Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA

RSUD BANGIL

PERIODE PRAKTIK 10 OKTOBER – 5 NOVEMBER 2022

Disusun guna memenuhi tugas Praktik Klinik Kebidanan Kegawatdaruratan

DISUSUN OLEH :

RINA PUTRI OKTALINDA

P17311193031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG

TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan PKK Komprehensif


Stase Perinatologi RSUD Bangil dengan Judul “Plasenta Previa”
Periode Praktik 10 Oktober – 5 November 2022
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …….

Preseptor Akademik Presepti

( ) (Rina Putri Oktalinda)

NIP. NIM. P17311193031


A. Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga menutupi Sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta berimplantasi
menutupi Sebagian atau seluruh segmen bawah Rahim.
Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui jalan lahir
diklasifikasikan menjadi :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah olasenta yang menutupi
seluruh osteum uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi Sebagian osteum
uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plsenta yang tepinya berada di pinggir
osteum uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah Rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2cm dari osteum internum. Jarak yang lebih dari 2cm
dianggap plasenta letak normal.
Plasenta previa berdasarkan derajat invansinya, dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Plasenta Akreta
Meletaknya vili korion plasenta hingga memasuki Sebagian lapisan
myometrium. Tanda khas dari plasenta akreta pada pemeriksaan luar
adalah ikutnya fundus, apabila tali pusat ditarik.
2. Plasenta Inkreta
Melekatnya vili korion plasenta hingga memasuki/mencapai lapisan
myometrium, sehingga tidak mungkin dapat lepas dengan sendirinya.
Perlu dilakukan plasenta manual dengan tambahan kuretase tajam dan
dalam hingga histerektomi.
3. Plasenta Perkreta
Meletaknya vili korion menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus.
Ibu hamil yang terdiagnosis mengalami plasenta previa pada kehamilan
kurang dari 28 minggu, harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi
ulangan pada usia kehamilan antara 32 minggu hingga 35 minggu untuk
mendeteksi ulang letak plasenta karena letak plasenta masih bisa berubah
seiring membesarnya kehamilan. Pada ibu hamil dengan plasenta previa yang
memiliki Riwayat seksio sesarea membutuhkan pemeriksaan ulangan untuk
memastikan ada tidaknya plasenta akreta.
B. Tanda dan Gejala
Menurut Mochtar (2012) Gejala Utama Plasenta Previa yaitu : Perdarahan
yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar,
tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
Gejala Klinik :
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi
pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan
pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak
mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan
tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya
perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.
Perdarahan adalah gejala primer dari plasenta previa dan terjadi pada
mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan
vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari plasenta
previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan
dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin
mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam
(yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada
akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya
asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam.
Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar.
C. Patofisiologis
Segmen bawah uterus tumbuh dan meregang setelah minggu ke 12
kehamilan, dalam minggu-minggu berikutnya ini dapat menyebabkan
plasenta terpisah dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi
secara spontan dan tanpa disertai nyeri, seringkali terjadi saat ibu sedang
istirahat.
Segmen bawah uterus telah terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
Usia kehamilan yang bertambah menyebabkan segmen-segmen bawah uterus
akan melebar dan menipis serta servik mulai membuka. Pelebaran segmen
bawah uterus dan pembukaan servik pada ibu hamil dengan plasenta previa
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah yang keluar berwarna
merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta
yang berwarna merah kehitaman. Sumber perdarahannya adalah robeknya
sinus uterus akibat terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta. Makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi.
Plasenta previa dapat mengakibatkan terjadinya anemia bahkan syok,
terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh, bahkan
infeksi pada perdarahan yang banyak sampai dengan kematian (Manuaba,
2012).
D. Faktor Resiko
Berghella (2016) menyebutkan faktor risiko terjadinya plasenta previa
yaitu ibu dengan riwayat seksio sesarea, riwayat tindakan kuretase,
multiparitas dan riwayat merokok. Qatrunnada, dkk (2018) mendapatkan
hubungan yang bermakna pada usia, paritas, riwayat seksio sesarea, dan
plasenta previa (p<0,05).
a. Usia ibu
Usia seorang ibu berkaitan dengan alat reproduksi wanita.
Pengertian usia menurut beberapa ahli, yaitu:
1) Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
benda atau makluk, baik yang hidup maupun yang mati. semisal, umur
manusia dikatakan 15 Tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur
itu dihitung (Depkes, 2012).
2) Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang Tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
Bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir
semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan
kehamilan dan mengetahui pentingnya ANC.
3) Usia adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai
dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan
hitungan Tahun (Nursalam, 2015) Usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah
siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu
merawat bayi dan dirinya sendiri, kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun dua hingga lima kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. 10
Manuaba (2012) menyebutkan kehamilan yang terjadi pada usia kurang
dari 20 tahun memerlukan perhatian yang optimal. Penyulit pada
kehamilan lebih tinggi muncul dibandingkan usia reproduksi sehat.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah wanita berusia kurang
dari 20 tahun secara fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum
cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan
janin. Selain itu secara mental pada umur ini wanita belum cukup
matang dan dewasa. Ibu muda biasanya memiliki kemampuan
perawatan pra-natal yang kurang baik karena rendahnya pengetahuan
dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan
kesehatan. Masalah psikologis terkadang muncul, karena ketidaksiapan
mental dan jiwa untuk menjadi seorang ibu.. Hal ini mengakibatkan
peningkatan risiko mengalami persalinan komplikasi atau komplikasi
obstretrik seperti abortus inkomplit, toksemia, eklamsia, solusio
plasenta, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan, persalinan macet,
berat bayi lahir rendah, kematian neonatus dan perinatal. Pada usia
lebih dari 35 tahun, sering dikaitkan dengan kemunduran dan
penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang berumur di atas 35 tahun
mempunyai risiko dua atau tiga kali untuk mengalami komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti perdarahan atau hipertensi dalam
kehamilan dan partus lama.
b. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang
wanita (BKKBN, 2011). Klasifikasi paritas menurut Mochtar (2012)
dibedakan menjadi:
1) Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak,
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar. 11
2) Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu, tidak lebih dari lima kali.
3) Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan lima orang
anak atau lebih. Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung
bekerja tidak efisien dalam semua kala dalam persalinan karena
melemahnya otot-otot rahim untuk berkontraksi sehingga berisiko
terjadinya persalinan lama dan perdarahan post pasca persalinan
(Wiknjosastro, 2014).
c. Riwayat Seksio Sesarea
Seksio Sesarea adalah tindakan pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2014).
Cunningham (2014) menyebutkan seksio sesarea adalah upaya melahirkan
janin dengan metode laparatomi dan histerektomi. Tindakan pembedahan
seksio sesaria dilakukan untuk keselamatan ibu dan janin selama
persalinan berlangsung. Indikasi dilakukannya Sectio Caesarea (SC)
secara umum adalah bila terdapat masalah pada jalan lahir (passage), his
(power) dan/atau janin (passenger) atau terdapat kontraindikasi persalinan
per vaginam. Indikasi ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar,
yaitu indikasi maternal, indikasi fetal, dan keduanya (Adriaansz, 2017;
Subekti, 2018). Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi,
makrosomia dan kelainan kongenital, sedangkan indikasi maternal
meliputi persalinan lama, disproporsi cepalo pelvik, ibu dengan penyakit
bawaan seperti jantung, ibu dengan infeksi HIV/AIDS.
E. Asuhan / Penatalaksanaan
a) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.
Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis
dilakukan secara ketat dan baik (Mochtar, 2012 dan Chalik, 2014).
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti. Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan
perdarahan sedikit kemudian berhenti di maksudkan dapat
memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan
berkembang dalam kandungan sampai janin matur.
b. Belum ada tanda-tanda in partu. Menunda tindakan pengakhiran
kehamilan segera pada kasus plasenta previa bila tidak terdapat
tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam
kandungan.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
d. Janin masih hidup.
Faktor – faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana
yang akan dipilih adalah :
a) Jenis plasenta previa
b) Perdarahan banyak atau sedikit tetapi berulang – ulang
c) Keadaan umum ibu hamil
d) Keadaan janin hidup gawat atau meninggal
e) Pembukaan jalan lahir
f) Paritas atau jumlah anak hiduo
g) Fasilitas penolong dan rumah sakit.
b) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan
plasenta previa (Mochtar, 2012)
a. Persalinana Abdominal dengan cara Seksio sesarea Prinsip utama dalam
melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan
ini tetap dilakukan. Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
a) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua
plasenta previa lateralis, posterior karena perdarahan yang sulit
dikontrol dengan cara- cara yang ada.
b) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan – tindakan yang ada
c) Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. Perdarahan
pada bekas insersi plasenta kadang – kadang berlebihan dan tidak
dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai
tindakannya adalah : bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat
reproduktif dilakukan ligasi rteri hipogastrika, dan bila anak sudah
ada dan cukup, yang paling baik adalah histerektomi.
b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan
pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut
1) Amniotomi dan akselerasi Amniotomi atau pemecahan selaput
ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan per
vaginam. Indikasi amniotomi pada plasenta previa :
a) Plasenta previa latelaris atau marginalis atau letak rendah, bila
telah ada pembukaan
b) Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau
marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih
c) Plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah
meninggal.
Keuntungan amniotomi adalah :
a) Bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan
menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan berkurang atau
berhenti
b) Partus akan berlangsung lebih cepat
c) Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin
gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak ada
lagi plasenta yang lepas. Setelah ketuban dipecahkan berikan
oksitosin drip 2,5 – 5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%. Bila
upaya diatas belum berhasil, ada 2 cara lagi yang dapat
dikerjakan terutama di daerah perifer dimana fasilitas operasi
tidak ada dari penderita tidak mau dirujuk ke rumah sakit yang
ada fasilitas operasinya.
2) Versi Braxton Hicks Versi Baxton Hicks dilakukan pada janin letak
kepala, untuk mencari kaki supaya dapat ditarik keluar. Bila janin
letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar akan lebih
mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dan diberi beban
seberat 50 -100 gr.
3) Traksi dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan
Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan
berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan
seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini
biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
tidak aktif. Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan
perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan
penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah :
a) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan dan
kematian.
b) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
c) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan
yang mempunyai fasilitas yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, T.M.A .2014. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Editor Ketua Saifudin, Abdul Bari. Cetakan
Keempat. Penerbit : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam (2012). Sinopsis Obsetri Fisiologis dan Patologis. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu, Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai