Anda di halaman 1dari 13

Makalah Agama Islam

PERAN MASJID DALAM MEMBANGUN


PERADABAN ISLAM
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kata “Masjid” berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta
tunduk penuh hormat, takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan
dahi kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut. Lafazh
ِ ‫ اَ ْل َم َس‬adalah jamak dari lafazh ‫ َم ْس ِج ٌد‬. Masjid ( ‫ ) َم ْس ِج ٌد‬dengan huruf jiim yang
‫اج ُد‬
dikasrahkan adalah tempat khusus yang disediakan untuk shalat lima waktu.
Sedangkan jika yang dimaksud adalah tempat meletakkan dahi ketika sujud,
maka huruf jiim-nya di fat-hah-kan ‫ َم ْس َج ٌد‬. Secara bahasa, kata masjid ( ‫ ِج ٌد‬6‫) َم ْس‬
adalah tempat yang dipakai untuk bersujud. Kemudian maknanya meluas
menjadi bangunan khusus yang dijadikan orang-orang untuk tempat berkumpul
menunaikan shalat berjama’ah. Az-Zarkasyi berkata, “Manakala sujud adalah
perbuatan yang paling mulia dalam shalat, disebabkan kedekatan hamba Allah
kepada-Nya di dalam sujud, maka tempat melaksanakan shalat diambil dari kata
sujud (yakni masjad = tempat sujud). Mereka tidak menyebutnya ‫( َمرْ َك ٌع‬tempat
ruku’) atau yang lainnya. Kemudian perkembangan berikutnya lafazh masjad
berubah menjadi masjid, yang secara istilah berarti bengunan khusus yang
disediakan untuk shalat lima waktu. Berbeda dengan tempat yang digunakan
َ ‫اَ ْل ُم‬
untuk shalat ‘Id atau sejenisnya (seperti shalat Istisqa’) yang dinamakan ‫صلَّى‬
(mushallaa = lapangan terbuka yang digunakan untuk shalat ‘Id atau sejenisnya).
Hukum-hukum bagi masjid tidak dapat diterapkan pada mushalla. Istilah masjid
menurut syara’ adalah tempat yang disediakan untuk shalat di dalamnya dan
sifatnya tetap, bukan untuk sementara. Pada dasarnya, istilah masjid menurut
syara adalah setiap tempat di bumi yang digunakan untuk bersujud karena Allah
di tempat itu. Ini berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu anhu dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
‫ُص ِّل‬ َّ ‫ فََأيُّ َما َر ُج ٍل ِم ْن ُأ َّمتِ ْي َأ ْد َر َك ْتهُ ال‬،‫ًاوطَهُوْ رًا‬
َ ‫ فَ ْلي‬،ُ‫صالَة‬ َ ‫ت لِ َي اَْألرْ ضُ َم ْس ِجد‬
ْ َ‫ َو ُج ِعل‬..
“Dan bumi ini dijadikan bagiku sebagai tempat shalat serta sarana bersuci
(tayammum). Maka siapa pun dari umatku yang datang waktu shalat (di suatu
tempat), maka hendaklah ia shalat (di sana).”
Ini adalah kekhususan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ummatnya.
Sementara para Nabi sebelum beliau hanya diperbolehkan shalat di tempat tertentu
saja, seperti sinagog dan gereja. Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda
َ َ‫صالَةُ ف‬
‫ فَهُ َو َم ْس ِج ٌد‬،ِّ‫صل‬ َ ‫َواَ ْينَ َماَأ ْد َر َك ْت‬
َّ ‫ك ال‬
“Dan di tempat mana saja waktu shalat tiba kepadamu, maka shalatlah, karena
tempat itu adalah masjid.”

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana peran masjid di masa Rasulullah SAW?
 Bagaimana kolerasi antara institut masjid dengan pembangunan
peradaban manusia?
 Bagaimana perkembangan arsitektur masjid di abad pertengahan?
 Bagaimana masjid di era modern dapat menjadi pusat peradaban dan
kebudayaan?
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui peran masjid di masa Rasulullah SAW
 Untuk mengetahui kolerasi antara institut masjid dengan pembangunan
peradaban manusia
 Untuk mengetahui perkembangan arsitektur masjid di abad pertengahan
 Untuk mengetahui peran masjid di era modern sebagai pusat peradaban
dan kebudayaan
BAB 2

Pembahasan

2.1 Peran Masjid di Zaman Rasulullah SAW

Sebagaimana tertulis dalam sejarah bahwa setelah Nabi Muhammad Saw. hijrah
dari Mekah ke Madinah, yang pertama dilakukan Nabi adalah membangun masjid
Quba. Lalu tidak lama setelah itu dibangun pula masjid Nabawi. Bangunan fisik
masjid di zaman itu masih sangat sederhana, lantainya tanah, dinding dan atapnya
pelepah kurma. Namun demikian, masjid tersebut memainkan peranan yang sangat
siknifikan dan menjalankan multi fungsi dalam pembinaan umat.

Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadat, seperti shalat dan zikir,
tetapi masjid juga sebagai tempat pendidikan, tempat pemberian santunan sosial,
tempat latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan para korban perang,
tempat mendamaikan dan menyelesaikan sengketa, tempat menerima utusan
delegasi/tamu, sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama. Dari pembinaan
yang dilakukan Rasulullah di masjid itu lahirlah tokoh-tokoh yang berjasa dalam
pengembangan Islam ke seantero dunia, seperti Abu Bakar  shiddiq, Umar bin al-
Khatab, Usman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Masjid di zaman Nabi merupakan pusat pembinaan ruhiyah (tarbiyah ruhiyah)


umat Islam. Di masjid ini ditegakan shalat  lima waktu secara berjama’ah. Masjid
berperan untuk membina dan meningkatkan kekuatan ruhiyah (keimanan) umatnya.
Dalam konteks ini sebaiknya dihayati firman Allah dalam surat An-Nur;36-37:
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut namaNYA di waktu pagi dan petang, orang-orang yang
tidak dilalaikan oleh urusan bisnis dan perdagangan atau aktivitas apapun dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, mereka takut akan suatu
hari, di mana pada hari itu hati dan penglihatan menjadi guncang”

Masjid sebenarnya merupakan “kolam-kolam spiritual” yang akan


menghilangkan dahaga spiritual setiap muslim. Tujuan didirikannya suatu masjid
tercermin dalam kalimat-kalimat azan yang dikumandangkan oleh muazzin. Ketika
azan dikumandangkan setiap muslim diperintahkan untuk menjawab/ memenuhi
panggilan itu dan meninggalkan segala aktivitas lainnya. Ini merupakan suatu
bentuk latihan kepatuhan, dan kedisiplinan.  Tujuan mendirikan shalat adalah untuk
mengingat Allah, “Aqimishalata Lizikriy”(Q.S.Thaha;14). Mengingat Allah
merupakan cara yang tepat untuk memperoleh ketenangan jiwa dan pikiran,
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”(Q.S: AR-
Ra’du;28). Oleh karena itu masjid merupakan tempat yang ideal untuk
menenangkan hati dan pikiran.

Masjid  juga berperan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Di masjid,


Nabi mendidik para sahabatnya dan mengajarkan ajaran Islam dalam berbagai aspek
kehidupan. Di Masjid, dilatih para da’I untuk kemudian dikirim ke berbagai daerah
untuk mengajarkan Islam kepada penduduknya.  Masjid  juga digunakan sebagai
tempat membaca puisi-puisi ruhiyah yang memuji Allah dan RasulNya, sehingga
Nabi mempunyai penyair yang terkenal yaitu Hasan bin Tsabit. Masjid ketika itu
menjadi pusat pengembangan kebudayaan dalam semua aspek kehidupan.  Tidaklah
mengherankan kalau pada masa selanjutnya masjid menjadi pusat berkembangnya
ilmu-ilmu keislaman. Misalnya, universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, yang terkenal
itu, pada mulanya merupakan kegiatan belajar di masjid Al-Azhar yang dibangun
pada masa dinasti Fatimiyah

Masjid Nabawi di Madinah dahulu berperan sebagai pusat kegiatan sosial. Di


Masjidlah dibuat sebuah tenda tempat memberi santuan kepada fakir miskin berupa
uang dan makanan. Masalah pernikahan, perceraian, perdamaian dan penyelesaian
sengketa masyarakat juga diselesaikan di Masjid. Orang-orang yang terluka dalam
peperangan juga diobati di masjid. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan
instruksi kepada para tentara yang akan dikirim ke suatu tempat untuk berperang.
Masjid juga digunakan sebagai tempat bertemunya pemimpin (pemerintah) dengan
rakyatnya untuk bermusyawarah membicarakan berbagai kepentingan bersama. Di
masjid juga Nabi menerima delegasi dari luar negeri dan mengirim utusannya ke
luar negeri. Di masjid para sahabat berlatih berperang dengan disaksikan oleh Nabi
Muhammad.

Sebagai pusat kegiatan-legiatan ekonomi. Di masjid dibangun  Baitul Mal,


dihimpun harta dari orang-orang kaya kemudian didistribusikan kepada fakir miskin
dan orang yang membutuhkan uluran dana lainnya. Memang Nabi melarang setiap
muslim melakukan praktek jual beli di dalam masjid, seperti hadis yang
diriwayatkan oleh imam An-Nasa-iy dan at-Turmudzi dari Abu Hurairah, Nabi
bersabda:”Bila kamu melihat orang-orang yang melakukan praktek jual beli di
dalam masjid, maka katakanlah kepada mereka: semoga Allah tidak memberikan
keuntungan dalam bisnismu itu”. Namun, aktivitas jual beli yang dilakukan di luar
masjid dan tidak mengganggu ibadah shalat dibolehkan oleh para ulama
berdasarkan firman Allah dalam surat al-Jumu’ah;10:”Bila shalat (jum’at) telah
selesai didirikan, maka bertebaranlah kamu di permukaan bumi ini , carilah
karunia(rezeki) Allah dan perbanyaklah mengingat Allah”.

2.2 Korelasi Institusi Masjid dan Pembangunan Peradaban Manusia

Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya,


masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia
Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan.

Sejarah peradaban Islam mencatat, aktivitas pendidikan berupa sekolah pertama


kali hadir di masjid pada tahun 653 M di kota Madinah. Pada era kekuasaan Dinasti
Umayyah, sekolah di Masjid pun mulai muncul di Damaskus pada tahun 744 M.
Sejak tahun 900 M, hampir setiap masjid memiliki sekolah dasar yang berfungsi
untuk mendidik anak-anak Muslim yang tersebar di dunia.
Sebagai institusi pendidikan Islam periode awal, masjid
menyelenggarakan kajian-kajian baik dalam bentuk diskusi, ceramah dan model
pembelajaran yang memiliki bentuk atau format tersendiri yang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan masyarakat muslim pada masa itu yang pada masa-masa
berikutnya terus mengalami inovasi dan pembaruan. Hasil inovasi dan pembaruan
tersebut sebagai konsekensi dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat muslim
terhadap pendidikan Islam yang terus mengalami perubahan dan peningkatan.

Format dasar pendidikan masjid adalah lingkaran studi, lebih dikenal


dalam Islam sebagai `ilm al-Halaqat ‘atau singkatnya: Halaqa. Halaqa, dieja Halqa
dalam edisi baru Ensiklopedi Islam, yang didefinisikan sebagai ‘pertemuan orang
yang duduk membentuk lingkaran.

Kadang-kadang dalam satu masjid terdapat beberapa halaqa dengan mudarris


yang masing-masing mengajar satu ilmu, seperti ilmu tafsir, fiqih, tarikh dan
sebagainya. Di masjid Amr ibn ‘Ash (13 H), misalnya, yang mula-mula diajarkan di
masjid ini ialah pelajaran agama dan budi pekerti. Kemudian secara berangsur-
angsur ditambahkan beberapa mata pelajaran. Pada waktu imam Syafi’i datang ke
masjid ini untuk menjadi guru pada tahun 182 H, ia melihat sudah ada delapan buah
halaqa yang penuh dengan pelajar. Pada masa Umayyah terdapat masjid sebagai
pusat ilmu yakni Cordoba, masjid ash- Shahra, masjid Damaskus, dan masjid
Qairawan. Pada masa Abbasiyyah, terdapat juga masjid sebagai pusat ilmu, periode
pertama 132-232 H (750-847 M), yakni masjid Basrah (belum ada
madrasah/sekolah).

Beberapa data historis di atas hanyalah menggambarkan sedikit dari puluhan


ribu masjid yang secara faktual telah menyelenggarakan proses pendidikan Islam
dengan ragam disiplin keilmuan Islam dan memberikan sumbangan penting bagi
proses transmisi keilmuan dari periode ke periode. Pemilahan materi ajar pun belum
dilakukan secara sistematis dan terstruktur yang pada perkembangan selanjutnya
pembakuan kurikulum terstruktur tersebut dilakukan pada lembaga pendidikan
Islam yang formal yaitu : madrasah.
Kemunculan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan fase
terpenting dalam sejarah intelektual pendidikan Islam yang mengubah secara
signifikan format penyelenggaraan pendidikan Islam menjadi lebih sistematis dan
terstruktur. Format halaqa yang semula digunakan dalam kajian-kajian keilmuan
Islam bergeser ke lembaga baru bernama madrasah yang menggunakan sistem kelas
dalam praktek pengajaran dan pembelajarannya.

