Anda di halaman 1dari 9

A.

LARANGAN TERHADAP TENGKLAK

B. Terjemah Hadits:
Dari Thawus dari Ibnu Abbas ia berkata, “ telah bersabda Rasulallah
SAW., “ janganlah kamu mencegah kafilah-kafilah dan janganlah orang
kota menjualkan buat orang desa.” Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, “
apa arti sabdanya, “janganlah kamu mencegah kafilah-kaflah an
janganlah orang kota menjualkan buat orang desa. “ ia menjawab, “artinya
janganlah ia menjadi perantara baginya.”
(Muttafaq Alaih, tetapi lafazd tersebut dari Bukhari)

C. Tinjauan Bahasa
Mencegah. Maksudnya pergi :
Menjumpai kafilah sebelum mereka
Sampai dikota dan sebelum
mereka mengetahui harga pasar.
Para pedagang yang biasanya :
menunggang unta dan sering isebut kafilah.
Makelar. :
Penduduk setempat. :

D. Uraian Hadits
Diantara kebiasaan masyarakat arab adalah berdagang ke negeri-
negeri tetangga. Dari Makkah,mereka membawa barang-barang hasil
pekerjaan penduduk Mekah untuk dijual ke negeri lain dan pulangnya
mereka membawabarang-barang ari negeri lain yang sangat diperlukan
oleh penduduk Mekah atau kota-kota lainnya di Arab. Ada juga pedagang
asing yang sengaja datang ke Mekah atau kota lainnya di Arab untuk
memperdagangkan barang-barangmereka kepada penduduk Mekah.
Biasanya para pedagang tersebut berangkat bersama-sama dalam suatu
rombongan besar yang disebut kafilah.
Para pedagang yang datang dari negeri lain, atau ada kafilah dari
negeri lain yang sengaja membawa barang dagangan untuk
diperdagangkan di negeri mereka, penuduk saling berebutan
mendapatkan barang dagangannya.
Sebenarnya para kafilah tersebut sudah terbiasa berhenti dipasar
atau ditempat berkumpulnya penduduk. Harga barang yang dibawa oleh
rombongan dalamkafilah ini tentu saja murah karena mereka merupakan
pedagang pertama.
Akan tetapi, penduduk sering kali tidak mendapatkan barang
secara langsung dari tangan kafilah karena barang-barang tersebut telah
icegah lebih dulu dan diborong oleh para tengkulak atau makelar. Mereka
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan
besar, dengan cara menjual barang yang mereka beli dengan harga lebih
tinggi kepada penduduk yang tidak dapat membeli langsung dari kafilah.
Dengan demikian, kafilah pun tidak dapat lagi datang ke pasar
atau ketempat-tempat yang biasa dipakai untuk berjual beli dengan
penduduk desa karena barangnya habis atau penduduk desa suah
membeli barang dari para tengkulak, dengan harga yang cukup tinggi.
Keadaan demikian sangat memadartkan, baik bagi para kafilah para
penjual dipasar, maupun bagi para penduduk. Oleh karena itu, perbuatan
tyersebut dilarang.
Sebenarnya hadits diatas mengandung dua larangan.
1. Larangan Mencegah para Kafilah
Maksud para kafilah disini, baik sendirian ataupun dalam
rombongan banyak. Begitu juga, baik memakai kendaraan ataupun
berjalan. Akan tetapi, biasanya para kafilah itu datang dengan
rombongan besar dan mengendarai unta.
Tempat yang dilarang mencegah barang adalah diluar pasar,
atau diluar tempat menjual barang, sebagaimana dinyatakan dalam
Hadits:

Artinya: “Dari Ibn Umar, “ kami semua mencegah para kafilah,


kemudian membeli makanan dari mereka, maka Rasulallah
SAW. melarang bertransaksi barang sehingga para kafilah
sampai dipasar makanan.”
(H.R. Al- Bukhari)
Menurut Hadawiyah dan Asy-Syafi’iyah, larangan mencegah
barang adalah diluar daerah. Dengan alasan bahwa larangan tersebut
erat kaitannya dengan penipuan terhadap para kafilah. Apabila para
kafilah sudah sampai idaerah maka ia mengetahui harga sebenarnya.
Sedangkan ulama Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq, berpendapat bahwa
hadits itu melarang mencegah para kafilah di luar pasar secara mutlak
dengan mengamalkan zahir hadits. Adapun hukum menemui kafilah,
menurut Al-Kahlany,
Adalah haram jika sudah mengetahui larangan menemui
kafilah tersebut. kendati demikian, ikalangan para ulama terapat
perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah dan Al- Auja’i
dibolehkan mencegah para kafilah jika tidak memadaratkan
penduduk, tetapi jika memadaratkan penduduk, hukumannya makruh.
Adapun hukum transaksiyang dilakukan ketika mencegah para
kafilahtersebut adalah sah menurut Al- Hadamiyah. Namun, menurut
ulama Syafi’iyah, dperbolehkan Khiyar bagi para kafilah tersebut,
yakni hak memilih untuk menjadikan atau membatalkan penjualan
sebelum kafilah tiba dipasar.
Rasulallah SAW. bersabda:

Artinya: “ Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulallah SAW. telah


bersabda, “ janganlah kamu mencegah barang yang dibawa
(dari luar kota), barang siapa dicegah lalu dibeli darinya
(sesuatu), maka apabila yang mempunyai barang itu datang
kepasar, ia berhak khiyar.”
(H. R. Muslim)
Bila melihat zahir haits ini, illat (alasan) larangan menemui
kafilah sebelum sampai dipasar atau desa bertujuan untuk
kemaslahatan bagi penjual (kafilah) dan menghilangkan kemadaratan
mereka. Menurut sebagian ulama, juga untuk menhilangkan
kemadaratan penduduk atau ahli pasar.
Menurut ulama lainnya, transaksi yang dilakukan paawaktu
mencegah para kafilah adalah rusak (fasid), karena larangan menurut
mereka membawa kepada kerusakan, dan itulah arti yang paling
dekat.
2. Larangan Menjadi Perantara
Perantara merupakan penafsiran Ibnu Abbas dari kata hadiru
libad, yakni penduduk kota menjadi perantara bagi penduduk desa.
Dengan kata lain, menjualkan barang dengan mengambil
keuntunganatau bayaran,hal itu dibolehkan secara mutlak, bahkan
orang tersebut dianggap telah melakukan kebaikan bagi para
penduduk. Namun demikian, tujuan para tengklak dari kota menjadi
perantara tiada lain untuk mengambil keuntungan sebanyak-
banyaknya.mereka membodohi penduduk desa dengan menjual
dengan harga sangat tinggi sesuai keinginan mereka.perbuatan
tersebut tentu saja dilarangoleh Islam karena sangat memadaratkan.
Penduduk desa sebenarnya dapat langsung pergi kekota
untuk membeli barang tersebut, tidak melalui perantara. Akan tetapi,
karena kebodohanmereka atau sebab-sebab lain, mereka tidak dapat
pergi kekota. Keadaan tersebut imanfaatkan oleh para perantara
sehingga penduduk desa membeli barang dengan harga sangat
tinggi. Mereka membeli barang tersebut, karena sangat membutuhkan
dan kebodohan mereka tentang harga sebenarnya.
Tentu saja, berbeda hukumnya bila perantara betul-betul
berusaha menolong penduduk yang tidak dapat membeli langsung
dari pasar atau dari para kafilah, sebagaimana telah disebutkan
diatas. Barang-barang tersebut tidak sampai ketangan penduduk jika
tidak melalui tengkulak (perantara). Perantaraseperti itu dibolehkan,
bahkan dia telah menjadi penolong bagi orang-orang yang tidak
mampu kekota untuk pergi membeli barang. Akan tetapi harganya
jangan sampai mencekik penduduk. Lebih baik jika tidak mengambil
keuntungan. Ia hanya mengambil keuntungan sedikit atau sekadarnya
saja. Perantara seperti itu dikategorikan sebagai pedagang yang
diperbolehkan dalam Islam, bahkan kalau jujur dan bersih, mereka
telah melakukan pekerjaan yang lebih baik.
Dengan demikian, yang menjadi landasan tentang larangan
untuk menjai perantara adalah adanya kemadaratan bagi penduduk,
sedangkan jika menimbulkan kemaslahatan bagi penduduk, hal itu
diperbolehkan, bahkan dianjurkan.

