Anda di halaman 1dari 26

PENGUKURAN DOMINASI GULMA PADA LAHAN TANAMAN

HORTIKULTURA MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK

SKRIPSI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris, menghasilkan beragam jenis hasil bumi yang

berpotensi besar untuk dijadikan sebagai ladang usaha, mulai dari produk pertanian

sampai produk hortikultura, semuanya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Hal

ini mendorong masyarakat untuk membudidayakan berbagai produk pertanian dan

hortikultura sebagai potensi bisnis . Pembangunan pertanian diharapkan berkembang

seiring dengan pertumbuhan sektor lain agar dapat memperbaiki keadaan perekonomian

masyarakat.” Pembangunan pertanian dalam hal ini sub sektor tanaman pangan

khususnya komoditas hortikultura harus dapat tumbuh dengan cepat, agar secara

fungsional akan semakin mampu berperan dalam penyediaan bahan baku industri,

peningkatan pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja serta peningkatan

penerimaan devisa melalui ekspor hasil-hasil tanaman hortikultura”(Kementerian

Pertanian RI 2013).

Berdasarkan data dari BPS untuk Kabupaten Malang, Produksi kentang pada tahun

2018 diperkirakan sebesar 307.404 kuintal, ketimun sebesar 114.364 kuintal, kubis

sebesar 615.694 kuintal, pada tahun 2019 produksi kentang sebesar 310.311 kuintal,

ketimun sebesar 117.105 kuintal dan kubis sebesar 667.561 kuintal dan pada tahun 2020

produksi kentang sebesar 324.542 kuintal, ketimun sebesar 119.468 kuintal dan kubis

sebesar 724.911 kuintal (BPS, 2021). Peningkatan hasil produksi tanaman hortikultura

ini harus selalu meningkat guna untuk memenuhi pasokan kebutuhan makanan
masyarakat di kabupaten malang seiring dengan pertambahan penduduk di kota malang

yang terus meningkat.

Tidak menutup kemungkinan pada proses produksi tanaman hortikultura

mengalami penurunan kedepanya hal hal itu memiliki beberapa faktor diantaranya

iklim. Iklim yang mengalami perubahan dengan indikator seperti kenaikan suhu udara,

perubahan lama musim hujan/kemarau, pergeseran waktu musim hujan, peningkatan

muka air laut, dan peningkatan kejadian iklim ekstrim (IPCC 2007, UNFCCC 2007).

Adanya perubahan iklim tersebut mengancam sistem produksi tanaman hortikultura dan

oleh karena itu juga mengancam mata pencaharian para petani khususnya di kabupaten

Malang.

Identifikasi dominasi gulma pada lahan tanaman padi dapat dilakukan dengan

menggunakan analisis citra satelit. Citra Landsat, SPOT, Ikonos dan Quickbird adalah

beberapa contoh citra satelit resolusi tinggi yang akhir-akhir ini banyak digunakan

untuk pemetaan skala besar. Data citra satelit di Indonesia memiliki beberapa kendala,

salah satunya liputan awan, kabut dan asap merupakan kendala besar dalam penggunaan

teknologi satelit penginderaan jauh sistem optis (Riswanto, 2009). Penggunaan cirta

satelit membutuhkan biaya yang besar untuk memperoleh foto persatuan wilayah.

Pemotretan udara dengan menggunakan pesawat tanpa awak (UAV) atau yang lebih

dikenal dengan drone merupakan salah satu teknologi alternatif untuk mendapatkan data

foto udara lebih detil, real time, cepat dan lebih murah (Shofiyati, 2011). Pada beberapa

drone merupakan wahana multirotor yang digunakan untuk melakukan pemotretan

udara atau aerial photography untuk beberapa aplikasi seperti foto udara bangunan,
pemantauan banjir, pemantauan lalu lintas, survey, dan masih banyak lagi (Setyasaputra

et al., 2014).

Survei udara telah menjadi metode pemantauan lingkungan dan pemetaan yang

sangat beharga (L. Zhao et all., 2011). Pemantauan udara dengan menggunakan pesawat

tanpa awak menjadi salah satu alternative untuk medapatkan data lebih detail, realtime,

cepat, akurat dan murah Penangan gulma dapat dioptimalkan menggunakan pemetaan

yang akurat, dalam hal ini dengan menggunakan pesawat tanpa awak yang digunakan

untuk mendeteksi pertumbuhan gulma (José M. Peña et al., 2015). Kelebihan lain dari

penggunaan pesawat tanpa awak adalah harga yang cukup terjangkau, pengambilan

gambar yang cepat dan fleksibel, serta informasi yang didapat lebih detail daripada

pengambilan gambar dengan satelit karena pengambilan gambar dengan pesawat tanpa

awak dilakukan dibawah awan (Sugeng et al., 2019).