2.3 Perkembangan Arsitektur Masjid di Abad Pertengahan


Peradaban dan arsitektur zaman pertengahan (mediafal) yang menurut
sebagian ahli disebut pula zaman kegelapan (the dark ages), ternyata telah
melahirkan peradaban dan arsitektur yang luar biasa. Bersendikan agama Kristen
dan Islam, peradaban dan arsitektur zaman pertengahan telah memperlihatkan
kepada kita kehidupan keagamaan Kristen dan Islam, kekaryaan arsitektur
bangunan-bangunan peribadatan, gereja dan mesjid, serta istana kebesaran. Era ini
ditandai dengan penggunaan lengkungan bulat atau sedikit runcing, tiang-tiang
penopang yang mendukung kubah, menampilkan struktur batu dengan hamparan
kaca besar, jendela berisi.

Pada mulanya, daerah Eropa Timur yang disebut Byzantium adalah koloni
bangsa Yunani sejak tahun 660 SM, yang kemudaian menjadi bagian wilayah
kekaisaran Romawi. Konstantin agung mengundang banyak seniman ke Byzantium
untuk membangun kota yang terletak di persimpangan antara selat Bosphorus
dengan laut Mamora. Kota ini kemudian dinamakan atas namanya, yaitu
Konstantinopel, kemudian pada tahun 330 diresmikan sebagai ibukota Romawi
Timur. Gaya arsitektur Byzantium yang bermula pada abad VI ini tumbuh dari
berbagai dasar dan akar kebudayaan. Cita-cita arsitektur Byzantium adalah
mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena kubah dianggap simbol dari
kekuasaan yang Maha Esa. Meskipun kata ‘cupola’ (kubah) itu berasal dari Bahasa
Arab, akan tetapi pembuatan kubah ini tidak dapat dianggap berasal dari orang-
orang Islam. Kubah telah digunakan pada istana Raja Sassanid (Persia) dan oleh
orang-orang Byzantium jauh sebelum dibuat oleh orang-orang Islam. Para arsitek
Arab tampaknya tidak suka dengan bentuk permukaan kubah, sudut kubah dan
bagian empat persegi panjang kubah yang kaku, sebaliknya orang Yunani kuno
justru suka dengan bentuk-bentuk tersebut. Agar sudut dinding dapat terbentuk
dengan tepat dan agar bagian kubah dan bagian kamar itu menjadi tepat, mereka
menggunakan bagian serambi dalam bentuk tiga sudut bidang lengkung. Karena
kubah yang kecil ini terlalu geometris, maka mereka secara bertahap membuat
kubah agar berbentuk stalaktit yang menggantung atau seperti bentuk sarang lebah.
Gaya ini ditemukan di Sisilia dari abad 10 dan 11 Masehi. Orang-orang Arab
Spanyol merubah bentuk kubah itu dengan memberikan bentuk prisma vertikal di
bagian lengkungnya.

Penggunaan sistem kubah untuk konstruksi atap bertolak belakang dengan


gaya Kristiani kuno berupa penopang-penopang kayu dan juga gaya lengkung batu
Romawi. Namun membangun kubah diatas denah bujur sangkar menimbulkan
kesulitan. Pada arsitektur Romawi juga ditemui kubah, tetapi semua dengan denah
lingkaran. Contoh yang ditiru bangsa Byzantium adalah kubah dari bangsa Sassanid
dari Timur, yang membangun kubah-kubah diatas denah bujursangkar, walau
ukurannya sangat kecil.

Bangsa Byzantium kemudian mengembangkan konstruksi kubah demikian


yang dapat mencakup ruang-ruang yang sangat luas, seperti pada gereja Aya Sophia.
Aya Sofia adalah sebuah gereja bernama Hagia Sophia yang dibangun pada masa
Kaisar Justinianus (penguasa Bizantium), tahun 558 M. Arsitek Gereja Hagia
Sophia ini adalah Anthemios dari Tralles dan Isidorus dari Miletus. Berkat tangan
Anthemios dan Isidorus, bangunan Hagia Sophia muncul sebagai simbol puncak
ketinggian arsitektur Bizantium. Kedua arsitek ini membangun Gereja Hagia Sophia
dengan konsep baru. Hal ini dilakukan setelah orangorang Bizantium mengenal
bentuk kubah dalam arsitektur Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia.
Keuntungan praktis bentuk kubah yang dikembangkan dalam arsitektur Islam ini,
terbuat dari batu bata yang lebih ringan daripada langit-langit kubah orang-orang
Nasrani di Roma, yang terbuat dari beton tebal dan berat, serta mahal biayanya.
Karena orang-orang Turki yang beragama Islam cukup arif, maka ketika Gereja
Hagia Sophia dialihfungsikan menjadi masjid pada 1453. Pada masa Sultan Murad
III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid
yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib yang terpampang
pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan asli yang
semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar dan
perabotan-perabotan lain yang dianggap tidak perlu, juga dihilangkan. Begitu pula
patung-patung yang ada dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat.

Selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi
sebagai masjid. Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang
beragama Islam dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang
semula mengenal atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap
meruncing. Setelah mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik awal
dari pengembangan bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan perkasa dan
vertikal. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan
masjid, yaitu pengembangan lengkunganlengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk
memperoleh kesan ruang yang lebih luas dan tinggi.

2.4 Peran Masjid di Era Modern sebagai Pusat Peradaban dan Kebudayaan
1. Sebagai tempat beribadah Sesuai dengan namanya
Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai
tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di
dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang
ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping
sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai
dengan ajaran Islam.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya
ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu
juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan
lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam
mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan
umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi
Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan
da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang
kokoh.
4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu
berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami.
Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan
dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan
masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah
dan kebudayaan.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid
memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah
dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu
pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak
mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman
Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid
beserta kegiatannya.
6. Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam
Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam
sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur
dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit
dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari
berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial
dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan
dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini
dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan
secara arif bijaksana digulirkan.
Suryo AB (AlTasamuh-2003) mengatakan Di era kebangkitan umat saat ini.
fungsi dan peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi
dan peran masjid dalam memanajemen potensi umat.
1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Saat ini sumber daya manusia menjadi salah satu ikon penting dari proses
peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju kearah
pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-
pelatihan.
2. Pusat Perekonomian Umat.
Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Namun
dalam kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku.
Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi, tak ada salahnya
bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa
dampak positif bagi umat dilingkungannya.
3. Pusat Penjaringan Potensi Umat.
Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan
kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan,
bahkan ribuan orangjumlah-nya.
4. Pusat Kepustakaan.
Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah "membaca".
Dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca, dalam pengertian
konseptual maupun kontekstual. Saat ini sedikit sekali dijumpai dari
kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada
tataran intelektualnya (siswa, mahasiswa, bahkan dosen dan ustadz)
mempunyai hobi membaca
BAB 3
Kesimpulan
Perkembangan arsitektur masjid abad pertengahan ditandai dengan penggunaan
lengkungan bulat atau sedikit runcing, tiang-tiang penopang yang mendukung
kubah, menampilkan struktur batu dengan hamparan kaca besar, jendela berisi.
Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam
dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula mengenal
atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing. Setelah
mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik awal dari pengembangan
bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan perkasa dan vertikal. Hal ini pula
yang menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan masjid, yaitu
pengembangan lengkunganlengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk memperoleh
kesan ruang yang lebih luas dan tinggi. Pada masa modern seperti saat ini, masjid
memiliki fungsi penting sebagai pusat peradaban dan kebudayaan. Fungsi tersebut
meliputi sebagai tempat beribadah, tempat menuntut ilmu, tempat pembinaan
jama’ah, dan pusat da’wah.

Daftar Pustaka

Aminullah, Ghilman, Fungsi Masjid Dalam Membangun Peradaban Islam,


https://www.academia.edu/5544793/Fungsi_Masjid_Dalam_Membangun_Peradaba
n_Islam

Barliana, M. S. (2008). Perkembangan Arsitektur Masjid : Formasi Bentuk dan


Ruang. Historia, 3-6.
Ekomadyo, A. S. (2016). Mempertanyakan “Arsitektur Islam”. Salman, 4-7.
Fanani, A. (2009). Arsitektur masjid. Yogyakarta: Penerbit Bentang.
JANNAH, N. (2016). REVITALISASI PERANAN MASJID DI ERA MODERN.
34-38.

PERAN DAN FUNGSI MASJID DI ZAMAN RASULULLAH SAW


https://www.w-islam.com/2014/01/1762/peran-dan-fungsi-masjid-di-zaman-
rasulullah-saw/
PENGERTIAN MASJID Oleh Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani
https://almanhaj.or.id/2524-pengertian-masjid.html

Rosadi, B. (2014). Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam. Jurnal An Nûr,, 134-
138.
https://almanhaj.or.id/2524-pengertian-masjid.html

Anda mungkin juga menyukai