Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Kelainan / Penyakit Pada Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi adalah kumpulan organ internal dan eksternal, baik pada pria maupun
wanita yang bekerja bersama untuk tujuan prokreasi atau menghasilkan keturunan,
menurut Klinik Cleveland. Karena peran vitalnya dalam kelangsungan hidup spesies, banyak
ilmuwan berpendapat bahwa sistem reproduksi adalah salah satu sistem terpenting di
seluruh tubuh.

Sistem reproduksi pria terdiri dari dua bagian utama: testis, tempat sperma diproduksi, dan
penis, menurut Merck Manuals. Struktur eksternal dari sistem reproduksi wanita termasuk
klitoris, labia minora, labia majora dan kelenjar Bartholin, menurut Klinik Cleveland.Organ
internal utama dari sistem reproduksi wanita termasuk vagina dan rahim, yang bertindak
sebagai wadah untuk air mani, dan ovarium, yang menghasilkan sel telur wanita.
Kesehatan reproduksi yang baik berarti bahwa mereka akan dapat membuat pilihan yang
tepat dalam mengambil keputusan besar dalam hidup mereka, seperti kapan akan memiliki
anak atau akan memilikinya atau tidak.
Jadi membuat pilihan yang sehat dalam hal gaya hidup dalam kehidupan yang sibuk saat ini
menjadi semakin penting, bersama dengan itu, skrining untuk segala kemungkinan masalah
dengan sistem reproduksi juga tidak boleh diabaikan.
Ada beberapa penyakit pada sistem reproduksi manusia yang mesti diwaspadai dan dicegah
sedini mungkin. Berikut penyakit pada sistem reproduksi manusia, baik pada perempuan
maupun laki-laki:

Vaginitis

Penyakit pada sistem reproduksi wanita yang pertama adalah vaginitis. Vaginitis adalah
penyakit pada sistem reproduksi wanita dengan kondisi vagina yang mengalami infeksi.
Infeksi pada vagina disebabkan oleh beberapa jenis mikroorganisme, yaitu seperti bakteri,
jamur, dan parasit.
Penyakit pada sistem reproduksi ini bisa menyerang vagina langsung atau melalui perineum.
Penyakit vaginitis bisa disebabkan oleh jamur Candida Albicans, bakteri Gardnerella, parasit
Trichomonas Vaginalis, dan virus.

Gejala vaginitis sangat beragam, tetapi yang sering kali muncul adalah:
• Keputihan yang kental, berwarna putih atau kuning kehijauan, dan berbau tidak sedap
• Gatal di area vagina atau di sekitarnya, misalnya pada vulva atau labia mayora
• Kemerahan dan nyeri di sekitar vagina (vulvitis)
• Flek atau perdarahan dari vagina
• Nyeri saat buang air kecil dan berhubungan seks

Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Secara umum,


pengobatan tersebut meliputi:

• Pemberian obat antibiotik


Metronidazole dan clindamycin adalah jenis antibiotik yang paling sering digunakan pada
vaginitis yang disebabkan oleh bakteri.
• Pemberian obat antijamur
Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat antijamur, seperti miconazole,
clotrimazole, atau fluconazole.
• Terapi pengganti hormon
Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi vaginitis yang dipicu oleh penurunan
hormon estrogen.

Pencegahan Vaginitis

Vaginitis dapat dicegah dengan melakukan sejumlah upaya sederhana di bawah ini:
• Bersihkan vagina dengan air tanpa menggunakan sabun, dan hindari membasuh bagian
dalam vagina.
• Selalu bersihkan vagina dari arah depan ke belakang setiap kali selesai buang air, dan
pastikan menyeka vagina hingga benar-benar kering
• Seka area kemaluan hingga benar-benar kering sebelum mengenakan celana dalam agar
celana tidak lembap.
• Hindari penggunaan benda yang bisa menyebabkan iritasi atau alergi pada vagina, seperti
pembalut yang mengandung pewangi atau sabun pembersih vagina.
• Lakukan hubungan seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom atau tidak
bergonta-ganti pasangan.
• Gunakan air hangat bila ingin berendam, jangan air yang terlalu
Pilih celana dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.
• Kontrol kadar gula darah bila menderita diabetes.

Prostatitis

Penyakit pada sistem reproduksi pria yang pertama adalah prostatitis. Prostatitis adalah
penyakit pada sistem reproduksi pria di mana kelenjar prostat mengalami infeksi.
Penyebab dari prostatitis adalah bakteri. Bakteri yang menginfeksi kelenjar prostat pria
adalah E. Coli, Klebsiella, dan Proteus. Pria yang mengalami prostatitis akan memiliki
beberapa gejala seperti sulit ejakulasi, gagal ereksi, disuria, dan demam.

Gejala Prostatitis

• Nyeri atau rasa panas yang dirasakan ketika berkemih.


• Kesulitan dalam buang air kecil (urine menetes atau sulit memulai BAK).
• Frekuensi BAK yang meningkat, terutama di malam hari.
• Sulit menahan BAK.
• Urine berwarna keruh.
• Terdapat darah pada urine.
• Nyeri pada perut, selangkangan, dan punggung bagian bawah.
• Nyeri atau rasa tidak nyaman pada penis atau testis.
• Nyeri saat ejakulasi.
• Tanda dan gejala flu seperti demam dan meriang (akibat bakteri).
Pengobatan Prostatitis

• Antibiotik. Obat ini merupakan pengobatan awal untuk melawan bakteri yang dapat
diberikan secara oral (diminum) atau jika pengidap berada dalam kondisi yang berat.
• Obat anti peradangan diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, menurunkan demam, dan
membuat pengidap merasa lebih nyaman.
• Obat yang berguna untuk menghambat adrenalin. Obat golongan ini diberikan untuk
menghilangkan gejala nyeri saat berkemih dengan cara membantu relaksasi otot dan leher
kandung kemih.
• Pijat prostat. Ini bisa membantu mengurangi tekanan pada prostat.
• Terapi fisik dasar panggul. Terapi ini bermanfaat untuk mengendurkan otot-otot di
panggul.

Pencegahan Prostatitis

• Mengurangi konsumsi makanan pedas dan asam serta minuman berkafein atau
beralkohol.
• Banyak konsumsi air putih untuk membantu membuang bakteri dalam prostat melalui air
seni.
• Hindari aktivitas yang bisa memicu iritasi pada prostat, seperti duduk dalam waktu lama
atau olahraga bersepeda.
HIV / AIDS

Human immunodeficiency virus menargetkan sel CD4 dalam tubuh. HIV dapat diidap laki-
laki maupun perempuan. Sel-sel ini adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh. HIV
menghancurkan sel-sel ini, dan sistem kekebalan tubuh menjadi sangat lemah sehingga
tidak dapat melawan infeksi seefektif sebelumnya. Tidak ada obat untuk HIV, tetapi dapat
dikelola dengan bantuan obat-obatan. Jika HIV dibiarkan berkembang, itu berubah menjadi
AIDS atau sindrom defisiensi imun yang didapat. Pada tahap terakhir HIV, sistem kekebalan
tubuh sangat terganggu.

Gejala HIV / AIDS


Tahap Pertama:
• Tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
• Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah terinfeksi,
selama satu hingga dua bulan.
• Timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening, diare,
kelelahan, nyeri otot, dan sendi.

Tahap Kedua:
• Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.
• Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
• Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
• Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.

Tahap Ketiga:
• Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut menjadi AIDS.
• Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
• Merasa lelah setiap saat.
• Sulit bernapas.
• Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
• Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
• Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
• Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis.

Pengobatan HIV dan AIDS

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada jenis obat
yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk
menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Jenis obat ARV
memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz, Lamivudin, Zidovudin, dan juga
Nevirapine.
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4
untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap
3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak awal pengobatan, lalu
dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan.
Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi ARV
begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS akan semakin
besar jika pengobatan ditunda, karena virus akan semakin merusak sistem kekebalan
tubuh.
Selain itu, penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi
obat yang terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan
memperburuk kondisi pengidap.
Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal berikutnya.
Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter.
Kondisi pengidap juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga dapat
menggantinya sesuai dengan kondisi pengidap. Selain itu, pengidap juga boleh untuk
mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari.

Pencegahan HIV dan AIDS


Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan AIDS, antara
lain:
• Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim.
• Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
• Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan juga menjalani
tes HIV.
• Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil, mengenai penanganan
selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.
• Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
• Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah melakukan hubungan
intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke dokter. Tujuannya agar mendapatkan
obat post-exposure prophylaxis (PEP) yang dikonsumsi selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat
antiretroviral
Kanker Ovarium

Penyakit pada sistem reproduksi yang berikutnya adalah kanker ovarium. Kanker ovarium
biasanya berawal dari kista ovarium yang merupakan tumor jinak dan kecil yang ada di
dalam rahim.
Kista ovarium yang paling sering terjadi adalah kista dermoid, kista lutein, dan kista
cokelat. Tumor jinak atau kista ovarium tersebut lambat laun akan berkembang menjadi
semakin besar dan ganas yang menjadi kanker ovarium.
Tumor ganas atau ovarium (kanker ovarium) dengan ukuran yang besar akan dapat
menyebabkan kelainan letak janin. Penyebab penyakit kanker ovarium disebabkan oleh
gaya hidup yang keliru, asupan, kurang olahraga, dan lainnya. Berhati-hatilah kamu jika
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur karena itu merupakan gejala dari penyakit
kanker ovarium.
Gejala Kanker Ovarium

Pada stadium awal, kanker ovarium jarang menimbulkan gejala. Kalaupun ada, gejala-
gejalanya menyerupai konstipasi atau gejala pada iritasi usus. Oleh sebab itu, kanker ini
biasanya baru terdeteksi ketika kanker sudah menyebar dalam tubuh.

Beberapa gejala yang umumnya dialami oleh pengidap, meliputi:


• Perut selalu terasa kembung.
• Pembengkakan pada perut.
• Sakit perut.
• Penurunan berat badan.
• Cepat kenyang.
• Mual.
• Perubahan pada kebiasaan buang air besar, misalnya konstipasi (sulit buang air besar).
• Frekuensi buang air kecil yang meningkat.
• Sakit saat berhubungan intim.

Pengobatan Kanker Ovarium

Operasi
Prosedur operasi biasanya meliputi pengangkatan kedua ovarium, tuba falopi, rahim, dan
omentum (jaringan lemak dalam perut). Operasi ini juga bisa melibatkan pengangkatan
kelenjar getah bening pada panggul dan rongga perut untuk mencegah dan mencari tahu
jika ada penyebaran kanker. Dengan pengangkatan kedua ovarium dan rahim, pengidap
tidak lagi dapat memiliki keturunan.
Namun, lain halnya dengan kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium dini.
Pengidapnya mungkin hanya akan menjalani operasi pengangkatan salah satu ovarium dan
tuba falopi, sehingga kemungkinan untuk memiliki keturunan masih ada.

Kemoterapi
Kemoterapi dapat dijadwalkan setelah operasi dan ini dilakukan untuk membunuh sel-sel
kanker yang tersisa. Selama menjalani kemoterapi, dokter akan memantau perkembangan
pengidap secara rutin guna memastikan keefektifan obat dan respons tubuh terhadap obat.
Prosedur ini juga dapat diberikan sebelum operasi pada pengidap stadium lanjut dengan
tujuan mengecilkan tumor, sehingga memudahkan prosedur pengangkatan.
Setiap pengobatan berisiko menimbulkan efek samping, begitu pula dengan kemoterapi.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah melakukan proses kemoterapi di
antaranya tidak nafsu makan, mual, muntah, lemas, rambut rontok, dan meningkatnya
risiko keturunan.
Radioterapi
Di samping operasi dan kemoterapi, radioterapi merupakan tindakan lain yang bisa menjadi
alternatif. Dalam radioterapi, sel-sel kanker dibunuh menggunakan radiasi dari sinar X.
Sama seperti kemoterapi, radioterapi dapat diberikan baik setelah maupun sebelum
operasi. Efek sampingnya juga serupa dengan kemoterapi, terutama terjadinya
kerontokan rambut.

Pencegahan Kanker Ovarium

Seseorang bisa melakukan beberapa hal-hal berikut sebagai tindakan pencegahan kanker
ovarium :
• Memiliki anak lebih dari 1, penggunaan kontrasepsi pil minimal 1, pengikatan saluran
tuba, dan histerektomi (pengangkatan rahim).
• Konsumsi sayuran, vitamin A, dan vitamin C dalam jumlah yang cukup.
• Melakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan panggul rutin per tahun dapat digunakan
untuk mendeteksi dini kanker ovarium yang tidak memiliki sensitivitas yang tinggi.
Epididimitis

Penyakit pada sistem reproduksi pria yang selanjutnya adalah epididimitis. Penyakit ini
umumnya terjadi karena adanya infeksi pada organ reproduksi pria. Epididimitis adalah
kondisi di mana bagian epididimis mengalami peradangan.
Beberapa bakteri yaitu Chlamydia trachomatis, E. Coli, dan Neisseria gonorrhoeae adalah
jenis bakteri yang sering menyebabkan penyakit epididimitis. Penyakit ini sering menimpa
para pria yang suka berganti-ganti pasangan seks.

Gejala Epididimitis

• Skrotum akan membengkak, terasa hangat, terasa sakit saat disentuh, atau berwarna
kemerahan.
• Nyeri pada testis, terutama saat disentuh.
• Darah pada cairan sperma.
• Nyeri saat buang air kecil.
• Meningkatnya frekuensi buang air kecil dan selalu merasa tidak tuntas.
• Terdapat benjolan di sekitar testis yang disebabkan karena penumpukan cairan.
• Ujung penis mengeluarkan cairan abnormal, biasanya terkait dengan penyakit menular
seksual.
• Nyeri saat ejakulasi atau berhubungan seksual.
• Rasa nyeri pada perut bagian bawah atau sekitar panggul.
• Pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha.
• Demam bisa terjadi, meski cukup jarang.
Apabila kondisi ini kunjung membaik selama lebih dari enam minggu atau kambuh kembali,
maka disebut epididimitis kronis. Pada epididimitis kronis, gejala muncul secara bertahap
dan perlu penanganan dokter.

Pengobatan Epididimitis
• Obat antibiotik.
• Obat pereda nyeri dan istirahat.
• Pembedahan.

Pencegahan Epididimitis

Berikut tips mencegah epididimitis yang bisa dilakukan:


• Lakukan hubungan intim dengan cara yang sehat dan hindari bergonta-ganti pasangan.
• Menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan intim.
• Rutin melakukan pemeriksaan ke dokter.
~ Sekian Terimakasih ~

Anda mungkin juga menyukai