Maka dari itu pemanfaatan pesawat tanpa awak dalam penelitian ini dapat

mendeteksi kemunculan gulma serta antisipasi terhadap kemunculan gulma yang

kemudian dapat mengambil tindakan untuk mengatasi gulma tersebut. Pesawat tanpa

awak juga dapat memetakan lahan yang yang tidak terserang gulma (Torres Sanchez et

al., 2013) sehingga pengaplikasian herbisida dapat lebih optimal dan dari segi ekonomi

juga lebih baik.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah pengukuran dominasi

gulma dengan menggunakan pesawat tanpa awak mendapatkan hasil yang akurat serta

layak digunakan pada lahan pertanian Hortikultura?


I.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan dan

kelayakan pesawat tanpa awak dalam mengukur dominasi gulma pada lahan tanaman

Hortikultura

I.4 Hipotesis

Pemanfaatan pesawat tanpa awak lebih mempermudah dalam melakukan

pengukuran dominasi gulma pada lahan tanaman Hortikultura secara cepat, akurat dan

efisien.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh syuhada dan abdul wahab yang berjudul

Pengukuran Dominasi Gulma Pada Lahan Budidaya Holtikultura (Manihot esculenta

Crantz) Menggunakan Pesawat Tanpa Awak. Universitas Muhammadiyah Malang

2020. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Produksi ubi kayu pada tahun 2012

mencapai 24.177.372 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2013 (23.936.921 ton),

2014 (23.436.384 ton) dan 2015 (21.801.401 ton). Penyebab penurunan ini diduga

karena adanya gulma. Penanganan gulma dapat dioptimalkan dengan pemetaan yang

akurat dengan pesawat tanpa awak sehingga aplikasi herbisida dapat dioptimalkan.

Waktu pemotretan yang lebih singkat dan analisis pemetaan mempercepat pengendalian

gulma, sehingga mencegah kehilangan hasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui akurasi dan kelayakan drone dalam mengukur dominasi gulma Holtikultura

(Manihot esculenta Crantz).

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Iskandar Hamid yang berjudl Identifikasi

Gulma Pada Areal Pertanaman Cengkeh (Eugenia aromatica) Di Desa Nalbessy

Kecamatan Leksula Kabupaten Buru Selatan. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan

(agrikan UMMU-Ternate) 2010. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Rata-

rata kerapatan nisbi tertinggi pada areal pertanaman cengkeh di Desa Nalbessy,

Kecamatan Leksula kabupaten Buru Selatan adalah gulma Cilorosus aridus (Don) cing

(32,05%), sedangkan kerapatan nisbi terendah adalah jenis gulma Eleusine indica
(0,82%). (2) Untuk rata-rata frekuensi nisbi tertinggi jenis gulma pada areral

pertanaman cengkeh di Desa Nalbessy, Kecamatan Leksula Kabupaten Buru Selatan

adalah gulma Cilorosus aridus (Don) cing (28,16%), sedangkan rata-rata frekuensi nisbi

terendah adalah Leptochloa chinensis (1,18%). (3)Rata-rata dominasi nisbi tertinggi

jenis gulma pada areal pertanaman cengkeh di Desa Nalbessy adalah jenis gulma

Cilorosus aridus (Don) cing (27,32%), sedangkan dominasi nisbi terendah adalah

Leptochloa chinensis (0,20%) (4) Pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani

cengkeh di Desa Nalbessy adalah dengan cara, pengendalian secara mekanis dan

tradisional yaitu, usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-

bagian gulma sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat.

Penelitian ketiga disusun oleh Herwanto dkk yang berjudul Explorasi dan Studi

Komposisi Botani Gulma di Perkebunan Karet PTPN IX Kebun Getas sebagai Pakan

Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis, 2021. Adapun

kesimpulan dari penelitian ini adalah gulma perkebunan karet lahan TBM 1–2 memiliki

komposisi botani dan potensi tertinggi sebagai pakan ternak ruminansia. Gulma yang

mendominasi masing-masing TBM yaitu legum Calopogonium mucunoides, rumput

Cyrtococcum acrescens dan Cyrtococcum oxyphyllum.

Penelitian keempat disusun oleh Ihsan Arham dengan judul Perencanaan

Pembangunan Desa Pertanian Berkelanjutan Berbasis Citra Drone (Studi Kasus Desa

Sukadamai Kabupaten Bogor). Institut Pertanian Bogor, 2019. Adapun kesimpulan dari

penelitian ini adalah 1. Luas wilayah Desa Sukadamai, Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Bogor adalah 264.55 ha. Analisis penggunaan lahan aktual di desa Sukadamai
Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki potensi besar untuk

berkembang. Hal tersebut merujuk pada luas penggunaan lahan untuk daerah pertanian

mencapai 42.69 persen atau seluas 112.94 ha. Selain itu, penggunaan lahan terbesar

selanjutnya adalah kebun campuran yang mencapai 33.60 persen atau seluas 88.88 ha.

Daerah permukiman dan bangunan lainnya seluas 51.46 atau 19.45 persen dari seluruh

luas lahan Desa Sukadamai. Selanjutnya penggunaan lahan aktual berturut-turut dari

besar ke paling kecil ialah jalan lokal seluas 2.71 ha (1.03 persen). Sungai 2.27 ha

(0.86), kolam perikanan seluas 1.76 ha (0.67 persen), jalan kabupaten seluas 1.94 ha

atau 0.73 persen wilayah desa. Kemudian disusul oleh tanah kosong 0.87 ha

(0.33persen), peternakan 0.67 ha (0.25persen), pemakaman seluas 0.64 ha (0.24persen),

saluran irigasi seluas 0.39 ha (0.15persen) dan terakhir adalah penggunaan lahan untuk

jembatan sebesar 0.01 ha atau 0.01 persen dari luas wilayah desa. (2) Analisis Daya

dukung lahan pertanian di Desa Sukadamai menunjukkan bahwa luas lahan pangan

tersedia (SL) sebesar 266.65 ha, sedangkan kebutuhan lahan (DL) sebesar 1228.55 ha.

Hal tersebut berarti bahwa nilai SL lebih kecil dari DL, maka status daya dukung lahan

pertanian di Desa Sukadamai dinyatakan defisit atau terlampaui. Rasio perbandingan

antara SL dan DL adalah sebesar 0.22. Kemampuan lahan pangan tersedia hanya

mampu memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi 1 802.57 jiwa atau 21.70 persen

dari jumlah penduduk Desa Sukadamai. (3) Analisis komoditas unggulan menggunakan

pendekatan LQ menunjukkan bahwa Desa Sukadamai memiliki komoditas ektor basis

atau komoditas unggulan. Komoditas tersebut adalah ubi jalar (LQ = 1.52) dan jagung

(LQ = 1.04). (4) Berdasarkan Nilai bobot alternatif pada analisis AHP maka
perencanaan pembangunan pertanian berkelanjutan di desa Sukadamai dapat dimulai

dengan penerapan inovasi intensifikasi lahan yang efektif dan efisien, bobot nilai

prioritas sebesar 0.22. Kemudian alternatif selanjutnya adalah Pengembangan kapasitas

petani dalam penerapan pertanian berkelanjutan (0.20). Prioritas alternatif ketiga adalah

penguatan kelembagaan/komunitas petani (0.19) kemudian Meningkatkan dukungan

permodalan usahatani (0.15). Alternatif prioritas kelima adalah konservasi lahan

pertanian (0.12) kemudian keenam adalah konversi lahan untuk pengembangan

komoditas unggulan (0.11).

Penelitian kelima disusun oleh Muh. Farid BDR dkk dengan judul Penggunaan

Pesawat Tanpa Awak (Drone) Dalam Melakukan Pemantauan Dan Identifikasi

Otomatis Pada Pertanaman Jagung Di Kelompok Tani Pattarowangta Kabupaten

Takalar. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Penggunaan teknologi untuk

bidang pertanian seperti UAV diyakini bisa memberi banyak keuntungan kepada pelaku

industri pertanian, terkhusus kepada petani. Proses pemantauan dan deteksi dini

serangan hama, penyakit, kekurangan nutrisi, hingga prediksi waktu dan hasil panen

menggunakan UAV telah menjadi terobosan baru dibidang pertanian. Hal ini sangat

bermanfaat untuk membuat keputusan atau kebijakan yang tepat dalam mengelola suatu

sumbedaya lahan.

Penelitia keenam disusun Rizatus Shofiyanti dengan judul Teknologi Pesawat

Tanpa Awak Untuk Pemetaan Dan Pemantauan Tanaman Dan Lahan Pertanian. Adapun

kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Pesawat tanpa awak (UAV) merupakan

piranti yang berguna untuk berbagai aplikasi pertanian, walaupun masih banyak
kekurangan. Peralatan yang relatif murah dan mudah digunakan sangat diperlukan

untuk aplikasi ini. UAV untuk aplikasi inderaja patut dikembangkan di Indonesia

sebagai altrenatif untuk memonitor lahan pertanian yang luas. Kemudahan

pengoperasiannya, fleksibilitas waktu dan areal pemotretan yang diinginkan, biaya yang

relatif lebih murah dibandingkan harga perekaman dengan satelit, merupakan kelebihan

yang harus diperhitungkan. Peralatan yang kecil dan mudah digunakan bisa efektif

untuk skala lapangan dan aplikasi yang memerlukan ketepatan waktu. Sensor pada

UAV yang dapat menyamai sensor pada satelit, dapat digunakan untuk aplikasi di

bidang pertanian. Citra UAV yang beresolusi tinggi memiliki potensi besar untuk

identifikasi dan pemantauan lahan pertanian dan pada skala besar. Penggunaan piranti

ini di Indonesia masih terkendala oleh keterbatasan teknologi yang tersedia dan

kemampuan sumberdaya manusia yang mampu mengoperasikannya. Penelitian dan

pengkajian masih perlu terus dilakukan untuk mengembangkan teknik ini secara

operasional agar citra atau foto dapat diolah menjadi informasi pertanian yang berguna

baik untuk operasional di lapangan maupun untuk dasar acuan bagi pengambil

kebijakan.

Penelitian ketujuh disusun oleh Muhammad Azizul Hakim dkk, dengan judul

Pemanfaatan Pesawat Tanpa Awak Untuk Pemetaan Dan Identifikasi Penutupan Lahan

Pada Kawasan Hutan Pendidikan Unmul. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah

Pengolahan foto-foto menjadi orthophoto dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak Agisoft Photoscan. Dari hasil 949 pemotretan foto udara pada Kawasan HPFU,

Untuk perangkat lunak Agisoft Photoscan waktu untuk pembentukan orthophoto


diperlukan waktu ± 2 jam pada tingkat akurasi medium. Dan menghasilkan orthophoto

yang cukup baik. Berdasarkan hasil interpretasi melalui foto udara pada kawasan HPFU

untuk penggunaan lahan didapatkan 12 jenis penggunaan lahan dan tutupan lahan.

Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan (>90 %) terdiri dari Hutan sekunder dengan luas

269,36 ha, disusul oleh Belukar rawa 9,62 ha, Lahan terbuka 5,75 ha, Aren 4,13 ha,

Tubuh Air 2,51 ha, Kebun Sawit 1,41 ha, Semak 0,98 ha, Tambang 0,68, Pemukiman

0,64 ha, Tambak Ikan 0,30 ha, Kebun Buah Naga 0,26 ha dan Pertanian Lahan Kering

0,23 ha.

Penelitian kedelapan disusun oleh sugeng dkk, dengan judul Pesawat Tanpa Awak

Untuk Pemetaan Area Perkebunan Unmanned Aeril Vehicle (UAV) for Mapping

Plantation Area. Kesimpulan dari penelitian ini adalah didapatkan beberapa poin

mengenai perancangan Pesawat Tanpa Awak jenis Fixed Wing: 1) Fixed Wing sudah

dapat menyelesaikan misi pemantauan dan pemetaan dengan baik. 2) Konstruksi atau

Struktur dari fixed wing dapat dibuat lebih cepat juga lebih kuat dibandingkan desain

fixed wing sebelumnya. 3) Wahana terbang sudah memiliki sistem pengambilan gambar

yang baik. 4) Resolusi pengambilan gambar sudah sangat kecil yang mencapai

1,4cm/piksel jika dibanding kan dengan citra satelit. 5) Penggunaan gimbal membuat

kamera menjadi lebih stabil.

Penelitian kesembilan disusun oleh Fadil Irsyad, dengan judul Aplikasi Foto Udara

Untuk Memprediksi Potensi Sawah Kota Solok Dengan Menggunakan Pesawat Tanpa

Awak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan pesawat tanpa awak

dapat menghasilkan foto udara dengan resolusi tinggi dan hemat biaya. Hasil foto udara
dapat di analisis dengan melakukan palete warna ditunjukan sawah dengan indek

vegetasi rendah berwarna hijau muda, sedang yang indek vegetasinya tinggi ditunjukan

dengan warna hijau tua. Luasan sawah Kota Solok pada tahun 2015 yakni 811.58 ha,

dan telah terjadi penurunan luasan sawah dari 869.723 ha di tahun 2012 sebesar 6.68 %

di tahun 2015. Hal ini menjadikan potensi produksi padi di Kota Solok menjadi

berkurang. Total produksi padi di tahun 2015 untuk satu musim tanam didapatkan

sebesar 2028.94 ton. Teknologi UAV dengan biaya murah dapat diterapkan secara

operasional di Indonesia untuk beberapa aplikasi inderaja, antara lain pengelolaan lahan

pertanian, pemantauan kondisi lingkungan dan penggunaan sumber daya alam,

menganalisis proses dinamis bumi, mendukung penelitian untuk perubahan iklim

global.

Penelitian kesepuluh disusun oleh Muhammad Asri Jasmiyah dkk, dengan judul

Analisis Tinggi Tanaman Tebu Dengan Menggunakan Citra Drone (Unmanned Aerial

Vehicle) Pada tinggi Terbang Dan Overlap yang berbeda Dalam Model 3D. adapun

kesimpulan dari penelitian ini adalah tanaman tebu dengan menggunakan citra drone

(Unmanned Aerial Vehicle) pada tinggi terbang dan overlap yang berbeda dalam Model

3D maka perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan tinggi terbang drone 50 meter

dengan overlap 65% (T50O65) dengan koefisien korelasi 0,96, rata-rata persentasi

akurasi tinggi tanaman tebu yaitu 79% dan rata-rata selisih tinggi tanaman tebu yaitu

0,62 meter dengan data yang di lapangan.

2.2 Holtikultura
Hortikultura berasal dari bahasa latin, yaitu hortus (kebun) dan colere

(menumbuhkan). Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang mempelajari

pembudidayaan kebun. Hortikultura merupakan cabang pertanian yang berurusan

dengan budidaya intensif tanaman yang di ajukan untuk bahan pangan manusia

obat-obatan dan pemenuhan kepuasan (Zulkarnain, 2009).

Hortikultura merupakan budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, dan berbagai

tanaman hias, hortikultura saat ini menjadi komoditas yang menguntungkan karena

pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat maka pendapatan masyarakat yang

juga meningkat. Peningkatan konsumsi hortikultura disebabkan karena struktur

konsumsi bahan pangan cenderung bergeser pada bahan non pangan. Konsumsi

masyarakat sekarang ini memiliki kecenderungan menghindari bahan pangan dengan

kolestrol tinggi seperti produk pangan asal ternak.

Berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan, hortikultura mencakup bidang ilmu :

Pomologi (Pomology) yang mempelajari buah-buahan; Olerikultur (Olericulture) yang

mempelajari sayur-sayuran; Florikultur (Floriculture) yang mempelajari bunga dan

tanaman hias; Biofarmaka yang mempelajari tanaman obat. Istilah tersebut tidak

terbatas penggunaannya, bisa fleksibel, dapat berlaku sesuai dengan fungsinya.

Misalnya terdapat buah-buahan seperti nangka muda, pepaya muda, keluwih, digunakan

sebagai sayuran. Demikian juga jenis buah-buahan yang digunakan sebagai buah

(contoh : semangka, melon) yang teknik budidayanya seperti tanaman sayuran,

maka untuk kemudahan penanganannya digolongkan ke dalam sayuran. Tanaman cabai


yang berwarna ungu atau yang bentuknya unik, dapat digunakan sebagai tanaman hias.

Tanaman hias juga berkhasiat sebagai obat misalnya poppy, pirethrum.

Berdasarkan kegunaannya, pengelompokan tanaman hortikultura adalah sebagai

berikut :

1. Buah-buahan

2. Sayuran

3. Tanaman Hias

2.3 Gulma

Budidaya berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun perkebunan tidak

terlepas dari keberadaan gulma. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh di sekitar

tanaman budidaya yang pertumbuhannya tidak dikehendaki dan umumnya merugikan

karena dapat menghambat pertumbuhan, mengakibatkan penurunan kuantitas dan

kualitas produksi dan dapat menjadi sarang hama dan penyakit. Gulma harus segera

ditanggulangi pertumbuhannya agar tidak berkembang pesat. Menurut Nasution

(1986) : ”Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak

diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Kerugian yang

ditimbulkan antara lain pengaruh persaingan (kompetisi) mengurangi ketersediaan

unsur hara tanaman mendorong efek allelophaty “. Zat allelophaty adalah zat yang

bersifat racun bagi tanaman.

Penurunan hasil produksi yang diakibatkan gulma dapat mencapai 50% sehingga

salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman budidaya

adalah melalui pengendalian gulma secara efektif dan efisien (Setiawan et al., 2014).
Petani di Indonesia umumnya menggunakan herbisida untuk pengendalian gulma, akan

tetapi dinilai kurang efisien karena dalam penggunaannya petani tidak menerapkan

sesuai dosis kebutuhan dan dilakukan menyamaratakan pemberian herbisida.

Penggunaan herbisida yang berlebihan atau tidak sesuai dosis dapat menyebabkan

kerusakan serta pencemaran pada lingkungan dan kontaminasinya pada air (Solahudin

et al., 2010).

2.4 Pesawat Tanpa Awak

Pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle) adalah sebuah mesin terbang yang

berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya

sendiri. Biaya yang digunakan dalam memperoleh data menggunakan pesawat tanpa

awak relatif terjangkau, waktu yang cepat serta aman dalam berbagai kondisi cuaca

(Shofiyanti, 2011). Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama

yaitu kontrol melalui pengendalian jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat terbang

secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum

terbang. Pesawat tanpa awak merupakan teknologi yang dapat membantu mengefisiensi

pengeluaran serta pendapatan pertanian. Pesawat tanpa awak dapat membantu petani

dalam mengelola lahan pertanian yang cukup luas dengan biaya rendah (Ahmad Suhaizi

et al., 2017).

Penggunaan pesawat tanpa awak untuk mendeteksi pertumbuhan gulma

menggunakan pemetaan yang akurat, merancang penanganan sebelum dan pasca

kemunculan gulma serta untuk memetakan lahan yang tidak terserang gulma (José

Manuel Peña et al., 2013; Torres Sanchez et al., 2013). Pengambilan sampel
menggunakan pesawat tanpa awak pada ketinggian 30m dan data pengindraan jarak

jauh pada ketinggian 60m dan 100m secara akurat mampu menentukan jumlah gulma

dan pemetaan pemberian herbisida (Borra Serrano et al., 2015) sehingga pengaplikasian

herbisida dapat lebih optimal dan dari segi ekonomi juga lebih baik. Singkatnya waktu

pengambilan gambar dan analisis pemetaan membuat pengendalian gulma lebih tepat

waktu, hal ini dapat mencegah kerugian hasil produksi akibat serangan gulma (de

Castro et al., 2018). Pesawat tanpa awak dilengkapi alat atau sistem pengendali terbang

melalui gelombang radio, navigasi presisi (Ground Positioning System - GPS dan

Pengukuran Inertial Unit), dan kontrol elektronik penerbangan serta kamera dengan

resolusi tinggi. Kamera tersebut terdapat band merah, hijau, dan NIR (Near Infra Red)

mendekati band 2, 3, dan 4 pada citra Landsat TM, yang digunakan sebagai data untuk

nilai kehijauan tanaman (Shofiyanti, 2011).

2.5 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

NDVI adalah nilai Normalized Diffrerence Vegetation Index, merupakan

perhitungan untuk menentukan nilai kerapatan tajuk vegetasi, kemudian nilai kelas

NDVI tersebut diklasifikasi ulang (reclass) menjadi tiga kelas, yaitu kerapatan jarang,

sedang dan rapat (Purwanto, 2015). Pemetaan menggunakan indeks vegetasi sederhana

menggunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) ini dibatasi oleh

kapasitas berat muatan dari pesawat tanpa awak, maka sulit untuk mendapatkan data

yang lebih detail. Sistem pencitraan multispektra adalah sistem pencitraan yang lebih

tajam pada pesawat tanpa awak untuk mencapai hasil yang sangat baik, akurat dan data
yang efisien, akan tetapi semakin besarnya data vegetasi yang didapat semakin

menyulitkan dalam pemrosesan konvensional (Ishidaa et al., 2018).


III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2022 sampai dengan Mei

2022. Penelitian di lapang dilaksanakan selama tiga hari yaitu pada tanggal 04 –

26 Mei 2022 di lahan budidaya Holtikultura di desa Ledok Ombo kec Pakis,

Kabupaten Malang.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah software Q-GIS, Pesawat

Tanpa Awak tipe DJI Phantom 4 Pro V2.0 dengan kamera 20 MP, alat tulis dan

alat dokumentasi.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah gulma dan lahan

budidaya tanaman Holtikultura.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap persiapan,

pengolahan data dan tahap pengolahan data.


Metode diatas merupakan suatu metode pesawat tanpa awak yang

dikendalikan dari jarak jauh menggunakan remote control kemudian dapat

bergerak secara otomatis berdasarkan program yang sudah ditanamkan pada

sistem komputer. Adapun penampakanya seperti yang ditunjukkan pada gambar

diatas.