E. Kesimpulan
Rasulallah SAW. melarang umatnya mencegah para kafilah untuk
membeli barang-barang mereka sebelum sampai dipasar atau tempat
penjualan umum karena hal itu akan merugikan para kafilah, pedagang
dipasar, dan konsumen.
Rasulallah SAW. melarang penduduk kota atau para tengkulak
untuk menjadi perantara bila mereka bermaksud mendapatkan
keuntungan sebanyk-banyaknya dengan memanfaatkan kebodohan
penduduk desa yang tidak dapat membeli langsung barang tersebut dari
kota. Akan tetapi, jika perantara tersebut betul-betul bermaksud
menolong penuuk desa, tidak untuk mencari keuntungan semata, tetapi
untuk kemaslahatan penduduk desa, hal itu diperbolehkan.

F. Uraian Perawi Hadits


1. Thawus bin Kaisan Al- Yamany Al- Hamiry Al- Jundi
Ia adalah maula Bahir Ibn Risan dan dikatakan pula sebagai
maula Hamdan. Ia banyak meriwaytkan hadits dari Al- Ubadalah Al-
Arba’ah, Zaid Ibn Tsabit Aisyah, Abu Hurairah, dan lain-lain.
Ia berkata,” saya uduk bersama 50 orang sahabat .” ia dikenal
sebagai orang alim yang dalam ilmunya dan menguasai makna Al-
Qur’an. Hal itu karena dia sangat rajin bertanya kepada sahabat,
terutama Ibnu Abbas dan ia tercatat sebagai salah seorang murid Ibn
Abbas. Ia dikenal sebagai orang yang wara dan terpercaya sehingga
Ibnu Abbas pernah berkata ” saya kira, Thawus adalah ahli surga.”
Begitu pula Amr Ibn Dinar berkata “ saya tidak melihat seorang pun
seperti Thawus.”
Ashhabu Al- Kutub As-Sunnah telah banyak meriwayatkan
hadits darinya. Ibnu Hibban berkata “ dia termasuk pembesar Yaman
dan tokoh tabi’in dan orang yang doanya sering dikabulkan, serta
telah menunaikan ibadah haji sebanyak 40 kali.”
Amir bin Dinar berkata, Qais bin Sa’id berkata “ keadaan
Thawus dikalangan kami seperti Ibn Sirin dikalangan Bashrah.” Az-
Zahaby berkata, “ Thawus adalah Syaikh penduduk yaman, kolam
dan ahli fiqih bagi mereka. Ia mempunyai kemuliaan besar dan sering
melaksanakan ibadah haji.
Disepakait bahwa Thawus meninggal di Mekah pada tahun
106 H.
2. Abdullah ibn abbas Ibn Al- Muthalib Al- Madani At- Thaifi Al- Hasyimi
Ibn Abbas dikenal sebagai seorang sahabat yang luas
ilmunya. Rasulallah SAW., sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar,
menyatakan Ibn Abbas sebagai tinta dan lautan karena kedalaman
ilmunya.
Ia menerima hadits dari Rasulallah SAW., dari ayah dan
ibunya (Ummu Al- Fadhl), saudaranya (Al- Fadhl) bibinya (Maimunah),
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abd. Ar-Rahman Ibn Auf, Mu’adz bin
jabal, Abu Dzar, Ubay Ibn Ka’ab, Tamim Ad- Dary, Khalid Ibn Al-
Walid, Usamah Ibn Zaid, Haml Ibn Malik, Sa’id Al- Khudri, Abu
Hurairah, Muawiyah Ibn Abu Sufyan, Aisyah, dan jamahnya.
Orang-orang yang menerima riwayat darinya adalah anaknya
(Ali dan Muhammad), cucunya (Muhammad Ibn Ali), saudaranya
(Katsir Ibn Abbas), anak saudaranya (Abdullah Ibn Ubaidillah Ibn
Abbas), anak sauadranya yang lain (Abdullah Ibn Ma’bad Ibn Abbas),
Al- Miswar Ibn Mahramah, Abu Thufail, dan lain-lain. Nabi SAW. telah
mendoakannya dengan hikmah sebanyak dua kali. Ibn Mas’ud
berkata, “ sebaik-baiknya penerjemah Al- Qur’an adalah Ibn Abbas. “
Sa’id Ibn Abi Zubair yang bersumber dari Ibn Abbas telah
meriwayatkan bahwa ia berkata “
Rasulallah SAW. telah memegangku pada saat aku berusia 13
tahun, dikatakan pula saat saat aku berusia 10 tahun, atau dikatakan
pula saat aku berusia 15 tahun.” Ahmad Ibn Hanbal membenarkan.
Abu Nu’aim berkata pada bagian lainnya, ia meninggal pada tahun 68
H. Muhammad Ibn Al-Hanafiyah menyalati jenazahnya. Ia meninggal
di Thaib, dan dikatakan pula bahwa ia meninggal tahun 69 atau 70 H.
Ibn Abi Zanad dari Hisyam Ibn Urwah dari ayahnya berkata,”
aku tidak melihat yang lainnya selain Ibn Abbas.” Yazid Ibn Al-Ashom
berkata, “ Muawiyah keluar karena suatu keperluan dan Ibn Abbas
pun keluarpula karena sutu keperluan. Bagi Ibn Abbas pengiringnya
adalah para pencari ilmu, sedangkan bagi Muawiyah adalah para
penunggang kuda. Aisyah berkata “ Ibn Abbas termasuk Orang yang
paling mengetahui urusan haji.
Az- Zubair Ibn Bakar, dari Ibn Umar meriwayat kan dalam kitab
Al- Ansab bahwa Umar memanggil Ibn Abbas dan mendekatinya dan
berkata,” aku melihat Rasulallah SAW. mendoakanmu pada suatu hari
lalu menyapu kepalamu an mulutmu dan beliau berkata:

