bakteri asam laktat atau ragi ini yang memfermentasi
gula dan substrat lain dalam makanan dengan cara memproduksi tingat penghambatan asam
organik, alkohol. Contoh lain yaitu pengawet seperti nitrit.
Menurut salah satu sumber, ada beberapa faktor lain yang dapat mengendalikan tumbuh
C.botulinum ini seperti kriteria proses pemanasan pada 121oC selama minimal 3 menit,
proses dengan bantuan rendah asam ataupun melakukan sterilisasi termal dengan bantuan
tekanan.
Cara mematikan Bakteri Closetiridium Botullinum yaitu dengan menggunakan
pengawetan Sterilisasi

Proses sterilisasi yang optimal umumnya dilakukan dengan memastikan C. botulinum dapat
mati. Dengan demikian, mikroba lain yang kurang tahan panas akan otomatis mati apabila C.
botulinum berhasil dibunuh. C. botulinum dapat hidup di dalam makanan kaleng karena
kondisi makanan di dalam kaleng yang an-aerobik, dan bakteri ini hidup secara an-aerobik
(tidak membutuhkan oksigen). Bakteri ini termasuk bakteri gram positif berbentuk batang,
mempunyai dinding sel yang sebagian besar tersusun dari peptidoglikan (murein). Proses
sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang
menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses ini dilakukan
setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar
yang digunakan adalah 121,1o C (250o F).

Suhu proses untuk membunuh spora mikroba patogen yang dapat membentuk toksin dan
dapat meracuni manusia umumnya dilakukan pada 110⁰C-130⁰C selama waktu tertentu,
tergantung pada kondisi dari produknya. Sedangkan suhu untuk mereduksi jumlah C.
botulinum dalam makanan kaleng adalah 121,1⁰C selama 3 menit. Semakin tinggi suhu maka
akan semakin pendek waktu yag diperlukan untuk dapat membunuh mikroba tersebut.
Bakteri mesofilik seperti C. botulinum memiliki nilai D sebesar 0,25 menit pada suhu
121,1⁰C (250⁰F),Artinya, untuk menurunkan jumlah C.botulinum sebesar 90% memerlukan
waktu 0,25 menit. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suhu tertentu, maka semakin
tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu pula. Sensitivitas nilai D terhadap
perubahan suhu yang dinyatakan dengan nilai Z juga tidak sama untuk setiap jenis mikroba.
Bakteri C. botulinum memiliki nilai Z sebesar 10⁰C artinya untuk mengubah nilai D mikroba
tersebut dari 0,25 menit pada suhu 121,1⁰C menjadi 0,025 menit (menurun sebesar 90% atau
satu siklus logaritma), suhu pemanasan harus dinaikkan sebesar 10⁰C, yaitu menjadi 131⁰C.
Dengan kata lain, untuk menurunkan C. botulinum sebesar 90% pada suhu 121o C adalah
0,25 menit. Sedangkan pada suhu 131⁰C adalah 0,025 menit (10 kali lebih cepat).

Jadi, untuk menurunkan C. botulinum sebesar 90% digunakan proses pemanasan sterilisasi
pada suhu 121°C adalah 0,25 menit atau pada suhu 131°C adalah 0,025 menit (10 kali lebih
cepat).
C. botulinum yang ada pada produk pangan terutama makanan kaleng harus dibunuh, karena
bakteri ini dapat menyebabkan keracunan tipe intoksikasi pada manusia. Keracunan tipe
intoksikasi ini disebabkan oleh terkonsumsinya toksin (racun) ekstraseluler yang dihasilkan
oleh mikroba yang mencemari pangan. Intoksikasi tidak memerlukan adanya mikroba hidup
pada pangan yang dikonsumsi karena umumnya toksin mikroba telah dieksresikan ke
medium sekitarnya (ke dalam pangan) pada saat mikroba tumbuh dan mencemari pangan.
Dampak yang ditimbulkan relatif cepat karena toksin telah tersedia.

SUMBER

BMP/PANG4212

https://id.wikipedia.org/wiki/Clostridium_botulinum

Elia Yuswita. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium botulinum. Jurnal
Aplikasi
Teknologi Pangan 3; Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai