0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan12 halaman
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Dokumen ini membahas definisi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, serta faktor risiko plasenta previa. Faktor risiko utama adalah riwayat seksio sesarea, kuretase, multiparitas, dan merokok. Gejala khasnya adalah perdarahan pervaginam tanpa nyeri setelah usia
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Dokumen ini membahas definisi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, serta faktor risiko plasenta previa. Faktor risiko utama adalah riwayat seksio sesarea, kuretase, multiparitas, dan merokok. Gejala khasnya adalah perdarahan pervaginam tanpa nyeri setelah usia
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Dokumen ini membahas definisi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, serta faktor risiko plasenta previa. Faktor risiko utama adalah riwayat seksio sesarea, kuretase, multiparitas, dan merokok. Gejala khasnya adalah perdarahan pervaginam tanpa nyeri setelah usia
Stase Perinatologi RSUD Bangil dengan Judul “Plasenta Previa” Periode Praktik 10 Oktober – 5 November 2022 Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …….
Preseptor Akademik Presepti
( ) (Rina Putri Oktalinda)
NIP. NIM. P17311193031
A. Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi Sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta berimplantasi menutupi Sebagian atau seluruh segmen bawah Rahim. Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui jalan lahir diklasifikasikan menjadi : 1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah olasenta yang menutupi seluruh osteum uteri internum. 2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi Sebagian osteum uteri internum. 3. Plasenta previa marginalis adalah plsenta yang tepinya berada di pinggir osteum uteri internum. 4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah Rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2cm dari osteum internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal. Plasenta previa berdasarkan derajat invansinya, dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Plasenta Akreta Meletaknya vili korion plasenta hingga memasuki Sebagian lapisan myometrium. Tanda khas dari plasenta akreta pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus, apabila tali pusat ditarik. 2. Plasenta Inkreta Melekatnya vili korion plasenta hingga memasuki/mencapai lapisan myometrium, sehingga tidak mungkin dapat lepas dengan sendirinya. Perlu dilakukan plasenta manual dengan tambahan kuretase tajam dan dalam hingga histerektomi. 3. Plasenta Perkreta Meletaknya vili korion menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Ibu hamil yang terdiagnosis mengalami plasenta previa pada kehamilan kurang dari 28 minggu, harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi ulangan pada usia kehamilan antara 32 minggu hingga 35 minggu untuk mendeteksi ulang letak plasenta karena letak plasenta masih bisa berubah seiring membesarnya kehamilan. Pada ibu hamil dengan plasenta previa yang memiliki Riwayat seksio sesarea membutuhkan pemeriksaan ulangan untuk memastikan ada tidaknya plasenta akreta. B. Tanda dan Gejala Menurut Mochtar (2012) Gejala Utama Plasenta Previa yaitu : Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri. Gejala Klinik : 1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga. 2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit. 3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang. 4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak sungsang. 5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup. Perdarahan adalah gejala primer dari plasenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari plasenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah. Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. C. Patofisiologis Segmen bawah uterus tumbuh dan meregang setelah minggu ke 12 kehamilan, dalam minggu-minggu berikutnya ini dapat menyebabkan plasenta terpisah dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi secara spontan dan tanpa disertai nyeri, seringkali terjadi saat ibu sedang istirahat. Segmen bawah uterus telah terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Usia kehamilan yang bertambah menyebabkan segmen-segmen bawah uterus akan melebar dan menipis serta servik mulai membuka. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik pada ibu hamil dengan plasenta previa dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna merah kehitaman. Sumber perdarahannya adalah robeknya sinus uterus akibat terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi. Plasenta previa dapat mengakibatkan terjadinya anemia bahkan syok, terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh, bahkan infeksi pada perdarahan yang banyak sampai dengan kematian (Manuaba, 2012). D. Faktor Resiko Berghella (2016) menyebutkan faktor risiko terjadinya plasenta previa yaitu ibu dengan riwayat seksio sesarea, riwayat tindakan kuretase, multiparitas dan riwayat merokok. Qatrunnada, dkk (2018) mendapatkan hubungan yang bermakna pada usia, paritas, riwayat seksio sesarea, dan plasenta previa (p<0,05). a. Usia ibu Usia seorang ibu berkaitan dengan alat reproduksi wanita. Pengertian usia menurut beberapa ahli, yaitu: 1) Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makluk, baik yang hidup maupun yang mati. semisal, umur manusia dikatakan 15 Tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Depkes, 2012). 2) Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang Tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan dan mengetahui pentingnya ANC. 3) Usia adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan Tahun (Nursalam, 2015) Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri, kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun dua hingga lima kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. 10 Manuaba (2012) menyebutkan kehamilan yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun memerlukan perhatian yang optimal. Penyulit pada kehamilan lebih tinggi muncul dibandingkan usia reproduksi sehat. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah wanita berusia kurang dari 20 tahun secara fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Ibu muda biasanya memiliki kemampuan perawatan pra-natal yang kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan. Masalah psikologis terkadang muncul, karena ketidaksiapan mental dan jiwa untuk menjadi seorang ibu.. Hal ini mengakibatkan peningkatan risiko mengalami persalinan komplikasi atau komplikasi obstretrik seperti abortus inkomplit, toksemia, eklamsia, solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan, persalinan macet, berat bayi lahir rendah, kematian neonatus dan perinatal. Pada usia lebih dari 35 tahun, sering dikaitkan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang berumur di atas 35 tahun mempunyai risiko dua atau tiga kali untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan seperti perdarahan atau hipertensi dalam kehamilan dan partus lama. b. Paritas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita (BKKBN, 2011). Klasifikasi paritas menurut Mochtar (2012) dibedakan menjadi: 1) Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar. 11 2) Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu, tidak lebih dari lima kali. 3) Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan lima orang anak atau lebih. Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala dalam persalinan karena melemahnya otot-otot rahim untuk berkontraksi sehingga berisiko terjadinya persalinan lama dan perdarahan post pasca persalinan (Wiknjosastro, 2014). c. Riwayat Seksio Sesarea Seksio Sesarea adalah tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2014). Cunningham (2014) menyebutkan seksio sesarea adalah upaya melahirkan janin dengan metode laparatomi dan histerektomi. Tindakan pembedahan seksio sesaria dilakukan untuk keselamatan ibu dan janin selama persalinan berlangsung. Indikasi dilakukannya Sectio Caesarea (SC) secara umum adalah bila terdapat masalah pada jalan lahir (passage), his (power) dan/atau janin (passenger) atau terdapat kontraindikasi persalinan per vaginam. Indikasi ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu indikasi maternal, indikasi fetal, dan keduanya (Adriaansz, 2017; Subekti, 2018). Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi, makrosomia dan kelainan kongenital, sedangkan indikasi maternal meliputi persalinan lama, disproporsi cepalo pelvik, ibu dengan penyakit bawaan seperti jantung, ibu dengan infeksi HIV/AIDS. E. Asuhan / Penatalaksanaan a) Terapi ekspektatif (pasif) Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik (Mochtar, 2012 dan Chalik, 2014). Syarat-syarat terapi ekspektatif : a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam kandungan sampai janin matur. b. Belum ada tanda-tanda in partu. Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta previa bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam kandungan. c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal). d. Janin masih hidup. Faktor – faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah : a) Jenis plasenta previa b) Perdarahan banyak atau sedikit tetapi berulang – ulang c) Keadaan umum ibu hamil d) Keadaan janin hidup gawat atau meninggal e) Pembukaan jalan lahir f) Paritas atau jumlah anak hiduo g) Fasilitas penolong dan rumah sakit. b) Terapi aktif Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa (Mochtar, 2012) a. Persalinana Abdominal dengan cara Seksio sesarea Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa : a) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta previa lateralis, posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara- cara yang ada. b) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan – tindakan yang ada c) Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. Perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang – kadang berlebihan dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai tindakannya adalah : bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat reproduktif dilakukan ligasi rteri hipogastrika, dan bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah histerektomi. b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut 1) Amniotomi dan akselerasi Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan per vaginam. Indikasi amniotomi pada plasenta previa : a) Plasenta previa latelaris atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan b) Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih c) Plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah meninggal. Keuntungan amniotomi adalah : a) Bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan berkurang atau berhenti b) Partus akan berlangsung lebih cepat c) Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas. Setelah ketuban dipecahkan berikan oksitosin drip 2,5 – 5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%. Bila upaya diatas belum berhasil, ada 2 cara lagi yang dapat dikerjakan terutama di daerah perifer dimana fasilitas operasi tidak ada dari penderita tidak mau dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas operasinya. 2) Versi Braxton Hicks Versi Baxton Hicks dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dan diberi beban seberat 50 -100 gr. 3) Traksi dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif. Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa adalah : a) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian. b) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut. c) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup. DAFTAR PUSTAKA Chalik, T.M.A .2014. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Editor Ketua Saifudin, Abdul Bari. Cetakan Keempat. Penerbit : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Mochtar, Rustam (2012). Sinopsis Obsetri Fisiologis dan Patologis. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu, Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.