Artinya: “ ya Allah pahamkanlah ia dalam ilmu agama dan ajarilah


takwil.”
Diriwayatkan dari Qandar bahwa ibnu Abbas hanya
mendengar sembilan Hadits dari Nabi sedangkan dari Yahya Al-
Qathan, ia mendengar 10 hadits. Al- Ghazali mengatakan dalam Al-
Mustashfa fi il’m Al- Ushul, jumlah haditsnya berjumlah 40 buah itu
masih mengandung polemik.
Dalam shohihain disebutkan bahwa ia menyaksikan perbuatan
Nabi SAW. dan apa yang ada dalam sahihain ini menunjukkan
adanya hukum yang menjelaskan hadits bagi ibn Abbas.
Subhi As- Shalih mencatat bahwa hadits yang diriwayatkan
dari Ibn Abbas berjulmah 1660 hadits. An-Nasa’i menyebutkan,
sanadnya yang paling shahih terdapat dalam hadits yang diriwayatkan
Az-Zuhri dari Ubaidillah Ibn Abdullah Ibn Atabah dari Ibn Abbas.
Sanadnya yang paling dhaib adalah sebagaimana yang diriwayatkan
Muhammad Ibn Marwan As- Suda’ As- Shagir dari Al- Khalbi dari Abi
Shalih. An- Nas’i menyebutkan kualitas haditsnya matruk Al-Hadits
karena Muhammad Ibn Marwan termasuk Orang yang dituduh
berdusta oleh sebagian ahli hadits. Al- Bukhari berkata,” mereka
mendiamkannya dan haditsnya tidak ditulis sama sekali.”

Anda mungkin juga menyukai