3.3.1 Tahap Persiapan

Tahap awal adalah tahap persiapan mencari metode dan juga mempelajari

penggunaan aplikasi Q-GIS karena aplikasi ini sangat menunjang penelitian, selain itu

dilakukan juga pencarian lokasi yang akan digunakan sebagai objek dalam penelitian ini

yaitu lahan budidaya Holtikultura dengan terdapat gulma sehingga penelitian dapat

dilaksanakan.

3.3.2 Tahap Persiapan Data


Tahapan ini meliputi pengambilan citra menggunakan drone atau

pesawat tanpa awak dengan bantuan dari pilot yang sudah ahli. Pengambilan

citra dilakukan pada ketinggian 100 m menggunakan pesawat tanpa awak tipe

DJI Phantom 4 Pro V2.0 dengan kamera 20 MP. Pengolahan data foto udara

dilakukan manual oleh pilot sehingga didapatkan peta jadi.Pengolahan data foto

meliputi proses aligning photo, build dense cloud, texturing, orthomosaicking,

build DSM hingga exporting peta ortho. Align photo merupakan proses

menyejajarkan sebelum akhirnya disambung menjadi suatu foto. Build dense

cloud merupakan pemrosesan foto hasil alignment sehingga terdapat titik yang

mempunyai nilai ketinggian dan kedalaman. Texturing adalah proses dimana

data yang berbentuk titik dijadikan tekstur dari permukaan. Orthomosaicking

merupakan penggabungan foto - foto hasil pemotretan pesawat tanpa awak yang

sudah disejajarkan sesuai referensi koordinat dan nilai kedalaman piksel.

Adapun Digital Surface Model (DSM) merupakan hasil proses orthomosaic

yang merupakan model tinggi rendahnya obyek di permukaan bumi. DSM

kemudian di ekspor ke dalam format tiff (Salim et al., 2018).

3.3.3 Tahap Pengolahan Data

Tahapan ini mengelolah peta yang sudah jadi menggunakan QGIS

dengan memotong bagian yang tidak perlu. Metode pertama diinterpretasi

dengan mendigitasi peta secara manual, dengan peta sensor RGB kemudian

didigitasi pada setiap kelas. Setiap kelas didapat secara manual dengan

pengamatan berdasarkan foto udara sensor RGB oleh surveyor. Setiap kelas
diwakilkan oleh warna hijau untuk luas tajuk, biru untuk luas gulma, jingga

untuk luas tanah terbuka dan hitam untuk bayangan untuk memudahkan

pengamatan. Digitasi peta bertujuan mengubah data raster menjadi data vektor,

pengelompokan dibuat sesuai berdasarkan obyek yang sama, misalnya untuk

jalan, rumah, tanah kering, vegetasi dan lain sebagainya. Metode yang ke 2 yaitu

peta diolah terlebih dahulu menggunakan metode indeks vegetasi atau NDVI

menggunakan aplikasi QGIS dan kemudian didapatkan nilai indeks vegetasi atau

NDVI. Indeks vegetasi atau NDVI sendiri adalah indeks yang menggambarkan

tingkat kehijauan suatu tanaman. Hasil dari pengolahan menggunakan teknik

NDVI kemudian didigitasi setiap kelasnya berdasarkan nilai kehijuan pada peta

NDVI. Setiap kelas diwakilkan oleh warna hijau untuk luas tajuk, biru untuk

luas gulma, jingga untuk luas tanah terbuka dan hitam untuk bayangan untuk

memudahkan pengamatan.

Perhitungan NDVI berdasarkan dari prinsip tanaman tumbuh efektif

pada radiasi spektrum cahaya (PAR atau Photosynthetically Aktif Radiation).

Rumus NDVI yang akan digunakan adalah sebagai berikut (Amliana et al.,

2016):

Keterangan:
NIR = radiasi inframerah dekat dari piksel.
Red = radiasi cahaya merah dari piksel.

Pada penelitian ini sensor yang digunakan hanya menggunakan sensor

RGB, sehingga untuk mencari nilai NDVI menggunakan Band 1 sebagai nilai

NIR dan Band 2 sebagai nilai Red

Setelah kedua metode didigitasi kemudian diolah kembali menggunakan

quarry pada QGIS dengan menggunakan rumus geometry $area sehingga

didapat luas setiap bagian yang telah didigitasi, kemudian dikaji tentang

dominasi gulma yang ada pada lahan budidaya Holtikultura. Hasil dari kedua

metode diuji menggunakan SPSS dengan uji korelasi pearson agar didapat hasil

korelasi antara digitasi manual dengan klasifikasi berdasarkan metode NDVI.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Gambar 1. Bagan alur penelitian

3.4.1. Pemetaan menggunakan Pesawat Tanpa Awak

1. Mempersiapkan lahan budidaya singkong gajah yang akan digunakan sebagai

data untuk dikaji.


2. Menunggu waktu dimana matahari tegak sehingga semakin sedikit adanya

bayangan pada citra yang di dapat.

3. Pengambilan gambar menggunakan pesawat tanpa awak dengan bantuan pilot

agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan foto udara, ketinggian

pesawat tanpa awak diatur sekitar 100 m.

4. Melakukan proses aligning photo, build dense cloud, texturing,

orthomosaicking, build DSM, kemudian hasil peta selanjutnya akan diekspor

ke dalam format tiff.

3.4.2. Pengolahan Data dengan Metode Digitasi Manual dengan QGIS

1. Melakukan digitasi manual pada peta yang sudah jadi dalam format tiff,

kemudian hasil digitasi diwakilkan oleh beberapa warna sesuai dengan

“kelas”. Beberapa warna tersebut, yaitu:

a. Warna hijau untuk mewakili Holtikultura.

b. Warna biru untuk mewakili Gulma.

c. Warna jingga untuk mewakili Tanah.

d. Warna hitam untuk mewakili Bayangan.

2. Menghitung hasil digitasi dari kedua model peta kedalam rumus quarry yaitu

geometry area agar didapat luas setiap variabel pengamatan.

3.4.3. Pengolahan Data dengan Klasifikasi Berdasarkan Metode NDVI

dengan Menggunakan QGIS

1. Melakukan analisis dengan metode NDVI pada peta yang sudah jadi dalam

format tiff.
2. Melakukan digitasi pada peta hasil metode NDVI, kemudian hasil digitasi

diwakilkan oleh beberapa warna sesuai dengan “kelas”. Beberapa warna

tersebut, yaitu:

a. Warna hijau untuk mewakili Singkong.

b. Warna biru untuk mewakili Gulma.

c. Warna jingga untuk mewakili Tanah.

d. Warna hitam untuk mewakili Bayangan.

3.4.4. Uji Korelasi Pearson Menggunakan SPSS

1. Memasukan hasil dari quarry pada aplikasi QGIS ke dalam Ms. Excel

kemudian data dikelompokkan berdasarkan “kelas” luas kanopi besar, sedang

dan kecil pada setiap segmentasi, luas kanopi besar, sedang dan kecil didapat

seluruh data setiap segmentasi dibagi 3 agar nilai keseluruhan data lebih kecil

sehingga lebih akurat dalam pengolahan uji korelasi.

2. Mencari nilai rata – rata, nilai standar deviasi, nilai minimum, nilai

maksimum dan nilai total setiap kelas.

3. Memasukan data hasil pengelompokan sesuai poin 1 keaplikasi SPSS

berdasarkan setiap kelas pengamatan.

4. Melakukan uji korelasi pearson untuk mencari tahu persamaan pada metode

yaitu setiap kelas pada digitasi manual dan klasifikasi berdasarkan NDVI.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suhaizi, M. S., Norida, M., Nik Norasma, C, Y., & Wan Fazilah, F. I. (2017).
Teknologi Aplikasi Dron Untuk Pertanian. 44–48.

Amliana, D., Prasetyo, Y., & Sukmono, A. (2016). Analisis Perbandingan Nilai NDVI
Landsat 7 Dan Landsat 8 Pada Kelas Tutupan Lahan (Studi Kasus : Kota
Semarang, Jawa Tengah). Jurnal Geodesi Undip, 5(1), 264–274.
Borra Serrano, I., Peña, J. M., Torres Sánchez, J., Mesas Carrascosa, F. J., & López
Granados, F. (2015). Spatial Quality Evaluation of Resampled Unmanned Aerial
Vehicle-Imagery for Weed Mapping. Sensors (Switzerland), 15, 19688–19708.

De Castro, A. I., Torres Sánchez, J., Peña, J. M., M., F., Brenes, J., Csillik, O., &
Granados, F. L. (2018). An Automatic Random Forest OBIA Algorithm for
Early Weed Mapping Between and Within Crop Rows Using UAV Imagery.
Remote Sensing, 10(285), 1–21. https://doi.org/10.3390/rs10020285

Hasibuan, A., & Pohan, T. H. (2017). Aplikasi Pemetaan Bayangan Untuk Mengubah
Citra Dua Dimensi Menjadi Tiga Dimensi Menggunakan Algoritma Z-Buffer.
Water Science and T Echnology, 53, 304–313.

Anda mungkin juga menyukai